8
Somnambulis
Buntu .......................................................................... 93
Aku Siap? ................................................................... 94
Tidak Perlu ................................................................. 96
Pecah........................................................................... 98
Zaman....................................................................... 100
Untukmu, Untukku. .................................................. 102
Lima Menit ............................................................... 104
Ibu ............................................................................ 106
Tak Mungkin ............................................................ 108
Saksikan.................................................................... 110
Aku Menyentuhmu ................................................... 112
Aku Berjalan Dengan Kepalaku ............................... 114
Bahasa Yang Lain..................................................... 116
Berhak Selamat......................................................... 118
Setengah Sadar ......................................................... 120
Lautan & Dirimu ...................................................... 122
Tanah........................................................................ 124
Aku Melihat .............................................................. 126
Kerangka .................................................................. 128
Pembaca.................................................................... 130
Hening ...................................................................... 132
Poin........................................................................... 134
9
Lembar demi Lembar ............................................... 136
Kabar........................................................................ 138
EPILOG ....................................................................... 145
10
“Dia adalah kreasi Tuhan yang paling misteri─yang
pernah kutemui dalam hidup. Maksudku, dia akan selalu
datang dengan hati yang terbuka; pikiran yang terbuka;
kehangatan yang terbuka─ dengan jiwa yang senantiasa
tertutup.”
“Dia selalu memendam rasa sakitnya dan selalu
menghadapi apa pun tanpa bantuan siapa-siapa. Itulah
sebabnya aku selalu ingin memastikan apakah ia baik-baik
saja”
Siapkan pena, marilah menulis bersamaku…
AKU
Apakah Kau Ingin Pulang?
15
Zhafir Akalanka
Simbiosis
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Ini adalah hari pertamaku menulis sebuah diary─
sebuah keputusan yang kubuat berdasarkan tingkat kesepian
yang kurasakan. Semoga aku tidak terlihat memalukan dan
menyedihkan, mengingat fakta bahwa aku adalah seorang
lelaki yang setiap harinya selalu dikelilingi oleh banyak orang.
Tapi, apakah banyaknya orang di samping kita akan
menentukan kita tidak akan kesepian lagi? Kurasa tidak.
Karena, dari apa yang kurasakan, semakin aku dikelilingi oleh
keramaian, justru aku semakin merasa sendirian.
Di titik ini aku mulai merasakan bahwa kesepian bukan
tentang berapa banyak orang yang ada di samping kita. Tapi
tentang berapa banyak hati yang ada untuk kita.
Ketika aku bersama mereka, jujur saja, aku sangat
senang karena aku bisa senantiasa berguna untuk mereka.
Kadangkala aku bisa membantu mereka, kadang pun aku hanya
sebatas mendengarkan mereka. Tapi faktanya, ada satu sisi di
dalam diriku yang masih terasa kosong. Aku selalu bertanya-
tanya, bagaimana denganku? Bagaimana dengan hatiku? Kau
paham maksudku? Bagaimana dengan kebutuhanku untuk
didengarkan juga? Mengapa nyaris selalu tidak ada waktu
untuk giliranku? Mengapa waktu selalu saja habis untuk
mendengarkan mereka tanpa sempat mereka bertanya tentang
apa yang sedang terjadi padaku? Jikapun mereka kesulitan
untuk berbicara perihal isi hati mereka, aku selalu
menghabiskan waktuku untuk berusaha menyelam─
memahami dan menerjemahkannya. Tapi saat giliranku tiba,
16
Apakah Kau Ingin Pulang?
17
Zhafir Akalanka
Dear, Diary,
Aku tidak tahu apa yang harus kutuliskan hari ini. Hal-
hal yang kudapat di hari ini terasa begitu cepat. Sampai-sampai,
aku tidak tahu makna apa yang harus kudapat. Pernahkah kau
merasa demikian? Maksudku, pernahkah kau berharap ada
semacam tombol pause di dalam hidup ini? Sehingga kau bisa
sejenak berpikir dan memaknai sesuatu yang sedang terjadi di
dalam hidupmu? Pernahkah ketika seseorang bertanya/
berbicara padamu, kau berharap dapat menekan tombol
tersebut sehingga mereka diam dan kau bisa mengidentifikasi
ekspresi mikro yang ia tampakkan? Sehingga kau bisa
mengetahui apakah ia sedang sedih? Apakah ia betul-betul
nyaman berbicara padamu? Apakah ia berbohong? Apakah ia
sedang menyembunyikan sesuatu? Atau mungkin sekadar
untuk membuatmu dapat berpikir jernih dalam menentukan
bagaimana responmu setelahnya? Aku tidak tahu apakah ini
terlalu berlebihan atau tidak, tapi seringkali, aku selalu terlihat
diam beberapa saat ketika orang-orang bertanya padaku.
Responku selalu saja lambat di mata mereka. Mereka selalu
mengiraku sedang melamun. Padahal, seandainya mereka tahu,
aku menggunakan energi pikiran dan perasaanku di saat yang
bersamaan untuk merespon mereka. Dengan kata lain, aku
tidak hanya berpikir sebelum berbicara, aku juga memberikan
empati sebelum memberi solusi. Lalu setelahnya, secara
otomatis, aku akan memindai apa saja hal-hal yang tidak ia
utarakan padaku. Aku tidak hanya mendengar dengan
telingaku, aku juga mendengar dengan hatiku. Aku tidak hanya
mendengar apa yang ia bicarakan padaku. Aku juga mendengar
18
Apakah Kau Ingin Pulang?
19
Zhafir Akalanka
Refleksi
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Ini pengakuanku: aku memiliki kesulitan dalam
menyampaikan sesuatu dengan jelas. Aku tidak tahu apakah itu
anugerah ataukah itu masalah. Dari sudut pandang beberapa
orang, mereka menilaiku misterius. Dari sudut pandang
beberapa orang yang lain, mereka menilaiku pemalu.
Aku merenunginya. Ya. Aku sangat merenunginya.
Dan aku mendapati berbagai kontradiksi di dalamnya.
Maksudku, ada benar dan salahnya ketika mereka menyebutku
pemalu. Di satu momen, aku bisa menjadi sangat pemalu.
Namun, di momen yang lain, aku mendapati diriku begitu
berani dan percaya diri. Jadi, kurasa, pemalu atau tid aknya
diriku, itu tergantung keadaan. Aku semacam fleksibel dan
kondisional terhadap sesuatu.
Seperti halnya topik tentang misterius atau tidaknya
diriku: di satu momen, aku mendapati diriku begitu teka-teki
dan sangat membuat orang bertanya-tanya, namun di momen
yang lain, aku mendapati diriku begitu frontal dan terbuka.
