Anda di halaman 1dari 8

TINJAUAN PUSTAKA

Strategi Resusitasi pada Traumatik Syok Hemoragik


Mia Supandji, Dhany Budipratama, Erwin Pradian
Departemen Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Rumah Sakit Hasan Sadikin

Abstrak

Trauma dan cedera kepala yang banyak terjadi pada pasien-pasien muda dengan angka kematian yang tinggi.
Tritunggal penyebab kematian klasik dari suatu trauma meliputi hipotermia, asidosis dan gangguan koagulasi.
Kelainan fisiologis ini sangat berperan dalam eksanguinasi dan kematian pada pasien dengan trauma, bila tidak
segera diketahui dan diterapi dengan agresif. Namun strategi yang optimal masih terus diperdebatkan. Damage
control resuscitation (DCR) bila digabungkan dengan damage control surgery terbukti memperbaiki survival
pasien. DCR merupakan penatalaksanaan pasien trauma dengan luka berat yang dimulai dari ruang gawat darurat
berlanjut ke kamar operasi dan ruang perawatan intensif. Lima tiang dari DCR adalah 1. Pemanasan tubuh, 2.
Koreksi asidosis, 3. Permissive hypotension, 4. Pemberian cairan yang dibatasi dan 5. Resusitasi hemostatik.
Transfusi darah dan produk darah yang dini dan agresif dengan perbandingan PRC: FFP: Thrombosit = 1:1:1, bila
whole blood tidak tersedia dapat memperbaiki hasil akhir dan angka survival pasien.

Kata kunci: damage control resuscitation, resusitasi, syok hemoragik, transfusi darah dan produk darah, trauma

Resuscitative Strategies in Traumatic Hemorrhagic Shock

Abstract

Trauma and brain injury are common in young patients with a high incidence of mortality. The classic triad
of death in a trauma involves hypothermia, acidosis and coagulopathy. This physiologic derangement plays an
important role in exsanguination and death of trauma patients, if it is not promptly diagnosed and aggressively
treated. However, the optimal strategy is still debatable. Damage Control Resuscitation along with damage control
surgery has been proven to increase patients survival. DCR is a management of patients with trauma started
from the emergency room up to the operating room and the intensive care unit (ICU). Five pillars of DCR are 1.
Body rewarming, 2. Correction of acidosis, 3. Permissive hypotension, 4. Restrictive fluids administration and 5.
Hemostatic resuscitation. Early and aggressive transfusion of blood and blood products, with comparison of PRC,
FFP and platelets of 1:1:1, if no whole blood available, can improve the outcome and survival of the patients.

Key words: damage control resuscitation, hemorrhagic shock, resuscitation, transfusion of blood and blood
products, trauma.

Korespondensi: Mia Supandji dr., SpAn,, Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, Perumahan IJEN Nirwana Blok D4/18 Malang 65116
Mobile 082244525348, Email miasupandji@gmail.com

