Anda di halaman 1dari 422

GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY

(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 25 Oktober 2017, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (1)


I. PENDAHULUAN & DEFINISI
A) Pendahuluan.

1) Doktrin Providence of God / Providensia Allah ini adalah sesuatu


yang sangat penting bagi kita.
Calvin:

a) “... nothing is more profitable than the knowledge of this


doctrine.” [= ... tidak ada yang lebih berguna dari pada
pengenalan tentang doktrin ini.] - ‘Institutes of the Christian
Religion’, Book I, Chapter XVII, No 3.

b) “... ignorance of Providence is the ultimate of all miseries; the


highest blessedness lies in the knowledge of it.” [= ...
ketidaktahuan tentang Providensia adalah asal mula semua
kesengsaraan; berkat yang terbesar terletak dalam pengenalan
tentang providensia.] - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book I, Chapter XVII, No 11.

Saya menuliskan hal ini pada bagian ‘Pendahuluan’ untuk


memotivasi saudara mempelajari doktrin Providence of God ini.
Tentang apa pentingnya / kegunaannya doktrin ini bagi kita, akan
saya bahas di belakang (pelajaran VII).

Sekalipun doktrin Providence of God ini penting, tetapi doktrin ini


tidak boleh diajarkan secara sembarangan kepada sembarang
orang, karena:
1. Doktrin ini termasuk ‘makanan keras’ yang tidak cocok untuk
bayi kristen, apalagi untuk orang yang belum sungguh-sungguh
percaya kepada Kristus.
2. Doktrin ini bisa ditanggapi secara salah, khususnya kalau
diajarkan kepada orang yang belum waktunya belajar doktrin
ini. Ini saya bahas di belakang pada pelajaran VI, no 7.
Karena itu jangan menyebarkan ajaran ini / memberikan buku ini,
kecuali kepada orang kristen yang sudah dewasa dalam iman, dan
yang sudah mempelajari doktrin dasar Reformed yang lain, seperti
Kedaulatan Allah, Predestinasi, dsb.

2) Siapa saja tokoh-tokoh yang mempercayai / mengajarkan doktrin


Providence of God ini?

Doktrin ini dipercaya dan diajarkan oleh: Agustinus, John Calvin,


Martin Luther, Jerome Zanchius, John Owen, Charles Hodge, R.
L. Dabney, Louis Berkhof, Loraine Boettner, William G. T. Shedd,
Herman Hoeksema, Herman Bavinck, G. C. Berkouwer, B. B.
Warfield, John Murray, Gresham Machen, William Hendriksen,
Arthur W. Pink, dsb. SEPANJANG PENGETAHUAN SAYA,
TIDAK ADA SATUPUN ORANG REFORMED YANG SEJATI
YANG TIDAK MEMPERCAYAI DOKTRIN INI. Juga doktrin ini
masuk dalam Westminster Confession of Faith, yang merupakan
pengakuan iman dari gereja-gereja Reformed / Presbyterian di
Amerika.

Catatan: untuk membuktikan kata-kata saya ini, maka di bagian


belakang / terakhir buku ini saya memberikan banyak kutipan,
baik dari Calvin sendiri, dari para ahli theologia Reformed, dan
dari Westminster Confession of Faith.

Karena itu saya berpendapat bahwa:


 Orang yang mengaku dirinya Reformed, tetapi tidak percaya
pada doktrin ini, sebetulnya paling-paling hanyalah orang yang
Semi-Reformed!
 Jika ada orang mengatakan bahwa ajaran ini adalah ajaran
Hyper-Calvinisme, maka itu berarti orang itu tidak mengerti
apa Calvinisme itu, atau lebih jelek lagi, orang itu adalah
seorang pemfitnah!

B) Definisi ‘Providence’.
Kalau dilihat dalam kamus, maka ‘Providence’ berarti ‘pemeliharaan
baik’. Tetapi dalam Theologia, ‘Providence’ berarti lebih dari
sekedar ‘pemeliharaan baik’. ‘Providence’ adalah pelaksanaan yang
tidak mungkin gagal dari Rencana Allah, atau, pemerintahan /
pengaturan terhadap segala sesuatu sehingga Rencana Allah
terlaksana.

B. B. Warfield: “His works of providence are merely the execution of


His all-embracing plan.” [= PekerjaanNya dalam providensia semata-
mata merupakan pelaksanaan dari rencanaNya yang mencakup
segala sesuatu.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 281.

Jadi sekalipun Providence berbeda dengan Rencana Allah, tetapi


keduanya berhubungan sangat erat, karena Providence adalah
pelaksanaan dari Rencana itu.

Leon Morris (NICNT) - tentang 2Tes 2:11: “God is not to be thought


of as sitting passively by while all this is going on. Invariably the Bible
pictures Him as taking part in the world’s drama. Indeed, the world’s
drama is nothing other than the working out of His purposes.” [= Allah
tidak boleh dipikirkan sebagai duduk secara pasif sementara semua
ini berjalan / berlangsung. Alkitab selalu menggambarkan Dia
sebagai ikut ambil bagian dalam drama dunia ini. Memang, drama
dunia ini bukan lain dari pelaksanaan rencanaNya.] - hal 233.

G. C. Berkouwer kelihatannya memberikan definisi tentang


‘Providence’ yang agak berbeda ketika ia berkata:

“... describes Providence as the almighty and omnipresent power of God


by which He upholds and governs all things.” [= ... menggambarkan
Providensia sebagai kuasa Allah yang maha kuasa dan maha ada
dengan mana Ia menopang dan memerintah segala sesuatu.] -
‘Studies In Dogmatics: The Providence of God’, hal 50.

Definisi dari G. C. Berkouwer ini mirip dengan definisi Calvin


tentang ‘Providence’, karena Calvin berkata:

“... providence means not that by which God idly observes from heaven
what takes place on earth, but that by which, as keeper of the keys, he
governs all events.” [= ... providensia tidak berarti sesuatu dengan
mana Allah dengan bermalas-malasan / tak berbuat apa-apa
mengawasi dari surga apa yang terjadi di bumi, tetapi sesuatu dengan
mana, seperti seorang penjaga kunci, Ia memerintah segala kejadian.]
- ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 4.

Sedangkan John Owen menganggap bahwa ‘Providence’


merupakan semua pekerjaan Allah di luar diriNya.

John Owen: “Providence is a word which, in its proper signification,


may seem to comprehend all the actions of God that outwardly are of
him, that have any respect unto his creatures, all his works that are not
AD INTRA, essentially belonging unto the Deity.” [= Providensia
adalah suatu kata yang, dalam artinya yang benar, kelihatannya
meliputi semua tindakan Allah yang ada di luar diriNya, yang
berkenaan dengan ciptaanNya, semua pekerjaan-pekerjaanNya yang
bukan AD INTRA, secara hakiki merupakan milik Allah.] - ‘The
Works of John Owen’, vol 10, hal 31.

Catatan: pekerjaan yang termasuk AD INTRA adalah pekerjaan-


pekerjaan di dalam diri Allah Tritunggal, seperti ‘the eternal
generation of the Son’ dan ‘the eternal procession of the Holy Spirit’.

-o0o-
II. PROVIDENCE TIDAK MUNGKIN GAGAL
A) Rencana Allah sudah ada dalam kekekalan.

Allah mempunyai rencana, dan seluruh rencana Allah itu sudah ada
/ sudah direncanakan dalam kekekalan.
Kalau manusia membuat rencana, maka manusia membuatnya
secara bertahap. Misalnya pada waktu kita ada di SMP kita
merencanakan untuk masuk SMA tertentu, dan pada waktu di SMA
baru kita merencanakan untuk masuk perguruan tinggi tertentu.
Setelah lulus dari perguruan tinggi, baru kita merencanakan untuk
bekerja di tempat tertentu, dsb. Tidak ada manusia yang dari lahir
lalu bisa merencanakan segala sesuatu dalam seluruh hidupnya!
Mengapa? Karena manusia tidak maha tahu sehingga ia tidak
mampu melakukan hal itu. Manusia membutuhkan penambahan
pengetahuan untuk bisa membuat rencana lanjutan. Tetapi Allah
yang maha tahu dan maha bijaksana, merencanakan seluruh
rencanaNya sejak semula!

Dasar Kitab Suci:


 2Raja 19:25 - “Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah
menentukannya DARI JAUH HARI, dan telah merancangnya
PADA ZAMAN PURBAKALA? Sekarang Aku mewujudkannya,
bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu
menjadi timbunan batu.”.
 Maz 139:16 - “mataMu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam
kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk,
SEBELUM ADA SATUPUN DARI PADANYA.”.
 Yes 25:1 - “Ya TUHAN, Engkaulah Allahku; aku mau
meninggikan Engkau, mau menyanyikan syukur bagi namaMu;
sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan
rancanganMu yang ajaib YANG TELAH ADA SEJAK
DAHULU.”.
 Yes 37:26 - “Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah
menentukannya DARI JAUH HARI dan telah merancangnya
DARI ZAMAN PURBAKALA? Sekarang Aku mewujudkannya,
bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu
menjadi timbunan batu,”.
 Yes 46:10 - “yang memberitahukan DARI MULANYA hal yang
kemudian dan DARI ZAMAN PURBAKALA apa yang belum
terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala
kehendakKu akan Kulaksanakan,”.
 Mat 25:34 - “Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di
sebelah kananNya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu,
terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu SEJAK DUNIA
DIJADIKAN.”.
 Ef 1:4-5 - “(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita
SEBELUM DUNIA DIJADIKAN, supaya kita kudus dan tak
bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita
DARI SEMULA oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya,
sesuai dengan kerelaan kehendakNya,”.
 2Tes 2:13 - “Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur
kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan,
sebab Allah DARI MULANYA telah memilih kamu untuk
diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam
kebenaran yang kamu percayai.”.
 2Tim 1:9 - “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita
dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita,
melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri,
yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus
SEBELUM PERMULAAN ZAMAN”.

John Owen: “If God’s determination concerning any thing should have
a temporal original, it must needs be either because he then perceived
some goodness in it of which before he was ignorant, or else because
some accident did affix a real goodness to some state of things which it
had not from him; neither of which, without abominable blasphemy, can
be affirmed, seeing he knoweth the end from the beginning,” [= Jika
penentuan Allah tentang sesuatu apapun mempunyai asal usul dalam
waktu, itu pasti disebabkan atau karena Ia pada saat itu melihat suatu
kebaikan dalam hal itu yang tidak diketahuiNya sebelumnya, atau
karena ada suatu kecelakaan yang melekatkan kebaikan yang
sungguh-sungguh pada suatu keadaan yang tidak datang dari Dia;
yang manapun dari dua hal ini tidak bisa ditegaskan tanpa
melakukan suatu penghujatan yang menjijikkan, karena Ia
mengetahui akhirnya dari semula,] - ‘The Works of John Owen’, vol
10, hal 20.

Memang dalam Kitab Suci ada ayat yang seolah-olah menunjukkan


bahwa Allah merencanakan suatu rencana tertentu dalam waktu
(bukan dalam kekekalan).
Misalnya: Yer 18:11 - “Sebab itu, katakanlah kepada orang Yehuda
dan kepada penduduk Yerusalem: Beginilah firman TUHAN:
Sesungguhnya, Aku ini SEDANG MENYIAPKAN malapetaka
terhadap kamu dan MERANCANGKAN RENCANA terhadap kamu.
Baiklah kamu masing-masing bertobat dari tingkah langkahmu yang
jahat, dan perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu!”.

Tetapi pada waktu Allah berbicara dalam ayat ini, jelas Ia sedang
menyesuaikan diriNya dengan kapasitas / pengertian manusia.
Kontextnya sendiri juga demikian; baca Yer 18:8,10 yang
mengatakan ‘maka menyesallah Aku’.

Yer 18:8,10 - “(8) Tetapi apabila bangsa yang terhadap siapa Aku
berkata demikian telah bertobat dari kejahatannya, MAKA
MENYESALLAH AKU, bahwa Aku hendak menjatuhkan
malapetaka yang Kurancangkan itu terhadap mereka. ... (10) Tetapi
apabila mereka melakukan apa yang jahat di depan mataKu dan
tidak mendengarkan suaraKu, MAKA MENYESALLAH AKU,
bahwa Aku hendak mendatangkan keberuntungan yang Kujanjikan
itu kepada mereka.”.

B) Rencana Allah itu tidak mungkin berubah / gagal.

Orang Arminian / non Reformed percaya bahwa Allah bisa


mengubah rencanaNya, dan percaya bahwa rencana Allah bisa
gagal. Sebetulnya ini merupakan suatu penghinaan bagi Allah,
karena ini menyamakan Allah dengan manusia, yang sering harus
mengubah rencananya dan gagal dalam mencapai rencananya!

Orang Reformed percaya bahwa rencana Allah tidak mungkin


berubah ataupun gagal.

Charles Hodge: “Change of purpose arises either from the want of


wisdom or from the want of power. As God is infinite in wisdom and
power, there can be with Him no unforeseen emergency and no
inadequacy of means, and nothing can resist the execution of his
original intention.” [= Perubahan rencana timbul atau karena
kekurangan hikmat atau karena kekurangan kuasa. Karena Allah itu
tidak terbatas dalam hikmat dan kuasa, maka dengan Dia tidak bisa
ada keadaan darurat yang tidak dilihat lebih dulu, dan tidak ada
kekurangan jalan / cara, dan tidak ada yang bisa menahan / menolak
pelaksanaan dari maksud / rencana yang semula.] - ‘Systematic
Theology’, vol I, hal 538-539.

John Owen: “Whatsoever God hath determined, according to the


counsel of his wisdom and good pleasure of his will, to be accomplished,
to the praise of his glory, standeth sure and immutable;” [= Apapun
yang Allah telah tentukan, menurut rencana hikmatNya dan kerelaan
kehendakNya, untuk terjadi, untuk memuji kemuliaanNya, berdiri
teguh dan tetap / tak berubah;] - ‘The Works of John Owen’, vol 10,
hal 20.
Catatan: Owen lalu memberikan sederetan ayat-ayat, yaitu 1Sam
15:29 Yes 46:10 Yes 14:24-25,27 Ayub 23:13 Ibr 6:17.

William Hendriksen: “God’s eternal decree is absolutely unchangeable


and is sure to be realized.” [= Ketetapan kekal Allah secara mutlak
tidak bisa berubah dan pasti akan terwujud.] - ‘The Gospel of John’,
hal 250.

William G. T. Shedd mengutip kata-kata Augustine (dari buku


‘Confession’, XII. xv.) yang berbunyi sebagai berikut:
“God willeth not one thing now, and another anon; but once, and at
once, and always, he willeth all things that he willeth; not again and
again, nor now this, now that; nor willeth afterwards, what before he
willed not, nor willeth not, what before he willed; because such a will is
mutable; and no mutable thing is eternal.” [= Allah tidak menghendaki
sesuatu hal sekarang, dan sebentar lagi menghendaki yang lain; tetapi
sekali, dan serentak, dan selalu, Ia menghendaki semua hal yang Ia
kehendaki; bukannya berulang-ulang, atau sebentar ini sebentar itu;
atau menghendaki setelahnya apa yang tadinya tidak Ia kehendaki,
atau tidak menghendaki apa yang tadinya Ia kehendaki; karena
kehendak seperti itu bisa berubah; dan hal yang bisa berubah tidak
ada yang kekal.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 395.

Ada banyak alasan / dasar yang menyebabkan kita harus percaya


bahwa Allah tidak mungkin mengubah rencanaNya atau gagal
dalam mencapai rencanaNya, yaitu:

1) Adanya ayat-ayat yang secara jelas menunjukkan bahwa


rencana Allah tidak mungkin gagal, seperti:
 Bil 23:19 - “Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta
bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia
berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak
menepatinya?”.
 1Sam 15:29 - “Lagi Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan
Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia bukan manusia yang harus
menyesal.’”.
 Maz 33:10-11 - “(10) TUHAN menggagalkan rencana bangsa-
bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa; (11) tetapi
rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hatiNya
turun-temurun.”.
 Yer 4:28 - “Karena hal ini bumi akan berkabung, dan langit di
atas akan menjadi gelap, sebab Aku telah mengatakannya, Aku
telah merancangnya, Aku tidak akan menyesalinya dan tidak
akan mundur dari pada itu.’”.

2) Kemahatahuan Allah.
Pada waktu Allah merencanakan, bukankah Ia sudah tahu
apakah rencanaNya akan berhasil atau gagal? Kalau Ia tahu
bahwa rencanaNya akan gagal, lalu mengapa Ia tetap
merencanakannya?

3) Kemahabijaksanaan Allah.
Kebijaksanaan Allah menyebabkan Ia pasti membuat rencana
yang terbaik. Kalau rencana ini lalu diubah, maka akan menjadi
bukan yang terbaik. Ini tidak mungkin!

4) Kemahakuasaan Allah.
Manusia sering gagal mencapai rencananya atau terpaksa
mengubah rencananya karena ia tidak maha kuasa, sehingga
tidak mampu untuk mencapai / melaksanakan rencananya.
Tetapi Allah yang maha kuasa tidak mungkin gagal mencapai
rencanaNya atau terpaksa harus mengubah rencanaNya! Ini
terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
 Yes 14:24,26-27 - “(24) TUHAN semesta alam telah bersumpah,
firmanNya: ‘Sesungguhnya seperti yang Kumaksud,
demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang,
demikianlah akan terlaksana: ... (26) Itulah rancangan yang
telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang
teracung terhadap segala bangsa. (27) TUHAN semesta alam
telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya?
TanganNya telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya
ditarik kembali?”.
 Yes 25:1 - “Ya TUHAN, Engkaulah Allahku; aku mau
meninggikan Engkau, mau menyanyikan syukur bagi namaMu;
sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan
rancanganMu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu.”.
 Yes 37:26 - “Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah
menentukannya dari jauh hari dan telah merancangnya dari
zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa
engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi
timbunan batu,”.
 Yes 43:13 - “Juga seterusnya Aku tetap Dia, dan tidak ada yang
dapat melepaskan dari tanganKu; Aku melakukannya, siapakah
yang dapat mencegahnya?”.

5) Kedaulatan Allah.
Kedaulatan Allah tidak memungkinkan Ia untuk mengubah
rencanaNya, karena perubahan rencana membuat Ia menjadi
tergantung pada situasi dan kondisi (tidak lagi berdaulat).

C) Providence (pelaksanaan Rencana Allah) tak mungkin gagal.

Dasar Kitab Suci dari pandangan ini:

Ayub 42:1-2 - “(1) Maka jawab Ayub kepada TUHAN: (2) ‘Aku tahu,
bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan TIDAK ADA
RENCANAMU YANG GAGAL.”.

Yes 14:24,26-27 - “(24) TUHAN semesta alam telah bersumpah,


firmanNya: ‘Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah
akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan
terlaksana: ... (26) Itulah rancangan yang telah dibuat mengenai
seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala
bangsa. (27) TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang
dapat menggagalkannya? TanganNya telah teracung, siapakah yang
dapat membuatnya ditarik kembali?”.

Yes 46:10-11 - “(10) yang memberitahukan dari mulanya hal yang


kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana,
yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu
akan Kulaksanakan, (11) yang memanggil burung buas dari timur,
dan orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku
telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku
telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya.”.

Charles Hodge: “If He foreordains whatsoever comes to pass, then


events correspond to his purposes; and it is against reason and Scripture
to suppose that there is any contradiction or want of correspondence
between what He intended and what actually occurs.” [= Jika Ia
menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi, maka peristiwa-
peristiwa akan cocok / sama dengan rencanaNya; dan merupakan
sesuatu yang bertentangan dengan akal dan Kitab Suci untuk
menganggap bahwa disana ada kontradiksi atau ketidakcocokkan
antara apa yang Ia maksudkan dan apa yang sungguh-sungguh
terjadi.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 323.

Contoh:

1) Allah merencanakan supaya Rut dan Boas menikah dan dari


pernikahan itu mereka menurunkan Yesus / Mesias.
Kelihatannya Rencana Allah ini sukar terlaksana karena Rut ada
di Moab dan Boas ada di Yehuda. Tetapi Allah yang maha kuasa
itu mengatur sehingga hal itu akhirnya terjadi juga, sehingga
mereka menikah dan akhirnya menurunkan Yesus (baca Rut 1-
4).

2) Allah merencanakan bahwa Yesus akan lahir di Betlehem (Mikha


5:1 Luk 2:1-7). Kelihatannya Rencana Allah yang satu ini akan
gagal, karena Maria sudah hamil besar dan pada saat itu ia
masih ada di Nazaret. Tetapi Allah mengatur dengan
menggerakkan hati kaisar untuk mengadakan sensus (bdk.
Amsal 21:1) sehingga Yusuf dan Maria terpaksa pergi ke
Betlehem dan akhirnya Yesus lahir di Betlehem.

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 1 November 2017, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (2)


D) Problem ‘Allah menyesal’.

Ada banyak ayat Kitab Suci yang mengatakan bahwa ‘Allah


menyesal’, seperti:

Kej 6:5-6 - “(5) Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia


besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu
membuahkan kejahatan semata-mata, (6) maka menyesallah TUHAN,
bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan
hatiNya.”.

Kel 32:7-14 - “(7) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Pergilah,


turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir
telah rusak lakunya. (8) Segera juga mereka menyimpang dari jalan
yang Kuperintahkan kepada mereka; mereka telah membuat anak
lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud menyembah dan
mempersembahkan korban, sambil berkata: Hai Israel, inilah
Allahmu yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.’ (9)
Lagi firman TUHAN kepada Musa: ‘Telah Kulihat bangsa ini dan
sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk. (10)
Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya murkaKu bangkit terhadap
mereka dan Aku akan membinasakan mereka, tetapi engkau akan
Kubuat menjadi bangsa yang besar.’ (11) Lalu Musa mencoba
melunakkan hati TUHAN, Allahnya, dengan berkata: ‘Mengapakah,
TUHAN, murkaMu bangkit terhadap umatMu, yang telah Kaubawa
keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan
tangan yang kuat? (12) Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia
membawa mereka keluar dengan maksud menimpakan malapetaka
kepada mereka dan membunuh mereka di gunung dan
membinasakannya dari muka bumi? Berbaliklah dari murkaMu yang
bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak
Kaudatangkan kepada umatMu. (13) Ingatlah kepada Abraham,
Ishak dan Israel, hamba-hambaMu itu, sebab kepada mereka Engkau
telah bersumpah demi diriMu sendiri dengan berfirman kepada
mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di
langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan
kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya.’
(14) Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang
dirancangkanNya atas umatNya.”.

1Sam 15:11a,35b - “(11a) ‘Aku menyesal, karena Aku telah


menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan
tidak melaksanakan firmanKu.’ ... (35b) Dan TUHAN menyesal,
karena Ia menjadikan Saul raja atas Israel.”.

Yes 38:1,5 - “(1) Pada hari-hari itu Hizkia jatuh sakit dan hampir
mati. Lalu datanglah nabi Yesaya bin Amos dan berkata kepadanya:
‘Beginilah firman TUHAN: Sampaikanlah pesan terakhir kepada
keluargamu, sebab engkau akan mati, tidak akan sembuh lagi.’ ... (5)
‘Pergilah dan katakanlah kepada Hizkia: Beginilah firman TUHAN,
Allah Daud, bapa leluhurmu: Telah Kudengar doamu dan telah
Kulihat air matamu. Sesungguhnya Aku akan memperpanjang
hidupmu lima belas tahun lagi,”.
Catatan: dalam text ini memang tak ada kata-kata ‘Aku / Tuhan /
Allah menyesal’, tetapi terlihat seakan-akan ada perubahan rencana
Allah.

Yer 18:8,10 - “(8) Tetapi apabila bangsa yang terhadap siapa Aku
berkata demikian telah bertobat dari kejahatannya, maka
menyesallah Aku, bahwa Aku hendak menjatuhkan malapetaka yang
Kurancangkan itu terhadap mereka. ... (10) Tetapi apabila mereka
melakukan apa yang jahat di depan mataKu dan tidak mendengarkan
suaraKu, maka menyesallah Aku, bahwa Aku hendak mendatangkan
keberuntungan yang Kujanjikan itu kepada mereka.”.

Yunus 3:10 - “Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni


bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka
menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkanNya
terhadap mereka, dan Iapun tidak jadi melakukannya.”.

Amos 7:3,6 - “(3) Maka menyesallah TUHAN karena hal itu. ‘Itu
tidak akan terjadi,’ firman TUHAN. ... (6) Maka menyesallah
TUHAN karena hal itu. ‘Inipun tidak akan terjadi,’ firman Tuhan
ALLAH.”.

Apakah ini berarti bahwa Allah mengubah RencanaNya? Saya


menjawab: Tidak!

Penjelasan:

1) Prinsip Hermeneutics yang sangat penting adalah: kita tidak


boleh menafsirkan suatu bagian Kitab Suci sehingga
bertentangan dengan bagian lain dari Kitab Suci.

a) Karena itu, maka penafsiran ayat-ayat pada point D) ini tidak


boleh bertentangan dengan ayat-ayat pada point B) dan C) di
atas, yang menunjukkan bahwa Rencana Allah dan
Providensia Allah tidak bisa gagal. Kalau kita menafsirkan
bahwa kata-kata ‘Allah menyesal’ dalam ayat-ayat di sini
memang menunjukkan bahwa Allah mengubah rencanaNya,
maka jelas bahwa ayat-ayat ini akan bertentangan dengan
semua ayat-ayat itu.

b) Juga dalam Kitab Suci ada banyak ayat yang menyatakan


bahwa ‘Allah tidak menyesal’. Contoh:

Bil 23:19 - “Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta


bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia
berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak
menepatinya?”.

1Sam 15:29 - “Lagi Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan
Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia bukan manusia yang harus
menyesal.’”.

Maz 110:4 - “TUHAN telah bersumpah, dan Ia tidak akan


menyesal: ‘Engkau adalah imam untuk selama-lamanya,
menurut Melkisedek.’”.

Yeh 24:14 - “Aku, TUHAN, yang mengatakannya. Hal itu akan


datang, dan Aku yang akan membuatnya. Aku tidak
melalaikannya dan tidak merasa sayang, juga tidak menyesal.
Aku akan menghakimi engkau menurut perbuatanmu,
demikianlah firman Tuhan ALLAH.’”.
Zakh 8:14 - “Sebab beginilah firman TUHAN semesta alam:
‘Kalau dahulu Aku telah bermaksud mendatangkan malapetaka
kepada kamu, ketika nenek moyangmu membuat Aku murka,
dan Aku tidak menyesal, firman TUHAN semesta alam,”.

Ibr 7:21 - “tetapi Ia dengan sumpah, diucapkan oleh Dia yang


berfirman kepadaNya: ‘Tuhan telah bersumpah dan Ia tidak
akan menyesal: Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya’ -
”.

Kita harus mengharmoniskan kedua kelompok ayat ini, bukan


menabrakkannya!

2) ‘Allah menyesal’ adalah bahasa Anthropopathy.

Kitab Suci sering menggunakan bahasa Anthropomorphism


(bahasa yang menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah
manusia) dan Anthropopathy (bahasa yang menggambarkan
Allah dengan perasaan-perasaan manusia). Kalau Kitab Suci
menggunakan bahasa Anthropomorphism, maka tidak boleh
diartikan betul-betul demikian.

Misalnya pada waktu dikatakan ‘tangan Allah tidak kurang


panjang’ (Yes 59:1), atau pada waktu dikatakan ‘mata TUHAN
ada di segala tempat’ (Amsal 15:3), ini tentu tidak berarti bahwa
Allah betul-betul mempunyai tangan / mata. Ingat bahwa Allah
adalah Roh (Yoh 4:24).

Contoh lain adalah Kel 31:17b - “sebab enam hari lamanya


TUHAN menjadikan langit dan bumi, dan pada hari yang ketujuh
Ia berhenti bekerja untuk beristirahat.’”. NIV menterjemahkan
seperti Kitab Suci Indonesia, tetapi KJV, RSV, NASB
menterjemahkan secara berbeda.

KJV: ‘for in six days the LORD made heaven and earth, and on the
seventh day he rested, and was refreshed.’ [= karena dalam enam
hari TUHAN membuat langit dan bumi, dan pada hari ketujuh Ia
beristirahat, dan segar kembali.].

Jelas bahwa kita tidak bisa menafsirkan ayat ini seakan-akan


Allahnya loyo setelah bekerja berat selama enam hari, dan lalu
setelah beristirahat pada hari yang ketujuh, Ia lalu segar
kembali / pulih kekuatanNya! Ayat ini hanya menggambarkan
Allah seakan-akan Ia adalah manusia yang bisa letih, dan bisa
segar kembali.

Demikian juga pada waktu Kitab Suci menggunakan


Anthropopathy (bahasa yang menggambarkan Allah
menggunakan perasaan-perasaan manusia), maka kita tidak
boleh mengartikan bahwa Allahnya betul-betul seperti itu.
Contohnya adalah ayat-ayat yang menunjukkan ‘Allah menyesal’
ini.

Perlu juga saudara ingat bahwa manusia bisa menyesal, karena


ia tidak maha tahu. Misalnya, seorang laki-laki melihat seorang
gadis dan ia menyangka gadis itu seorang yang layak ia peristri.
Tetapi setelah menikah, barulah ia tahu akan adanya banyak hal
jelek dalam diri istrinya, yang tadinya tidak ia ketahui. Ini
menyebabkan ia lalu menyesal telah memperistri gadis itu.

Tetapi Allah itu maha tahu, sehingga dari semula Ia telah tahu
segala sesuatu yang akan terjadi. Karena itu tidak mungkin Ia
bisa menyesal!

Kalau Kitab Suci mengatakan bahwa Allah menyesal karena


terjadinya sesuatu hal, maka maksudnya hanyalah menunjukkan
bahwa hal itu tidak menyenangkan Allah. Calvin mengatakan
bahwa ‘Allah menyesal’ hanya menunjukkan perubahan tindakan.

Calvin: “Now the mode of accommodation is for him to represent


himself to us not as he is in himself, but as he seems to us. Although
he is beyond all disturbance of mind, yet he testifies that he is angry
toward sinners. Therefore whenever we hear that God is angered, we
ought not to imagine any emotion in him, but rather to consider that
this expression has been taken from our human experience; because
God, whenever he is exercising judgment, exhibits the appearance of
one kindled and angered. So we ought not to understand anything
else under the word ‘repentance’ than change of action, ...” [= Cara
penyesuaian adalah dengan menyatakan diriNya sendiri kepada
kita bukan sebagaimana adanya Ia dalam diriNya sendiri, tetapi
seperti Ia terlihat oleh kita. Sekalipun Ia ada di atas segala
gangguan pikiran, tetapi Ia menyaksikan bahwa Ia marah kepada
orang-orang berdosa. Karena itu setiap saat kita mendengar bahwa
Allah marah, kita tidak boleh membayangkan adanya emosi
apapun dalam Dia, tetapi menganggap bahwa pernyataan ini
diambil dari pengalaman manusia; karena Allah, pada waktu Ia
melakukan penghakiman, menunjukkan diri seperti seseorang
yang marah. Demikian juga kita tidak boleh mengartikan apapun
yang lain terhadap kata ‘penyesalan’ selain perubahan
tindakan, ...] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I,
Chapter XVII, no 13.

3) Pada waktu Kitab Suci mengatakan ‘Allah menyesal’ maka itu


berarti bahwa hal itu ditinjau dari sudut pandang manusia.

Illustrasi: Ada seorang sutradara yang menyusun naskah untuk


sandiwara, dan ia juga sekaligus menjadi salah satu pemain
sandiwara tersebut. Dalam sandiwara itu ditunjukkan bahwa ia
mau makan, tetapi tiba-tiba ada telpon, sehingga ia lalu tidak jadi
makan. Dari sudut penonton, pemain sandiwara itu berubah
pikiran / rencana. Tetapi kalau ditinjau dari sudut naskah /
sutradara, ia sama sekali tidak berubah dari rencana semula,
karena dalam naskah sudah direncanakan bahwa ia mau makan,
lalu ada telpon, lalu ia mengubah rencana / pikirannya, dsb.

Pada waktu Kitab Suci berkata ‘Allah menyesal’ maka memang


dari sudut manusia, Allahnya menyesal / mengubah rencanaNya.
Tetapi dari sudut Allah / Rencana Allah, sebetulnya tidak ada
perubahan, karena semua perubahan / penyesalan itu sudah
direncanakan oleh Allah.

4) Kel 32:7-14, secara khusus menunjukkan bahwa kata-kata ‘Allah


menyesal’ atau ‘menyesallah TUHAN’ (ay 14) tidak bisa diartikan
secara hurufiah, karena kalau diartikan secara hurufiah, maka
bagian ini menunjukkan bahwa Allah menyesal setelah
dinasehati oleh Musa!

Kel 32:7-14 - “(7) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Pergilah,


turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah
Mesir telah rusak lakunya. (8) Segera juga mereka menyimpang
dari jalan yang Kuperintahkan kepada mereka; mereka telah
membuat anak lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud
menyembah dan mempersembahkan korban, sambil berkata: Hai
Israel, inilah Allahmu yang telah menuntun engkau keluar dari
tanah Mesir.’ (9) Lagi firman TUHAN kepada Musa: ‘Telah
Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa
yang tegar tengkuk. (10) Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya
murkaKu bangkit terhadap mereka dan Aku akan membinasakan
mereka, tetapi engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang besar.’
(11) Lalu Musa mencoba melunakkan hati TUHAN, Allahnya,
dengan berkata: ‘Mengapakah, TUHAN, murkaMu bangkit
terhadap umatMu, yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir
dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat? (12)
Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia membawa mereka
keluar dengan maksud menimpakan malapetaka kepada mereka
dan membunuh mereka di gunung dan membinasakannya dari
muka bumi? Berbaliklah dari murkaMu yang bernyala-nyala itu
dan menyesallah karena malapetaka yang hendak Kaudatangkan
kepada umatMu. (13) Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel,
hamba-hambaMu itu, sebab kepada mereka Engkau telah
bersumpah demi diriMu sendiri dengan berfirman kepada mereka:
Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan
seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada
keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya.’ (14)
Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang
dirancangkanNya atas umatNya.”.

Catatan: lebih-lebih kalau kita melihat dalam terjemahan


KJV/RSV, dimana untuk kata ‘menyesal’ digunakan kata ‘repent’,
yang sekalipun bisa diartikan ‘menyesal’ tetapi juga bisa diartikan
‘bertobat’, maka ini menjadi makin tidak masuk akal.

Dengan demikian jelaslah bahwa kata-kata ‘Allah menyesal’ dalam


Kitab Suci, tidak menunjukkan bahwa Allah bisa mengubah
rencanaNya!

-o0o-
III. PROVIDENCE BERHUBUNGAN
DENGAN SEGALA SESUATU

xxx
A) Rencana Allah berhubungan dengan segala sesuatu.

Dengan kata lain, Rencana Allah itu mencakup ‘segala sesuatu’


dalam arti kata yang semutlak-mutlaknya.

Dasar dari pandangan ini:

1) Dasar Kitab Suci:

a) Ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa Rencana Allah


mencakup ‘semuanya’.

Maz 139:16 - “... dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari


yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya”.

Dan 5:23 - “Tuanku meninggikan diri terhadap Yang Berkuasa


di sorga: perkakas dari BaitNya dibawa orang kepada tuanku,
lalu tuanku serta para pembesar tuanku, para isteri dan para
gundik tuanku telah minum anggur dari perkakas itu; tuanku
telah memuji-muji dewa-dewa dari perak dan emas, dari
tembaga, besi, kayu dan batu, yang tidak dapat melihat atau
mendengar atau mengetahui, dan tidak tuanku muliakan Allah,
yang menggenggam nafas tuanku dan menentukan SEGALA
jalan tuanku.”.
YYY

b) Ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa Rencana Allah


mencakup hal-hal yang remeh / kecil / tak berarti.

Mat 10:29-30 - “(29) Bukankah burung pipit dijual dua ekor


seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke
bumi di luar kehendak BapaMu. (30) Dan kamu, rambut
kepalamupun terhitung semuanya.”.

Ayat ini menunjukkan dengan jelas bahwa hal yang remeh /


kecil / tidak berarti seperti jatuhnya burung pipit yang tidak
berharga, atau rontoknya rambut kita, hanya bisa terjadi kalau
itu sesuai dengan kehendak / Rencana Allah.

B. B. Warfield: “the minutest occurrences are as directly


controlled by Him as the greatest (Matt. 10:29-30, Luke 12:7).” [=
Peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terkecil dikontrol
secara langsung oleh Dia sama seperti peristiwa-peristiwa /
kejadian-kejadian yang terbesar (Mat 10:29-30, Luk 12:7).] -
‘Biblical and Theological Studies’, hal 296.

Luk 12:6-7 - “(6) Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua
duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun dari padanya yang
dilupakan Allah, (7) bahkan rambut kepalamupun terhitung
semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih
berharga dari pada banyak burung pipit.”.

Calvin: “But anyone who has been taught by Christ’s lips that all
the hairs of his head are numbered (Matt 10:30) will look farther
afield for a cause, and will consider that all events are governed by
God’s secret plan.” [= Tetapi setiap orang yang telah diajar oleh
bibir Kristus bahwa semua rambut kepalanya terhitung
(Mat 10:30) akan melihat lebih jauh untuk suatu penyebab, dan
akan menganggap bahwa semua kejadian / peristiwa diatur oleh
rencana rahasia Allah.] - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book I, Chapter XVI, no 2.
Calvin: “It is childish, as I have already said, to restrict this to
particular acts, since Christ says, without exception, that not even a
tiny and insignificant sparrow falls to the ground without the
Father’s will (Matthew 10:29). Surely if the flight of birds is
governed by God’s definite plan, we must confess with the prophet
that he so dwells on high as to humble himself to behold whatever
happens in heaven and on earth (Psalm 113:5-6).” [= Adalah
kekanak-kanakan, seperti telah saya katakan, untuk membatasi
ini pada tindakan-tindakan khusus, karena Kristus berkata,
tanpa perkecualian, bahwa bahkan seekor burung pipit yang
kecil dan tidak penting tidak jatuh ke tanah tanpa kehendak
Bapa (Mat 10:30). Pasti, jika penerbangan dari burung-burung
diatur / diperintah oleh rencana yang pasti / tertentu dari Allah,
kita harus mengaku bersama sang nabi bahwa Ia tinggal di atas
sedemikian rupa supaya merendahkan diriNya sendiri untuk
memperhatikan apapun yang terjadi di surga dan di bumi (Maz
113:5-6).] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter
XVI, no 5.

Catatan: dari kontext kelihatannya yang Calvin maksud


dengan ‘the prophet’ / ‘sang nabi’ adalah Daud.

Maz 113:5-6 - “(5) Siapakah seperti TUHAN, Allah kita, yang


diam di tempat yang tinggi, (6) yang merendahkan diri untuk
melihat ke langit dan ke bumi?”.

Calvin: “... it is certain that not one drop of rain falls without
God’s sure command.” [= ... adalah pasti bahwa tidak satu titik
hujanpun jatuh tanpa perintah yang pasti dari Allah.] -
‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 5.

Yer 14:22 - “Adakah yang dapat menurunkan hujan di antara


dewa kesia-siaan bangsa-bangsa itu? Atau dapatkah langit
sendiri memberi hujan lebat? Bukankah hanya Engkau saja, ya
TUHAN Allah kami, Pengharapan kami, yang membuat
semuanya itu?”.

Ayub 28:25-26 - “(25) Ketika Ia menetapkan kekuatan angin,


dan mengatur banyaknya air, (26) ketika Ia membuat ketetapan
bagi hujan, dan jalan bagi kilat guruh,”.
Ayub 37:6,10-13 - “(6) karena kepada salju Ia berfirman:
Jatuhlah ke bumi, dan kepada hujan lebat dan hujan deras:
Jadilah deras! ... (10) Oleh nafas Allah terjadilah es, dan
permukaan air yang luas membeku. (11) Awanpun dimuatiNya
dengan air, dan awan memencarkan kilatNya, (12) lalu kilatNya
menyambar-nyambar ke seluruh penjuru menurut pimpinanNya
untuk melakukan di permukaan bumi segala yang
diperintahkanNya. (13) Ia membuatnya mencapai tujuannya,
baik untuk menjadi pentung bagi isi bumiNya maupun untuk
menyatakan kasih setia.”.

Jadi, bukan hanya hujan dan turunnya salju tergantung Tuhan,


tetapi juga apakah hujan itu deras atau tidak, tergantung
kepada Tuhan!

Maz 68:10 - “Hujan yang melimpah Engkau siramkan, ya


Allah; Engkau memulihkan tanah milikMu yang gersang,”.

Maz 147:8 - “Dia, yang menutupi langit dengan awan-awan,


yang menyediakan hujan bagi bumi, yang membuat gunung-
gunung menumbuhkan rumput.”.

Amos 4:7 - “‘Akupun telah menahan hujan dari padamu, ketika


tiga bulan lagi sebelum panen; Aku menurunkan hujan ke atas
kota yang satu dan tidak menurunkan hujan ke atas kota yang
lain; ladang yang satu kehujanan, dan ladang, yang tidak kena
hujan, menjadi kering;”.

Amos 9:5-6 - “(5) Tuhan ALLAH semesta alamlah yang


menyentuh bumi, sehingga bergoyang, dan semua penduduknya
berkabung, dan seluruhnya naik seperti sungai Nil, dan surut
seperti sungai Mesir; (6) yang mendirikan anjungNya di langit
dan mendasarkan kubahNya di atas bumi; yang memanggil air
laut dan mencurahkannya ke atas permukaan bumi - TUHAN
itulah namaNya.”.

Zakh 10:1 - “Mintalah hujan dari pada TUHAN pada akhir


musim semi! Tuhanlah yang membuat awan-awan pembawa
hujan deras, dan hujan lebat akan diberikanNya kepada mereka
dan tumbuh-tumbuhan di padang kepada setiap orang.”.

Dan dalam tafsirannya tentang kata-kata ‘jika Allah


menghendakinya’ dalam Kis 18:21, Calvin berkata: “we do all
confess that we be not able to stir one finger without his direction;”
[= kita semua mengakui bahwa kita tidak bisa menggerakkan
satu jaripun tanpa pimpinan / pengarahanNya;].

Calvin: “A certain man has abundant wine and grain. Since he


cannot enjoy a single morsel of bread apart from God’s continuing
favor, his wine and granaries will not hinder him from praying for
his daily bread.” [= Seorang tertentu mempunyai anggur dan
padi / gandum berlimpah-limpah. Karena ia tidak bisa
menikmati sepotong kecil rotipun terpisah dari kemurahan /
kebaikan hati yang terus menerus dari Allah, anggur dan
lumbung-lumbungnya tidak menghalangi dia untuk berdoa
untuk roti hariannya.] - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book III, Chapter XX, No 7.

Luk 22:60-61 - “(60) Tetapi Petrus berkata: ‘Bukan, aku tidak


tahu apa yang engkau katakan.’ Seketika itu juga, sementara ia
berkata, berkokoklah ayam. (61) Lalu berpalinglah Tuhan
memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah
berkata kepadanya: ‘Sebelum ayam berkokok pada hari ini,
engkau telah tiga kali menyangkal Aku.’”.

Mengomentari Luk 22:60-61 ini, Spurgeon berkata: “God has


all things in his hands, he has servants everywhere, and the cock
shall crow, by the secret movement of his providence, just when
God wills; and there is, perhaps, as much of divine ordination
about the crowing of a cock as about the ascending of an emperor
to his throne. Things are only little and great according to their
bearings; and God reckoned not the crowing bird to be a small
thing, since it was to bring a wanderer back to his Saviour, for, just
as the cock crew, ‘The Lord turned, and looked upon Peter.’ That
was a different look from the one which the girl had given him, but
that look broke his heart.” [= Allah mempunyai / memegang
segala sesuatu di tanganNya, Ia mempunyai pelayan di mana-
mana, dan ayam akan berkokok, oleh gerakan / dorongan
rahasia dari providensiaNya, persis pada saat Allah
menghendakinya; dan di sana mungkin ada pengaturan /
penentuan ilahi yang sama banyaknya tentang berkokoknya
seekor ayam seperti tentang naiknya seorang kaisar ke tahtanya.
Hal-hal hanya kecil dan besar menurut hubungannya / sangkut
pautnya / apa yang diakibatkannya; dan Allah tidak
menganggap berkokoknya burung / ayam sebagai hal yang kecil,
karena itu akan membawa orang yang menyimpang kembali
kepada Juruselamatnya, karena, persis pada saat ayam itu
berkokok, ‘berpalinglah Tuhan memandang Petrus’. Ini adalah
pandangan yang berbeda dengan pandangan yang tadi telah
diberikan seorang perempuan kepadanya (Luk 22:56), tetapi
pandangan itu menghancurkan hatinya.] - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 20.

Kalau saudara merasa heran mengapa hal-hal yang kecil /


remeh itu juga ditetapkan oleh Allah, seakan-akan Allah itu
kekurangan kerjaan (bahasa Jawa: kengangguren), maka
ingatlah bahwa:

1. Kedaulatan yang mutlak dari Allah tidak memungkinkan


adanya hal yang bagaimanapun kecil dan remehnya ada di
luar Rencana Allah dan Providence of God.

2. Semua hal-hal di dunia / alam semesta ini berhubungan


satu dengan yang lain, sehingga hal kecil / remeh bisa
menimbulkan hal yang besar!

2Raja 1:2 - “Pada suatu hari jatuhlah Ahazia dari kisi-kisi


kamar atasnya yang ada di Samaria, lalu menjadi sakit.
Kemudian dikirimnyalah utusan-utusan dengan pesan:
‘Pergilah, mintalah petunjuk kepada Baal-Zebub, allah di
Ekron, apakah aku akan sembuh dari penyakit ini.’”.

Tentang kejatuhan Ahazia dari kisi-kisi kamar atas dalam


2Raja 1:2 ini, Pulpit Commentary memberikan komentar
sebagai berikut: “The fainéant king came to his end in a
manner: 1. Sufficiently simple. Idly lounging at the projecting
lattice window of his palace in Samaria - perhaps leaning
against it, and gazing from his elevating position on the fine
prospect that spreads itself around - his support suddenly gave
way, and he was precipitated to the ground, or courtyard, below.
He is picked up, stunned, but not dead, and carried to his couch.
It is, in common speech, an accident - some trivial neglect of a
fastening - but it terminated this royal career. On such slight
contingencies does human life, the change of rulers, and often
the course of events in history, depend. We cannot sufficiently
ponder that our existence hangs by the finest thread, and that
any trivial cause may at any moment cut it short (Jas. 4:14).
2. Yet providential. God’s providence is to be recognized in the
time and manner of this king’s removal. He had ‘provoked to
anger the Lord God of Israel’ (1Kings 22:53), and God in this
sudden way cut him off. This is the only rational view of the
providence of God, since, as we have seen, it is from the most
trivial events that the greatest results often spring. The whole
can be controlled only by the power that concerns itself with the
details. A remarkable illustration is afforded by the death of
Ahaziah’s own father. Fearing Micaiah’s prophecy, Ahab had
disguised himself on the field of battle, and was not known as
the King of Israel. But he was not, therefore, to escape. A man
in the opposing ranks ‘drew a bow at a venture,’ and the arrow,
winged with a Divine mission, smote the king between the joints
of his armour, and slew him (1Kings 22:34). The same minute
providence which guided that arrow now presided over the
circumstances of Ahaziah’s fall. There is in this doctrine, which
is also Christ’s (Matt. 10:29,30), comfort for the good, and
warning for the wicked. The good man acknowledges, ‘My times
are in thy hand’ (Ps. 31:15), and the wicked man should pause
when he reflects that he cannot take his out of that hand.” [=
Raja yang malas sampai pada akhir hidupnya dengan cara:
1. Cukup sederhana. Duduk secara malas pada kisi-kisi
jendela yang menonjol dari istananya di Samaria - mungkin
bersandar padanya, dan memandang dari posisinya yang
tinggi pada pemandangan yang indah di sekitarnya -
sandarannya tiba-tiba patah, dan ia jatuh ke tanah atau
halaman di bawah. Ia diangkat, pingsan, tetapi tidak mati,
dan dibawa ke dipan / ranjangnya. Dalam pembicaraan
umum itu disebut suatu kecelakaan / kebetulan - suatu
kelalaian yang remeh dalam pemasangan (jendela / kisi-kisi) -
tetapi itu mengakhiri karir kerajaannya. Pada hal-hal
kebetulan / tak tentu yang remeh seperti ini tergantung hidup
manusia, pergantian penguasa / raja, dan seringkali
rangkaian dari peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Kita tidak
bisa terlalu banyak dalam merenungkan bahwa keberadaan
kita tergantung pada benang yang paling tipis, dan bahwa
setiap saat sembarang penyebab yang remeh bisa
memutuskannya (Yak 4:14). 2. Tetapi bersifat providensia.
Providensia ilahi / pelaksanaan rencana Allah harus dikenali
dalam waktu dan cara penyingkiran raja ini. Ia telah
‘menimbulkan kemarahan / sakit hati Tuhan, Allah Israel’
(1Raja 22:54), dan Allah dengan cara mendadak ini
menyingkirkannya. Ini merupakan satu-satunya pandangan
rasionil tentang providensia Allah, karena, seperti telah kita
lihat, adalah dari peristiwa yang paling remehlah sering
muncul akibat yang terbesar. Seluruhnya bisa dikontrol
hanya oleh kuasa yang memperhatikan hal-hal yang kecil.
Suatu ilustrasi yang hebat / luar biasa diberikan oleh
kematian dari ayah Ahazia sendiri. Karena takut pada nubuat
Mikha, Ahab menyamar dalam medan pertempuran, dan
tidak dikenal sebagai raja Israel. Tetapi hal itu tidak
menyebabkannya lolos. Seseorang dari barisan lawan
‘menarik busurnya secara untung-untungan / sembarangan’
dan anak panah itu, terbang dengan misi ilahi, mengenai sang
raja di antara sambungan baju zirahnya, dan membunuhnya
(1Raja 22:34). Providensia yang sama seksamanya, yang
memimpin anak panah itu, sekarang memimpin / menguasai
situasi dan kondisi dari kejatuhan Ahazia. Dalam doktrin /
ajaran ini, yang juga merupakan ajaran Kristus (Mat 10:29-
30), ada penghiburan untuk orang baik / saleh, dan
peringatan untuk orang jahat. Orang baik mengakui: ‘Masa
hidupku ada dalam tanganMu’ (Maz 31:16), dan orang jahat
harus berhenti ketika ia merenungkan bahwa ia tidak bisa
mengambil masa hidupnya dari tangan itu.] - hal 13-14.
Catatan: 1Raja 22:53 dalam Kitab Suci Inggris adalah 1Raja
22:54 dalam Kitab Suci Indonesia.
1Raja 22:34 - “Tetapi seseorang menarik panahnya dan
menembak DENGAN SEMBARANGAN saja dan mengenai
raja Israel DI ANTARA SAMBUNGAN BAJU ZIRAHNYA.
Kemudian ia berkata kepada pengemudi keretanya: ‘Putar!
Bawa aku keluar dari pertempuran, sebab aku sudah luka.’”.

