Anda di halaman 1dari 8

CASE SLE

HISTOLOGY OF SKIN
Structure:
1. 1.Epidermis: Terdiri dari epithelial tissue
2.Dermis:Terdiri dari connective tissue
3.Subcutaneous (hypodermis):Terdiri dari loose connective tissue & adiposa

Epidermis

1.Corneum layer
20-30 lapisan dead keratinocyte dan sebagian filamen keratin,berfungsi untuk
melindungi dari gessekan & water loss

2. Lucidum layer
 Terdiri dari 2-3 layer annukleat,sel mati, keratinosit tipis & tembus cahaya
 Ditemukan di kulit tebal

3.Granulosum layer
 3-5 lapisan keratinosit dengan butiran keratohyalin yang berbeda (massa sangat
basofilik) & flaggrin
 Tahap akhir difrensiasi (keratinisasi),mengandung lipid

4.Spinosum layer
 Lapisan paling tebal terutama di epidermal ridges
 Terdiri dari sel polyhedral & Langerhans sel
 Berfungsi sel keratin
 Combine zone with Basal Layer: Germinativum Layer

5.Basal Layer
 Letaknya di dermal-epidermal junction
 Terdiri Lapisan tunggal sel berbentuk kubus dan kolumnar
 Aktivitas mitosis intensif
 Diperbaharui setelah 15-30 hari dengan keratinosit
 Punya progenitor sel

Other cells:
1.Melanocyte
2.Langerhans cell
3.Merkell Cells

Dermis
 Antara dermis dan lapisan basal: membran basement

Terdiri dari 2 sublayer


1. Lapisan papiler: terdiri dari jaringan ikat longgar, fibroblast, sel mast, dan makrofag
2.Lapisan reticular: Jaringan ikat padat yang tidak beraturan, lebih banyak serat dan lebih
sedikit sel daripada lapisan papiler

Nutritive vessels:
1.Microvascular subpapillary plexus
2.Deep plexus

Subcutaneous/hypodermis
 Berisi berbagai jumlah adiposa sesuai area tubuh.
 Berbagai ukuran sel adiposa sesuai dengan status gizi seseorang

LYMPHATIC SYSTEM
Lymphatic system merupakan semacam sistem “over-flow” yang menyediakan drainase
cairan jaringan berlebih dan protein plasma yang bocor ke aliran darah, serta
menghilangkan debris dari infeksi. Komponen-komponen penting dari system limfatik ialah:
1.Lymphatic plexuses -> jaringan kapiler limfatik yang berasal dari ruang ekstraseluler.
Terbentuk dari sel endothelium yang tidak memiliki membrane dasar,

2.Lymphatic vessels -> merupakan sebuah jaringan pembuluh dengan dinding yang tipis dan
banyak katup limfatik yang tersebar hampir di seluruh bagian tubuh. Kapiler dan pembuluh
limfatik ada di hampir seluruh bagian di mana ditemukan kapiler darah, kecuali di gigi,
tulang, sumsum tulang, dan seluruh sistem saraf pusat.

3.Lymph -> merupakan sebuah cairan jaringan (tissue fluid) yang memasuki kapiler limfatik
dan dibawa oleh pembuluh limfatik. Biasanya cairan ini jernih, berair, dan sedikit
kekuningan yang komposisinya mirip dengan plasma darah.

4.Lymph nodes -> kelenjar getah bening terletak di sepanjang pembuluh limfatik di mana
sebagai tempat getah bening (lymph) disaring dalam perjalanannya menuju ke sistem vena.

5.Lymphocytes -> limfosit merupakan sel-sel sistem imun (kekebalan tubuh) yang
bersirkulasi dalam tubuh sebagai reaksi terhadap benda asing.

6.Lymphoid organs -> organ limfoid merupakan bagian tubuh yang memproduksi limfosit,
seperti thymus, sumsum tulang merah, limpa, tonsil (amandel), dan nodul limfoid di dinding
saluran pencernaan dan apendiks.
 Superficial lymphatic vessels: jumlahnya lebih banyak daripada vena pada
jaringan subkutan, berkumpul menuju dan mengikuti drainase vena. Pembuluh
ini kemudian mengalir ke deep lymphatic vessels yang menyertai arteri dan
menerima drainase dari organ-organ dalam.

