Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH

SEJARAH DAN ETIKA KEPOLISIAN

SOSOK POLISI TAULADAN


HOEGENG IMAN SANTOSO

Penulis:
Mhs. Imam Dipsa Maulana
NIM. 238110640
Kelas Hukum Kepolisian 2 / No. Absen 12

PROGRAM STRATA SATU ANGKATAN 81/2023


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN
BAB I

PENDAHULUAN

Kesempatan kali ini penulis akan menyoroti seorang tokoh yang menjadi tauladan

dalam dunia kepolisian, ialah yang bernama Hoegeng Iman Santoso. Meskipun

waktu berlalu, dan rezim silih berganti namun kisah heroik seorang Hoegeng tak

lekang oleh waktu, khususnya bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

(Polri) itu sendiri. Tokoh yang lekat dengan ujaran, “selesaikan tugas dengan

kejujuran karena kita masih bisa makan nasi dengan garam”.

Ialah Hoegeng Iman Santoso, Menteri/Panglima Angkatan Kapolisian (Menpangak,

sekarang disebut Kapolri) yang menjabat dari tahun 1968 hingga 1971. Diberhentikan

dari jabatannya sebagai Kapolri sebelum memasuki masa pensiun karena dinilai

susah diatur dan tidak mau nurut dengan rezim kekuasaan pada saat itu.

Memanglah, ketika nama Hoegeng disebut hal pertama yang terbersit dalam benak

adalah sosok yang sarat dengan kejujuran, kesederhanaan, dan sikap tak kenal

kompromi. Bagi pelanggar aturan atau para pejabat nakal, keberadaan Hoegeng

merupakan sebuah batu sandungan yang mengancam perjalanan jahat mereka.

Kejujuran dan sikap tak kenal kompromi memang dipegang teguh oleh sosok

Hoegeng, tak peduli siapa yang menekannya apabila perbuatan itu salah dan tidak

sesuai dengan aturan maka Hoegeng dengan tegas akan menolaknya. Kejujuran

yang dipegang teguh oleh Hoegeng juga sepadan dengan kesederhanaan yang

dibangunnya dalam jabatan apapun. Hoegeng tidak menerima barang atau uang

yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab jabatannya, karena dinilai

2
akan menghambat integritasnya dalam menjalankan amanah jabatan sebagai

Kapolri.

Abdurahman Wahid dalam acara “Dekonstruksi dan Revitalisasi Keindonesiaan”

tahun 2006 silam sembari bercanda berucap bahwa, “hanya ada 3 polisi jujur di

negara ini: patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng”. Bercandaan Gus Dur

merefleksikan bahwa sosok Jendral Hoegeng memanglah sosok polisi Indonesia

yang langka karena kejujuran dan idealismenya.

Meski sosok Hoegeng bak malaikat mulia dalam kisah dongeng, namun tidak

semanis dengan kisah hidupnya di akhir perjalanan tugasnya sebagai seorang

anggota polisi. Banyak pengekangan dan pembatasan yang diterapkan kepada

Hoegeng. Diantaranya adalah tidak diperbolehkan menghadiri pernikahan anak

sahabatnya Sumitro Djojohadikusumo, yaitu Prabowo Subianto dikarenakan

berbesan dengan Soeharto. Beberapa kali dilarang menghadiri Peringatan HUT

Bhayangkara karena bersamaan dihadiri oleh Soeharto meski mendapat surat

undangan resmi sekalipun. Sempat masuk ke dalam daftar orang yang tidak

mendapat izin untuk keluar negeri sehingga tidak bisa berobat, dan lain sebagainya.

Dalam masa jabatannya sebagai Kapolri, Hoegeng menorehkan berbagai prestasi

yang cukup kontroversial. Beberapa kasus kontroversial yang menggaet beberapa

nama para orang kuat pada masa itu, diantaranya adalah:

1. Kasus penyelundupan mobil dan barang-barang mewah oleh Robby Tjahyadi

3
2. Kasus Rene Conrad, perseteruan mahasiswa ITB dengan Taruna Akademi

Kepolisian hingga menyebabkan kematian Mahasiswa atas nama Rene

Conrad.

3. Kasus pemerkosaan Sumaridjem atau Sum Kuning yang tidak pernah

terungkap dan pelakunya tidak mendapat peradilan pidana sebagaimana

mestinya.

