Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS

Infection Control Risk Assessment (ICRA)


Soroy Lardo,1,2 Bebet Prasetyo,2 Dis Bima Purwaamidjaja3
1
Sub-SMF/Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam, 2Komite Pengendalian Infeksi,
3
Sub Instalasi Pelayanan Intensif (ICU)
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Infection Control Risk Assessment (ICRA) merupakan suatu sistem pengontrolan pengendalian infeksi yang terukur dengan melihat kontinuitas
dan probabilitas aplikasi pengendalian infeksi di lapangan, berbasiskan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan. Pola tersebut mencakup
beberapa penilaian aspek penting pengendalian infeksi seperti kepatuhan cuci tangan, pencegahan penyebaran infeksi, manajemen
kewaspadaan kontak, dan pengelolaan resistensi antibiotik. ICRA adalah suatu proses berkesinambungan yang memiliki fungsi preventif
dalam peningkatan mutu pelayanan. ICRA merupakan kelengkapan penting dalam menyusun perencanaan, pengembangan, pemantauan,
evaluasi, dan upaya membuat pertimbangan dari berbagai tahap dan tingkatan risiko infeksi seperti VAP (Ventilator Associated Pneumonia),
IADP (Infeksi Aliran Darah Primer), Catheter Urinary Tract Infection (CAUTI), dan ILO (Infeksi Luka Operasi) di setiap area pelayanan. Melalui ICRA,
tahap pengendalian infeksi akan berjalan dinamik dan mencapai optimasi terbaik terutama untuk mutu dan keselamatan pasien.

Kata Kunci: Infection Control Risk Assessment, pengendalian infeksi, preventif

ABSTRACT
Infection Control Risk Assesment (ICRA) is a continued controlled infection system with field application, based on result. The pattern involves
several assessments and important aspect of infection control, such as: hand hygiene, prevention of infection, contact precaution, and antibiotic
resistance management. ICRA is a continuous and on-going prevention process to improve health care quality. ICRA is important for planning,
developing, monitoring, evaluating, and considering the infection risk, such as: Ventilator Associated Pneumonia (VAP), Bloodstream Infection
(BSI), Catheter Urinary Tract Infection (CAUTI), and SSI (Surgical Site Infection). Infection control with ICRA program can provide better quality
and patient safety. Soroy Lardo, Bebet Prasetyo, Dis Bima Purwaamidjaja. Infection Control Risk Assessment (ICRA).

Keywords: Controlled infection, Infection Control Risk Assessment, prevention

PENDAHULUAN risiko infeksi terutama pada pasien rujukan infeksi, manajemen kewaspadaan kontak,
Perkembangan Infeksi Rumah Sakit (Health dari rumah sakit lain. Pasien rujukan umumnya dan pengelolaan resistensi antibiotik. ICRA
Care Associated Infection) sampai saat ini datang dengan berbagai komorbiditas adalah suatu proses berkesinambungan
meningkat, mulai dari yang sifatnya sederhana dan sudah mendapat berbagai antibiotik yang memiliki fungsi preventif dalam
sampai dengan yang kompleks, melibatkan yang memungkinkan terjadinya resistensi peningkatan mutu pelayanan. Menurut
berbagai faktor. Terjadinya infeksi di rumah silang dan Multi-Drug Resistance (MDR). definisi APIC (Association for Professionals
sakit (nosokomial dan komunitas) dan upaya Metode pendekatan multidisipliner menjadi In Infection Control and Epidemiology), ICRA
untuk mengendalikan infeksi ditentukan acuan manajemen di rumah sakit dalam merupakan suatu perencanaan proses
oleh komitmen rumah sakit dalam menjaga mengidentifikasi faktor risiko (early warning), dan bernilai penting dalam menetapkan
mutu, kontrol infeksi, dan keselamatan menilai karakteristik yang meningkatkan risiko program dan pengembangan kontrol
pasien. Setiap rumah sakit dengan berbagai infeksi dan upaya menurunkan risiko infeksi.1 infeksi. Proses ini berdasarkan kontinuitas
tingkatannya, memiliki masalah dan kendala surveilans pelaksanaan regulasi jika terdapat
berbeda; kendati demikian, walaupun perubahan dan tantangan di lapangan. ICRA
Infection Control Risk Assessment (ICRA)
dengan fasilitas pelayanan minimal, rumah merupakan bagian proses perencanaan
merupakan suatu sistem pengontrolan
sakit wajib melaksanakan ketiga konsep pencegahan dan kontrol infeksi, sarana
pengendalian infeksi yang terukur dengan
tersebut. Kompleksitas infeksi yang terjadi di untuk mengembangkan perencanaan, pola
melihat kontinuitas dan probabilitas aplikasi
rumah sakit dapat diukur melalui beberapa bersama menyusun perencanaan, menjaga
pengendalian infeksi di lapangan berbasiskan
komponen dan parameter khusus seperti fokus surveilans dan aktivitas program lainnya,
hasil yang dapat dipertanggungjawabkan;
kebijakan pengendalian infeksi dan ada serta melaksanakan program pertemuan
mencakup penilaian beberapa aspek penting
tidaknya Standard Operational Procedure reguler dan upaya pendanaan.1 Tim yang
pengendalian infeksi seperti kepatuhan
(SOP) yang mendukung kebijakan tersebut. dibentuk multidisiplin mencakup personil
cuci tangan, pencegahan penyebaran
Komponen tersebut adalah elemen penilaian pengendalian infeksi, staf medis, perawat,
dan unsur pimpinan yang memiliki prioritas
Alamat Korespondensi email: soroylardo_jkt@yahoo.co.id

CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016 215


ANALISIS

dalam kebijakan, mendokumentasikan risiko namun dapat menjadi komplikasi yang tidak stafnya memahami ruang lingkup tanggung
dan implementasinya. dapat diprediksi pada setiap orang yang jawab dalam mengelola risiko infeksi. Fasilitas
bekerja di fasilitas kesehatan dan berisiko kesehatan harus mengembangkan protokol
terkena transmisi penyakit; (2) Kontrol infeksi dan proses pencegahan kontrol infeksi
Pendekatan ICRA berbasis perencanaan
merupakan tanggung jawab setiap individu spesifik dalam setting lokal3 (Gambar 2).
menentukan risiko infeksi, bertumpu
dengan memahami model transmisi penyakit
pada surveilans yang optimal dan
dan mengetahui prinsip dasar pencegahan
berkesinambungan, sehingga konsep ICRA
dan keberhasilan pengendalian infeksi.
dan pengembangannya akan membentuk Menghindari risiko
Kelompok target adalah tenaga administrasi, Adakah proses alternatif atau prosedur yang
suatu proses berkelanjutan perbaikan dapat mengeliminasi risiko
staf, mahasiswa, pasien, keluarga pasien, dan
pengendalian infeksi. Identifikasi risiko dan
pengawas internal; (3) Transmisi infeksi pada Jika risiko tidak dapat dieliminasi, harus dikelola

Meyakinkan bahwa risiko diidentifikasi, dianalisis, dan diatasi


transmisi penyakit berdasarkan lokasi geografi,

Informasi risiko dan pertukaran di antara kelompok


fasilitas kesehatan. Agen infeksi/agen biologik
komunitas dan pelayanan masyarakat,
penyebab penyakit, terjadinya infeksi dalam Identifikasi Risiko
perawatan, pengobatan serta pelayanan,

Komunikasi dan konsultasi


setting fasilitas kesehatan. Pasien atau petugas

Monitoring dan Review


analisis aktivitas surveilans dan data infeksi, Agen infeksi yang terlibat
kesehatan dapat menjadi sumber infeksi atau Bagaimana cara transmisinya
dilaksanakan setiap tahun dengan harapan Siapa yang berisiko (pasien atau petugas
pejamu yang rentan terinfeksi. Setiap orang kesehatan)
terjadi perubahan bermakna.
atau pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan
memiliki risiko terinfeksi dan transmisi.2 Pengobatan Risiko Analisis Risiko
Untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan (Gambar 1)
komitmen struktural dan kultural organisasi Apa yang akan Mengapa hal
dilakukan pada tersebut dapat
rumah sakit. Pendekatan organisasi selain risiko terjadi (kejadian dan
Siapa yang proses)
dukungan personil juga pada pelaksanaan bertanggung Apa yang
jawab dapat menjadi
tahap-tahap kegiatan. Tahap pertama konsekuensi