 Pembuluh limfatik yang besar tadi, akan memasuki pembuluh pengumpul


yang besar, disebut lymphatic trunks, yang akan bersatu membentuk right
lymphatic duct dan thoracic duct.
a) Right lymphatic duct -> mendrainase getah bening dari bagian tubuh
right upper quadrant (bagian kiri dari kepala, leher, thorax, dan
ekstremitas atas).
b) Thoracic duct -> mengalirkan getah bening dari seluruh bagian tubuh
kecuali yang telah dilakukan oleh right lymphatic duct. Lymphatic
trunk yang mengalir di bagian bawah tubuh akan menyatu di perut
sehingga membentuk suatu kantung yang disebut cisterna chyli.

Structure:

 Connective tissue capsule pelindung


 Subscapular sinus
1.Dendritic cell & makrofagbunuh pathogen yang lewat & diremove dari tubuh
2.Reticular fibersupport struktur lymph nodes
 Trabecullae
 Cortex,terdapat follicle lymphoidPrimary:naïve B cell
Secondary:central germinativum,dark:outer n
mantle zone (naïve b cell),light zone:proliferasi
limfosit B
 Paracortex:limfosit T
 Medulla
1.Medullary cordB cell & plasma cell
2.Medullary sinusterakumulasi fluid sebelum keluar dari efferent lymphatic vessel
 Afferent & efferent lymphatic vessel

Saat antigen masuk ditangkap dendritic cell/APC di mucosa lymph nodes lewat
afferenttrabecullaecortex (follicle lymphoid)paracortex dikenalin sama limfosit
Tproliferasi & difrensiasiT cell yang spesifikdihancurin sama T
cellmedullaefferent lymphatic vessel

IMMUNE TOLERANCE
 Tidak responsifnya sistem imun terhadap antigen yang telah dikenali sebelumnya.
Antigen yang memicu toleransi disebut tolerogens
Individu yang normal memiliki toleransi terhadap ( self-antigen )karena limfosit-limfosit
yang mengenali self- antigen diinaktifasi atau diganti spesifisitasnya sehingga tidak merusak
sel tubuh.

T-LYMPHOCYTE TOLERANCE
Central Tolerance sel limfosit immature pada organ limfoid pusat (bone marrow &
thymus) yang bersifat self-reactive akan dieliminasi

a) Deletion / Negative Selection


apabila sel T immature berikatan kuat dengan self-antigen yg dibawa oleh MHC
(memiliki high-affinity receptors), akan teraktivasi sinyal apoptosis. Protein AIRE mengatur
ekspresi antigen perifer pada timus.

b) Development of Regulatory T-Cell


Perlu diketahui bahwa tidak semua self-reactive CD4+dihilangkan, beberapa akan diubah
menjadi sel T Regulator yangspesifik dengan antigen tersebut. Sehingga, ketika mereka
meninggalkan jaringan timus, mereka akan menginhibisi& ngatur respon sel T terhadap self-
antigen di perifer
Peripheral Tolerance eliminasi limfosit mature self-reactive pada jaringan perifer

a) Anergy (Functional Unresponsiveness)


T cell tidak dapat merespon antigen tanpa terjadi konstimulasi atau innate immunity
meskipun telah terpapar oleh self-antigen. Hal ini menyebabkan T sel tersebut menjadi tidak
aktif(Anergy).
T Helper dapat aktif jika:
● Terdapat rekognisi antigen oleh TCR
● Rekognisi kostimulator CD-28 dan B-7

Anergy dapat terjadi jika:


- Sinyal dari TCR terhalang
- Berikatannya reseptor yang menginhibisi (ex: CTLA-4 dan PD-1) pada molekul yang
seharusnya berikatan pada CD28

b)T-Cell Regulator
Seperti yang telah kita bahas sebelumnya, CTLA-4 merupakanreseptor pada B-7 yang
memiliki afinitas lebih tinggi dibanding CD-28. Tanpa adanya CTLA-4, aktivasi dari sel limfosit
akan semakin tidak terkontrol.

c)Deletion
Sel T yang terpapar oleh self-antigen dengan afinitas tinggi secara terus menerus dapat
menimbulkan apoptosis.
1.Mitochondrial (Intrinsic) Pathway - BIM (Baca sebelumnya)
2. Death Receptor (Extrinsic) Pathway:terjadi ketika Fas Receptor bertemu dengan Fas
Ligand,menimbulkan Apoptosis.