Lalu, dalam tafsiran tentang 2Raja 5, dimana kata-kata yang


sederhana dari seorang gadis Israel ternyata bisa membawa
kesembuhan bagi Naaman dari penyakit kustanya, Pulpit
Commentary mengatakan sebagai berikut: “The dependence
of the great upon the small. The recovery of this warrior resulted
from the word of this captive maid. Some persons admit the
hand of God in what they call great events! But what are the
great events? ‘Great’ and ‘small’ are but relative terms. And
even what we call ‘small’ often sways and shapes the ‘great.’
One spark of fire may burn down all London.” [=
Ketergantungan hal yang besar pada hal yang kecil.
Kesembuhan dari pejuang ini dihasilkan / diakibatkan dari
kata-kata dari pelayan tawanan ini. Sebagian orang mengakui
tangan Allah dalam apa yang mereka sebut peristiwa besar!
Tetapi apakah peristiwa besar itu? ‘Besar’ dan ‘kecil’
hanyalah istilah yang relatif. Dan bahkan apa yang kita sebut
‘kecil’ sering mempengaruhi dan membentuk yang ‘besar’.
Sebuah letikan api bisa membakar seluruh kota London.] -
hal 110.

R. C. Sproul: “For want of a nail the shoe was lost; for want of
the shoe the horse was lost; for want of the horse the rider was
lost; for want of the rider the battle was lost; for want of the
battle the war was lost.” [= Karena kekurangan sebuah paku
maka sebuah sepatu (kuda) hilang; karena kekurangan
sebuah sepatu (kuda) maka seekor kuda hilang; karena
kekurangan seekor kuda maka seorang penunggang kuda
hilang; karena kekurangan seorang penunggang kuda maka
sebuah pertempuran hilang (kalah); karena kekurangan
sebuah pertempuran maka peperangan hilang (kalah).] -
‘Chosen By God’, hal 27.

Jadi, melalui illustrasi ini terlihat dengan jelas bahwa sebuah


paku, yang merupakan hal yang remeh / kecil, ternyata bisa
menimbulkan kekalahan dalam peperangan, yang jelas
merupakan hal yang sangat besar! Karena itu jangan heran
kalau hal-hal yang kecil / remeh juga ditetapkan /
direncanakan oleh Allah.

Illustrasi lain: saya pernah menonton film rekonstruksi suatu


pembunuhan sebagai berikut: seorang pembunuh
melakukan pembunuhan berencana dengan rencana yang
begitu matang sehingga hampir-hampir tidak terbongkar.
Terbongkarnya pembunuhan itu hanya karena ‘suatu
kesalahan remeh’, yaitu dimana setelah membunuh
korbannya, si pembunuh menyisir rambut palsu / wignya di
kamar tempat ia melakukan pembunuhan, dan lalu
meninggalkannya di sana. Ternyata satu helai rambut
palsunya rontok, dan tertinggal di kamar, dan gara-gara satu
helai rambut itu, akhirnya pembunuhannya terungkap, dan
ia tertangkap. Film itu diberi judul ‘Beaten by a Hair’ [=
dikalahkan oleh sehelai rambut]. Saudara masih
menganggap bahwa rontoknya sehelai rambut merupakan
sesuatu yang remeh, dan karena itu tidak mungkin Allah
menentukan hal seperti itu? Ingat bahwa yang remeh bisa
menimbulkan akibat yang besar. Jadi, kalau yang remeh
bisa terjadi di luar kehendak / pengaturan Allah, maka yang
besar juga bisa.
-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 8 November 2017, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (3)

zzz
kata ‘kebetulan’ dalam Alkitab.

c) Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa hal-hal yang


kelihatannya seperti ‘kebetulan’ juga hanya bisa terjadi karena
itu merupakan Rencana Allah. Contoh:

1. Kel 21:13 - “Tetapi jika pembunuhan itu tidak disengaja,


melainkan tangannya ditentukan Allah melakukan itu, maka
Aku akan menunjukkan bagimu suatu tempat, ke mana ia
dapat lari.”.

Kata-kata ‘melainkan tangannya ditentukan Allah melakukan


itu’ sebetulnya merupakan terjemahan yang terlalu keras.

Bandingkan dengan KJV di bawah ini.


KJV: ‘but God deliver him into his hand;’ [= tetapi Allah
menyerahkannya ke dalam tangannya].

Tentang ‘suatu tempat, kemana ia dapat lari’ menunjuk pada


kota-kota perlindungan, yang dibahas dalam text di bawah
ini.
Bil 35:10-11 - “(10) ‘Berbicaralah kepada orang Israel dan
katakanlah kepada mereka: Apabila kamu menyeberangi
sungai Yordan ke tanah Kanaan, (11) maka haruslah kamu
memilih beberapa kota yang menjadi kota-kota perlindungan
bagimu, supaya orang pembunuh yang telah membunuh
seseorang dengan tidak sengaja dapat melarikan diri ke
sana.”.

Yang dimaksud dengan ‘pembunuhan yang tidak disengaja’


itu dijelaskan / diberi contoh dalam:

Ul 19:4-5, yaitu orang yang pada waktu mengayunkan


kapak, lalu mata kapaknya terlepas dan mengenai orang
lain sehingga mati.

Ul 19:4-5 - “(4) Inilah ketentuan mengenai pembunuh yang


melarikan diri ke sana dan boleh tinggal hidup: apabila ia
membunuh sesamanya manusia dengan tidak sengaja dan
dengan tidak membenci dia sebelumnya, (5) misalnya apabila
seseorang pergi ke hutan dengan temannya untuk membelah
kayu, ketika tangannya mengayunkan kapak untuk menebang
pohon kayu, mata kapak terlucut dari gagangnya, lalu
mengenai temannya sehingga mati, maka ia boleh melarikan
diri ke salah satu kota itu dan tinggal hidup.”.

Hal seperti ini kelihatannya ‘kebetulan’, tetapi toh Kel 21:13


itu mengatakan bahwa hal itu bisa terjadi karena ‘tangannya
ditentukan Allah melakukan itu’. Jadi, jelas bahwa hal-hal
yang kelihatannya kebetulan sekalipun, hanya bisa terjadi
kalau itu sesuai kehendak / Rencana Allah.

Matthew Henry (tentang Kel 21:13): “when a man, in doing a


lawful act, without intent of hurt to any, happens to kill another,
or, as it is here described, God delivers him into his hand; for
nothing comes to pass by chance; what seems to us purely
casual is ordered by the divine Providence, for wise and holy
ends secret to us. In this case God provided cities of refuge for
the protection of those whose infelicity it was, but not their fault,
to occasion the death of another, v. 13.” [= pada waktu
seseorang, dalam melakukan suatu tindakan yang benar / sah,
tanpa maksud untuk melukai siapapun, kebetulan membunuh
orang lain, atau, seperti digambarkan di sini, Allah
menyerahkannya ke dalam tangannya; karena tak ada
apapun terjadi oleh kebetulan; apa yang kelihatan bagi kita
sepenuhnya kebetulan / tak direncanakan, diatur oleh
Providensia Ilahi, untuk tujuan-tujuan yang bijaksana dan
kudus, yang dirahasiakan bagi kita. Dalam kasus ini Allah
menyediakan kota-kota perlindungan untuk perlindungan
dari mereka yang nasib buruknya, tetapi bukan kesalahan
mereka, menyebabkan kematian orang lain, ay 13.].

Calvin (tentang Kel 21:13): “it must be remarked, that Moses


declares that accidental homicide, as it is commonly called, does
not happen by chance or accident, but according to the will of
God, as if He himself led out the person, who is killed, to death.
By whatever kind of death, therefore, men are taken away, it is
certain that we live or die only at His pleasure; and surely, if not
even a sparrow can fall to the ground except by His will,
(Matthew 10:29,) it would be very absurd that men created in
His image should be abandoned to the blind impulses of fortune.
Wherefore it must be concluded, as Scripture elsewhere teaches,
that the term of each man’s life is appointed, with which another
passage corresponds, ‘Thou turnest man to destruction, and
sayest, Return, ye children of men.’ (Psalm 90:3.) It is true,
indeed, that whatever has no apparent cause or necessity seems
to us to be fortuitous; and thus, whatever, according to nature,
might happen otherwise we call accidents, (contingentia;) yet in
the meantime it must be remembered, that what might else
incline either way is governed by God’s secret counsel, so that
nothing is done without His arrangement and decree.” [= harus
diperhatikan, bahwa Musa menyatakan bahwa pembunuhan
yang bersifat kebetulan, seperti yang biasanya disebut, tidak
terjadi oleh kebetulan, tetapi sesuai / menurut kehendak
Allah, seakan-akan Ia sendiri membimbing orang, yang
dibunuh / terbunuh, pada kematian. Karena itu, oleh jenis
kematian apapun, orang-orang diambil, adalah pasti bahwa
kita hidup dan mati hanya pada perkenanNya; dan pastilah,
jika bahkan seekor burung pipit tidak bisa jatuh ke tanah
kecuali oleh kehendakNya (Mat 10:29), adalah sangat
menggelikan bahwa manusia yang diciptakan menurut
gambarNya harus ditinggalkan pada perubahan nasib yang
buta. Karena itu haruslah disimpulkan, sebagaimana Kitab
Suci di bagian lain mengajarkan, bahwa masa hidup dari
setiap orang ditetapkan, dengan mana text yang lain sesuai,
"Engkau membelokkan manusia kepada kehancuran /
kebinasaan, dan berkata: ‘Kembalilah, hai anak-anak
manusia!’" (Maz 90:3, KJV). Memang benar bahwa apapun
yang tidak mempunyai penyebab yang jelas atau keharusan,
bagi kita kelihatannya merupakan kebetulan; dan
demikianlah, apapun, menurut alam, bisa terjadi sebagai apa
yang kita sebut kebetulan, tetapi pada saat yang sama harus
diingat, bahwa apa yang bisa menyimpangkan ke arah
manapun, diperintah oleh rencana rahasia Allah, sehingga tak
ada apapun yang terjadi tanpa pengaturan dan
ketetapanNya.] - hal 37.

Maz 90:3 - “Engkau mengembalikan manusia kepada debu,


dan berkata: ‘Kembalilah, hai anak-anak manusia!’”.

2. 1Sam 6:7-12 - “(7) Oleh sebab itu ambillah dan siapkanlah


sebuah kereta baru dengan dua ekor lembu yang menyusui,
yang belum pernah kena kuk, pasanglah kedua lembu itu
pada kereta, tetapi bawalah anak-anaknya kembali ke rumah,
supaya jangan mengikutinya lagi. (8) Kemudian ambillah
tabut TUHAN, muatkanlah itu ke atas kereta dan letakkanlah
benda-benda emas, yang harus kamu bayar kepadaNya
sebagai tebusan salah, ke dalam suatu peti di sisinya. Dan
biarkanlah tabut itu pergi. (9) Perhatikanlah: apabila tabut
itu mengambil jalan ke daerahnya, ke Bet-Semes, maka
Dialah itu yang telah mendatangkan malapetaka yang hebat
ini kepada kita. Dan jika tidak, maka kita mengetahui, bahwa
bukanlah tanganNya yang telah menimpa kita; KEBETULAN
saja hal itu terjadi kepada kita.’ (10) Demikianlah diperbuat
orang-orang itu. Mereka mengambil dua ekor lembu yang
menyusui, dipasangnya pada kereta, tetapi anak-anaknya
ditahan di rumah. (11) Mereka meletakkan tabut TUHAN ke
atas kereta, juga peti berisi tikus-tikus emas dan gambar
benjol-benjol mereka. (12) Lembu-lembu itu langsung
mengikuti jalan yang ke Bet-Semes; melalui satu jalan raya,
sambil menguak dengan tidak menyimpang ke kanan atau ke
kiri, sedang raja-raja kota orang Filistin itu berjalan di
belakangnya sampai ke daerah Bet-Semes.”.

Orang Filistin yang merampas tabut Tuhan dihajar oleh


Tuhan dengan bermacam-macam bencana, dan mereka
ingin tahu apakah wabah / bencana yang menimpa mereka
(1Sam 5) berasal dari Tuhan atau hanya kebetulan saja.
Dan untuk mengetahui hal itu mereka melakukan percobaan
dengan menggunakan lembu-lembu yang menarik kereta
yang membawa tabut itu. Hasil dari percobaan itu adalah
jelas. Itu bukan kebetulan, tetapi Tuhanlah yang melakukan
semua itu.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang 1Sam 6:9): “Their


frequent lowings attested their ardent longing for their young,
and at the same time the supernatural influence that controlled
their movements in a contrary direction.” [= Lenguhan /
kuakan mereka yang sering, menunjukkan kerinduan mereka
yang berkobar-kobar untuk anak-anak mereka, dan pada saat
yang sama pengaruh supranatural yang mengontrol gerakan-
gerakan mereka ke arah yang berlawanan.].

Barnes’ Notes (tentang 1Sam 6:12): “Nature would obviously


dispose the cows to go toward their calves; their going in an
opposite direction was therefore plainly a divine impulse
overruling their natural inclination.” [= Alam dengan jelas
akan mengatur lembu-lembu itu untuk pergi menuju anak-
anak mereka; karena itu kepergian mereka ke arah yang
berlawanan secara jelas merupakan suatu dorongan ilahi
yang mengalahkan kecondongan alamiah mereka.].

Matthew Henry (tentang 1Sam 6:9-dst): “God’s providence is


conversant about the motions even of brute-creatures, and
serves its own purposes by them.” [= Providensia Allah
berhubungan dekat / mempunyai perhatian / minat tentang
gerakan-gerakan bahkan dari makhluk-makhluk tak berakal,
dan melayani / mempersiapkan tujuan-tujuan / rencana-
rencanaNya sendiri oleh mereka.].

Pulpit Commentary: “It was contrary to their nature, as


ordinarily exercised, to go from home. It was not contrary to the
nature of things for them to do the will of their Maker. 1. It is a
reality in every case of animal life that God’s will is done. All
creatures are ‘HIS.’ He formed their powers and gave them
tendencies. Therefore every creature, in following its ordinary
course, is actually carrying out a Divine intent. ... 2. There are
other instances of special control. Balaam’s ass was used to
reprove the prophet. The lions were restrained from touching
Daniel.” [= Merupakan sesuatu yang bertentangan dengan
sifat alamiah mereka, sebagaimana biasanya dilakukan, untuk
pergi dari rumah. Bukanlah sesuatu yang bertentangan
dengan sifat alamiah dari hal-hal bagi mereka untuk
melakukan kehendak dari sang Pencipta mereka. 1.
Merupakan suatu kenyataan dalam setiap kasus dari
kehidupan binatang bahwa kehendak Allah terjadi. Semua
makhluk adalah milikNya. Ia membentuk kekuatan mereka
dan memberikan mereka kecondongan. Karena itu, setiap
makhluk, dalam mengikuti jalannya yang biasa, sebetulnya
sedang mengikuti / mentaati suatu maksud Ilahi. ... 2. Ada
contoh-contoh lain tentang kontrol yang khusus. Keledai
Bileam digunakan untuk mencela sang nabi. Singa-singa
dikekang sehingga tidak menyentuh Daniel.] - hal 115.

3. 1Raja 22:34 - “Tetapi seseorang menarik panahnya dan


menembak dengan sembarangan saja dan mengenai raja
Israel di antara sambungan baju zirahnya. Kemudian ia
berkata kepada pengemudi keretanya: ‘Putar! Bawa aku
keluar dari pertempuran, sebab aku sudah luka.’”.
Kitab Suci Indonesia: ‘menembak dengan sembarangan’.
KJV/RSV: ‘drew a bow at a venture’ [= menarik busurnya
secara untung-untungan].
NIV/NASB: ‘drew his bow at random’ [= menarik busurnya
secara sembarangan].

Pulpit Commentary (tentang 1Raja 22:34): “An unknown,


unconscious archer. The arrow that pierced Ahab’s corselet was
shot ‘in simplicity,’ without deliberate aim, with no thought of
striking the king. It was an unseen Hand that guided that
chance shaft to its destination. It was truly ‘the arrow of the
Lord’s vengeance.’” [= Seorang pemanah yang tak dikenal,
dan yang tak menyadari tindakannya. Panah yang menusuk
pakaian perang Ahab ditembakkan ‘dalam kesederhanaan’,
tanpa tujuan yang disengaja, dan tanpa pikiran untuk
menyerang sang raja. Adalah ‘Tangan yang tak kelihatan’
yang memimpin ‘panah kebetulan’ itu pada tujuannya. Itu
betul-betul merupakan ‘panah pembalasan Tuhan’.] - hal
545.

Pulpit Commentary (tentang 1Raja 22:34): “how useless are


disguises when the providence of Omniscience is concerned!
Ahab might hide himself from the Syrians, but he could not hide
himself from God. Neither could he hide himself from angels
and devils, who are instruments of Divine Providence, ever
influencing men, and even natural laws, or forces of nature.” [=
betapa tidak bergunanya penyamaran pada waktu
providensia dari Yang Mahatahu yang dipersoalkan! Ahab
bisa menyembunyikan dirinya dari orang Aram, tetapi ia
tidak bisa menyembunyikan dirinya dari Allah. Ia juga tidak
bisa menyembunyikan dirinya dari malaikat dan setan, yang
merupakan alat-alat dari Providensia Ilahi, yang selalu
mempengaruhi manusia, dan bahkan hukum-hukum alam,
atau kuasa / kekuatan alam.] - hal 552.

Pulpit Commentary (tentang 1Raja 22:34): “The chance shot.


The success of Ahab’s device only served to make the blow come
more plainly from the hand of God. Benhadad’s purpose could
be baffled, but not His. There is no escape from God.” [=
Tembakan kebetulan. Sukses dari muslihat Ahab hanya
berfungsi untuk membuat kelihatan dengan lebih jelas bahwa
serangan itu datang dari tangan Allah. Tujuan / rencana
Benhadad bisa digagalkan / dihalangi, tetapi tidak tujuan /
rencanaNya. Tidak ada jalan untuk lolos dari Allah.] - hal
557.

Matthew Henry (tentang 1Raja 22:34): “The Syrian that shot


him little thought of doing such a piece of service to God and his
king; for he drew a bow at a venture, not aiming particularly at
any man, yet God so directed the arrow that, 1. He hit the right
person, the man that was marked for destruction, whom, if they
had taken alive, as was designed, perhaps Ben-hadad would
have spared. Those cannot escape with life whom God hath
doomed to death. 2. He hit him in the right place, between the
joints of the harness, the only place about him where this arrow
of death could find entrance. No armour is of proof against the
darts of divine vengeance. ... That which to us seems altogether
casual is done by the determinate counsel and fore-knowledge of
God.” [= Orang Aram yang memanahnya tak memikirkan
tentang melakukan suatu potongan seperti itu untuk melayani
Allah dan rajanya; karena ia menarik busurnya secara
untung-untungan, tidak membidik secara khusus pada orang
manapun, tetapi Allah begitu mengarahkan anak panah itu,
sehingga, 1. Ia mengenai orang yang tepat, orang yang
ditandai untuk kehancuran / kebinasaan, yang, seandainya
mereka menangkapnya hidup-hidup, sebagaimana
dirancangkan, mungkin akan dibiarkan hidup oleh Benhadad.
Mereka tidak bisa lolos dengan nyawanya yang Allah telah
tentukan pada kematian. 2. Ia mengenainya di tempat yang
tepat, di antara sambungan baju zirahnya, satu-satunya
tempat padanya dimana anak panah kematian ini bisa
menemukan jalan masuk. Tak ada perlengkapan perang
merupakan perlindungan terhadap anak-anak panah dari
pembalasan ilahi. ... Apa yang bagi kita kelihatan sepenuhnya
kebetulan dilakukan oleh rencana tertentu dan pra
pengetahuan Allah.].

Jadi, ini lagi-lagi menunjukkan bahwa tidak ada ‘kebetulan’.


Semua yang kelihatannya merupakan kebetulan, diatur oleh
Allah.

4. Amsal 16:33 - “Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap


keputusannya berasal dari pada TUHAN.”.

Tidak ada yang kelihatan lebih bersifat kebetulan dari pada


undi yang dibuang di pangkuan, tetapi toh ayat ini
mengatakan bahwa setiap keputusannya berasal dari
Tuhan.

Matthew Henry (tentang Amsal 16:33): “The divine


Providence orders and directs those things which to us are
perfectly casual and fortuitous. Nothing comes to pass by
chance, nor is an event determined by a blind fortune, but every
thing by the will and counsel of God.” [= Providensia ilahi
mengatur dan mengarahkan hal-hal itu, yang bagi kita
sepenuhnya adalah sembarangan dan kebetulan. Tidak ada
yang terjadi karena kebetulan, juga tidak ada peristiwa yang
ditentukan oleh nasib / takdir yang buta, tetapi segala sesuatu
terjadi / ditentukan oleh kehendak dan rencana Allah.].

Barnes’ Notes (tentang Amsal 16:33): “Where everything


seemed the merest chance, there the faithful Israelite teacher
recognized the guidance of a higher will. Compare the case of
Achan (Josh 7:18), and of Jonathan (1 Sam 14:37-42). The
process here described would seem to have been employed
ordinarily in trials where the judges could not decide on the
facts before them (compare Prov 18:18).” [= Dimana segala
sesuatu kelihatannya semata-mata kebetulan, di sana guru
Israel yang setia mengenali bimbingan dari suatu kehendak
yang lebih tinggi. Bandingkan kasus dari Akhan (Yos 7:18),
dan dari Yonatan (1Sam 14:37-42). Proses yang digambarkan
di sini kelihatannya telah digunakan secara umum dalam
pengadilan-pengadilan dimana hakim-hakim tidak bisa
memutuskan tentang fakta-fakta di hadapan mereka
(bandingkan Amsal 18:18).].

Yos 7:16-18 - “(16) Keesokan harinya bangunlah Yosua pagi-


pagi, lalu menyuruh orang Israel tampil ke muka suku demi
suku, maka didapatilah suku Yehuda. (17) Ketika disuruhnya
tampil ke muka kaum-kaum Yehuda, maka didapatinya kaum
Zerah. Ketika disuruhnya tampil ke muka kaum Zerah,
seorang demi seorang, maka didapatilah Zabdi. (18) Ketika
disuruhnya keluarga orang itu tampil ke muka, seorang demi
seorang, maka didapatilah Akhan bin Karmi bin Zabdi bin
Zerah, dari suku Yehuda.”.
Catatan: sekalipun tak dinyatakan caranya tetapi besar
kemungkinan mereka menggunakan pengundian.

1Sam 14:40-42 - “(40) Kemudian berkatalah ia kepada


seluruh orang Israel: ‘Kamu berdiri di sebelah yang satu dan
aku serta anakku Yonatan akan berdiri di sebelah yang lain.’
Lalu jawab rakyat kepada Saul: ‘Perbuatlah apa yang
kaupandang baik.’ (41) Lalu berkatalah Saul: ‘Ya, TUHAN,
Allah Israel, mengapa Engkau tidak menjawab hambaMu
pada hari ini? Jika kesalahan itu ada padaku atau pada
anakku Yonatan, ya TUHAN, Allah Israel, tunjukkanlah
kiranya Urim; tetapi jika kesalahan itu ada pada umatMu
Israel, tunjukkanlah Tumim.’ Lalu didapati Yonatan dan
Saul, tetapi rakyat itu terluput. (42) Kata Saul: ‘Buanglah
undi antara aku dan anakku Yonatan.’ Lalu didapati
Yonatan.”.

Amsal 18:18 - “Undian mengakhiri pertengkaran, dan


menyelesaikan persoalan antara orang-orang berkuasa.”.

Catatan: ini tidak berarti bahwa pada jaman sekarang kita


boleh mencari kehendak Tuhan dengan cara ini. Pada
jaman sekarang, dimana kita sudah mempunyai Kitab Suci
yang lengkap, maka kita harus mencari kehendak Tuhan
melalui Kitab Suci / Firman Tuhan.

5. Rut 2:3 - “Pergilah ia, lalu sampai di ladang dan memungut


jelai di belakang penyabit-penyabit; kebetulan ia berada di
tanah milik Boas, yang berasal dari kaum Elimelekh.”.
Ay 3 (KJV): ‘and HER HAP was to light on a part of the field
belonging unto Boaz’ [= dan nasib baiknya / kemujurannya
adalah hinggap pada suatu bagian dari ladang milik Boas].
Catatan: kata bahasa Inggris ‘hap’ bisa berarti ‘chance’ [=
kebetulan], ‘fortune’ [= nasib baik], ‘luck’ [= nasib baik /
kemujuran].

Kalau ditinjau dari sudut manusia, maka munculnya titik


terang dalam kehidupan Rut itu, terjadi secara ‘kebetulan’!
Boas bisa bertemu Rut, karena KEBETULAN ia berada di
tanah milik Boas (ay 3), dan pada hari Rut mulai memungut
jelai itu KEBETULAN Boas juga datang ke sana (ay 4). Lalu
Boas senang / tertarik kepada Rut, karena KEBETULAN Rut
cantik / sexy, dan KEBETULAN Rut mempunyai sifat-sifat
yang baik, dan KEBETULAN Rut cocok dengan selera
Boas. Tetapi kalau ditinjau dari sudut Allah, maka tidak ada
kebetulan!

Semua ayat Alkitab yang menggunakan kata ‘kebetulan’


adalah ayat-ayat yang menyoroti dari sudut pandang
manusia. Dalam arti sebenarnya, tidak ada kebetulan!

Dari sejak semula, Allah sudah menentukan /


merencanakan semuanya dan Allah lalu mengatur segala
sesuatu sehingga semua terjadi sesuai dengan Rencana
Allah yang kekal!

Boas pasti mempunyai wanita idaman, tetapi hati Boas ada


di tangan Tuhan, dan Tuhan bisa mengalirkan kemana saja
Tuhan kehendaki, sehingga keputusan Tuhanlah yang
terjadi.

Rut mungkin memikir-mikir ke ladang mana ia akan pergi,


sehingga kelihatannya ia sampai ke ladang Boas hanya
secara kebetulan (ay 3), tetapi sebetulnya Tuhanlah yang
menentukan arah langkahnya.

Maz 37:23 - “TUHAN menetapkan langkah-langkah orang


yang hidupnya berkenan kepadaNya;”.

Amsal 16:9 - “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya,


tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.”.
Amsal 19:21 - “Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi
keputusan Tuhanlah yang terlaksana.”.

Amsal 21:1- “Hati raja seperti batang air di dalam tangan


TUHAN, dialirkanNya ke mana Ia ingini.”.

Yer 10:23 - “Aku tahu, ya TUHAN, bahwa manusia tidak


berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang
berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya.”.

Matthew Henry (tentang Rut 2:3): “She knew not whose field
it was, nor had she any reason for going to that more than any
other, and therefore it is said to be ‘her hap;’ but Providence
directed her steps to this field. Note, God wisely orders small
events; and those that seem altogether contingent serve his own
glory and the good of his people. Many a great affair is brought
about by a little turn, which seemed fortuitous to us, but was
directed by Providence with design.” [= Ia tidak tahu itu ladang
siapa, juga ia tidak mempunyai alasan apapun untuk pergi ke
ladang itu dari pada ke ladang yang lain, dan karena itu
dikatakan bahwa itu adalah ‘nasib baiknya / kemujurannya’;
tetapi Providensia mengarahkan langkah-langkahnya ke
ladang ini. Perhatikan, Allah dengan bijaksana mengatur /
menentukan peristiwa-peristiwa yang kecil; dan hal-hal yang
kelihatannya sepenuhnya kebetulan melayani kemuliaanNya
sendiri dan kebaikan dari umatNya. Banyak peristiwa-
peristiwa yang besar dihasilkan / ditimbulkan oleh suatu
perubahan yang kecil, yang kelihatannya kebetulan bagi kita,
tetapi diarahkan oleh Providensia dengan rancangan /
tujuan.].

The Bible Exposition Commentary (tentang Rut 2:3): “By the


providence of God, Ruth gleaned in the portion of the field that
belonged to Boaz. The record says Ruth ‘happened’ to come to
this portion of the field, but it was no accident. Her steps were
guided by the Lord.” [= Oleh providensia Allah, Rut
memungut di bagian dari ladang milik Boas. Catatannya
mengatakan Rut ‘kebetulan’ datang ke bagian ladang ini,
tetapi itu bukan suatu kebetulan. Langkah-langkahnya
dipimpin oleh Tuhan.].

Pulpit Commentary (tentang Rut 2:3): “Though it seemed of


little consequence in which field Ruth gleaned, ‘her hap was to
light on a part of the field belonging to Boaz,’ and from this fact
sprang results of the greatest importance. ‘Her hap’ determined
her marriage, her wealth, her happiness and that of her mother-
in-law, her union with Israel, her motherhood, her position as
an ancestress of David and of Christ. In such seemingly
insignificant causes originate the most momentous issues. Thus
oftentimes it comes to pass that family relationships are formed,
a professional career is determined; nay, religious decision may
be brought about, life-work for Christ may be appointed, eternal
destiny is affected.” [= Sekalipun kelihatannya tidak terlalu
berpengaruh di ladang mana Rut memungut jelai, ‘kebetulan
ia berada di tanah milik Boas’, dan dari fakta ini muncul
akibat-akibat yang terpenting. ‘Nasib baiknya /
kemujurannya’ menentukan pernikahannya, kekayaannya,
kebahagiaannya dan kebahagiaan mertua perempuannya,
persatuannya dengan Israel, ke-ibu-annya, posisinya sebagai
seorang nenek moyang dari Daud dan dari Kristus. Dalam
penyebab-penyebab yang kelihatannya begitu tidak penting
muncul persoalan-persoalan / hasil-hasil yang paling penting.
Demikianlah seringkali terjadi bahwa hubungan keluarga
dibentuk, karir profesional ditentukan; tidak, keputusan
agamawi bisa dihasilkan / ditimbulkan, pekerjaan seumur
hidup untuk Kristus bisa ditetapkan, tujuan kekal
dipengaruhi.] - hal 34.

Charles Haddon Spurgeon memberikan renungan tentang


Rut 2:3, dimana ia berkata sebagai berikut:

“Her hap was. Yes, it seemed nothing but an accidental


happenstance, but how divinely was it planned! Ruth had gone
forth with her mother’s blessing under the care of her mother’s
God to humble but honorable toil, and the providence of God
was guiding her every step. Little did she know that amid the
sheaves she would find a husband, that he would make her the
joint owner of all those broad acres, and that she, a poor
foreigner, would become one of the progenitors of the great
Messiah. ... Chance is banished from the faith of Christians, for
they see the hand of God in everything. The trivial events of
today or tomorrow may involve consequences of the highest
importance.” [= ‘Kebetulan ia berada’. Ya, itu kelihatannya
bukan lain dari pada suatu kejadian yang bersifat kebetulan,
tetapi hal itu direncanakan secara ilahi! Rut telah pergi
dengan berkat dari ibunya di bawah perhatian dari Allah
ibunya kepada pekerjaan yang rendah tetapi terhormat, dan
providensia Allah membimbing setiap langkahnya. Sedikitpun
ia tidak menyangka bahwa di antara berkas-berkas jelai itu ia
akan menemukan seorang suami, bahwa ia akan membuatnya
menjadi pemilik dari seluruh tanah yang luas itu, dan bahwa
ia, seorang asing yang miskin, akan menjadi salah seorang
nenek moyang dari Mesias yang agung. ... Kebetulan dibuang
dari iman orang-orang Kristen, karena mereka melihat
bahwa tangan Allah ada dalam segala sesuatu. Peristiwa-
peristiwa remeh dari hari ini atau besok bisa melibatkan
konsekwensi-konsekwensi yang paling penting.] - ‘Morning
and Evening’, October 25, evening.

6. 2Raja 9:21 - “Sesudah itu berkatalah Yoram: ‘Pasanglah


kereta!’, lalu orang memasang keretanya. Maka keluarlah
Yoram, raja Israel, dan Ahazia, raja Yehuda, masing-masing
naik keretanya; mereka keluar menemui Yehu, lalu
menjumpai dia di kebun Nabot, orang Yizreel itu.”.

Pulpit Commentary: “Humanly speaking, this was


accidental. ... Had the king started a little sooner, or had Jehu
made less haste, the meeting would have taken place further
from the town, and outside the ‘portion of Naboth.’ But Divine
providence so ordered matters that vengeance for the sin of
Ahab was exacted upon the very scene of his guilt, and a
prophecy made, probably by Elisha, years previously, and
treasured up in the memory of Jehu (ver. 26), was fulfilled to the
letter.” [= Berbicara secara manusia, ini merupakan suatu
kebetulan. ... Seandainya sang raja berangkat sedikit lebih
awal, atau seandainya Yehu mengurangi sedikit saja
ketergesa-gesaannya, maka pertemuan itu akan terjadi lebih
jauh dari kota, dan di luar ‘kebun dari Nabot’. Tetapi
Providensia Ilahi mengatur hal-hal sedemikian rupa sehingga
pembalasan untuk dosa Ahab ditetapkan pada tempat yang
persis sama dengan tempat dari kesalahannya, dan suatu
nubuat dibuat, mungkin oleh Elisa, bertahun-tahun
sebelumnya, dan disimpan dalam ingatan Yehu (ay 26),
digenapi sampai hal yang terkecil / secara persis.] - hal 192.

Semua ini menunjukkan bahwa dalam membuat RencanaNya,


Allah bukan hanya merencanakan / menetapkan garis besarnya
saja, tetapi lengkap dengan semua detail-detailnya, sampai hal-hal
yang sekecil-kecilnya.
Loraine Boettner: “The Pelagian denies that God has a plan; the
Arminian says that God has a general plan but not a specific plan;
but the Calvinist says that God has a specific plan which embraces all
events in all ages.” [= Orang yang menganut Pelagianisme
menyangkal bahwa Allah mempunyai rencana; orang Arminian
berkata bahwa Allah mempunyai rencana yang umum tetapi bukan
rencana yang spesifik; tetapi orang Calvinist mengatakan bahwa
Allah mempunyai rencana yang spesifik yang mencakup semua
peristiwa / kejadian dalam semua jaman.] - ‘The Reformed
Doctrine of Predestination’, hal 22-23.

B. B. Warfield:
 “Throughout the Old Testament, behind the processes of nature,
the march of history and the fortunes of each individual life alike,
there is steadily kept in view the governing hand of God working
out His preconceived plan - a plan broad enough to embrace the
whole universe of things, minute enough to concern itself with the
smallest details, and actualizing itself with inevitable certainty in
every event that comes to pass.” [= Sepanjang Perjanjian Lama,
dibalik proses alam, gerakan dari sejarah dan nasib dari setiap
kehidupan, terus menerus ditunjukkan tangan pemerintahan
Allah yang melaksanakan rencana yang sudah direncanakanNya
lebih dulu - suatu rencana yang cukup luas untuk mencakup
seluruh alam semesta, cukup kecil / seksama untuk
memperhatikan detail-detail yang terkecil, dan mewujudkan
dirinya sendiri dengan kepastian yang tidak dapat dihindarkan /
dielakkan dalam setiap peristiwa / kejadian yang terjadi.] -
‘Biblical and Theological Studies’, hal 276.
 “But, in the infinite wisdom of the Lord of all the earth, each event
falls with exact precision into its proper place in the unfolding of
His eternal plan; nothing, however small, however strange, occurs
without His ordering, or without its peculiar fitness for its place in
the working out of His purpose; and the end of all shall be the
manifestation of His glory, and the accumulation of His praise.” [=
Tetapi, dalam hikmat yang tidak terbatas dari Tuhan seluruh
bumi, setiap peristiwa / kejadian jatuh dengan ketepatan yang
tepat pada tempatnya dalam pembukaan dari rencana
kekalNya; tidak ada sesuatupun, betapapun kecilnya, betapapun
anehnya, terjadi tanpa pengaturan / perintahNya, atau tanpa
kecocokannya yang khusus untuk tempatnya dalam pelaksanaan
RencanaNya; dan akhir dari semua adalah akan diwujudkannya
kemuliaanNya, dan pengumpulan pujian bagiNya.] - ‘Biblical
and Theological Studies’, hal 285.

Charles Hodge: “As God works on a definite plan in the external


world, it is fair to infer that the same is true in reference to the moral
and spiritual world. To the eye of an uneducated man the heavens are
a chaos of stars. The astronomer sees order and system in this
confusion; all those bright and distant luminaries have their
appointed places and fixed orbits; all are so arranged that no one
interferes with any other, but each is directed according to one
comprehensive and magnificent conception.” [= Sebagaimana Allah
mengerjakan rencana tertentu dalam dunia lahiriah / jasmani,
adalah wajar untuk mengambil kesimpulan bahwa hal itu juga
benar berkenaan dengan dunia moral dan rohani. Bagi mata
seorang yang tidak berpendidikan langit merupakan bintang-
bintang yang kacau. Ahli perbintangan / ilmu falak melihat
keteraturan dan sistim dalam kekacauan ini; semua benda-benda
bersinar yang terang dan jauh itu mempunyai tempat dan orbit
tetap yang ditetapkan; semua begitu diatur sehingga tidak satupun
mengganggu yang lain, tetapi masing-masing diarahkan menurut
suatu konsep yang luas dan besar / indah.] - ‘Systematic
Theology’, vol II hal 313.

Saya berpendapat bagian yang saya garis-bawahi tersebut


merupakan hal yang perlu dicamkan. Analoginya dalam
dunia theologia adalah: bagi orang yang tidak mengerti
theologia, semua merupakan kekacauan, atau semua terjadi
begitu saja, atau secara kebetulan. Tetapi bagi mata seorang
ahli theologia, segala sesuatu ditetapkan dan diatur oleh
Allah.

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 15 November 2017, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (4)

XXX

2) Kemahatahuan Allah.
Bahwa Rencana Allah berhubungan dengan segala sesuatu, atau
bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu, juga bisa terlihat
dari kemaha-tahuan Allah.

a) Kemahatahuan Allah menunjukkan bahwa Ia menentukan


segala sesuatu.

Penjelasan:

1. Bayangkan suatu saat (minus tak terhingga) dimana alam


semesta, malaikat, manusia, dsb belum diciptakan. Yang
ada hanyalah Allah sendiri. Ini adalah sesuatu yang
alkitabiah, karena Alkitab jelas mengajarkan bahwa Allah
adalah Pencipta segala sesuatu (Kej 1 Yoh 1:1-3). Jadi,
pasti ada suatu saat dimana belum ada apapun / siapapun
kecuali Allah sendiri. Semua manusia yang waras harus
menyetujui hal ini.

2. Pada saat itu, karena Allah itu maha tahu (1Sam 2:3), maka
Ia sudah mengetahui segala sesuatu (dalam arti kata yang
mutlak, tanpa perkecualian apapun) YANG AKAN TERJADI,
termasuk semua dosa. Semua manusia yang waras harus
menyetujui hal ini.
3. Segala sesuatu yang Allah ketahui akan terjadi itu, pasti
terjadi persis seperti yang Ia ketahui. Semua manusia yang
waras harus menyetujui hal ini.

4. Dengan kata lain, pada minus tak terhingga itu segala


sesuatu itu sudah TERTENTU pada saat itu (perhatikan:
saya belum menggunakan kata ‘ditentukan’, tetapi
‘tertentu’). Semua manusia yang waras harus menyetujui hal
ini.

5. Kalau pada minus tak terhingga itu segala sesuatu yang


akan terjadi sudah TERTENTU, pasti ada yang
MENENTUKAN segala sesuatu itu (karena tidak mungkin
hal-hal itu menentukan dirinya sendiri). Karena pada saat itu
hanya ada Allah sendiri, maka jelas bahwa Ialah yang
menentukan semua itu.

Siapapun yang tak menyetujui point ini harus memberikan


jawaban alternatif terhadap pertanyaan ini: BAGAIMANA
MUNGKIN PADA MINUS TAK TERHINGGA SEGALA
SESUATU SUDAH TERTENTU?

JANGAN LARI DARI PERTANYAAN INI, JANGAN


BERBELOK KEMANAPUN. JAWAB PERTANYAAN INI!

Kalau ia tidak bisa memberi jawaban alternatif, maka ia


harus menerima jawaban saya: ‘Segala sesuatu sudah
tertentu pada minus tak terhingga, KARENA ALLAH
MENENTUKANNYA!’.

Loraine Boettner:
 “This fixity or certainty could have had its ground in nothing
outside of the divine Mind, for in eternity nothing else existed.”
[= Ketertentuan atau kepastian ini tidak bisa mempunyai
dasar pada apapun di luar Pikiran ilahi, karena dalam
kekekalan tidak ada apapun yang lain yang ada.] - ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 45.
 “Yet unless Arminianism denies the foreknowledge of God, it
stands defenseless before the logical consistency of Calvinism;
for foreknowledge implies certainty and certainty implies
foreordination.” [= Kecuali Arminianisme menyangkal /
menolak pengetahuan lebih dulu dari Allah, ia tidak
mempunyai pertahanan di depan kekonsistenan yang logis
dari Calvinisme; karena pengetahuan lebih dulu secara tidak
langsung menunjuk pada kepastian, dan kepastian secara
tidak langsung menunjuk pada penetapan lebih dulu.] - ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44.
 “The Arminian objection against foreordination bears with
equal force against the foreknowledge of God. What God
foreknows must, in the very nature of the case, be as fixed and
certain as what is foreordained; and if one is inconsistent with
the free agency of man, the other is also. Foreordination renders
the events certain, while foreknowledge presupposes that they
are certain.” [= Keberatan Arminian terhadap penentuan
lebih dulu mengandung / menghasilkan kekuatan yang sama
terhadap pengetahuan lebih dulu dari Allah. Apa yang Allah
ketahui lebih dulu pastilah sama tertentunya dan pastinya
seperti apa yang ditentukan lebih dulu; dan jika yang satu
tidak konsisten dengan kebebasan manusia, yang lain juga
demikian. Penentuan lebih dulu membuat peristiwa-peristiwa
pasti / tertentu, sedangkan pengetahuan lebih dulu
mensyaratkan bahwa mereka itu pasti / tertentu.] - ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 42.

Kutipan terakhir dari Loraine Boettner ini menghancurkan


pandangan Arminian tentang free will / kehendak bebas.
Kalau mereka tetap mau mempercayai free will / kehendak
bebas sebagaimana mereka mendefinisikannya, bahwa
pada setiap detik orang bisa memilih untuk melakukan A
atau B atau C dst, maka mereka harus menyangkal
kemaha-tahuan dari Allah! Apa yang Allah tahu akan terjadi,
itulah yang akan mereka lakukan.
b) Dalam persoalan ini perlu saudara ketahui bahwa penentuan
itu terjadi bukan karena Allah sudah tahu.

Sekarang mari kita memperhatikan ayat ini.


Ro 8:29 - “Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula,
mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa
dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi
yang sulung di antara banyak saudara.”.
Roma 8:29 (NIV): ‘For those God foreknew, He also
predestined ...’ [= Karena mereka yang Allah ketahui lebih
dulu, juga Ia tentukan ...].

Ayat ini sering dipakai oleh orang Arminian sebagai dasar


untuk mengatakan bahwa Allah menentukan karena Dia sudah
tahu bahwa hal itu akan terjadi. Jadi, Allah menentukan
supaya si A menjadi orang beriman, karena Ia tahu bahwa
orang itu akan menjadi orang beriman. Allah menentukan si B
menjadi orang saleh, karena Ia tahu si B akan mentaati Dia,
dsb.

Ada beberapa hal yang perlu disoroti dari penafsiran Arminian


tentang Ro 8:29 ini:

1. ‘Menentukan karena sudah tahu’ tidak bisa disebut sebagai


‘menentukan’, karena kalau Allah sudah tahu bahwa suatu
hal akan terjadi, maka hal itu pasti akan terjadi. Lalu apa
gunanya ditentukan lagi?

2. Kalau kita menafsirkan Ro 8:29 sebagai ‘menentukan


karena sudah tahu’, maka ini akan bertentangan dengan Ef
1:4,5,11.

Ef 1:4-5,11 - “(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita


sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat
di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita
dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya,
sesuai dengan kerelaan kehendakNya, ... (11) Aku katakan ‘di
dalam Kristus’, karena di dalam Dialah kami mendapat
bagian yang dijanjikan - kami yang dari semula ditentukan
untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang
di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan
kehendakNya -”.

a. Ef 1:4 mengatakan bahwa kita dipilih supaya menjadi


kudus / tak bercacat. Jadi, pemilihan itulah yang
menyebabkan kita menjadi kudus / tak bercacat. Jadi,
dalam pemikiran Allah, pemilihan itu yang ada dulu, dan
tujuannya adalah supaya kita menjadi kudus dan tidak
bercacat.
Sedangkan kalau diambil penafsiran Arminian tadi, maka
‘kudus / tak bercacat’ inilah yang ada dulu dalam
pemikiran Allah, dan sebagai akibatnya maka kita dipilih.
Ini jelas terbalik!

b. Ef 1:5b,11b menunjukkan bahwa kita dipilih sesuai


dengan kerelaan kehendak Allah (dalam bahasa Jawa /
pasaran mungkin bisa dikatakan ‘saksirnya Allah’). Jadi
jelas bahwa pemilihan itu dilakukan oleh Allah bukan
karena Ia melihat akan adanya sesuatu yang baik dalam
diri kita!

3. Tentang istilah ‘foreknew’ [= ketahui lebih dulu], perlu


diperhatikan baik-baik bahwa Ro 8:29 itu tidak mengatakan
bahwa ‘Allah tahu lebih dulu tentang iman / perbuatan baik
mereka’.

A. H. Strong: “The Arminian interpretation of ‘whom he


foreknew’ (Rom 8:29) would require the phrase ‘as conformed
to the image of His Son’ to be conjoined with it. Paul, however,
makes conformity to Christ to be the result, not the foreseen
condition, of God’s foreordination” [= Penafsiran Arminian
tentang ‘siapa yang diketahuiNya lebih dulu’ (Ro 8:29)
mengharuskan kata-kata ‘untuk menjadi serupa dengan
gambaran AnakNya’ dihubungkan dengannya. Tetapi Paulus
membuat keserupaan dengan Kristus sebagai hasil, dan bukan
sebagai syarat yang dilihat lebih dulu, dari penetapan Allah] -
‘Systematic Theology’, hal 781.

Saya sangat setuju dengan kata-kata A. H. Strong ini!


Orang-orang Arminian membaca / menafsirkan Ro 8:29-30
ini seakan-akan ayat itu berbunyi sebagai berikut:

“Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu akan menjadi


serupa dengan gambaran AnakNya, lalu dipredestinasikanNya,
supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara.
Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya;
mereka yang dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka
yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya”.