Beberapa kasus kontroversial yang terjadi di era kepemimpinan Hoegeng bahkan

hingga disinyalir menjadi penyebab pencopotan jabatannya sebagai Kapolri. Maka

dalam karya tulis kali ini penulis menyengajakan diri untuk mengkaji beberapa kasusu

kontroversial yang menarik perhatian berbagai kalangan, namun sekaligus

menegaskan bahwa Hoegeng merupakan sosok yang berintegritas dan memegang

teguh kejujuran. Terutama saat menangani kasus pemerkosaan dengan korban

Sumaridjem yang hingga saat ini belum terungkap siapa pelaku sebenanrnya dan

tidak bisa mendapat peradilan pidana sebagaimana mestinya.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kronologi Kasus Pemerkosaan Sumaridjem atau Sum Kuning

Sumaridjem adalah seorang gadis belia penjual telur. Selepas pukul 17.00 tidak ada

lagi bus kota yang melintas di kawasan Ngampilan, kali ini dia terlambat karena

urusan dagang. Malam itu, 21 September 1970, Sumaridjem berjalan ke arah utara

menuju Jalan Ngupasan, berharap masih ada bus yang bisa mengantarkannya

menuju ke Godean namun juga tak kunjung muncul. Tahun 1970, pingiran Yogyakarta

masih sepi. Sumaridjem berjalan dengan rasa was-was. Ketika melintas di timur

Asrama Polisi Patuk, tiba-tiba sebuah mobil hampir menyerempet lalu berhenti di

dekatnya.

Terlihat sekelompok pemuda gondrong turun dari mobil dan menarik paksa

Sumaridjem untuk masuk ke mobil. Ia berusaha dengan sekuat tenaga menolak

paksaan para pemuda gondrong itu, namun tak berhasil, dan mereka berhsil

membawa Sumaridjem.

Kemudian mobil itu beranjak mengitari sepanjang Jalan Diponegoro menuju Bumidjo.

Di dalam mobil Sumaridjem mengalami tindakan kekerasan bahkan mengancamnya

dengan menempelkan pisau belati di lehernya. Setelahnya, Sumaridjem dibius dan

nyaris tak sadarkan diri. Hanya teringat oleh Sumaridjem kain panjang yang menutupi
5
bagian bawah badannya disingkap hingga pusar dan terdengar suara ramai-ramai

riang para berandal sembari rasa sakit yang Sumaridjem rasakan di bagian

kemaluannya, yang berulang hingga 3 kali serasa dimasuki benda keras kedalamnya.

Tak hanya diperkosa, uang Rp 4.650,- hasil jualan telurnya juga raib bersamaan

dengan hilangnya para pemuda dengan meninggalkan Sumaridjem yang tak berdaya

di tepi Jalan Wates-Purworejo, daerah Gamping.

Sumaridjem yang tak berdaya itu berjuang keras berjalan menuju ke arah kota

Yogyakarta. Ketika hari agak terang, terlihat segelintir orang berlalu lalang. Dengan

sisa uang Rp 100 dan tubuh tak berdaya dipenuhi lumuran darah di kaki dan kainnya,

Sumaridjem menyetop becak lalu diantarkannya ke rumah salah seorang

langganannya di Bumijo, Nyonya Sulardi. Sumaridjem menangis hingga terdengar ke

tetangga sebelah, Tut Sugijarto seorang wartawan Minggu Pagi. Pada pukul 06.00

tanggal 22 September 1970, Tut segera menghubungi rekannya, Imam Sutrisno,

wartawan Kedaulatan Rakyat. Imam segera melapor ke unit Polisi Militer, Denpom

VII/2. Begitu anggota PM datang dan menyaksikan derita Sumaridjem, tak menunggu

lama mereka membawanya ke Rumah Sakit Bethesda.

Ketika dibawa ke rumah sakit melintas lah di Jalan Patuk, Sumaridjem menunjukan

tempatnya diculik para pemuda gondrong malam sebelumnya. Lalu, gegerlah apa

yang menimpa Sumaridjem. Orang kemudian mengenalnya sebagai Sum Kuning.

Koran-koran di Yogyakarta, bahkan di luar Yogyakarta, ramai membicarakannya.

Seminggu setelah Sumaridjem jadi korban, pada 28 September 1970, tersiar kabar

bahwa para penculik dan pemerkosa Sum akan diarak. Ribuan orang pun memadati

kantor polisi di selatan Malioboro. Namun, tak ada yang diarak hari itu. Semua pelaku
6
ternyata belum tertangkap. Masyarakat menduga-duga siapakah para pelaku

sebenarnya. Dugaan masyarakat jatuh kepada anak-anak orang terkemuka di Jogja.

Dugaan itu didasarkan pada kenyataan bahwa mereka menggunakan mobil, hanya

orang terkemuka dan orang kayalah yang memiliki mobil.

