Anda di halaman 1dari 15

Nama : Rizky Rasiqah

NIM : I1021211028

Kelas : A1

Elektif (Farmasi Lingkungan (ACL))

Mata kuliah farmasi lingkungan (Analisis Cemaran Lingkungan)


merupakan mata kuliah elektif yang digunakan untuk menganalisis pencemaran
lingkungan dengan menggunakan pengetahuan analisis kualitatif dan kuantitatif
dalam bidang farmasi. Materi pokok dari pembelajaran ini berupa efek, jenis dan
akibat dari suatu polutan dalam lingkungan serta analisisnya. Serta bahasan seperti
konsep berbagai jenis pencemaran lingkungan yang digunakan untuk
mengidentifikasi, menganalisis, dan memantau masalah pencemaran lingkungan.

Kimia analitik berisikan sejumlah pengetahuan dan keterampilan untuk


menentukan komposisi dan struktur materi yang diawali dengan pengambilan
sampel, melakukan pengukuran, menganalisis data yang diperoleh, dan
menjelaskannya menjadi informasi pengetahuan baru. Secara umum, tahapan
yang dilakukan dalam menyelesaikan kimia analitik yaitu dengan
mengindentifikasi dan mendefinisikan masalah, merancang prosedur eksperimen,
melaksanakan eksperimen dan mengumpulkan data, menganalisis data asil
eksperimen, dan melaporkan hasil eksperimen.

Pada tahap pertama, identifikasi dan definisi masalah yang diperlukan


(Kualitatif, Kuanitatif, Karakterisasi, atau fundamental)

Contoh dari:

1. Analisis kualitatif dan kuantitatif adalah jenis dan kandungan unsur yang
terdapat dalam suatu sampel, pengukuran kemurnian suatu zat, atau
menentukan pencemaran polutan udara dua udara, laut, dan tanah.
2. Analisis karakterisasi adalah penentuan struktur kimia, konstanta
kesetimbangan, ukuran partikel, dan struktur permukaan.
3. Analisis fundamental berhubungan langsung dengan metode-metode
eksperimen yang digunakan di bidang lain, memperluas dan memperbaiki
teori yang dihasilkan sebelumnya, mempelajari keterbatasan suatu
metode/teori, dan merancang atau memodifikasi metode lama.

Langkah kedua, merancang prossedur eksperimen. Pada tahap ini,


kimiawan menetapkan kriteria rancangan (ketetapan, kecermatan, sensitivitas,
biaya, waktu, dll), mengidentifikasi interfensi (matriks pengganggu), menyeleksi
metode yang tepat, menentukan kriteria validasi, menetapkan strategi sampling.

Langkah ketiga, melaksanakan eksperimen dan mengumpulkan data.


Sebelum mengumpulkan suatu alat atau instrumen, maka harus dilakukan
kalibrasi terlebih dahulu. Pada tahap ini dilakukan pencatatan.

Langkah keempat, menganalisis data eksperimen.

Langkah terakhir, kimiawan melaporkan dan mengkomunikasikan hasil


eksperimennya baik secara tertulis maupun lisan.

Penggunaan kimia analitik diberbagai bidang diantaranya:

Uji kuantitas (penentuan kadar unsur/senyawa yang bermanfaat ataupun


bernilai tinggi, diagnosis penyakit, penelitian). Tujuannya untuk menentukan
mutu atau kualitas suatu bahan baku yang akan digunakan.

Tahapan ataupun langkah prosedur analisis diringkas sebagai berikut:

a. Definisi masalah à informasi analisis yang berhubungan dengan


akurasi, meliputi alat, bahan, dan pelarut yang dibutuhkan.
b. Pemilihan teknik (pengukuran dan evaluasi hasil pengukuran) dan
metode analisis (penetapan kadar senyawa dan evaluasi hasil
pengukuran) à teknik dan metode analisis yang akan digunakan untuk
analisis sampel.
c. Pengambilan sampel à sampel yang diambil harus dapat mewakili
materi yang akan dianalisis
d. Pra-perlakuan sampel atau pengkondisian à pengubahan analit ke
bentuk yang sesuai sehingga analit dapat terdeteksi. Terkait dengan
teknik pemisahan analit didalam sampel.
e. Pengukuran analit yang diinginkan
f. Pengukuran dan interpretasi data analisis

