Anda di halaman 1dari 8

PANTEISME DALAM CERPEN ANJING-ANJING MENYERBU

KUBURAN KARYA KUNTOWIJOYO

Karya sastra yang mewakili zaman tertentu dipersepsikan


sebagai dunia yang dipenuhi berbagai simbol. Simbol-simbol
tersebut berada di sekeliling karya sastra maupun dalam karya
sastra itu sendiri. Oleh karena itu, penafsiran secara tepat perlu
dilakukan agar makna yang terkandung di dalamnya dapat
terungkap. Hermeunetik merupakan ilmu yang dapat digunakan
untuk menafsirkan sebuah teks termasuk karya sastra.
Hermeunetik merupakan cabang ilmu filsafat yang menyelidiki
syarat-syarat dan aturan-aturan metodis yang dibutuhkan baik
dalam usaha memahami (understanding) makna sebuah teks
maupun dalam menafsirkan (interpretation) apabila makna tersebut
tidak jelas (Kleden, 1997). Kleden juga menambahkan bahwa pada
dasarnya, hermeunetik menangkap makna teks tertulis dalam
hubungan-hubungan kebahasaan dalam teks (aspek tekstual),
hubungan dalam aspek psikologis pengarangnya (aspek autorial),
dan hubungan di mana aspek tersebut diproduksi (aspek
kontekstual) atau dalam hubungan dengan pembaca (aspek
resepsionis). Salah satu tokoh Strukturalis asal Perancis, Paul
Recouer mengembangkan teori hermeunetik tersebut. Recouer
(1974: 12) melawan anggapan modernitas dan strukturalisme
terhadap hakikat simbol sebagai setiap struktur penandaan yang di
dalamnya harfiah, primer, langsung ditunjukkan, dan ditunjukkan
pula makna lain yang tidak langsung, sekunder, dan kiasan yang
hanya dapat dipahami berdasarkan makna pertama. Dengan batasan
tersebut, Recouer (1997: 13) mendefinisikan interpretasi sebagai
usaha akal budi untuk menguak makna tersembunyi di balik makna
langsung tampak atau untuk menyingkap tingkat makna yang
ddiandaikannya dalam makna harfiah.

Panteisme terdiri atas tiga kata yaitu pan berarti seluruh, theo
yang berarti Tuhan, dan isme berarti paham. Panteisme berpendapat
bahwa seluruh alam ini adalah Tuhan dan Tuhan adalah seluruh
alam. Benda-benda yang dapat ditangkap oleh panca indra adalah
bagian dari Tuhan.

Cerpen “Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan" karya Kuntowijoyo


menggambarkan betapa kemiskinan telah menggiring seseorang
untuk menjalani perbuatan yang bersifat klenik, sebagaimana
tergambar dalam sinopsis berikut. Tengah malam seorang lelaki
berjalan mengendap-endap dalam gelap. Ia tengah mengincar telinga
mayat seorang perempuan yang meninggal pada malam Selasa
Kliwon. Ia diharuskan oleh gurunya untuk mendapatkan kedua
telinga mayat perempuan yang meninggal pada malam Selasa Kliwon
sebagai syarat untuk memperbaiki nasibnya. Perburuan terhadap
telinga mayat perempuan itu adalah upaya yang harus dijalaninya
untuk mengubah nasib setelah sebelumnya ia bertapa selama tujuh
hari tujuh malam. Perburuan terhadap telinga mayat perempuan itu
bukanlah hal yang gampang karena jenazah orang yang meninggal
pada malam Selasa Kliwon, kuburannya dijaga orang selama tujuh
hari tujuh malam. Untuk mengatasi kesulitan yang bakal
dihadapinya, guru klenik membekalinya aji penyirep, berupa beras
kuning dan mantera. Melalui ajian dan manteranya, lelaki itu berhasil
menyirep orang-orang yang tengah berjaga di kuburan. Ia pun
menggali kuburan mayat perempuan yang meninggal pada malam
Selasa Kliwon dengan tangannya. Ketika mayat diangkat dari lubang
kubur dan dibaringkan di permukaan tanah untuk digigit kedua
telinganya, tiba-tiba beberapa ekor anjing mengelilinginya. Ia sadar
anjing-anjing itu juga tengah mengincar mayat. Lelaki itupun
mengusir anjing-anjing dan pelan-pelan membungkuk untuk
menggigit telinga mayat perempuan itu. Namun, begitu
membungkuk, anjing-anjing kembali datang menyerbu dan
mengoyak- ngoyak kain kafan pembungkus mayat dengan moncong
dan cakarnya.