Bahkan, jika aku disuruh menilai diriku sendiri, aku
tidak tahu bagaimana karakterku sendiri. Semuanya berubah-
ubah tergantung keadaan dan tergantung dengan siapa aku
berhadapan. Jadi, bila orang-orang bertanya aku siapa dan
bagaimana? Aku rasa, itu tergantung bagaimana mereka
menunjukkan karakter mereka. Sebab rasanya, aku hanya akan
menjadi refleksi mereka.
20
Apakah Kau Ingin Pulang?
Bimbang
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Aku bimbang hari ini. Aku terdampar pada dua pilihan
antara dekat dengan orang tua namun aku tidak melihat diriku
tumbuh, dan memutuskan untuk jauh dari orang tua dan
berharap agar aku tumbuh. Aku harap kau tidak melihatku
sebagai seseorang yang tidak bersyukur. Aku betul-betul
bersyukur dengan apa yang kupunya. Terutama keluarga.
Sungguh. Hanya saja, ada sesuatu yang salah bila di usiaku
yang sekarang, aku masih dekat dengan mereka. Ada sebuah
rasa bersalah bila aku belum bisa membuat duniaku sendiri.
Ada sebuah dorongan yang kuat dari dalam diriku untuk bisa
jauh dari mereka dalam rangka mencari jati diriku dan belajar
tentang kehidupan dalam cakupan yang lebih luas lagi.
Aku sayang kedua orang tuaku. Hubunganku sangat
baik dengan mereka. Ada hal-hal yang sulit untuk kumengerti
dari kedekatan sebuah hubungan dengan orang tua. Seperti
rasanya, keluarga adalah tempat untuk pulang, bukan tempat
untuk tumbuh. Kau paham maksudku? Aku tidak bisa tumbuh
menjadi lelaki hebat di tempat di mana seharusnya aku rehat.
Aku harus melangkahkan kakiku untuk sebuah perjalanan
kehidupan agar aku mengerti apa makna pulang ketika aku
bertemu kembali dengan keluargaku. Apakah hidup seperti itu?
Membentang jarak untuk memaknai pulang? Berlelah-lelah
untuk damai pulang ke rumah? Apakah aku dewasa terlalu
dini? Tapi, jika apa yang kurasakan itu benar, fenomena macam
apa itu?
21
Zhafir Akalanka
22
Apakah Kau Ingin Pulang?
Dear, Diary,
Aku jatuh sakit hari ini. Aku pingsan ketika aku hendak
ke kamar mandi. Ibuku bilang aku harus dibawa ke Rumah
Sakit. Namun, aku rasa itu tidak perlu. Aku mungkin hanya
kurang tidur dan terlalu banyak pikiran. Saat ini aku memang
terbaring lemah layaknya orang yang sakit di ranjang tidurku.
Jujur saja, aku merasa damai dan sehat. Hanya saja, aku
penasaran, mengapa dadaku terasa sakit ketika aku tertidur
menghadap ke kanan? Apa aku terlalu menyepelekannya?
Ataukah Ibuku benar bahwa aku harus dibawa ke Rumah
Sakit? Tidak, Diary, itu ide yang buruk. Itu akan membebani
keluargaku secara finansial dan batin. Aku tidak ingin seperti
itu. Terlebih, aku baru setahun lulus SMA, aku belum
membanggakan kedua orang tuaku. Malah, baru-baru ini aku
membuat mereka kepikiran dengan masa depanku karena aku
yang menolak untuk kuliah. Ini akan baik-baik saja, kurasa.
Bukan hal yang perlu dibesar-besarkan.
Perihal ketidakinginanku untuk kuliah, itu adalah hal
yang alami dari diriku. Entahlah, meskipun orang tuaku sangat
mampu membiayaiku, hati dan jiwaku seperti tidak
memberikan persetujuan. Aku merasa akan lebih terdidik bila
itu berasal langsung dari kehidupan. Kau paham maksudku,
kan?
Tapi, Diary, menurutmu, apakah aku harus mengatur
rencana untuk bisa jauh dari orang tuaku sehingga aku bisa
memulai kisah hidupku? Sial, membacanya saja, aku terdengar
seperti anak yang buruk.
23
Zhafir Akalanka
Dear, Diary,
Pernahkah kau merasakan tidak lagi seperti berada di
rumah ketika jelas-jelas kau sedang berada di rumah? Hal itu
menggangguku. Apa yang kulihat dan kurasakan perlahan-
lahan menjadi semu. Orang-orang yang kusayang, hal-hal yang
terbiasa dilakukan, semuanya perlahan menjadi asing dan tak
lagi dapat kurasakan. Apakah ini fase pendewasaan? Tapi siapa
yang sebenarnya berubah? Cara pandangku atau cara mereka
memperlakukanku?
24
Apakah Kau Ingin Pulang?
25
Zhafir Akalanka
Ini Salah
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Malam tadi aku kedatangan dua temanku. Tepatnya
pada pukul dua dini hari. Mereka meneleponku dan berkata
membutuhkan pertolonganku. Aku cukup terkejut ketika
kudapati mereka berdua dalam keadaan mabuk yang cukup
berat di pinggir jalan. Yang satu masih bisa kuajak bicara
meskipun aku harus sedikit berusaha, yang satu lagi sama
sekali tidak bisa kuajak bicara dengan jelas.
Alhasil, mereka berdua kubawa ke rumahku secara
diam-diam untuk kemudian kubaringkan di dalam kasur
tidurku, setidaknya sampai mereka tersadar dan betul-betul
bisa diajak bicara dengan jelas.
Dalam tidur mereka yang seringkali meracau, kuamati
baik-baik wajah dan tubuh mereka. Aku khawatir mereka
memiliki luka fisik karena efek mabuk yang mungkin membuat
mereka berkelahi atau menyakiti diri. Kuamati lagi dan lagi,
Ya Tuhan, terlihat sangat pucat wajah mereka. Bibir mereka,
kantung mata mereka, perlahan berubah warna menjadi biru.
Haruskah kubiarkan saja? Atau mereka harus diberikan
perawatan segera? Tapi, aku penasaran, mereka mabuk apa
sebenarnya? Apakah mabuk minuman akan separah ini
efeknya? Kurasa tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang lain.
Sebagai teman mereka, aku merasa bersalah.
Maksudku, masa remajaku selalu dihabiskan dengan mereka.
Bertingkah nakal bersama. Mencoba hal-hal yang berbahaya
bersama-sama. Tak ada satu pun kekonyolan dan kebodohan
melainkan kami akan melakukannya bersama-sama. Tapi,
sungguh, ini salah. Ini sangat salah. Tidak seperti ini harusnya.
26
Apakah Kau Ingin Pulang?