Prosedur kimia analitik biasanya diklasifikasikan dengan dua cara:

1. Berdasarkan tujuan analisis:

· Analisis kualitatif

· Analisis kuantitatif : mengetahui berapa banyak suatu zat tertentu


yang terkandung dalam suatu sampel

2. Berdasarkan metode yang digunakan (konvensional dan modern)

Kimia analitik mencakup aspek :

1. Kualitatif: ada atau tidak ada

2. Kuantitatif: berapa jumlahnya

Tahapan Dalam Analisis :

1. Pengambilan sampel : representatif dan random/ acak


2. Mengubah analit : bentuk yang sesuai
3. Pengukuran : data dari lab/ penelitian
4. Perhitungan : statistika dan validasi analisis

Racun yang ada disekitar kita biasanya ada asbestos, sinar uv, ozon,
merkuri, polusi pabrik, udara didalam ruangan, sampah, dan pestisida yang dapat
menyebabkan kerusakan paru atau yang disebut pneumokoniosis. Batas paparan
di Indonesia mengacu pada ACGIH (Konferensi Ahli Kebersihan Industri
Pemerintah se-Amerika) dimana:

1. Treshold Limit Value-Time Weighted Average yaitu nilai ambang batas


rata-rata selama jam kerja 8 sehari atau 40 jam seminggu
2. Treshold Limit Value-Time Exposure Limit yaitu nilai ambang batas
pemaparan singkat tidak lebih dari 15 menit dan tidak lebih dari 4 kali
dalam sehari tanpa mengakibatkan iritasi dan kerusakan atau perubahan
jaringan kronis
3. Treshold Limit Value-Ceiling yaitu kadar rata-rata bahan kimia di udara
lingkungan kerja setiap saat yang tidak boleh dilampaui selama melakukan
kerja

Zat-zat Beracun Masuk ke Dalam Tubuh Melalui:

1. Saluran pernafasan (inhalasi): keracunan terjadi jika menghirup gas atau


udara beracun seperti kebocoran gas industri
2. Saluran pencernaan atau makanan (gastrointestinal): keracunan jika
mengonsumsi obat-obatan dalam jumlah banyak, makan makanan yang
mengandung racun, obat nyamuk, minyak tanah, dan makanan atau
minuman yang mengandung alkohol
3. Kulit (topikal): zat kimia pertanian seperti insektisida atau tersentuh
binatang yang mengandung racun
4. Parenteral/Suntikan: penyalahgunaan obat dan narkotika atau gigitan
binatang yang mengandung bisa racun

Karbon Monoksida merupakan gas yang dikenal sebagai ‘silent killer’


karena tidak berbau dan berwarna tapi dalam dosis kecil menyebabkan mual dan
pusing, sedangkan dalam dosis besar menyebabkan kerusakan otak dan bahkan
kematian. Karbon Monoksida terbentuk akibat pembakaran bahan bakar tertentu,
sumber utamanya yaitu gas buang kendaraan bermotor, asap dari kebakaran, dan
asap dari mesin, karbon monoksida dapat meningkat apabila kurangnya ventilasi
pada sebuah ruangan.

Mengatasi Keracunan CO :
● Individu yang mengalami keracunan karbon monoksida harus pindah dari
daerah tersebut ke tempat dengan cukup pasokan udara segar
● Jika seseorang berhenti bernapas, CPR (cardiopulmonary resuscitation)
mungkin harus diberikan.
● Memberikan oksigen dosis tinggi menggunakan masker wajah dari tabung
oksigen ketika seseorang menghirup karbon monoksida dosis tinggi dan
menderita keracunan berat, dosis oksigen yang lebih tinggi harus diberikan
menggunakan ruang