Bandingkan dengan bunyi Ro 8:29-30 yang asli


(diterjemahkan dari NIV): “(29) Karena mereka yang
diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk
menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia
menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan
mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya;
mereka yang dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka
yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya.”.

Supaya lebih jelas, saya ambil masing-masing sebagian


saja:

Arminian: “Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu


akan menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, lalu
dipredestinasikanNya,”.

NIV: “Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga


dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan
gambaran AnakNya,”.

Loraine Boettner: “Notice especially that Rom. 8:29 does not


say that they were foreknown as doers of good works, but that
they were foreknown as individuals to whom God would extend
the grace of election.” [= Perhatikan khususnya bahwa
Ro 8:29 tidak berkata bahwa mereka diketahui lebih dulu
sebagai pembuat kebaikan, tetapi bahwa mereka diketahui
lebih dulu sebagai individu-individu kepada siapa Allah
memberikan kasih karunia pemilihan.] - ‘The Reformed
Doctrine of Predestination’, hal 100.

John Murray (NICNT): “It should be observed that the text says
‘whom he foreknew’; ‘whom’ is the object of the verb and there
is no qualifying addition.” [= Harus diperhatikan bahwa text
itu mengatakan ‘yang Ia ketahui lebih dulu’; ‘yang’ adalah
obyek dari kata kerja dan di sana tidak ada tambahan
persyaratan.] - ‘Romans’, hal 316.
Charles Haddon Spurgeon: “it is further asserted that the Lord
foreknew who would exercise repentance, who would believe in
Jesus, and who would persevere in a consistent life to the end.
This is readily granted, but a reader must wear very powerful
magnifying spectacles before he will be able to discover that
sense in the text. Upon looking carefully at my Bible again I do
not perceive such statement. Where are those words which you
have added, ‘Whom he did foreknew to repent, to believe, and to
persevere in grace’? I do not find them either in the English
version or in the Greek original. If I could so read them the
passage would certainly be very easy, and would very greatly
alter my doctrinal views; but, as I do not find those words there,
begging your pardon, I do not believe in them. However wise
and advisable a human interpolation may be, it has no authority
with us; we bow to holy Scripture, but not to glosses which
theologians may choose to put upon it. No hint is given in the
text of foreseen virtue any more than of foreseen sin, and,
therefore, we are driven to find another meaning for the word.”
[= Selanjutnya ditegaskan / dinyatakan bahwa Tuhan
mengetahui lebih dulu siapa yang akan bertobat, siapa yang
akan percaya kepada Yesus, dan siapa yang akan bertekun
dalam hidup yang konsisten sampai akhir. Ini dengan mudah
diterima, tetapi seorang pembaca harus memakai kaca mata
pembesar yang sangat kuat sebelum ia bisa menemukan arti
itu dalam text itu. Melihat dalam Alkitab saya dengan teliti
sekali lagi, saya tidak mendapatkan arti seperti itu. Dimana
kata-kata yang kamu tambahkan itu ‘Yang diketahuiNya
lebih dulu akan bertobat, percaya, dan bertekun dalam kasih
karunia’? Saya tidak menemukan kata-kata itu baik dalam
versi Inggris atau dalam bahasa Yunani orisinilnya. Jika saya
bisa membaca seperti itu, text itu pasti akan menjadi sangat
mudah, dan akan sangat mengubah pandangan doktrinal
saya; tetapi, karena saya tidak menemukan kata-kata itu di
sana, maaf, saya tidak percaya padanya. Bagaimanapun
bijaksana dan baiknya penyisipan / penambahan manusia, itu
tidak mempunyai otoritas bagi kami; kami membungkuk /
menghormat pada Kitab Suci, tetapi tidak pada komentar /
keterangan yang dipilih oleh ahli-ahli theologia untuk
diletakkan padanya. Tidak ada petunjuk yang diberikan
dalam text itu tentang kebaikan atau dosa yang dilihat lebih
dulu, dan karena itu, kami didorong untuk mencari /
mendapatkan arti yang lain untuk kata itu.] - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 22.
4. Disamping itu, penafsiran Arminian ini menafsirkan kata
‘foreknew’ [= mengetahui lebih dulu] sekedar sebagai suatu
pengetahuan intelektual. Tetapi saya percaya bahwa
penafsiran seperti itu adalah salah. Untuk itu mari kita
melihat penjelasan di bawah ini:

a. Pembahasan kata ‘know’ [= tahu / kenal] dalam Kitab


Suci.

(1)Dalam Perjanjian Lama.


Kata ‘know’ [= tahu] dalam bahasa Ibrani adalah
YADA. Sekalipun YADA memang bisa diartikan
sebagai ‘tahu secara intelektual’ tetapi seringkali kata
YADA tidak bisa diartikan demikian. Saya akan
memberikan beberapa contoh dimana kata YADA tidak
bisa diartikan sekedar sebagai ‘tahu secara intelektual’:

(a)Kej 4:1 (KJV/Lit): ‘And Adam knew Eve his wife, and
she conceived,’ [= Dan Adam tahu / kenal Hawa
istrinya, dan ia mengandung,].

Di sini jelas bahwa YADA tidak mungkin diartikan


‘tahu secara intelektual’! Tidak mungkin Adam hanya
mengetahui Hawa secara intelektual, dan hal itu
menyebabkan Hawa lalu mengandung! Jelas bahwa
YADA / ‘to know’ di sini tidak sekedar berarti ‘tahu’,
tetapi ada kasih / hubungan intim di dalamnya.

Karena itu kalau Ro 8:29 mengatakan Allah tahu /


kenal, lalu menentukan, maksudnya adalah Allah
mengasihi, lalu menentukan. Jadi penekanannya
adalah: penentuan itu didasarkan atas kasih. Bdk.
Ef 1:5 - ‘Dalam kasih Allah telah memilih kita ...’.
Catatan: tafsiran ini saya ambil dari buku tafsiran
kitab Roma oleh John Murray (NICNT).

(b)Dalam Kej 18:19, kata YADA ini diterjemahkan


‘memilih’ oleh Kitab Suci Indonesia.

Kej 18:19 - “Sebab Aku telah memilih dia, supaya


diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada
keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang
ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran
dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada
Abraham apa yang dijanjikanNya kepadanya.’”.

RSV, NIV, NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci


Indonesia! ASV/KJV/NKJV tetap menterjemahkan
‘know’, tetapi kalimatnya jadi aneh.

Kej 18:19 (KJV): ‘For I know him, that he will


command his children and his household after him,
and they shall keep the way of the LORD, to do
justice and judgment; that the LORD may bring upon
Abraham that which he hath spoken of him.’ [=
Karena Aku mengetahui / mengenalnya, bahwa ia
akan memerintahkan anak-anaknya dan seisi
rumahnya / keturunannya, dan mereka akan hidup
menurut jalan TUHAN, melakukan keadilan dan
penghakiman; supaya TUHAN memenuhi kepada
Abraham apa yang dikatakanNya kepadanya.].

(c)Dalam Amos 3:2, kata YADA diterjemahkan ‘kenal’


oleh Kitab Suci Indonesia.

Amos 3:2 - “Hanya kamu yang Kukenal dari segala


kaum di muka bumi, sebab itu Aku akan menghukum
kamu karena segala kesalahanmu.”.

KJV/ASV/RSV tetap menterjemahkan ‘know’, tetapi


NIV/NASB menterjemahkan ‘choose’ [= memilih].

Tentang kata YADA dalam Amos 3:2 ini B. B.


Warfield berkata: “what is thrown prominently forward
is clearly the elective love which has singled Israel out
for special care.” [= apa yang ditonjolkan ke depan
secara menyolok jelas adalah kasih yang memilih
yang telah memilih / mengkhususkan Israel untuk
perhatian yang istimewa.] - ‘Biblical and Theological
Studies’, hal 288.

Loraine Boettner: “The word ‘know’ is sometimes used


in a sense other than that of having merely an
intellectual perception of the thing mentioned. It
occasionally means that the persons so ‘known’ are the
special and peculiar objects of God’s favor, as when it
was said of the Jews, ‘You only have I known of all the
families of the earth,’ Amos 3:2.” [= Kata ‘tahu’
kadang-kadang digunakan bukan dalam arti sekedar
pengetahuan intelektual tentang hal yang disebutkan.
Kadang-kadang kata ini berarti bahwa orang yang
‘diketahui’ merupakan obyek istimewa dan khusus
dari kemurahan / kebaikan hati Allah, seperti pada
waktu dikatakan tentang orang-orang Yahudi:
‘Hanya kamu yang Kukenal / Kuketahui dari segala
kaum di muka bumi’, Amos 3:2.] - ‘The Reformed
Doctrine of Predestination’, hal 100.

(d)Kel 2:25 - diterjemahkan ‘memperhatikan’.


Kel 2:25 - “Maka Allah melihat orang Israel itu, dan
Allah memperhatikan mereka.”.

(e)Maz 1:6 - diterjemahkan ‘mengenal’.


Maz 1:6 - “sebab TUHAN mengenal jalan orang
benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan.”.

(f)Maz 101:4 - diterjemahkan ‘tahu’.


Maz 101:4 - “Hati yang bengkok akan menjauh dari
padaku, kejahatan aku tidak mau tahu.”.

(g)Nahum 1:7 - diterjemahkan ‘mengenal’.


Nahum 1:7 - “TUHAN itu baik; Ia adalah tempat
pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal
orang-orang yang berlindung kepadaNya”.

Dalam semua ayat-ayat di atas ini kata YADA tidak


mungkin diartikan sebagai sekedar tahu secara
intelektual.

(2)Dalam Perjanjian Baru.


Kata ‘know’ [= tahu] dalam bahasa Yunani adalah
GINOSKO, dan digunakan dalam ayat-ayat di bawah
ini:

(a)Mat 7:23 - “Pada waktu itulah Aku akan berterus


terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah
mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu
sekalian pembuat kejahatan!’”.
(b)Yoh 10:14,27 - “(14) Akulah gembala yang baik dan
Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-
dombaKu mengenal Aku. ... (27) Domba-dombaKu
mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka
dan mereka mengikut Aku,”.

(c)1Kor 8:3 - “Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia


dikenal oleh Allah.”.

(d)Gal 4:9 - “Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal


Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah,
bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh
dunia yang lemah dan miskin dan mau mulai
memperhambakan diri lagi kepadanya?”.

(e)2Tim 2:19a - “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu


teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa
kepunyaanNya’”.

Dalam semua ayat-ayat ini kata GINOSKO itu tidak


mungkin diartikan sekedar ‘mengetahui secara
intelektual’.

b. Pembahasan kata ‘foreknow’ [= mengetahui lebih dulu] /


‘foreknowledge’ [= pengetahuan lebih dulu].

Ayat-ayat yang mengandung kata-kata foreknowledge,


foreknew, dsb:

(1)Kis 2:23a - “Dia yang diserahkan Allah menurut


maksud dan rencanaNya,”.
NASB: ‘this Man, delivered up by the predetermined plan
and foreknowledge of God,’ [= Orang ini, diserahkan oleh
rencana yang ditentukan lebih dulu dan pengetahuan
lebih dulu dari Allah,].

Jelas bahwa ‘foreknowledge’ [= pengetahuan lebih


dulu] di sini tidak sekedar berarti pengetahuan
intelektual, karena Allah menyerahkan Anak Manusia
untuk mewujudkan ‘foreknowledge’ itu. Karena itu tidak
heran Kitab Suci Indonesia menterjemahkan seperti itu.
(2)Ro 11:2a - “Allah tidak menolak umatNya yang
dipilihNya.”.
NASB: ‘God has not rejected His people whom He
foreknew.’ [= Allah tidak menolak umatNya yang
diketahuiNya lebih dulu.].

Ini lagi-lagi menunjukkan secara jelas bahwa ‘foreknew’


tidak bisa diartikan ‘mengetahui lebih dulu secara
intelektual’.

Loraine Boettner menghubungkan Ro 8:29 dengan Ro


11:2a ini dengan berkata: “Those in Romans 8:29 are
foreknown in the sense that they are fore-appointed to be
the special objects of His favor. This is shown more plainly
in Rom. 11:2-5, where we read, ‘God did not cast off His
people whom He foreknew.’” [= Mereka dalam Ro 8:29
diketahui lebih dulu dalam arti bahwa mereka
ditetapkan lebih dulu untuk menjadi obyek khusus
kemurahan hatiNya. Ini ditunjukkan lebih jelas dalam
Ro 11:2-5, dimana kita membaca: ‘Allah tidak menolak /
membuang umatNya yang dipilihNya / diketahuiNya
lebih dulu’.] - ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 100.

(3)1Pet 1:2a - “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai


dengan rencana Allah, Bapa kita,”.
NASB: ‘who are chosen according to the foreknowledge of
God the Father,’ [= yang dipilih sesuai dengan
pengetahuan lebih dulu dari Allah Bapa,].

(4)1Pet 1:20 - “Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan,


tetapi karena kamu baru menyatakan diriNya pada
zaman akhir.”.
NASB: ‘For He was foreknown before the foundation of
the world, but has appeared in these last times for the sake
of you’ [= Karena Ia diketahui lebih dulu sebelum
penciptaan dunia, tetapi menampakkan diri pada jaman
akhir karena kamu].

Melihat ayat-ayat di atas ini, saya berpendapat bahwa


bukan tanpa alasan Kitab Suci Indonesia tidak pernah
mau menterjemahkan ‘tahu lebih dulu’ atau ‘pengetahuan
lebih dulu’, tetapi menterjemahkan dengan kata ‘pilih’ atau
‘rencana’. Karena itu, sekalipun Ro 8:29 versi Kitab Suci
Indonesia itu memang bukan terjemahan yang hurufiah,
tetapi saya berpendapat bahwa dalam hal ini Kitab Suci
Indonesia memberikan arti yang benar!

Barnes’ Notes (tentang Kis 2:23): “‘Foreknowledge.’ This


word denotes ‘the seeing beforehand of an event yet to take
place.’ It implies: 1. Omniscience; and, 2. That the event is
fixed and certain. To foresee a contingent event, that is, to
foresee that an event will take place when it may or may not
take place, is an absurdity. Foreknowledge, therefore, implies
that for some reason the event will certainly take place. What
that reason is, the word itself does not determine. As,
however, God is represented in the Scriptures as purposing or
determining future events; as they could not be foreseen by
him unless he had so determined, so the word sometimes is
used in the sense of determining beforehand, or as
synonymous with decreeing, Rom. 8:29; 11:2. In this place
the word is used to denote that the delivering up of Jesus was
something more than a bare or naked decree. It implies that
God did it according to his foresight of what would be the best
time, place, and manner of its being done. It was not the
result merely of will; it was will directed by a wise
foreknowledge of what would be best. And this is the case
with all the decrees of God.” [= ‘Pengetahuan lebih dulu’.
Kata ini menunjukkan ‘melihat suatu peristiwa sebelum
peristiwa itu terjadi’. Ini secara implicit menunjukkan: 1.
Kemahatahuan; dan, 2. Bahwa peristiwa itu tertentu dan
pasti. Melihat lebih dulu suatu peristiwa yang bisa terjadi
bisa tidak, berarti melihat lebih dulu bahwa suatu peristiwa
akan terjadi, pada saat itu bisa terjadi atau bisa tidak
terjadi, merupakan sesuatu yang menggelikan. Karena itu,
pengetahuan lebih dulu, menunjukkan secara implicit
untuk alasan tertentu peristiwa itu pasti akan terjadi.
Tetapi karena Allah digambarkan dalam Kitab Suci
sebagai merencanakan atau menentukan peristiwa-
peristiwa yang akan datang; karena hal-hal itu tidak bisa
dilihat lebih dulu olehNya kecuali Ia lebih dulu
menentukannya demikian, maka kata itu kadang-kadang
digunakan dalam arti ‘menentukan lebih dulu’, atau
sinonim dengan ‘menetapkan’, Ro 8:29; 11:2. Di tempat ini
kata itu digunakan untuk menunjukkan bahwa penyerahan
Yesus merupakan sesuatu yang lebih dari pada sekedar
suatu ketetapan semata-mata atau biasa. Ini secara implicit
menunjukkan bahwa Allah melakukannya sesuai dengan
penglihatan lebih duluNya tentang apa yang akan
merupakan saat, tempat dan cara yang terbaik, tentang
pelaksanaan hal itu. Itu bukan semata-mata akibat / hasil
dari kehendak; itu merupakan kehendak yang diarahkan
oleh suatu pengetahuan lebih dulu yang bijaksana tentang
apa yang terbaik. Dan ini adalah kasus dari semua
ketetapan-ketetapan Allah.].

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 29 November 2017, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (5)


5. Agustinus dan pra-pengetahuan / foreknowledge.

John Calvin: “But Ambrose, Origen, and Jerome held that God
distributed his grace among men according as he foresaw that
each would use it well. Besides, Augustine was of this opinion
for a time, but after he had gained a better knowledge of
Scripture, he not only retracted it as patently false, but stoutly
refuted it.” [= Tetapi Ambrose, Origen, dan Jerome
menegaskan bahwa Allah membagikan kasih karuniaNya di
antara manusia menurut apa yang Ia lihat lebih dulu bahwa
masing-masing akan menggunakannya dengan baik. Juga,
Agustinus tadinya mempunyai pandangan ini untuk suatu
waktu, tetapi setelah ia mendapatkan pengetahuan yang lebih
baik dari Kitab Suci, ia bukan hanya menariknya kembali
sebagai salah secara terbuka / jelas, tetapi menyangkalnya
dengan kuat.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III,
Chapter 22, No 3.
Catatan: lihat Augustine, Retractations I. 23.2-4 (MPL 32.
62, f.); Exposition of Romans lv, lx (MPL 35. 2076, 2078).

Betul-betul salut bahwa orang sebesar Agustinus tidak malu


untuk menarik kembali ajarannya yang salah, dan
memperbaikinya!

c) Hubungan yang benar tentang kemahatahuan Allah dan


penetapan Allah.
Penafsiran Arminian mengatakan bahwa Allah menetapkan
karena Ia telah lebih dulu mengetahui bahwa hal itu akan
terjadi, dan saya telah menunjukkan kesalahan pandangan ini.
Sekarang saya ingin menunjukkan bahwa pandangan
Reformed adalah sebaliknya, yaitu: Allah menetapkan, dan
karena itu Ia mengetahui.

SESUATU YANG BELUM DITETAPKAN, TIDAK BISA


DIKETAHUI, BAHKAN OLEH ALLAH!

Kata-kata yang saya beri warna biru dari komentar Barnes


tentang Kis 2:23 di atas, sebetulnya sudah menunjukkan hal
itu. Untuk jelasnya, saya ulang kata-kata Barnes itu di bawah
ini.

Barnes’ Notes (tentang Kis 2:23): “To foresee a contingent event,


that is, to foresee that an event will take place when it may or may
not take place, is an absurdity.” [= Melihat lebih dulu suatu
peristiwa yang bisa terjadi bisa tidak, berarti melihat lebih dulu
bahwa suatu peristiwa akan terjadi, pada saat itu bisa terjadi
atau bisa tidak terjadi, merupakan sesuatu yang menggelikan.].

Atau bisa diganti dengan kalimat seperti ini:

Mengetahui lebih dulu dengan pasti, apa yang bisa terjadi dan
bisa tidak terjadi, atau, mengetahui lebih dulu secara pasti apa
yang tidak pasti, merupakan sesuatu yang menggelikan!

Saya memberi contoh tentang kejatuhan Adam. Kalau itu tidak


/ belum ditentukan, maka Adam bisa jatuh, atau, tidak jatuh. Ini
tidak / belum pasti, BAHKAN DARI SUDUT PANDANG
ALLAH. Sekarang pertanyaannya, bisakah Allah mengetahui
lebih dulu, DENGAN PASTI, APA YANG TIDAK PASTI INI?

Kalau saudara mengatakan Allah tahu dengan pasti, maka itu


berarti hal itu sudah tertentu, dan kalau tertentu, pasti
ditentukan. Dan kalau ditentukan, pasti Allah yang
menentukan. Maka ini akan bertentangan dengan premise /
anggapan di atas tadi (yang mengatakan bahwa hal itu belum /
tidak ditentukan).

Jadi, pertanyaan tadi harus dijawab: TIDAK, Allahpun tak bisa


tahu Adam akan jatuh atau tidak, kalau hal itu belum
ditentukan, dan masih merupakan sesuatu yang tidak pasti.
Sekarang saya akan menambahkan komentar-komentar para
ahli theologia Reformed berkenaan dengan hal itu.

Louis Berkhof: “A distinction is made between the ‘necessary’ and


‘free’ knowledge of God. The former is the knowledge which God
has of Himself and of all things possible, a knowledge resting on
the consciousness of His omnipotence. It is called ‘necessary
knowledge’, because it is not determined by an action of the divine
will. ... ‘The free knowledge of God’ is the knowledge which He
has of all things ACTUAL, that is, of things that existed in the past,
that exists in the present, or that will exist in the future. It is
founded on God’s infinite knowledge of His own all-
comprehensive and unchangeable eternal purpose, and is called
‘free knowledge’, because it is determined by a concurrent act of
the will.” [= Suatu pembedaan dibuat antara pengetahuan yang
‘perlu / harus’ dan ‘bebas’ dari Allah. Yang pertama adalah
pengetahuan yang dimiliki Allah tentang DiriNya sendiri dan
tentang segala sesuatu yang mungkin akan terjadi, suatu
pengetahuan yang didasarkan pada kesadaran akan kemaha-
kuasaanNya. Itu disebut ‘pengetahuan yang perlu / harus’,
karena itu tidak ditentukan oleh suatu tindakan dari kehendak
ilahi. ... ‘Pengetahuan yang bebas dari Allah’ adalah
pengetahuan yang Ia miliki tentang segala sesuatu YANG
SUNGGUH-SUNGGUH / NYATA, yaitu tentang hal-hal yang
ada pada masa lalu, yang ada pada masa ini, dan yang akan ada
pada masa yang akan datang. Ini didasarkan pada pengetahuan
yang tak terbatas dari Allah tentang rencana kekalNya yang tak
berubah dan mencakup segala sesuatu, dan disebut
‘pengetahuan bebas’, karena itu ditentukan oleh suatu tindakan
yang sesuai dari kehendak.] - ‘Systematic Theology’, hal 66-67.

Contoh tentang pengetahuan yang pertama: Allah menyadari


kemahakuasaanNya, sehingga Ia tahu bahwa Ia mampu
menciptakan 10 alam semesta, membuat 10 Adam dan 10
Hawa, menciptakan manusia yang tidak bisa jatuh ke dalam
dosa, dsb, kalau Ia mau.

Tetapi, sekarang ini yang kita bicarakan adalah pengetahuan


yang kedua.

Louis Berkhof: “Actions that are in no way determined by God,


directly or indirectly, but are wholly dependent on the arbitrary will
of man, can hardly be the object of divine foreknowledge.” [=
Tindakan-tindakan yang tidak ditentukan oleh Allah dengan
cara apapun, secara langsung atau tidak langsung, tetapi
sepenuhnya tergantung pada kehendak manusia yang mutlak,
tidak mungkin bisa merupakan obyek dari pra-pengetahuan
ilahi.] - ‘Systematic Theology’, hal 68.

Catatan: kata ‘hardly’ di sini tidak boleh diterjemahkan ‘hampir


tidak’ seperti biasanya, tetapi harus diterjemahkan
‘improbable’ [= ‘tidak mungkin’] atau ‘not at all’ [= ‘sama sekali
tidak’]. Arti seperti ini memang diberikan dalam Webster’s
New World Dictionary (College Edition).

Loraine Boettner: “Foreordination in general cannot rest on


foreknowledge; for only that which is certain can be foreknown,
and only that which is predetermined can be certain.” [= Secara
umum, penentuan lebih dulu tidak bisa didasarkan pada
pengetahuan lebih dulu; karena hanya apa yang tertentu yang
bisa diketahui lebih dulu, dan hanya apa yang ditentukan lebih
dulu yang bisa tertentu.] - ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 99.

William G. T. Shedd: “The Divine decree is the necessary


condition of the Divine foreknowledge. If God does not first decide
what shall come to pass, he cannot know what will come to pass.
An event must be made certain, before it can be known as a certain
event. ... So long as anything remains undecreed, it is contingent
and fortuitous. It may or may not happen. In this state of things,
there cannot be knowledge of any kind.” [= Ketetapan Ilahi
adalah syarat yang perlu dari pengetahuan lebih dulu dari Allah.
Jika Allah tidak lebih dulu menentukan apa yang akan terjadi,
Ia tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi. Suatu
peristiwa / kejadian harus dipastikan, sebelum peristiwa itu bisa
diketahui sebagai peristiwa yang tertentu. ... Selama sesuatu
tidak ditetapkan, maka sesuatu itu bersifat tidak pasti /
memungkinkan (contingent) dan bersifat kebetulan (fortuitous).
Itu bisa terjadi atau tidak terjadi. Dalam keadaan demikian,
tidak bisa ada pengetahuan apapun tentang hal itu.] - ‘Shedd’s
Dogmatic Theology’, vol I, hal 396-397.

B. B. Warfield: “... God foreknows only because He has pre-


determined, and it is therefore also that He brings it to pass; His
foreknowledge, in other words, is at bottom a knowledge of His
own will,” [= ... Allah mengetahui lebih dulu hanya karena Ia
telah menentukan lebih dulu, dan karena itu Ia juga
menyebabkannya terjadi; dengan kata lain, pengetahuan lebih
dulu ini pada hakekatnya adalah pengetahuan tentang
kehendakNya sendiri,] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal
281.

John Owen: “Out of this large and boundless territory of things


possible, God by his decree freely determineth what shall come to
pass, and makes them future which before were but possible. After
this decree, as they commonly speak, followeth, or together with it,
as others more exactly, taketh place, that prescience of God which
they call ‘visionis,’ ‘of vision,’ whereby he infallibly seeth all
things in their proper causes, and how and when they shall some to
pass.” [= Dari daerah yang besar dan tak terbatas dari hal-hal
yang mungkin terjadi ini, Allah dengan ketetapanNya secara
bebas menentukan apa yang akan terjadi, dan membuat mereka
yang tadinya ‘mungkin terjadi’ menjadi ‘akan datang’. Setelah
ketetapan ini, seperti yang pada umumnya mereka katakan,
berikutnya, atau bersama-sama dengan ketetapan itu, seperti
orang lain katakan dengan lebih tepat, terjadilah ‘pengetahuan
lebih dulu’ dari Allah yang mereka sebut VISIONIS, ‘dari
penglihatan’, dengan mana Ia, secara tidak mungkin salah,
melihat segala sesuatu dalam penyebabnya yang tepat, dan
bagaimana dan kapan mereka akan terjadi.] - ‘The Works of
John Owen’, vol 10, hal 23.

Louis Berkhof: “It is perfectly evident that Scripture teaches the


divine foreknowledge of contingent events, 1Sam 23:10-13; 2Kings
13:19; Ps. 81:14,15; Isa. 42:9; 48:18; Jer. 2:2,3; 38:17-20; Ezek.
3:6; Matt. 11:21.” [= Adalah sangat jelas bahwa Kitab Suci
mengajarkan pra-pengetahuan ilahi tentang peristiwa-peristiwa
yang tidak pasti / memungkinkan (contingent), 1Sam 23:10-13;
2Raja 13:19; Maz 81:15,16; Yes 42:9; 48:18; Yer 2:2,3; 38:17-20;
Yeh 3:6; Mat 11:21.] - ‘Systematic Theology’, hal 67.

1Sam 23:10-13 - “(10) Berkatalah Daud: ‘TUHAN, Allah Israel,


hambaMu ini telah mendengar kabar pasti, bahwa Saul
berikhtiar untuk datang ke Kehila dan memusnahkan kota ini
oleh karena aku. (11) Akan diserahkan oleh warga-warga kota
Kehila itukah aku ke dalam tangannya? Akan datangkah Saul
seperti yang telah didengar oleh hambaMu ini? TUHAN, Allah
Israel, beritahukanlah kiranya kepada hambaMu ini.’ Jawab
TUHAN: ‘Ia akan datang.’ (12) Kemudian bertanyalah Daud:
‘Akan diserahkan oleh warga-warga kota Kehila itukah aku
dengan orang-orangku ke dalam tangan Saul?’ Firman TUHAN:
‘Akan mereka serahkan.’ (13) Lalu bersiaplah Daud dan orang-
orangnya, kira-kira enam ratus orang banyaknya, mereka
keluar dari Kehila dan pergi ke mana saja mereka dapat pergi.
Apabila kepada Saul diberitahukan, bahwa Daud telah
meluputkan diri dari Kehila, maka tidak jadilah ia maju
berperang.”.

2Raja 13:19 - “Tetapi gusarlah abdi Allah itu kepadanya serta


berkata: ‘Seharusnya engkau memukul lima atau enam kali!
Dengan berbuat demikian engkau akan memukul Aram sampai
habis lenyap. Tetapi sekarang, hanya tiga kali saja engkau akan
memukul Aram.’”.

Maz 81:12-16 - “(12) Tetapi umatKu tidak mendengarkan


suaraKu, dan Israel tidak suka kepadaKu. (13) Sebab itu Aku
membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka
berjalan mengikuti rencananya sendiri! (14) Sekiranya umatKu
mendengarkan Aku! Sekiranya Israel hidup menurut jalan yang
Kutunjukkan! (15) Seketika itu juga musuh mereka Aku
tundukkan, dan terhadap para lawan mereka Aku balikkan
tanganKu. (16) Orang-orang yang membenci TUHAN akan
tunduk menjilat kepadaNya, dan itulah nasib mereka untuk
selama-lamanya.”.

Yes 42:9 - “Nubuat-nubuat yang dahulu sekarang sudah


menjadi kenyataan, hal-hal yang baru hendak Kuberitahukan.
Sebelum hal-hal itu muncul, Aku mengabarkannya
kepadamu.’”.

Yes 48:18 - “Sekiranya engkau memperhatikan perintah-


perintahKu, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang
tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah
seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti.”.

Yer 2:2-3 - “(2) ‘Pergilah memberitahukan kepada penduduk


Yerusalem dengan mengatakan: Beginilah firman TUHAN: Aku
teringat kepada kasihmu pada masa mudamu, kepada cintamu
pada waktu engkau menjadi pengantin, bagaimana engkau
mengikuti Aku di padang gurun, di negeri yang tiada
tetaburannya. (3) Ketika itu Israel kudus bagi TUHAN, sebagai
buah bungaran dari hasil tanahNya. Semua orang yang
memakannya menjadi bersalah, malapetaka menimpa mereka,
demikianlah firman TUHAN.”.
Catatan: saya tak mengerti mengapa ayat ini digunakan di sini
karena kelihatannya tidak ada hubungannya dengan hal yang
sedang dibahas. Apakah ay 3b itu hanya pengandaian /
ancaman, tetapi tak pernah betul-betul terjadi?

Yer 38:17-20 - “(17) Sesudah itu berkatalah Yeremia kepada


Zedekia: ‘Beginilah firman TUHAN, Allah semesta alam, Allah
Israel: Jika engkau keluar menyerahkan diri kepada para
perwira raja Babel, maka nyawamu akan terpelihara, dan kota
ini tidak akan dihanguskan dengan api; engkau dengan
keluargamu akan hidup. (18) Tetapi jika engkau tidak
menyerahkan diri kepada para perwira raja Babel, maka kota
ini akan diserahkan ke dalam tangan orang-orang Kasdim yang
akan menghanguskannya dengan api; dan engkau sendiri tidak
akan luput dari tangan mereka.’ (19) Kemudian berkatalah raja
Zedekia kepada Yeremia: ‘Aku takut kepada orang-orang
Yehuda yang menyeberang kepada orang Kasdim itu; nanti aku
diserahkan ke dalam tangan mereka, sehingga mereka
mempermainkan aku.’ (20) Yeremia menjawab: ‘Hal itu tidak
akan terjadi! Dengarkanlah suara TUHAN dalam hal apa yang
kukatakan kepadamu, maka keadaanmu akan baik dan
nyawamu akan terpelihara.”.

Yeh 3:6 - “bukan kepada banyak bangsa-bangsa yang


berbahasa asing dan yang berat lidah, yang engkau tidak
mengerti bahasanya. Sekiranya aku mengutus engkau kepada
bangsa yang demikian, mereka akan mendengarkan engkau.”.

Mat 11:21 - “‘Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau


Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-
mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama
mereka bertobat dan berkabung.”.

Kata-kata Louis Berkhof ini membingungkan bagi saya, karena


bertentangan dengan kata-kata para ahli theologia Reformed
yang lain, yang mengatakan bahwa Allahpun tidak mungkin
bisa tahu tentang peristiwa-peristiwa yang tidak pasti. Bahkan
kata-kata Louis Berkhof di sini bertentangan dengan kata-kata
Louis Berkhof sendiri selanjutnya, dimana ia berkata sebagai
berikut:
Louis Berkhof: “His foreknowledge of future things and also of
contingent events rests on His decree.” [= Pengetahuan lebih
duluNya tentang hal-hal yang akan datang dan juga tentang
peristiwa-peristiwa yang tidak pasti / memungkinkan
(contingent) bersandar pada ketetapan-ketetapanNya.] -
‘Systematic Theology’, hal 67,68.

Louis Berkhof: “Actions that are in no way determined by God,


directly or indirectly, but are wholly dependent on the arbitrary will
of man, can hardly be the object of divine foreknowledge.” [=
Tindakan-tindakan yang tidak ditentukan oleh Allah dengan
cara apapun, secara langsung atau tidak langsung, tetapi
sepenuhnya tergantung pada kehendak manusia yang berubah-
ubah, tidak mungkin bisa merupakan obyek dari pra-
pengetahuan ilahi.] - ‘Systematic Theology’, hal 68.

Saya kira ada 3 kemungkinan untuk menafsirkan kata-kata


Louis Berkhof yang membingungkan di atas.

a) Di sana ia menggunakan kata ‘contingent’ dengan arti yang


berbeda. Kata ini memang sukar diterjemahkan. Dalam
Webster’s New World Dictionary (College Edition) arti yang
diberikan untuk kata ini bermacam-macam:
1. “that may or may not happen” [= yang bisa terjadi atau bisa
tidak terjadi].
2. “possible” [= memungkinkan].
3. “happening by chance; accidental; fortuitous” [= kebetulan /
terjadi secara kebetulan].
4. “dependent (on or upon something uncertain)” [= tergantung
(pada sesuatu yang tidak pasti)].
5. “conditional” [= bersyarat].
6. dsb.

Kalau dalam arti ke 2 maka saya kira Allah tahu. Tetapi


kalau dalam arti no 1 atau no 4, saya tidak percaya Allah
bisa tahu lebih dulu.

b) Louis Berkhof mungkin memaksudkan bahwa kalau dilihat


sepintas lalu Kitab Suci secara jelas mengajar demikian.
Tetapi kalau diteliti lebih jauh / mendalam, faktanya tidak
demikian.

c) Louis Berkhof berbicara tentang 2 macam ‘contingency’.


1. Yang pertama adalah contingency DARI SUDUT
PANDANG ALLAH. Ini menunjuk pada hal-hal yang akan
datang, yang betul-betul sama sekali tidak ditentukan
terjadi atau tidak terjadinya dengan cara apapun. Yang ini
Allah tak mungkin bisa mempunyai foreknowledge (pra
pengetahuan).

2. Yang kedua adalah contingency DARI SUDUT


PANDANG MANUSIA. Apa yang contingent (tidak pasti)
dari sudut pandang manusia tidak contingent (tidak pasti)
dari sudut pandang Tuhan!
Misalnya sebelum undi dilemparkan, bagi manusia
hasilnya bersifat contingent (tidak pasti), tetapi bagi
Tuhan tidak. Bdk Amsal 16:33.
Ada orang yang sakit. Bagi manusia, merupakan sesuatu
yang tidak pasti apakah orang itu akan sembuh total, atau
memburuk, atau mati. Tetapi bagi Tuhan itu merupakan
hal yang pasti. Ia punya pra-pengetahuan tentang hal itu.

Jadi, yang dikatakan oleh Louis Berkhof sebagai diketahui


lebih dulu oleh Allah, jelas bukan hal-hal yang contingent
dalam arti pertama tetapi dalam arti kedua!

Dari 3 kemungkinan di atas ini, saya yakin yang benar adalah


kemungkinan yang terakhir.

XXX
3) Allah tidak terbatas oleh waktu, atau Allah ada di atas waktu.
Satu hal lagi yang menunjukkan bahwa Rencana / ketetapan
Allah itu mencakup segala sesuatu, adalah bahwa Allah tidak
terbatas oleh waktu, atau ada di atas waktu.

Calvin: “When we attribute foreknowledge to God, we mean that all


things always were, and perpetually remain, under his eyes, so that to
his knowledge there is nothing future or past, but all things are
present. And they are present in such a way that he not only conceives
them through ideas, as we have before us those things which our
minds remember, but he truly looks upon them and discerns them as
things placed before him. And this foreknowledge is extended
throughout the universe to every creature.” [= Pada waktu kami
menganggap Allah mempunyai pra-pengetahuan, kami
memaksudkan bahwa segala sesuatu selalu ada (were), dan selalu
tetap, di bawah mataNya, sehingga bagi pengetahuanNya di sana
tidak ada ‘akan datang’ atau ‘lampau’, tetapi segala sesuatu adalah
‘present’. Dan mereka adalah present dengan cara sedemikian
rupa sehingga Ia bukan hanya mengerti mereka melalui gagasan,
seperti kita mempunyai di hadapan kita hal-hal itu yang diingat
oleh pikiran kita, tetapi Ia betul-betul memandang mereka dan
mengenali mereka sebagai hal-hal yang ditempatkan di
hadapanNya. Dan pra-pengetahuan ini diperluas melalui alam
semesta pada setiap makhluk ciptaan.] - ‘Institutes of the Christian
Religion’, Book III, Chapter XXI, no 5.

Bandingkan dengan ayat-ayat ini:

2Pet 3:8 - “Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang


satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan
satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti
satu hari.”.

Yoh 8:58 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu,


sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku (telah) ada.’”.
KJV: ‘Before Abraham was, I AM.’ [= Sebelum Abraham ada,
AKU ADA.].

William G. T. Shedd: “For the Divine mind, there is, in reality, no


future event, because all events are simultaneous, owing to that
peculiarity in the cognition of an eternal being whereby there is no
succession in it. All events thus being present to him are of course all
of them certain events.” [= Untuk pikiran Ilahi, dalam
kenyataannya tidak ada kejadian / peristiwa yang akan datang,
karena semua peristiwa / kejadian adalah serempak, berdasarkan
kekhasan dalam pemikiran / pengertian dari ‘makhluk’ kekal
untuk mana tidak ada urut-urutan di dalamnya. Semua peristiwa
‘bersifat present / sekarang’ bagiNya dan karenanya tentu saja
semuanya merupakan peristiwa yang pasti.] - ‘Shedd’s Dogmatic
Theology’, vol I, hal 402.

Catatan: kata ‘being’ dengan terpaksa saya terjemahkan


‘makhluk’. Sebetulnya tak cocok, tetapi saya tak tahu harus
diterjemahkan bagaimana. Yang jelas ini menunjuk kepada Allah.

Loraine Boettner: “Much of the difficulty in regard to the doctrine of


Predestination is due to the finite character of our mind, which can
grasp only a few details at a time, and which understands only a part
of the relations between these. We are creatures of time, and often fail
to take into consideration the fact that God is not limited as we are .
That which appears to us as ‘past,’ ‘present,’ and ‘future,’ is all
‘present’ to His mind. It is an eternal ‘now.’ He is ‘the high and lofty
One that inhabits eternity.’ Is. 57:15. ‘A thousand years in thy sight
are but as yesterday when it is past, And as a watch in the night,’ Ps.
90:4. Hence the events which we see coming to pass in time are only
the events which He appointed and set before Him from eternity.
Time is a property of the finite creation and is objective to God. He is
above it and sees it, but is not conditioned by it. He is also
independent of space, which is another property of the finite creation.
Just as He sees at one glance a road leading from New York to San
Francisco, while we see only a small portion of it as we pass over it,
so He sees all events in history, past, present, and future at one
glance. When we realize that the complete process of history is before
Him as an eternal ‘now,’ and that He is the Creator of all finite
existence, the doctrine of Predestination at least becomes an easier
doctrine.” [= Banyak kesukaran berkenaan dengan doktrin
Predestinasi disebabkan oleh sifat terbatas dari pikiran kita, yang
hanya bisa menjangkau beberapa detail pada satu saat, dan yang
mengerti hanya sebagian dari hubungan antara detail-detail itu.
Kita adalah makhluk dari waktu, dan seringkali melupakan fakta
bahwa Allah tidak terbatas seperti kita. Apa yang kelihatan bagi
kita sebagai ‘lampau’, ‘sekarang’, dan ‘akan datang’, semuanya
adalah ‘sekarang’ bagi pikiranNya. Itu adalah ‘sekarang’ yang
kekal. Ia adalah ‘Yang tinggi dan mulia yang mendiami kekekalan’
Yes 57:15. ‘Seribu hari dalam pandanganMu adalah seperti
kemarin, pada waktu itu berlalu, dan seperti suatu giliran jaga
pada malam hari’ Maz 90:4. Karena itu peristiwa-peristiwa yang
kita lihat terjadi dalam waktu hanyalah merupakan peristiwa-
peristiwa yang telah Ia tetapkan dan tentukan di hadapanNya dari
kekekalan. Waktu adalah milik / sifat dari ciptaan yang terbatas
dan terpisah dari Allah. Ia ada diatasnya dan melihatnya, tetapi
tidak dikuasai / diatur olehnya. Ia juga tidak tergantung pada
tempat, yang merupakan milik / sifat yang lain dari ciptaan yang
terbatas. Sama seperti Ia melihat dalam sekali pandang jalanan
dari New York ke San Francisco, sementara kita melihat hanya
sebagian kecil darinya pada waktu kita melewatinya, demikian
pula Ia melihat semua peristiwa-peristiwa dalam sejarah, lampau,
sekarang, dan yang akan datang dalam satu kali pandang. Pada
waktu kita menyadari bahwa proses lengkap dari sejarah ada di
depanNya sebagai ‘sekarang’ yang kekal, dan bahwa Ia adalah
Pencipta dari semua keberadaan yang terbatas, doktrin
Predestinasi sedikitnya menjadi doktrin yang lebih mudah.] - ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44-45.
Catatan: Yes 57:15 dan Maz 90:4 di atas dikutip dan
diterjemahkan dari KJV.

Yes 57:15 - “Sebab beginilah firman Yang Mahatinggi dan Yang


Mahamulia, yang bersemayam untuk selamanya dan Yang
Mahakudus namaNya: ‘Aku bersemayam di tempat tinggi dan di
tempat kudus tetapi juga bersama-sama orang yang remuk dan
rendah hati, untuk menghidupkan semangat orang-orang yang
rendah hati dan untuk menghidupkan hati orang-orang yang
remuk.”.
KJV: ‘For thus saith the high and lofty One that inhabiteth
eternity,’ [= Karena demikianlah kata Yang tinggi dan mulia yang
mendiami kekekalan,].

Maz 90:4 - “Sebab di mataMu seribu tahun sama seperti hari


kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu
malam.”.

Sekalipun Reformed mempercayai bahwa Allah


menentukan segala sesuatu, itu tidak berarti
Reformed membuang tanggung jawab manusia!
Luk 22:22

xxx

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 6 Desember 2017, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (6)


B) ‘Providence’ juga berhubungan dengan segala sesuatu.

‘Providence’ adalah pelaksanaan Rencana Allah, dan karena


Rencana Allah berhubungan dengan segala sesuatu, maka
‘Providence’ juga berhubungan dengan segala sesuatu.

Hal-hal alamiah yang kelihatannya terjadi dengan sendirinya


(secara otomatis, diatur oleh hukum alam), ternyata juga diatur /
diperintah / dikontrol oleh Allah setiap saat.

John Calvin: “we must know that God’s providence, as it is taught in


Scripture, is opposed to fortune and fortuitous happenings. Now it has
been commonly accepted in all ages, and almost all mortals hold the
same opinion today, that all things come about through chance. What
we ought to believe concerning providence is by this depraved opinion
most certainly not only beclouded, but almost buried. Suppose a man
falls among thieves, or wild beasts; is shipwrecked at sea by a sudden
gale; is killed by a falling house or tree. Suppose another man
wandering through the desert finds help in his straits; having been
tossed by the waves, reaches harbor; miraculously escapes death by a
finger’s breadth. Carnal reason ascribes all such happenings, whether
prosperous or adverse, to fortune. But anyone who has been taught by
Christ’s lips that all the hairs of his head are numbered (Matthew 10:30)
will look farther afield for a cause, and will consider that all events are
governed by God’s secret plan. And concerning inanimate objects we
ought to hold that, although each one has by nature been endowed with
its own property, yet it does not exercise its own power except in so far as
it is directed by God’s ever-present hand. These are, thus, nothing but
instruments to which God continually imparts as much effectiveness as
he wills, and according to his own purpose bends and turns them to
either one action or another.” [= ] - ‘Institutes of The Christian
Religion’, Book I, Chapter 16, No 2.

John Calvin: “For he is deemed omnipotent, not because he can indeed


act, yet sometimes ceases and sits in idleness, or continues by a general
impulse that order of nature which he previously appointed; but
because, governing heaven and earth by his providence, he so regulates
all things that nothing takes place without his deliberation.” [= ] -
‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 3.

John Calvin: “For example, the prophet forbids God’s children ‘to fear
the stars and signs of heaven, as disbelievers commonly do’ (Jeremiah
10:2 p.). Surely he does not condemn every sort of fear. But when
unbelievers transfer the government of the universe from God to the
stars, they fancy that their bliss or their misery depends upon the decrees
and indications of the stars, not upon God’s will; so it comes about that
their fear is transferred from him, toward whom alone they ought to
direct it, to stars and comets. Let him, therefore, who would beware of
this infidelity ever remember that there is no erratic power, or action, or
motion in creatures, but that they are governed by God’s secret plan in
such a way that nothing happens except what is knowingly and willingly
decreed by him.” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I,
Chapter 16, No 3.

John Calvin: “Yet this error, also, is not tolerable; for by this providence
which they call universal, they teach that nothing hinders all creatures
from being contingently moved, or man from turning himself hither and
thither by the free choice of his will. And they so apportion things
between God and man that God by His power inspires in man a
movement by which he can act in accordance with the nature implanted
in him, but He regulates His own actions by the plan of His will. Briefly,
they mean that the universe, men’s affairs, and men themselves are
governed by God’s might but not by His determination. I say nothing of
the Epicureans (a pestilence that has always filled the world) who
imagine that God is idle and indolent; and others just as foolish, who of
old fancied that God so ruled above the middle region of the air that he
left the lower regions to fortune. As if the dumb creatures themselves do
not sufficiently cry out against such patent madness!” [= ] - ‘Institutes
of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 4.

Contoh:
1. Kelihatannya tumbuh-tumbuhan hidup karena sinar matahari,
tetapi Allah menciptakan tumbuh-tumbuhan pada hari ke 3 dan
matahari pada hari ke 4, dan ini menunjukkan bahwa tumbuh-
tumbuhan itu mendapatkan kehidupan dari Allah, bukan dari
matahari. Memang setelah matahari ada, Tuhan lalu berkenan
menggunakan matahari untuk memberikan hal yang vital bagi
kehidupan tumbuh-tumbuhan, tetapi semuanya tetap di bawah
kontrol dari Tuhan.

Calvin (tentang Kej 1:11): “it did not happen fortuitously, that herbs
and trees were created before the sun and moon. We now see, indeed,
that the earth is quickened by the sun to cause it to bring forth its
fruits; nor was God ignorant of this law of nature, which he has since
ordained: but in order that we might learn to refer all things to him
he did not then make use of the sun or moon. He permits us to
perceive the efficacy which he infuses into them, so far as he uses
their instrumentality; but because we are wont to regard as part of
their nature properties which they derive elsewhere, it was necessary
that the vigor which they now seem to impart to the earth should be
manifest before they were created. We acknowledge, it is true, in
words, that the First Cause is self-sufficient, and that intermediate
and secondary causes have only what they borrow from this First
Cause; but, in reality, we picture God to ourselves as poor or
imperfect, unless he is assisted by second causes.” [= ].

John Calvin: “No creature has a force more wondrous or glorious


than that of the sun. For besides lighting the whole earth with its
brightness, how great a thing is it that by its heat it nourishes and
quickens all living things! That with its rays it breathes fruitfulness
into the earth.! That it warms the seeds in the bosom of the earth,
draws them forth with budding greenness, increases and strengthens
them, nourishes them anew, until they rise up into stalks! That it
feeds the plant with continual warmth, until it grows into flower, and
from flower into fruit! That then, also, with baking heat it brings the
fruit to maturity! That in like manner trees and vines warmed by the
sun first put forth buds and leaves, then put forth a flower, and from
the flower produce fruit! Yet the Lord, to claim the whole credit for
all these things, willed that, before he created the sun, light should
come to be and earth be filled with all manner of herbs and fruits
(Genesis 1:3, 11, 14). Therefore a godly man will not make the sun
either the principal or the necessary cause of these things which
existed before the creation of the sun, but merely the instrument that
God uses because he so wills; for with no more difficulty he might
abandon it, and act through himself.” [= ] - ‘Institutes of The
Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 2.