Cerpen “Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan” karya Kuntowijoyo


mengandung banyak simbol tentang gagasan hubungan antara
manusia dan manusia dengan Tuhan. Gagasan-gagasan tersebut
nampak pada setiap tindakan dan perilaku tokoh utama pada cerpen
tersebut yaitu si tokoh utama yangdigambarkan menjadi seorang
kepala keluarga yang mempunyai tanggungan anak istri dan
hidupnya kurang berkecukupan, orang tersebut sudah
menyekutukan Tuhan. Ia mempunyai pandangan bahwa Tuhan ada
tidak hanya satu, hal ini digambarkan dalam cerpen mulai dari benda
berupa beras kuning yang dipercaya mampu membuat kantuk orang-
orang, serta mayat seseorang yang meninggal selasa kliwon supaya
menjadikan keinginannya terpenuhi yaitu mampu menjadi
seseorang yang kaya, orang lain atau sesama manusia yaitu dukun
yang dipercayai mampu membantu menyelesaikan permasalahan
dalam hidupnya juga keluarganya. Lelaki itu mengambil sepotong
kayu dan memukuli anjing-anjing itu. Anjing-anjing yang jumlahnya
makin banyak--meraung-raung dan beranjak pergi. Namun, begitu ia
membungkuk dan berusaha menggigit telinga mayat perempuan itu,
anjing-anjing kembali menyerbu dan berusaha menyambar mayat si
perempuan. Beberapa kali lelaki itu berusaha mengusir anjing-
anjing itu, tetapi tiap kali ia lengah, anjing-anjing itu kembali datang
menyerbu dan berusaha menyambar mayat perempuan itu.
Sementara itu, darah mengucur deras di jari-jari tangan lelaki itu dan
tubuhnya makin lemas. Akhirnya, ia terjatuh tidak sadarkan diri.
Orang-orang yang tertidur karena keampuhan aji penyirep lelaki itu,
terbangun oleh lolongan anjing yang gaduh dan panjang karena
terkena pukulan kayu lelaki itu. Sebagian dari mereka sempat
menyaksikan lelaki itu mengayunkan kayu untuk mengusir anjing-
anjing itu sebelum akhirnya terjatuh dan pingsan.

Di zaman yang serba modern ini, walaupun agama banyak sudah


digencarkan di mana-mana, tetapi masih ada saja beberapa
kejanggalan tentang masyarakat yang mempercayai hal lain sebagai
Tuhan. Tuhan tidak hanya satu, sehingga perlu dipertanyakan
mengapa sampai manusia-manusia tersebut mempunyai pemikiran
yang menyimpang dari agama yang telah diajarkan. Padahal
sebenarnya orang-orang yang mempercayai jin atau setan sebagai
penyelamat dalam kehidupannya dengan melakukan ritual yang
dianggapnya sebagai ibadah kepada setan sebenarnya sudah
mempunyai agama tersendiri, baik itu Islam, Kristen, Katholik,
maupun yang lainnya. Namun, dikarenakan iman yang kurang kuat
dan keadaan ekonomi kurang layak serta desakan-desakan dari
orang sekitar untuk menjadi keluarga yang mumpuni, tokoh ia pun
rela melakukan hal-hal yang menyimpang demi memenuhi
kebutuhan tersebut, sekalipun dengan resiko yang sangat besar yaitu
adanya tumbal, serta bila diketahui oleh masyarakat maka aibnya
menjadi sangat besar dan akan dipergunjingkan. Lantas, apa saja
kepercayaan-kepercayaan yang membuat tokoh ia memohon kepada
banyak Tuhan? Dan apa yang menyebabkan Tuhan yang sebenarnya
bisa tersingkirkan martabatnya?