Pb (Timbal)
Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam.
Timbal merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak bumi. Timbal (Pb)
dimanfaatkan manusia untuk bahan pembuat baterai, amunisi, produk logam, dsb
Timbal (Pb) merupakan logam berat dan berpotensi menjadi bahan oksik Jika
terakumulatif dalam tubuh, maka berpotensi menjadi bahan toksik pada mahluk

Bahaya Timbal
Timbal yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan atau
pencernaan menyebar ke berbagai organ melalui sistem peredaran darah.
Penimbunan timbal yang terjadi pada ginjal, hati, otak, saraf, dan tulang dapat
berlangsung dalam jangka panjang Konsentrasi tinggi timbal dapat merusak
jaringan saraf dan fungsi ginjal. Paparan timbal juga berkaitan dengan kesulitan
belajar, keterlambatan perkembangan mental, bahkan skizofrenia,

Gejala Keracunan Timbal


Gejala Keracunan Timbal pada Anak-Anak
● Keterlambatan perkembangan
● Kesulitan belajar
● Sifat lekas marah
● Kehilangan selera makan
● Berat badan
● Kelesuan dan kelelahan
● Sakit perut
● Muntah
● Sembelit
● Gangguan pendengaran

Gejalan Keracunan Timbal pada Orang Dewasa


● Tekanan darah tinggi
● Sakit perut
● Sembelit
● Nyeri sendi
● Nyeri otot
● Penurunan fungsi ginjal
● Nyeri, mati rasa ataj kesemutan pada ekstremitas sakit kepala
● Hilang ingatan
● Gangguan mood
● Jumlah sperma berkurang, sperma yang abnormal
● Keguguran atau kelahiran prematur pada ibu hamil

Penanggulangan Keracunan Timbal


Langkah pertama untuk mengobati semua tingkat keracunan timbal adalah
dengan membersihkan sumber kontaminasi. Untuk kasus keracunan yang lebih
berat, dokter dapat merekomendasikan terapi kelasi. Terapi kelasi adalah terapi
dengan memasukan asam amino yang dibuat oleh manusia yang disebut ETDA
(Ethylenediamine tetraacetic acid), ETDA sering digunakan dalam kasus
keracunan metal berat. ETDA mampu mengikat logam-logam berat yang terdapat
pada pembuluh darah, dan kemudian dikeluarkan bersama urine.
Takaran untuk Penggolongan Bahan Kimia Beracun

LD 50 (Lethal Dose 50)


● LD 50 merupakan salah satu rangkaian pengujian limbag bagan berbahaya
dan beracun (B3) yang pengujiannya menggunakan mencit (mus muculus)
sebagai hewan uji
● LD 50 adalah dosis tertentu yang dinyatakan dalam miligram berat bahan
uji per kilogram berat badan (BB) hewan uji yang menghasilkan 50%
respon kematian pada populasi hewan uji dalam jangka waktu tertentu

LC 50 (Lethal Concentrate 50)


● LC 50 adalah konsentrasi lethal median atau konsentrasi suatu zat dalam
air yang dapat menyebabkan kematian diperkiraan mencapai 50% dari
populasi organism test tertentu

Konsep Dasar Toksikologi


Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan mengenai kerja senyawa kimia /
merugikan (berbahaya) terhadap organisme hidup interaksi yang (Priyanto,2009).
Ilmu ini juga membahas penilaian kuantitatif. Sehingga toksikologi ini akan
berkaitan dengan deteksi, identifikasi dan pengukuran obat-obatan dan senyawa
asing lainnya xenobiotik dan metabolitnya pada spesimen biologis dan yang
terkait

Xenobiotik Berasal dari kata xeno yang berarti asing. Bahan Xenobiotik
ialah bahan kimia baik alami maupun sintesis yang berasal dari luar tubuh dan
masuk ke dalam tubuh manusia sebagai zat sing Contoh: obat obatan, insektisida,
zat kimia tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat
karsinogen lainnya

Toksisitas dapat bersifat :


1. Toksisitas akut : Efek yang langsung berhubungan dengan pemaparan zat
toksik.
2. Toksisitas Subkronis : Kemampuan suatu substansi toksis untuk
menimbulkan efek berbahaya lebih dari satu tahun
3. Toksisitas kronis : Efek yang diterima tubuh karena adanya zat dalam
jumlah sedikit dalam jangka waktu yang lama sehingga akan terakumulasi
mencapai konsentrasi toksik dan menyebabkan terjadinya gejala
keracunan.

