Anda di halaman 1dari 3

Contoh kasus:

Pada suatu malam terjadi kesepakatan atara Dadap (penjual) dengan Waru (pembeli) jual beli sapi betina
seharga Rp.15juta. Sapi baru akan diserahkan pagi harinya begitu pula pembayarannya juga pagi hari saat
sapi diserahkan. Namun ternyata malam itu terjadi peristiwa banjir bandang sehingga sapi dalam kandang
hanyut dan tidak ditemukan

Berdasarkan kasus tersebut jawablah soal dibawah ini dengan jelas, mudah dimengerti, rinci dan dasar
hukumnya.

Pertanyaan

1. Jelaskan pendapat saudara dalam kasus tersebut apakah telah terjadi jual beli antara penjual dan
pembeli? Uraikan secara singkat?
2. Dalam kasus diatas merupakan persoalan resiko diakuinya kebiasaan yang dapat menyampingkan
UU. Jelaskan jawaban saudara?
3. Seandainya dalam kesempatan malam hari itu pihak pembeli sudah membayar sebagian (Rp.6
juta), bagaimana penyelesaiannya menurut Saudara?

Jawaban

1. Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai
kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan
harganya belum dibayar. Berdasarkan pengertian jual beli dianggap sah. Maka berdasarkan
contoh kasus diatas telah terjadi jual beli.
2. Dalam pengertiannya bahwa Resiko ialah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi keadaan
memaksa yaitu peristiwa bukan karena kesalahan debitur yang menimpah benda yang menjadi
obyek perikatan atau menghalangi debitur memenuhi prestasi. Berdasar pada perjanjian jual beli
di dalam Kitab Undang-undang hukum Perdata terdapat tiga ketentuan yang mengatur soal resiko
atau konsekuensi dalam perjanjian jual beli :
1. Resiko dalam jual-beli barang tentu diatur dalam pasal 1460 KUH.Perdata.
2. Resiko terhadap barang yang di jual menurut berat, jumlah atau ukuran
diatur dalam pasal 1461 KUH.Perdata
3. Resiko lerhadap barang yang di jual menurut tumpukan

Pada kasus diatas, dimana bapak dadap dan bapak waru telah menyepakati harga,yakni 15juta
dengan jenis sapi yakni;sapi betina. Apababila dikaitkan dengan peraturannya. Pasal 1460
KUHPerdata: “Jika barang yang dijual itu berupa barang yang sudah ditentukan, maka sejak saat
pembelian, barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan
dan penjual berhak menuntut harganya termasuk jual beli barang (bergerak dan atau tetap) yang
sudah ditentukan sesuai perjanjian yang dibuat. Mengenai perjanjian timbal-balik berupa jual-
beli, dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 yang merupakan
anjuran kepada hakim di pengadilan untuk menganggap Pasal 1460 KUHPerdata tentang risiko
terhadap perjanjian jual-beli barang tertentu sebagian tidak berlaku lagi, karena dirasakan sebagai
pasal yang tidak adil dan dengan alasan yang sama juga seharusnya diperlakukan terhadap Pasal
1461 dan 1462 KUHPerdata tentang risiko terhadap perjanjian jual-beli barang menurut berat,
jumlah atau ukuran tertentu dan perjanjian jual-beli menurut tumpukan. berdasarkan Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 1963 tentang Gagasan Menganggap Burgerlijk Wetboek Tidak
Sebagai Undang-Undang (SEMA 3/1963). Pasal 1460 KUHPerdata merupakan ketentuan yang
disadur dari Code Civil Perancis yang menganut aliran berbeda terkait dengan pemindahan hak
milik. Code civil perancis menyatakan bahwa perpindahan hak milik itu dimulai sejak ditutupnya
perjanjian yang mana hal tersebut berbeda dengan perpindahan hak milik di Indonesia yang
dimulai sejak dilakukannya penyerahan (levering).Pasal1381 KUHPerdata mengatur beberapa
penyebab hapusnya perikatan dan salah satunya adalah musnahnya barang yang terutang yang
diatur dalam Pasal 1444 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: Jika barang tertentu yang menjadi
bahan perjanjian, musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, sedemikian hingga sama
sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu
musnah atau hilang di luar salahnya si berutang, dan sebelum ia lalai menyerahkannya.