Percaya pada Kekuatan Gaib/Setan

Suatu keadaan tidak mampu berserah kepada kehendak Tuhan


dengan segenap hati, tidak percaya kepada Tuhan dalam
penderitaan, percobaan, ujian dan sebagainya merupakan sikap
tokoh yang sudah mengimani Tuhan yang sebenarnya. Tokoh ia
mengambil jalan singkat untuk memperoleh kekayaan bukan dengan
berdoa dan berusaha menurut ajaran agama, tetapi ia mengambil
cara singkat untuk memperoleh kekayaan, yaitu dengan cara ghaib
yang menggunakan jin dan setan untuk memperlancar ritualnya.
Pada beberapa kutipan yang menunjukkan bahwa si tokoh ia
mempercayai Tuhan lain atau setan pada kutipan berikut.

“dan yang akan membuatnya kaya raya telah memintanya


bertapa tujuh hari tujuh malam, dan mencari daun telinga
orang yang meninggal pada hari Anggara Kasih. Pada hari
kelima pertapaannya di sebuah hutan yang gawat kelewat-
lewat karena sangat angker seluruh tubuhnya serasa
dikoroyoki semut. Dan hari keenam dirasa tempat itu banjir,
membenamkannya sampai leher.”
Dalam cerpen diceritakan tokoh ia yang melakukan ritual
tujuh hari tujuh malam memohon kepada setan untuk membantu ia
mencari cara agar ia menjadi kaya. Lalu, didapatkanlah petunjuk itu
dengan cara mencari daun telinga orang yang meninggal pada hari
Anggara Kasih, yaitu Selasa Kliwon.

Dalam cerpen tersebut digambarkan bila di desa itu nilai


keagamaan belum dipegang secara utuh dan kuat dengan
menyekutukan keberadaan Tuhan karena tidak hanya tokoh yang
mempercayai hal mistis, namun juga warga desa sekitar. Hal ini
dibuktikan oleh masih adanya warga bersama-sama menunggui
kuburan orang yang meninggal pada hari Selasa Kliwon.

Percaya pada Benda-Benda

Selanjutnya, tokoh ia juga percaya pada beras kuning. Beras


kuning di dalam cerpen ini dipercaya sebagai suatu jimat supaya
orang-orang dis ekitarnya yaitu penduduk setempat yang sedang
berjaga menunggu mayat perempuan yang meninggal pada harin
Selasa Kliwon tersebut mengantuk dan tertidur pulas dengan
mantra-mantra yang telah diucapkan. Hal ini terdapat pada kutipan
berikut.

“Ia telah membawa beras kuning dari dukun dalam kantung


plastik. Apa yang harus dikerjakan ialah menabur beras itu di
empat penjuru angin yang mengelilingi para penjaga kubur.
Selanjutnya, biarkanlah beras kuning itu bekerja.”

Pada bagian cerita selanjutnya unsur kebodohan juga terpampang


nyata tentang pria tersebut yang sudah tidak tawakal kehilangan akal
sehatnya karena ia tetap nekat pergi ke kuburan dan menggali
kuburan dengan jemarinya. Dia hanya berpikir hanya dengan cara
itulah dia bisa mendandani istrinya dengan sepasang subang emas
berlian, membelikan sepatu anaknya, melunasi uang SPP, dan
kebutuhan lainnya. Hal ini jelas sekali terlihat bodoh karena sejatinya
cara lain yang halal dalam menafkahi keluarganya masih mampu ia
tempuh karena digambarkan keadaan tokoh yang masih sehat.