Fase Toksikologi
Fase Eksposisi
● Bahan kimia berbahaya : debu, gas, uap, kabut, fume
Fase Toksikokinetik
● absorbsi
● distribusi
● metabolisme
● ekskresi
Fase Toksodinamik
● interaksi antara tokson dengan reseptor di dalam sel

Fase Eksposisi
1. Fase eksposisi terjadi ketika ada kontak antara xenobiotika dengan
organisme atau dengan kata lain, terjadi paparan xenobiotika pada
organisme.
2. Paparan ini dapat terjadi melalui kulit, oral, saluran pernafasan, (inhalasi)
atau penyampaian xenobiotika langsung ke dalam tubuh organisme
(injeksi) (Wirasuta, 2006).
3. Selama fase eksposisi, zat beracun dapat diubah melalui berbagai reaksi
kimia/fisika menjadi senyawa yang lebih toksis atau lebih kurang toksis.
4. Jika suatu polutan/zat kimia mengalami kontak dengan suatu organisme,
maka terjadinya efek biologi atau efek toksis setelah proses absorbsi
polutan tersebut ke dalam tubuh organisme.
5. Umumnya hanya bagian zat yang berada dalam bentuk terlarut, terdispersi
secara molekul yang dapat diabsorbsi.
6. Penyerapan xenobiotika sangat tergantung pada konsentrasi dan lamanya
kontak antara xenobiotika dengan permukaan organisme yang
berkemampuan untuk mengaborpsi xenobiotika tersebut.
7. Jalur utama bagi penyerapan xenobiotika adalah saluran cerna, paru-paru,
dan kulit. Namun pada keracunan aksidential, atau penelitian toksikologi,
paparan xenobiotika dapat terjadi melalui jalur injeksi

1. MELALUI KULIT
Eksposisi (pemejanan) yang paling mudah dan paling lazim
terhadap manusia atau hewan dengan segala xenobiotika, seperti
(kosmetik, produk rumah tangga, obat topikal, cemaran lingkungan, atau
cemaran industri di tempat kerja), pemejanan sengaja atau tidak sengaja
pada kulit.

2. MELALUI JALUR INHALASI


● Pemejanan xenobiotika yang berada di udara dapat terjadi
melalui penghirupan xenobiotika tersebut.
● Xenobiotik yang terdapat di udara berada dalam bentuk gas,
uap, butiran cair, dan partikel padat dengan ukuran yang
berbeda-beda.
● Disamping itu perlu diingat, bahwa saluran pernafasan
merupakan sistem yang komplek, yang secara alami dapat
menseleksi partikel berdasarkan ukurannya.
● Alveoli merupakan tempat utama terjadinya absorpsi
xenobiotika yang berbentuk gas, seperti carbon monoksida,
oksida nitrogen, belerang dioksida atau uap cairan, seperti
bensen dan karbontetraklorida. Kemudahan absorpsi ini
berkaitan dengan luasnya permukaan alveoli, cepatnya aliran
darah, dan dekatnya darah dengan udara alveoli. Laju absorpsi
bergantung pada daya larut gas dalam darah. Semakin mudah
larut akan semakin cepat diabsorpsi.

3. MELALUI SALURAN CERNA


● Pemejanan xenobiotik melalui saluran cerna dapat terjadi
bersama makanan, minuman, atau secara sendiri baik sebagai
obat maupun zat kimia murni.
● Terserap dari rongga mulut (sub lingual), dari lambung sampai
usus halus, atau eksposisi xenobiotik dengan sengaja melalui
jalur rektal.
● Senyawa asam lemah akan berada dalam bentuk non-ion yang
lebih mudah larut dalam lipid dan mudah terdifusi, sehingga
akan mudah terserap di dalam lambung. Karena suasana
lambung bersifat asam.
● Senyawa basa lemah, karena cairan usus yang bersifat basa,
akan berada dalam bentuk non-ioniknya, sehingga senyawa basa
lemah akan lebih mudah terserap melalui usus daripada
lambung.
● Pada umumnya xenobiotik melintasi membran saluran
pencernaan menuju sistem sistemik dengan difusi pasif,
transport aktif, transport terfasilitasi, dan pinositosit.