Dear, Diary,
Aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Tapi, orang
tua dari kedua temanku yang mabuk berat itu datang ke
rumahku untuk menjemput mereka pada pukul empat lebih dini
hari. Aku sungguh terkejut karena aku tidak tahu harus berkata
apa. Aku hanya tidak ingin mereka berpikir bahwa aku adalah
penyebab mereka mabuk. Karena faktanya aku memang tidak
tahu apa-apa.
Saat kedua temanku itu dibopong dalam kondisi pucat,
orang tua mereka sangat ketus padaku. Begitu pun orang tuaku
yang mencoba menerka apa yang terjadi. Di dalam hatiku, aku
yakin, aku pasti disalahkan. Semua mata akan otomatis
melihatku sebagai seseorang yang membawa pengaruh buruk.
Betapa pun aku mencoba berkata pada orang tua
mereka untuk membuat kedua temanku itu tetap tinggal
menginap sampai setidaknya mereka bisa diajak bicara, sampai
setidaknya kondisi mereka membaik, hasilnya tetap nihil.
Kedua temanku tetap dibawa paksa oleh kedua orang tua
mereka.
Di pagi harinya, aku kebingungan karena kasus ini
membuat nama keluargaku juga hancur. Ibuku marah besar
kepadaku. Ibuku mengira bahwa aku sudah keterlaluan. Aku
berusaha meyakinkan Ibuku bahwa aku tidak mabuk dan sama
sekali tidak tahu menahu tentang apa yang telah mereka
lakukan tadi malam sehingga menghubungiku dalam keadaan
mabuk berat seperti itu.
Kasus tersebut, entah bagaimana, menyebar ke hampir
seluruh tetanggaku. Cara pandang orang-orang padaku menjadi
27
Zhafir Akalanka
28
Apakah Kau Ingin Pulang?
29
Zhafir Akalanka
Terusir
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Akhir-akhir ini aku sangat kesepian dan tertekan.
Status sosialku di wilayah yang sedang kutinggali menjadi
buruk. Sangat buruk. Ada semacam tekanan yang membuatku
terusir secara tidak langsung. Apa aku harus pergi dari sini?
Teman-temanku, perlahan tapi pasti, satu per satu
tergelincir dalam dunia yang hitam. Kau paham maksudku?
Aku terjebak di antara dua pilihan antara harus mengubah
keadaan atau menjauhi sebuah keadaan. Ada keinginan yang
kuat untuk dapat mengubah keadaan. Maksudku, mereka
adalah teman-temanku. Aku menyayangi mereka. Tapi,
masalahnya, aku bisa apa? Aku tidak punya power. Bahkan,
lihatlah, namaku pun sedang buruk-buruknya di wilayah ini.
Aku tidak memiliki pilihan selain menolong diriku terlebih
dahulu. Tapi, apakah pergi dari tempat ini dalam rangka untuk
memperbaiki namaku dan untuk mengejar kesuksesan agar aku
memiliki power untuk mengubah keadaan adalah solusi?
Apakah menjauh untuk sementara adalah bagian dari kasih
sayang?
30
Apakah Kau Ingin Pulang?
31
Zhafir Akalanka
Dear, Diary,
Apakah kau tahu bagian yang terburuk dari transisi
menjadi orang terpercaya ke status diasingkan? Adalah kau
mengerti bahwa seribu kebaikan akan semudah itu dilupakan
oleh hanya satu kesalahan. Tapi apakah aku berbuat salah? Di
mana letak kesalahanku? Aku betul-betul tidak mengerti
mengapa memberi pertolongan bisa membawaku pada lubang
penderitaan.
Aku betul-betul tidak tahu apa yang harus kulakukan.
Ruang gerakku di wilayah ini menjadi tersempitkan. Aku tidak
tahu ke mana lagi kakiku harus melangkah agar diriku dapat
dimengerti. Aku hanya menghabiskan waktuku di dalam
ruanganku─ melakukan apa pun yang kubisa, dengan apa pun
yang kupunya. Aku menulis, aku melukis, aku menciptakan
lagu, hal-hal yang berasal dari rasa sakit batinku kutuangkan ke
dalam karya yang entah berguna atau tidak. Bahkan, aku tidak
tahu apakah aku sedang membuang-buang waktu atau tidak.
Tapi, ketika berkarya, apakah hidup akan menjadi sia-sia?
Diary, apa yang kau pikirkan tentangku? Apakah kau
akan menganggapku manusia yang buruk dan berbahaya juga
seperti anggapan orang-orang di luar sana itu?
Ketika aku makan malam, orang tuaku menyuruhku
untuk kuliah dan fokus pada prestasi. Mereka menekanku
dengan mempertanyakan keseharianku yang tidak jelas.
Maksudku, Ya Tuhan, apakah berkarya adalah suatu
ketidakjelasan? Apakah melakukan sesuatu yang membuatku
hidup sebagai manusia itu terlarang? Mengapa mereka tidak
mendukungku? Mengapa mereka tidak memberikan hakku?
32
Apakah Kau Ingin Pulang?
33
Zhafir Akalanka
34
Apakah Kau Ingin Pulang?
35
Zhafir Akalanka
Angkat Kaki
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Sudah beberapa hari aku tidak berada di rumah. Aku
tidak tahu pasti. Sudah tiga hari? Atau 4 hari, mungkin? Aku
menginap di rumah salah satu saudaraku yang mau
menampungku. Ya, kau benar, Diary, secara teknis aku diusir
meskipun dengan cara yang halus.
Aku tidak tahu bagaimana cara menceritakannya.
Semuanya betul-betul tidak masuk akal. Beberapa hari yang
lalu, di suatu sore, saat semua hal sedang berjalan tenang dan
baik-baik saja, Ayahku menemukan sebuah lintingan ganja di
dekat kursi sofa depan rumahku. Itu membuat kedua orang
tuaku otomatis menyudutkanku dan menuduhku. Maksudku,
aku memang anak yang bisa dibilang akrab dengan hal-hal
yang seperti itu. Akan tetapi, itu dulu. Itu saat aku sedang
berada pada fase pubertasku. Saat aku mencoba-coba hal yang
baru. Kau paham maksudku? Kita semua pasti pernah mencoba
hal-hal yang nakal versi kita dalam porsi tertentu, akan tetapi,
itu bukan berarti kita akan pasti ketergantungan begitu.
Di ruang tamu, aku hanya terdiam menatap lintingan
ganja tersebut dengan wajah tidak percaya. Aku tidak begitu
mendengar apa yang disampaikan oleh kedua orang tuaku. Aku
hanya mendengar bahwa seandainya aku masih di rumah ini,
aku akan membahayakan keluarga. Sungguh, sebuah
singgungan yang sangat halus dari mereka, untuk membuatku
pergi.