B-LYMPHOCYTE TOLERANCE

Central Tolerance
Sel B immature yg mengenali self-antigen di sumsum tulang dengan afinitias yang tinggi
akan mengubah spesifitas reseptornya.

a) Receptor Editing
Jika sel B Immature mengenali self-antigen, akan terjadi cross- linked pada reseptor masing
masing B-cell ,maka Ig light chain dari sel B tersebut akan digantidengan yang baru dan
merubah spesifisitas sel B.

b) Deletion
Jika Receptor Editing gagal, sel B immature akan mengalami apoptosis

c) Anergy
Anergy hanya dapat terjadi jika afinitas sel B Immature terhadap self-antigen bersifat
rendah,keluar dari sumsum tulang dengan kondisi tidak responsif terhadap
antigen.
Peripheral Tolerance
Sel B limfosit mature yang mengenali self antigen pada jaringan perifer akan mengalami 2
hal, anergy atau apoptosis.

a. Anergy and Deletion


Sel B yang mengalami stimulasi terus menerus oleh self antigen lama kelamaan akan
menjadi tidak responsif. Sel-sel ini membutuhkan growth factor BAFF dalam jumlah yang
banyak untuk tetap hidup .Hal ini mengakibatkan sel B tersebut akan lebih cepat mati
(shortened life span).

b. Signaling by Inhibitory Receptors


Sel B yang mengenali self-antigen pada afinitas rendah akan dicegah untuk responsif oleh
berbagai inhibitor receptor (CD 22)

AUTOIMMUNE
Respon immune yang menyerang self antigen

Etiology :
a) Faktor genetik
Kegagalan mekanisme B & T cell self tolerance ketidakseimbangan aktivasi Iimfosit dan
mekanisme control. Genetik menentukan HLA (Human Leukocyte Antigen) yang berfungsi
untuk membentuk MHC yang berfungsi dalam regulasi.

b) Faktor lingkungan
Adanya infeksi jaringan  produksi kostimulator dan sitokin oleh APC meningkat
stimulasi self- reactive T cell
Molecular mimicry : mikroba memproduksi peptide antigen yg mirip dgn
self antigen cross reaction antara mikroba dgn self antigen

AUTOIMMUNE DISEASE
 kegagalan sistem imun dalam melakukan toleransi imun, sehingga menyebabkan sistem
imun menyerang antigennya sendiri.

SYARAT
Setidaknya ada 3 syarat untuk mengkategorikan suatu penyakit ke dalam
kategori autoimmune, diantaranya:
● Munculnya reaksi imun spesifik terhadap self-antigen / self-tissue
● Bukti bahwa terjadi reaksi bukan bersifat secondary setelah kerusakan
jaringan, namun merupakan pathogenic utama.
● Tidak ditemukan penyebab yang jelas dan well-defined

General Feature :
1) Autoimmune disease dpt bersifat organ- spesific (menyerang hanya 1 atau sedikit
organ) atau sistemik
2) Beberapa effector mechanism berperan dlm kerusakan jaringan pada penyakit yg
berbeda
3) Bisa menjadi kronik dan progresif melalui epitope spreading
SLE
penyakit autoimun multisistem dengan berbagai macam autoantibodi, termasuk yang
klasik adalah antibodi antinukleus (antinuclear antibody/ANA).Injury terutama disebabkan
oleh pengendapan kompleks imun dan pengikatan antibodi pada berbagai sel
dan jaringan.

Ethiology:
Faktor-faktor genetik
● Hubungan kekeluargaan
 Abnormalitas pada gen HLA, salah satunya pada lokus HLA-DQ
 Defisiensi protein komplemen (C2,C4,C1q)

Faktor-faktor Lingkungan
● Sinar ultraviolet (UV)
●Merokok
● Hormon seks
● Obat-obatan

Faktor abnormalitas Imunologi pada SLE


● Interferon tipe I
● Isyarat TLR
● Kegagalan toleransi sel B.

Epidemiology : 90% terjadi pada wanita usia produktif. Pria : wanita = 1 : 4

Spektrum autoantibodi
1. Antibodi antinukleus. ANA ditujukan terhadap beberapa antigen inti sel
dan dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori:
(1) antibodi terhadap DNA,
(2) antibodi terhadap histon,
(3) antibodi terhadap protein nonhiston yang terikat pada RNA,
(4) antibodi terhadap antigen nukleolus.
2. Autoantibodi lain. Antibodi terhadap sel darah & antibody anti fosfolipid

Antibodies Present in SLE


 Anti-nuclear antibody (ANA) : autoantibodies to cell nuclei, sensitivitas tinggi
 Anti-dsDNA : spesifik SLE, namun hanya dapat ditemukan pada 30-40% penderita
 Anti-smith : antibody to Sm , ribonukleoprotein yg ditemukan pada inti sel
 Anti-Ro & Anti-La : antibody thd antigen

Manifestasi klinis
1) Ruam menyerupai kupu-kupu di wajah
2) Demam
3) Nyeri dan pembengkakan pada satu atau lebih sendi perifer (tangan
dan pergelangan tangan, lulut, kaki, pergelangan kaki, siku, bahu)
4) Nyeri dada karena pleuritis
5) Fotosensitivitas.