Contoh. Fase Eksposisi di Lingkungan Industri Sifat Fisik zat kimia:


padatan, larutan, gas Paparan di industri terbanyak via inhalasi, karena bahan
kimia pencemar di ruang kerja berada di udara ambien sebagai airborne toxicant,
yaitu:
- Kabut
- Gas Uap
- Debu
- Asap
- Fume
Absorpsi via inhalasi menyebabkan dosis paparan akan tinggi, sebab :
- Luas permukaan saluran pernapasan yang besar
- Struktur dan fisiologi saluran pernapasan
- Proses bernapas terjadi tanpa sadar, tanpa daya pilih

Fase Toksokinetika
Toksikokinetika adalah studi tentang nasib zat beracun (xenobiotik) di
dalam tubuh. Toksikokinetika mempelajari proses mulai dari masuknya zat
beracun kedalam tubuh sampai dikeluarkan kembali.

Ada 4 proses yang terlibat dalam toksikokinetika :


1. Absorpsi
Absorbsi adalah perpindahan masuknya zat beracun dari tempat
pemberian (aplikasi) kedalam sirkulasi sistemik (peredaran darah). Untuk
dapat menimbulkan efek toksik yang sistemik zat toksik harus dapat
menembus sel tempat absorpsi (membran sel) dan masuk ke sirkulasi
sistemik

Pengaruh Kelarutan Zat Beracun Dalam Lipid/lemak


● Membran sel terdiri atas 2 lapisan lipid/lemak (lipid bilayer)
● Zat beracun yang larut dalam lemak Alipofil mudah menembus
membran sel dibandingkan dengan yang larut dalam air/hidrofil.
● Zat beracun yg tidak larut dalam lipid dan mempunyai BM> 200
sukar melewati membran sel.

Faktor Yang Mempengaruhi Absorpsi:


● Rute pemberian/Jalur paparan.
● Konsentrasi dan lamanya kontak dengan tempat absorpsi.
● Sifat fisika dan kimia dari zat beracun.

Suatu zat yang sangat toksik jika tidak dapat diabsorpsi mungkin
lebih tidak berbahaya jika dibandingkan dengan zat yang kurang toksik
tapi sangat mudah di absorpsi. Lamanya kontak zat beracun dengan tempat
absorpsi :

- Jika suatu zat beracun bergerak melalui kontak cerna dengan


sangat cepat → racun tidak terabsorpsi dengan baik.
- Sebaliknya, apapun yang memperlambat transpor zat beracun dari
lambung ke usus akan memperlambat kecepatan absorpsi racun
tersebut → jika racun diserap di usus.
Luas permukaan absorpsi
Karena usus memiliki permukaan yang kaya dengan mikrovili
maka usus mempunyai luas permukaan kira-kira 1000 kali luas
permukaan lambung, sehingga absorpsi obat melalui usus lebih
efisien.

2. Distribusi
● Setelah molekul xenobiotik/racun masuk kedalam peredaran darah,
maka selanjutnya xenobiotik/racun tersebut akan disebarkan
keseluruh bagian tubuh.
● Distribusi adalah perpindahan zat beracun yang terabsorpsi dari
sirkulasi (peredaran darah) ke suatu tempat di dalam tubuh
(jaringan atau tempat kerjanya).