Kemudian, para penculik dan pemerkosa malah terlupakan. Apa yang terjadi

setelahnya, tak ada penangkapan para pelaku, justru Sumaridjem yang ditahan polisi

setelah keluar dari rumah sakit. Masyarakat pun protes, dan terpaksa Sumaridjem

dibebaskan dari tahanan. Kasusnya jadi semakin rumit. Hasil visum et repertum

dokter menyebut adanya pendarahan alat kelamin, selaput dara sobek, dan luka di

paha kanan-kiri, seolah tak lagi penting. Dalam posisi yang tersudut, Sumaridjem

bercerita kepada Slamet Djabarudi, wartawan Pelopor di Yogyakarta. Ia

mengisahkan, ruang geraknya dibatasi dan diancam akan disetrum. Bahkan, muncul

tuduhan konyol Sumaridjem adalah anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani,

yang identik dengan PKI).

Tidak lama Polisi memunculkan seseorang bernama Trimo sebagai pelaku

pemerkosaan. Dibumbui pula bahwa keduanya menjalin hubungan gelap. Trimo

membantah keras tuduhan itu. Menurut catatan Aris Santoso, masyarakat dianggap

terlanjur percaya versi Budidono. Ialah seorang makelar mobil yang ditangkap polisi

setelah Sumaridjem melapor. Budidono mengaku ikut memperkosa. Pengakuannya

tiga pemerkosa lainnya adalah anak penggede. Pengakuan kepada polisi itu bocor,

lalu beredar di masyarakat. Siapa pelaku penyebab penderitaan Sumaridjem tak

pernah jelas. Sumaridjem bahkan nyaris dipenjara. Ia kena tuduh memberikan

laporan palsu dan telah menyiarkan kabar bohong.


7
Semula jaksa menuntut Sumaridjem atas tuduhan memberi keterangan palsu dengan

sanksi tiga bulan penjara. Tuntutan itu ditolak Hakim Nyonya Lamijah Moeljarto

karena Sumaridjem tidak terbukti memberi keterangan palsu dan Sumaridjem

dibebaskan dari tuduhan.

Kasus Sum pun berembus luas hingga sampai ke Hoegeng Iman Santoso, Pada

tahun 1971, ia hampir memasuki 3 tahun masa kerjanya sebagai petinggi

kepolisian. Ia terus memantau perkembangan kasus ini. Sehari setelah vonis

bebas Sum, Hoegeng memanggil Komandan Polisi Yogyakarta AKBP Indrajoto dan

Kapolda Jawa Tengah Kombes Suswono. Hoegeng lalu memerintahkan Jenderal

Komando Reserse Katik Suroso untuk mencari siapa saja yang memiliki fakta soal

pemerkosaan Sum Kuning. Hoegeng berusaha dengan serius membongkar kasus

ini. Pada Januari 1971 dibentuk tim khusus untuk menangani kasus Sum Kuning,

bernama Tim Pemeriksa Sum Kuning diketuai oleh Kadapol IX/Jateng, Suwardjiono.

Sejumlah pejabat polisi dan Yogyakarta yang anaknya disebut terlibat, membantah

lewat media massa. Salah satunya Paku Alam VIII, yang juga menjabat sebagai

Wakil Gubernur DIY.

Hoegeng melaporkan perkembangan pengungkapan kasus Sum Kuning kepada

Soeharto. Alih-alih memberikan dukungan, Soeharto memerintahkan agar kasus itu

diambilalih oleh Tim Pemeriksa Pusat/Kopkamtib. Soeharto berpendapat bahwa,

kasus Sum Kuning berdimensi politik yang luas, sehingga rezim merasa perlu

mengambilalih sepenuhnya. Sejak saat itu, Hoegeng kehilangan jejak

perkembangan kasus Sum Kuning. Dirinya kecewa dengan dilepasnya

penanganan kasus itu dari tangan kepolisian.


8
Dalam kasus persidangan perkosaan Sum, polisi kemudian mengumumkan

pemerkosa Sum berjumlah 10 orang. Semuanya anak orang biasa, bukan anak

'penggede' alias pejabat negara. Sejak terlibatnya Presiden Soeharto dalam kasus

ini, Hoegeng sadar ada kekuatan besar untuk membuat kasus ini menjadi bias.

Bahkan tanggal 2 Oktober 1971, Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri. Beberapa

pihak menilai Hoegeng sengaja dipensiunkan untuk menutup kasus ini. Memang

sejak keterlibatan Kapolri Hoegeng dalam pengusutan kasus Sum Kuning, telah

memberi harapan akan adanya titik cerah. Maklum, Kapolri Hoegeng dianggap

memiliki integritas tinggi sebagai seorang penegak hukum.

Hingga kini, siapa para pemerkosa Sumaridjem tidak pernah terungkap dengan

terang benderang. Namun praduga bahwa adanya kuasa para penggede lah yang

menjadikan bahwa hukum dan keadilan tidak dapat ditegakkan dengan lurus dalam

kasus pemerkosaan Sum Kuning tersebut.

