Anda di halaman 1dari 3

Nama saya Ida Ayu Alit Juwitashanti dan akrab dipanggil dengan nama Dayu.

Saya lahir
pada 10 April 1987 di kota Amlapura, Karangasem, Bali. Berasal dari keluarga sederhana yang
menjunjung pendidikan setinggi-tingginya baik untuk anak laki-laki maupun perempuan. Saat ini
saya sudah menikah dan dikaruniai 4 anak-anak yang sangat lucu dan berbeda karakter, tetapi
mereka adalah kebanggaan dan kebahagiaan saya. Penulisan esai ini sendiri saya tujukan untuk
memenuhi persayaratan mengajukan beasiswa SPLIT-SITE MASTER PROGRAM TAHUN
2022 oleh PUSBINDIKLATREN-BAPPENAS. Saya merupakan seorang ASN dokter umum
yang ditugaskan di Puskesmas Tembuku II yang terletak di Banjar Metra Tengah, Desa Yangapi,
Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli. Selain sebagai staf fungsional saya juga diberikan
tugas tambahan sebagai Penanggung Jawab Pelayanan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)
Essensial, Penanggung Jawab Mutu Pelayanan Usaha Kesehatan Masyarakat Essensial, Ketua
Audit Internal dan Penanggung Jawab Unit Gawat Darurat dan Rawat Inap UPT Puskesmas
Tembuku II.
Begitu banyak tugas yang harus saya emban tidak membuat saya menyerah, namun tetap
mengerjakan dan melaksanakan kegiatan tersebut dengan penuh tanggung jawab dan lapang
dada. Mulai dari penyusunan dan perencanaan pelayanan UKM Puskesmas yang disusun secara
terpadu berbasis wilayah kerja Puskesmas dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor
sesuai dengan analisis kebutuhan masyarakat, data hasil capaian kinerja puskesmas termasuk
memperhatikan hasil pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS
PK) dan capaian target Standar Pelayanan Minimal (SPM) daerah Kabupaten/Kota. Banyak
jenis kegiatan yang harus dimonitoring dan dievaluasi setiap bulannya sebelum dilaporkan
kepada Kepala Puskesmas dan Penanggung Jawab Mutu Puskesmas.
Ada banyak jurusan pendidikan pasca sarjana yang menarik perhatian saya. Awalnya
saya ingin melanjutkan pendidikan sebagai seorang dokter spesialis. Banyak sekali hambatan dan
kegagalan yang saya dapatkan selama proses berjuang masuk ke pendidikan spesialis. Setelah
mencoba dan melewati beberapa tes masuk pendidikan spesialis sebanyak 2 kali ternyata saya
mengalami kegagalan dalam tes tersebut. Setelah mengalami kegagalan sebanyak 2 kali dalam
tes tersebut, saya memutuskan untuk menyerah dan mencoba berjuang masuk ke pendidikan
Master Program ini. Kegagalan ini membuat saya bisa belajar banyak hal, salah satunya terus
berjuang untuk meningkatakan prestasi, sebagai upaya untuk bisa meraih mimpi melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Sehingga saat ada kesempatan dibukanya pendaftaran untuk mengikuti SPLIT-SITE


MASTER PROGRAM tahun 2021, maka kesempatan ini kemudian tidak ingin saya sia-siakan.
Bermodalkan nekat, saya memilih jurusan magister kesehatan dan keselamatan kerja karyawan
(K3), yang sepertinya sangat mirip dengan tugas yang saya emban dipuskesmas. Sehingga saya
ingin belajar lebih dalam lagi dan ingin lebih menguasai lagi mengenai manajemen kesehatan
dan keselamatan kerja karyawan dan tentunya tidak menomorduakan keselamatan pasien yang
berkunjung di puskesmas.
Ilmu komunikasi menjadi program studi utama setelah saya browsing bahwa jurusan ini
merupakan salah satu jurusan favorit dengan banyak peminat di kota Medan. Alasan kedua,
kenapa jurusan ini saya utamakan adalah untuk membantu saya keluar dari kejenuhan belajar
eksakta yang berkutat dengan angka-angka.

Alasan ketiga, adalah karena Ilmu Komunikasi sejalan dengan passion dan kemampuan
(ability) saya pribadi khususnya dalam hal menulis. Selain itu, pilihan ini juga memberi saya
kesempatan untuk belajar lebih banyak hal di bidang keilmuan baru yang tidak lagi berkutat
dengan bidang eksakta.

Alasan Kebutuhan Beasiswa

Setelah setahun menempuh pendidikan Ilmu Komunikasi di USU saya kemudian mencoba
bergabung di sejumlah organisasi intra maupun ekstra kampus. Tujuan dari langkah ini adalah
membantu saya untuk mengembangkan diri. Sebab dari organisasi ini saya bisa mengasah
berbagai keterampilan yang belum tentu saya dapatkan di perkuliahan.