Faktor Yang Mempengaruhi Distribusi


Faktor yang dapat mempengaruhi proses distribusi dari suatu
xenobiotika, dikelompokkan menjadi dua, yaitu (Wirasuta, 2006):
● Faktor biologis, meliputi laju aliran darah dari organ dan jaringan,
sifat membran biologis dan perbedaan pH antara plasma dan
jaringan
● Faktor sifat molekul xenobiotika, meliputi ukuran molekul, ikatan
antara protein plasma dan protein jaringan, kelarutan dan sifat
kimia

3. Metabolisme
● Metabolisme adalag reaksi perubahan suatu senyawa
kimia/xenobiotic dalam jaringan biologi yang dikatalisis oleh
enzim menjadi metabolitnya
● Hati (hepar) merupakan organ utama tempat metabolisme
● Organ pemetabolisme lain :
- ginjal
- paru
- usus
- kulit
- testis
● Terdiri dari :
reaksi fase I : degradasi (oksidasi, reduksi, hidrolisis)
reaksi fase II : konjugasi 》polar

Efek Metabolisme
● Membuat senyawa induk (zat beracun) menjadi lebih polar/
hidrofil sehingga mudah diekskresikan oleh ginjal keluar tubuh
karena metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah
direabsorpsi dalam tubulus ginjal.
● Membuat senyawa induk menjadi kurang toksik atau kurang
aktif→ Metabolisme disebut juga BIODETOKSIFIKASI.
● Namun,ada beberapasenyawa tertentu yang setelah mengalami
metabolisme berubah menjadi Thetabolit yang sama aktifnya
atau lebih aktif dari senyawa induknya → BIOAKTIVASI

4. Ekskresi
● Eksresi adalag perpindahan/ pengeluaran xenobiotik/racun dari
sirkulasi darah (sistemik) ke organ ekskresi (keluar tubuh)
● ginja menrupakan organ utama ekskresi -> urin
● tempat ekskresi lain
- empedu > fases
- paru > bahan volatil
- kelenjar ludah > saliva
- kelenjar mamae > ASI
- kelenjar keringat > keringat

Proses utama eksresi renal dari xenibiotika adalah :


● filtrasi glomerulus
- obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat dari pada obat larut
lemak
- obat yang tidak terikat protein plasma (bebas) akan mengalami
filtrasi glimerulus masuk kedalam tubulus
● reansorbsi tubular
- Setelah obat sampai ditubulus, bila obat bersifat larut lemak (non
polar) dan tidak bermuatan, maka obat ini dapat direabsorpsi dalam
tubulus ginjal melalui difusi pasif→ sirkulasi sistemik.
- Untuk mengurangi reabsorpsi tubulus → dilakukan manipulasi pH
urin.
- Manipulasi pH urine untukmeningkatkan bentuk ionisasi obat →
bisa digunakan untuk mengurangi jumlah obat yang berdifusi
Kembali ke sirkulasi sistemik karenanya meningkatkan bersihan
obat yang tidak diinginkan.
● sekresi tubular
- Sekresi Tubulus Filtrasi glomeruli hanya mampu mengekskresikan
20% obat, sedangkan sisanya 80% akan dikeluarkan melalui
sekresitubulus.
- Sekresi tubulus merupakan mekanisme eliminasi obat yang paling
cepat melalui ginjal karena mampu mengekskresikan obat yang
terikat dengan protein plasma.

Fungsi Ekskresi
● Pembuangan senyawa yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh
● Bila terjadi disfungsi organ ekskresi, akan menyebabkan penumpukan
senyawa yang tidak dibutuhkan sehingga menyebabkan toksisitas

Hubungan Ekskresi dan Toksisitas


● Ekskresi zat merupakan factor penentu suatu ketoksikan.
● Jika suatu zat atau metabolitnya dengan cepat diekskresi dari tubuh, maka
zat tersebut relative tidak toksik →→ Karena zat yang mudah
diekskresikan akan sulit mencapai Kadar Efek Toksik Minimal (KET) dan
kemungkinan akan terjadi akumulasi lebihkecil "Penentu Ketoksikan
adalah sampainya suatu zat disel sasaran dengan kadar mencapai KET-
nya".
● Strategi dalam mengurangi toksisitas suatu zat adalah dengan
penghambatan absorpsi atau percepatan ekskresi

kesimpulan: "EKSKRESI" "Zat yang toksisitasnya sama akan menimbulkan


keberbahayaan yang berbeda jika salah satunya mudah diekskresikan tetapi yang
lainnya tidak mudah diekskresikan atau terakumulasi"

Anda mungkin juga menyukai