meliputi: (1) Menggambarkan faktor dan


karakteristik yang meningkatkan risiko infeksi; Evaluasi risiko

(2) Karakteristik yang menurunkan risiko Apa yang dapat dilakukan untuk menurunkan
infeksi; (3) Menentukan adanya risiko infeksi; (4) atau mengeliminasi risiko
Bagaimana kondisi ini dapat diaplikasikan pada
Melaksanakan pertemuan untuk menentukan situasi tersebut (staf, sumber)

langkah dan tindakan lebih lanjut. Tahap Gambar 2. Flowchart aplikasi manajemen risiko
kedua adalah proses penilaian perencanaan pada HAIs. 3
penilaian risiko, standar, laporan surveilans
dan pengetahuan saat ini yang terkait dengan Identifikasi Risiko dalam Setting Klinik
isu pengendalian infeksi. Tahap ketiga Upaya identifikasi risiko terkendala terhadap
adalah melaksanakan pertemuan untuk dua hal, yaitu proses penilaian setiap identifikasi
mengukuhkan komitmen dan partisipasi, risiko serta proses mencari penyebab dan
saat pelaksanaan diskusi, prioritas risiko, dan Gambar 1. Rantai Infeksi terdiri dari tiga elemen, patofisiologi/ patogenesis infeksi. Beberapa
merencanakan kontrol infeksi, sedangkan yaitu sumber agen infeksi, transmisi penyakit, dan
hal yang dapat dikembangkan terangkum di
komitmen kultural merupakan suatu proses pejamu.2
tabel 1.
stimulasi setiap petugas kontrol infeksi
Melalui identifikasi faktor risiko infeksi
untuk konsisten meningkatkan kinerjanya.
yang dapat dihindari, teknik manajemen Pemahaman Dasar Infeksi
Pendekatan kultural ini merupakan proses
ditujukan untuk memperbaiki, meningkatkan
pemberdayaan berkesinambungan melalui Sebelum melaksanakan ICRA, setiap petugas
keamanan dan kualitas pengendalian
proses pelatihan dan pendidikan bahkan kesehatan perlu diberi pelatihan dan
infeksi. Pola yang dikembangkan untuk
learning by doing.1 pemahaman dasar infeksi. Perkembangan
mendukung pelayanan kesehatan yang
penyakit infeksi dengan re-emerging infectious
baik, yaitu kegiatan rutin berupa surveilans
diseases, kompleksitas serta komorbiditas
Analisis dan Identifikasi ICRA dan manajemen risiko pasien yang rentan
rujukan dari rumah sakit lain membutuhkan
Analisis dan identifikasi ICRA merupakan terinfeksi (komorbid dan penurunan daya
pemahaman terhadap pengelolaan setiap
proses manajemen risiko bertahap dan tahan tubuh) didukung oleh staf professional
kasus infeksi. Pemahaman dasar infeksi yang
berlanjut untuk mendukung pembuatan dengan kualifikasi dan kontinu mengikuti
terdiri dari tiga aspek, yaitu agent, host, dan
keputusan dan berkontribusi lebih baik pelatihan. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan
environment, memiliki visi dinamik yang
terhadap risiko dan dampak yang muncul. diharapkan mampu menentukan risiko
berbeda pada pasien imunodefisiensi, geriatri,
Pola pencegahan dan kontrol infeksi berdasarkan konteks dan memilih tindakan
komorbid penyakit metabolik, dan kondisi
berpedoman pada: (1) Pemahaman bahwa nyata yang dapat dilakukan. Mengkaji hal
khusus tertentu. Setiap pasien infeksi (medik/
Health Care-Associated Infections (HAIS) adalah tersebut, setiap fasilitas kesehatan hendaknya
trauma) dalam perjalanan klinisnya akan
suatu kondisi yang potensial dapat dicegah, secara reguler melaksanakan penilaian risiko
mengikuti proses/ kaskade membaik atau
pencegahan infeksi dan meyakini seluruh