2. Matahari / putaran bumi (Yos 10:13 - matahari / putaran bumi


dihentikan oleh Tuhan; 2Raja 20:11 / Yes 38:8 - matahari bahkan
digerakkan ke arah sebaliknya / bumi diputar ke arah sebaliknya
oleh Tuhan. Tetapi untuk Yes 38:8 ini ada yang menafsirkan
bahwa hanya bayangannya saja yang mundur).

John Calvin: “Then when we read that at Joshua’s prayers the sun
stood still in one degree for two days (Joshua 10:13), and that its
shadow went back ten degrees for the sake of King Hezekiah (2 Kings
20:11 or Isaiah 38:8), God has witnessed by those few miracles that
the sun does not daily rise and set by a blind instinct of nature but
that he himself, to renew our remembrance of his fatherly favor
toward us, governs its course. Nothing is more natural than for spring
to follow winter; summer, spring; and fall, summer - each in turn. Yet
in this series one sees such great and uneven diversity that it readily
appears each year, month, and day is governed by a new, a special,
providence of God.” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’,
Book I, Chapter 16, No 2.

Yos 10:12-14 - “(12) Lalu Yosua berbicara kepada TUHAN pada


hari TUHAN menyerahkan orang Amori itu kepada orang Israel;
ia berkata di hadapan orang Israel: ‘Matahari, berhentilah di atas
Gibeon dan engkau, bulan, di atas lembah Ayalon!’ (13) Maka
berhentilah matahari dan bulanpun tidak bergerak, sampai bangsa
itu membalaskan dendamnya kepada musuhnya. Bukankah hal itu
telah tertulis dalam Kitab Orang Jujur? Matahari tidak bergerak
di tengah langit dan lambat-lambat terbenam kira-kira sehari
penuh. (14) Belum pernah ada hari seperti itu, baik dahulu maupun
kemudian, bahwa TUHAN mendengarkan permohonan seorang
manusia secara demikian, sebab yang berperang untuk orang
Israel ialah TUHAN.”.

2Raja 20:9-11 - “(9) Yesaya menjawab: ‘Inilah yang akan menjadi


tanda bagimu dari TUHAN, bahwa TUHAN akan melakukan apa
yang telah dijanjikanNya: Akan majukah bayang-bayang itu
sepuluh tapak atau akan mundur sepuluh tapak?’ (10) Hizkia
berkata: ‘Itu perkara ringan bagi bayang-bayang itu untuk
memanjang sepuluh tapak! Sebaliknya, biarlah bayang-bayang itu
mundur ke belakang sepuluh tapak.’ (11) Lalu berserulah nabi
Yesaya kepada TUHAN, maka dibuatNyalah bayang-bayang itu
mundur ke belakang sepuluh tapak, yang sudah dijalani bayang-
bayang itu pada penunjuk matahari buatan Ahas.”.

Yes 38:8 - “Sesungguhnya, bayang-bayang pada penunjuk


matahari buatan Ahas akan Kubuat mundur ke belakang sepuluh
tapak yang telah dijalaninya.’ Maka pada penunjuk matahari itu
mataharipun mundurlah ke belakang sepuluh tapak dari jarak
yang telah dijalaninya.”.

3. Angin juga diatur oleh Providence of God.

John Calvin: “7. GOD’S PROVIDENCE ALSO REGULATES


‘NATURAL’ OCCURRENCES. Also, I say that particular events are
generally testimonies of the character of God’s singular providence.
In the desert God stirred up the south wind, which brought to the
people an abundance of birds. (Exodus 16:13; Numbers 11:31.) When
he would have Jonah cast into the sea, God sent a wind by stirring up
a whirlwind (Jonah 1:4). Those who do not think that God controls
the government of the universe will say that this was outside the
common course. Yet from it I infer that no wind ever arises or
increases except by God’s express command. Otherwise it would not
be true that he makes the winds his messengers and the flaming fire
his ministers, that he makes the clouds his chariots and rides upon the
wings of the wind (Psalm 104:3-4; cf. Psalm 103:3-4, Vg.), unless by
his decision he drove both clouds and winds about, and showed in
them the singular presence of his power. So, also, we are elsewhere
taught that whenever the sea boils up with the blast of winds those
forces witness to the singular presence of God. ‘He commands and
raises the stormy wind which lifts on high the waves of the sea’
(Psalm 107:25; cf. Psalm 106:25, Vg.); ‘then he causes the storm to
become calm, so that the waves cease for the sailors’ (Psalm 107:29);
just as elsewhere he declares that he ‘has scourged the people with
burning winds’ (Amos 4:9, cf. Vg.).” [= ] - ‘Institutes of The
Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 7.

Kel 16:13 - “Pada waktu petang datanglah berduyun-duyun


burung puyuh yang menutupi perkemahan itu; dan pada waktu
pagi terletaklah embun sekeliling perkemahan itu.”.

Bil 11:31 - “Lalu bertiuplah angin yang dari TUHAN asalnya;


dibawanyalah burung-burung puyuh dari sebelah laut, dan
dihamburkannya ke atas tempat perkemahan dan di sekelilingnya,
kira-kira sehari perjalanan jauhnya ke segala penjuru, dan kira-
kira dua hasta tingginya dari atas muka bumi.”.

Yun 1:4 - “Tetapi TUHAN menurunkan angin ribut ke laut, lalu


terjadilah badai besar, sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul
hancur.”.

Maz 104:3-4 - “(3) yang mendirikan kamar-kamar lotengMu di


air, yang menjadikan awan-awan sebagai kendaraanMu, yang
bergerak di atas sayap angin, (4) yang membuat angin sebagai
suruhan-suruhanMu, dan api yang menyala sebagai pelayan-
pelayanMu,”.

Maz 107:25,29 - “(25) Ia berfirman, maka dibangkitkanNya angin


badai yang meninggikan gelombang-gelombangnya. ... (29)
dibuatNyalah badai itu diam, sehingga gelombang-gelombangnya
tenang.”.

Amos 4:9 - “‘Aku telah memukul kamu dengan hama dan penyakit
gandum, telah melayukan taman-tamanmu dan kebun-kebun
anggurmu, pohon-pohon ara dan pohon-pohon zaitunmu dimakan
habis oleh belalang, namun kamu tidak berbalik kepadaKu,’
demikianlah firman TUHAN.”.
KJV: ‘blasting’ [= angin yang keras].
NASB: ‘scorching wind’ [= angin yang membakar /
mengeringkan].

4. Orang mendapat anak. Ini bukan merupakan hal yang alamiah,


tetapi ini adalah pekerjaan Tuhan.

Hana (Ibu Samuel) tidak bisa mempunyai anak, karena ‘TUHAN


telah menutup kandungannya’ (1Sam 1:5), dan waktu akhirnya
bisa mempunyai anak, itu karena ‘TUHAN ingat kepadanya’
(1Sam 1:19-20).

1Sam 1:5,19-20 - “(5) Meskipun ia mengasihi Hana, ia


memberikan kepada Hana hanya satu bagian, sebab TUHAN telah
menutup kandungannya. ... (19) Keesokan harinya bangunlah
mereka itu pagi-pagi, lalu sujud menyembah di hadapan TUHAN;
kemudian pulanglah mereka ke rumahnya di Rama. Ketika Elkana
bersetubuh dengan Hana, isterinya, TUHAN ingat kepadanya. (20)
Maka setahun kemudian mengandunglah Hana dan melahirkan
seorang anak laki-laki. Ia menamai anak itu Samuel, sebab
katanya: ‘Aku telah memintanya dari pada TUHAN.’”.

John Calvin: “So too, although the power to procreate is naturally


implanted in men, yet God would have it accounted to his special
favor that he leaves some in barrenness, but graces others with
offspring (cf. Psalm 113:9); ‘for the fruit of the womb is his gift’
(Psalm 127:3 p.). For this reason, Jacob said to his wife, ‘Am I God
that I can give you children?’ (Genesis 30:2 p.).” [= ] - ‘Institutes of
The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 7.

Maz 113:9 - “Ia mendudukkan perempuan yang mandul di rumah


sebagai ibu anak-anak, penuh sukacita. Haleluya!”.

Maz 127:3 - “Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka


dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah.”.

Kej 30:1-2 - “(1) Ketika dilihat Rahel, bahwa ia tidak melahirkan


anak bagi Yakub, cemburulah ia kepada kakaknya itu, lalu berkata
kepada Yakub: ‘Berikanlah kepadaku anak; kalau tidak, aku akan
mati.’ (2) Maka bangkitlah amarah Yakub terhadap Rahel dan ia
berkata: ‘Akukah pengganti Allah, yang telah menghalangi engkau
mengandung?’”.

5. Semua makhluk / binatang mendapat makan dari Tuhan.

Maz 104:27-28 - “(27) Semuanya menantikan Engkau, supaya


diberikan makanan pada waktunya. (28) Apabila Engkau
memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau
membuka tanganMu, mereka kenyang oleh kebaikan.”.
Catatan: kalau mau lebih jelas, baca mulai ay 10 sampai dengan
ay 30.

John Calvin: “To end this at once: there is nothing more ordinary in
nature than for us to be nourished by bread. Yet the Spirit declares
not only that the produce of the earth is God’s special gift but that
‘men do not live by bread alone’ (Deuteronomy 8:3; Matthew 4:4);
because it is not plenty itself that nourishes men, but God’s secret
blessing; just as conversely he threatens that he is going to ‘take away
the stay of bread’ (Isaiah 3:1). And indeed, that earnest prayer for
daily bread (Matthew 6:11) could be understood only in the sense that
God furnishes us with food by his fatherly hand. For this reason, the
prophet, to persuade believers that God in feeding them fulfills the
office of the best of all fathers of families, states that he gives food to
all flesh (Psalm 136:25; cf. Psalm 135:25, Vg.).” [= ] - ‘Institutes of
The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 7.

Ul 8:3 - “Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar


dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang
juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau
mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi
manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN.”.

Mat 4:4 - “Tetapi Yesus menjawab: ‘Ada tertulis: Manusia hidup


bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari
mulut Allah.’”.

Catatan: dua ayat di atas ini digunakan oleh Calvin untuk


mengajar bahwa yang membuat kita hidup bukan roti / makanan
tetapi berkat rahasia dari Allah.

Yes 3:1 - “Maka sesungguhnya Tuhan, TUHAN semesta alam,


akan menjauhkan dari Yerusalem dan dari Yehuda setiap orang
yang mereka andalkan, segala persediaan makanan dan
minuman:”.

Mat 6:11 - “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang
secukupnya”.

Maz 136:25a - “Dia yang memberikan roti kepada segala


makhluk;”.
NIV: ‘and who gives food to every creatures’ [= yang memberi
makanan kepada setiap makhluk ciptaan].

6. Kesehatan bukan dari makanan tetapi dari Allah.

Daniel 1:8-15 - “(8) Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan


dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa
diminum raja; dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu,
supaya ia tak usah menajiskan dirinya. (9) Maka Allah
mengaruniakan kepada Daniel kasih dan sayang dari pemimpin
pegawai istana itu; (10) tetapi berkatalah pemimpin pegawai istana
itu kepada Daniel: ‘Aku takut, kalau-kalau tuanku raja, yang telah
menetapkan makanan dan minumanmu, berpendapat bahwa kamu
kelihatan kurang sehat dari pada orang-orang muda lain yang
sebaya dengan kamu, sehingga karena kamu aku dianggap
bersalah oleh raja.’ (11) Kemudian berkatalah Daniel kepada
penjenang yang telah diangkat oleh pemimpin pegawai istana
untuk mengawasi Daniel, Hananya, Misael dan Azarya: (12)
‘Adakanlah percobaan dengan hamba-hambamu ini selama
sepuluh hari dan biarlah kami diberikan sayur untuk dimakan dan
air untuk diminum; (13) sesudah itu bandingkanlah perawakan
kami dengan perawakan orang-orang muda yang makan dari
santapan raja, kemudian perlakukanlah hamba-hambamu ini
sesuai dengan pendapatmu.’ (14) Didengarkannyalah permintaan
mereka itu, lalu diadakanlah percobaan dengan mereka selama
sepuluh hari. (15) Setelah lewat sepuluh hari, ternyata perawakan
mereka lebih baik dan mereka kelihatan lebih gemuk dari pada
semua orang muda yang telah makan dari santapan raja.”.

Daniel 1:8-15 ini menunjukkan bahwa sekalipun Daniel, Sadrakh,


Mesakh dan Abednego makanannya kurang bergizi dibanding
orang-orang yang lain tetapi Allah membuat mereka lebih sehat.
Memang pada umumnya orang yang makanannya lebih bergizi
akan lebih sehat dari pada orang yang kekurangan gizi, tetapi
semua itu tetap ada di bawah pengaturan Allah, dan Allah bisa
keluar dari hukum itu kapanpun Dia mau.

6. Kematian setiap orang juga diatur oleh providence of God.

John Calvin: “Let us imagine, for example, a merchant who, entering


a wood with a company of faithful men, unwisely wanders away from
his companions, and in his wandering comes upon a robber’s den,
falls among thieves, and is slain. His death was not only foreseen by
God’s eye, but also determined by his decree. For it is not said that he
foresaw how long the life of each man would extend, but that he
determined and fixed the bounds that men cannot pass (Job 14:5). Yet
as far as the capacity of our mind is concerned, all things therein
seem fortuitous. What will a Christian think at this point? Just this:
whatever happened in a death of this sort he will regard as fortuitous
by nature, as it is; yet he will not doubt that God’s providence
exercised authority over fortune in directing its end.” [= ] - ‘Institutes
of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 9.

Ayub 14:5 - “Jikalau hari-harinya sudah pasti, dan jumlah


bulannya sudah tentu padaMu, dan batas-batasnya sudah
Kautetapkan, sehingga tidak dapat dilangkahinya,”.
Ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa ‘Providence’ berhubungan
dengan segala sesuatu:

1) Kel 1:6-11 - “(6) Kemudian matilah Yusuf, serta semua saudara-


saudaranya dan semua orang yang seangkatan dengan dia. (7)
Orang-orang Israel beranak cucu dan tak terbilang jumlahnya;
mereka bertambah banyak dan dengan dahsyat berlipat ganda,
sehingga negeri itu dipenuhi mereka. (8) Kemudian bangkitlah
seorang raja baru memerintah tanah Mesir, yang tidak mengenal
Yusuf. (9) Berkatalah raja itu kepada rakyatnya: ‘Bangsa Israel itu
sangat banyak dan lebih besar jumlahnya dari pada kita. (10)
Marilah kita bertindak dengan bijaksana terhadap mereka, supaya
mereka jangan bertambah banyak lagi dan - jika terjadi
peperangan - jangan bersekutu nanti dengan musuh kita dan
memerangi kita, lalu pergi dari negeri ini.’ (11) Sebab itu
pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas
mereka dengan kerja paksa: mereka harus mendirikan bagi Firaun
kota-kota perbekalan, yakni Pitom dan Raamses.”.

Baik Israel bisa berkembang biak dengan pesat, maupun


perubahan sikap raja / orang Mesir terhadap mereka, semuanya
terjadi karena pekerjaan Tuhan!

Maz 105:23-25 - “(23) Demikianlah Israel datang ke Mesir, dan


Yakub tinggal sebagai orang asing di tanah Ham. (24) TUHAN
membuat umatNya sangat subur, dan menjadikannya lebih kuat
dari pada para lawannya; (25) diubahNya hati mereka untuk
membenci umatNya, untuk memperdayakan hamba-hambaNya.”.

Calvin (tentang Maz 105:24): “The singular favor of God towards


his Church is now commended by the additional circumstance, that
within a short space of time, the chosen people increased beyond the
common proportion. In this matter the wonderful blessing of God was
strikingly displayed.” [= ].

Calvin (tentang Maz 105:25): “The Egyptians, though at first kind


and courteous hosts to the Israelites, became afterwards cruel
enemies; and this also the prophet ascribes to the counsel of God.
They were undoubtedly driven to this by a perverse and malignant
spirit, by pride and covetousness; but still such a thing did not happen
without the providence of God, who in an incomprehensible manner
so accomplishes his work in the reprobate, ...” [= Orang-orang
Mesir, sekalipun mula-mula merupakan tuan rumah yang baik dan
sopan kepada orang-orang Israel, belakangan menjadi musuh-
musuh yang kejam; dan ini juga sang nabi anggap berasal dari
rencana Allah. Tak diragukan bahwa mereka didorong pada hal
ini oleh roh / kecondongan yang jahat dan bermaksud buruk, oleh
kesombongan dan ketamakan; tetapi tetap hal seperti itu tidak
terjadi tanpa Providensia Allah, yang dengan suatu cara yang tak
bisa dimengerti mencapai pekerjaanNya dalam diri orang-orang
jahat / yang ditentukan untuk binasa, ...].

2) Kel 3:19-20 - “(19) Tetapi Aku tahu, bahwa raja Mesir tidak akan
membiarkan kamu pergi, kecuali dipaksa oleh tangan yang kuat.
(20) Tetapi Aku akan mengacungkan tanganKu dan memukul
Mesir dengan segala perbuatan yang ajaib, yang akan Kulakukan
di tengah-tengahnya; sesudah itu ia akan membiarkan kamu
pergi.”.

Kel 4:21 - “Firman TUHAN kepada Musa: ‘Pada waktu engkau


hendak kembali ini ke Mesir, ingatlah, supaya segala mujizat yang
telah Kuserahkan ke dalam tanganmu, kauperbuat di depan
Firaun. Tetapi Aku akan mengeraskan hatinya, sehingga ia tidak
membiarkan bangsa itu pergi.”.

Kel 11:1 - “Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Aku akan


mendatangkan satu tulah lagi atas Firaun dan atas Mesir, sesudah
itu ia akan membiarkan kamu pergi dari sini; apabila ia
membiarkan kamu pergi, ia akan benar-benar mengusir kamu dari
sini.”.

Kel 12:30-33 - “(30) Lalu bangunlah Firaun pada malam itu,


bersama semua pegawainya dan semua orang Mesir; dan
kedengaranlah seruan yang hebat di Mesir, sebab tidak ada rumah
yang tidak kematian. (31) Lalu pada malam itu dipanggilnyalah
Musa dan Harun, katanya: ‘Bangunlah, keluarlah dari tengah-
tengah bangsaku, baik kamu maupun orang Israel; pergilah,
beribadahlah kepada TUHAN, seperti katamu itu. (32) Bawalah
juga kambing dombamu dan lembu sapimu, seperti katamu itu,
tetapi pergilah! Dan pohonkanlah juga berkat bagiku.’ (33) Orang
Mesir juga mendesak dengan keras kepada bangsa itu, menyuruh
bangsa itu pergi dengan segera dari negeri itu, sebab kata mereka:
‘Nanti kami mati semuanya.’”.

Calvin (tentang Kel 12:31-36): “It is not probable that God’s


servants were recalled into the presence of Pharaoh; but the sense of
this passage must be sought for in the prediction of Moses. Pharaoh,
therefore, is said to have called them, when, by sending to them his
chief courtiers, he compelled their departure. And this is sufficiently
proved by the context, because it is immediately added, that the
Israelites were by the Egyptians compelled to go out: in haste.
Therefore, although Pharaoh never should have seen Moses from the
time that he threatened him with death if he came to him again, there
is nothing absurd in saying that he called for him when he sent his
nobles to him with his command. The perturbation of an alarmed and
anxious person is expressed to the life in these words, - ‘Rise up, get
you forth, both ye and your children; go, serve the Lord; also take
your flocks and your herds, as ye have said.’ For he takes no less
precaution lest he should give any occasion for delay, than he had
before been diligent in bargaining. Whilst, then, he hastily cuts off all
objections, the change in the man betrays itself, for the same God who
had before hardened his iron heart has now broken it. Hence, too,
that cry - the signal of despair - ‘We be all dead men;’ hence, too,
their readiness to give willingly of their substance, and to dress up in
spoils those whom they had pillaged before.” [= karena Allah yang
sama yang sebelumnya telah mengeraskan hati besinya sekarang
menghancurkan / mematahkannya.].
Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-
bawahi.

3) Kel 3:21-22 - “(21) Dan Aku akan membuat orang Mesir


bermurah hati terhadap bangsa ini, sehingga, apabila kamu pergi,
kamu tidak pergi dengan tangan hampa, (22) tetapi tiap-tiap
perempuan harus meminta dari tetangganya dan dari perempuan
yang tinggal di rumahnya, barang-barang perak dan emas dan
kain-kain, yang akan kamu kenakan kepada anak-anakmu lelaki
dan perempuan; demikianlah kamu akan merampasi orang Mesir
itu.’”.

Kel 11:2-3 - “(2) Baiklah katakan kepada bangsa itu, supaya setiap
laki-laki meminta barang-barang emas dan perak kepada
tetangganya dan setiap perempuan kepada tetangganya pula.’ (3)
Lalu TUHAN membuat orang Mesir bermurah hati terhadap
bangsa itu; lagipula Musa adalah seorang yang sangat terpandang
di tanah Mesir, di mata pegawai-pegawai Firaun dan di mata
rakyat.”.
Catatan: dalam NIV ay 3 ini diletakkan dalam tanda kurung,
sehingga ini merupakan keterangan.
Kel 12:36 - “Dan TUHAN membuat orang Mesir bermurah hati
terhadap bangsa itu, sehingga memenuhi permintaan mereka.
Demikianlah mereka merampasi orang Mesir itu.”.

Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan yang membuat orang Mesir


bermurah hati kepada orang Israel.

Calvin (tentang Kel 12:31-36): “Nor indeed does he without reason


repeat that this favor proceeded from divine inspiration, since there
would never have been such liberality in robbers as willingly to
proffer whatever precious things their houses possessed, and to give
them to the Israelites, now ready to depart, whom they knew to be
justly hostile to them on account of so many injuries.” [= ].

4) 2Sam 17:14 - “Lalu berkatalah Absalom dan setiap orang Israel:


‘Nasihat Husai, orang Arki itu, lebih baik dari pada nasihat
Ahitofel.’ Sebab TUHAN telah memutuskan, bahwa nasihat
Ahitofel yang baik itu digagalkan, dengan maksud supaya TUHAN
mendatangkan celaka kepada Absalom.”.

Tuhan yang bekerja sehingga nasehat Ahitofel ditolak dan ini


menyebabkan kekalahan Absalom.

5) Ezra 1:1 - “Pada tahun pertama zaman Koresy, raja negeri Persia,
TUHAN menggerakkan hati Koresy, raja Persia itu untuk
menggenapkan firman yang diucapkan oleh Yeremia, sehingga
disiarkan di seluruh kerajaan Koresh secara lisan dan tulisan
pengumuman ini:”.

Tuhan menggerakkan hati raja Koresy sehingga ia


memerintahkan orang Yahudi pulang kembali ke Kanaan (untuk
ini baca Ezra 1 itu sampai dengan ayat 4).

6) Ayub 12:7-25 - “(7) Tetapi bertanyalah kepada binatang, maka


engkau akan diberinya pengajaran, kepada burung di udara, maka
engkau akan diberinya keterangan. (8) Atau bertuturlah kepada
bumi, maka engkau akan diberinya pengajaran, bahkan ikan di
laut akan bercerita kepadamu. (9) Siapa di antara semuanya itu
yang tidak tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan itu; (10)
bahwa di dalam tanganNya terletak nyawa segala yang hidup dan
nafas setiap manusia? (11) Bukankah telinga menguji kata-kata,
seperti langit-langit mencecap makanan? (12) Konon hikmat ada
pada orang yang tua, dan pengertian pada orang yang lanjut
umurnya. (13) Tetapi pada Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah
yang mempunyai pertimbangan dan pengertian. (14) Bila Ia
membongkar, tidak ada yang dapat membangun kembali; bila Ia
menangkap seseorang, tidak ada yang dapat melepaskannya. (15)
Bila Ia membendung air, keringlah semuanya; bila Ia
melepaskannya mengalir, maka tanah dilandanya. (16) Pada
Dialah kuasa dan kemenangan, Dialah yang menguasai baik orang
yang tersesat maupun orang yang menyesatkan. (17) Dia yang
menggiring menteri dengan telanjang, dan para hakim
dibodohkanNya. (18) Dia membuka belenggu yang dikenakan oleh
raja-raja dan mengikat pinggang mereka dengan tali pengikat. (19)
Dia yang menggiring dan menggeledah para imam, dan
menggulingkan yang kokoh. (20) Dia yang membungkamkan
orang-orang yang dipercaya, menjadikan para tua-tua hilang akal.
(21) Dia yang mendatangkan penghinaan kepada para pemuka,
dan melepaskan ikat pinggang orang kuat. (22) Dia yang
menyingkapkan rahasia kegelapan, dan mendatangkan kelam
pekat pada terang. (23) Dia yang membuat bangsa-bangsa
bertumbuh, lalu membinasakannya, dan memperbanyak bangsa-
bangsa, lalu menghalau mereka. (24) Dia menyebabkan para
pemimpin dunia kehilangan akal, dan membuat mereka tersesat di
padang belantara yang tidak ada jalannya. (25) Mereka meraba-
raba dalam kegelapan yang tidak ada terangnya; dan Ia membuat
mereka berjalan terhuyung-huyung seperti orang mabuk.’”.

Text di atas ini menunjukkan sederetan hal-hal, yang terjadi


karena Providensia Allah! Ini jelas merupakan wakil dari segala
sesuatu!

7) Maz 75:7-8 - “(7) Sebab bukan dari timur atau dari barat dan
bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, (8) tetapi
Allah adalah Hakim: direndahkanNya yang satu dan
ditinggikanNya yang lain.”.

Ayat ini menunjukkan bahwa peninggian maupun perendahan


seseorang merupakan pekerjaan Allah.

Calvin (tentang Maz 75:7-8): “he teaches us that promotion or


advancement proceeds not from the earth but from God alone. ... it is
God alone who has the power to exalt and to abase. ... although many
attain to exalted stations either by unlawful arts, or by the aid of
worldly instrumentality, yet that does not happen by chance; such
persons being advanced to their elevated position by the secret
purpose of God, ... To teach us then, with all moderation and
humility, to remain contented with our own condition, the Psalmist
clearly defines in what the judgment of God, or the order which he
observes in the government of the world, consists, telling us that it
belongs to him alone to exalt or to abase those of mankind whom he
pleases.” [= ].

John Calvin: “Thus, also, another prophet rebukes the impious who
ascribe to men’s toil, or to fortune, the fact that some lie in squalor
and others rise up to honors. ‘For not from the east, nor from the
west, nor from the wilderness comes lifting up; because God is judge,
he humbles one and lifts up another.’ (Psalm 75:6-7.) Because God
cannot put off the office of judge, hence he reasons that it is by His
secret plan that some distinguish themselves, while others remain
contemptible.” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I,
Chapter 16, No 6.

8) Maz 115:3 - “Allah kita di sorga; Ia melakukan apa yang


dikehendakiNya!”.

John Calvin: “governing heaven and earth by his providence, he so


regulates all things that nothing takes place without his deliberation.
For when, in The Psalms, it is said that ‘he does whatever he wills’
{Psalm 115:3; cf. Psalm 113(b): 3, Vg.}, a certain and deliberate will
is meant.” [= memerintah langit / surga dan bumi oleh
ProvidensiaNya, Ia begitu mengatur segala sesuatu sehingga tak
ada apapun terjadi tanpa pertimbanganNya. Karena pada waktu,
dalam Kitab Mazmur, dikatakan bahwa ‘Ia melakukan apapun
yang Ia kehendaki’ {Maz 115:3; bdk. Maz 113(b):3, Vulgate.},
suatu kehendak yang pasti dan sengaja yang dimaksudkan.] -
‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 16, no 3.

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 13 Desember 2017, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (7)


9) Maz 135:6-7 - “(6) TUHAN melakukan apa yang dikehendakiNya,
di langit dan di bumi, di laut dan di segenap samudera raya; (7) Ia
menaikkan kabut dari ujung bumi, Ia membuat kilat mengikuti
hujan, Ia mengeluarkan angin dari dalam perbendaharaanNya.”.

Ayat ini menunjukkan bahwa semua yang terjadi di langit, di


bumi, di laut / samudera raya, baik kabut, kilat, angin, hujan, dsb
merupakan pekerjaan Allah.

Bdk. Yer 14:22 - “Adakah yang dapat menurunkan hujan di


antara dewa kesia-siaan bangsa-bangsa itu? Atau dapatkah langit
sendiri memberi hujan lebat? Bukankah hanya Engkau saja, ya
TUHAN Allah kami, Pengharapan kami, yang membuat semuanya
itu?”.

Calvin (tentang Maz 135:6): “This is that immeasurable greatness of


the divine being, of which he had just spoken. He not only founded
heaven and earth at first, but governs all things according to his
power. To own that God made the world, but maintain that he sits idle
in heaven, and takes no concern in the management of it, is to cast an
impious aspersion upon his power; and yet the idea, absurd as it is,
obtains wide currency amongst men. ... Scripture teaches us that it is
a real practical power, by which he governs the whole world as he
does according to his will.” [= Ini adalah kebesaran Allah yang
sangat besar / tak terukur itu, tentang mana ia baru berbicara. Ia
bukan hanya pertama-tama menciptakan langit dan bumi, tetapi
memerintah segala sesuatu sesuai / menurut kuasaNya. Mengakui
bahwa Allah menciptakan dunia / alam semesta, tetapi
mempertahankan bahwa Ia duduk bermalas-malasan di surga, dan
tidak mempedulikan dalam pengaturannya, berarti melemparkan
suatu fitnah / tuduhan palsu yang jahat pada kuasaNya; tetapi
gagasan itu, bagaimanapun konyol / menggelikannya,
mendapatkan penerimaan umum yang lebar di antara manusia. ...
Kitab Suci mengajar kita bahwa itu merupakan suatu kuasa
praktis yang nyata, dengan mana Ia memerintah seluruh dunia /
alam semesta pada waktu Ia bertindak sesuai dengan
kehendakNya.].

10)Amsal 16:1,9 - “(1) Manusia dapat menimbang-nimbang dalam


hati, tetapi jawaban lidah berasal dari pada TUHAN. ... (9) Hati
manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHANlah yang
menentukan arah langkahnya.”.

Amsal 16:1 (NIV): ‘To man belong the plans of the heart, but from
the LORD comes the reply of the tongue.’ [= Milik manusialah
rencana-rencana dari hati, tetapi dari TUHAN datang jawaban
lidah.].

Amsal 16:9 (NIV): ‘In his heart a man plans his course, but the
LORD determines his steps.’ [= Dalam hatinya seorang manusia
merencanakan jalannya, tetapi TUHAN menentukan langkah-
langkahnya.].

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa sekalipun manusia memikirkan


/ merencanakan mana jalan yang terbaik, tetapi baik kata-kata
maupun arah langkahnya ditentukan oleh Tuhan.

Bdk. Amsal 20:24 - “Langkah orang ditentukan oleh TUHAN,


tetapi bagaimanakah manusia dapat mengerti jalan hidupnya?”.

Bdk. Yer 10:23 - “Aku tahu, ya TUHAN, bahwa manusia tidak


berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan
tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya.”.

Biarlah orang-orang Arminian / non-Reformed yang mempercayai


free will / kehendak bebas, menafsirkan apa arti dari ayat-ayat di
atas ini!

Calvin (tentang Yer 10:23): “The Prophet, I doubt not, referred to


the Jews, who had for a long time been accustomed to dismiss every
fear, as though they were able by their own counsels to consult in the
best way for the public good: for we know, that whenever any danger
was apprehended from the Assyrians, they usually fled for aid to
Egypt or to Chaldea. Thus, then, they provided for themselves, so that
they thought that they took good care of their affairs, while they had
recourse to this or that expedient; and then, when the prophets
denounced on them the vengeance of God, they usually regarded only
their then present state, as though God could not; in one instant
vibrate his lightnings from the rising to the setting sun.” [= ].

Calvin (tentang Yer 10:23): “he treats not here of counsels, but that
though men wisely guided their affairs, the Prophet denies that the
issue is in their own hands or at their own will: and hence he
expressly speaks of a man walking. He concedes that men walk, but
yet he intimates that they cannot move a foot, except they receive
strength from God. ... We may hence gather a general truth - that men
greatly deceive themselves, when they think that fortune or the issue
of events is in their own hands: for though they may consult most
wisely, yet things will turn out unsuccessfully, unless God blesses
their counsels.” [= di sini ia tidak membahas rencana, tetapi bahwa
sekalipun manusia secara bijaksana mengarahkan urusan-urusan
mereka, sang Nabi menyangkal bahwa hasilnya ada dalam tangan /
kuasa mereka sendiri atau pada kehendak mereka sendiri: dan
karena itu ia secara explicit berbicara tentang seseorang yang
berjalan. Ia mengakui bahwa manusia berjalan, tetapi ia
menyatakan secara tak langsung bahwa mereka tidak bisa
menggerakan satu kaki, kecuali mereka menerima kekuatan dari
Allah. ... Karena itu kami menyimpulkan suatu kebenaran umum -
bahwa manusia sangat menipu diri mereka sendiri, pada waktu
mereka berpikir bahwa sukses atau hasil dari peristiwa-peristiwa
ada dalam tangan mereka sendiri; karena sekalipun mereka bisa
mempertimbangkan dengan sangat bijaksana, tetapi hal-hal akan
berakhir secara tidak sukses, kecuali Allah memberkati rencana
mereka.].

Calvin (tentang Yer 10:23): “And this is what we ought carefully to


notice, because we see how presumptuously men promise themselves
this and that; and this presumption can hardly be arrested while men
arrogate to themselves what belongs peculiarly to God alone. There
are many warnings given in Scripture in order to check this rashness;
but almost all proceed in their own course, and cannot, be induced to
allow themselves to be ruled by God. James condemns this madness
when he says, that men resolve what they would for a long time do:
the merchant determines on a long voyage, not only for three or four
months, but for many years; another undertakes war; another
ventures to take this or that business in hand; in short, there is no end
to such instances. The Holy Spirit has by this one passage checked
the boldness of those who claim for themselves more than they ought:
but the greater part, as I have already said, think that the event is in
their own power.” [= Dan ini adalah apa yang kita harus perhatikan
dengan teliti, karena kita melihat betapa dengan sombong manusia
menjanjikan diri mereka sendiri ini dan itu; dan sikap sombong ini
hampir tidak bisa dihentikan / ditahan pada waktu manusia secara
sombong mengclaim untuk diri mereka sendiri apa yang secara
khusus adalah milik Allah saja.].
Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-
bawahi.

Bdk. Yak 4:13-15 - “(13) Jadi sekarang, hai kamu yang berkata:
‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami
akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’, (14)
sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti
hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja
kelihatan lalu lenyap. (15) Sebenarnya kamu harus berkata: ‘JIKA
TUHAN MENGHENDAKINYA, kami akan hidup dan berbuat ini
dan itu.’”.

Calvin (tentang Yer 10:23): “On this account Solomon says, that
man deliberates, but that it is God who governs the tongue (Prov.
16:1). He had said in the former clause, that it is man who sets in
order his ways; but he said this ironically, as it is what most believe;
for when they undertake anything, they are not so solicitous about the
event, but they always promise to themselves more than what they
have a right to do. Men, he says, set in order or arrange their ways,
but God governs the tongue; that is, they cannot speak a word unless
the Lord lets loose the bridle of their tongues; and yet we know that
many things are vainly said by men, for they are never accomplished.
Since then the voice itself is not in the power of man, but depends on
the will of God, what ought we to think of the issue?” [= Karena itu
Salomo berkata, bahwa manusia memutuskan, tetapi bahwa adalah
Allah yang memerintah lidah (Amsal 16:1). Ia telah mengatakan,
dalam anak kalimat sebelumnya, bahwa adalah manusia yang
mengatur jalannya; tetapi ia mengatakan ini secara ironis,
sebagaimana kebanyakan dipercaya; karena pada waktu mereka
mulai melakukan apapun, mereka tidak kuatir tentang peristiwa
itu, tetapi mereka selalu berjanji kepada diri mereka sendiri, lebih
dari pada apa yang mereka berhak melakukannya. Manusia, ia
berkata, mengatur jalan mereka, tetapi Allah memerintah lidah;
artinya, mereka tidak bisa mengucapkan satu katapun kecuali
Tuhan melepaskan kekang dari lidah mereka; tetapi kita tahu
bahwa banyak hal dikatakan dengan sia-sia oleh manusia, karena
hal-hal itu tidak pernah tercapai. Maka karena suara itu sendiri
tidak berada dalam kuasa manusia, tetapi tergantung kehendak
Allah, apa yang seharusnya kita pikirkan tentang pokok ini?].

Calvin (tentang Yer 10:23): “We now then see the truth which may
be learnt from this passage, - that men deceive themselves when they
dare to undertake this or that business, and promise themselves a
happy issue. But we must farther observe, that not only events are at
the disposal of God, but counsels also; for God directs the hearts and
minds of men as it seemeth him good. BUT ALL THINGS ARE NOT
SAID IN EVERY PASSAGE. The Prophet does not here avowedly
speak of what men can do, but grants this to them - that they consult,
that they decide; yet he teaches us that the execution is not in their
own power.” [= Maka sekarang kita melihat kebenaran yang bisa
dipelajari dari text ini, - bahwa orang-orang menipu diri mereka
sendiri pada waktu mereka berani memulai / mencoba bisnis ini
atau itu, dan menjanjikan diri mereka sendiri suatu hasil yang
menggembirakan. Tetapi kita harus mengamati lebih lanjut, bahwa
bukan hanya peristiwa-peristiwa ada dalam kuasa Allah untuk
membagi-bagikan, tetapi juga rencana-rencana; karena Allah
mengarahkan hati dan pikiran dari manusia seperti yang kelihatan
baik bagiNya. TETAPI TAK SEMUA HAL DIBICARAKAN /
DIKATAKAN DALAM SETIAP TEXT. Di sini sang Nabi tidak
secara positif berbicara tentang apa yang manusia bisa lakukan,
tetapi mengakui / memberikan hal ini kepada mereka - bahwa
mereka berkonsultasi / berunding, bahwa mereka memutuskan;
tetapi ia mengajar kita bahwa pelaksanaannya bukanlah ada
dalam kuasa mereka sendiri.].

Kata-kata Calvin di sini ini penting, karena berguna dalam


menafsirkan secara benar banyak ayat.

Misalnya:

Ro 7:15-19 - “(15) Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu.
Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi
apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. (16) Jadi jika aku
perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa
hukum Taurat itu baik. (17) Kalau demikian bukan aku lagi yang
memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. (18) Sebab
aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai
manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang
ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. (19)
Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku
perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang
jahat, yang aku perbuat.”.

Apakah dari text ini kita harus menyimpulkan bahwa Paulus,


sebagai manusia, bisa menghendaki yang baik, tetapi hanya
tidak bisa melakukannya? Tidak mungkin, karena manusia dari
dirinya sendiri, bukan hanya tak bisa melakukan apa yang baik,
tetapi bahkan menghendaki yang baikpun juga tak bisa. Baik
kehendak yang baik, maupun pelaksanaannya, merupakan
pekerjaan Tuhan dalam diri kita.

Fil 2:13 - “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik


kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya.”.
Ini terjemahannya kurang jelas. Bandingkan dengan KJV di
bawah ini.
KJV: “For it is God which worketh in you BOTH TO WILL AND
TO DO of his good pleasure” [= Karena Allahlah yang bekerja
dalam kamu BAIK UNTUK MENGHENDAKI MAUPUN UNTUK
MELAKUKAN dari kesenanganNya yang baik].

Calvin (tentang Yer 10:23): “Some foolishly elicit from this passage,
that something belongs to man, that he possesses some power of free-
will. There seems indeed to be here something plausible at the first
view. Jeremiah says, that his way is not in man’s power, and that it is
not in the power of him who walks to direct his steps; he then, it is
said, has left something to man - he walks; it hence follows that free-
will is not reduced to nothing, but that a defect is proved, for man of
himself has no sufficient power unless he is helped from above. These
are only puerile trifles; for, as we have said, the Prophet does not
shew here what are the powers of free-will, and what power man has
to deliberate, but he takes this as granted; yet the children of this
world, though they seem to themselves to be very acute in all things,
and take their own counsels, and rely on their own resources, are yet
deceived, because God can in one moment dissipate all their hopes, as
the events of things are wholly in his power. It is therefore by way of
concession that he says that man walks, according to what Paul says
in Romans 9:16, though in that passage he ascends higher; yet in
saying, that it is not of him who wills nor of him who runs, he seems
to concede to men the power of willing and running. But there is to be
understood here a species of irony; for we know that men can never
be stripped of that vain and deceptive conceit which fills them, while
they think that they can obtain righteousness by their own strength.
They dare not, indeed, actually to boast that they are the authors of
their own salvation, and that righteousness is within their own power,
but they wish to be associates with God. Though they admit him as a
partner, they yet wish to divide with him. This is the folly which Paul
ridicules; and he says, that it is not of him who wills, or of him who
runs, but of God only who shews mercy; that is, that man’s salvation
is alone from the mercy of God, and that it is not from the toil and
running of man. When the Pelagians sought by this cavil to evade the
sentence of Paul, ‘It is not of him who wills and runs,’ deducing
hence, that man has some liberty to will and to run, Augustine said
wisely, ‘If it be so, then, on the other hand, we may infer, that it is not
of God who shews mercy, but of him who wills and runs.’ How so? If
men co-operate in half with God, and if there is a concurrence of
human power with the grace and aid of the Holy Spirit, and if this
sentence, ‘It is not of him who wills, or of him who runs,’ is true
according to the sense given to it, so we may also say, that it is not
only of God who shews mercy, but also of him who wills and runs.
Why? Because the mercy of God is not sufficient if it is to be aided by
man’s power. But this is extremely absurd, and there is no one who
does not abhor the thought, that man’s salvation is not from God’s
mercy, but from their willing and running. It then follows, that all
human power, and all labours, are wholly excluded by these words of
Paul.” [= ].

Dalam kutipan di atas ini Calvin memberi contoh yang lain, yaitu
Ro 9:16.
Ro 9:16 - “Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau
usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah.”.
KJV: ‘So then it is not of him that willeth, nor of him that runneth ,
but of God that sheweth mercy.’ [= Maka itu bukan dari dia yang
menghendaki, ataupun dari dia yang berlari / berusaha, tetapi
dari Allah yang menunjukkan belas kasihan / kemurahan hati.].

Apakah dari text ini kita harus menarik ajaran bahwa manusia
mempunyai kebebasan untuk menghendaki dan mengusahakan?
Tentu tidak. Penjelasannya seperti dalam penjelasan tentang
ayat-ayat di atas.

Calvin (tentang Yer 10:23): “Now, the Prophet does not speak of
eternal salvation, but only of the actions of the present life. As then
the Israelites thought that they had sufficient protection in their own
wisdom, in their own power, in their own numbers, and also in their
confederacies with other nations, the Prophet says, that they were
deceived, for they arrogated to themselves the ruling power, which
belongs to God alone; for what men commonly call fortune is nothing
else but God’s providence. Since then God by his hidden counsel
governs the affairs of men, it follows that all events, prosperous or
adverse, are at his will. Whatever, then, men may consult, determine,
and attempt, they yet can execute nothing, for God gives such an issue
as he pleases. We now see what the Prophet speaks of, and also see
that he touches not on the powers of free-will; for he does not refer
here to man’s will, but only shews that after men have arranged their
affairs in the best manner, all their counsels, strivings, and toils come
to nothing, and that God disappoints their confidence, because they
dare rashly to promise to themselves more than what is right.” [=
sang Nabi berkata, bahwa mereka ditipu, karena mereka
mengclaim dengan sombong bagi diri mereka sendiri kuasa
memerintah, yang hanyalah milik dari Allah saja; karena apa yang
manusia biasanya sebut sebagai ‘nasib baik’ bukan lain dari
Providensia Allah. Maka karena Allah oleh rencanaNya yang
tersembunyi memerintah urusan-urusan manusia, konsekwensinya
adalah bahwa semua peristiwa-peristiwa, yang sukses /
menyenangkan atau yang merugikan / tak menyenangkan, ada /
tergantung pada kehendakNya. Jadi, apapun yang manusia
pertimbangkan, tentukan, dan usahakan, mereka tidak bisa
melakukan apapun, karena Allah memberikan hasil sedemikian
rupa seperti yang Ia berkenan.].
Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-
bawahi.

John Calvin: “6. GOD’S PROVIDENCE ESPECIALLY RELATES


TO MEN. But because we know that the universe was established
especially for the sake of mankind, we ought to look for this purpose
in his governance also. The prophet Jeremiah exclaims, ‘I know, O
Lord, that the way of man is not his own, nor is it given to man to
direct his own steps’ (Jeremiah 10:23, cf. Vg.). Moreover, Solomon
says, ‘Man’s steps are from the Lord (Proverbs 20:24 p.) and how
may man dispose his way?’ (Proverbs 16:9 p., cf. Vg.). Let them now
say that man is moved by God according to the inclination of his
nature, but that he himself turns that motion whither he pleases. Nay,
if that were truly said, the free choice of his ways would be in man’s
control. Perhaps they will deny this because he can do nothing
without God’s power. Yet they cannot really get by with that, since it
is clear that the prophet and Solomon ascribe to God not only might
but also choice and determination. Elsewhere Solomon elegantly
rebukes this rashness of men, who set up for themselves a goal
without regard to God, as if they were not led by his hand. ‘The
disposition of the heart is man’s, but the preparation of the tongue is
the Lord’s.’ (Proverbs 16:1, 9, conflated.) It is an absurd folly that
miserable men take it upon themselves to act without God, when they
cannot even speak except as he wills!” [= Merupakan suatu
kebodohan yang konyol / menggelikan bahwa orang-orang yang
menjijikkan / memalukan menganggap diri mereka sendiri
melakukan tanpa Allah, pada waktu mereka bahkan tidak bisa
berbicara kecuali sebagaimana Ia menghendakinya!] - ‘Institutes of
The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 6.
Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-
bawahi.

Dari semua kutipan dari Calvin dalam point ini kita bisa melihat
betapa kerasnya pandangan Calvin dalam hal ini, karena ia
mengatakan bahwa manusia tak bisa melakukan hal-hal terkecil
sekalipun, seperti melangkah, atau bahkan berbicara, kalau
bukan karena Providensia Allah!

11)Amsal 16:33 - “Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap


keputusannya berasal dari pada TUHAN.”.

Jatuhnya undian kelihatannya terjadi secara kebetulan, tetapi


ayat ini mengatakan bahwa itu juga datang dari Tuhan / diatur
oleh Tuhan.

John Calvin: “But the Lord does not allow this, claiming for himself
the determining of them. He teaches that it is not by their own power
that pebbles are cast into the lap and drawn out, but the one thing
that could have been attributed to chance he testifies to come from
himself (Proverbs 16:33).” [= ] - ‘Institutes of The Christian
Religion’, Book I, Chapter 16, No 6.

John Calvin: “What then? you will ask. Does nothing happen by
chance, nothing by contingency? I reply: Basil the Great has truly
said that ‘fortune’ and ‘chance’ are pagan terms, with whose
significance the minds of the godly ought not to be occupied. For if
every success is God’s blessing, and calamity and adversity his curse,
no place now remains in human affairs for fortune or chance. And
that saying of Augustine also ought to impress us: "It grieves me that
in my books ‘Against the Academics’ I have so often mentioned
Fortune; although I did not mean some goddess or other to be
understood by this name, but only a fortuitous outcome of things in
outward good or evil. From FORTUNA also come those words which
we should have no scruple about using: FORTE, FORSAN,
FORSITAN, FORTASSE, FORTUITO (haply, perchance, mayhap,
perhaps, fortuitously); which nevertheless must be wholly referred to
divine providence. And I did not pass over this in silence but said it,
for perhaps what is commonly called ‘fortune’ is also ruled by a
secret order, and we call a ‘chance occurrence’ only that of which the
reason and cause are secret. Indeed, I said this: but I regret having
thus mentioned ‘fortune’ here, since I see that men have a very bad
custom, that where one ought to say ‘God willed this,’ they say,
‘fortune willed this.’" In fine, Augustine commonly teaches that if
anything is left to fortune, the world is aimlessly whirled about. And
although in another place he lays down that all things are carried on
partly by man’s free choice, partly by God’s providence, yet a little
after this he sufficiently demonstrates that men are under, and ruled
by, providence; taking as his principle that nothing is more absurd
than that anything should happen without God’s ordaining it,
because it would then happen without any cause. For this reason he
excludes, also, the contingency that depends upon men’s will; soon
thereafter he does so more clearly, denying that we ought to seek the
cause of God’s will.” [= tetapi sedikit setelahnya, ia (Agustinus)
secara cukup menunjukkan bahwa orang-orang ada di bawah, dan
diperintah oleh, providensia; mengambil sebagai prinsipnya bahwa
tak ada apapun yang lebih menggelikan dari pada bahwa ada
apapun yang terjadi tanpa Allah menentukannya, karena itu
berarti itu terjadi tanpa penyebab apapun.] - ‘Institutes of The
Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 8.
Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-
bawahi.