218
219

Strategi Resusitasi pada Traumatik Syok Hemoragik

Pendahuluan telah diidentifikasi sebagai lapisan glycocalyx


endotel (Gambar 1).2
Perdarahan merupakan penyebab kematian Ruang subglycocalyx mempunyai tekanan
akibat dari trauma maupun non trauma yang tetap onkotik yang berperan penting pada aliran
dapat dicegah. Syok hemaoragik adalah suatu transkapiler. Terlihatnya kapiler yang tidak
keadaan patologis dimana volume intravaskular berfenestrasi membuktikan bahwa penyerapan
dan hantaran oksigen terganggu. Penatalaksanaan cairan di ruang interstisial tidak terjadi melalui
yang baik dari pasien dengan trauma perdarahan sistem venul. Struktur dan fungsi dari lapisan
yang masif meliputi identifikasi dini dari glycocalyx endotelial menjadi penentu dari
sumber perdarahan, diikuti dengan tindakan- permeabilitas membran vaskular dari bermacam-
tindakan segera untuk menghentikan perdarahan, macam organ. Integritas atau kebocoran lapisan
memulihkan perfusi jaringan dan mencapai status ini, berpotensi untuk terjadinya edema interstisial
hemodinamik yang stabil. Prosedur ini meliputi dan bervariasi antara jenis organ. Kebocoran
resusitasi cairan, penggunaan vasopresor lapisan ini timbul terutama pada reaksi inflamasi,
dan transfusi darah untuk mencegah atau seperti sepsis, postoperatif dan trauma.
memperbaiki gangguan koagulasi akibat dari Kerusakan glycoclayx dapat disebabkan oleh:
trauma. Namun, strategi resusitasi yang optimal TNF-a dan liposakarida bakteri pada systemic
masih diperdebatkan; dimana pilihan cairan inflammatory response syndrome (SIRS) atrial
resusitasi, target hemodinamik untuk mengontrol natriuretic peptide (ANP), yang timbul karena
perdarahan dan pencegahan gangguan koagulasi peregangan atrium pada hipervolemia, dan
akibat dari trauma yang optimal masih hiperglikemia.
dipertanyakan.
Akhir-akhir ini the resuscitation outcomes Cairan Resusitasi Ideal.
consortium, trauma outcome groups dan the Cairan resusitasi yang ideal harus dapat
prospective observational multicentre major menaikkan volume intravaskular yang terprediksi
trauma transfusion (PROMMTT) menyusun dan bertahan lama, mempunyai komposisi kimia
suatu guidelines tentang transfusi (damage yang mendekati cairan ekstraselular, dapat di
control resusciation) untuk menatalaksana metabolisme dan diekskresi secara tuntas tanpa
trauma hemoragik. Penurunan angka mortalitas akumulasi di jaringan, tidak menimbulkan efek
dan penurunan terbuangnya produk darah tampak samping pada metabolik dan sistemik dan cost
sangat jelas dengan adanya strategi resusitasi ini. effective. Namun, pada saat ini tidak tersedia
cairan buatan dengan karakteristik seperti ini.3
Tinjauan Pustaka
Trauma syok hemoragik.
Cairan Resusitasi. Trauma dan cedera mencakup 38% dari beban
Fisiologi Resusitasi Cairan. operasi, yang banyak terjadi pada pasien-pasien
Bertahun-tahun lamanya, para klinisi memilih usia muda dengan angka kematian yang tinggi.4
cairan resusitasi berdasarkan model kompartemen Penyebab kematian pada trauma pada umumnya
yang klasik, yaitu ruangan intraselular, interstisial adalah akibat dari perdarahan yang tidak
dan intravaskular dan faktor-faktor yang mengatur terkontrol dan berakibat terjadinya gangguan
distribusi melalui kompartemen-kompartemen koagulasi.
ini. Pada tahun 1986, Ernest Starling menemukan
bahwa kapiler dan venul post kapiler berperan Patofisiology dari trauma.
sebagai membran semipermeabel yang menyerap Tritunggal penyebab kematian klasik dari
cairan dari ruang interstisial.1 suatu trauma meliputi hipotermia, asidosis dan
Namun, penemuan terakhir tentang glycocalyx gangguan koagulasi. Kelainan-kelainan fisiologis
mempertanyakan model klasik ini. Jaringan dari ini sangat berperan dalam eksanguinasi dan
membran yang penuh dengan glycoprotein dan kematian pada pasien dengan trauma, bila tidak
proteoglycan pada bagian lumen dari sel endotel segera di diagnosa dan diterapi dengan agresif.

