Anda di halaman 1dari 2

ANNISA SALSABILA

19/440281/TK/48608

Aplikasi Teknik Produksi Bersih pada Industri Pupuk Berdasarkan Prinsip Green Chemistry
(1) Prevention
Logam seperti Ni, Mo, Co, Rh, Pt, Pd, dan lainnya banyak digunakan sebagai katalis di industri
pupuk yang biasanya di-support material porous seperti alumina dan silika melalui proses presipitasi
atau impregnasi. Proses pirometalurgi dan hidrometalurgi diadaptasi untuk recovery logam-logam
berharga, misalnya recovery nikel dari katalis bekas pabrik amonia dengan proses leaching
menggunakan larutan asam sulfat (hidrometalurgi). Sebanyak 90% nikel di-recovery sebagai nikel
sulfat ketika katalis tersebut, yang berukuran 0,09 mm, dilarutkan dalam 80% larutan asam sulfat
selama 50 menit pada suhu 700C. Banyak penelitian mempelajari bahwa ekstraksi logam dari katalis
bekas dengan metode pirometalurgi menggunakan agen chelating sebagai ekstraktan yang paling efektif.
Agen chelating ini dimasukkan dalam cairan pencuci tanah untuk meningkatkan ekstraksi logam berat
dari tanah yang terkontaminasi. Keunggulan agen chelating dalam pembersihan tanah ini adalah
efisiensi ekstraksi logam yang tinggi, stabilitas termodinamika pada pembentukan kompleks logam
yang tinggi, pelarutan kompleks logam yang baik, dan adsorpsi agen chelating yang rendah dalam tanah.
Akan tetapi, masih sedikit yang menggunakan agen chelating untuk mengekstraksi logam dari katalis
bekas. Usaha recovery logam dari katalis bekas ini tak hanya merupakan keunggulan dari aspek
ekonomi, tetapi juga sebagai pencegahan tingginya limbah industri yang berbahaya (Singh, 2009).
(7) Use of Renewable Feedstocks
Penggunaan bahan baku terbarukan, misalnya limbah kulit ubi kayu, untuk pembuatan pupuk.
Menurut Mentari (2020), di sekitar kota Samarinda misalnya, terdapat limbah kulit ubi kayu yang tidak
terpakai dan dibiarkan begitu saja oleh penjual gorengan. Limbah ubi kayu sebenarnya merupakan
bahan organik yang secara alami dapat terurai, namun apabila jumlahnya menumpuk terlalu banyak,
tentu membutuhkan waktu penguraian yang lama sehingga jika dibiarkan begitu saja, tetap dapat
mencemari lingkungan baik tanah, air, maupun udara, serta menimbulkan masalah kesehatan. Aktivator
tricholant adalah bahan yang terdiri dari enzim, asam humat, dan kultur bakteri yang berfungsi
mempercepat proses penguraian bahan organik menjadi pupuk. Melalui bantuan aktivator ini, waktu
pengomposan limbah kulit ubi kayu dapat dipersingkat, menekan biaya, menghilangkan masalah bau
tak sedap, serta menghasilkan pupuk berkualitas baik dan memenuhi syarat sebagai pupuk organik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mentari (2020), dapat disimpulkan bahwa proses
pembuatan pupuk organik dengan limbah kulit ubi kayu sebagai bahan dasar pupuk dipercepat dengan
tambahan aktivator tricholant dan kotoran ayam dengan proses pengomposan 9 hari hingga matang,
yakni pupuk berwarna kehitaman, tidak berbau, berbentuk remah, serta bersuhu normal pada 270C.
Pupuk dari kulit ubi kayu ini memiliki kandungan unsur hara N sebanyak 0,81%, P sebanyak 0,134%,
K sebanyak 0,235%, nisbah C/N sebesar 19,2, BO sebanyak 30,75%, dan pH 7 yang sesuai dengan
standar kualitas pupuk SNI 19-7030-2004.
(11) Real-time Analysis for Pollution Prevention
Kontrol emisi gas sulfur dioksida dan kabut asam dari pabrik asam sulfat. Pabrik asam sulfat
memproduksi asam sulfat dengan mengonversikan SO2 menjadi SO3 melalui proses kontak pada empat
bed katalis vanadium pentoksida. Setelah bed keempat, ketika kandungan SO2 turun dari 10% menjadi
0,06% atau sekitar 600 ppm, SO3 diabsorpsi oleh asam sulfat 98,5 – 99% di Final Absorption Tower
(FAT). Sebelum dilepaskan ke udara bebas, gas lebih dulu melewati Brink Mist eliminator yang berada
setelah IAT dan FAT sehingga kabut asamnya dihilangkan.
Kontrol kabut asam sulfat melalui proses drying udara sebelum mengumpankannya ke converter
yang efisien dengan menyirkulasikan 93-99% asam sehingga uap air pada outlet gas menjadi sekitar 50
– 100 mg/nm3. Kabut asam terbentuk ketika uap air di udara bergabung dengan SO3 dalam converter
dan pada unit absorpsi. Tipe alat mist eliminator yang digunakan pada menara drying adalah tipe fibre
bed mist eliminator atau mesh pad.
ANNISA SALSABILA
19/440281/TK/48608