36
Apakah Kau Ingin Pulang?
37
Zhafir Akalanka
38
Apakah Kau Ingin Pulang?
39
Zhafir Akalanka
Dear, Diary,
Sudah seminggu aku menumpang hidup di rumah
saudaraku. Aku tidak bisa di sini untuk lebih lama lagi. Aku
harus pergi. Aku sudah terlalu merepotkan. Tapi ke mana? Dan
biayanya dari mana?
Ketakutan demi ketakutan kutelan dengan sukarela.
Rasa sakit yang bercampur tanda tanya menjadi sejenis racun
yang menggerogoti mentalku secara perlahan. Ada semacam
kebencian yang menyeruak entah pada siapa. Ada semacam
rasa muak yang entah tertuju pada siapa. Apa selama ini aku
terlalu mengalah? Apa aku terlalu pengecut? Mengapa rasanya
aku selalu tertindas oleh kenyataan? Mengapa sulit untuk
menjadi orang yang baik dan lembut di dunia yang keras?
Mengapa balasan yang selalu kuterima adalah ketidakadilan?
Beruntung, aku memiliki saudara sebaya yang masih
mau menopangku. Dia adalah salah satu saudara dari keluarga
besarku yang selalu terkucilkan. Dalam tongkrongan, dia
adalah seseorang yang selalu paling diam dan tidak banyak
bicara. Sampai-sampai, jika ia tidak nongkrong berhari-hari
pun, tak akan ada yang menyadarinya.
Aku merasa bersalah, sangat merasa bersalah karena
aku tidak sempat menyadari sosok saudaraku yang satu ini.
Aku betul-betul tidak memperhatikannya di saat ia dikucilkan.
Bisa jadi, dahulu, ia lebih membutuhkan bantuan, lebih
membutuhkan teman, tapi aku malah terlarut dalam
kenikmatan menjadi pusat perhatian. Tak pernah kusangka,
bahwa pada akhirnya, dialah satu-satunya yang menemaniku di
titik terendahku.
40
Apakah Kau Ingin Pulang?
41
Zhafir Akalanka
Dear, Diary,
Dua bulan berlalu. Aku kini sudah bekerja di salah satu
Perpustakaan sekaligus cafe milik seorang Penulis. Aku kerja
full-time dan mendapatkan gaji dengan sangat bagus di sini.
Aku tidak tahu standar gaji yang bagus menurut kebanyakan
orang, tapi di sini, bagiku sudah sangat cukup untuk menunjang
kehidupanku, bahkan terkadang aku dikasih bonus yang lebih.
Aku dan saudaraku bekerja di sini. Secara teknis, dia
yang lebih senior daripada aku. Saat ada lowongan, dia
langsung memberitahukannya padaku. Dan syukur, sekarang
aku memiliki penghasilan sendiri untuk dapat menopang
kehidupanku dan tidak lagi membebani saudaraku.
Aku mencoba untuk membayar biaya apa pun sejak
aku menumpang di keluarga saudaraku tersebut, akan tetapi, ia
dan keluarganya menolak. Mereka sama sekali tidak
menganggapnya hutang. Alhasil, aku menggantinya dengan
cara membelikan hadiah sofa untuk keluarga mereka. Dan ya,
mereka menyukainya.
Hubunganku dengan keluarga saudaraku sangatlah
baik. Bahkan, aku sendiri heran, mengapa lebih hangat dengan
keluarga orang lain ketimbang dengan keluarga sendiri?
Mungkin, pendapatku, kita akan otomatis berkembang dan
akan otomatis mengoptimalkan potensi diri kita, ketika kita
bersama dengan orang-orang yang memahami kita. Dengan
kata lain, manusia akan bersinar bila bersama dengan orang-
orang yang tepat.
42
Apakah Kau Ingin Pulang?
43
Zhafir Akalanka
Apakah Setimpal?
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Hari ini aku telah memutuskan untuk tinggal sendiri di
sebuah kontrakan dekat dengan Perpustakaan. Aku sangat
senang sekali. Ini pertama kalinya aku bisa tinggal sendiri
dengan segala keperluan yang berasal dari uang sendiri.
Adalah momen yang sedih ketika aku harus
berpamitan dengan keluarga saudaraku. Betapa mereka sudah
seperti keluargaku sendiri. Mereka membelaku di saat orang-
orang menyudutkanku. Mereka mendukungku di saat orang-
orang merendahkanku. Mereka sudah memiliki tempat spesial
di dalam hatiku, yang kuberi nama “keluargaku.”
Saudaraku membantuku mengurusi pindahanku.
Termasuk berbelanja membeli apa pun keperluan sehari-
hariku. Akan tetapi, dia menolak untuk tinggal bersamaku di
kontrakan ini. Dia mengatakan bahwa dia harus ada di rumah.
Dia adalah laki-laki satu-satunya di rumah. Dia merasa harus
mengurusi kedua orang tuanya yang sudah senja.
Mendengarnya, ada sebuah sentakan di dalam hatiku
yang membuatku otomatis teringat dengan kedua orang tuaku.
Apa aku ini anak yang buruk dan durhaka? Aku di sini di dalam
duniaku yang baru, di dalam kenikmatan yang banyak, tapi
bagaimana dengan orang tua dan Adikku? Apakah mereka
berada dalam kehidupan yang layak? Apakah mereka baik-baik
saja di rumah? Tapi, andai kata aku pulang atau sekadar
mengunjungi mereka dan memberitahu mereka tentang
pekerjaanku, akankah kehadiranku masih diterima?
44
Apakah Kau Ingin Pulang?
45
Zhafir Akalanka
Dear, Diary,
Kejadian mengejutkan terjadi di hari ini. Sebuah fakta
mengejutkan yang cukup dalam menghunjam hatiku.
Setelah pulang kerja dari Perpustakaan, aku berencana
untuk mengunjungi kediaman keluargaku. Namun, aku terkejut
ketika mendapati Adikku mengetuk pintu kontrakanku. Dia
mendapatkan alamatku dari keluarga saudaraku. Ada jeda
beberapa detik saat matanya menatapku. Ada semacam
kerinduan yang dipadukan dengan rasa takut, yang nampak
pada raut wajahnya. Apakah dia merindukanku? Apakah rasa
rindu menyiksanya sedemikian rupa sehingga nampaklah rasa
takut pada wajahnya?
Aku menuntunnya masuk. Aku mencoba memastikan
keadaannya, menanyakan kabar Ibu dan Ayah, namun, ia
terlihat masih saja gelisah dan seperti ingin mengutarakan
sesuatu padaku.
Betapa terkejutnya aku saat ia menundukkan
kepalanya dan meminta maaf berulang-ulang padaku.