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 33 No. 3, Oktober 2015


220

Mia Supandji, Erwin Pradian, Dhany Budipratama

Hipotermia pada pasien dengan trauma sangat kompleks,


Penyebab hipotermia pada pasien dengan trauma merupakan kombinasi dari: dilusi akibat
adalah multifaktorial. Hipotesa etiologi termasuk resusitasi cairan kristaloid atau koloid dilutional
pemaparan terhadap dingin dan hilangnya panas coagulopathy (DC) dan non-dilusi koagulopati
tubuh di tempat kejadian, selama transport dan di traumatik akut acute traumatic coagulopathy
ruang gawat darurat. (ATC).
Pemberian cepat dari cairan infus yang dingin. Analisa dari database trauma di Jerman
Efek sedasi/anestesi pada pasien yang membuktikan bahwa jumlah cairan resusitasi
memerlukan intubasi. Ditambah, metabolisme yang diberikan sebanding dengan angka kejadian
anerob yang terjadi seiring perdarahan (dan koagulopati, dimana koagulopati timbul pada
menyebabkan asidosis laktat) kurang exotermik 40% dari pasien yang menerima >2 L cairan
dibanding dengan metabolisme aerob. Hipotermia intravena, pada 50% dari pasien yang menerima
diklasifikasikan sebagai ringan bila suhu tubuh >3 L cairan dan pada 70% pasien yang menerima
pusat berkisar antara 34oC dan 36oC, sedang bila >4 L cairan.7
suhu tubuh pusat berkisar antara 32oC dan 34oC DC juga timbul bila jumlah fresh frozen plasma
dan berat bila suhu menurun di bawah 32oC. (FFP) yang diberikan tidak cukup pada massive
Hipotermia meningkatkan perdarahan blood transfusion. ATC timbul sebelum terjadinya
karena mengganggu adhesi trombosit (akibat hemodilusi dari faktor koagulasi dan mengenai
penurunan produksi tromboksan), disregulasi 1/3 pasien dengan trauma major. Diduga bahwa
faktor koagulasi dan mengganggu fibrinolisis.5 ATC tersebut timbul sebagai akibat dari aktivasi
Efek hipotermia in vivo pada koagulasi sering langsung jalur protein-C oleh trauma jaringan dan
kali tidak tergambarkan pada parameter test- hipoperfusi.8 Activated protein C adalah protease
test koagulasi (prothrombin, activated partial serin yang menghabiskan plasminogen aktivator,
thromboplastin time dan bleeding time) karena menghambat faktor V dan VII sehingga mencegah
sebelum melakukan test-test diatas sample darah pembekuan dan memperbanyak fibrinolisis.
dipanaskan in vitro pada suhu 37 oC. Secara klinis, Hipotesa lain tentang penyebab terjadinya
hipotermia pada trauma dapat memperburuk koagulopati meliputi: Defek thrombosit yang
gangguan koagulasi, asidosis metabolik, kualitatif (terutama setelah trauma cedera
gangguan irama jantung dan gangguan elektrolit kepala akut), cedera sel endotelial yang difus,
yang berat. habisnya faktor koagulasi dan thrombosit melalui
perdarahan dan endapan pada luka, konsumsi
Asidosis thrombosit dan faktor koagulasi sekunder dari
Pada pasien dengan syok, asidosis metabolik disseminated intravascular coagulation (DIC)
terjadi karena perfusi ke jaringan yang tidak atau hiperfibrinolisis.
mencukupi; mengakibatkan timbulnya asidosis
laktat. Aktivitas dari faktor-faktor koagulasi Damage Control Resuscitation (DCR).
seperti enzim-enzim dengan dasar protein sangat Sejarah
tergantung pada pH lingkungannya. Beberapa Dalam beberapa tahun terakhir ini, terjadi
penelitian membuktikan hal diatas, misalnya pH pergeseran paradigma pada penatalaksanaan
yang menurun dari 7.4 menjadi 7.0 mengurangi pasien dengan trauma berat. Konsep dari
aktivitas faktor VIIa sebanyak 90% dan aktivitas DCR terlahir dari pengetahuan tentang proses
faktor Xa/Va sebanyak 70%.6 koagulopati akibat trauma dan dari pengalaman
Secara klinis, nilai base deficit (seperti trauma akibat perang di Irak dan Afganistan.
asidosis) dan kadar laktat pada saat pasien masuk Istilah damage control sendiri berasal dari
RS sangat erat hubungannya dengan mortalitas Perang Dunia ke 2 yaitu dari strategi angkatan
pasien. laut Amerika untuk menyelamatkan kapal
yang sedang tenggelam. Strategi ini mencegah
Gangguan Koagulasi perbaikan definitif dari kapal yang rusak, tetapi
Penyebab terjadinya gangguan koagulasi menyelamatkan apa yang diperlukan untuk