12)Amsal 19:21 - “Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi


keputusan TUHANlah yang terlaksana.”.

Ayat ini menunjukkan bahwa manusia bisa merencanakan, tetapi


keputusan Tuhanlah yang terlaksana.

13)Amsal 21:1 - “Hati raja seperti batang air dalam tangan TUHAN,
dialirkannya ke mana Ia ingini.”.
Hati raja diarahkan oleh Tuhan sesuai kehendakNya. Sebetulnya
tentu saja bukan hati raja saja yang diarahkan oleh Tuhan, tetapi
juga hati / pikiran semua manusia. Karena itu, kalau tadi dalam
Amsal 16:1,9 dan Amsal 19:21 dikatakan bahwa manusia bisa
memikirkan / menimbang jalannya, maka semua itu tetap ada
dalam penentuan dan kontrol dari Allah!

John Calvin: “Solomon’s statement that the heart of a king is turned


about hither and thither at God’s pleasure (Proverbs 21:1) certainly
extends to all the human race, and carries as much weight as if he
had said: ‘Whatever we conceive of in our minds is directed to his
own end by God’s secret inspiration.’” [= Pernyataan Salomo bahwa
hati dari seorang raja dibelokkan kesana kemari sesuai kesenangan
/ perkenan Allah (Amsal 21:1) pasti meluas / mencakup pada
semua umat manusia, dan membawa / mempunyai kekuatan yang
sama seakan-akan ia telah berkata: ‘Apapun yang kita mengerti /
bentuk dalam pikiran kita diarahkan pada tujuannya sendiri oleh
bimbingan / kontrol rahasia Allah’.] - ‘Institutes of The Christian
Religion’, Book I, Chapter 18, No 2.

John Calvin: “And surely unless he worked inwardly in men’s minds,


it would not rightly have been said that he removes speech from the
truthful, and prudence from the old men (Ezekiel 7:26); that he takes
away the heart of the princes of the earth so they may wander in
trackless wastes (Job 12:24; cf. Psalm 107:40; 106:40, Vg.). To this
pertains what one often reads: that men are fearful according as
dread of him takes possession of their minds (Leviticus 26:36). So
David went forth from Saul’s camp without anyone’s knowing it,
because the sleep of God had overtaken them all. (1 Samuel 26:12.)
But one can desire nothing clearer than where he so often declares
that he blinds men’s minds (Isaiah 29:14), smites them with dizziness
(cf. Deuteronomy 28:28; Zechariah 12:4), makes them drunk with the
spirit of drowsiness (Isaiah 29:10), casts madness upon them
(Romans 1:28), hardens their hearts (Exodus 14:17 and passim).” [=
Dan pastilah, kecuali Ia bekerja di dalam pikiran manusia, akan
dikatakan secara tidak benar bahwa Ia menghilangkan ucapan
dari orang yang mengatakan kebenaran, dan hikmat dari orang-
orang tua (Yeh 7:26); bahwa Ia mengambil / menyingkirkan hati
dari pangeran-pangeran bumi sehingga mereka bisa mengembara
di daerah liar yang tak ada jalannya (Ayub 12:24; bdk. Maz
107:40; 106:40, Vg.). Pada hal ini berhubungan / sesuai apa yang
orang sering baca: bahwa manusia takut sesuai dengan rasa takut
dari Dia menguasai pikiran mereka (Im 26:36). Demikianlah Daud
keluar dari perkemahan Saul tanpa seorangpun mengetahuinya,
karena tidur dari Allah telah secara tiba-tiba menimpa mereka
semua. (1Sam 26:12). Tetapi seseorang tidak bisa menginginkan
apapun yang lebih jelas dari dimana Ia begitu sering menyatakan
bahwa Ia membutakan pikiran manusia (Yes 29:14), memukul
mereka dengan kepusingan / kebingungan (bdk. Ul 28:28; Zakh
12:4), membuat mereka mabuk dengan roh mengantuk (Yes 29:10),
menjatuhkan kegilaan atas mereka (Ro 1:28), mengeraskan hati
mereka (Kel 14:17 dan banyak ayat lain dalam kitab itu).] -
‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 18, No 2.

Yeh 7:26 - “Bencana demi bencana akan datang, kabar demi


kabar akan tersiar. Mereka akan menginginkan suatu penglihatan
dari nabi, pengajaran hilang lenyap dari imam, dan nasihat dari
tua-tua.”.

Ayub 12:24 - “Dia menyebabkan para pemimpin dunia kehilangan


akal, dan membuat mereka tersesat di padang belantara yang tidak
ada jalannya.”.

Maz 107:40 - “DitumpahkanNya kehinaan ke atas orang-orang


terkemuka, dan dibuatNya mereka mengembara di padang tandus
yang tiada jalan;”.

Im 26:36 - “Dan mengenai mereka yang masih tinggal hidup dari


antaramu, Aku akan mendatangkan kecemasan ke dalam hati
mereka di dalam negeri-negeri musuh mereka, sehingga bunyi
daun yang ditiupkan anginpun akan mengejar mereka, dan mereka
akan lari seperti orang lari menjauhi pedang, dan mereka akan
rebah, sungguhpun tidak ada orang yang mengejar.”.

1Sam 26:12 - “Kemudian Daud mengambil tombak dan kendi itu


dari sebelah kepala Saul, lalu mereka pergi. Tidak ada yang
melihatnya, tidak ada yang mengetahuinya, tidak ada yang
terbangun, sebab sekaliannya tidur, karena TUHAN membuat
mereka tidur nyenyak.”.

Yes 29:14 - “maka sebab itu, sesungguhnya, Aku akan melakukan


pula hal-hal yang ajaib kepada bangsa ini, keajaiban yang
menakjubkan; hikmat orang-orangnya yang berhikmat akan
hilang, dan kearifan orang-orangnya yang arif akan
bersembunyi.’”.
Ul 28:28 - “TUHAN akan menghajar engkau dengan kegilaan,
kebutaan dan kehilangan akal,”.

Zakh 12:4 - “Pada waktu itu, demikianlah firman TUHAN, Aku


akan membuat segala kuda menjadi bingung, penunggangnya
menjadi gila. Atas kaum Yehuda, Aku akan membuka mataKu,
tetapi segala kuda bangsa akan Kubuat menjadi buta.”.

Yes 29:10 - “Sebab TUHAN telah membuat kamu tidur nyenyak;


matamu - yakni para nabi - telah dipejamkanNya dan mukamu -
yaitu para pelihat - telah ditudungiNya.”.

Ro 1:28 - “Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk


mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada
pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa
yang tidak pantas:”.

Kel 14:17 - “Tetapi sungguh Aku akan mengeraskan hati orang


Mesir, sehingga mereka menyusul orang Israel, dan terhadap
Firaun dan seluruh pasukannya, keretanya dan orangnya yang
berkuda, Aku akan menyatakan kemuliaanKu.”.

14)Amsal 21:31 - “Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi


kemenangan ada di tangan TUHAN.”.

Ayat ini menunjukkan bahwa kemenangan dalam perang bukan


tergantung persiapan / kekuatan pasukan, tetapi tergantung
Tuhan.

Text yang menunjukkan hal ini secara paling menyolok adalah


text di bawah ini.

Kel 17:8-13 - “(8) Lalu datanglah orang Amalek dan berperang


melawan orang Israel di Rafidim. (9) Musa berkata kepada Yosua:
‘Pilihlah orang-orang bagi kita, lalu keluarlah berperang melawan
orang Amalek, besok aku akan berdiri di puncak bukit itu dengan
memegang tongkat Allah di tanganku.’ (10) Lalu Yosua melakukan
seperti yang dikatakan Musa kepadanya dan berperang melawan
orang Amalek; tetapi Musa, Harun dan Hur telah naik ke puncak
bukit. (11) Dan terjadilah, apabila Musa mengangkat tangannya,
lebih kuatlah Israel, tetapi apabila ia menurunkan tangannya, lebih
kuatlah Amalek. (12) Maka penatlah tangan Musa, sebab itu
mereka mengambil sebuah batu, diletakkanlah di bawahnya,
supaya ia duduk di atasnya; Harun dan Hur menopang kedua
belah tangannya, seorang di sisi yang satu, seorang di sisi yang lain,
sehingga tangannya tidak bergerak sampai matahari terbenam.
(13) Demikianlah Yosua mengalahkan Amalek dan rakyatnya
dengan mata pedang.”.

15)Amsal 22:2 - “Orang kaya dan orang miskin bertemu; yang


membuat mereka semua ialah TUHAN.”.
NIV: ‘Rich and poor have this in common: The LORD is the
Maker of them all.’ [= Orang kaya dan miskin mempunyai
persamaan dalam hal ini: Tuhan adalah Pembuat mereka
semua.].

Ini sesuai dengan Maz 75:7-8 di atas, dan menunjukkan bahwa


orang bisa jadi kaya / miskin karena pekerjaan Tuhan.

John Calvin: “In the same vein is that saying of Solomon, ‘The poor
man and the usurer meet together; God illumines the eyes of both’
(Proverbs 29:13; cf. ch. 22:2). He points out that, even though the
rich are mingled with the poor in the world, while to each his
condition is divinely assigned, God, who lights all men, is not at all
blind. And so he urges the poor to patience; because those who are
not content with their own lot try to shake off the burden laid upon
them by God.” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I,
Chapter 16, No 6.

Amsal 29:13 - “Si miskin dan si penindas bertemu, dan TUHAN


membuat mata kedua orang itu bersinar.”.
KJV: ‘the LORD lighteneth both their eyes.’ [= TUHAN mencerahi
/ membuat terang mata mereka berdua.].

16)Pkh 7:14 - “Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari


malang ingatlah, bahwa hari malang inipun dijadikan Allah seperti
juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu
mengenai masa depannya.”.

Ayat ini menunjukkan bahwa hari mujur maupun hari malang juga
dijadikan oleh Allah. Jadi, siapapun mengalami kemujuran atau
kesialan, itu bukan kebetulan, tetapi merupakan pekerjaan
Tuhan.

17)Yes 45:6b-7 - “(6b) Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain, (7)
yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan
nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang
membuat semuanya ini.”.
KJV: ‘I form the light, and create darkness: I make PEACE, and
create EVIL: I the LORD do all these things.’ [= Aku membentuk
terang, dan menciptakan kegelapan: Aku membuat DAMAI, dan
menciptakan BENCANA: Aku TUHAN melakukan semua hal-hal
ini.].
RSV: ‘I form light and create darkness, I make WEAL and create
WOE, I am the LORD, who do all these things.’ [= Aku
membentuk terang dan menciptakan kegelapan, Aku membuat
KEMAKMURAN dan menciptakan KESIALAN, Aku adalah
TUHAN, yang melakukan semua hal-hal ini.]
NIV: ‘I form the light and create darkness, I bring PROSPERITY
and create DISASTER; I, the LORD, do all these things.’ [= Aku
membentuk terang dan menciptakan kegelapan, Aku membawa
KEMAKMURAN dan menciptakan BENCANA / MALAPETAKA;
Aku, TUHAN, melakukan semua hal-hal ini.].
NASB: ‘The One forming light and creating darkness, Causing
WELL-BEING and creating CALAMITY; I am the LORD who does
all these.’ [= Yang membentuk terang dan menciptakan
kegelapan, Menyebabkan KESEJAHTERAAN dan menciptakan
BENCANA; Aku adalah TUHAN yang melakukan semua ini.].

Calvin (tentang Yes 45:7): “‘Making peace, and creating evil.’ By


the words ‘light’ and ‘darkness’ he describes metaphorically not only
peace and war; but adverse and prosperous events of any kind; and
he extends the word ‘peace,’ according to the custom of Hebrew
writers, to all success and prosperity. This is made abundantly clear
by the contrast; for he contrasts ‘peace’ not only with war, but with
adverse events of every sort. Fanatics torture this word ‘evil,’ as if
God were the author of evil, that is, of sin; but it is very obvious how
ridiculously they abuse this passage of the Prophet. This is
sufficiently explained by the contrast, the parts of which must agree
with each other; for he contrasts ‘peace’ with ‘evil,’ that is, with
afflictions, wars, and other adverse occurrences. If he contrasted
‘righteousness’ with ‘evil,’ there would be some plausibility in their
reasonings, but this is a manifest contrast of things that are opposite
to each other. Consequently, we ought not to reject the ordinary
distinction, that God is the author of the ‘evil’ of punishment, but not
of the ‘evil’ of guilt. But the Sophists are wrong in their exposition;
for, while they acknowledge that famine, barrenness, war, pestilence,
and other scourges, come from God, they deny that God is the author
of calamities, when they befall us through the agency of men. This is
false and altogether contrary to the present doctrine; for the Lord
raises up wicked men to chastise us by their hand, as is evident from
various passages of Scripture. (1 Kings 11:14, 23.) The Lord does not
indeed inspire them with malice, but he uses it for the purpose of
chastising us, and exercises the office of a judge, in the same manner
as he made use of the malice of Pharaoh and others, in order to
punish his people. (Exodus 1:11 and 2:23.) We ought therefore to
hold this doctrine, that God alone is the author of all events; that is,
that adverse and prosperous events are sent by him, even though he
makes use of the agency of men, that none may attribute it to fortune,
or to any other cause.” [= ‘Membuat damai, dan menciptakan
bencana’. Dengan kata ‘terang’ dan ‘kegelapan’ ia
menggambarkan secara kiasan bukan hanya damai dan perang;
tetapi peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan dan yang
menyenangkan dari jenis apapun; dan ia memperluas kata ‘damai’,
sesuai dengan kebiasaan dari penulis-penulis Ibrani, pada semua
kesuksesan dan kemakmuran. ... Karena itu, kita harus
memegang / mempercayai doktrin ini, bahwa Allah saja adalah
pencipta dari semua peristiwa; artinya, bahwa peristiwa-peristiwa
yang tidak menyenangkan dan yang menyenangkan dikirim oleh
Dia, sekalipun Ia menggunakan manusia sebagai alat, sehingga /
supaya tak seorangpun bisa menganggapnya berasal dari nasib
baik, atau dari penyebab lain apapun.].
Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-
bawahi.

1Raja 11:14,23 - “(14) Kemudian TUHAN membangkitkan


seorang lawan Salomo, yakni Hadad, orang Edom; ia dari
keturunan raja Edom. ... (23) Allah membangkitkan pula seorang
lawan Salomo, yakni Rezon bin Elyada, yang telah melarikan diri
dari tuannya, yakni Hadadezer, raja Zoba.”.

Kel 1:11 - “Sebab itu pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas


mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa: mereka harus
mendirikan bagi Firaun kota-kota perbekalan, yakni Pitom dan
Raamses.”.

Kel 2:23 - “Lama sesudah itu matilah raja Mesir. Tetapi orang
Israel masih mengeluh karena perbudakan, dan mereka berseru-
seru, sehingga teriak mereka minta tolong karena perbudakan itu
sampai kepada Allah.”.
18)Rat 3:37-38 - “(37) Siapa berfirman, maka semuanya jadi?
Bukankah Tuhan yang memerintahkannya? (38) Bukankah dari
mulut Yang Mahatinggi keluar apa yang buruk dan apa yang
baik?”.

Ayat ini menunjukkan bahwa dari mulut Tuhan keluar apa yang
buruk dan yang baik. Dengan kata lain, apa yang buruk ataupun
yang baik bisa terjadi hanya karena Tuhan memerintahkan /
mengatur supaya hal itu terjadi.

Banyak orang menggunakan Yer 29:11 untuk mengatakan bahwa


Allah tidak merencanakan hal-hal yang buruk.

Yer 29:11 - “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa


yang ada padaKu MENGENAI KAMU, demikianlah firman
TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan
kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh
harapan.”.

Ada beberapa hal yang perlu dipikirkan sebelum menafsirkan


ayat ini dengan cara seperti di atas:

a) Tafsiran itu menabrak Rat 3:38 diatas.

b) Tafsiran itu menabrak kata-kata Yeremia sendiri dalam bagian


lain dari kitab Yeremia.

Yer 21:10 - “Sebab Aku telah menentang kota ini untuk


mendatangkan kecelakaan dan bukan untuk mendatangkan
keberuntungannya, demikianlah firman TUHAN. Kota ini akan
diserahkan ke dalam tangan raja Babel yang akan
membakarnya habis dengan api.’”.

c) Dalam Yer 29:11 itu ada kata-kata ‘mengenai kamu’.


‘Kamu’ itu harus diartikan sebagai orang pilihan / orang
percaya.
Jadi untuk orang pilihan / orang percaya saja berlaku ayat ini
(sama seperti Ro 8:28 juga berlaku hanya untuk orang pilihan /
orang percaya), sedangkan untuk orang non pilihan / orang
yang tidak percaya berlaku Yer 21:10.
Baca kontext dari kedua ayat dari Yeremia itu, maka semua
akan menjadi jelas!
Dengan tafsiran ini semuanya menjadi harmonis!

19)Amos 3:6 - “Adakah sangkakala ditiup di suatu kota, dan orang-


orang tidak gemetar? Adakah terjadi malapetaka di suatu kota,
dan TUHAN tidak melakukannya?”.

Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhanlah yang mengerjakan semua


malapetaka.

20)Yak 4:13-16 - keberhasilan dalam usaha kita tergantung pada


kehendak Tuhan.

Yak 4:13-16 - “(13) Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ‘Hari
ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan
tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’, (14)
sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti
hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja
kelihatan lalu lenyap. (15) Sebenarnya kamu harus berkata: ‘Jika
Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.’
(16) Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu,
dan semua kemegahan yang demikian adalah salah.”.

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 24 Januari 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (8)


C) Semua ini berhubungan dengan kedaulatan yang mutlak dari
Allah.

Bahwa Rencana Allah dan Providence of God berhubungan dengan


segala sesuatu menunjukkan bahwa Allah adalah Allah yang
berdaulat secara mutlak!
Kata ‘berdaulat’ dalam bahasa Inggris adalah ‘sovereign’, yang
berasal dari bahasa Latin SUPERANUS (super = above, over / di
atas). Dan dalam Kamus Webster diberikan definisi sebagai berikut
tentang kata ‘sovereign’:
a) Above or superior to all others; chief; greatest; supreme [= Di atas
atau lebih tinggi dari semua yang lain; pemimpin / kepala; terbesar;
tertinggi].
b) supreme in power, rank, or authority [= tertinggi dalam kuasa,
tingkat, atau otoritas].
c) of or holding the position of a ruler; royal; reigning [= mempunyai
atau memegang posisi sebagai pemerintah; raja; bertahta].
d) independent of all others [= tidak tergantung pada semua yang lain].

Karena itu kalau kita percaya bahwa Allah itu berdaulat, maka kita
juga harus percaya bahwa Ia menetapkan SEGALA SESUATU, dan
bahwa Ia melaksanakan ketetapanNya itu tanpa tergantung pada
siapapun dan apapun di luar diriNya! Jelas adalah omong kosong
kalau seseorang berbicara tentang kedaulatan Allah / mengakui
kedaulatan Allah, tetapi tidak mempercayai bahwa Rencana Allah
dan Providence of God itu mencakup SEGALA SESUATU dalam arti
kata yang mutlak!
Louis Berkhof: “Reformed Theology stresses the sovereignty of God in
virtue of which He has sovereignly determined from all eternity
whatsoever will come to pass, and works His sovereign will in His entire
creation, both natural and spiritual, according to His predetermined
plan. It is in full agreement with Paul when he says that God ‘worketh
all things after the counsel of His will,’ Eph 1:11.” [= Theologia
Reformed menekankan kedaulatan Allah atas dasar mana Ia secara
berdaulat telah menentukan dari sejak kekekalan apapun yang akan
terjadi, dan mengerjakan kehendakNya yang berdaulat dalam
seluruh ciptaanNya, baik yang bersifat jasmani maupun rohani,
menurut rencanaNya yang sudah ditentukan sebelumnya. Ini sesuai
dengan Paulus pada waktu ia berkata bahwa Allah ‘mengerjakan
segala sesuatu menurut keputusan kehendakNya’, Ef 1:11.] -
‘Systematic Theology’, hal 100.

Ef 1:11 - “Aku katakan ‘di dalam Kristus’, karena di dalam Dialah


kami mendapat bagian yang dijanjikan - kami yang dari semula
ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah,
yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan
kehendakNya - ”.

Charles Hodge: “And as God is absolutely sovereign and independent,


all his purposes must be determined from within or according to the
counsel of his own will. They cannot be supposed to be contingent or
suspended on the action of his creatures, or upon anything out of
Himself.” [= Dan karena Allah itu berdaulat dan tak tergantung
secara mutlak, semua rencanaNya harus ditentukan dari dalam atau
menurut keputusan kehendakNya sendiri. Mereka tidak bisa
dianggap sebagai kebetulan atau tergantung pada tindakan-tindakan
dari makhluk-makhluk ciptaanNya, atau pada apapun di luar diriNya
sendiri.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 320.

William G. T. Shedd: “Whatever undecreed must be by hap-hazard and


accident. If sin does not occur by the Divine purpose and permission, it
occurs by chance. And if sin occurs by chance, the deity, as in the
ancient pagan theologies, is limited and hampered by it. He is not ‘God
over all’. Dualism is introduced into the theory of the universe. Evil is
an independent and uncontrollable principle. God governs only in part.
Sin with all its effects is beyond his sway. This dualism God condemns
as error, in his words to Cyrus by Isaiah, ‘I make peace and create evil’;
and in the words of Proverbs 16:4, ‘The Lord hath made all things for
himself; yea, even the wicked for the day of evil’.” [= Apapun yang
tidak ditetapkan pasti ada karena kebetulan. Jika dosa tidak terjadi
karena rencana dan ijin ilahi, maka itu terjadi karena kebetulan. Dan
jika dosa terjadi karena kebetulan, keilahian, seperti dalam teologi
kafir kuno, dibatasi dan dirintangi olehnya. Ia bukanlah ‘Allah atas
segala sesuatu’. Dualisme dimasukkan ke dalam teori alam semesta.
Kejahatan merupakan suatu elemen hakiki yang tak tergantung dan
tak terkontrol. Allah memerintah hanya sebagian. Dosa dengan
semua akibatnya ada di luar kekuasaanNya. Dualisme seperti ini
dikecam Allah sebagai salah, dalam kata-kata Yesaya kepada Koresy,
‘Aku membuat damai dan menciptakan malapetaka’; dan dalam
kata-kata dari Amsal 16:4, ‘Tuhan telah membuat segala sesuatu
untuk diriNya sendiri; ya, bahkan orang jahat untuk hari
malapetaka’.] - ‘Calvinism: Pure & Mixed’, hal 36.
Catatan: William G. T. Shedd mengutip Yes 45:7 dan Amsal 16:4
dari KJV.

Yes 45:7 - “yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang


menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah
TUHAN yang membuat semuanya ini.”.
KJV: ‘I form the light, and create darkness: I make peace, and
create evil: I the LORD do all these things.’ [= Aku membentuk
terang, dan menciptakan kegelapan: Aku membuat damai, dan
menciptakan bencana: Aku, TUHAN, melakukan semua hal-hal ini.].

Amsal 16:4 - “TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya


masing-masing, bahkan orang fasik dibuatNya untuk hari
malapetaka.”.
KJV: ‘The LORD hath made all things for himself: yea, even the
wicked for the day of evil.’ [= TUHAN telah membuat segala
sesuatu untuk diriNya sendiri: ya, bahkan orang jahat untuk hari
malapetaka.].

R. C. Sproul: “That God in some sense foreordains whatever comes to


pass is a necessary result of his sovereignty. ... everything that happens
must at least happen by his permission. If he permits something, then he
must decide to allow it. If He decides to allow something, then is a sense
he is foreordaining it. ... To say that God foreordains all that comes to
pass is simply to say that God is sovereign over his entire creation. If
something could come to pass apart from his sovereign permission, then
that which came to pass would frustrate his sovereignty. If God refused
to permit something to happen and it happened anyway, then whatever
caused it to happen would have more authority and power than God
himself. If there is any part of creation outside of God’s sovereignty,
then God is simply not sovereign. If God is not sovereign, then God is
not God. ... Without sovereignty God cannot be God. If we reject divine
sovereignty then we must embrace atheism.” [= Bahwa Allah dalam arti
tertentu menentukan apapun yang akan terjadi merupakan akibat
yang harus ada dari kedaulatanNya. ... segala sesuatu yang terjadi
setidaknya harus terjadi karena ijinNya. Jika Ia mengijinkan sesuatu,
maka Ia pasti memutuskan untuk mengijinkannya. Jika Ia
memutuskan untuk mengijinkan sesuatu, maka dalam arti tertentu Ia
menentukannya. ... Mengatakan bahwa Allah menentukan segala
sesuatu yang akan terjadi adalah sama dengan mengatakan bahwa
Allah itu berdaulat atas segala ciptaanNya. Jika ada sesuatu yang bisa
terjadi di luar ijinNya yang berdaulat, maka apa yang terjadi itu
menghalangi kedaulatanNya. Jika Allah menolak untuk mengijinkan
sesuatu dan hal itu tetap terjadi, maka apapun yang menyebabkan hal
itu terjadi mempunyai otoritas dan kuasa yang lebih besar dari Allah
sendiri. Jika ada bagian dari ciptaan berada di luar kedaulatan Allah,
maka Allah itu tidak berdaulat. Jika Allah tidak berdaulat, maka
Allah itu bukanlah Allah. ... Tanpa kedaulatan Allah tidak bisa
menjadi / adalah Allah. Jika kita menolak kedaulatan ilahi, maka kita
harus mempercayai atheisme.] - ‘Chosen By God’, hal 26-27.

Bagian terakhir kata-kata R. C. Sproul ini memang patut


diperhatikan / dicamkan. Allah haruslah berdaulat, dan Allah yang
tidak berdaulat, bukanlah Allah.

John Murray: “to say that God is sovereign is but to affirm that God is
one and that God is God.” [= mengatakan bahwa Allah itu berdaulat
adalah sama dengan menegaskan bahwa Allah itu satu / esa dan
bahwa Allah adalah Allah.] - ‘Collected Writings of John Murray’, vol
4, hal 191.

Calvin (tentang Maz 10:4): “Whoever, therefore, refuse to admit that


the world is subject to the providence of God, or do not believe that his
hand is stretched forth from on high to govern it, do as much as in them
lies to put an end to the existence of God.” [= Karena itu, siapapun
menolak untuk mengakui bahwa dunia / alam semesta tunduk kepada
Providensia Allah, atau tidak percaya bahwa tanganNya diulurkan
dari tempat tinggi untuk memerintahnya, melakukan sebanyak yang
tergantung kepada mereka untuk mengakhiri keberadaan dari
Allah.].

Karena itulah maka menolak penetapan dan pengaturan ilahi atas


segala sesuatu, adalah sama dengan menjadi atheis!
D) Rencana Allah dan pelaksanaannya (Providence of God) tidak
terlepas dari sifat-sifat Allah, seperti kasih, bijaksana, dan
suci.

Loraine Boettner: “Although the sovereignty of God is universal and


absolute, it is not the sovereignty of blind power. It is coupled with
infinite wisdom, holiness and love. And this doctrine, when properly
understood, is a most comforting and reassuring one. Who would not
prefer to have his affairs in the hands of a God of infinite power,
wisdom, holiness and love, rather than to have them left to fate, or
chance, or irrevocable natural law, or to short-sighted and perverted
self? Those who reject God’s sovereignty should consider what
alternatives they have left.” [= Sekalipun kedaulatan Allah itu bersifat
universal dan mutlak, tetapi itu bukanlah kedaulatan dari kuasa yang
buta. Itu digabungkan dengan kebijaksanaan, kekudusan dan kasih
yang tidak terbatas. Dan doktrin ini, jika dimengerti dengan tepat,
adalah doktrin yang paling menghibur dan menenteramkan. Siapa
yang tidak lebih menghendaki perkaranya ada dalam tangan Allah
yang mempunyai kuasa, kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang
tidak terbatas, dari pada menyerahkannya pada nasib / takdir, atau
kebetulan, atau hukum alam yang tidak bisa dibatalkan, atau pada
diri sendiri yang cupet dan sesat? Mereka yang menolak kedaulatan
Allah harus mempertimbangkan alternatif-alternatif apa yang
mereka sisakan.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal
32.

-o0o-
IV. PROVIDENCE DAN DOSA
Sebelum saudara membaca pelajaran ke IV ini, saya ingin memberikan
peringatan, yaitu: jangan membaca pelajaran IV ini tanpa melanjutkan
dengan membaca pelajaran ke V, yaitu tentang ‘Providence dan
kebebasan / tanggung jawab manusia’, karena hanya mengerti dan
menerima pelajaran IV tanpa mengerti dan menerima pelajaran V,
akan menjadikan saudara tersesat ke dalam pandangan Hyper-
Calvinisme!

AAA
A) Rencana Allah dan dosa.

Bahwa dalam Rencana Allah juga tercakup dosa bisa terlihat dari:

1) Dalam pelajaran III, point A di atas sudah ditunjukkan bahwa


Rencana Allah berhubungan dengan SEGALA SESUATU (dalam
arti kata yang mutlak), dan itu jelas berarti termasuk dosa.

2) Rencana Allah tentang penebusan dosa oleh Kristus (1Pet 1:19-


20) menunjukkan adanya Rencana / penentuan terjadinya dosa,
karena bahwa penebusan dosa sudah ditentukan, itu jelas
menunjukkan bahwa:

a) Dosa manusia yang akan ditebus oleh Kristus itupun harus


juga sudah ditentukan! Karena kalau tidak, dan tahu-tahu dosa
yang akan ditebus itu tidak terjadi, lalu apa yang akan ditebus
oleh Kristus?

b) Pembunuhan / penyaliban yang dilakukan terhadap Kristus,


yang jelas merupakan suatu dosa yang sangat hebat, jelas
juga sudah ada dalam Rencana Allah.

Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan


rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan
bangsa-bangsa durhaka.”.
KJV: “Him, being delivered by the determinate counsel and
foreknowledge of God, ye have taken, and by wicked hands
have crucified and slain:” [= Ia, yang diserahkan oleh rencana
yang tetap / tertentu dan pra-pengetahuan Allah, telah kamu
ambil, dan telah salibkan dan bunuh oleh tangan-tangan
jahat:].

Calvin (tentang Kis 2:23): “Peter declareth that he suffered


nothing by chance, or because he wanted power to deliver himself,
but because it was so determined (and appointed) by God. For this
knowledge alone, that the death of Christ was ordained by the
eternal counsel of God, did cut off all occasion of foolish and
wicked cogitation’s, and did prevent all offenses which might
otherwise be conceived.” [= Petrus menyatakan bahwa Ia tak
menderita apapun oleh kebetulan, atau karena Ia kekurangan
kuasa untuk membebaskan diriNya sendiri, tetapi karena itu
ditentukan begitu (dan ditetapkan) oleh Allah. Karena
pengetahuan ini saja, bahwa kematian Kristus ditentukan oleh
rencana kekal Allah, menghentikan semua penyebab dari
pemikiran bodoh dan jahat, dan menghalangi semua batu
sandungan yang, jika ini tak ada, bisa dimengerti.].

Calvin (tentang Kis 2:23): “For we must know this, that God doth
decree nothing in vain or rashly; whereupon it followeth that there
was just cause for which he would have Christ to suffer. The same
knowledge of God’s providence is a step to consider the end and
fruit of Christ’s death. For this meeteth us by and by in the counsel
of God, that the just was delivered for our sins, and that his blood
was the price of our death.” [= Karena kita harus mengetahui hal
ini, bahwa Allah tidak menentukan apapun dengan sia-sia atau
dengan gegabah / sembrono; dan karena itu di sana ada alasan
yang benar untuk mana Ia mau Kristus menderita. Pengetahuan
yang sama tentang Providensia Allah adalah suatu langkah
untuk mempertimbangkan tujuan dan buah dari kematian
Kristus. Karena ini segera datang kepada kita dalam rencana
Allah, bahwa Orang Benar diserahkan untuk dosa-dosa kita, dan
bahwa darahNya adalah harga dari kematian kita.].

Calvin (tentang Kis 2:23): “Peter doth teach that God did not only
foresee that which befell Christ, but it was decreed by him. ...
Therefore, it belongeth to God not only to know before things to
come, but of his own will to determine what he will have done.” [=
Petrus mengajar bahwa Allah bukan hanya melihat lebih dulu
apa yang terjadi pada Kristus, tetapi itu ditetapkan olehNya. ...
Karena itu, Allah bukan hanya tahu sebelumnya tentang hal-hal
yang akan datang, tetapi dari kehendakNya sendiri menentukan
apa yang akan Ia lakukan.].

Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di


dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-
bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu
yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan
segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh
kuasa dan kehendakMu.”.
Kis 4:28 (KJV): ‘For to do whatsoever thy hand and thy
counsel determined before to be done.’ [= Untuk melakukan
apapun yang tanganMu dan RencanaMu tentukan sebelumnya
untuk terjadi / dilakukan.].

Calvin (tentang Kis 4:28): “Those men which do acknowledge the


foreknowledge of God alone, and yet confess not that all things are
done as it pleaseth him, are easily convict by these words, That God
hath appointed before that thing to be done which was done. Yea,
Luke being not contented with the word ‘counsel,’ addeth also
‘hand,’ improperly, yet to the end he might the more plainly
declare that the events of things are not only governed by the
counsel of God, but that they are also ordered by his power and
hand.” [= Orang-orang itu yang mengakui hanya pra
pengetahuan Allah saja, tetapi tidak mengakui bahwa segala
sesuatu dilakukan / terjadi karena itu menyenangkan Dia,
dengan mudah dinyatakan bersalah oleh kata-kata ini, Bahwa
Allah sebelumnya telah menetapkan hal yang terjadi itu untuk
terjadi. Ya, karena Lukas tidak puas dengan kata ‘rencana’, ia
menambahkan juga ‘tangan’, secara tidak tepat, tetapi dengan
tujuan supaya ia bisa dengan lebih jelas menyatakan bahwa
peristiwa-peristiwa dari hal-hal tidak hanya diperintah oleh
rencana Allah, tetapi bahwa mereka juga diatur oleh kuasa dan
tanganNya.].
Catatan: Calvin mengatakan ‘improperly’ [= secara tidak benar]
mungkin karena tangan / kuasa Allah bukan menetapkan tetapi
melaksanakan ketetapan itu.

Charles Hodge: “The crucifixion of Christ was beyond doubt


foreordained of God. It was, however, the greatest crime ever
committed. It is therefore beyond all doubt the doctrine of the Bible
that sin is foreordained.” [= Penyaliban Kristus tidak diragukan
lagi ditentukan lebih dulu oleh Allah. Tetapi itu adalah tindakan
kriminal terbesar yang pernah dilakukan. Karena itu tidak perlu
diragukan lagi bahwa dosa ditentukan lebih dulu merupakan
doktrin / ajaran dari Alkitab.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal
544.

Charles Hodge: “it is utterly irrational to contend that God cannot


foreordain sin, if He foreordained (as no Christian doubts) the
crucifixion of Christ.” [= adalah sama sekali tidak rasionil untuk
berpendapat bahwa Allah tidak bisa menentukan dosa, jika Ia
menentukan (seperti yang tidak ada orang kristen yang
meragukan) penyaliban Kristus.] - ‘Systematic Theology’, vol I,
hal 547.

3) Dosa / kejatuhan Adam mempunyai 3 kemungkinan:

a) Adam ditentukan untuk tidak jatuh.


Kemungkinan ini harus dibuang, karena kalau Adam
direncanakan untuk tidak jatuh, maka ia pasti tidak jatuh (ingat
bahwa Rencana Allah tidak bisa gagal - lihat pelajaran II, point
B,C di atas).
Kalau Adam ditentukan tidak jatuh, dan dalam faktanya ia
jatuh, maka itu berarti rencana Allah gagal, dan itu
bertentangan frontal dengan Ayub 42:2.
Ayub 42:2 - “‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan
segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal.”.

b) Allah tidak merencanakan apa-apa tentang hal itu.


Ini juga tidak mungkin karena kalau Allah mempunyai Rencana
/ kehendak tentang hal-hal yang remeh / tidak berarti seperti
jatuhnya burung pipit ke bumi atau rontoknya rambut kita (bdk.
Mat 10:29-30), bagaimana mungkin tentang hal yang begitu
besar dan penting, yang menyangkut kejatuhan dari
ciptaanNya yang tertinggi, Ia tidak mempunyai Rencana?

c) Allah memang merencanakan / menetapkan kejatuhan Adam


ke dalam dosa.
Inilah satu-satunya kemungkinan yang tertinggal, dan inilah
satu-satunya kemungkinan yang benar, dan ini menunjukkan
bahwa dosa sudah ada dalam Rencana Allah.

Jerome Zanchius: “That he fell in consequence of the Divine decree


we prove thus: God was either willing that Adam should fall, or
unwilling, or indifferent about it. If God was unwilling that Adam
should transgress, how came it to pass that he did? ... Surely, If God
had not willed the fall, He could, and no doubt would, have prevented
it; but He did not prevent it: ergo, He willed it. And if he willed it, He
certainly decreed it, for the decree of God is nothing else but the seal
and ratification of His will. He does nothing but what He decreed,
and He decreed nothing which He did not will, and both will and
decree are absolutely eternal, though the execution of both be in time.
The only way to evade the force of this reasoning is to say that ‘God
was indifferent and unconcerned whether man stood or fell’. But in
what a shameful, unworthy light does this represent the Deity! Is it
possible for us to imagine that God could be an idle, careless
spectator of one of the most important events that ever came to pass?
Are not ‘the very hairs of our head are numbered’? Or does ‘a
sparrow fall to the ground without our heavenly Father’? If, then,
things the most trivial and worthless are subject to the appointment of
His decree and the control of His providence, how much more is man,
the masterpiece of this lower creation?” [= Bahwa ia (Adam) jatuh
sebagai akibat dari ketetapan ilahi kami buktikan demikian: Allah
itu atau menghendaki Adam jatuh, atau tidak menghendaki, atau
acuh tak acuh / tak peduli tentang hal itu. Jika Allah tidak
menghendaki Adam melanggar, bagaimana mungkin ia
melanggar? ... Tentu saja, jika Allah tidak menghendaki kejatuhan
itu, Ia bisa, dan tidak diragukan Ia akan mencegahnya; tetapi Ia
tidak mencegahnya: jadi, Ia menghendakinya. Dan jika Ia
menghendakinya, Ia pasti menetapkannya, karena ketetapan Allah
tidak lain adalah meterai dan pengesahan kehendakNya. Ia tidak
melakukan apapun kecuali apa yang telah Ia tetapkan, dan Ia tidak
menetapkan apapun yang tidak Ia kehendaki, dan baik kehendak
maupun ketetapan adalah kekal secara mutlak, sekalipun
pelaksanaan keduanya ada dalam waktu. Satu-satunya cara untuk
menghindarkan kekuatan dari pemikiran ini adalah dengan
mengatakan bahwa ‘Allah bersikap acuh tak acuh dan tidak peduli
apakah manusia itu jatuh atau tetap berdiri’. Tetapi alangkah
memalukan dan tak berharganya terang seperti ini dalam
menggambarkan Allah! Mungkinkah bagi kita untuk
membayangkan bahwa Allah bisa menjadi penonton yang malas
dan tak peduli terhadap salah satu peristiwa yang terpenting yang
akan terjadi? Bukankah ‘rambut kepala kita dihitung’? Atau
apakah ‘seekor burung pipit jatuh ke tanah tanpa Bapa surgawi
kita’? Jika hal-hal yang paling remeh dan tak berharga tunduk
pada penentuan ketetapanNya dan pada kontrol dari
providensiaNya, betapa lebih lagi manusia, karya terbesar dari
ciptaan yang lebih rendah ini?] - ‘The Doctrine of Absolute
Predestination’, hal 88-89.
4) Mengingat bahwa boleh dikatakan semua tindakan manusia
bersifat dosa / mengandung dosa, maka kalau dosa tidak
tercakup dalam Rencana Allah, hanya sangat sedikit hal-hal yang
tercakup dalam Rencana Allah.

Edwin H. Palmer: “It is even Biblical to say that God has


foreordained sin. If sin was outside the plan of God, then not a single
important affair of life would be ruled by God. For what action of
man is perfectly good? All of history would then be outside of God’s
foreordination: the fall of Adam, the crucifixion of Christ, the
conquest of the Roman Empire, the battle of Hastings, the
Reformation, the French Revolution, Waterloo, the American
Revolution, the Civil War, two World Wars, presidential
assassinations, racial violence, and the rise and fall of nations.” [=
Bahkan adalah sesuatu yang Alkitabiah untuk mengatakan bahwa
Allah telah menentukan dosa lebih dulu. Jika dosa ada di luar
rencana Allah, maka tidak ada satupun peristiwa kehidupan yang
penting yang diperintah / dikuasai / diatur oleh Allah. Karena
tindakan apa dari manusia yang baik secara sempurna? Seluruh
sejarah juga akan ada di luar penentuan lebih dulu dari Allah:
kejatuhan Adam, penyaliban Kristus, penaklukan kekaisaran
Romawi, pertempuran Hastings, Reformasi, Revolusi Perancis,
Waterloo, Revolusi Amerika, Perang saudara Amerika, kedua
perang dunia, pembunuhan presiden, kejahatan / kekejaman rasial,
dan bangkitnya dan jatuhnya bangsa-bangsa.] - ‘The Five Points of
Calvinism’, hal 82.

Edwin H. Palmer: “If sin were outside of God’s decree, then very
little would be included in this decree. All the great empires would
have been outside of God’s eternal, determinative decrees, for they
were built on greed, hate, and selfishness, not for the glory of the
Triune God. Certainly the following rulers, who influenced world
history and countless numbers of lives, did not carry out the
expansion of their empires for the glory of God: Pharaoh,
Nebuchadnezzar, Cyrus, Alexander the Great, Ghenghis Khan,
Caesar, Nero, Charles V, Henry VIII, Napoleon, Bismarck, Hitler,
Stalin, Hirohito. If sin were beyond the foreordination of God, then
not only were these vast empires and their events outside God’s plan,
but also all the little daily events of every non Christians are outside
of God’s power. For whatever is not done to the glory of the Christian
God and out of faith in Jesus Christ is sin. ... The acts of the Christian
are not perfect - even after he is born again and Christ is living in
him. Sin still clings to him; he is not perfect until he is in heaven. For
example, he does not love God with all of his heart, mind, and soul,
nor does he truly love his neighbor as himself. Even his most
admirable deeds are colored by sin. ... if sin is outside the decree of
God, then the vast percentage of human actions - both the trivial and
the significant - are removed from God’s plan. God’s power is
reduced to the forces of nature, such as spinning of the galaxies and
the laws of gravity and entropy. Most of history is outside His
control.” [= Seandainya dosa ada di luar ketetapan Allah, maka
sangat sedikit yang termasuk dalam ketetapan ini. Semua
kekaisaran yang besar akan ada di luar ketetapan Allah yang kekal
dan bersifat menentukan, karena mereka dibangun pada
keserakahan, kebencian, dan keegoisan, bukan untuk kemuliaan
Allah Tritunggal. Pasti pemerintah-pemerintah di bawah ini, yang
mempengaruhi sejarah dunia dan tak terhitung banyaknya jiwa,
tidak melakukan perluasan kekaisaran mereka untuk kemuliaan
Allah: Firaun, Nebukadnezar, Koresy, Alexander yang Agung,
Jengggis Khan, (Yulius) Caesar, Nero, Charles V, Henry VIII,
Napoleon, Bismarck, Hitler, Stalin, Hirohito. Seandainya dosa ada
di luar penentuan lebih dulu dari Allah, maka bukan saja
kekaisaran-kekaisaran yang luas ini dan semua peristiwa yang
berhubungan dengan mereka ada di luar rencana Allah, tetapi juga
semua peristiwa sehari-hari yang remeh dari setiap orang non
Kristen ada di luar kuasa Allah. Karena apapun yang tidak
dilakukan bagi kemuliaan Allah Kristen dan di luar iman dalam
Yesus Kristus adalah dosa. ... Tindakan-tindakan dari orang
Kristenpun tidak sempurna - bahkan setelah ia dilahirkan kembali
dan Kristus hidup dalam dia. Dosa tetap melekat padanya; ia tidak
sempurna sampai ia ada di surga. Misalnya, ia tidak mengasihi
Allah dengan segenap hati, pikiran, dan jiwanya, juga ia tidak
sungguh-sungguh mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri.
Bahkan tindakan-tindakannya yang paling mengagumkan / terpuji
diwarnai oleh dosa. ... jika dosa ada di luar ketetapan Allah, maka
sebagian besar dari tindakan-tindakan manusia - baik yang remeh
maupun yang penting - dikeluarkan dari rencana Allah. Kuasa
Allah direndahkan sampai pada kekuatan-kekuatan alam, seperti
menggerakkan galaxy dan hukum-hukum gravitasi dan entropi.
Bagian terbesar dari sejarah ada di luar kontrolNya.] - ‘The Five
Points of Calvinism’, hal 97,98.
Catatan: entropy / entropi = ukuran / takaran dari perubahan
dalam alam semesta yang bergerak dari keteraturan menjadi
kekacauan.
5) Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan adanya dosa dalam
Rencana Allah:

a) Kel 3:19 - “Tetapi Aku tahu bahwa raja Mesir tidak akan
membiarkan kamu pergi, kecuali dipaksa oleh tangan yang
kuat.”.
Catatan: ayat ini kelihatan sepintas hanya menunjukkan bahwa
Allah tahu dosa yang akan terjadi. Jadi bukannya Allah
menentukan bahwa dosa itu akan terjadi. Demikian juga
dengan banyak ayat di bawah ini. Tetapi nanti saya akan
menunjukkan bahwa Allah tahu / Allah memberikan nubuat
melalui nabi-nabi dsb, karena Ia sudah menentukan hal itu.

b) Ul 31:16-21 - “(16) TUHAN berfirman kepada Musa:


‘Ketahuilah, engkau akan mendapat perhentian bersama-sama
dengan nenek moyangmu dan bangsa ini akan bangkit dan
berzinah dengan mengikuti allah asing yang ada di negeri, ke
mana mereka akan masuk; mereka akan meninggalkan Aku dan
mengingkari perjanjianKu yang Kuikat dengan mereka. (17)
Pada waktu itu murkaKu akan bernyala-nyala terhadap
mereka, Aku akan meninggalkan mereka dan menyembunyikan
wajahKu terhadap mereka, sehingga mereka termakan habis
dan banyak kali ditimpa malapetaka serta kesusahan. Maka
pada waktu itu mereka akan berkata: Bukankah malapetaka itu
menimpa kita, oleh sebab Allah kita tidak ada di tengah-tengah
kita? (18) Tetapi Aku akan menyembunyikan wajahKu sama
sekali pada waktu itu, karena segala kejahatan yang telah
dilakukan mereka: yakni mereka telah berpaling kepada allah
lain. (19) Oleh sebab itu tuliskanlah nyanyian ini dan ajarkanlah
kepada orang Israel, letakkanlah di dalam mulut mereka,
supaya nyanyian ini menjadi saksi bagiKu terhadap orang
Israel. (20) Sebab Aku akan membawa mereka ke tanah yang
Kujanjikan dengan sumpah kepada nenek moyang mereka,
yakni tanah yang berlimpah-limpah susu dan madunya; mereka
akan makan dan kenyang dan menjadi gemuk, tetapi mereka
akan berpaling kepada allah lain dan beribadah kepadanya. Aku
ini akan dinista mereka dan perjanjianKu akan diingkari
mereka. (21) Maka apabila banyak kali mereka ditimpa
malapetaka serta kesusahan, maka nyanyian ini akan menjadi
kesaksian terhadap mereka, sebab nyanyian ini akan tetap
melekat pada bibir keturunan mereka. Sebab Aku tahu niat
yang dikandung mereka pada hari ini, sebelum Aku membawa
mereka ke negeri yang Kujanjikan dengan sumpah kepada
mereka.’”.

c) 2Sam 12:11-12 - “(11) Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya


malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari
kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu
di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang
itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. (12) Sebab
engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku
akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-
terangan.’” (Bdk. 2Sam 16:22).
Ini menunjukkan bahwa dosa terkutuk Absalom, dimana ia
meniduri istri-istri Daud / ayahnya, adalah sesuatu yang sudah
ditentukan sebelumnya.

d) 2Raja 8:11-13 - “(11) Elisa menatap dengan lama ke depan, lalu


menangislah abdi Allah itu. (12) Hazael berkata: ‘Mengapa
tuanku menangis?’ Jawab Elisa: ‘Sebab aku tahu bagaimana
malapetaka yang akan kaulakukan kepada orang Israel:
kotanya yang berkubu akan kaucampakkan ke dalam api,
terunanya akan kaubunuh dengan pedang, bayinya akan
kauremukkan dan perempuannya yang mengandung akan
kaubelah.’ (13) Sesudah itu berkatalah Hazael: ‘Tetapi apakah
hambamu ini, yang tidak lain dari anjing saja, sehingga ia dapat
melakukan hal sehebat itu?’ Jawab Elisa: ‘TUHAN telah
memperlihatkan kepadaku, bahwa engkau akan menjadi raja
atas Aram.’”.
Ini menunjukkan bahwa kekejaman Hazael sudah ditentukan
sebelumnya.

e) Yes 6:8-10 - “(8) Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata:


‘Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi
untuk Aku?’. Maka sahutku: ‘Ini aku, utuslah aku!’. (9)
Kemudian firmanNya: ‘Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa
ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan!
Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! (10)
Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat
mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya
jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan
telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan
menjadi sembuh.’” (Bdk. Mat 13:13-15 / Mark 4:12 / Luk 8:10
Yoh 12:40 Kis 28:26-27).
Ini menunjukkan bahwa Allah sudah menentukan bahwa
Yehuda akan menolak Firman Tuhan yang akan disampaikan
oleh Yesaya, dan Allah juga sudah menentukan bahwa orang-
orang Yahudi akan menolak Kristus.

f) Daniel 11:36 - “Raja itu akan berbuat sekehendak hati; ia akan


meninggikan dan membesarkan dirinya terhadap setiap allah.
Juga terhadap Allah yang mengatasi segala allah ia akan
mengucapkan kata-kata yang tak senonoh sama sekali, dan ia
akan beruntung sampai akhir murka itu; sebab apa yang telah
ditetapkan akan terjadi.”.
Ini menunjukkan bahwa dosa dari raja ini, dimana ia akan
meninggikan dan membesarkan dirinya terhadap setiap allah,
dan akan mengucapkan kata-kata tak senonoh terhadap Allah,
sudah ditetapkan, dan karena itu pasti akan terjadi.

g) Hab 1:12 - “Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu


Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN,
telah Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu,
telah Kautentukan dia untuk menyiksa.”.
Biarpun penindasan yang dilakukan oleh orang Kasdim
terhadap orang Israel / Yehuda merupakan hukuman Tuhan
bagi mereka, tetapi itu tetap merupakan suatu dosa. Tetapi
ayat ini mengatakan bahwa hal itu ditetapkan / ditentukan oleh
Tuhan!

h) Mat 18:7 - “Celakalah dunia dengan segala penyesatannya:


memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang
mengadakannya!”.
Ini menunjukkan bahwa penyesatan harus ada. Ini jelas adalah
dosa, tetapi ini telah ditetapkan oleh Allah.

i) Mat 24:5,10-12,24 - “(5) Sebab banyak orang akan datang


dengan memakai namaKu dan berkata: Akulah Mesias, dan
mereka akan menyesatkan banyak orang. ... (10) dan banyak
orang akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan
saling membenci. (11) Banyak nabi palsu akan muncul dan
menyesatkan banyak orang. (12) Dan karena makin
bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang
akan menjadi dingin. ... (24) Sebab Mesias-mesias palsu dan
nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan
tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga
sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan
juga.”.
Ini menunjukkan bahwa nabi-nabi palsu dan Mesias-mesias
palsu pasti akan ada, dan juga pasti banyak orang akan
mengikut mereka.

j) Mat 26:31,33-35 - “(31) Maka berkatalah Yesus kepada


mereka: ‘Malam ini kamu semua akan tergoncang imanmu
karena Aku. Sebab ada tertulis: Aku akan membunuh gembala
dan kawanan domba itu akan tercerai-berai. ... (33) Petrus
menjawabNya: ‘Biarpun mereka semua tergoncang imannya
karena Engkau, aku sekali-kali tidak.’ (34) Yesus berkata
kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya malam ini,
sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga
kali.’ (35) Kata Petrus kepadaNya: ‘Sekalipun aku harus mati
bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau.’
Semua murid yang lainpun berkata demikian juga.”.
Larinya murid-murid meninggalkan Yesus, dan penyangkalan
Petrus sebanyak 3 x sudah ditentukan sebelumnya.
Bagaimanapun kerasnya keinginan Petrus dan murid-murid
yang lain untuk menolak terjadinya hal itu, akhirnya hal itu
tetap terjadi.

k) Luk 17:25 - “Tetapi Ia harus menanggung banyak penderitaan


dahulu dan ditolak oleh angkatan ini.”.
Perhatikan kata ‘harus’ di sini. Penolakan dan penyiksaan
terhadap Yesus itu harus terjadi.

l) Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti


yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya
Ia diserahkan!’”.
Ayat ini menunjukkan bahwa pengkhianatan yang dilakukan
oleh Yudas terhadap Yesus, yang jelas adalah suatu dosa,
telah ditetapkan oleh Allah.

m)Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan


rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan
bangsa-bangsa durhaka.”.
Kis 3:18 - “Tetapi dengan jalan demikian Allah telah
menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan
perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya
harus menderita.”.
Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di
dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-
bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu
yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan
segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh
kuasa dan kehendakMu.”.
Ayat-ayat di atas ini menunjukkan bahwa pembunuhan
terhadap Kristus (ini adalah dosa yang paling terkutuk) sudah
ditentukan sejak semula. Perhatikan khususnya kata-kata
‘menurut maksud dan rencanaNya’ dalam Kis 2:23, dan juga
kata ‘tentukan’ dalam Kis 4:28. Jelas ini bukan sekedar
menunjuk pada foreknowledge [= pengetahuan lebih dulu] dari
Allah, tetapi menunjuk pada foreordination [= penetapan lebih
dulu] dari Allah.

n) 1Tim 4:1 - “Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di


waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu
mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan”.
Ini menunjukkan bahwa orang-orang akan murtad dan
mengikuti ajaran-ajaran sesat sudah ditentukan sebelumnya.

o) 2Tim 3:1-5a - “(1) Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir


akan datang masa yang sukar. (2) Manusia akan mencintai
dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan
membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi
pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak
tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, (3) tidak tahu
mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak
dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, (4) suka
mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih
menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah. (5a) Secara
lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada
hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya.”.
Ini menunjukkan bahwa kebrengsekan orang-orang pada akhir
jaman sudah ditetapkan dan pasti akan terjadi.

p) 2Tim 4:3-4 - “(3) Karena akan datang waktunya, orang tidak


dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan
mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk
memuaskan keinginan telinganya. (4) Mereka akan
memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi
dongeng.”.
Ini menunjukkan bahwa kebrengsekan dari orang-orang kristen
KTP ini, yang tidak mau mendengar kebenaran, tetapi mencari
ajaran yang menyenangkan telinganya, sudah ditentukan pasti
akan terjadi.
q) Wah 6:11 - “Dan kepada mereka masing-masing diberikan
sehelai jubah putih, dan kepada mereka dikatakan, bahwa
mereka harus beristirahat sedikit waktu lagi hingga genap
jumlah kawan-kawan pelayan dan saudara-saudara mereka,
yang akan dibunuh sama seperti mereka.”.
Istilah ‘genap’ menunjukkan bahwa jumlah orang yang dibunuh
sudah ditentukan.