Awalnya, aku kebingungan dengan sikapnya. Tapi setelah ia
berterus-terang, akhirnya aku tahu.
Ia berkata bahwa ganja yang ditemukan oleh Ayah
pada saat itu adalah miliknya. Ia sedang berada pada fase
pubertas dan mencoba-coba kenakalan-kenakalan baru.
Namun, ganja yang diberikan dari temannya tersebut terjatuh
dari kantungnya, dan betapa sialnya, yang menemukannya
adalah Ayah.
46
Apakah Kau Ingin Pulang?
47
Zhafir Akalanka
Hobi Baru
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Hari-hari berlalu dan aku telah ridha menerima jalur
hidupku. Kini, aku memiliki hobi baru, yaitu memantau
keadaan keluargaku satu per satu. Termasuk Adikku, yang
mungkin sedang berusaha masuk ke dalam dunia-dunia gelap
yang ia tidak tahu apa konsekuensinya.
Bicara mengenai rutinitas pekerjaanku, aku sangat
bersyukur karena aku memiliki lingkungan pekerjaan yang
hangat, menyenangkan, dan menumbuhkan.
Keseharianku adalah merapikan buku-buku, melayani
pengunjung, mengurus data inventaris, dan pada akhir bulan,
aku akan mendata buku-buku baru yang datang. Hidupku
seketika dipenuhi oleh buku. Dan itu sangat menyenangkan
bagiku. Itu sangat menumbuhkan jiwaku yang selalu haus akan
pengetahuan.
Ketika istirahat, biasanya aku tidak akan pergi ke café
meskipun aku memiliki jatah makan setiap harinya. Aku
biasanya akan mengajak makan abang-abang parkir yang biasa
nongkrong di depan Perpustakaan.
Dari penampilannya, ia memang memiliki penampilan
yang menyeramkan. Kau akan mendapatkan kesan bahwa
orang tersebut berbahaya ketika pertama kali berjumpa
dengannya. Akan tetapi, kau akan terkejut dengan perangainya
yang lembut, ramah, dan baik hati, apalagi kepada para
pegawai di Perpustakaan.
Aku suka memperhatikan orang-orang yang kutemui.
Termasuk memperhatikan abang tukang parkir yang selalu
kuajak makan siang bersama denganku.
48
Apakah Kau Ingin Pulang?
49
Zhafir Akalanka
Penjagaan
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Setelah aku memata-matai dan mengetahui dengan
pasti Adikku berteman dengan siapa, aku mulai memikirkan
dan merencanakan sesuatu.
Aku berencana untuk membuat Adikku berhenti
mencoba barang-barang terlarang yang bersumber dari
temannya tersebut. Aku ingin membuat temannya tersebut
berhenti menjualnya kepada Adikku. Bahkan, aku ingin
hubungan pertemanan mereka hancur. Tapi bagaimana
caranya? Aku tidak suka dengan konflik. Sebisa mungkin, aku
ingin tetap menjaga tanganku agar tetap bersih. Aku tidak ingin
memiliki gesekan dengan siapa pun.
Aku memutuskan untuk menyewa jasa Si Abang
Tukang Parkir untuk membantuku dalam menjaga Adikku.
Aku tidak tahu apakah aku adalah orang yang jahat hanya untuk
melindungi Adikku dengan cara menyewa jasa seseorang dan
merencanakan sesuatu padanya. Aku hanya melakukannya
demi kebaikan masa depannya.
Aku sengaja menyewa jasa Si Abang Tukang Parkir
karena di samping ia memiliki kelebihan wajah menyeramkan
dan memiliki masa lalu yang membuatnya pandai dalam hal
konfrontasi, aku juga ingin membantunya dalam finansial. Aku
sengaja menyewa jasanya dengan upah yang cukup besar
untuknya, dan tentu saja awalnya ia menolak karena upah yang
kuberikan terlalu besar untuk pekerjaan semudah itu, katanya.
50
Apakah Kau Ingin Pulang?
51
Zhafir Akalanka
52
Apakah Kau Ingin Pulang?
Menjadi Bayangan
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Hari-hari telah berlalu. Aku sudah menjadi terbiasa
untuk hidup jauh dari orang-orang yang berasal dari masa
kecilku, termasuk keluargaku. Jujur, itu tidak mudah. Betapa
aku selalu menangis merindukan mereka. Namun, aku tidak
memiliki pilihan selain harus menjauh dari mereka untuk
mendapatkan kemapanan. Di zaman ini, kemapanan adalah
power, yang membuat manusia akan didengarkan dan diikuti.
Kau paham maksudku? Jika aku kembali ke kampung
halamanku tanpa membawa power tersebut, aku tidak akan
didengarkan. Dan kemungkinan besar, aku tetap tidak akan bisa
mengubah keadaan kampung halamanku.
Dari kejauhan aku menjadi sering memantau satu per
satu orang-orang di kampung halamanku. Aku selalu berusaha
memastikan mereka akan baik-baik saja.
Mungkin mereka tidak akan pernah tahu, tapi
setidaknya aku berusaha untuk membantu mereka, meskipun
biasanya melalui perantara.
Mulai sekarang, hari-hari berjalan dengan baik. Aku
bersyukur, kehidupan orang-orang yang kusayangi sekarang
perlahan menjadi baik-baik saja. Keluargaku, teman-temanku,
semuanya. Dari kejauhan aku berjanji akan melindungi mereka
dari dunia gelap yang mungkin akan malah membinasakan
mereka. Dalam batinku, aku berjanji akan menyinari kegelapan
tersebut dengan cahaya. Ya. Suatu hari.
53
Zhafir Akalanka
54
Apakah Kau Ingin Pulang?
55
KAU
Apakah Kau Ingin Pulang?
57
Zhafir Akalanka
Layak
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Apa yang kau tahu tentang cinta? Apakah cinta adalah
dua tangan yang saling bergenggaman? Tubuh yang saling
memeluk? Atau hanya sekadar mata yang saling bertatapan?
Aku tidak merasa cinta adalah demikian. Maksudku,
fisik hanyalah objek transmisi dari rasa cinta yang berasal dari
dalam manusia. Ada sebuah taman yang berada di pertengahan
antara surga dan neraka; antara salah dan benar manusia.
Kurasa, di sanalah cinta berada. Sebuah pendulum yang
bergerak secara konstan. Cinta adalah perpaduan antara
harapan dan realita; antara kedamaian dan gejolak; antara rasa
sakit dan nikmat; antara badai dan musim semi; peluk
pasanganmu─ cium pasanganmu, dan katakan padaku apa yang
akan didapatkan oleh hatimu? Kedamaian? Atau peperangan?