Ketentuan Pasal 1381 KUHPerdata memang sebenarnya ditujukan sebagai suatu pembelaan
untuk debitur yang gagal dalam melaksanakan prestasinya karena hal-hal di luar kendalinya,
namun poin penting dalam pasal ini adalah bahwa perikatan itu menjadi hapus dengan musnahnya
barang yang diperdagangkan. Dengan hapusnya perikatan berarti hapus pula segala hak dan
kewajiban, termasuk hak debitur untuk meminta uang pembayaran dan kewajiban kreditur untuk
melakukan pembayaran. Karena sapi tersebut belum diserahkan yang berarti hak milik masih
berada di tangan
penjual, maka kematian terhadap sapi itu masih merupakan tanggung jawab dari penjual. Oleh
sebab itu, pembeli tidak berkewajiban untuk melakukan pembayaran terhadap harga sapi. Selain
itu jika ditinjau dari Pasal 1381 KUHPerdata sebagai salah satu penyebab hapusnya perikatan,
maka pembeli tidak perlu membayar harga dari barang tersebut karena perikatan menjadi hapus
dengan musnahnya barang tersebut.

3. Pasal 1347 dan 1339 KUHPerdata, transaksi jual beli dengan pemberian uang panjar adalah
merupakan tanda kesepakatan terikatnya perjanjian jual-beli tersebut. Keberadaan uang panjar
ini, yang mana maksud dari uang panjar adalah berupa uang pembayaran sejumlah uang yang
berfungsi sebagai tanda jadi pemesanan dengan maksud konsumen benar-benar akan membeli
produk barang yang di jual pelaku usaha.

Berlandaskan pada Pasal 1464 KUHPerdata, maka yang di maksud dalam pasal ini panjar yang
di maksud adalah sebagai tanda jadi, sehingga uang panjar yang telah di berikan oleh pembeli
kepada penjual tidak dapat di ambil atau dikembalikan kepada pembeli jika jual beli tersebut
batal. 1Dalam KUH Perdata tidak ditemukan istilah force majeur, bahkan tidak menjelaskan apa
yang disebut dengan keadaan memaksa atau hal terduga tersebut, namun istilah tersebut ditarik
dari ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata yang mengatur tentang ganti rugi, resiko untuk
kontrak sepihak dalam keadaan memaksa ataupun dalam bagian kontrakkontrak khusus dan
tentunya diambil dari kesimpulan-kesimpulan teoriteori hukum tentang force majeur, doktrin dan
yurisprudensi. Maka berdasarkan ketentuan diatas, panjar atau down payment yang diberikan
bapak Waru kepada bapak Dadap tidak dapat diminta kembali berdasarkan ketentuan tersebut
diatas. Bahwa Pasal 1245 KUHPerdata menyebutkan tidak ada penggantian biaya kerugian dan
bunga bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, segala
perjanjian dalam keadaan memaksa dimana objek yang perjanjikan musnah maka subjek
pemenuhannya terhapus dan atau tidak dapat dikembalikan.

Maka berdasarkan keadaan memaksa (force majoer) segala yang diperjanjikan tidak
dapat tuntut dan atau di kembalikan. sehingga ia bisa lepas dari tanggung jawabnya untuk tidak
memenuhi kewajibannya karena alasan force majeur harus sesuai dengan unsur-unsur yang ada
dalam Pasal 1244 KUH Perdata, bahwa kewajiban penjual dan pembeli terhapus apabila
peristiwa yang riil yang dapat dibuktikan menghalangi yang membuat barang tersebut hilang atau
musnah.

Anda mungkin juga menyukai