LABORATORY EXAMINATION IN SLE


Test for Antibodies
1. ANA Test
● Untuk keperluan diagnosis, autoantibodi paling penting yang dideteksi adalah Antinuclear
Antibody (ANA) karena tes tersebut biasa membuahkan hasil positif di 95% pasien.

2. ELISA dan Immunofluorescent


● Enzime-linked immonosorbent assays (ELISA) mengidentifikasi aviditas anti-dsDNA
● Sensitivitas 60% untuk SLE
● Menentukan resiko nefritis

Treatment
1.Methylprednisolone
MOA: Anti inflamasi & mecegah skin rash.Berikatan nuclear receptorinhibit pro
inflammatory cytokineinduce cell differentiationapoptosis.Dosis kortikosteroid yang
lebih rendah memberikan efek antiinflamasi, sementara dosis yang lebih tinggi bersifat
imunosupresif

Adverse effect:peptic ulcer

2.Anti malaria (hydroxychloroquinone)


MOA: memodulasi respon imun dengan menghambat reseptor sel B dan persinyalan TLR
serta aktivasi TLR-3 dan-7 intraseluler, yang mendasar dalam penginderaan asam nukleat.
Melindungi terhadap sinar UV dimana salah satu symptom sle yaitu photosensitivity.
Mencegah aktivasi sel dendritik plasmacytoid. Membuat interferon.Prevent organ damage
& prevent flares

3.Omeprazole
MOA: MoA : menghambat pompa proton di gastric parietal cell sehingga mengurangi
sekresi asam lambung,mencegah peptic uler yang merupakan efek samping dari
Methylprednisolone

Adverse effect = diare, sakit kepala, nyeri perut

o Pharmacokinetic:
A : terganggu oleh makanan ( 30’-60’ sebelum makan), per-oral
D : protein binding tinggi
M : liver
E : urine

Differential Diagnosis

1. Rheumatoid Arthritis (RA)


Penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan kronis pada sendi

2. Sjogren Syndrome

Penyakit autoimun kronis dan progresif ditandai dengan adanya infiltrasi limfosit dari
kelenjar eksokrin yg membuat mata kering dan xerostomia (mulut kering)

3.systemic sclerosis (scleroderma)

Penebalan kulit karena akumulasi kolagen dan injury dari small artery

BHP

1. Inform concent saat pemeriksaan maupun penanganan.


2. Memberitakan kabar duka bahwa penyakit yang dideritanya tidak bisa
sembuh, namun pasien tetap bisa menjalani hidup secara optimal apabila menjauhi
faktor-faktor pencetus, mengkonsumsi obat sesuai anjuran, dan memperoleh
dukungan.
3. Edukasi kepada pasien mengenai efek konsumsi obat yang diresepkan kepadanya
(pada kasus ini jenis steroid).
4. Memberikan edukasi kepada pasien tentang resiko apabila ingin memiliki keturunan,
memberi penanganan khusus kepada pasien saat pasien hamil.

PHOP

1. Promotive : memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai penyakit


autoimmune, terutama SLE dan menghilangkan stigma pada masyarakat.
2. Preventive : Menghindari faktor pencetus yang menyebabkan ‘flare’,
deteksi kerusakan organ dari dini.
3. Curative : tidak ada, pada kasus ini gejala diredakan dengan
methylprednisolone
4. Rehabilitative : kontrol ke dokter secara rutin, mencari dukungan
seperti bergabung dengan komunitas penderita lupus

Prognosis:

Ad Vitam Dubia Ad Bonam:kemungkinan gejala tidak akan mengganggu kelangsungan


hidup tadi harus dicontrol agar ga jadi life threathening

Ad Functionam Dubia Ad Malam:fungsi kekebalan tubuh pasien tidak akan normal karena
penyakit genetic ,jadi hanya bisa control ssnya supaya ga life threathening

Ad sanationam Dubia Ad Malam:resiko penyakit kambuh besar bisa terjadi berulang kali

Anda mungkin juga menyukai