Keaktifan saya di sejumlah organisasi membantu saya tidak hanya menjadi mahasiswa dengan
dua kesibukan, yakni kuliah lalu pulang. Hanya saja keaktifan ini juga menuntut biaya lebih.
Yakni untuk memenuhi kebutuhan selama mengikuti kegiatan organisasi dan juga kegiatan
pembelajaran Ilmu Komunikasi.

Kebutuhan dana juga saya rasakan untuk bisa memenuhi kebutuhan buku-buku kuliah dan
referensi lainnya. Selain itu juga untuk menabung biaya penyusunan skripsi saat memasuki
semester akhir di masa mendatang. Harapan saya, dengan adanya beasiswa KSE maka saya
bisa memenuhi kebutuhan tersebut dan meringankan beban ibu saya.

Jangka Panjang Setelah Lulus Kuliah

Sebagai salah satu Sarjana Ilmu Komunikasi, saya memiliki keinginan untuk bisa menjadi
komunikator yang baik dan handal di bidang jurnalistik. Selanjutnya, saya ingin mengamalkan
ilmu dan keahlian yang saya dapat semasa kuliah dengan terjun di dunia media. Sehingga bisa
menjadi jurnalis dengan kredibilitas yang baik.

Rencana lain yang saya miliki setelah lulus, pertama adalah meniti karir di bidang jurnalistik
dan editor. Dalam hal ini saya berkeinginan untuk mendirikan publishing house yang
membantu anak-anak berkebutuhan khusus dan memiliki bakat menulis untuk bisa
menerbitkan karya-karyanya.

Kedua, saya berkeinginan untuk melanjutkan studi S2 di Jerman mengambil peminatan


Komunikasi Pembangunan ataupun Jurnalistik. Setelah selesai, saya ingin menjadi tenaga
pendidik, berbekal ilmu dan pengalaman yang saya miliki maka bisa saya bagikan kepada
peserta didik.

Alasan Apply Beasiswa KSE


Segala niat, usaha dan doa akan membawa setiap pengejar mimpi menemukan titik
keberhasilannya. Oleh karena itu, saya mengajukan beasiswa Karya Salemba Empat Tahun
Akademik 2016-2017 selain akan terbantu dari sisi ekonomi, dalam beasiswa ini juga terdapat
berbagai pelatihan dan kegiatan untuk mengembangkan diri seperti pelatihan kepemimpinan,
pembinaan wirausaha muda, jaringan komunikasi dan kerjasama yang baik.

Bicara sukses berarti bicara ukuran. Sebuah ukuran yang akan digunakan untuk mengukur sukses
itu sudah tercapai atau belum. Ukuran tersebut akan berbeda-beda tiap orangnya. Seorang
karyawan mungkin mematok ukuran suksesnya melalui pencapaian karir. Seorang mahasiswa
mungkin menentukan ukuran suksesnya dengan perolehan IPK-nya. Seorang pengusaha merasa
sukses ketika omzet penjualannya mencapai angka tertentu, dan sebagainya. Dengan demikian,
sukses itu bisa dibilang subjektif. Lain orang, lain pula ukurannya.
Bagi saya, sukses dalam hidup itu bersifat diskrit, terdiri dari elemen-elemen berbeda dan kadang
tidak berhubungan. Dengan demikian, seseorang sebenarnya telah, sedang, dan akan terus
mengalami banyak kesuksesan dalam hidupnya. Tinggal bagaimana persepsi seseorang dalam
menilai setiap peristiwa dalam hidupnya, apakah dinilai sebagai sebuah kesuksesan atau
sebaliknya. Masalahnya, sering kali ukuran sukses itu adalah sesuatu yang terlalu mainstream.
Kekayaan, jabatan, karir, dan status sosial seringkali menjadi ukuran utama kesuksesan
seseorang. Padahal, seseorang bisa saja membuat ukuran sukses yang sederhana. Bagi
mahasiswa misalnya, tidak menyontek dalam ujian adalah kesuksesan. Bagi seorang karyawan,
mampu menyelesaikan setiap tugasnya dengan baik juga merupakan kesuksesan.
Jika dalam kehidupan seseorang itu berisi kesuksesan-kesuksesan sederhana yang
berbeda-beda, maka pertanyaan tentang “sukses terbesar dalam kehidupan” akan menjadi
pertanyaan yang cukup menantang. Mana yang menjadi sukses terbesar? Tidak menyontek saat
ujiankah? Lulus dengan IPK cum laude-kah? Memiliki karir yang baguskah? Atau yang mana?
Lagi-lagi suatu hal yang subjektif.

Anda mungkin juga menyukai