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 33 No. 3, Oktober 2015


221

Strategi Resusitasi pada Traumatik Syok Hemoragik

Tabel 1 Klasifikasi Perdarahan berdasarkan Gambaran Awal Pasien Menurut ATLS untuk BB
70 kg
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Blood loss (mL) Hingga 750 750–1500 1500–2000 >2000
Blood loss (% blood Hingga 15% 15%–30% 30%–40% >40%
volume)
Pulse rate (bpm) <100 100–120 120–140 >140
Systolic blood normal normal menurun menurun
pressure
Pulse pressure normal/naik menurun menurun menurun
(mmHg)
Respiratory rate 14–20 120–30 30–40 >35
Urine output (mL/h) >30 20–30 5–15 hampir 0
CNS/ mental status gelisah lebih gelisah delirium lethargi
Intial fluid kristaloid kristaloid kristaloid +darah kristaloid +darah
replacement

membawa kapal tersebut kembali dengan selamat interna tubuh aktif (cairan intravena, darah
ke pelabuhan untuk diperbaiki secara definitif. dan produk darah hangat, pemberian oksigen
hangat dan lembab). Pemanasan invasif seperti
Definisi merendam tubuh dalam air hangat, lavage rongga
DCR merupakan penatalaksanaan pasien trauma tubuh atau menaruh pasien pada cardiovasular
dengan luka berat secara sistimatik, yang dimulai bypass jarang dilakukan pada trauma pasien,
di ruang gawat darurat berlanjut ke kamar operasi karena keadaan pasien yang tidak stabil dan bila
dan ruang perawatan intensif (ICU). Sistem ada perdarahan yang terus menerus. Hipotermi
ini dibuat bersamaan dengan damage control yang menetap atau muncul kembali dengan cepat
surgery untuk mengatasi tritunggal trauma kendati usaha maksimal harus menimbulkan
yang mematikan dari koagulopati, asidosis dan kecurigaan adanya perdarahan yang terus
hipotermi tepat pada waktunya dan secara agresif. menerus.

Algoritme Koreksi Asidosis


DCR bila digabungkan dengan damage control Pada saat ini tidak terdapat data kuat yang
surgery terbukti memperbaiki 30 day survival mendukung pemberian bikarbonat atau tris-
pasien. Lima tiang dari DCR adalah pemanasan hydroxy methyl aminomethane (THAM) untuk
tubuh, koreksi dari asidosis, permissive mengkoreksi asidosis pada trauma pasien,
hyoptension, pemberian cairan yang dibatasi, dan walaupun pada pH <7.2.
resusitasi hemostatik.12 Koreksi asidosis metabolik pada trauma
pasien lebih baik dilakukan dengan resusitasi
Pemanasan Tubuh darah dan produk darah yang agresif dan
Pemanasan dari batang tubuh dari pada pemberian vasopressor hingga surgical control
ekstremitas sangat penting untuk mencegah dari perdarahan tercapai, pemulihan syok dan
timbulnya perburukan hipotensi dan asidosis perfusi dari end organ tercapai. Bila koreksi
yang diakibatkan oleh vasodilatasi perifer. asidosis secara langsung ingin dilakukan maka
Tiga strategi pemanasan tubuh yang dapat pemberian THAM mempunyai keuntungan
dilakukan: pemanasan eksterna pasif (membuang dibanding dengan bikarbonat pada pasien dengan
pakaian yang basah, selimut hangat, menaikkan hipernatremia atau bersamaan dengan asidosis
temperatur ruangan), pemanasan eksterna aktif respirasi, karena THAM mempunyai konsentrasi
(force air warming devices), dan pemanasan Na dan hasil samping CO2 yang lebih rendah.9

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 33 No. 3, Oktober 2015


222

Mia Supandji, Erwin Pradian, Dhany Budipratama

Capillary
Lumen Red
cells

Endothelial cell

Plasma
Proteins

Equilibrium
Healthy
glycocalyx

Endothelial cell

Plasma
Proteins
Leaky

Healthy
glycocalyx

Endothelial cell

Gambar 1 Panel A menunjukkan lapisan glycocalyx yang sehat, dan Panel B menunjukkan lapisan glycocalyx
endotel yang rusak dan akibatnya pada permeabilitas, termasuk adanya interstitial edema pada
beberapa pasien, terutama pada mereka dengan inflamasi (sepsis). 2