216 CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016


ANALISIS

Tabel. Identifikasi risiko infeksi dalam setting klinik3

No Identifikasi Risiko Prosedur Uraian

Manajemen menghindari risiko Apakah diperlukan perencanaan/ intervensi


1 Menghindari Risiko dengan mempertimbangkan Apakah ada prosedur alternatif yang dapat mengeliminasi atau meminimalkan beberapa pajanan potensial
beberapa nilai agen infeksi dari pasien atau petugas

Agen potensial yang terlibat (sumber)


Pendekatan berdasarkan pola
2 Identifikasi Risiko klinik dan durasi saat terjadinya Cara transmisi (langsung/ tidak langsung)
transmisi HAI.
Siapa yang berisiko infeksi (pasien, petugas kesehatan atau area perawatan pasien)

Mengapa hal ini terjadi (aspek tugas/prosedur yang menyebarkan infeksi)


Apakah sudah ada kontrol dan tempat untuk meminimalkan risiko (apakah prosedur atau protokol dan tempat
tersebut dapat meminimalkan risiko transmisi)
Melaksanakan analisis identifikasi Bagaimana hal ini dapat terjadi (kemungkinan transmisinya)
3 Analisis Risiko
risiko terkait dengan penugasan Apa yang dapat menjadi konsekuensi (Apakah berhubungan dengan morbiditas atau mortalitas dihubungkan
dengan HAI dan lama perawatan)
Faktor apa yang dapat meningkatkan atau menurunkan risiko (ketersediaan alat yang sesuai, tingkat
pengalaman klinik, dan riwayat penyakit pasien sebelumnya)
Apakah risiko rendah tidak dianggap masalah? (Misalnya pemeriksaan tekanan darah pada individu sehat
dipertimbangkan memiliki risiko rendah transmisi infeksi)
Apakah perlu dilakukan analisis kemungkinan risiko transmisi HAI ? (misalnya pasien diduga karier MRSA
memerlukan fisioterapi untuk total knee replacement: terapi seharusnya di ruangan dengan terapis
Melakukan penilaian apakah menggunakan APD atau penggunaan alat sesuai prinsip pembersihan di ruangan.
tingkat risiko dapat diterima
4 Evaluasi Risiko Apa yang dapat dilakukan untuk menurunkan atau mengeliminasi risiko ? (Apa yang harus dilakukan untuk
dan faktor yang mempengaruhi
kondisi tersebut memotong rantai infeksi dengan mengembangkan daftar prioritas aksi)
Dapatkah meminimalkan atau mengurangi risiko (teknik aseptik pembersihan luka atau menggunakan sarung
tangan dan pakaian jika kontak dengan pasien diduga MRSA)
Bagaimana dapat diterapkan dalam situasi tertentu (Beberapa pertimbangan lingkungan klinik seperti
perawatan intensif vs rawat jalan berpengaruh pada aksi memutus rantai penularan)
Menghindari risiko: alternatif mengurangi prosedur berisiko
Setiap hasil analisis dan evaluasi
transmisi HAI dipertimbangkan Menurunkan risiko: melalui tindakan pencegahan terukur, sistem kontrol yang berjalan terhadap kebijakan dan
5 Penatalaksanaan Risiko bersama untuk keputusan, prosedur di rumah sakit, petunjuk melaksanakan tugas dan meminimalkan risiko
pertimbangan dan aksi dalam Transfer risiko: Manfaatkan individu atau tim yang lebih baik atau lebih berpengalaman menangani hal tersebut
strategi mengurangi risiko
Mempertahankan risiko dan mengelolanya: termasuk strategi penggunaan APD dan alat-alat teknik