2.2 Pembelajaran dan Nilai-Nilai dari Peristiwa Sumaridjem

Berkaca pada peristiwa tersebut memang terkesan bahwa kekuasaan dan dominasi

Soeharto sebagai presiden amatlah besar, bahkan sebuah kasus yang sarat dengan

nilai keadilan dan menarik perhatian dari sekian banyak lapisan masyarakat pun tidak

mampu mengantarkan permasalahan pemerkosaan Sum Kuning ke titik terang. Para

pihak yang berusaha untuk membuka tabir tersebut satu persatu akan dibungkam

dan dihentikan. Hingga pada akhirnya kasus Sum Kuning tidak menemui titik terang

9
Meskipun kasus Sum Kuning tidak terselesaikan dengan tuntas namun sosok

Hoegeng sebagai seorang polisi yang memegang teguh kejujuran dan integritasnya

menjadi role model yang ta lekang di makan waktu. Bahkan bisa diibaratkan bahwa

sosok polisi idaman adalah yang menyerupai Hoegeng. Polisi yang sarat dengan

kejujuran dan tidak kompromi serta menerapkan pola hidup penuh kesederhanaan.

Nilai yang terkandung dalam kisah Hoegeng juga dapat dikatakan bahwa dia tidaklah

menggantungkan dirinya pada jabatan atau harta, melainkan kecintaannya pada

Tanah Air Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan penolakan tawaran untuk

menjadi Dubes di Belgia dan Swedia, yang ditolak mentah-mentah. Hoegeng

menyampaikan ke Soeharto penolakan tersebut secara langsung ketika dipanggil

secara pribadi ke istana kepresidenan. Lanjutnya, Hoegeng bersedia melakukan

tugas apapun di Tanah Air Indonesia, namun Soeharto menjawab bahwa tidak ada

lowongan pekerjaan di tanah air.

Di era sekarang, muncul sebuah terobosan inovatif yang bernama Hoegeng Awards,

ialah sebuah program kerja sama antara Polri dengan detik.com untuk mencari sosok

polisi teladan sebagaimana kategori yang telah ditentukan dalam program tersebut.

Program ini telah berjalan semenjak tahun 2022, yang kemudian kembali digelar

pada tahun 2023. Di tahun 2022 hanya terdapat tiga kategori yaitu: Polisi

Berdedikasi, Polisi Inovatif, dan Polisi Berintegritas. Berkembang di tahun 2023,

menjadi 5 kategori sebagai berikut: Polisi Berdedikasi, Polisi Inovatif, Polisi

Berintegritas, Polisi Tapal Batas dan Pedalaman, serta Polisi Pelindung Perempuan

dan Anak.

10
Dalam hal ini, sangat terlihat bahwa Hoegeng merupakan role model dalam dunia

kepolisian, seakan tidak ada keraguan ketika ditanya sosok polisi yang menjadi

tauladan kilas pertama yang terbersit dalam benak adalah Hoegeng. Meskipun

banyak problematika dan kontroversi dalam penanganan kasusnya namun integritas

dan kejujuran Hoegeng tetap menginspirasi setiap personel polisi dan waktu ke

waktu.

BAB III

KESIMPULAN

Hoegeng merupakan sosok panutan dalam dunia kepolisian, sifatnya yang jujur dan

tidak pandang bulu serta kesederhanaan merupakan idaman bagi para masyarakat

terhadap sosok seorang polisi. Meski dalam perjalannanya sebagai seoranag polisi

dipenuhi dengan kontroversi dan polemi. Namun hingga pada akhirnya kini nama

Hoegeng tetap harum dan menjadi sebuah tola ukur bagaimana seharusnya polisi itu.

Salah satu kasus yang menarik perhatian, sekaligus menandakan integritas seorang

Hoegeng adalah kasus pemerkosaan Sumaridjem atau Sum Kuning. Pengusutan

kasus Sum Kuning yang secara langsung diawasi oleh Hoegeng sempat menemui

titik terang. Namun semuanya berubah menjadi gelap gulita ketika Soeharto

memindahtangankan pengusutan kasus pemerkosaan Sum Kuning dari kepolisian. Di

tambah dicopotnya Hoegeng dari jabatannya sebagai kapolri. Dimana hingga saat ini,

tidak ditemukan siapa pelaku pemerkosaan yang sebenarna terhadap Sumaridjem.

11
Sosok Hoegeng tetap menjadi idola bahkan dalam program inovatif yang merupakan

kerja sama antara Polri dan Detik.com dengan mengangkat nama Hoegeng Awards

sebagai sebuah penghargaan terhadap sosok polisi teladan dan telah dimulai sejak

tahun 2022 dan masih berlanjut dan terus berkembang hingga 2023 ini.

12

Anda mungkin juga menyukai