Base excess dan kadar laktat merupakan rendah (dan berarti lebih sedikit cairan resusitasi)
indikator perfusi yang dapat dipercaya sebagai akan memperbaiki hasil akhir dari pasien dengan:
tanda keberhasilan resusitasi; nilai awal dan juga Mengurangi timbulnya dan beratnya dilutional
clearance dalam beberapa jam pertama resusitasi, coagulopathy, dan mencegah hipotesis efek
berhubungan dengan kejadian mortalitas pada lepasnya bekuan darah yang terjadi ketika bekuan
trauma.10 darah yang segar dan tidak stabil, yang menutup
laserasi vaskular terlepas ketika tekanan intra
Permissive Hypotension vaskular bertambah, dan kemungkinan ketiga
Permissive hypotension yang merupakan berhubungan dengan perbaikan proses inflamasi,
komponen sentral dari DCR adalah keputusan yang diperberat oleh pemberian cairan dari luar.
strategis untuk menunda pemberian resusitasi Bukti pertama dari permissive hypotensive
cairan dan membatasi volume resusitasi cairan/ dipublikasikan pada tahun 1994, dimana pasien
produk darah yang diberikan pada pasien trauma dengan trauma tusuk tubuh yang tidak mendapat
perdarahan tanpa cedera kepala (non traumatic cairan intravena sebelum masuk ke kamar operasi
brain injury) dengan sasaran tekanan darah mempunyai survival yang lebih tinggi dibanding
yang lebih rendah dari normal, biasanya tekanan dengan mereka yang diterapi dengan cairan
darah sistol 80–90 mmHg atau MAP 50–60 hingga tekanan darah sistol normal. Penelitian-
mmHg. Adapun kontraindikasi dari permissive penelitian lebih lanjut banyak dilakukan dan suatu
hypotension adalah pasien dengan cedera kepala randomized controled trial dari Morrison CA et al
(Traumatic Brain Injury), untuk pasien-pasien ini (2011) yang membandingkan intra operatif target
diperlukan MAP yang lebih tinggi, ≥90 mmHg MAP 50 dengan MAP 65 mmHg pada pasien
untuk mempertahankan cerebral perfusion dengan syok hemoragik yang menjalani operasi.
pressure (CPP) ≥70 mmHg bertujuan untuk Hasil awal dari 90 pasien menunjukkan bahwa
mencegah kematian sel-sel neuron lebih lanjut. permissive hypotension berakibat berkurangnya
Dasar pemikiran dari pada permissive pemberian transfusi produk darah dan cairan
hypotension adalah target tekanan darah yang intravena, meningkatkan survival pada fase awal