“Mereka akan bergerombolan di sekitar petromaks yang


dibawa dari desa. Mereka akan mendirikan atap dari daun
kelap, mencegah kantuk dengan mengobrol atau main kartu.
Makan, makanan kecil, dan minum akan dikirim dari desa.”

Tuhan yang Dihilangkan Martabatnya

Kemiskinan merupakan salah satu faktor yang mendorong


seseorang lari ke dunia klenik untuk mengubah nasibnya. Keimanan
pada Tuhan yang sebenarnya luntur karena ia tidak mendapatkan
apa yang diinginkannya, sehingga ia rela mencari jalan lain sekalipun
itu adalah dosa besar. Tuhan sebernarnya, baginya adalah sesuatu
yang tidak berguna, hingga ia pu rela melakukan hal-hal yang
dilarang oleh Tuhan sekalipun. Dalam cerpen “Anjing-Anijng
Menyerbu Kuburan” digambarkan oleh si tokoh lelaki yang hidupnya
sangat miskin dan ia ingin memperbaiki nasib hidupnya dengan
menjalankan syarat yang ditetapkan oleh gurunya dalam dunia
klenik, sebagaimana terbaca dalam kutipan berikut.

“Niatnya untuk mengganti gigi kuning istrinya dengan emas


sudah lama diurungkannya, karena memakai gigi emas bukan
zamannya. Anak-anaknya akan memakai sepatu ke sekolah, dan
uang SPP tidak akan menunggak. Ia akan membeli truk supaya
keponakannya tidak usah ke kota. Dan adiknya yang bungsu,
yang jadi TKI di Bahrain, akan dipanggilnya pulang, sebab cukup
banyak yang bisa dikerjakan di rumah. Lebih dari segalanya, ia
akan pergi pada lurah dan menyerahkan tanahnya yang
seperempat hektar dengan gratis yang semula dipatok dengan
harga lima ratus rupiah semeter untuk pembangunan lapangan
golf. Ia akan membuka warung-warungan di rumahnya, sekadar
untuk menutupi kekayaannya yang bakal mengucur tanpa henti.
Benar, mungkin warungnya tidak laku, tapi uang di bawah
bantalnya takkan pernah kering.”

Salah satu cerita pendek pilihan KOMPAS karya Kuntowijoyo ini


merupakan cerpen yang tidak berpaku kepada alur cerita, namun
lebih ditekankan pada nilai-nilai dan amanat yang terkandung pada
setiap bagian cerita. Cocok dibaca untuk menambah referensi
pengetahuan tentang masyarakat desa dengan sudut pandang yang
berbeda juga untuk memperoleh amanat yang sangatlah banyak
tentang keberadaan Tuhan yang dapat menambah keimanan kita
serta jiwa kerjasama yang dapat mengingatkan akan pentingnya
mengimani dan tidak ingkar kepada Tuhan di zaman yang serba
modern ini, sehingga kita tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak
baik dan mempercayai hal atau ajaran lain.

Referensi

Kuntowijoyo. (1999). Anjing-anjing menyerbu kuburan.


Kuntowijoyo. Jakarta: Grasindo.

Krisnawati Dewi, dkk. Nilai Pendidikan Karakter dalam Kumpulan


Cerpen “KOMPAS” Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi.
Diakses tanggal 22 Desmber 2019 melalui
http://jurnal.untan.ac.id/

Biodata penulis

Syefira Prihapsari lahir di Kulon Progo tanggal 17 Februari 1999.


Gadis yang sering dipanggil Fira ini mengeyam pendidikan di TK ABA
BANARAN III, SD N 1 BUNDER, SMP N 1 GALUR, SMA N 1 BANTUL,
dan tahun 2018 ini sebagai mahasiswa aktif semester lima di
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA, Fakultas Bahasa dan Seni
tepatnya Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Hobi menari dan jalan-jalan. Email Syefiraprihapsa@gmail.com,
Instagram @Syefirapr_.

Anda mungkin juga menyukai