Ya. Kau benar, perpaduan dari kedua itu.
Aku ingin menjadi tempat yang layak untuk seseorang;
sebuah bahu untuknya bersandar; sebuah tujuan ke mana
lelahnya akan berkabar. Aku ingin menjadi obrolan rahasianya
dengan Tuhan. Aku ingin menjadi lagu yang ia senandungkan
secara tidak sadar. Aku ingin menjadi lilin yang ia temukan saat
hidupnya membutuhkan sinar.
58
Apakah Kau Ingin Pulang?
59
Zhafir Akalanka
Agnosia
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Aku melihat sebuah tatapan yang mengisapku secara
instan ke berbagai dunia. Ia adalah seonggok tubuh yang
berjalan di antara ribuan buku-buku─ mengayunkan langkah
dengan anggun seperti ratu yang memimpin semua
pengetahuan. Aku lumpuh sekejap. Akalku kalap. Ia adalah
kamus kenyataan yang kususuri secara perlahan pada definisi
kebahagiaan.
Diary, aku tidak bisa tidur. Aku tidak mau tidur. Tidur
tiba-tiba menjadi aktifitas yang menyia-nyiakan di saat cinta
dalam hatiku membuat mimpiku kalah indah oleh kenyataan.
Tubuhku lelah. Kondisi kesehatanku memarah. Tapi
cinta mendapatiku agnosia, sehingga apa yang kurasakan:
kenikmatan dan kesakitan, kunilai sama sekali tak ada beda.
Cinta, Diary, adalah memutar pisau ke arahmu, kau
menekannya ke arah hatimu, dan kau menyukainya.
──
Agnosia: hilangnya kemampuan untuk memahami informasi indra.
60
Apakah Kau Ingin Pulang?
61
Zhafir Akalanka
Reaksi
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Zat adiktif macam apa yang berada di dalam cinta? Ia
selalu menempatkanku dalam keadaan ekstasi: aku meraba-
aku mencari, aku mengigau- aku kehilangan gravitasi. Apa pun
taruhannya, aku akan selalu ingin mencicipinya sekali lagi.
Diary, orang-orang bertanya padaku tentang narkoba,
aku menjelaskan dengan detail bagaimana simpul senyumnya.
62
Apakah Kau Ingin Pulang?
63
Zhafir Akalanka
Alangkah
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Haruskah aku berbicara padanya? Haruskah kuobati
keresahan dengan sapa? Tapi aku belum cukup gila untuk dapat
menelan rasa sakit atas penolakan yang mungkin ia berikan.
Juga, aku belum cukup waras untuk mendapatkan kebahagiaan
yang mungkin akan ditimbulkan.
Alangkah beruntung kau yang membuat penulis
kehilangan kata-katanya. Alangkah beruntung kau yang
membuat matahari kehilangan timurnya. Alangkah beruntung
kau yang kucintai tanpa alasannya.
64
Apakah Kau Ingin Pulang?
65
Zhafir Akalanka
Sarat
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Aku suka caranya menyikapi kosongnya jiwaku. Aku
suka caranya melihat; caranya mendengar; caranya berbicara;
caranya mengajakku berkelana melalui imajinasi ataupun
realita. Terlepas dari semuanya, aku suka caranya membuatku
memiliki cinta.
66
Apa Pikiranmu Hari Ini?
───────────────────────────────────
KITA
Apakah Kau Ingin Pulang?
Kelekatan
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Aku bertemu dengan seorang perempuan. Aku belum
tahu pasti siapa dia dan bagaimana dia bisa menjadi….dia.
Dia adalah kedalaman yang sulit aku jangkau. Dia
adalah kreasi Tuhan paling misterius yang pernah kutemui
dalam hidup. Maksudku, dia akan selalu datang dengan pikiran
yang terbuka, hati yang terbuka, kehangatan yang terbuka,
dengan jiwa yang senantiasa tertutup.
Aku ingin mengenalnya secara detail. Aku ingin tahu
hal-hal apa yang selalu dilaluinya olehnya. Aku ingin tahu
rahasia-rahasianya, kegelapannya, aku ingin tahu apa saja yang
kerap mematahkan punggungnya. Aku ingin menjadi
energinya. Aku….. aku ingin berada di dalam perjuangan
hidupnya.
──
Kelekatan: hubungan afektif antara satu individu dengan individu lain
yang mempunyai arti khusus.
69
Zhafir Akalanka
Hasrat
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Aku bermimpi tentang kami berdua yang saling
mendekap begitu erat; saling mencumbu begitu kuat; tentang
bagaimana setiap inci tubuh kami berubah menjadi zat adiktif─
yang apa pun taruhannya; betapa pun bahayanya, kami akan
lakukan dan dapatkan meskipun secara nekat.
Itu lucu─ bagaimana aku dapat merasakannya ketika ia
bahkan tidak terdeteksi oleh radar kesadaranku; lucu─
bagaimana ia nampak begitu nyata bagiku, ketika aku bahkan
harus terbangun dari tidurku dulu.
70
Apakah Kau Ingin Pulang?
71
Zhafir Akalanka
Aliran
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Di titik paling hancurnya, ia selalu tersenyum dan
masih berfungsi semestinya. Kau mungkin akan mendapatinya
berada di tengah-tengah manusia: tertawa bersama mereka,
mendengarkan luka-luka mereka, atau bahkan menyenangkan
keluh-kesah batin mereka. Namun, di saat yang sama, ia
memiliki radius yang jauh dari mereka.
Layaknya matahari bekerja: ia begitu hangat─ namun
tak ada yang dapat menjangkaunya. Ia begitu akrab─ namun
tak ada yang betul-betul mengenalnya. Atau mungkin seperti
layaknya bayangan bekerja: kau merasakannya, melihatnya,
tapi kau tidak dapat menyentuhnya.
Itu semua adalah kekuatannya; anugerah untuk
hidupnya. Akan tetapi, ketika di malam hari; ketika ia hanya
dapat memikul seluruh beban-beban itu seorang diri, ia
menangis─ menyadari: itu semua adalah kutukannya juga.
72
Apakah Kau Ingin Pulang?
73
Zhafir Akalanka
Ilalang
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Berapa harga dari sebuah persatuan? Apakah ribuan
liter darah? Apakah ratusan kali tulang yang patah? Katakan
padaku bagaimana caranya menyentuh cahaya; katakan padaku
bagaimana caranya menggapai bintang dengan tangan yang
pendek; katakan padaku caranya berjalan dengan kaki yang tak
berpijak; katakan padaku caranya memeluk melalui jarak.
74
Apakah Kau Ingin Pulang?