Urea diproduksi dengan mereaksikan NH3 dan CO2 pada suhu dan tekanan tinggi. Urea diubah
menjadi padatan melalui teknik prilling. Larutan urea yang keluar dari bagian sintesis memiliki
konsentrasi 72 – 76% dan dipekatkan secara vakum untuk memperoleh lelehan urea sebelum
diumpankan ke sistem prilling. Pada sistem prilling ini, material partikulat dihasilkan. Konversi urea
menjadi padatan diperoleh dalam menara prilling dengan mendinginkan larutan tersebut dengan udara
untuk mengeluarkan kandungan airnya. Pada proses ini, sekitar 200 – 500 mg/nm3 debu urea harus
dikontrol agar tidak menimbulkan polusi udara. Kebanyakan pabrik menggunakan scrubber untuk
menghilangkan partikulat ini. Udara sarat debu yang naik melalui menara prilling akan memasuki
saluran annular, di saluran inilah udara diambil oleh cincin pancaran cairan yang terdiri dari nozzle.
Tetesan cairan berperan sebagai pengumpul debu urea yang berukuran 2 – 200 mikron, sedangkan air
disemprotkan pada tekanan 4,5 – 6 kg/cm2. Debu ini akhirnya dibuang ke udara bebas setelah melewati
demister. Air make up disemprotkan dalam demister untuk mencuci, sementara nozzle diumpankan
dengan larutan urea. Setelah konsentrasi urea dalam larutan mencapai 10 – 15%, larutan ini ditiriskan
kemudian dikirim ke tangki proses selanjutnya.
Referensi:
G, Nimmi, “Fertiliser Industry in India: Emissions, Control and Waster Treatment”, Environmental
Pollution, https://www.environmentalpollution.in/waste-management/fertiliser-industry/fertiliser-
industry-in-india-emissions-control-and-waster-treatment/6810.
Mentari, Y. F. S. D. dan Roby, 2020, “Sifat Fisik dan Kimia Pupuk dari Limbah Kulit Ubi Kayu
(Manihot utillissima) dengan Aktivator Tricholant”, Buletin LOUPE, Vol. 16, No. 01, Politeknik
Pertanian Negeri Samarinda.
Singh, B., 2009, “Treatment of spent catalyst from the nitrogenous fertilizer industry–A review of the
available methods of regeneration, recovery and disposal”, Journal of Hazardous Materials, 167
(1-3), hal. 24 – 37, doi: 10.1016/j.jhazmat.2009.01.071.

Anda mungkin juga menyukai