memberat (sepsis). Setiap petugas kesehatan cepat beradaptasi dengan lingkungan, bersama saat menerima pasien infeksi, baik
hendaknya memahami kondisi nyata pasien secara sistematis menggunakan mekanisme langkah awal maupun pengelolaan lebih
saat masuk rumah sakit mencakup: (1) terintegrasi untuk menilai keadaan sekeliling lanjut.
Apakah pasien dalam kondisi infeksi dengan dan berusaha tetap eksisten, bermultiplikasi
kolonisasi; (2) Apakah pasien dirujuk dalam dan berkolonisasi. Hal tersebut terjadi melalui Kondisi Health Care Associated Infection
kondisi SIRS (Systemic Inflammatory Response proses penyusunan kembali materi genetik (HAIs)
Syndrome tanpa fokus infeksi (misalnya kuman secara spontan, melalui konjugasi dan
Dengan adanya penilaian dari KARS dan
trauma); (3) Apakah pasien dengan kondisi transposisi dengan kuman sejenis atau dapat
JCI, Health Care Hospital Infection Control di
sepsis (didapatkan fokus infeksi); (4) Apakah diperoleh dari bakteriofag seperti masuknya
setiap rumah sakit memerlukan dukungan
pasien dengan kondisi sepsis berat dengan gen penghasil enterotoksin kolera pada
setara manajemen rumah sakit dan Komite
Multi-Organ Disfunction Syndrome. vibrio.4
Pengendalian Infeksi RS. Pihak manajemen
menyediakan ruang pengembangan
Agent merupakan mikroba yang menyebabkan SIRS adalah Systemic Inflammation Response organisasi PPI berupa dukungan
infeksi pada manusia. Kelompok tersebut Syndrome, merupakan gejala yang terkait pembiayaan, pendidikan, dan pelatihan serta
terdiri dari bakteri, virus, jamur, dan parasit; dengan proses inflamasi atau infeksi. Sepsis kesinambungan kegiatan surveilans yang
perbedaannya mungkin terletak pada segmen merupakan suatu kondisi SIRS disertai fokus dievaluasi setiap bulan. Komite PPI dengan
kromosom, plasmid, atau gennya. Host infeksi. MODS (Multi-Organ Dysfunction SDM menyiapkan perangkat lunak (SOP dan
merupakan pejamu tempat mikroba dapat Syndrome) adalah suatu kondisi gagal organ Kebijakan) serta perangkat keras berupa
bermultiplikasi atau untuk penyebaran lebih yang terkait dengan memberatnya sepsis. surveilans lapangan dengan budaya speak up,
lanjut ke pejamu lain sebagai mikroorganisme Sepsis berat adalah kondisi memberatnya monitoring, serta penilaian setiap unit dalam
patogen. Sedangkan environment merupakan sepsis pasca-MODS yang mungkin menjalankan kegiatan pengendalian infeksi.
lingkungan yang berperan dalam siklus irreversibel.6-9 Dengan memahami dasar Punishment secara bertingkat dan kontinu
penularan infeksi, dapat terkait dengan penyakit infeksi, setiap petugas kesehatan dilaksanakan, sehingga tahapan pengendalian
vektor biologik atau mekanik khusus. Patogen diharapkan sudah memiliki pengertian

CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016 217


ANALISIS

infeksi dapat dijalankan optimal. Pihak VAP terjadi karena aspirasi kandungan Penatalaksanaan Risiko
manajemen harus mengapresiasi unit rumah orofaringeal dan menurunnya sistem imun Penatalaksanaan Risiko terdiri dari: (1)
sakit yang berhasil mengendalikan infeksi. host. Rekomendasi Tim PPIRS, walaupun Melaksanakan rapat dan edukasi untuk
sebagai prosedur standar, namun kenyataan melakukan kebersihan tangan sebelum
di lapangan membutuhkan penekanan: tindakan. Setelah dilakukan edukasi dan
Ilustrasi Aplikasi ICRA di Rumah Sakit
(1) Lakukan hand hygiene sesuai SOP; (2) audit hand hygiene, didapatkan peningkatan
Aplikasi ICRA sebenarnya berdasarkan Prosedur pemasangan ventilator sesuai SOP; kepatuhan cuci tangan dan melakukan cuci
pelaporan lapangan periodik. Salah satu yang (3) Perawatan ventilator dilakukan setiap tangan pasca-tindakan; (2) Penggunaan
akan diuraikan adalah implementasi ICRA hari; (4) Apabila dalam 2 x 24 jam ditemukan disposable suction catheter; (3) Perawatan
terhadap kasus VAP (Ventilator Associated tanda-tanda infeksi yang sudah dinyatakan pasien dengan posisi 30-450 sebagai salah
Pneumonia) yang cukup tinggi di suatu rumah oleh tim medis, maka sebaiknya dilakukan satu pencegahan aspirasi; (4) Perawatan
sakit, langkah tindak lanjut kontrol infeksi pemeriksaan kultur.14 rongga mulut (oral hygiene) tiap 8 jam/
terhadap VAP di rumah sakit tersebut.
dengan gargarisma khan (chlorheksidin 0,006
Analisis Risiko %) untuk mengurangi kolonisasi orofaringeal;
Identifikasi Risiko VAP (5) Memantau penguatan kontrol infeksi
Penyebab infeksi VAP pada pasien ICU
VAP merupakan penyebab utama kematian praktis dengan: (a) Mencantumkan
antara lain: (1) Ketidakpatuhan Hand Hygiene
infeksi rumah sakit. VAP adalah pneumonia bundel VAP sebagai pola terintegrasi
(misalnya berdasarkan surveilans dan audit
yang terjadi ≥48-72 jam setelah intubasi dalam catatan perawatan pasien di ICU;
rumah sakit, kepatuhan petugas terhadap
endotrakeal, ditandai dengan infiltrat baru (b) Pemenuhan fasilitas hand hygiene; (c)
Hand Hygiene masih rendah); (2) Penggunaan
atau progresif dan infeksi sistemik (demam, Peningkatan kebersihan lingkungan ICU; (d)
alat, seperti penggunaan re-use suction
perubahan hitung jenis leukosit), perubahan Mencantumkan dan menggunakan ventilator
catheter dan prosedur pemasangan alat
karakteristik sputum dan deteksi kuman bundle pada lembaran follow up terintegrasi;
ventilator yang tidak sesuai terutama dalam
penyebab.VAP dihubungkan dengan lama (e) Head up 45°; (f ) Sedation/Vacation; (g)
tindakan invasif; (3) Kontrol infeksi, yang
rawatan yang lebih panjang dan tingginya Profilaksis stress ulcer; (h) Spontanoues
meliputi: (a) Tidak dilaksanakan head up/ posisi
angka mortalitas. Rata-rata VAP di Amerika semi recumbent pasien dengan ventilator; (b)
Breathing Trial.
2,9 per 1000 hari penggunaan ventilator Oral hygiene setiap penggantian shift.13
harian perawatan anak dan 15,2 per 1000 SIMPULAN
hari penggunaan ventilator kasus trauma
Evaluasi Risiko ICRA (Infection Control Risk Assessment)
di ICU. Penelitian tersebut mengungkapkan
merupakan kelengkapan penting dalam
bahwa angka kematian mencapai 24% - Evaluasi Risiko mencakup: (1) Ketidakpatuhan
menyusun perencanaan, pengembangan,
50% tergantung komorbiditas individu dan hand hygiene akan menyebabkan penyebaran
pemantauan, evaluasi, dan upaya membuat
patogen. Penelitian lain mengungkapkan 10% mikroorganisme flora resident atau transient.
pertimbangan dari berbagai tahap dan
- 20% pasien yang menggunakan ventilator Flora resident (mikrobiota residen) merupakan
tingkatan risiko infeksi, yakni VAP (Ventilator-
berkembang menjadi VAP. Surveilans mikroorganisme di bawah kulit, yaitu
Associated Pneumonia, IADP (Infeksi Aliran
menunjukkan 5% - 15% berkembang menjadi Staphylococcus epidermidis, S. Hominis, dan
Darah Primer), Cathether Urinary Tract Infection
pneumonia nosokomial dengan angka Staphylococcus koagulase negatif lainnya.
(CAUTI), dan ILO (Infeksi Luka Operasi)
kematian sekitar 10%.11-13,15 Kondisi ini dapat menyebabkan kolonisasi
di setiap area pelayanan. Aplikasi ICRA
persisten; (2) Penggunaan suction re-use
tidak terbatas hanya dalam menghadapi
menyebabkan kolonisasi kuman dan dapat
Penyebab VAP adalah kolonisasi yang kejadian risiko infeksi, namun membuat alat
masuk kembali ke dalam alat, menyebabkan
berhubungan erat dengan infeksi, pasien pengendalian infeksi terukur berdasarkan
kondisi infeksi tidak membaik; (3) Belum
kritis terutama yang peka mengalami aspek pencegahan dan penyebaran
sesuainya pemasangan alat ventilator
kolonisasi bakteri nosokomial. Kondisi ini infeksi yang didukung oleh kebijakan dan
memudahkan transmisi mikroorganisme;
terjadi pada beratnya kondisi yang mendasari manajemen rumah sakit. Melalui ICRA tahap
(4) Kontrol infeksi yang tidak dilaksanakan
penyakit, gangguan sistem kekebalan pengendalian infeksi akan berjalan dinamik
terutama dalam kondisi head up/ semi
tubuh dan adanya faktor risiko. Pasien yang dan mencapai optimasi terbaik terutama
recumbent akan memudahkan transmisi
mendapat ventilasi mekanik 6-21 kali lebih untuk mutu dan keselamatan pasien
mikroorganisme dan aspirasi.10
berrisiko mengidap HAP (Hospital Acquired
Pnuemonia).14