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 33 No. 3, Oktober 2015


223

Strategi Resusitasi pada Traumatik Syok Hemoragik

pascaoperasi dan setelah 30 hari pascaoperasi. 11 whole blood tidak tersedia. Adapun, keuntungan
dari pemberian transfusi dengan perbandingan
Pembatasan Pemberian Cairan di atas tidak jelas pada pasien-pasien yang
Resusitasi cairan yang agresif berakibat buruk membutuhkan kurang dari 10 unit darah. Bukti
pada koagulasi, menimbulkan trauma-related level 1 dalam hal ini sangat kurang. 13
systemic inflammatory response syndrome The pragmatic, randomized optimal platelet
(SIRS) yang berlebihan, meningkatnya angka dan plasma ratio (PROPRR) study 2015 yang
kejadian adult respiratory distress syndrome dilakukan pada 680 pasien di 12 pusat trauma
(ARDS), edema paru, compartment syndrome, di Amerika Utara, membandingkan rasio
anemia, thrombositopenia, pneumonia, gangguan transfusi plasma, thrombosit dan sel darah merah
elektrolit dan secara keseluruhan survival 1:1:1 dengan 1:1:2. Hasil dari penelitian ini
yang buruk.12 Jenis cairan yang dipakai tidak menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
memberikan banyak perbedaan pada hasil akhir. pada total angka kematian pada 24 jam pertama
dan setelah 30 hari. Namun, pada grup 1:1:1 lebih
Resusitasi Hemostatik banyak pasien mencapai hemostatik, lebih sedikit
Transfusi yang tidak seimbang pada pasien pasien yang meninggal karena exsanguinasi
dengan perdarahan yang sangat banyak juga dan terbukti bila rasio transfusi ini aman untuk
akan menimbulkan dilutional coagulopathi diberikan. Juga tidak tampak adanya perbedaan
yang berakibat perdarahan yang bertambah. pada angka kejadian komplikasi akibat inflamasi
Ketika diagnosa pasien dengan perdarahan masif seperti ARDS, thromboemboli, sepsis dan
ditegakkan, pemberian produk darah selain multiple organ failure.14
sel darah merah dapat mencegah timbulnya Pada pusat-pusat trauma, pengembangan dan
koagulopati akibat trauma. penerapan secara sistimatik pemberian transfusi
Perdarahan masif secara tradisional dengan disusunnya suatu protokol transfusi masif
didefinisikan sebagai hilangnya seluruh volume (massive transfusion protocol) sangat penting.
darah dalam waktu 24 jam. Definisi lain: transfusi Pada pasien yang diketahui atau diduga akan
>10 unit darah merah per 24 jam, hilangnya memerlukan transfusi masif, aktivasi segera dari
50% dari volume darah dalam waktu 3–4 jam, protokol ini selain akan menghasilkan pemberian
kebutuhan darah >4 unit per jam disertai dengan darah dan produk darah yang sistimatik, efisien,
perdarahan yang berlanjut atau perdarahan >150 tepat waktu dan seimbang, juga akan berakibat
mL/menit pada orang dewasa atau hilangnya berkurangnya jumlah darah yang dipakai dan
darah >40 mL/kg pada anak-anak. Pada keadaan memperbaiki prognosa pasien dan survival. 15,16
ini menunggu hasil prothrombin time (PT), Selain produk darah diatas, obat-obat yang
activated partial thromboplastine time (aPTT), membantu hemostatik dapat juga digunakan,
jumlah thrombosit dan fibrinogen sebagai seperti obat anti fibrinolitik misalnya pemberian
panduan transfusi dapat berakibat buruk, karena dini dari tranexamic acid dengan loading dose
jumlah dari transfusi produk darah pada trauma 1g diberikan dalam 10 menit, diikuti dengan
pasien secara tidak langsung berhubungan dengan pemberian intravena 1 g diberikan dalam 8 jam,
tingginya angka kejadian ARDS, SIRS yang telah dibuktikan pada penelitian internasional,
buruk, hasil akhir yang buruk dan juga survival multicenter, randomized, placebo-controlled
yang buruk.13 dapat menurunkan sedikit risiko kematian dari
Namun, European guidelines tetap perdarahan.
menganjurkan pemeriksaan sedini mungkin Juga intisari faktor koagulasi seperti fibrinogen
dan berulang dari jumlah thrombosit, PT, concentrate, prothrombin complex concentrate
aPTT, fibrinogen harus tetap dilakukan untuk telah dipertimbangkan sebagai pilihan alternatif
mendeteksi koagulopati post trauma. dari komponen darah untuk resusitasi hemostatik
Salah satu tiang dari DCR adalah transfusi pada DCR.17
produk darah yang dini dan agresif dengan Recombinant factor VIIa yang pada mulanya
perbandingan PRC, FFP dan thrombosit 1:1:1, bila dibuat untuk pasien hemophilia A dan B, banyak