Kalau saudara membaca ayat-ayat di atas ini, mungkin saudara


mengatakan bahwa ayat-ayat di atas itu hanya menunjukkan
bahwa Allah mengetahui lebih dulu akan adanya dosa atau Allah
menubuatkan adanya dosa, tetapi Allah tidak menentukan
adanya dosa. Untuk menjawab ini perhatikan beberapa hal di
bawah ini:

AAA

1. Sekalipun bisa diartikan bahwa sebagian dari ayat-ayat di atas


memang cuma menunjukkan bahwa Allah hanya mengetahui
lebih dulu atau menubuatkan dosa, tetapi sebagian yang lain
yaitu Daniel 11:36 Luk 22:22 Kis 2:23 Kis 4:27-28 secara
explicit / jelas menunjukkan bahwa Allah menetapkan dosa,
karena ayat-ayat itu menggunakan istilah-istilah:
a. ‘ditetapkan’ (Daniel 11:36).
b. ‘ditetapkan’ (Luk 22:22).
c. ‘menurut maksud dan rencanaNya’ (Kis 2:23).
d. ‘segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh
kuasa dan kehendakMu’ (Kis 4:28).

BBB

NUBUAT MENUNJUKKAN PENENTUAN


TUHAN!
2. Kalau Tuhan menubuatkan tentang akan terjadinya suatu hal
tertentu, itu disebabkan karena Ia sudah lebih dulu
menentukan terjadinya hal itu.
Ini terlihat dari:

a. Perbandingan Mat 26:24 dengan Luk 22:22.

Mat 26:24 - “Anak Manusia memang akan pergi sesuai


dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah
orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah
lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.’”.

Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi


seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang
yang olehnya Ia diserahkan!’”.

Kedua ayat ini paralel dan sama-sama berbicara tentang


pengkhianatan Yudas, tetapi kalau Mat 26:24 mengatakan
bahwa hal itu ‘sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia’,
yang hanya menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena
sudah dinubuatkan, maka Luk 22:22 mengatakan bahwa hal
itu terjadi ‘seperti yang telah ditetapkan’, yang menunjukkan
bahwa hal itu terjadi karena sudah ditetapkan oleh Allah
dalam kekekalan.

Calvin (tentang Mat 26:24): “‘The Son of man indeed goeth.’


Here Christ meets an offense, which might otherwise have
greatly shaken pious minds. For what could be more
unreasonable than that the Son of God should be infamously
betrayed by a disciple, and abandoned to the rage of enemies, in
order to be dragged to an ignominious death? But Christ
declares that all this takes place only by the will of God; and he
proves this decree by the testimony of Scripture, because God
formerly revealed, by the mouth of his Prophet, what he had
determined. We now perceive what is intended by the words of
Christ. It was, that the disciples, knowing that what was done
was regulated by the providence of God, might not imagine that
his life or death was determined by chance. But the usefulness
of this doctrine extends much farther; for never are we fully
confirmed in the result of the death of Christ, till we are
convinced that he was not accidentally dragged by men to the
cross, but that the sacrifice had been appointed by an eternal
decree of God for expiating the sins of the world. For whence do
we obtain reconciliation, but because Christ has appeased the
Father by his obedience? Wherefore let us always place before
our minds the providence of God, which Judas himself, and all
wicked men - though it is contrary to their wish, and though
they have another end in view - are compelled to obey. Let us
always hold this to be a fixed principle, that Christ suffered,
because it pleased God to have such an expiation. And yet Christ
does not affirm that Judas was freed from blame, on the ground
that he did nothing but what God had appointed. For though
God, by his righteous judgment, appointed for the price of our
redemption the death of his Son, yet nevertheless, Judas, in
betraying Christ, brought upon himself righteous condemnation,
because he was full of treachery and avarice. In short, God’s
determination that the world should be redeemed, does not at all
interfere with Judas being a wicked traitor. Hence we perceive,
that though men can do nothing but what God has appointed,
still this does not free them from condemnation, when they are
led by a wicked desire to sin. For though God directs them, by
an unseen bridle, to an end which is unknown to them, nothing
is farther from their intention than to obey his decrees. Those
two principles, no doubt, appear to human reason to be
inconsistent with each other, that God regulates the affairs of
men by his Providence in such a manner, that nothing is done
but by his will and command, and yet he damns the reprobate,
by whom he has carried into execution what he intended. But we
see how Christ, in this passage, reconciles both, by pronouncing
a curse on Judas, though what he contrived against God had
been appointed by God; not that Judas’s act of betraying ought
strictly to be called the work of God, but because God turned the
treachery of Judas so as to accomplish His own purpose. I am
aware of the manner in which some commentators endeavor to
avoid this rock. They acknowledge that what had been written
was accomplished through the agency of Judas, because God
testified by predictions what He fore-knew. By way of softening
the doctrine, which appears to them to be somewhat harsh, they
substitute the ‘foreknowledge of God’ in place of ‘the decree,’ as
if God merely beheld from a distance future events, and did not
arrange them according to his pleasure. But very differently
does the Spirit settle this question; for not only does he assign as
the reason why Christ was delivered up, that ‘it was so written,’
but also that it was so ‘determined.’ For where Matthew and
Mark quote Scripture, Luke leads us direct to the heavenly
decree, saying, ‘according to what was determined;’ as also in
the Acts of the Apostles, he shows that Christ ‘was delivered’ not
only ‘by the foreknowledge,’ but likewise ‘by the fixed purpose
of God,’ (Acts 2:25) and a little afterwards, that ‘Herod and
Pilate,’ with other wicked men, ‘did those things which had been
fore-ordained by the hand and purpose of God,’ (Acts 4:27, 28.)
Hence it is evident that it is but an ignorant subterfuge which is
employed by those who betake themselves to bare
foreknowledge.” [= ‘Anak Manusia memang akan pergi’. Di
sini Kristus menghadapi suatu batu sandungan, yang bisa
sangat menggoncangkan pikiran dari orang-orang saleh.
Karena apa yang bisa lebih tidak masuk akal dari pada
bahwa Anak Allah harus dikhianati secara buruk oleh
seorang murid, dan ditinggalkan pada kemarahan dari
musuh-musuh, supaya diseret pada kematian yang
memalukan? Tetapi Kristus menyatakan bahwa semua ini
terjadi hanya karena kehendak Allah; dan Ia membuktikan
hal ini dengan kesaksian Kitab Suci, karena Allah telah
menyatakan, oleh mulut dari nabiNya, apa yang sebelumnya
telah Ia tentukan. Sekarang kita mengerti apa yang
dimaksudkan oleh kata-kata Kristus. Itu adalah, supaya para
murid, karena mengetahui bahwa apa yang terjadi diatur oleh
providensia Allah, tidak membayangkan bahwa hidup dan
kematianNya ditentukan oleh kebetulan. Tetapi manfaat dari
doktrin ini menjangkau lebih jauh lagi; karena kita tidak
akan pernah diteguhkan sepenuhnya dalam hasil dari
kematian Kristus, sampai kita diyakinkan bahwa Ia bukannya
secara kebetulan diseret oleh manusia pada salib, tetapi
bahwa korban itu telah ditetapkan oleh suatu ketetapan kekal
dari Allah untuk pendamaian / penebusan dosa-dosa dunia.
Karena dari mana kita mendapatkan pendamaian, kecuali
karena Kristus telah menenangkan kemurkaan Bapa oleh
ketaatanNya? Karena itu hendaklah kita selalu menempatkan
di depan pikiran kita providensia Allah, yang terpaksa ditaati
oleh Yudas sendiri dan semua orang-orang jahat, sekalipun
itu bertentangan dengan keinginan mereka dan sekalipun
mereka mempunyai tujuan yang lain. Hendaklah kita selalu
memegang / mempercayai ini sebagai suatu prinsip yang
tetap, bahwa Kristus menderita, karena itu menyenangkan /
memperkenan Allah untuk mempunyai pendamaian /
penebusan seperti itu. Tetapi Kristus tidak menegaskan
bahwa Yudas bebas dari kesalahan, karena ia hanya
melakukan apa yang telah Allah tetapkan. Karena sekalipun
Allah, oleh penghakimanNya yang benar, menetapkan sebagai
harga penebusan kita kematian dari AnakNya, tetapi
sekalipun demikian, Yudas, dalam mengkhianati Kristus,
membawa kepada dirinya sendiri penghukuman yang benar,
karena ia penuh dengan pengkhianatan dan ketamakan.
Singkatnya, penentuan Allah bahwa dunia harus ditebus,
sama sekali tidak mencampuri keberadaan Yudas sebagai
seorang pengkhianat yang jahat. Karena itu kita memahami
bahwa sekalipun manusia tidak bisa melakukan apapun
kecuali apa yang telah Allah tetapkan, hal ini tetap tidak
membebaskan manusia dari penghukuman, pada waktu
mereka dibimbing pada dosa oleh suatu keinginan yang jahat.
Karena sekalipun Allah mengarahkan mereka, oleh suatu
kekang yang tak terlihat, pada suatu tujuan yang tidak
mereka ketahui, mereka sama sekali tidak bermaksud untuk
mentaati ketetapan-ketetapanNya. Tidak diragukan bahwa
dua prinsip itu terlihat bagi akal manusia sebagai tidak
konsisten satu dengan yang lain, bahwa Allah mengatur
urusan-urusan / perkara-perkara manusia oleh
ProvidensiaNya dengan cara sedemikian rupa, sehingga tidak
ada yang terjadi kecuali oleh kehendak dan perintahNya,
tetapi Ia menyalahkan / menghukum orang-orang jahat, oleh
siapa Ia melaksanakan apa yang Ia maksudkan. Tetapi kita
melihat bagaimana Kristus, dalam text ini, memperdamaikan
keduanya, dengan mengumumkan suatu kutukan pada Yudas,
sekalipun apa yang ia buat / rencanakan terhadap Allah telah
ditetapkan oleh Allah; bukan bahwa tindakan pengkhianatan
Yudas secara ketat harus disebut sebagai pekerjaan Allah,
tetapi karena Allah membelokkan pengkhianatan Yudas
supaya mencapai tujuan / rencanaNya sendiri. Saya
menyadari tentang cara dengan mana sebagian penafsir
berusaha untuk menghindari batu karang ini. Mereka
mengakui bahwa apa yang telah ditulis dicapai melalui ke-
agen-an (cara / alat) Yudas, karena Allah menyaksikan oleh
ramalan / nubuat, apa yang telah Ia ketahui sebelumnya.
Dengan cara melunakkan doktrin ini, yang terlihat bagi
mereka agak keras / tajam, mereka menggantikan
‘pengetahuan lebih dulu dari Allah’ di tempat dari
‘ketetapan’, seakan-akan Allah hanya melihat dari jauh
kejadian-kejadian yang akan datang, dan tidak mengatur
mereka sesuai kesenanganNya. Tetapi Roh membereskan /
menjawab pertanyaan ini dengan cara yang sangat berbeda;
karena Ia memberikan sebagai alasan mengapa Kristus
diserahkan, bukan hanya bahwa ‘ada tertulis’, tetapi juga
bahwa itu ‘ditentukan’. Karena dimana Matius dan Markus
mengutip Kitab Suci, Lukas membimbing kita langsung pada
ketetapan surgawi, dengan mengatakan ‘seperti yang telah
ditetapkan’; seperti juga dalam Kisah Para Rasul, ia
menunjukkan bahwa Kristus ‘diserahkan’ bukan hanya ‘oleh
pengetahuan lebih dulu’, tetapi juga ‘oleh rencana yang tetap
dari Allah’ (Kis 2:25) dan setelah itu, bahwa ‘Herodes dan
Pilatus’, dengan orang-orang jahat yang lain ‘melaksanakan
hal-hal yang telah ditentukan lebih dulu oleh tangan / kuasa
dan rencana Allah’ (Kis 4:27-28.) Karena itu adalah jelas
bahwa itu hanya merupakan dalih / alasan yang bodoh yang
digunakan oleh mereka yang menyerahkan diri mereka pada
semata-mata pengetahuan lebih dulu.] - hal 199-201.
Catatan: Kis 2:25 seharusnya adalah Kis 2:23.

b. Perbandingan Kis 2:23 Kis 3:18 dan Kis 4:27-28.

Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan


rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh
tangan bangsa-bangsa durhaka.”.

Kis 3:18 - “Tetapi dengan jalan demikian Allah telah


menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan
perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang
diutusNya harus menderita.”.

Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di


dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-
bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus,
HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk
melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan
dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.”.

Semua ayat di atas ini berbicara tentang penderitaan /


penyaliban yang dialami oleh Kristus. Tetapi kalau Kis 3:18
mengatakan bahwa hal itu terjadi untuk ‘menggenapi apa
yang telah difirmankannya dahulu dengan perantaraan nabi-
nabiNya’, yang hanya menunjukkan bahwa hal itu terjadi
karena sudah dinubuatkan, maka Kis 2:23 mengatakan
bahwa hal itu terjadi ‘menurut maksud dan rencanaNya’ dan
Kis 4:28 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘untuk
melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan
dari semula oleh kuasa dan kehendakMu’, yang jelas
menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah ditentukan
oleh Allah dalam kekekalan.

c. Yes 44:26a - “Akulah yang menguatkan perkataan hamba-


hambaKu dan melaksanakan keputusan-keputusan yang
diberitakan utusan-utusanKu;”.

Perhatikan bahwa apa yang diberitakan (dinubuatkan) oleh


utusan-utusan Tuhan itu adalah keputusan dari Tuhan.

d. Yes 46:10-11 - “(10) yang memberitahukan dari mulanya hal


yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum
terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan
segala kehendakKu akan Kulaksanakan, (11) yang memanggil
burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan
putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya,
maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah
merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya.”.

Perhatikan bahwa dalam Yes 46:10a dikatakan bahwa


Tuhan ‘memberitahukan’, tetapi dalam Yes 46:10b-11a
dikatakan bahwa itu adalah ‘keputusanKu’, ‘kehendakKu’,
dan ‘putusanKu’.

Selanjutnya Yes 46:11b terdiri dari 2 kalimat paralel yang


sebetulnya memaksudkan hal yang sama, tetapi kalimat
pertama menggunakan istilah ‘mengatakannya’, yang hanya
menunjukkan nubuat Allah, sedangkan kalimat kedua
menggunakan istilah ‘merencanakannya’, yang jelas
menunjuk pada rencana / ketetapan Allah.

e. Yer 4:28 - “Karena hal ini bumi akan berkabung, dan langit
di atas akan menjadi gelap, sebab Aku telah mengatakannya,
Aku telah merancangnya, Aku tidak akan menyesalinya dan
tidak akan mundur dari pada itu.’”.

Ayat ini baru mengatakan ‘Aku telah mengatakannya’ dan


lalu langsung menyambungnya dengan ‘Aku telah
merancangnya’. Ini jelas menunjukkan bahwa Tuhan
mengatakan sesuatu kepada nabi-nabi (yang lalu
dinubuatkan oleh para nabi itu), karena Tuhan telah
merancang / merencanakannya.

f. Amos 3:7 - “Sungguh, Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu


tanpa menyatakan keputusanNya kepada hamba-hambaNya,
para nabi.”.

Ayat ini menunjukkan secara jelas bahwa apa yang


dinyatakan oleh Tuhan kepada pada nabi (dan lalu
dinubuatkan oleh nabi-nabi itu) adalah keputusanNya [NIV:
‘his plan’ {= rencanaNya}].

g. Rat 2:17a - “TUHAN telah menjalankan yang


dirancangkanNya, Ia melaksanakan yang difirmankanNya,”.

Bagian akhir dari ayat ini mengatakan bahwa Tuhan


melaksanakan yang difirmankanNya / dinubuatkanNya;
tetapi bagian awal dari ayat ini mengatakan bahwa Tuhan
menjalankan yang dirancangkanNya. Jelas bahwa apa yang
dinubuatkan adalah apa yang dahulu telah
dirancangkanNya.

h. Rat 3:37 - “Siapa berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah


Tuhan yang memerintahkannya?”.
NIV: ‘Who can speak and have it happen if the Lord has not
decreed it’ [= Siapa yang bisa berbicara dan membuatnya
terjadi jika Tuhan tidak menetapkannya?].

Ini jelas menunjukkan bahwa tidak ada nabi atau siapapun


juga yang bisa menubuatkan apapun kecuali Tuhan lebih
dulu menetapkan hal itu.

i. Yes 28:22b - “sebab kudengar tentang kebinasaan yang


sudah pasti yang datang dari Tuhan ALLAH semesta alam
atas seluruh negeri itu.”.
NIV: ‘The Lord, the LORD Almighty, has told me of the
destruction decreed against the whole land’ [= Tuhan,
TUHAN yang mahakuasa, telah memberitahu aku tentang
kehancuran yang telah ditetapkan terhadap seluruh negeri
itu].
Ini jelas menunjukkan bahwa kehancuran yang oleh Tuhan
diberitahukan kepada Yesaya, dan lalu dinubuatkan oleh
Yesaya, merupakan ketetapan Allah (decree of God).

Jadi, kalau dalam Kitab Suci dinubuatkan sesuatu, itu tidak


sekedar berarti bahwa Allah hanya tahu lebih dulu bahwa hal
itu akan terjadi (foreknowledge) dan lalu memberitahukan hal
itu kepada manusia, tetapi itu berarti bahwa Allah sudah
menetapkan lebih dulu akan hal itu (foreordination) dan lalu
memberitahukan ketentuan / rencanaNya itu kepada manusia!

Dengan demikian jelas bahwa ayat-ayat diatas yang seakan-akan


hanya memberitahukan akan adanya dosa-dosa tertentu,
sebetulnya menunjukkan bahwa dosa-dosa tertentu itu sudah
ditetapkan dan karenanya harus terjadi!

AAA
6) Penentuan dosa sejalan dengan doktrin-doktrin Reformed yang
lain, seperti:

a) Election / pemilihan (Ro 9:6-24 Ef 1:4,5,11 1Tes 5:9 2Tes


2:13 2Tim 1:9), karena manusia dipilih untuk diselamatkan
DARI DOSA.
Kalau penyelamatan manusia dari dosa itu ditentukan,
bagaimana mungkin dosanya tidak ditentukan?

Orang yang percaya election, tetapi menolak reprobation, tetap


tak bisa menghindar dari doktrin penentuan dosa ini!

b) Reprobation / penentuan binasa (Amsal 16:4 Yoh 17:12 Ro


9:13,17-18,21-22 1Pet 2:8 Yudas 4), yang jelas
mensyaratkan penetapan dosa dalam kehidupan orang-orang
yang ditentukan untuk binasa itu.
Orang-orang itu ditentukan untuk binasa DALAM DOSA.
Bagaimana mungkin dosanya tidak ditentukan?
Editor dari Calvin’s Commentary tentang surat Roma / John
Owen (tentang Ro 9:11): “Election and reprobation most clearly
presuppose man as fallen and lost; it is hence indeed, that the words
derive their meaning.” [= Pemilihan dan penentuan binasa secara
paling jelas MENSYARATKAN manusia sebagai jatuh dan
terhilang; memang dari sana kata-kata itu mendapatkan arti
mereka.] - hal 350 (footnote).

c) Infralapsarianisme maupun Supralapsarianisme, yang sama-


sama percaya adanya penetapan dosa.

Urut-urutan dalam Infralapsarianisme:


1. Penciptaan.
2. Kejatuhan ke dalam dosa.
3. Pemilihan untuk selamat dan penentuan binasa.
4. Penebusan oleh Yesus Kristus.

Urut-urutan dalam Supralapsarianisme:


1. Pemilihan untuk selamat dan penentuan binasa.
2. Penciptaan.
3. Kejatuhan ke dalam dosa.
4. Penebusan oleh Yesus Kristus.

Jadi, apakah seseorang memilih Infralapsarianisme atau


Supralapsarianisme, ia tidak terhindar dari doktrin penentuan
dosa!

Catatan:

a. Baik urut-urutan dalam Supralapsarianisme maupun dalam


Infralapsarianisme adalah urut-urutan DALAM PEMIKIRAN
ALLAH, bukan DALAM TERJADINYA / PELAKSANAAN
RENCANA ITU!

b. Urut-urutan dalam pemikiran Allah dalam Infralapsarianisme


maupun Supralapsarianisme bukanlah urut-urutan
chronologis / waktu, tetapi hanya urut-urutan berdasarkan
logika.
Pada waktu Allah membuat rencana, karena Ia maha kuasa,
maha tahu dsb, maka Ia membuat seluruh rencana
sekaligus dalam seketika. Ia bukan manusia, yang karena
keterbatasan pemikirannya harus membuat rencananya
secara bertahap. Karena itu sebetulnya dalam pemikiran
Allah itu tidak ada urut-urutan, baik seperti pada
Infralapsarianisme maupun pada Supralapsarianisme. Urut-
urutan yang ada hanyalah SECARA LOGIKA, bukan secara
khronologis.

Jika saudara adalah orang yang mengaku sebagai orang Reformed,


tetapi saudara tidak percaya bahwa Allah menetapkan dosa, maka
renungkanlah hal-hal di atas ini! Ketidakpercayaan saudara akan
penetapan dosa bertentangan dengan kepercayaan saudara
terhadap doktrin-doktrin Reformed yang lain yang saya sebutkan
di atas! Dan kalau doktrin-doktrin tersebut juga tidak saudara
percayai, maka saudara jelas sama sekali bukan orang Reformed!
Jadi, jangan berdusta dengan mengatakan bahwa saudara adalah
orang Reformed!

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 7 Februari 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (10)

CCC

B) Terjadinya dosa.

1) Dalam hal ini Allah bekerja secara pasif.


Dalam terjadinya hal-hal yang baik, Allah bekerja secara aktif.
Dengan kasih karuniaNya, Allah mengekang / menahan manusia
sehingga tidak berbuat dosa, bahkan bisa berbuat baik.
Tetapi dalam terjadinya dosa, Allah bekerja secara pasif. Ia
mengangkat kasih karuniaNya itu yang memang Ia tidak punya
kewajiban untuk berikan kepada siapapun), dan dosapun terjadi.
Perhatikan:

a) Istilah ‘Allah menyerahkan’ dalam Ro 1:24,26,28.

Ro 1:24-28 - “(24) Karena itu Allah menyerahkan mereka


kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga
mereka saling mencemarkan tubuh mereka. (25) Sebab mereka
menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan
menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang
harus dipuji selama-lamanya, amin. (26) Karena itu Allah
menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan,
sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang
wajar dengan yang tak wajar. (27) Demikian juga suami-suami
meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka
dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang
lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan
laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka
balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka. (28) Dan karena
mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah
menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk,
sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas:”.

Calvin (tentang Ro 1:24): “It is indeed certain, that he not only


permits men to fall into sin, by allowing them to do so, and by
conniving at them; but that he also, by his equitable judgment, so
arranges things, that they are led and carried into such madness by
their own lusts, as well as by the devil. He therefore adopts the
word, ‘give up,’ according to the constant usage of Scripture;
which word they forcibly wrest, who think that we are led into sin
only by the permission of God: for as Satan is the minister of God’s
wrath, and as it were the executioner, so he is armed against us,
not through the connivance, but by the command of his judge. ...
we must make this exception, that the cause of sin is not from God,
the roots of which ever abide in the sinner himself;” [= Memang
pasti, bahwa Ia bukan hanya mengijinkan manusia jatuh ke
dalam dosa, dengan mengijinkan mereka melakukan demikian,
dan dengan mengijinkan secara diam-diam / pura-pura tidak
tahu akan mereka; tetapi bahwa Ia juga, oleh penghakimanNya
yang adil, mengatur hal-hal sedemikian rupa, sehingga mereka
dibimbing dan dibawa ke dalam kegilaan seperti itu oleh nafsu
mereka sendiri, maupun oleh setan. Karena itu ia menggunakan
kata ‘menyerahkan’, menurut penggunaan yang tetap dalam
Kitab Suci; kata mana mereka puntir dengan paksa, yang
mengira bahwa kita dibimbing ke dalam dosa hanya oleh ijin
Allah: karena Iblis adalah pelayan dari murka Allah, dan juga
algojonya, sehingga ia dipersenjatai menentang kita, bukan
melalui ijin / pura-pura tidak tahu, tetapi oleh perintah dari
Hakimnya. ... kita harus membuat perkecualian ini, bahwa
penyebab dosa bukan dari Allah, akar-akar mana selalu ada /
tinggal dalam diri orang berdosa itu sendiri;].
Catatan: saya tak setuju dengan kata-kata yang warna hijau;
karena Allah memang adalah penyebab pertama dari segala
sesuatu. Saya tak tahu dalam arti apa Calvin mengatakan
kata-kata itu. Mungkin Ia membedakan ‘second causes’
dengan Allah.

Bdk. Maz 81:12-13 - “(12) Tetapi umatKu tidak mendengarkan


suaraKu, dan Israel tidak suka kepadaKu. (13) Sebab itu Aku
membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka
berjalan mengikuti rencananya sendiri!”.
Ini menunjukkan bahwa Allah mencabut kasih karuniaNya
yang tadinya menahan manusia untuk berbuat dosa, sehingga
dosapun terjadi.

b) Kis 14:16 - “Dalam zaman yang lampau Allah membiarkan


semua bangsa menuruti jalannya masing-masing,”.

c) Yes 64:7 - “Tidak ada yang memanggil namaMu atau yang


bangkit untuk berpegang kepadaMu; sebab Engkau
menyembunyikan wajahMu terhadap kami, dan menyerahkan
kami ke dalam kekuasaan dosa kami.”.

Jadi, penyembunyian wajah Allah itu boleh dikatakan


diidentikkan atau menyebabkan kita dikuasai oleh dosa. Tetapi
ayat ini diterjemahkan dalam 2 versi.

RSV/NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia,


tetapi KJV/NIV berbeda.

RSV: ‘for thou hast hid thy face from us, and hast delivered us
into the hand of our iniquities’ [= sebab Engkau telah
menyembunyikan wajahMu dari kami, dan telah menyerahkan
kami ke dalam tangan dari kejahatan-kejahatan kami].
NASB: ‘For Thou hast hidden Thy face from us, And hast
delivered us into the power of our iniquities’ [= Sebab Engkau
telah menyembunyikan wajahMu dari kami, Dan telah
menyerahkan kami ke dalam kuasa dari kejahatan-kejahatan
kami].

KJV: ‘for thou hast hid thy face from us, and hast consumed
us, because of our iniquities’ [= karena Engkau telah
menyembunyikan wajahMu dari kami, dan telah menghabiskan
kami, karena kejahatan-kejahatan kami].
NIV: ‘for you have hidden your face from us and made us
waste away because of our sins’ [= karena Engkau telah
menyembunyikan wajahMu dari kami dan membuat kami
merana karena dosa-dosa kami].

Catatan: Kitab Suci sering menyatakan seolah-olah Allah bekerja


secara aktif dalam terjadinya dosa. Untuk ini lihat komentar
Calvin di bawah ini, dan juga no 2a di bawah.
Calvin: “For after his light is removed, nothing but darkness and
blindness remains. When his Spirit is taken away, our hearts harden
into stones. When his guidance ceases, they are wrenched into
crookedness. Thus it is properly said that he blinds, hardens, and
bends those whom he has deprived of the power of seeing, obeying,
and rightly following.” [= Karena setelah terangNya disingkirkan,
tidak ada apapun kecuali kegelapan dan kebutaan yang tertinggal.
Pada waktu RohNya diambil, hati kita mengeras menjadi batu.
Pada waktu bimbinganNya berhenti, mereka dipelintir sehingga
menjadi bengkok. Jadi bisa dikatakan secara benar bahwa Ia
membutakan, mengeraskan hati, dan membengkokkan mereka
dari siapa Ia mencabut / menghilangkan kuasa untuk melihat,
mentaati dan mengikut dengan benar.] - ‘Institutes of the Christian
Religion’, Book II, Chapter IV, No 3.

2) Allah sebagai ‘first cause’ [= penyebab pertama] menggunakan


‘second causes’ [= penyebab-penyebab kedua] sehingga dosa
terjadi sesuai dengan rencanaNya.

a) Allah sebagai first cause [= penyebab pertama].


Allah merupakan ‘first cause’ dari segala sesuatu (termasuk
dosa) karena Ialah yang menetapkan / merencanakan segala
sesuatu dan mengatur pelaksanaan seluruh rencanaNya itu.
Karena Allah adalah ‘first cause’ dari segala sesuatu inilah
maka Allah sering digambarkan seakan-akan Ia adalah pelaku
langsung / aktif dari sesuatu yang dalam faktanya tidak Ia
lakukan secara langsung / aktif. Misalnya:

1. Allah ‘menyuruh’ Yusuf ke Mesir (Kej 45:5,7,8 bdk. Maz


105:17).

Kej 45:5,7-8 - “(5) Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati


dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke
sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh
aku mendahului kamu. ... (7) Maka Allah telah menyuruh aku
mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu
di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga
sebagian besar dari padamu tertolong. (8) Jadi bukanlah
kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang
telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan
atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah
Mesir.”.
Bdk. Maz 105:17 - “diutusNyalah seorang mendahului
mereka: Yusuf, yang dijual menjadi budak.”.

2. Allah mengeraskan hati Firaun (Kel 4:21b 7:3 9:12


10:1,20,27 11:10).

Kel 4:21 - “Firman TUHAN kepada Musa: ‘Pada waktu


engkau hendak kembali ini ke Mesir, ingatlah, supaya segala
mujizat yang telah Kuserahkan ke dalam tanganmu,
kauperbuat di depan Firaun. Tetapi Aku akan mengeraskan
hatinya, sehingga ia tidak membiarkan bangsa itu pergi .”.

3. Ayub mengatakan bahwa Tuhanlah yang mengambil harta


dan anak-anaknya (Ayub 1:21).

Ayub 1:21 - “katanya: ‘Dengan telanjang aku keluar dari


kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke
dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil,
terpujilah nama TUHAN!’”.

4. Daud mengatakan bahwa Tuhanlah yang menyuruh Simei


mengutukinya (2Sam 16:10-11).

2Sam 16:10-11 - “(10) Tetapi kata raja: ‘Apakah urusanku


dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk!
Sebab apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah
Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau
berbuat demikian?’ (11) Pula kata Daud kepada Abisai dan
kepada semua pegawainya: ‘Sedangkan anak kandungku
ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang orang
Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk, sebab
TUHAN yang telah berfirman kepadanya demikian.”.

5. Tuhan menghasut Daud untuk mengadakan sensus


(2Sam 24:1).

2Sam 24:1 - “Bangkitlah pula murka TUHAN terhadap


orang Israel; Ia menghasut Daud melawan mereka,
firmanNya: ‘Pergilah, hitunglah orang Israel dan orang
Yehuda.’”.
Bdk. 1Taw 21:1 - “Iblis bangkit melawan orang Israel dan ia
membujuk Daud untuk menghitung orang Israel.”.

Dua ayat ini tidak akan bisa diharmoniskan, kecuali kita


menerima doktrin yang sedang kita pelajari ini.

Ini bukan merupakan sesuatu yang aneh, karena kalau saya


membangun sebuah rumah, sekalipun saya membangun
rumah itu menggunakan orang lain (pemborong, kuli dsb) dan
tidak membangunnya sendiri, saya tetap bisa berkata bahwa
sayalah yang membangun rumah.

b) Allah menggunakan ‘second causes’ [= penyebab-penyebab


kedua].

Dalam terjadinya dosa, Allah tidak bertindak langsung / aktif,


tetapi menggunakan ‘second causes’ [= penyebab-penyebab
kedua]. Yang bisa dijadikan sebagai ‘second causes’, adalah:

1. Setan.

Tentang Firaun yang dikeraskan hatinya oleh Allah, Calvin


berkata: “Did he harden it by not softening it? This is indeed
true, but he did something more. He turned Pharaoh over to
Satan to be confirmed in the obstinacy of his breast.” [= Apakah
Ia mengeraskannya dengan tidak melunakkannya? Ini
memang benar, tetapi Ia melakukan sesuatu yang lebih dari
itu. Ia menyerahkan Firaun kepada Setan untuk diteguhkan
dalam kekerasan hatinya.] - ‘Institutes of the Christian
Religion’, Book II, Chapter IV, No 4.

Contoh:

a. Ayub 1:15,17 - “(15) datanglah orang-orang Syeba


menyerang dan merampasnya serta memukul penjaganya
dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput,
sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan.’ ...
(17) Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain
dan berkata: ‘Orang-orang Kasdim membentuk tiga
pasukan, lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya serta
memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku
sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu
kepada tuan.’”.
Di sini Allah menggunakan setan untuk menggoda orang-
orang Syeba dan Kasdim sehingga mereka berbuat dosa
dengan merampok harta Ayub.

b. 1Sam 16:14 18:10 19:9 - ‘roh jahat dari pada Tuhan’. Ini
pasti menunjuk kepada setan.

1Sam 16:14 - “Tetapi Roh TUHAN telah mundur dari


pada Saul, dan sekarang ia diganggu oleh roh jahat yang
dari pada TUHAN.”.

1Sam 18:10 - “Keesokan harinya roh jahat yang dari pada


Allah itu berkuasa atas Saul, sehingga ia kerasukan di
tengah-tengah rumah, sedang Daud main kecapi seperti
sehari-hari. Adapun Saul ada tombak di tangannya.”.
Catatan: untuk kata ‘kerasukan’, KJV/NIV
menterjemahkan ‘bernubuat’, tetapi RSV/NASB
menterjemahkan ‘mengoceh’.

1Sam 19:9 - “Tetapi roh jahat yang dari pada TUHAN


hinggap pada Saul, ketika ia duduk di rumahnya, dengan
tombaknya di tangannya; dan Daud sedang main kecapi.”.

Calvin: “One passage will however be enough to show that


Satan intervenes to stir up the reprobate whenever the Lord
by his providence destines them to one end or another. For in
Samuel it is often said that ‘an evil spirit of the Lord’ and ‘an
evil spirit from the Lord’ has either ‘seized’ or ‘departed
from’ Saul (1Sam. 16:14; 18:10; 19:9). It is unlawful to refer
this to the Holy Spirit. Therefore, the impure spirit is called
‘spirit of God’ because it responds to his will and power, and
acts rather as God’s instrument than by itself as the author.”
[= Satu text akan cukup untuk menunjukkan bahwa Setan
campur tangan untuk menghasut orang yang ditentukan
untuk binasa kapanpun Tuhan, oleh providensiaNya,
menentukan mereka ke suatu titik tertentu. Karena dalam
kitab Samuel sering dikatakan bahwa ‘roh jahat dari pada
Tuhan’ dan ‘roh jahat dari Tuhan’ telah ‘mencekam /
menguasai’ atau ‘meninggalkan’ Saul (1Sam 16:14; 18:10;
19:9). Ini tidak boleh diartikan untuk menunjuk kepada
Roh Kudus. Karena itu, roh yang kotor / najis itu disebut
‘roh dari Allah’ karena roh itu menanggapi kehendak dan
kuasaNya, dan bertindak lebih sebagai alat Allah dari pada
dari dirinya sendiri sebagai pencipta.] - ‘Institutes of the
Christian Religion’, Book II, Chapter IV, No 5.
Catatan: dalam kata-kata ‘meninggalkan Saul’, saya yakin
Calvin bukan memaksudkan 1Sam 16:14a, karena itu
memang menunjuk kepada Roh Kudus. Ia pasti
memaksudkan 1Sam 16:23.
1Sam 16:23 - “Dan setiap kali apabila roh yang dari pada
Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi
dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan
roh yang jahat itu undur dari padanya.”.

c. 1Raja 22:19-23 - Di sini Allah menggunakan setan / roh


jahat untuk menggoda nabi-nabi palsu sehingga nabi-nabi
palsu itu mengeluarkan suatu dusta.

1Raja 22:19-23 - “(19) Kata Mikha: ‘Sebab itu


dengarkanlah firman TUHAN. Aku telah melihat TUHAN
sedang duduk di atas takhtaNya dan segenap tentara sorga
berdiri di dekatNya, di sebelah kananNya dan di sebelah
kiriNya. (20) Dan TUHAN berfirman: Siapakah yang akan
membujuk Ahab untuk maju berperang, supaya ia tewas di
Ramot-Gilead? Maka yang seorang berkata begini, yang
lain berkata begitu. (21) Kemudian tampillah suatu roh,
lalu berdiri di hadapan TUHAN. Ia berkata: Aku ini akan
membujuknya. TUHAN bertanya kepadanya: Dengan apa?
(22) Jawabnya: Aku akan keluar dan menjadi roh dusta
dalam mulut semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah engkau
membujuknya, dan engkau akan berhasil pula. Keluarlah
dan perbuatlah demikian! (23) Karena itu, sesungguhnya
TUHAN telah menaruh roh dusta ke dalam mulut semua
nabimu ini, sebab TUHAN telah menetapkan untuk
menimpakan malapetaka kepadamu.’”.

Calvin: “God wills that the false king Ahab be deceived; the
devil offers his services to this end; he is sent, with a definite
command, to be a lying spirit in the mouth of all the prophets
(1Kings 22:20,22). If the blinding and insanity of Ahab be
God’s judgment, the figment of bare permission vanishes:
because it would be ridiculous for the Judge only to permit
what he wills to be done, and not also to decree it and to
command its execution by his ministers.” [= Allah
menghendaki bahwa raja Ahab yang tidak benar ditipu;
setan menawarkan pelayanannya untuk tujuan ini; ia
dikirim, dengan perintah yang pasti, untuk menjadi roh
dusta dalam mulut semua nabi-nabi itu (1Raja 22:20,22).
Jika pembutaan dan kegilaan Ahab adalah penghakiman
Allah, isapan jempol tentang ‘sekedar ijin’ hilang: karena
adalah menggelikan bagi sang Hakim untuk hanya
mengijinkan apa yang Ia kehendaki untuk dilakukan, dan
tidak juga menetapkannya dan memerintahkan
pelaksanaannya oleh pelayan-pelayanNya.] - ‘Institutes of
the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 1.

d. 2Sam 24:1 - “Bangkitlah pula murka TUHAN terhadap


orang Israel; Ia menghasut Daud melawan mereka,
firmanNya: ‘Pergilah, hitunglah orang Israel dan orang
Yehuda.’”.
1Taw 21:1 - “Iblis bangkit melawan orang Israel dan ia
membujuk Daud untuk menghitung orang Israel.”.

Kedua ayat di atas ini paralel, dan sama-sama berbicara


tentang dosa Daud yang dalam kesombongannya
melakukan sensus, tetapi 2Sam 24:1 mengatakan bahwa
Tuhan yang menghasut Daud untuk melakukan hal itu,
sedangkan 1Taw 21:1 mengatakan bahwa Iblislah yang
membujuk Daud melakukan hal itu. Apakah kedua ayat
ini bertentangan? Bagi orang yang menolak doktrin
Reformed ini maka kedua ayat ini pasti bertentangan dan
tidak bisa diharmoniskan. Tetapi bagi orang Reformed
yang sejati, kedua ayat ini tidak menimbulkan problem.
2Sam 24:1 mengatakan bahwa Allahlah yang menghasut
Daud, untuk menunjukkan bahwa Allah adalah ‘first
cause’ [= penyebab pertama] dari peristiwa itu;
sedangkan 1Taw 21:1 mengatakan bahwa Iblislah yang
membujuk Daud, karena Allah memakainya sebagai
‘second cause’ [= penyebab kedua] untuk menjatuhkan
Daud ke dalam dosa sesuai dengan rencanaNya.

2. Manusia.
Contoh:

a. 1Raja 22:19-23 - di sini Tuhan menggunakan nabi-nabi


palsu untuk mendustai Ahab sehingga ia melakukan
sesuatu yang salah yaitu berperang, dan akhirnya mati
dalam peperangan itu.
b. Mat 24:4-5 - Tuhan menggunakan penyesat / nabi palsu
untuk menyesatkan banyak orang.

Mat 24:4-5 - “(4) Jawab Yesus kepada mereka:


‘Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan
kamu! (5) Sebab banyak orang akan datang dengan
memakai namaKu dan berkata: Akulah Mesias, dan
mereka akan menyesatkan banyak orang.”.

Sikap yang benar terhadap terhadap second cause.

John Calvin: “Meanwhile, nevertheless, a godly man will not


overlook the secondary causes. And indeed, he will not, just
because he thinks those from whom he has received benefit are
ministers of the divine goodness, pass them over, as if they had
deserved no thanks for their human kindness; but from the bottom
of his heart will feel himself beholden to them, willingly confess his
obligation, and earnestly try as best he can to render thanks and as
occasion presents itself. In short, for benefits received he will
reverence and praise the Lord as their principal author, but will
honor men as his ministers; and will know what is in fact true: it is
by God’s will that he is beholden to those through whose hand God
willed to be beneficent. If this godly man suffers any loss because
of negligence or imprudence, he will conclude that it came about
by the Lord’s will, but also impute it to himself. Suppose a disease
should carry off anyone whom he treated negligently, although it
was his duty to take care of him. Even though he knows that this
person had come to an impassable boundary, he will not on this
account deem his misdeed less serious; rather, because he did not
faithfully discharge his duty toward him, he will take it that
through the fault of his negligence the latter had perished. Where
fraud or premeditated malice enters into the committing of either
murder or theft, he will even less excuse such a crime on the
pretext of divine providence; but in this same evil deed he will
clearly contemplate God’s righteousness and man’s wickedness, as
each clearly shows itself.” - ‘Institutes of The Christian Religion’,
Book I, Chapter 17, No 9.