75
Zhafir Akalanka
Raut
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Aku melihat hatinya menangis di antara kerlip bintang-
bintang. Aku melihat jiwanya meringis ketika ia berada di
tengah-tengah kerumunan banyak orang. Tangan yang ia
ulurkan, hati yang ia tawarkan, tak ubahnya bagiku adalah
prioritas yang lebih utama─ yang harus diselamatkan.
Bagaimana ia bisa kuat saat hati dan jiwanya sedang
sekarat? Bagaimana ia bisa tersenyum lebar saat jelas-jelas apa
yang ia rasakan adalah terbakar?
Itulah hal misterius darinya: ia tenang di dalam badai─
ia tersenyum saat hatinya tercerai-berai.
76
Apakah Kau Ingin Pulang?
77
Zhafir Akalanka
Antara
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Dari waktu ke waktu, kami saling membunuh waktu
dengan menanam sesuatu. Dia membuatku mengerti arti dari
kasih sayang; bagaimana terbakar habis untuk menyinari hati
yang kritis; bagaimana menuangkan air ke dalam cangkir-
cangkir yang habis; bagaimana mengalirkan kebahagiaan ke
dalam sumur kehampaan.
Kebahagiaan tak pernah ada di depan matanya.
Kebahagiaan ada di dalam dirinya. Ia tak pernah mencari
kebahagiaan. Ia memproduksi kebahagiaan.
Aku ingin mengecupnya dengan logika: sebab bibir
kebaikannya selalu terasa seperti surga, ketika padahal, dia
dirancang Tuhan untuk tak bisa luput dari dosa.
78
Apakah Kau Ingin Pulang?
79
Zhafir Akalanka
Alunan Bukit
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Ini adalah kali pertama aku berhasil membulatkan
keberanianku mengajaknya untuk menemui keindahan. Aku
mendengar banyak suara di dalam kepalaku. Suara-suara yang
tak pernah aku dengar sebelumnya─ mereka adalah alunan
lembut yang sangat indah dan tidak mengancam. Aku khawatir,
ketika aku percaya diri, Tuhan mengubahku sebelum aku
memperkenalkan hatiku padanya. Detak jantung kehilangan
irama. Kesadaranku berkelana. Apakah ini ketakutan? Ataukah
ini rencana? Aku tidak tahu. Yang jelas, semua lagu yang
kudengar tiba-tiba tentang dirinya. Tenangkan aku, Cinta.
Peluk aku melalui udara, sesaat sebelum dan setelah aku tiba.
Hati yang mati terhidupkan sekali lagi. Dunia menjadi
masuk akal belakangan ini. Aku melesat masuk menembus
embun pagi yang dingin menuju sebuah perjanjian damai
dengan luka-luka masa lalu. Aku mempercepat laju rodaku
menujunya. Tapi perjalanan ini sangat panjang. Waktu jadi
melebar. Kuhitung periode antara satu detak jantungku ke
detak jantung yang selanjutnya. Sungguh, satu detik terasa
terlalu lama. Kuhitung, kuhitung, kuhitung─ aku bisa
menciptakan satu film berdurasi selamanya denganmu, hanya
dengan satu detik detak jantung.
Matanya adalah portal. Hatinya adalah gravitasiku.
Bibirnya adalah pembunuh pikiran. Senyumnya adalah
pelambat waktu.
80
Apakah Kau Ingin Pulang?
81
Zhafir Akalanka
Naluri
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Pagi hari di bulan Mei, semua hal menjadi terasa benar.
Aku menjadi lelaki yang tidak lagi memiliki masa lalu. Aku
bahkan lupa apa itu rasa sakit. Tak ada lagi narapida di dalam
penjara kebencianku. Aku melepaskan wajah-wajah yang
menyakitiku. Aku tidak lagi membenci riwayatku. Aku
memerdekakan diriku dari kebencian. Keadaan akan berganti
dengan keadaan. Perasaan akan berganti dengan perasaan.
Hidup adalah rangkaian rasa, momen, yang kita rasakan dan
relakan.
“Apa itu impian?” ia bertanya dengan tatapan sayu
yang masih sedikit mengantuk.
“Ia adalah keyakinan pertama yang dijauhi oleh
manusia, ketika mereka mengerti bagaimana sistem dunia ini
bekerja.”
“Mengapa kau selalu menyelami kedalaman?”
“Agar aku tidak mati ketika aku dipertemukan dengan
kenyataan, rasa sakit, dan cinta.”
“Kau tidak memiliki impian?” katanya.
“Jangan salah sangka, aku cukup berani untuk itu.”
“Apa impianmu?”
“Ia berjumlah satu, yang kemudian mengakar.”
“Sebutkan.”
“Kau,” kataku. “Dan hal-hal di luar rencana lainnya.”
Gelora dibangkitkan dari kecanggungan. Aku bergerak
mengecup keningnmu, dan mengisi mulutku dengan namamu.
Tangan yang menggenggam, hati yang saling mendekap, jiwa
yang melebur, dan waktu yang seketika lenyap.
82
Apakah Kau Ingin Pulang?
83
Zhafir Akalanka
Dentang
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Di penghujung Desember, aku memeluknya sepanjang
malam, dan orang-orang memeluknya sepanjang hari. Dia
menjadi permaisuri bagi orang-orang untuk satu hari, dan
menjadi permaisuri bagiku untuk selamanya.
Ketahuilah! Betapa indah kecantikan yang ditimbulkan
dari air mata dan tawanya; dari kesedihan dan kebahagiaannya;
dari ironi dan kontradiksinya. Do’a-do’a beterbangan. Masa
kecil tumbuh memekar indah di dalam dirinya. Ia hidup
kembali untuk kedelapan belas kalinya. Ketahuilah! Hari ini
dunia sangat ramah padanya. Aku tak ingin membicarakan
sepatah kata pun tentang diriku. Hari ini sepenuhnya adalah
miliknya. Tapi ketahuilah! Dia…. adalah…..milikku.
84
Apakah Kau Ingin Pulang?
85
Zhafir Akalanka
Rembulan
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Cinta adalah pertukaran energi. Kau tahu? Semua
orang bisa merasakan, tapi tidak semua akan bisa menjelaskan
itu.
Dia menjadi kelembutanku, dan aku menjadi
kekuatannya. Aku menjadi harinya. Dia menjadi malamku.
Cinta adalah bumi. Aku menjadi matahari dan dia menjadi
rembulan. Kita perlahan-lahan menjadi satu kesatuan untuk
melengkapi kehidupan. Kita menjadi kesempurnaan di dalam
ketidaksempurnaan. Dia adalah sesuatu yang tidak aku miliki.