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 33 No. 3, Oktober 2015


224

Mia Supandji, Erwin Pradian, Dhany Budipratama

digunakan secara off label 10 tahun yang lalu pada Delgado AV, Holcomb JB. Independent
pasien trauma dan pasien bedah jantung. Namun, contributions of hypothermia and acidosis
hasil awal dari control trial yang mencakup to coagulopathy in swine. J Trauma
150 pusat internasional menunjukkan bahwa 2005;58(5):1002–9
pemberian recombinant factor VIIa dengan dosis 8. Maegele M, Lefering R, Yucel N, Tjardes T,
tinggi meningkatkan risiko terjadinya kejadian Rixen D, Palffrath T etal. Early coagulopathy
thromboemboli arteri, sehingga penelitian ini in multiple injury: An analysis from the
harus dihentikan.18 German Trauma Registry on 8724 patients.
Injury 2007;38(3):298–4
Goal dan Monitoring 9. Davenport R: Pathogenesis of acute traumatic
Setelah pemberian produk-produk darah, coagulopathy. Transfusion 2013;53(Suppl.
pemeriksaan serial darah lengkap, PT, PTT, 1):S23–7
fibrinogen dapat dilakukan untuk memandu terapi 10. Hoste EA, Colpaert K, Vanholder RC,
komponen darah dalam mencapai hemostatik Lameire NH, De Waele JJ, Blot SI et al.
dengan target menurut European Guidelines: Sodium bicarbonate versus THAM in ICU
Hb³7 g/dL, Thrombosit >50.000 atau >100.000 patients with mild metabolic acidosis. J
bila perdarahan masih berlangsung dan fibrinogen Nephrol 2005;18(3):303–7
>150 ̶ 200 mg/dL. Bila kadar fibrinogen <150 mg/ 11. Hodgman EI, Morse BC, Dente CJ, Mina
dL maka cryoprecipitate harus diberikan dengan MJ, Shaz BH, Nicholas JM et al. Base
dosis 50 mg/kgBB atau 15 ̶ 20 unit untuk BB 70 deficit as a marker of survival after traumatic
kg. injury: Consistent across changing patient
populations and resuscitation paradigms. J
Daftar Pustaka Trauma Acute Care Surg 2012;72(4):844–51
12. Morrison CA, Carrick MM, Norman MA,
1. American College of Surgeons Committee on Scott BG, Welsh FJ, Tsai P et al Hypotensive
Trauma: ATLSâ Student Manual. 9 edition. resuscitation strategy reduces transfusion
Chicago, IL: American College of Surgeons; requirements and severe postoperative
2012 coagulopathy in trauma patients with
2. Starling EH. On the absorption of flu- ids hemorrhagic shock: preliminary results of a
from connective tissue spaces. J Physi- ol randomized controlled trial. J Trauma. 2011
1896;19:312–26 Mar;70(3):652–63
3. Weinbaum S, Tarbell JM, Damiano ER. The 13. Kasotakis G, Sideris A, Yang Y, de Moya M,
structure and function of the endothelial Alam H, King DR et al: Aggressive early
glycocalyx layer. Annu Rev Biomed Eng crystalloid resuscitation adversely affects
2007;9:121–67 outcomes in adult blunt trauma patients: An
4. Myburgh JA, Mythen MG. Resuscitation analysis of the Glue Grant database. J Trauma
fluids. N Engl J Med 2013;369(13):1243–50 Acute Care Surg 2013;74(5):1215–21
5. Debas HT, Gosselin R, McCord C et al: 14. Silverboard H, Aisiku I, Martin GS, Adams
Chapter 67: Surgery. In: Jamison DT, Breman M, Rozycki G, Moss M. The role of acute
JG, Measham AR et al (EDs) Disease Control blood transfusion in the development of
Priorities in Developing Countries, 2nd ed. acute respiratory distress syn- drome in
World Bank, Washington, DC, 2006, pp. patients with severe trauma. J Trauma
1245–60 2005;59(3):717–23
6. Wolberg AS, Meng ZH, Monroe DM 3rd, 15. Holcomb JB, Tilley BC, Baraniuk S, Fox E,
Hoffman M. A sustemic evaluation of the Wade CE, Podbielski JM et al. Transfusion
effect of temperature on coagulation enzyme of Plasma, Platelets, and Red Blood Cells
activity and platelet function. J Trauma in a 1:1:1 vs a 1:1:2 Ratio and Mortality in
2004;56(6):1221–28 Patients With Severe Trauma The PROPPR
7. Martini WZ, Pusateri AE, Uscilowicz JM, Randomized Clinical Trial JAMA. 2015 Feb

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 33 No. 3, Oktober 2015


225

Strategi Resusitasi pada Traumatik Syok Hemoragik

3;313(5):471–82 component therapy and reduces waste


16. Ball CG, Dente CJ, Shaz B, Wyrzykowski in trauma massive transfusion. Injury
AD, Nicholas JM, Kirkpatrick AW et al. The 2013;44(5):587–92
impact of a mas- sive transfusion protocol 18. Sorensen B, Fries D. Emerging treatment
(1:1:1) on major hepatic injuries: Does it strategies for trauma-induced coagulopa- thy.
increase abdominal wall closure rates? Can J Br J Surg 2012;99(Suppl. 1):40–50
Surg 2013;56(5):E128–34 19. Levi M, Levy JH, Andersen HF, Truloff D.
17. Khan S, Allard S, Weaver A, Barber C, Safety of recombinant activated factor VII
Davenport R, Brohi K. A major haemorrhage in randomized clinical trials. N Engl J Med
protocol improves the delivery of blood 2010;363:1791–800.

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 33 No. 3, Oktober 2015

Anda mungkin juga menyukai