Catatan: saya tidak menterjemahkan bagian ini tetapi


menceritakannya dengan kata-kata saya sendiri di bawah ini.
Baik dalam hal yang baik maupun buruk / jahat, Allah
menggunakan second causes / penyebab-penyebab kedua.
Pada waktu ada penyebab kedua yang membawa kebaikan
bagi kita, misalnya menolong kita dari problem yang kita alami,
kita tak boleh mengabaikan second cause itu dengan berpikir
bahwa toh first cause-nya adalah Tuhan sendiri. Kita memang
harus berterima kasih kepada Tuhan sebagai First Cause,
tetapi kita tetap juga harus berterima kasih kepada orang yang
Tuhan gunakan sebagai second cause itu.
Sebaliknya pada waktu Tuhan menggunakan second cause
untuk melakukan hal-hal yang buruk / jahat terhadap kita, itu
tak berarti orang yang menjadi second cause itu tidak
bersalah. Dan kalau Tuhan menyebabkan bencana karena
kelalaian kita sendiri, maka kita sendiri tetap juga bersalah.

Kedua point di atas (Allah bekerja secara pasif & adanya penggunaan
‘second causes’) menyebabkan Allah bukanlah pencipta dosa (God is
not the author of sin).

Dalam tafsirannya tentang Kej 50:20 Calvin mengatakan sebagai


berikut: “This truly must be generally agreed, that nothing is done
without his will; because he both governs the counsels of men, and
sways their wills and turns their efforts at his pleasure, and regulates all
events: but if men undertake anything right and just, he so actuates and
moves them inwardly by his Spirit, that whatever is good in them, may
justly be said to be received from him: but if Satan and ungodly men
rage, he acts by their hands in such an inexpressible manner, that the
wickedness of the deed belong to them, and the blame of it is imputed to
them. For they are not induced to sin, as the faithful are to act aright, by
the impulse of the Spirit, but they are the authors of their own evil, and
follow Satan as their leader.” [= Ini harus disetujui secara umum,
bahwa tidak ada apapun dilakukan tanpa kehendakNya; karena Ia
memerintah rencana manusia, dan mengubah kehendak mereka dan
membelokkan usaha mereka sesuai dengan kesenanganNya, dan
mengatur semua peristiwa / kejadian: tetapi jika manusia melakukan
apapun yang baik dan benar, Ia menjalankan dan menggerakkan
mereka dari dalam oleh RohNya, sehingga apapun yang baik dalam
mereka, bisa dengan benar dikatakan diterima dari Dia: tetapi jika
Setan dan orang-orang jahat marah, Ia bertindak oleh tangan mereka
dalam suatu cara yang tak terkatakan, sehingga kejahatan dari
tindakan itu hanya menjadi milik mereka, dan kesalahan dari
tindakan itu diperhitungkan kepada mereka. Karena mereka TIDAK
dibujuk kepada dosa, SEPERTI orang yang setia pada waktu
melakukan hal yang benar, oleh dorongan Roh, tetapi MEREKA
ADALAH PENCIPTA DARI KEJAHATAN MEREKA SENDIRI,
dan mengikuti Setan sebagai pemimpin / pembimbing mereka.] - hal
488.

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 14 Februari 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (11)

EEE

3) Istilah ‘Allah mengijinkan’.

a) Kesia-siaan penggunaan istilah ini untuk ‘melindungi’ kesucian


Allah.
Banyak orang senang menggunakan istilah ini untuk
melindungi kesucian Allah. Mereka berpikir bahwa kalau Allah
menentukan dosa maka Allah sendiri berdosa / tidak suci.
Tetapi kalau Allah hanya mengijinkan terjadinya dosa, maka
Allah tidak bersalah dan tetap suci. Tetapi ini salah karena
kalau ‘penentuan Allah tentang terjadinya dosa’ dianggap
sebagai dosa, maka ‘pemberian ijin dari Allah sehingga dosa
terjadi’ juga harus dianggap sebagai dosa, yaitu dosa pasif.
Sama halnya kalau saya membunuh orang, maka itu adalah
dosa (dosa aktif). Tetapi kalau saya membiarkan / mengijinkan
seseorang bunuh diri atau dibunuh, padahal saya bisa
mencegahnya, maka saya juga berdosa (dosa pasif)!

Bdk. Yak 4:17 - “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus


berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.”.

Herman Hoeksema: “Nor must we, in regard to the sinful deeds


of men and devils, speak only of God’s permission in distinction
from His determination. Holy Scripture speaks a far more positive
language. We realize, of course, that the motive for speaking God’s
permission rather than of His predetermined will in regard to sin
and the evil deeds of men is that God may never be presented as the
author of sin. But this purpose is not reached by speaking of God’s
permission or His permissive will: for if the Almighty permits what
He could just as well have prevented, it is from an ethical viewpoint
the same as if He had committed it Himself. But in this way we lose
God and His sovereignty: for permission presupposes the idea that
there is a power without God that can produce and do something
apart from Him, but which is simply permitted by God to act and
operate. This is dualism, and it annihilates the complete and
absolute sovereignty of God. And therefore we must maintain that
also sin and all the wicked deeds of men and angels have a place in
the counsel of God, in the counsel of His will. Thus it is taught by
the Word of God.” [= Juga kita tidak boleh, berkenaan dengan
tindakan-tindakan berdosa dari manusia dan setan, berbicara
hanya tentang ijin Allah dan membedakannya dengan
penentuan / penetapanNya. Kitab Suci berbicara dengan suatu
bahasa yang jauh lebih positif. Tentu saja kita menyadari bahwa
motivasi untuk menggunakan istilah ‘ijin Allah’ dari pada
‘kehendakNya yang sudah ditetapkan lebih dulu’ berkenaan
dengan dosa dan tindakan-tindakan jahat dari manusia adalah
supaya Allah tidak pernah dinyatakan sebagai pencipta dosa.
Tetapi tujuan ini tidak tercapai dengan menggunakan ‘ijin
Allah’ atau ‘kehendak yang mengijinkan dari Allah’: karena
jika Yang Maha Kuasa mengijinkan apa yang bisa Ia cegah, dari
sudut pandang etika itu adalah sama seperti jika Ia melakukan
hal itu sendiri. Tetapi dengan cara ini kita kehilangan Allah dan
kedaulatanNya: karena ijin mensyaratkan suatu gagasan bahwa
ada suatu kekuatan di luar Allah yang bisa menghasilkan dan
melakukan sesuatu terpisah dari Dia, tetapi yang diijinkan oleh
Allah untuk bertindak dan beroperasi. Ini merupakan dualisme,
dan ini menghapuskan kedaulatan Allah yang lengkap dan
mutlak. Dan karena itu kita harus mempertahankan bahwa juga
dosa dan semua tindakan-tindakan jahat dari manusia dan
malaikat mempunyai tempat dalam rencana Allah, dalam
keputusan kehendakNya. Demikianlah itu diajarkan oleh
Firman Allah.] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 158.

b) Istilah ‘Allah mengijinkan’ boleh digunakan, tetapi artinya harus


benar. Ini tidak berarti bahwa sebetulnya Allah merencanakan
seseorang berbuat baik / tidak berbuat dosa, tetapi karena
orangnya memaksa berbuat dosa, maka Allah mengijinkan.
Kalau diartikan seperti ini, maka itu berarti bahwa Rencana
Allah sudah gagal, dan ini bertentangan dengan pelajaran II,
point B dan C di atas. ‘Allah mengijinkan’ berarti bahwa Allah
bekerja secara pasif dan Ia menggunakan second causes,
tetapi dosa yang diijinkan itu pasti terjadi, persis sesuai
dengan Rencana Allah! Jadi digunakannya istilah ‘Allah
mengijinkan’ hanyalah karena dalam pelaksanaannya Allah
bekerja secara pasif dan Allah menggunakan second causes.

Louis Berkhof: “It is customary to speak of the decree of God


respecting moral evil as permissive. By His decree God rendered
the sinful actions of man infallibly certain without deciding to
effectuate them by acting immediately upon and in the finite will.
This means that God does not positively work in man ‘both to will
and to do’, when man goes contrary to His revealed will. It should
be carefully noted, however, that this permissive decree does not
imply a passive permission of something which is not under the
control of the divine will. It is a decree which renders the future
sinful acts absolutely certain, but in which God determines (a) not
to hinder the sinful self-determination of the finite will; and (b) to
regulate and control the result of this sinful self-determination.” [=
Merupakan kebiasaan untuk berbicara tentang ketetapan Allah
berkenaan dengan kejahatan moral sebagai bersifat
mengijinkan. Oleh ketetapanNya Allah membuat tindakan-
tindakan berdosa dari manusia menjadi pasti tanpa menetapkan
untuk menyebabkan mereka terjadi dengan bertindak langsung
dan bertindak dalam kehendak terbatas itu (kehendak manusia
itu). Ini berarti bahwa Allah tidak secara positif bekerja dalam
manusia ‘baik untuk menghendaki dan untuk melakukan’ (Fil
2:13), pada waktu manusia berjalan bertentangan dengan
kehendakNya yang dinyatakan. Tetapi harus diperhatikan baik-
baik bahwa ketetapan yang bersifat mengijinkan tidak berarti
suatu ijin pasif dari sesuatu yang tidak ada di bawah kontrol
dari kehendak ilahi. Itu merupakan suatu ketetapan yang
membuat tindakan berdosa yang akan datang itu pasti secara
mutlak, tetapi dalam mana Allah menentukan (a) untuk tidak
menghalangi keputusan yang berdosa yang dilakukan sendiri
oleh kehendak terbatas / kehendak manusia; dan (b) untuk
mengatur dan mengontrol akibat / hasil dari keputusan berdosa
ini.] - ‘Systematic Theology’, hal 105.

William G. T. Shedd: “When God executes his decree that Saul of


Tarsus shall be ‘a vessel of mercy’, he works efficiently within him
by his Holy Spirit ‘to will and to do’. When God executes his
decree that Judas Iscariot shall be ‘a vessel of wrath fitted for
destruction’, he does not work efficiently within him ‘to will and to
do’, but permissively in the way of allowing him to have his own
wicked will. He decides not to restrain him or to regenerate him,
but to leave him to his own obstinate and rebellious inclination and
purpose; and accordingly ‘the Son of man goeth, as it was
determined, but woe unto that man by whom he is betrayed’ (Luke
22:22; Acts 2:23). The two Divine methods in the two cases are
plainly different, but the perdition of Judas was as much
foreordained and free from chance, as the conversion of Saul.” [=
Pada waktu Allah melaksanakan ketetapanNya bahwa Saulus
dari Tarsus akan menjadi ‘bejana / benda belas kasihan’ (Ro
9:23), Ia bekerja secara efisien di dalamnya dengan Roh
KudusNya ‘untuk mau / menghendaki dan untuk melakukan’
(Fil 2:13). Pada waktu Allah melaksanakan ketetapanNya bahwa
Yudas Iskariot akan menjadi ‘bejana kemurkaan yang cocok
untuk kehancuran / benda kemurkaan yang telah dipersiapkan
untuk kebinasaan’ (Ro 9:22), Ia tidak bekerja secara efisien
dalam dirinya ‘untuk mau / menghendaki dan untuk
melakukan’, tetapi dengan cara mengijinkan dia mempunyai
kehendak jahatnya sendiri. Ia memutuskan untuk tidak
mengekang dia atau melahirbarukan dia, tetapi membiarkan dia
pada kecondongan dan rencananya sendiri yang keras kepala
dan bersifat memberontak; dan karena itu ‘Anak Manusia
memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi,
celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan’ (Luk 22:22;
Kis 2:23). Kedua metode ilahi dalam kedua kasus ini jelas
berbeda, tetapi kebinasaan Yudas ditentukan lebih dulu dan
bebas dari kebetulan, sama seperti pertobatan Saulus.] -
‘Calvinism: Pure & Mixed’, hal 31.

Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti


yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya
Ia diserahkan!’”.

Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan


rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan
bangsa-bangsa durhaka.”.

John Calvin: “How the term ‘permission,’ so frequently mentioned


by him (Augustine), ought to be understood will best appear from
one passage, where he proves that God’s will is the highest and
first cause of all things because nothing happens except from his
command or permission. Surely he does not conjure up a God who
reposes idly in a watchtower, willing the while to permit something
or other, when an actual will not his own, so to speak, intervenes,
which otherwise could not be deemed a cause.” [= Bagaimana
istilah ‘ijin’ yang begitu sering disebut oleh dia (Agustinus),
harus dimengerti akan terlihat secara paling baik dari satu
bagian, dimana ia membuktikan bahwa kehendak Allah adalah
penyebab tertinggi dan pertama dari segala sesuatu karena tak
ada apapun yang terjadi kecuali dari perintah atau ijinNya.
Pasti ia tidak membayangkan suatu Allah yang berbaring /
beristirahat secara malas di suatu menara penjagaan, dan
selama waktu itu mau untuk mengijinkan sesuatu atau hal yang
lain, pada waktu suatu kehendak yang sungguh-sungguh yang
bukan milikNya, bisa dikatakan demikian, campur tangan / ikut
campur, yang kalau tidak, tidak bisa dianggap sebagai suatu
penyebab.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I,
Chapter 16, No 8.

c) Komentar-komentar Calvin yang menyerang istilah ‘Allah


mengijinkan’.

John Calvin: “1. NO MERE ‘PERMISSION’! From other


passages, where God is said to bend or draw Satan himself and all
the wicked to his will, there emerges a more difficult question. For
carnal sense can hardly comprehend how in acting through them
he does not contract some defilement from their transgression, and
even in a common undertaking can be free of all blame, and
indeed can justly condemn his ministers. Hence the distinction was
devised between doing and permitting because to many this
difficulty seemed inexplicable, that Satan and all the impious are
so under God’s hand and power that he directs their malice to
whatever end seems good to him, and uses their wicked deeds to
carry out his judgments. And perhaps the moderation of those
whom the appearance of absurdity alarms would be excusable,
except that they wrongly try to clear God’s justice of every sinister
mark by upholding a falsehood. It seems absurd to them for man,
who will soon be punished for his blindness, to be blinded by God’s
will and command. Therefore they escape by the shift that this is
done only with God’s permission, not also by his will; but he,
openly declaring that he is the doer, repudiates that evasion.
However, that men can accomplish nothing except by God’s secret
command, that they cannot by deliberating accomplish anything
except what he has already decreed with himself and determines by
his secret direction, is proved by innumerable and clear
testimonies. What we have cited before from the psalm, that God
does whatever he wills [Psalm 115:3], certainly pertains to all the
actions of men. If, as is here said, God is the true Arbiter of wars
and of peace, and this without any exception, who, then, will dare
say that men are borne headlong by blind motion unbeknown to
God or with his acquiescence?” [= 1. BUKAN SEMATA-MATA
‘IJIN’! Dari text-text lain, dimana Allah dikatakan
membengkokkan atau menarik Iblis sendiri dan semua orang-
orang jahat pada kehendakNya, di sana muncul suatu
pertanyaan yang lebih sukar. Karena pikiran daging tidak bisa
memahami bagaimana dalam bertindak melalui mereka Ia tidak
mendapatkan suatu pengotoran / polusi / pencemaran dari
pelanggaran mereka, dan bahkan dalam suatu usaha bersama /
gabungan bisa bebas dari semua tanggung jawab / kesalahan,
dan bisa dengan adil / benar mengecam pelayan-pelayanNya.
Karena itu dirancang pembedaan antara melakukan dan
mengijinkan karena bagi banyak orang kesukaran ini
kelihatannya tidak bisa dijelaskan, bahwa Iblis dan semua
orang-orang jahat begitu berada di bawah tangan dan kuasa
Allah sehingga Ia mengarahkan kejahatan mereka pada tujuan
apapun yang kelihatan baik bagiNya, dan menggunakan
tindakan-tindakan jahat mereka untuk melaksanakan
penghakiman-penghakimanNya. Dan mungkin sikap menentang
pandangan yang radikal dari mereka yang merasa takut karena
melihat munculnya kekonyolan bisa dimaafkan, kecuali bahwa
mereka secara salah mencoba untuk membereskan keadilan
Allah dari setiap obyek yang mengancam dengan memegang /
menegaskan suatu kepalsuan / kesalahan. Kelihatannya
menggelikan / konyol bagi mereka untuk manusia, yang akan
segera dihukum untuk kebutaannya, dibutakan oleh kehendak
dan perintah Allah. Karena itu mereka menghindar dengan
pergeseran / perubahan bahwa ini dilakukan hanya dengan ijin
Allah, bukan juga oleh kehendakNya; TETAPI IA, YANG
DENGAN SECARA TERBUKA / TERANG-TERANGAN
MENYATAKAN BAHWA IA ADALAH SI PELAKU,
MENOLAK PENGHINDARAN INI. Tetapi, bahwa manusia
tidak bisa mencapai apapun kecuali oleh perintah rahasia dari
Allah, bahwa mereka tidak bisa dengan sengaja mencapai
apapun kecuali apa yang telah Ia tetapkan dengan diriNya
sendiri dan tentukan oleh pengarahan rahasiaNya, dibuktikan
oleh kesaksian-kesaksian yang tak terhitung dan jelas. Apa yang
telah kami kutip sebelumnya dari Mazmur, bahwa Allah
melakukan apapun yang dikehendakiNya (Maz 115:3), pasti
berhubungan dengan semua tindakan dari manusia. Jika, seperti
dikatakan di sini, Allah adalah Hakim dari peperangan dan dari
perdamaian, dan ini tanpa perkecualian apapun, lalu siapa,
berani mengatakan bahwa manusia dibawa dengan tergesa-gesa
oleh gerakan buta tanpa diketahui oleh Allah atau dengan
persetujuannya?] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I,
Chapter XVIII, No 1.

John Calvin: “But particular examples will shed more light. From
the first chapter of Job we know that Satan, no less than the angels
who willingly obey, presents himself before God [Job 1:6; 2:1] to
receive his commands. He does so, indeed, in a different way and
with a different end; but he still cannot undertake anything unless
God so wills. However, even though a bare permission to afflict the
holy man seems then to be added, yet we gather that God was the
author of that trial of which Satan and his wicked thieves were the
ministers, because this statement is true: ‘The Lord gave, the Lord
has taken away; as it has pleased God, so is it done’ [Job 1:21, Vg.
(p.)]. Satan desperately tries to drive the holy man insane; the
Sabaeans cruelly and impiously pillage and make off with
another’s possessions. Job recognizes that he was divinely stripped
of all his property, and made a poor man, because it so pleased
God. Therefore, whatever men or Satan himself may instigate, God
nevertheless holds the key, so that he turns their efforts to carry out
his judgments.” [= Tetapi contoh-contoh khusus akan memberi
terang lebih banyak. Dari Ayub pasal satu kita tahu bahwa Iblis,
tak kurang dari malaikat-malaikat yang mau taat,
menghadirkan dirinya sendiri di hadapan Allah (Ayub 1:6; 2:1)
untuk menerima perintah-perintahNya. Ia melakukan demikian,
memang dengan suatu cara yang berbeda dan dengan suatu
tujuan yang berbeda; tetapi ia tetap tidak bisa mengusahakan /
mulai melakukan apapun kecuali Allah menghendaki demikian.
Tetapi, sekalipun kelihatannya lalu ditambahkan suatu ijin
semata-mata untuk menyebabkan orang kudus itu menderita,
kita menyimpulkan bahwa Allah adalah pencipta dari ujian /
pencobaan tentang mana Iblis dan pencuri-pencuri jahatnya
adalah pelayan-pelayanNya, karena pernyataan ini adalah
benar: ‘Tuhan memberi, Tuhan mengambil; karena itu telah
menyenangkan Allah, demikianlah itu dilakukan / terjadi’ (Ayub
1:21, Vulgate). Iblis berusaha dengan sangat hebat untuk
membuat orang kudus ini gila; Orang-orang Syeba secara kejam
dan jahat merampok dan membawa pergi milik orang lain.
Ayub mengetahui bahwa ia ditelanjangi dari semua miliknya
secara ilahi (oleh Allah), dan dibuat menjadi orang miskin,
karena itu memperkenan Allah. Karena itu, apapun yang
manusia atau Iblis sendiri bisa mulai, bagaimanapun Allah yang
memegang kuncinya, sehingga Ia membelokkan usaha-usaha
mereka untuk melaksanakan penghakiman-penghakimanNya.] -
‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, No
1.

John Calvin: “2. GOD, SATAN, AND MAN ACTIVE IN THE


SAME EVENT. Far different is the manner of God’s action in
such matters. To make this clearer to us, we may take as an
example the calamity inflicted by the Chaldeans upon the holy man
Job, when they killed his shepherds and in enmity ravaged his
flock [Job 1:17]. Now their wicked act is perfectly obvious; nor
does Satan do nothing in that work, for the history states that the
whole thing stems from him [Job 1:12]. But Job himself recognizes
the Lord’s work in it, saying that He has taken away what had
been seized through the Chaldeans [Job 1:21]. How may we
attribute this same work to God, to Satan, and to man as author,
without either excusing Satan as associated with God, or making
God the author of evil? Easily, if we consider first the end, and
then the manner, of acting. The Lord’s purpose is to exercise the
patience of His servant by calamity; Satan endeavors to drive him
to desperation; the Chaldeans strive to acquire gain from another’s
property contrary to law and right. So great is the diversity of
purpose that already strongly marks the deed. There is no less
difference in the manner. The Lord permits Satan to afflict His
servant; He hands the Chaldeans over to be impelled by Satan,
having chosen them as His ministers for his task. Satan with his
poison darts arouses the wicked minds of the Chaldeans to execute
that evil deed. They dash madly into injustice, and they render all
their members guilty and befoul them by the crime. Satan is
properly said, therefore, to act in the reprobate over whom he
exercises his reign, that is, the reign of wickedness. God is also said
to act in His own manner, in that Satan himself, since he is the
instrument of God’s wrath, bends himself hither and thither at His
beck and command to execute His just judgments. ... Therefore we
see no inconsistency in assigning the same deed to God, Satan, and
man; but the distinction in purpose and manner causes God’s
righteousness to shine forth blameless there, while the wickedness
of Satan and of man betrays itself by its own disgrace.” [= 2. Allah,
Iblis, dan manusia aktif dalam peristiwa / kejadian yang sama.
Cara dari tindakan Allah jauh berbeda dalam persoalan-
persoalan seperti itu. Untuk membuat ini lebih jelas bagi kita,
kita bisa mengambil sebagai suatu contoh bencana yang
disebabkan oleh orang-orang Kasdim terhadap orang kudus
Ayub, pada waktu mereka membunuh gembala-gembalanya dan
dalam permusuhan / kebencian merampok kawanan untanya
(Ayub 1:17). Tindakan jahat mereka sudah sangat jelas; dan
Iblis bukannya tidak berbuat apa-apa dalam pekerjaan itu,
karena sejarahnya menyatakan bahwa seluruh hal itu berasal
usul dari dia (Ayub 1:12). Tetapi Ayub sendiri mengenali
pekerjaan Tuhan di dalamnya, dengan mengatakan bahwa Ia
telah mengambil apa yang telah dirampas melalui orang-orang
Kasdim (Ayub 1:21). Bagaimana kita bisa menganggap
pekerjaan yang sama ini berasal dari Allah, Iblis, dan manusia
sebagai pencipta, tanpa memaafkan / memberi dalih bagi Iblis
sebagai bersekutu dengan Allah, atau membuat Allah sebagai
pencipta kejahatan? Mudah saja, jika kita pertama-tama
mempertimbangkan akhir / tujuan, dan lalu cara, dari tindakan.
Tujuan Tuhan adalah untuk melatih kesabaran dari pelayanNya
dengan bencana; Iblis berusaha mendorongnya pada keputus-
asaan; orang-orang Kasdim berusaha untuk mendapatkan
keuntungan dari milik orang lain bertentangan dengan hukum
dan hak. Begitu besar perbedaan tujuan yang secara kuat sudah
menandai tindakan. Ada perbedaan yang tidak kurang dalam
caranya. Tuhan mengijinkan Iblis untuk menyiksa pelayanNya;
Ia menyerahkan orang-orang Kasdim untuk didorong oleh Iblis,
setelah memilih mereka sebagai pelayan-pelayanNya untuk
tugasnya. Iblis dengan anak panah beracunnya membangkitkan
pikiran jahat dari orang-orang Kasdim untuk melaksanakan
tindakan jahat itu. Mereka lari cepat-cepat ke dalam ketidak-
adilan, dan mereka membuat semua anggota-anggota mereka
bersalah dan mengotori diri mereka dengan kejahatan itu.
Karena itu, Iblis secara benar dikatakan, bertindak dalam diri
orang-orang yang ditentukan untuk binasa, atas diri siapa ia
melaksanakan pemerintahannya, yaitu, pemerintahan
kejahatan. Allah juga dikatakan bertindak dengan caraNya
sendiri, dalam diri Iblis itu sendiri, karena ia adalah alat dari
murka Allah, dengan membengkokkan dia kesana kemari dalam
ketundukan kepadaNya untuk melaksanakan penghakiman-
penghakimanNya yang adil. ... Karena itu, kita tidak melihat
ketidak-konsistenan dalam menganggap tindakan yang sama
berasal dari Allah, Iblis dan manusia; tetapi perbedaan dalam
tujuan dan cara, menyebabkan kebenaran Allah menyinarkan
ketidak-bersalahan di sana, sedangkan kejahatan Iblis dan
manusia menunjukkan dirinya sendiri oleh kehinaannya
sendiri.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book II, Chapter
IV, No 2.

John Calvin: “God wills that the false king Ahab be deceived; the
devil offers his services to this end; he is sent, with a definite
command, to be a lying spirit in the mouth of all the prophets
(1Kings 22:20,22). If the blinding and insanity of Ahab be God’s
judgment, the figment of bare permission vanishes: because it
would be ridiculous for the Judge only to permit what he wills to be
done, and not also to decree it and to command its execution by his
ministers.” [= Allah menghendaki bahwa raja Ahab yang tidak
benar ditipu; setan menawarkan pelayanannya untuk tujuan ini;
ia dikirim, dengan perintah yang pasti, untuk menjadi roh dusta
dalam mulut semua nabi-nabi itu (1Raja 22:20,22). Jika
pembutaan dan kegilaan Ahab adalah penghakiman Allah,
isapan jempol tentang ‘sekedar ijin’ hilang: karena adalah
menggelikan bagi sang Hakim untuk hanya mengijinkan apa
yang Ia kehendaki untuk dilakukan, dan tidak juga
menetapkannya dan memerintahkan pelaksanaannya oleh
pelayan-pelayanNya.] - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book I, Chapter XVIII, no 1.

John Calvin: “The Jews intended to destroy Christ; Pilate and his
soldiers complied with their mad desire; yet in solemn prayer the
disciples confess that all the impious ones had done nothing except
what ‘the hand and plan’ of God had decreed [Acts 4:28, cf. Vg.].
So Peter had already preached that ‘by the definite plan and
foreknowledge of God, Christ had been given over’ to be killed
[Acts 2:23, cf. Vg.]. It is as if he were to say that God, to whom
from the beginning nothing was hidden, wittingly and willingly
determined what the Jews carried out. As he elsewhere states:
‘God, who has foretold through all his prophets that Christ is going
to suffer, has thus fulfilled it’ [Acts 3:18, cf. Vg.].” [= Orang-
orang Yahudi bermaksud untuk menghancurkan Kristus;
Pilatus dan tentara-tentaranya mentaati / bertindak sesuai
dengan keinginan gila mereka; tetapi dalam doa yang khidmat
para murid mengakui bahwa semua orang-orang jahat itu tidak
melakukan apapun kecuali yang ‘tangan dan rencana’ dari
Allah telah tetapkan (Kis 4:28, bdk. Vulgate). Demikian juga
Petrus telah berkhotbah bahwa ‘oleh rencana tertentu dan pra-
pengetahuan Allah, Kristus telah diserahkan’ untuk dibunuh
(Kis 2:23, bdk. Vulgate). Itu adalah seakan-akan ia mengatakan
bahwa Allah, bagi siapa dari semula tak ada yang tersembunyi,
secara sengaja dan sukarela menentukan apa yang orang-orang
Yahudi laksanakan. Seperti yang ia nyatakan di tempat lain:
‘Allah, yang telah memberitahu lebih dulu melalui semua nabi-
nabiNya bahwa Kristus akan menderita, dengan cara ini telah
menggenapinya’ (Kis 3:18, bdk. Vulgate).] - ‘Institutes of The
Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, No 1.
Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di
dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-
bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu
yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan
segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh
kuasa dan kehendakMu.”.
Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan
rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan
bangsa-bangsa durhaka.”.
Kis 3:18 - “Tetapi dengan jalan demikian Allah telah
menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan
perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya
harus menderita.”.

John Calvin: “Absalom, polluting his father’s bed by an


incestuous union, commits a detestable crime [2 Samuel 16:22]; yet
God declares this work to be his own; for the words are: ‘You did it
secretly; but I will do this thing openly, and in broad daylight’ [2
Samuel 12:12 p.]. Jeremiah declared that every cruelty the
Chaldeans exercised against Judah was God’s work [Jeremiah
1:15; 7:14; 50:25, and passim]. For this reason Nebuchadnezzar is
called God’s servant [Jeremiah 25:9; cf. ch. 27:6]. ... The Assyrian
he calls the rod of his anger [Isaiah 10:5 p.], ... The destruction of
the Holy City and the ruin of the Temple he calls his own work
[Isaiah 28:21]. David, not murmuring against God, but recognizing
him as the just judge, yet confesses that the curses of Shimei
proceeded from His command [2 Samuel 16:10]. ‘The Lord,’ he
says, ‘commanded him to curse.’ [2 Samuel 16:11.] We very often
find in the Sacred History that whatever happens proceeds from
the Lord, as for instance the defection of the ten tribes [1 Kings
11:31], the death of Eli’s sons [1 Samuel 2:34], and very many
examples of this sort.” [= Absalom, mengotori ranjang ayahnya
oleh suatu persatuan yang bersifat incest, melakukan suatu
kejahatan yang menjijikkan (2Sam 16:22); tetapi Allah
menyatakan pekerjaan ini sebagai pekerjaanNya; karena kata-
katanya adalah: ‘Engkau telah melakukannya secara
tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan
seluruh Israel secara terang-terangan / terbuka, dan di terang
siang hari’ (2Sam 12:12). Yeremia menyatakan bahwa setiap
kekejaman orang Kasdim yang dilakukan terhadap orang-orang
Yehuda adalah pekerjaan Allah (Yer 1:15; 7:14; 50:25). Karena
itu Nebukadnezar disebut pelayan / hamba Allah (Yer 25:9; bdk.
27:6). ... Orang-orang Asyur Ia sebut tongkat amarahNya (Yes
10:5), ... Penghancuran dari Kota Kudus dan puing-puing dari
Bait Suci Ia sebut pekerjaanNya sendiri (Yes 28:21). Daud,
bukannya bersungut-sungut terhadap Allah, tetapi mengenali
Dia sebagai Hakim yang adil, dan mengakui bahwa kutuk-kutuk
dari Simei keluar dari perintahNya (2Sam 16:10). ‘Tuhan’,
katanya, ‘memerintah dia untuk mengutuk’. (2Sam 16:11). Kita
sangat sering menjumpai dalam Sejarah Kudus bahwa apapun
yang terjadi keluar / muncul dari Tuhan, seperti sebagai
contohnya pemberontakan dari 10 suku (1Raja 11:31), kematian
anak-anak Eli (1Sam 2:34), dan sangat banyak contoh dari jenis
ini.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter
XVIII, No 1.

2Sam 12:11-12 - “(11) Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya


malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari
kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu
di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang
itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. (12) Sebab
engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku
akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-
terangan.’”.

Yer 1:15 - “Sebab sesungguhnya, Aku memanggil segala kaum


kerajaan sebelah utara, demikianlah firman TUHAN, dan
mereka akan datang dan mendirikan takhtanya masing-masing
di mulut pintu-pintu gerbang Yerusalem, dekat segala tembok di
sekelilingnya dan dekat segala kota Yehuda.”.

Yer 7:14 - “karena itulah kepada rumah, yang atasnya namaKu


diserukan dan yang kamu andalkan itu, dan kepada tempat,
yang telah Kuberikan kepadamu dan kepada nenek moyangmu
itu, akan Kulakukan seperti yang telah Kulakukan kepada
Silo;”.

Yer 50:25 - “TUHAN telah membuka tempat perlengkapanNya


dan mengeluarkan senjata-senjata geramNya, sebab ada
pekerjaan bagi Tuhan ALLAH semesta alam di negeri orang-
orang Kasdim:”.

Yer 25:9 - “sesungguhnya, Aku akan mengerahkan semua kaum


dari utara - demikianlah firman TUHAN - menyuruh memanggil
Nebukadnezar, raja Babel, hambaKu itu; Aku akan
mendatangkan mereka melawan negeri ini, melawan
penduduknya dan melawan bangsa-bangsa sekeliling ini, yang
akan Kutumpas dan Kubuat menjadi kengerian, menjadi
sasaran suitan dan menjadi ketandusan untuk selama-
lamanya.”.

Yer 27:6 - “Dan sekarang, Aku menyerahkan segala negeri ini


ke dalam tangan hambaKu, yakni Nebukadnezar, raja Babel;
juga binatang di padang telah Kuserahkan supaya tunduk
kepadanya.”.

Yes 10:5-7,12 - “(5) Celakalah Asyur, yang menjadi cambuk


murkaKu dan yang menjadi tongkat amarahKu! (6) Aku akan
menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan AKU AKAN
MEMERINTAHKANNYA melawan umat sasaran murkaKu,
untuk melakukan perampasan dan penjarahan, dan untuk
menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan. (7) Tetapi dia
sendiri tidak demikian maksudnya dan tidak demikian
rancangan hatinya, melainkan niat hatinya ialah hendak
memunahkan dan hendak melenyapkan tidak sedikit bangsa-
bangsa. ... (12) Tetapi apabila Tuhan telah menyelesaikan segala
pekerjaanNya di gunung Sion dan di Yerusalem, maka Ia akan
menghukum perbuatan ketinggian hati raja Asyur dan sikapnya
yang angkuh sombong.”.

Yes 28:21 - “Sebab TUHAN akan bangkit seperti di gunung


Perasim, Ia akan mengamuk seperti di lembah dekat Gibeon,
untuk melakukan perbuatanNya - ganjil perbuatanNya itu; dan
untuk mengerjakan pekerjaanNya - ajaib pekerjaanNya itu!”.

2Sam 16:5-12 - “(5) Ketika raja Daud telah sampai ke Bahurim,


keluarlah dari sana seorang dari kaum keluarga Saul; ia
bernama Simei bin Gera. Sambil mendekati raja, ia terus-
menerus mengutuk. (6) Daud dan semua pegawai raja Daud
dilemparinya dengan batu, walaupun segenap tentara dan semua
pahlawan berjalan di kiri kanannya. (7) Beginilah perkataan
Simei pada waktu ia mengutuk: ‘Enyahlah, enyahlah, engkau
penumpah darah, orang dursila! (8) TUHAN telah membalas
kepadamu segala darah keluarga Saul, yang engkau gantikan
menjadi raja, TUHAN telah menyerahkan kedudukan raja
kepada anakmu Absalom. Sesungguhnya, engkau sekarang
dirundung malang, karena engkau seorang penumpah darah.’
(9) Lalu berkatalah Abisai, anak Zeruya, kepada raja: ‘Mengapa
anjing mati ini mengutuki tuanku raja? Izinkanlah aku
menyeberang dan memenggal kepalanya.’ (10) Tetapi kata raja:
‘Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya?
Biarlah ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman
kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya:
mengapa engkau berbuat demikian?’ (11) Pula kata Daud
kepada Abisai dan kepada semua pegawainya: ‘Sedangkan anak
kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang
orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk,
sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya demikian. (12)
Mungkin TUHAN akan memperhatikan kesengsaraanku ini dan
TUHAN membalas yang baik kepadaku sebagai ganti kutuk
orang itu pada hari ini.’”.

1Raja 11:30-31 - “(30) Ahia memegang kain baru yang di


badannya, lalu dikoyakkannya menjadi dua belas koyakan; (31)
dan ia berkata kepada Yerobeam: ‘Ambillah bagimu sepuluh
koyakan, sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel:
Sesungguhnya Aku akan mengoyakkan kerajaan itu dari tangan
Salomo dan akan memberikan kepadamu sepuluh suku.”.
Bdk. 1Raja 12:15 - “Jadi raja tidak mendengarkan permintaan
rakyat, SEBAB hal itu merupakan perubahan yang disebabkan
TUHAN, SUPAYA TUHAN menepati firman yang
diucapkanNya dengan perantaraan Ahia, orang Silo, kepada
Yerobeam bin Nebat.”.

1Sam 2:34 - “Inilah yang akan menjadi tanda bagimu, yakni


apa yang akan terjadi kepada kedua anakmu itu, Hofni dan
Pinehas: pada hari yang sama keduanya akan mati.”.
Bdk. 1Sam 2:25 - “Jika seseorang berdosa terhadap seorang
yang lain, maka Allah yang akan mengadili; tetapi jika
seseorang berdosa terhadap TUHAN, siapakah yang menjadi
perantara baginya?’ Tetapi tidaklah didengarkan mereka
perkataan ayahnya itu, SEBAB TUHAN hendak mematikan
mereka.”.
John Calvin: “Those who are moderately versed in the Scriptures
see that for the sake of brevity I have put forward only a few of
many testimonies. Yet from these it is more than evident that they
babble and talk absurdly who, in place of God’s providence,
substitute bare permission - as if God sat in a watchtower awaiting
chance events, and his judgments thus depended upon human
will.” [= Mereka yang mengetahui ayat-ayat Kitab Suci secara
cukup, melihat bahwa untuk singkatnya saya hanya memberikan
sedikit dari banyak kesaksian. Tetapi dari kesaksian-kesaksian
ini adalah lebih dari jelas bahwa mereka mengoceh dan
berbicara secara menggelikan yang, menggantikan providensia
Allah dengan ‘sekedar ijin’ - seakan-akan Allah duduk di
menara pengawal menunggu kejadian-kejadian yang terjadi
secara kebetulan, dan dengan demikian penghakimanNya
tergantung pada kehendak manusia.] - ‘Institutes of The
Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, No 1.

John Calvin: “It is said that he hardened Pharaoh’s heart (Exodus


9:12), also that he made it heavy (ch. 10:1) and stiffened it (chs.
10:20,27; 11:10; 14:8). By this foolish cavil certain ones get
around these expressions, for while it is said elsewhere that
Pharaoh himself made heavy his own heart (Exodus 8:15, 32;
9:34), God’s will is posited as the cause of hardening. As if these
two statements did not perfectly agree, although in divers ways,
that man, while he is acted upon by God, yet at the same time
himself acts! Moreover, I throw their objection back upon them:
for if ‘to harden’ denotes bare permission, the very prompting to
obstinacy will not properly exist in Pharaoh. Indeed, how weak and
foolish would it be to interpret this as if Pharaoh only suffered
himself to be hardened! Besides, Scripture cuts off any occasion
for such cavils. ‘I will restrain,’ says God, ‘his heart.’ (Exodus
4:21.) Thus, also, concerning the dwellers in the Land of Canaan,
Moses said they had come forth to battle because God stiffened
their hearts (Joshua 11:20; Cf. Deuteronomy 2:30). The same
thing is repeated by another prophet, ‘He turns their hearts to hate
his people’ (Psalm 105:25). Likewise in Isaiah, He declares that he
will send the Assyrians against the deceitful nation and will
command them ‘to take spoil and seize plunder’ (Isaiah 10:6) - not
because he would teach impious and obstinate men to obey him
willingly, but because he will bend them to execute his judgments,
as if they bore his commandments graven upon their hearts; from
this it appears that they had been impelled by God’s sure
determination. I confess, indeed, that it is often by means of
Satan’s intervention that God acts in the wicked, but in such a way
that Satan performs his part by God’s impulsion and advances as
far as he is allowed. An evil spirit troubles Saul; but it is said to
have come from God (1 Samuel 16:14), that we may know that
Saul’s madness proceeds from God’s just vengeance. Also, it is said
that the same Satan ‘blinds the minds of unbelievers’ (2
Corinthians 4:4); but whence does this come, unless the working of
error flows from God himself (2 Thessalonians 2:11), to make
those believe lies who refuse to obey the truth? According to the
former reason it is said, ‘If any prophet should speak in lies, I,
God, have deceived him’ (Ezekiel 14:9). According to the second
reason, he himself is indeed said to ‘give men up to an evil mind’
(Romans 1:28, cf. Vg.) and cast them into base desires (Romans
1:29); because he is the chief author of his own just vengeance,
while Satan is but the minister of it. ... To sum up, since God’s will
is said to be the cause of all things, I have made his providence the
determinative principle for all human plans and works, not only in
order to display its force in the elect, who are ruled by the Holy
Spirit, but also to compel the reprobate to obedience.” [=
Dikatakan bahwa Ia mengeraskan hati Firaun (Kel 9:12), juga
bahwa Ia membuatnya berat (10:1) dan membuatnya kaku
(10:20,27; 11:10; 14:8). Oleh perdebatan tentang hal-hal kecil
yang bodoh ini orang-orang tertentu menghindari ungkapan-
ungkapan ini, karena sementara dikatakan di tempat lain bahwa
Firaun sendiri membuat berat hatinya sendiri (Kel 8:15,32;
9:34), kehendak Allah dianggap / diberikan sebagai penyebab
pengerasan itu. Seakan-akan kedua pernyataan ini tidak setuju
secara sempurna, sekalipun dalam cara-cara yang bermacam-
macam, bahwa manusia, dipengaruhi / dikendalikan oleh Allah,
tetapi pada saat yang sama ia sendiri bertindak! Selanjutnya,
saya melemparkan keberatan mereka kembali kepada mereka:
karena JIKA ‘MENGERASKAN’ MENUNJUKKAN IJIN
SEMATA-MATA, DORONGAN (DARI ALLAH) PADA SIKAP
KERAS KEPALA INI TIDAK SECARA BENAR BERADA
DALAM FIRAUN. Memang, betapa lemah dan bodoh untuk
mengartikan ini seakan-akan Firaun hanya membiarkan dirinya
sendiri dikeraskan! Disamping, Kitab Suci memotong
kesempatan apapun untuk perdebatan-perdebatan remeh seperti
itu. ‘Aku akan mengekang’, kata Allah, ‘hatinya’. (Kel 4:21).
Secara sama, juga, berkenaan dengan orang-orang yang tinggal
di tanah Kanaan, Musa berkata mereka telah keluar untuk
bertempur karena Allah membuat kaku / mengeraskan hati
mereka (Yos 11:20; bdk. Ul 2:30). Hal yang sama diulangi oleh
nabi yang lain, ‘Ia mengubahkan hati mereka untuk membenci
umatNya’ (Maz 105:25). Secara sama dalam Yesaya, Ia
menyatakan bahwa Ia akan mengirim orang-orang Asyur
terhadap bangsa penipu ini dan akan memerintah mereka
‘untuk mengambil rampasan dan merampas jarahan’ (Yes 10:6)
- bukan karena Ia akan mengajar orang-orang jahat dan keras
kepala untuk mentaati Dia dengan sukarela, tetapi karena Ia
akan membengkokkan mereka untuk melaksanakan
penghakimanNya, seakan-akan mereka membawa perintah-
perintahNya diukirkan pada hati mereka; dari hal ini terlihat
bahwa mereka telah didorong oleh penentuan yang pasti dari
Allah. Saya memang mengakui bahwa sering melalui campur
tangan Iblislah Allah bertindak dalam diri orang-orang jahat,
tetapi dengan cara sedemikian rupa sehingga Iblis
melaksanakan bagiannya oleh dorongan Allah dan maju sejauh
ia diijinkan. Suatu roh jahat mengganggu Saul; tetapi dikatakan
bahwa itu telah datang dari Allah (1Sam 16:14), sehingga kita
bisa tahu bahwa kegilaan Saul keluar / berasal usul dari
pembalasan yang adil dari Allah. Juga, dikatakan bahwa Iblis
yang sama ‘membutakan pikiran dari orang-orang yang tidak
percaya’ (2Kor 4:4); tetapi dari mana ini datang, kecuali
pekerjaan dari kesalahan mengalir dari Allah sendiri (2Tes
2:11), untuk membuat mereka, yang menolak untuk mentaati
kebenaran, mempercayai dusta-dusta? Menurut alasan yang
terdahulu dikatakan, ‘Jika nabi manapun berbicara dalam
dusta, Aku, Allah, telah menipu dia’ (Yeh 14:9). Menurut alasan
yang kedua, memang Ia sendiri dikatakan ‘menyerahkan
manusia pada pikiran yang jahat’ (Ro 1:28, bdk. Vulgate) dan
melemparkan mereka ke dalam keinginan-keinginan yang
rendah / menjijikkan (Ro 1:29); karena Ia adalah Pencipta
kepala / tertinggi dari pembalasanNya yang adil, sedangkan Iblis
hanyalah pelayan darinya. ... Untuk menyimpulkan, karena
kehendak Allah dikatakan sebagai penyebab dari segala sesuatu,
saya telah membuat ProvidensiaNya sebagai prinsip penentu
untuk semua rencana dan pekerjaan manusia, bukan hanya
untuk menunjukkan kekuatannya dalam diri orang-orang
pilihan, yang diperintah oleh Roh Kudus, tetapi juga untuk
memaksa orang-orang yang ditentukan untuk binasa pada
ketaatan.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I,
Chapter XVIII, No 2.
Kel 9:12 - “Tetapi TUHAN mengeraskan (Ibrani: KHAZAQ) hati
Firaun, sehingga ia tidak mendengarkan mereka - seperti yang
telah difirmankan TUHAN kepada Musa.”.

Kel 10:1,20,27 - “(1) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa:


‘Pergilah menghadap Firaun, sebab Aku telah membuat hatinya
dan hati para pegawainya berkeras, supaya Aku mengadakan
tanda-tanda mujizat yang Kubuat ini di antara mereka, ... (20)
Tetapi TUHAN mengeraskan (Ibrani: KHAZAQ) hati Firaun,
sehingga tidak mau membiarkan orang Israel pergi. ... (27)
Tetapi TUHAN mengeraskan (Ibrani: KHAZAQ) hati Firaun,
sehingga dia tidak mau membiarkan mereka pergi.”.
Catatan: kata ‘mengeraskan’ dalam 10:1 menggunakan kata
Ibrani yang berbeda dengan dalam ay 20,27. Yang digunakan
dalam 10:1 adalah kata Ibrani KAVAD, yang arti sebenarnya
adalah seperti yang Calvin katakan, yaitu ‘membuat berat’.
Tetapi istilah ketiga yang Calvin gunakan, yaitu ‘membuatnya
kaku’ saya tak tahu ia dapatkan dari mana, karena kata
Ibraninya sama dengan yang diterjemahkan ‘mengeraskan’
dalam Kel 9:12.

Kel 11:10 - “Musa dan Harun telah melakukan segala mujizat


ini di depan Firaun. Tetapi TUHAN mengeraskan (Ibrani:
KHAZAQ) hati Firaun, sehingga tidak membiarkan orang Israel
pergi dari negerinya.”.

Kel 14:8 - “Demikianlah TUHAN mengeraskan (Ibrani:


KHAZAQ) hati Firaun, raja Mesir itu, sehingga ia mengejar
orang Israel. Tetapi orang Israel berjalan terus dipimpin oleh
tangan yang dinaikkan.”.

Kel 8:15,32 - “(15) Tetapi ketika Firaun melihat, bahwa telah


terasa kelegaan, ia tetap berkeras (Ibrani: KAVAD) hati, dan
tidak mau mendengarkan mereka keduanya - seperti yang telah
difirmankan TUHAN. ... (32) Tetapi sekali inipun Firaun tetap
berkeras (Ibrani: KAVAD) hati; ia tidak membiarkan bangsa itu
pergi.”.

Kel 9:34-35 - “(34) Tetapi ketika Firaun melihat, bahwa hujan,


hujan es dan guruh telah berhenti, maka teruslah ia berbuat
dosa; ia tetap berkeras (Ibrani: KAVAD) hati, baik ia maupun
para pegawainya. (35) Berkeraslah (Ibrani: KHAZAQ) hati
Firaun, sehingga ia tidak membiarkan orang Israel pergi -
seperti yang telah difirmankan TUHAN dengan perantaraan
Musa.”.

Kel 4:21 - “Firman TUHAN kepada Musa: ‘Pada waktu engkau


hendak kembali ini ke Mesir, ingatlah, supaya segala mujizat
yang telah Kuserahkan ke dalam tanganmu, kauperbuat di
depan Firaun. Tetapi Aku akan mengeraskan (Ibrani: KHAZAQ)
hatinya, sehingga ia tidak membiarkan bangsa itu pergi.”.

Yos 11:20 - “Karena TUHAN yang menyebabkan hati orang-


orang itu menjadi keras (Ibrani: KHAZAQ), sehingga mereka
berperang melawan orang Israel, SUPAYA mereka ditumpas,
dan jangan dikasihani, tetapi dipunahkan, seperti yang
diperintahkan TUHAN kepada Musa.”.

Ul 2:30 - “Tetapi Sihon, raja Hesybon, tidak mau memberi kita


berjalan melalui daerahnya, sebab TUHAN, Allahmu, membuat
dia keras kepala dan tegar hati (Ibrani: QASHAH), dengan
maksud menyerahkan dia ke dalam tanganmu, seperti yang
terjadi sekarang ini.”.