Dan aku adalah sesuatu yang tidak dia miliki. Akan tetapi, aku
tidak mencintainya karena sesuatu yang ada pada dirinya. Aku
mencintainya justru karena sesuatu yang tidak ada pada
dirinya. Aku ingin memenuhi tempat-tempat yang kosong di
dalam hidupnya. Aku ingin mencukupi apa yang kurang
darinya. Aku tidak ingin mencuri apa pun darinya. Aku ingin
membuatnya lengkap. Aku ingin membuatnya hidup. Aku
ingin ketika bersamaku, ia akan senantiasa merasa cukup.
86
Apakah Kau Ingin Pulang?
87
Zhafir Akalanka
Entah
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Dia tidak banyak bicara. Ketika ia menangis, ia hanya
membutuhkan dekapan tanpa dialog. Ia begitu memendam.
Guncangan demi guncangan hidup meruntuhkan segala hal di
dalam dirinya. Ia berada jauh di dalam hatinya. Tubuhnya di
sini, tapi jiwanya tidak. Ia memenjarakan diri; terpencil
sebatang kara di dalam sebuah labirin yang tak satu orang pun
dapat menemukannya.
Hidup adalah guncangan untuk hati kaca. Tapi kau
kuat, Sayang. Pecahmu bukan berasal dari kaca. Kau adalah
krisalis─ kau adalah kepompong yang retak dan perlahan akan
mengibaskan sayap.
88
Apakah Kau Ingin Pulang?
89
Zhafir Akalanka
Angkasa
───────────────────────────────────
Dear, Diary,
Aku membayangkan hidup denganmu di suatu tempat
yang jauh, yang tak ada satu orang pun mengenal kita
sebelumnya. Itu adalah hal yang manis, untuk menjadikanmu
objek pertama yang kulihat ketika aku bangun dari tidurku. Dan
adalah hal yang manis untuk menjadikanmu objek terakhir
yang kulihat ketika aku akan menuju tidurku.
Belahan bumi mana yang akan merekam kisah cinta
kita? Eropa? Asia? Atau surga yang kita buat di mana pun kita
akan berada? Bersamamu; di dekatmu, aku selalu bisa terbang
tanpa sayap. Aku selalu bisa berkelana tanpa melangkah. Aku
bisa merasakan surga dan neraka tanpa harus kehilangan
nyawa. Neraka? Bagaimana bisa seorang kekasih akan
menghasilkan neraka? Itu mudah untuk dijelaskan dan
dibuktikan. Khianati aku, dan kau akan melihat hidupku
perlahan berubah menjadi sebuah tempat yang dipenuhi siksa.
Tapi, jangan kau berani untuk melakukannya. Kau tahu
kita adalah satu kesatuan; kita adalah struktur semesta: jika aku
dataran, maka kau adalah angkasa─ jika aku hancur, kau juga.
90
Apakah Kau Ingin Pulang?
91
Zhafir Akalanka
KEABADIAN
92
Apakah Kau Ingin Pulang?
Buntu
───────────────────────────────────
93
Zhafir Akalanka
Aku Siap?
───────────────────────────────────
94
Apakah Kau Ingin Pulang?
95
Zhafir Akalanka
Tidak Perlu
───────────────────────────────────
96
Apakah Kau Ingin Pulang?
97
Zhafir Akalanka
Pecah
───────────────────────────────────
98
Apakah Kau Ingin Pulang?
99
Zhafir Akalanka
Zaman
───────────────────────────────────
100
Apakah Kau Ingin Pulang?
101
Zhafir Akalanka
Untukmu, Untukku.
───────────────────────────────────
102
Apakah Kau Ingin Pulang?
103
Zhafir Akalanka
Lima Menit
───────────────────────────────────
104
Apakah Kau Ingin Pulang?
105
Zhafir Akalanka
Ibu
───────────────────────────────────
106
Apakah Kau Ingin Pulang?
107
Zhafir Akalanka
Tak Mungkin
───────────────────────────────────
108
Apakah Kau Ingin Pulang?
109
Zhafir Akalanka
Saksikan
───────────────────────────────────
110
Apakah Kau Ingin Pulang?
111
Zhafir Akalanka
Aku Menyentuhmu
───────────────────────────────────
112
Apakah Kau Ingin Pulang?
113
Zhafir Akalanka
114
Apakah Kau Ingin Pulang?
115
Zhafir Akalanka
116
Apakah Kau Ingin Pulang?
117
Zhafir Akalanka
Berhak Selamat
───────────────────────────────────
118
Apakah Kau Ingin Pulang?
119
Zhafir Akalanka
Setengah Sadar
───────────────────────────────────
120
Apakah Kau Ingin Pulang?
121
Zhafir Akalanka
122
Apakah Kau Ingin Pulang?
123
Zhafir Akalanka
Tanah
───────────────────────────────────
124
Apakah Kau Ingin Pulang?
125
Zhafir Akalanka
Aku Melihat
───────────────────────────────────
126
Apakah Kau Ingin Pulang?
“Terkadang,
hati manusia perlu ditusuk
agar cahaya dapat masuk.”
127
Zhafir Akalanka
Kerangka
───────────────────────────────────
128
Apakah Kau Ingin Pulang?
129
Zhafir Akalanka
Pembaca
───────────────────────────────────
──
Momen Laksatif: suatu keadaan di mana manusia akan sangat
bergairah, sampai menimbulkan efek kupu-kupu di perutnya; sehingga
ia akan mudah buang air besar.
130
Apakah Kau Ingin Pulang?
131
Zhafir Akalanka
Hening
───────────────────────────────────
132
Apakah Kau Ingin Pulang?
133
Zhafir Akalanka
Poin
───────────────────────────────────
134
Apakah Kau Ingin Pulang?
135
Zhafir Akalanka
──
Tanaman pisang dalam hal berbuah dikelompokkan sebagai
tumbuhan annual ato; tanaman yang siklus hidupnya sekali berbuah,
langsung mati.
136
Apakah Kau Ingin Pulang?
137
Zhafir Akalanka
Kabar
───────────────────────────────────
138
Apakah Kau Ingin Pulang?
139
Zhafir Akalanka
140
Apakah Kau Ingin Pulang?
141
Zhafir Akalanka
142
Apakah Kau Ingin Pulang?
143
Zhafir Akalanka
Duhai, kau─
yang selalu bersemayam di antara tulang rusuk dan igaku,
usaplah kepala anak-anakmu atas namaku dan tataplah
kedua mata mereka dengan kebahagiaan terbaikmu.
Sebagaimana dahulu─
aku bersuka cita menginginkan mereka terlahir dari nasabku.
144
Apakah Kau Ingin Pulang?
EPILOG
145
Zhafir Akalanka
146
Apakah Kau Ingin Pulang?
147
Zhafir Akalanka
148
Apakah Kau Ingin Pulang?
149
Zhafir Akalanka
150