218 CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016


ANALISIS

DAfTAR PUSTAKA
1. Anderson K, Richmond AM, Russel BS, RN Kit Reed. Infection control risk assessment. Annual Educational Conference & International Meeting. APIC Baltimore; 2011
2. Cruicshank M, Ferguson J, eds Reducing harm to patients from Healthcare Associated Infection : The Role of Survaillance. Australian Commission for Safety and Quality in Health care.;
2009. p.3
3. Australian Comission on Safety and Quality in Health Care. Clinical educators guide for the prevention and control of Infection healthcare. National Health and Medical Research Council;
2010. p.1-16
4. Nelwan RHH. Toksin dan berbagai faktor virulensi kuman lainnya. In: Kalim H, Handono K, Arsana PM, editors. Kursus imunologi dasar penyakit infeksi. Malang: PB Petri – Petri Cabang
Malang – FK Unibraw Malang; 2002. p. 1-5
5. Sumarmo. Penempelan dan kolonisasi bakteri. In: Kalim H, Handono K, Arsana PM, editors. Kursus imunologi dasar penyakit infeksi. Malang: PB Petri – Petri Cabang Malang – FK Unibraw
Malang; 2002. p. 6-18
6. Ramphal R. Sepsis syndrome. In: Southwick F, editor. Infectious diseases: A clinical short course. Mc Graw Hill; 2007. p. 57- 65.
7. Guntur HA. SIRS, sepsis dan syok septik (imunologi, diagnosis dan penatalaksanaan). UNS Press: UPT Penerbitan dan Percetakan UNS; 2008. p. 1-35.
8. Soewondo ES. Kontribusi proses inflamasi dan infeksi pada patogenesis sepsis dan syok septik serta penatalaksanaannya. Surabaya: Airlangga; 2002. p. 86-98
9. Widodo Dj. Diagnosis dan penatalaksanaan disfungsi/gagal organ multipel pada sepsis berat dan renjatan septik. Bunga Rampai Penyakit Infeksi. Pusat Informasi dan Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2004. p. 73-9
10. WHO. Guidelines on hand hygiene in health care first global patient safety challenge. Clean care is safer care. 2012. p. 18
11. Youngquistn P, Carrlo M, Farber M, Macy D, Madrid P, Ronning J, et al. Implementing Ventilator Bundle. Implementing a Ventilator Bundle in a Community Hospital. In: Schilling L, Chassin
M, editors. Implementation and sustaining improvement in health care. Joint Comission Resources. 2009. p. 157-62
12. Youngquistn P, Carrlo M, Farber M, Madrid P, Wheeler P, Werni TLK. Sustaining and spreading a ventilator associated pneumonia initiative. In: Schilling L, Chassin M, editors. Implementation
and sustaining improvement in health care. Joint Comission 2009; 163 - 70.
13. Klompas M, Branson R, Eichenwald EC, Greene LR, Howell M, LeeG, et al. Strategies to prevent ventilator-associated pneumonia in acute care hospitals: 2014 Update. Infect Control
Hosp Epidemiol. 2014;35(8):915-36. doi: 10.1086/677144.
14. Cunha BA.Pneumonia essential. Physicians Press. 2010. p. 112-21
15. Kalanuria AA, Za W, Mirski M. Ventilator-associated pneumonia in the ICU. Critical Care 2014;18:208

CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016 219

Anda mungkin juga menyukai