Maz 105:25 - “diubahNya hati mereka untuk membenci


umatNya, untuk memperdayakan hamba-hambaNya.”.

1Sam 16:14 - “Tetapi Roh TUHAN telah mundur dari pada


Saul, dan sekarang ia diganggu oleh roh jahat yang dari pada
TUHAN.”.

2Kor 4:4 - “yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang


pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka
tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang
adalah gambaran Allah.”.
Catatan: Istilah ‘ilah zaman ini’ [KJV/RSV/NASB: ‘the god of
this world’ {= allah dari dunia ini}] oleh Calvin secara benar
diartikan sebagai ‘setan / Iblis’.

2Tes 2:11 - “Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan


kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya
akan dusta,”.

Yeh 14:7,9 - “(7) Karena setiap orang, baik dari kaum Israel
maupun dari orang-orang asing yang tinggal di tengah-tengah
Israel, yang menyimpang dari padaKu dan menjunjung berhala-
berhalanya dalam hatinya dan menempatkan di hadapannya
batu sandungan, yang menjatuhkannya ke dalam kesalahan, lalu
datang menemui nabi untuk meminta petunjuk dari padaKu
baginya - Aku, TUHAN sendiri akan menjawab dia. ... (9)
Jikalau nabi itu membiarkan dirinya tergoda dengan
mengatakan suatu ucapan - Aku, TUHAN yang menggoda nabi
itu - maka Aku akan mengacungkan tanganKu melawan dia dan
memunahkannya dari tengah-tengah umatKu Israel.”.

Ro 1:28-29 - “(28) Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk


mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada
pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa
yang tidak pantas: (29) penuh dengan rupa-rupa kelaliman,
kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki,
pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan.”.

Jadi, bagi orang-orang yang menganggap bahwa terjadinya


dosa hanya semata-mata merupakan ijin dari Allah, silahkan
menjawab argumentasi Calvin, yang mengatakan bahwa kalau
itu hanya semata-mata ijin, maka itu tak bisa disebut sebagai
tindakan dari Allah, padahal Alkitab menyatakan seperti itu!

4) Istilah ‘Allah memerintah / menyuruh / berfirman’.

Yes 10:6 - “Aku akan menyuruhnya terhadap bangsa yang


murtad, dan Aku akan memerintahkannya melawan umat sasaran
murkaKu, untuk melakukan perampasan dan penjarahan, dan
untuk menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan.”.

Calvin (tentang Yes 10:6): “‘I will command him to take the spoil
and to take the prey.’ He says that he has given a loose rein to the
fierceness of enemies, that they may indulge without control in every
kind of violence and injustice. Now, this must not be understood as if
the Assyrians had a ‘command’ from God by which they could excuse
themselves. There are two ways in which God ‘commands;’ by his
secret decree, of which men are not conscious; and by his law, in
which he demands from us voluntary obedience. This must be
carefully observed, that we may reply to fanatics, who argue in an
irreligious manner about the decree of God, when they wish to excuse
their own wickedness and that of others. It is of importance, I say, to
make a judicious distinction between these two ways of
‘commanding.’ When the Lord reveals his will in the law, I must not
ascend to his secret decree, which he intended should not be known to
me, but must yield implicit obedience.” [= ‘Aku akan
memerintahkan dia untuk mengambil rampasan dan untuk
mengambil jarahan’. Ia berkata bahwa Ia telah memberikan suatu
kekang yang longgar pada kebengisan dari musuh-musuh, supaya
mereka bisa memuaskan nafsu mereka tanpa kendali dalam setiap
jenis kekerasan / kekejaman dan ketidak-adilan. Ini tidak boleh
dimengerti seakan-akan orang-orang Asyur mendapatkan suatu
‘perintah’ dari Allah dengan mana mereka bisa memaafkan diri
mereka sendiri. Ada dua cara dalam mana Allah ‘memerintah’;
oleh / dengan ketetapan rahasiaNya, tentang mana manusia tidak
menyadarinya; dan oleh / dengan hukumNya, dalam mana Ia
menuntut dari kita ketaatan secara sukarela. Ini harus
diperhatikan dengan teliti, supaya kita bisa menjawab orang-orang
fanatik, yang berargumentasi dengan suatu cara yang jahat / tidak
religius tentang ketetapan Allah, pada waktu mereka ingin
memaafkan / mencari dalih bagi kejahatan mereka sendiri dan
kejahatan orang-orang lain. Merupakan sesuatu yang penting, saya
katakan, untuk membuat suatu perbedaan yang bijaksana antara
kedua cara ‘memerintah’ ini. Pada waktu Tuhan menyatakan
kehendakNya dalam hukum (Taurat), saya tidak boleh naik pada
ketetapan rahasiaNya, yang Ia maksudkan untuk tidak saya
ketahui, tetapi harus memberikan ketaatan tanpa
mempertanyakan.].

Catatan: kata-kata Calvin tentang adanya 2 macam perintah


Allah ini sangat penting untuk dicamkan. Jangan mengacau-
balaukan kedua macam perintah ini! Bahwa ini memang sesuai
dengan Alkitab, akan saya tunjukkan dengan ayat-ayat di bawah
ini.

a) Untuk ‘memerintahkan’ oleh / dengan hukumNya:


Ul 5:15 - “Sebab haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu
budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh
TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang
teracung; itulah sebabnya TUHAN, Allahmu,
MEMERINTAHKAN engkau merayakan hari Sabat.”.

Ini betul-betul perintah, yang harus kita taati. Dan tentu saja
ayat-ayat yang seperti ini ada banyak sekali dalam Alkitab.

b) Untuk ‘memerintah’ oleh / dengan ketetapan rahasiaNya:


1. 1Raja 17:4,9 - “(4) Engkau dapat minum dari sungai itu, dan
burung-burung gagak telah KUPERINTAHKAN untuk
memberi makan engkau di sana.’ ... (9) ‘Bersiaplah, pergi ke
Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan diamlah di sana.
Ketahuilah, Aku telah MEMERINTAHKAN seorang janda
untuk memberi engkau makan.’”.

Ini bisa diartikan Allah MENGATUR burung gagak / janda di


Sarfat untuk memberi makan Elia.

2. 2Sam 16:10-11 - “(10) Tetapi kata raja: ‘Apakah urusanku


dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk!
Sebab apabila TUHAN BERFIRMAN kepadanya: Kutukilah
Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau
berbuat demikian?’ (11) Pula kata Daud kepada Abisai dan
kepada semua pegawainya: ‘Sedangkan anak kandungku
ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang orang
Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk, sebab
TUHAN yang telah BERFIRMAN kepadanya demikian.”.

Jelas bahwa ini tidak berarti Tuhan betul-betul berfirman /


menyuruh Simei untuk mengutuki Daud. Tetapi ini
menunjukkan bahwa Allah MENGATUR terjadinya hal itu.

Orang yang ‘mentaati’ perintah Tuhan dalam arti kedua ini,


BISA dihukum Tuhan.

Yes 10:5-12 - “(5) Celakalah Asyur, yang menjadi cambuk


murkaKu dan yang menjadi tongkat amarahKu! (6) Aku akan
menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan Aku akan
memerintahkannya melawan umat sasaran murkaKu, untuk
melakukan perampasan dan penjarahan, dan untuk menginjak-
injak mereka seperti lumpur di jalan. (7) Tetapi dia sendiri tidak
demikian maksudnya dan tidak demikian rancangan hatinya,
melainkan niat hatinya ialah hendak memunahkan dan hendak
melenyapkan tidak sedikit bangsa-bangsa. (8) Sebab ia berkata:
‘Bukankah panglima-panglimaku itu raja-raja semua? (9)
Bukankah Kalno sama halnya seperti Karkemis, atau bukankah
Hamat seperti Arpad, atau Samaria seperti Damsyik? (10)
Seperti tanganku telah menyergap kerajaan-kerajaan para
berhala, padahal patung-patung mereka melebihi yang di
Yerusalem dan yang di Samaria, (11) masakan tidak akan
kulakukan kepada Yerusalem dan patung-patung berhalanya,
seperti yang telah kulakukan kepada Samaria dan berhala-
berhalanya? (12) Tetapi apabila Tuhan telah menyelesaikan
segala pekerjaanNya di gunung Sion dan di Yerusalem, maka Ia
akan menghukum perbuatan ketinggian hati raja Asyur dan
sikapnya yang angkuh sombong.”.

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 21 Februari 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (12)


C) Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan hubungan
Providence dan dosa.

Ada sangat banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan hubungan


Providence dan dosa, seperti:

1) Kej 45:5-8 - “(5) Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan


janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab
untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului
kamu. (6) Karena telah dua tahun ada kelaparan dalam negeri ini
dan selama lima tahun lagi orang tidak akan membajak atau
menuai. (7) Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu
untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk
memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu
tertolong. (8) Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini,
tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa
bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas
seluruh tanah Mesir.”.

Khususnya perhatikan kata-kata ‘Allah menyuruh aku


mendahului kamu’ (ay 5,7) dan ‘bukan kamu yang menyuruh aku
ke sini tetapi Allah’ (ay 8).

Bdk. Maz 105:17 - “diutusNyalah seorang mendahului mereka:


Yusuf, yang dijual sebagai budak.”.

Semua ini menunjukkan bahwa penjualan Yusuf ke Mesir, yang


jelas adalah suatu dosa, merupakan pekerjaan Allah, yang
melakukan semua itu untuk melaksanakan rencana tertentu
(memelihara Israel dalam 7 tahun kelaparan).

Dalam tafsirannya tentang bagian ini, Calvin berkata:


“This is a remarkable passage, in which we are taught that the right
course of events is never so disturbed by the depravity and wickedness
of men, but that God can direct them to a good end. Good men are
ashamed to confess, that what men undertake cannot be
accomplished except by the will of God; fearing lest unbridled
tongues should cry out immediately, either that God is the author of
sin, or that wicked men are not to be accused of crime, seeing they
fulfil the counsel of God. But although this sacrilegious fury cannot
be effectually rebutted, it may suffice that we hold it in detestation.
Meanwhile, it is right to maintain, what is declared by the clear
testimonies of Scripture, that whatever men may contrive, yet, amidst
all their tumult, God from heaven overrules their counsels and
attempts; and, in short, does, by their hands, what he himself
decreed.” [= Ini adalah text yang patut diperhatikan, dalam mana
kita diajar bahwa jalan yang benar dari peristiwa-peristiwa tidak
pernah diganggu oleh kebejatan dan kejahatan manusia, tetapi
bahwa Allah bisa mengarahkan mereka pada suatu tujuan yang
baik. Orang-orang saleh malu mengakui, bahwa apa yang manusia
usahakan tidak bisa tercapai kecuali oleh kehendak Allah; karena
mereka takut bahwa lidah-lidah yang tidak dikekang akan segera
berteriak, bahwa Allah adalah pencipta dosa, atau bahwa orang
jahat tak boleh dituduh karena kejahatannya, mengingat mereka
menggenapi rencana Allah. Tetapi sekalipun kemarahan yang
tidak senonoh ini tidak bisa dibantah secara efektif, cukuplah kalau
kita menganggapnya sebagai sesuatu yang menjijikkan. Sementara
itu, adalah benar untuk mempertahankan, apa yang dinyatakan
oleh kesaksian yang jelas dari Kitab Suci, bahwa apapun yang
manusia usahakan / rencanakan, di tengah-tengah segala keributan
mereka, Allah dari surga menguasai rencana dan usaha mereka,
dan, singkatnya, melakukan dengan tangan mereka apa yang Ia
sendiri tetapkan.].

Calvin melanjutkan dengan berkata: “Good men, who fear to


expose the justice of God to the calumnies of the impious, resort to
this distinction, that God WILLS some things, but PERMITS others
to be done. As if, truly, any degree of liberty of action, were he to
cease from governing, would be left to men. If he had only
PERMITTED Joseph to be carried into Egypt, he had not
ORDAINED him to be the minister of deliverance to his father Jacob
and his sons; which he is now expressly declared to have done. Away,
then, with that vain figment, that, by the PERMISSION of God only,
and not by his COUNSEL or WILL, those evils are committed which
he afterwards turns to a good account.” [= Orang-orang saleh, yang
takut membuka keadilan Allah terhadap fitnahan dari orang-orang
jahat, memutuskan untuk mengadakan pembedaan ini, yaitu
bahwa Allah MENGHENDAKI beberapa hal, tetapi
MENGIJINKAN hal-hal yang lain untuk dilakukan . Seakan-akan
Ia berhenti dari tindakan memerintah, dan memberikan kebebasan
bertindak tertentu kepada manusia. Jika Ia hanya
MENGIJINKAN Yusuf untuk dibawa ke Mesir, Ia tidak
MENENTUKANNYA untuk menjadi pembebas bagi ayahnya
Yakub dan anak-anaknya; yang dinyatakan secara jelas telah
dilakukanNya. Maka singkirkanlah isapan jempol / khayalan yang
sia-sia yang mengatakan bahwa hanya karena IJIN ALLAH, dan
bukan karena RENCANA atau KEHENDAKNYA, hal-hal yang
jahat itu dilakukan, yang setelah itu Ia balikkan menjadi sesuatu
yang baik.].

2) Kej 50:20 - “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat


terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk
kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang
ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.”.

Ini secara explicit menunjukkan bahwa sekalipun saudara-


saudara Yusuf mereka-rekakan / memaksudkan yang jahat
terhadap Yusuf, tetapi Allah telah mereka-rekakannya /
memaksudkannya untuk kebaikan! Jadi, jelas bahwa Allah
bekerja menggunakan dosa dari saudara-saudara Yusuf demi
kebaikan Yusuf / Israel.

Dalam tafsirannya tentang bagian ini, Calvin berkata:


“The selling of Joseph was a crime detestable for its cruelty and
perfidy; yet he was not sold except by the decree of heaven. For
neither did God merely remain at rest, and by conniving for a time, let
loose the reins of human malice, in order that afterwards he might
make use of this occasion; but, at his own will, he appointed the order
of acting which he intended to be fixed and certain. Thus we may say
with truth and propriety, that Joseph was sold by the wicked consent
of his brethren, and by the secret providence of God.” [= Penjualan
terhadap Yusuf adalah suatu kejahatan yang menjijikkan karena
kekejaman dan pengkhianatannya; tetapi ia tidak dijual kecuali
oleh ketetapan dari surga. Karena Allah bukannya semata-mata
berdiam diri, dan sambil menutup mata / pura-pura tidak melihat
untuk sementara waktu, melepaskan kendali terhadap keinginan
jahat manusia, supaya setelah itu Ia bisa menggunakan kejadian
ini; tetapi, dalam kehendakNya sendiri, Ia menetapkan urut-urutan
tindakan yang Ia maksudkan untuk menjadi tetap dan tertentu.
Jadi kita bisa berkata dengan benar dan tepat, bahwa Yusuf dijual
oleh persetujuan jahat dari saudara-saudaranya, dan oleh
providensia rahasia dari Allah.].

3) Kel 1:8-10 - “(8) Kemudian bangkitlah seorang raja baru


memerintah tanah Mesir, yang tidak mengenal Yusuf. (9)
Berkatalah raja itu kepada rakyatnya: ‘Bangsa Israel itu sangat
banyak dan lebih besar jumlahnya dari pada kita. (10) Marilah
kita bertindak dengan bijaksana terhadap mereka, supaya mereka
jangan bertambah banyak lagi dan - jika terjadi peperangan -
jangan bersekutu nanti dengan musuh kita dan memerangi kita,
lalu pergi dari negeri ini.’”.

Bdk. Maz 105:25 - “diubahNya hati mereka (orang Mesir) untuk


membenci umatNya, untuk memperdayakan hamba-hambaNya.”.
KJV/RSV/NASB: ‘He turned their heart to hate his people,’ [= Ia
membelokkan / mengubah hati mereka untuk membenci umat /
bangsaNya,].

Jelas dikatakan bahwa Tuhanlah yang mengubah hati orang


Mesir untuk membenci Israel, supaya dengan demikian
rencanaNya bisa terlaksana.

Calvin (tentang Maz 105:25): “The Egyptians, though at first kind


and courteous hosts to the Israelites, became afterwards cruel
enemies; and this also the prophet ascribes to the counsel of God.
They were undoubtedly driven to this by a perverse and malignant
spirit, by pride and covetousness; but still such a thing did not happen
without the providence of God, who in an incomprehensible manner
so accomplishes his work in the reprobate, as that he brings forth
light even out of darkness. The form of expression seems to some a
little too harsh, and therefore they translate the verb passively, ‘their
(i.e., the Egyptians’) hearts were turned.’ But this is poor, and does
not suit the context; for we see that it is the express object of the
inspired writer to put the whole government of the Church under
God, so that nothing may happen but according to his will. If the
delicate ears of some are offended at such doctrine, let it be observed,
that the Holy Spirit unequivocally affirms in other places as well as
here, that the minds of men are driven hither and thither by a secret
impulse, (Prov. 21:1,) so that they can neither will nor do anything
except as God pleases. What madness is it to embrace nothing but
what commends itself to human reason? What authority will God’s
word have, if it is not admitted any farther than we are inclined to
receive it? Those then who reject this doctrine, because it is not very
grateful to the human understanding, are inflated with a perverse
arrogance. Others malignantly misrepresent it, not through ignorance
or by mistake, but only that they may excite commotion in the
Church, or to bring us into odium among the ignorant. Some over-
timid persons could wish, for the sake of peace, that this doctrine
were buried. They are surely ill qualified for composing
differences. ... The Holy Spirit, we see, affirms that the Egyptians
were so wicked, that God turned their hearts to hate his people. ... It
is, however, to be observed, that the root of the malice was in the
Egyptians themselves, so that the fault cannot be transferred to God. I
say, they were spontaneously and innately wicked, and not forced by
the instigation of another. In regard to God, it ought to suffice us to
know, that such was his will, although the reason may be unknown to
us.” [= Orang-orang Mesir, sekalipun mula-mula adalah tuan
rumah yang baik dan sopan / menghormat kepada bangsa Israel,
belakangan menjadi musuh-musuh yang kejam; dan ini sang nabi
juga menganggap berasal dari rencana Allah. Mereka secara tak
diragukan didorong pada hal ini oleh suatu roh / kecenderungan
yang jahat dan membahayakan, oleh kesombongan dan
ketamakan; tetapi tetap hal seperti itu tidak terjadi tanpa
Providensia Allah, yang dengan suatu cara yang tak bisa
dimengerti begitu mencapai pekerjaanNya dalam diri orang-orang
yang ditentukan untuk binasa, sehingga Ia mengeluarkan terang
bahkan dari kegelapan. Bentuk dari ungkapannya kelihatannya
bagi sebagian orang terlalu keras, dan karena itu mereka
menterjemahkan kata kerja itu secara pasif, ‘hati mereka (orang
Mesir) dibelokkan / diubahkan’. Tetapi ini buruk, dan tak cocok
dengan kontextnya; karena kita melihat bahwa merupakan tujuan
yang nyata dari penulis yang diilhami untuk meletakkan seluruh
pemerintahan Gereja di bawah Allah, sehingga tak ada apapun
bisa terjadi kecuali sesuai kehendakNya. Jika telinga yang lembut
dari sebagian orang tersinggung oleh doktrin seperti ini, hendaklah
diperhatikan, bahwa Roh Kudus secara jelas meneguhkan di
tempat-tempat lain maupun di sini, bahwa pikiran manusia
didorong kesana kemari oleh suatu dorongan rahasia, (Amsal
21:1), sehingga mereka tidak bisa menghendaki atau melakukan
apapun kecuali seperti yang Allah senangi. Kegilaan apa itu untuk
tidak memeluk / mempercayai apapun kecuali yang cocok dengan
akal manusia? Otoritas apa yang akan dimiliki firman Allah, jika
itu tidak diijinkan lebih jauh dari pada yang kita cenderung untuk
menerimanya? Karena itu, mereka yang menolak doktrin ini,
karena doktrin ini tidak diterima oleh pengertian manusia,
menggelembung dengan suatu keangkuhan yang jahat. Orang-
orang lain secara membahayakan / jahat menggambarkan ini
secara salah (memfitnah), bukan karena ketidak-tahuan atau
karena kesalahan, tetapi hanya supaya mereka bisa memprovokasi
keributan dalam Gereja, atau untuk membawa kita ke dalam
ketidak-senangan dari orang-orang bodoh / tak berpengetahuan.
Sebagian orang-orang yang kelewat takut berharap, demi
perdamaian, supaya / bahwa doktrin ini dikuburkan. Mereka pasti
tidak memenuhi syarat untuk memperdamaikan / menyesuaikan
perbedaan-perbedaan. ... Roh Kudus, kita lihat, meneguhkan
bahwa orang-orang Mesir begitu jahat, sehingga Allah
membelokkan hati mereka untuk membenci umat / bangsaNya. ...
Tetapi, harus diperhatikan, bahwa akar dari maksud jahat ini ada
dalam diri orang-orang Mesir itu sendiri, sehingga kesalahannya
tidak bisa ditransfer kepada Allah. Saya berkata, mereka adalah
jahat secara alamiah, dan tidak dipaksa oleh hasutan dari orang
lain. Berkenaan dengan Allah, cukup bagi kita untuk tahu, bahwa
itu adalah kehendakNya, sekalipun alasannya tidak kita ketahui.] -
hal 192,193,194.
Amsal 21:1 - “Hati raja seperti batang air di dalam tangan
TUHAN, dialirkanNya ke mana Ia ingini.”.

4) Kel 4:21 7:3,22 8:15,19,32 9:12 9:15-16 (bdk. Ro 9:15-18)


9:34-35 10:1-2,20,27 11:10 14:4,8,17. Berulang kali dikatakan
bahwa Allah mengeraskan hati Firaun! Dan itulah yang
menyebabkan hati Firaun menjadi keras. Bahkan setelah Firaun
terpaksa membiarkan Israel meninggalkan Mesir, Tuhan lalu
bekerja mengeraskan hati Firaun lagi, sehingga ia
memerintahkan tentaranya untuk mengejar Israel. Tujuan Allah
ialah supaya baik Israel maupun Mesir bisa melihat kuasaNya
(Kel 10:1-2 14:4,17-18,30-31).

5) Ul 2:30 - “Tetapi Sihon, raja Hesybon, tidak mau memberi kita


berjalan melalui daerahnya, sebab TUHAN, Allahmu, membuat
dia keras kepala dan tegar hati, dengan maksud menyerahkan dia
ke dalam tanganmu, seperti yang terjadi sekarang ini.”.
Ayat ini mengatakan bahwa Allahlah yang mengeraskan hati
Sihon supaya bisa menyerahkannya ke tangan Israel.

Calvin (tentang Ul 2:24-dst): “the cause is there specified why


(Sihon) had been so arrogant and contemptuous in his rejection of
the embassy, viz, because God had ‘hardened his spirit, and made his
heart obstinate.’ From whence again it appears how poor is the
sophistry of those who imagine that God idly regards from heaven
what men are about to do.” [= penyebabnya di sini dinyatakan
secara explicit mengapa (Sihon) telah menjadi begitu arogan dan
menghina dalam penolakannya terhadap utusan itu, yaitu, karena
Allah telah ‘mengeraskan rohnya, dan membuat hatinya tegar
tengkuk’. Dari mana lagi-lagi kelihatan betapa buruk metode
argumentasi dari mereka yang membayangkan / mengkhayalkan
bahwa Allah secara malas melihat dari surga apa yang manusia
akan lakukan.] - hal 171.

6) Yos 11:20 - “Karena TUHAN yang menyebabkan hati orang-


orang itu menjadi keras, sehingga mereka berperang melawan
orang Israel, supaya mereka ditumpas, dan jangan dikasihani,
tetapi dipunahkan, seperti yang diperintahkan TUHAN kepada
Musa.”.

Ayat ini mengatakan bahwa Allah mengeraskan hati orang


Kanaan supaya mereka tidak dikasihani tetapi ditumpas.

Calvin (tentang Yos 11:20): “the Israelites, though they were


forbidden to shew them any mercy, were met in a hostile manner, in
order that the war might be just. And it was wonderfully arranged by
the secret providence of God, that, being doomed to destruction, they
should voluntarily offer themselves to it, and by provoking the
Israelites be the cause of their own ruin. The Lord, therefore, besides
ordering that pardon should be denied them, also incited them to
blind fury, that no room might be left for mercy. ... God hardens them
for this very end, that they may shut themselves out from mercy.
Hence that hardness is called his work, because it secures the
accomplishment of his design. Should any attempt be made to darken
so clear a matter by those who imagine that God only looks down
from heaven to see what men will be pleased to do, and who cannot
bear to think that the hearts of men are curbed by his secret agency,
what else do they display than their own presumption? They only
allow God a permissive power, and in this way make his counsel
dependent on the pleasure of men. But what saith the Spirit? That the
hardening is from God, who thus precipitates those whom he means
to destroy.” [= bangsa Israel, sekalipun mereka dilarang untuk
menunjukkan belas kasihan apapun kepada mereka, dihadapi
dengan suatu cara / sikap yang bermusuhan, supaya perang itu bisa
benar. Dan itu diatur secara ajaib oleh providensia rahasia dari
Allah, sehingga, karena ditentukan pada kehancuran, mereka
secara sukarela menawarkan diri mereka sendiri kepadanya, dan
dengan memprovokasi bangsa Israel mereka menjadi penyebab
dari kehancuran mereka sendiri. Karena itu, Tuhan, disamping
memerintahkan bahwa pengampunan tak boleh diberikan kepada
mereka, juga menggerakkan mereka pada kemarahan yang buta,
sehingga tak ada tempat yang tersisa untuk belas kasihan. ... Allah
mengeraskan mereka untuk tujuan ini, supaya mereka bisa
menutup diri mereka sendiri dari belas kasihan. Maka / jadi
kekerasan itu disebut pekerjaanNya, karena itu memastikan
pencapaian dari rancanganNya. Kalau ada usaha apapun yang
dibuat untuk menggelapkan / mengaburkan suatu persoalan yang
begitu jelas oleh mereka yang mengkhayalkan bahwa Allah melihat
ke bawah dari surga untuk melihat apa yang manusia senang untuk
lakukan, dan yang tak bisa tahan untuk berpikir bahwa hati
manusia dikekang oleh pekerjaan / pemerintahan rahasiaNya, apa
yang mereka tunjukkan / pamerkan selain anggapan mereka
sendiri? Mereka hanya mengijinkan / memberikan Allah suatu
kuasa yang mengijinkan, dan dengan cara ini membuat
rencanaNya tergantung pada kesenangan manusia. Tetapi apa
yang dikatakan Roh? Bahwa pengerasan itu adalah dari Allah,
yang dengan demikian menjatuhkan mereka yang Ia maksudkan
untuk hancurkan.] - hal 174-175.

7) Hak 9:22-24 - “(22) Setelah tiga tahun lamanya Abimelekh


memerintah atas orang Israel, (23) maka Allah membangkitkan
semangat jahat di antara Abimelekh dan warga kota Sikhem,
sehingga warga kota Sikhem itu menjadi tidak setia kepada
Abimelekh, (24) supaya kekerasan terhadap ketujuh puluh anak
Yerubaal dibalaskan dan darah mereka ditimpakan kepada
Abimelekh, saudara mereka yang telah membunuh mereka dan
kepada warga kota Sikhem yang membantu dia membunuh
saudara-saudaranya itu.”.

Ayat ini mengatakan bahwa Allah membangkitkan semangat


jahat dalam diri orang-orang tertentu, supaya memberontak
terhadap Abimelekh (anak Yerubaal / Gideon), supaya Ia bisa
menghukum baik Abimelekh maupun orang-orang Sikhem karena
pembunuhan yang mereka lakukan terhadap anak-anak Yerubaal
/ Gideon yang lain dalam Hak 9:1-5.

8) Hak 14:1-4 - “(1) Simson pergi ke Timna dan di situ ia melihat


seorang gadis Filistin. (2) Ia pulang dan memberitahukan kepada
ayahnya dan ibunya: ‘Di Timna aku melihat seorang gadis Filistin.
Tolong, ambillah dia menjadi isteriku.’ (3) Tetapi ayahnya dan
ibunya berkata kepadanya: ‘Tidak adakah di antara anak-anak
perempuan sanak saudaramu atau di antara seluruh bangsa kita
seorang perempuan, sehingga engkau pergi mengambil isteri dari
orang Filistin, orang-orang yang tidak bersunat itu?’ Tetapi jawab
Simson kepada ayahnya: ‘Ambillah dia bagiku, sebab dia kusukai.’
(4) Tetapi ayahnya dan ibunya tidak tahu bahwa hal itu dari pada
TUHAN asalnya: sebab memang Simson harus mencari gara-gara
terhadap orang Filistin. Karena pada masa itu orang Filistin
menguasai orang Israel.”.

Simson mau kawin dengan orang Filistin / kafir (Hak 14:1-2), dan
ayahnya menasehatinya untuk tidak melakukan hal itu, karena itu
jelas adalah dosa (Hak 14:3). Dan dalam ay 4 dikatakan bahwa
hal itu datang dari Tuhan, karena Tuhan menghendaki Simson
mencari gara-gara terhadap orang Filistin!

9) 1Sam 2:25b - “Jika seseorang berdosa terhadap seorang yang lain,


maka Allah yang akan mengadili; tetapi jika seseorang berdosa
terhadap TUHAN, siapakah yang menjadi perantara baginya?’
Tetapi tidaklah didengarkan mereka perkataan ayahnya itu, sebab
TUHAN hendak mematikan mereka.”.

Ayat ini mengatakan bahwa Tuhan bekerja sehingga anak-anak


Eli tidak menuruti nasehat ayahnya, karena Tuhan hendak
membunuh mereka.

10)2Sam 12:11-12 - “(11) Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya


malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum
keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan
matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan
tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. (12) Sebab engkau telah
melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal
itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan.’” (bdk. 2Sam
16:20-23).
Ayat ini menunjukkan bahwa peristiwa hubungan sex antara
Absalom dan gundik-gundik Daud, yang bisa dikatakan
merupakan perkosaan dan incest (perzinahan dalam keluarga)
merupakan pekerjaan Tuhan!

Calvin: “is it appropriate for God to strip a man of his wives, and give
them over not to a mere fornicator, but to someone who commits
incest? ... We know that God hates iniquity (Heb. 1:9). Why,
therefore, did he attribute this to himself? ... we see how God presides
in admirable fashion in that he always remains just and beyond
reproach, however much he uses the wicked as his instruments. It was
Absalom who was the rod that God used to punish David. And in what
way? By the incest that we have already mentioned. But how could
God not be soiled? After all, it does seem that he involved himself
with Absalom to be his partner in crime. Well, I have already said
that God has an admirable way when he executes his judgment, a way
which surpasses all human intelligence, so that it only remains for us
to humble ourselves before him and to confess that everything that he
does is just. If his judgments are a profound abyss, let us not fail to
submit to them, in order to put a stop to the babble of these fanatics
who would like to tell God what to do. For when someone tells them
that nothing happens here below unless God ordains it, and that he
disposes the whole thing according to his good will, then what will
they say? They will reply that God commits sin and is the Author of it.
Indeed, that seems to be so, but the Scripture does not explain it in
that way. ... That is what these fanatics conclude out of their own
presumption when they decide that God is the Author of sin if he
controls everything by his providence. When Job confessed that it was
God who had snatched away his assets, he immediately understood
fully that human thieves were like the hands of God, like rods which
he was guiding by his providence (Job 1:21). He certainly knew that
the devil was the instrument by which God was executing his
sentence, in order to prove his patience. So he did not fail to say:
‘God has done it’. And how were his assets stolen, his houses ruined,
and all his possessions taken as prey? God did it by the hands of
thieves. Will this make us say that God is contaminated? Indeed not,
for he does it by his counsel, which is quite other than human. This is
why Psalm 39 says: ‘I have made myself silent, and have not opened
my mouth, for you have done it’ (v. 9). The Psalmist wanted to despise
himself, unable to bear his afflictions, in utter anguish and great
distress. But since he knew that it was God who was pursuing him, he
quieted himself and kept silent, confessing that this was reason
enough for him to submit himself to all that God would give him.
What was it that David endured? Persecution, violence, and cruelty at
the hands of his enemies; he suffered it all. It is true that he asked
vengeance for it, but yet he attributed it to God. When he thus spoke,
it was not to make God an accomplice in his murders, but to show
that when we are afflicted by men, God is in charge of it, secretly
ordaining everything that they do, so that he should be considered
just in all his deeds, and men should be condemned. Now that is how
God presided by the hand of Absalom when he violated his father’s
wives. God planned it, yet without Absalom knowing that God was
doing it. In fact, what would happen if the wicked - and even the
devil, who is their father - could do something by themselves without
the express permission of God? What would our condition be like? ...
would he not soon have swallowed us up? If, therefore, the devil were
not held in control, and all the wicked were not governed by the
counsel and the secret and incomprehensible power of God, where
would we be? Thus, let us realise that whenever the wicked are in
control over us, and trouble us, although they do it unjustly, God is
still in charge of it, ... though the wicked are pursuing their
disordered lusts, yet God is guiding them nevertheless. ... Let us learn,
therefore, to discern the fact that however much men fail to
understand the meaning of their iniquities, and however much we
must always detest the evil that they commit against the Law, God
does not fail to exercise his justice in such a way that the evil is
turned into good. That is to say, as far as he is concerned, he knows
how to use evil beyond our thoughts, so that he converts it into good -
that is, to a good end - in such a way that he will not only always
remain just, but we shall have occasion, all the time of our life, to
glorify him everywhere, in every way.” [= apakah tepat bagi Allah
untuk mengambil istri-istri seseorang, dan memberikan mereka
kepada seseorang yang bukan semata-mata seorang pencabul,
tetapi kepada seseorang yang melakukan incest? ... Kita tahu
bahwa Allah membenci kejahatan (Ibr 1:9). Karena itu, mengapa
Ia menganggap ini berasal dari diriNya sendiri? ... kita melihat
bagaimana Allah mengontrol dalam cara yang sangat bagus /
mengagumkan sehingga Ia selalu tetap benar dan di luar / di atas
celaan, betapapun banyaknya Ia menggunakan orang-orang jahat
sebagai alat-alatNya. Absalomlah yang merupakan tongkat yang
Allah gunakan untuk menghukum Daud. Dan dengan cara apa?
Dengan incest yang telah kami sebutkan. Tetapi bagaimana Allah
bisa tidak menjadi kotor / dinajiskan? Bagaimanapun, itu memang
terlihat bahwa Ia melibatkan diriNya sendiri dengan Absalom
untuk menjadi partner dalam kejahatan. Saya sudah mengatakan
bahwa Allah mempunyai suatu cara yang sangat bagus /
mengagumkan pada waktu Ia melaksanakan penghakimanNya,
suatu cara yang melampaui semua kecerdasan manusia, sehingga
kita hanya bisa merendahkan diri kita sendiri di hadapanNya dan
mengakui bahwa segala sesuatu yang Ia lakukan adalah benar.
Jika penghakiman-penghakimanNya merupakan suatu kedalaman
yang sangat dalam, hendaklah kita tidak gagal untuk tunduk
kepada penghakiman-penghakiman itu, untuk menghentikan
ocehan dari orang-orang fanatik yang mau memberitahu /
memerintah Allah apa yang harus dilakukan. Karena pada waktu
seseorang memberitahu mereka bahwa tak ada apapun yang
terjadi di bawah sini kecuali Allah menentukannya, dan bahwa Ia
mengatur seluruhnya sesuai dengan perkenanNya yang baik, lalu
apa yang akan mereka katakan? Mereka akan menjawab bahwa
Allah melakukan dosa dan adalah Pencipta dosa. Memang, itu
kelihatan demikian, tetapi Kitab Suci tidak menjelaskannya dengan
cara seperti itu. ... Itu adalah apa yang orang-orang fanatik ini
simpulkan dari anggapan mereka sendiri pada waktu mereka
memutuskan bahwa Allah adalah Pencipta dosa jika Ia mengontrol
segala sesuatu oleh ProvidensiaNya. Pada waktu Ayub mengakui
bahwa adalah Allah yang mengambil miliknya, ia segera / langsung
mengerti sepenuhnya bahwa pencuri-pencuri manusia adalah
seperti tangan Allah, seperti tongkat yang sedang Ia bimbing
dengan ProvidensiaNya (Ayub 1:21). Ia pasti tahu bahwa Iblis
adalah alat dengan mana Allah sedang melaksanakan
ketetapanNya, untuk membuktikan kesabarannya. Maka ia tidak
gagal untuk mengatakan: ‘Allah telah melakukannya’. Dan
bagaimana miliknya dicuri, rumahnya dihancurkan, dan semua
miliknya diambil sebagai jarahan? Allah melakukannya oleh
tangan dari pencuri-pencuri. Akankah hal ini membuat kita
berkata bahwa Allah tercemar / dikotori? Tidak, karena Ia
melakukan itu dengan rencanaNya, yang sangat berbeda dengan
rencana manusia. Ini sebabnya Maz 39 berkata: ‘Aku telah
membuat diriku sendiri diam, dan tidak membuka mulutku,
karena Engkau telah melakukannya’ (ay 10). Pemazmur ingin
merendahkan / menghinakan dirinya sendiri karena tak mampu
menahan penderitaan-penderitaannya, dalam siksaan yang hebat
dan penderitaan yang besar. Tetapi karena ia tahu bahwa adalah
Allah yang sedang mengejarnya, ia menenangkan dirinya sendiri
dan tetap diam, dengan mengakui bahwa ini adalah alasan yang
cukup baginya untuk menundukkan dirinya sendiri pada semua
yang Allah akan berikan kepadanya. Apa yang Daud tahan?
Penganiayaan, kekerasan, dan kekejaman dari tangan dari musuh-
musuhnya; ia menderita itu semua. Adalah benar bahwa ia
meminta pembalasan untuk hal itu, tetapi ia tetap menganggapnya
berasal dari Allah. Pada waktu ia berbicara seperti itu, itu tidak
membuat Allah seorang penolong / partner dalam pembunuhan-
pembunuhannya, tetapi untuk menunjukkan bahwa pada waktu
kita dibuat menderita oleh manusia, Allah mengontrolnya, secara
rahasia menentukan segala sesuatu yang mereka lakukan, sehingga
Ia harus dianggap benar dalam semua tindakan-tindakanNya, dan
manusia harus dikecam / dihukum. Itulah cara bagaimana Allah
mengontrol dengan tangan Absalom pada waktu ia memperkosa
istri-istri ayahnya. Allah merencanakannya, tetapi tanpa
sepengetahuan Absalom bahwa Allah sedang melakukannya.
Sebetulnya, apa yang akan terjadi seandainya orang-orang jahat -
dan bahkan Iblis, yang adalah bapa mereka - bisa melakukan
sesuatu oleh diri mereka sendiri tanpa ijin yang spesifik dari Allah?
Bagaimana jadinya keadaan kita? ... tidakkah ia akan segera
menelan kita sampai habis? Karena itu, seandainya Iblis tidak
dikontrol, dan semua orang-orang jahat tidak diperintah oleh
rencana dan kuasa yang rahasia dan tak bisa dimengerti dari
Allah, dimana kita akan berada? Jadi, hendaklah kita menyadari
bahwa kapanpun orang-orang jahat bisa menguasai kita dan
mengganggu kita, sekalipun mereka melakukan itu secara tidak
benar / tidak adil, Allah tetap mengendalikannya, ... sekalipun
orang-orang jahat sedang mengejar nafsu-nafsu mereka yang
kacau / tak terkendali, tetapi bagaimanapun Allah sedang
membimbing mereka. ... Karena itu, hendaklah kita belajar untuk
membedakan fakta bahwa betapapun manusia gagal untuk
mengerti arti dari kejahatan-kejahatan mereka, dan betapapun
kita harus selalu membenci kejahatan yang mereka lakukan
terhadap Hukum (Taurat), Allah tidak gagal untuk melaksanakan
keadilanNya sedemikian rupa sehingga kejahatan / bencana
dibalikkan menjadi kebaikan. Artinya, sejauh berkenaan dengan
Dia, Dia tahu bagaimana menggunakan kejahatan / bencana di luar
pikiran-pikiran kita, sehingga Ia mengubahkannya menjadi
kebaikan - yaitu, pada suatu tujuan baik - dengan suatu cara
sehingga Ia bukan hanya selalu tetap adil / benar, tetapi kita akan
mendapat kesempatan, pada seluruh waktu dari kehidupan kita,
untuk memuliakan Dia dimanapun, dalam segala cara.] - ‘Sermons
on 2Samuel’, hal 545-548 (khotbah ini berjudul ‘God is not the
Author of sin’).
Maz 39:10 - “Aku kelu, tidak kubuka mulutku, sebab Engkau
sendirilah yang bertindak.”.
-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 14 Maret 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (13)


Saya agak menyimpang sedikit, untuk menunjukkan suatu
peristiwa dimana hal yang sangat buruk akhirnya menghasilkan
hal yang sangat bagus bagi seorang anak Allah, yaitu Yakub.

Kej 42:36 - “Dan Yakub, ayah mereka, berkata kepadanya: ‘Kamu


membuat aku kehilangan anak-anakku: Yusuf tidak ada lagi, dan
Simeon tidak ada lagi, sekarang Benyaminpun hendak kamu bawa
juga. Aku inilah yang menanggung segala-galanya itu!’”.
Catatan: Kata-kata yang saya garis-bawahi itu salah terjemahan.
NIV: ‘Everything is against me’ [= Segala sesuatu menentang
aku].
KJV/NASB/ASV/NKJV: ‘all these things are against me’ [= semua
hal ini menentang aku].

The Bible Exposition Commentary: “‘All these things are against


me!’ was a valid statement from a human point of view, but from
God’s perspective, everything that was happening was working for
Jacob’s good and not for his harm (Rom 8:28).” [= ‘Semua hal ini
MENENTANG aku!’ merupakan suatu pernyataan yang sah dari
sudut pandang manusia, tetapi dari sudut pandang Allah, segala
sesuatu yang sedang terjadi sedang mengerjakan UNTUK kebaikan
Yakub dan bukan untuk kerugiannya (Ro 8:28).].

Adam Clarke: “All these things are against me, said poor desponding
Jacob; whereas, instead of being AGAINST him, all these things were
FOR him,” [= Semua hal-hal ini menentang aku, kata Yakub yang
putus asa; padahal semua hal-hal itu bukannya MENENTANG dia,
tetapi UNTUK dia,].
Matthew Henry: “Jacob gives up Joseph for gone, and Simeon and
Benjamin as being in danger; and he concludes, ‘All these things are
against me.’ It proved otherwise, that all these were for him, were
working together for his good and the good of his family: yet here he
thinks them all against him. Note, Through our ignorance and
mistake, and the weakness of our faith, we often apprehend that to be
against us which is really for us. We are afflicted in body, estate,
name, and relations; and we think all these things are against us,
whereas these are really working for us the weight of glory.” [=
Yakub menganggap Yusuf mati, dan Simeon dan Benyamin sebagai
ada dalam bahaya; dan ia menyimpulkan, ‘Semua hal-hal ini
menentang aku’. Tetapi terbukti sebaliknya, bahwa semua ini
adalah untuk dia, bekerja bersama-sama untuk kebaikannya dan
kebaikan keluarganya: tetapi ia berpikir semua itu menentang dia.
Perhatikan, Melalui ketidak-tahuan dan kesalahan kita, dan
kelemahan dari iman kita, kita sering melihat itu sebagai
menentang kita apa yang sebetulnya adalah untuk kita. Kita
menderita dalam tubuh, milik / kekayaan, nama, dan hubungan;
dan kita berpikir bahwa semua hal-hal ini menentang kita,
sedangkan ini sebetulnya sedang mengerjakan untuk kita
kemuliaan yang besar.].
Catatan: dalam bahasa Inggris, lawan kata dari kata depan ‘for’
[= untuk] adalah kata depan ‘against’ [= terhadap / menentang].

Kalau saudara adalah seorang anak Allah yang sungguh-


sungguh, maka Tuhan tidak pernah dan tidak akan pernah
bekerja MENENTANG saudara. Sebaliknya Ia selalu bekerja
UNTUK saudara!

Bdk. Ro 8:28 (KJV): “... all things work together FOR good to
them that love God,” [= ... segala sesuatu bekerja bersama-sama
UNTUK kebaikan bagi mereka yang mengasihi Allah,].

Pulpit Commentary: “So God’s providences are often misinterpreted


by his saints.” [= Demikianlah providensia Allah sering disalah-
mengerti / disalah-tafsirkan oleh orang-orang kudusNya.] - hal
480.

Pulpit Commentary: “How often the believer says, ‘All these things
are against me.’ when he is already close upon that very stream of
events which will carry him out of his distress into the midst of plenty,
peace, and joy of a healed heart in its recovered blessedness.” [=
Betapa sering orang percaya berkata: ‘Semua hal ini menentang
aku’ pada saat ia sudah dekat dengan aliran peristiwa-peristiwa
yang akan membawanya keluar dari kesukaran / penderitaan ke
tengah-tengah kelimpahan, damai dan sukacita dari hati yang
disembuhkan dalam keadaan diberkati yang dipulihkan.] - hal 481.

Memang, Yakub sebetulnya sudah dekat sekali dengan


kebahagiaan yang luar biasa dimana ia bertemu kembali dengan
Yusuf, dan semua yang ia alami ini mengarahkan ia kepada
pertemuan yang berbahagia itu, tetapi saat ini ia justru menjadi
putus asa.
Bagi kita, karena kita mengetahui Kej 43-dst, maka kita bisa
melihat betapa bodohnya Yakub. Tetapi bagi Yakubnya sendiri
pada saat itu, segalanya terlihat gelap gulita, sehingga ia menjadi
putus asa.

Penerapan: kalau saudara adalah anak Allah, dan pada saat ini
segalanya kelihatan gelap gulita bagi saudara, jangan putus asa
seperti Yakub. Percayalah bahwa Allah mengarahkan semua itu
pada kebaikan saudara, dan mungkin sekali, sama seperti
Yakub, saudara sudah dekat sekali dengan saat yang akan
sangat membahagiakan saudara!

11)2Sam 16:10-11 - “(10) Tetapi kata raja: ‘Apakah urusanku


dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab
apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah
yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian?’ (11)
Pula kata Daud kepada Abisai dan kepada semua pegawainya:
‘Sedangkan anak kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih
lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia
mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya
demikian.”.

Daud / ayat ini mengatakan bahwa Tuhan ‘menyuruh’ Simei


mengutuki Daud. Tetapi kata ‘menyuruh’ di sini tentu tidak bisa
diartikan seakan-akan Tuhan betul-betul berfirman kepada Simei
supaya mengutuki Daud. Kata ‘menyuruh’ di sini harus diartikan
bekerja / mengatur sehingga Simei mengutuk Daud. Ini sudah
dibahas di depan, dan tak perlu diulang di sini.

12)1Raja 11:14,23 - “(14) Kemudian TUHAN membangkitkan


seorang lawan Salomo, yakni Hadad, orang Edom; ia dari
keturunan raja Edom. ... (23) Allah membangkitkan pula seorang
lawan Salomo, yakni Rezon bin Elyada, yang telah melarikan diri
dari tuannya, yakni Hadadezer, raja Zoba.”.

Ayat ini mengatakan bahwa Tuhanlah membangkitkan lawan-


lawan untuk memberontak terhadap Salomo, padahal
pemberontakan adalah suatu dosa (bdk. Ro 13:1-7). Dalam
1Sam 8:10-17 yang membicarakan hak-hak raja, jelas bahwa
harus ada ketundukan dari rakyat terhadap raja, dan ini pasti
bertentangan dengan suatu pemberontakan.

13)1Raja 12:15,24 - “(15) Jadi raja tidak mendengarkan permintaan


rakyat, sebab hal itu merupakan perubahan YANG DISEBABKAN
TUHAN, supaya TUHAN menepati firman yang diucapkanNya
dengan perantaraan Ahia, orang Silo, kepada Yerobeam bin Nebat.
... (24) Beginilah firman TUHAN: Janganlah kamu maju dan
janganlah kamu berperang melawan saudara-saudaramu, orang
Israel. Pulanglah masing-masing ke rumahnya, sebab AKULAH
YANG MENYEBABKAN HAL INI TERJADI.’ Maka mereka
mendengarkan firman TUHAN dan pergilah mereka pulang sesuai
dengan firman TUHAN itu.” (bdk. 2Taw 10:15 11:4).

Bagian ini menunjukkan bahwa Tuhan bekerja sehingga


Rehabeam menolak nasehat yang baik dari tua-tua, karena
Tuhan mau memecah Israel.

14)1Raja 22:19-23 - “(19) Kata Mikha: ‘Sebab itu dengarkanlah


firman TUHAN. Aku telah melihat TUHAN sedang duduk di atas
takhtaNya dan segenap tentara sorga berdiri di dekatNya, di
sebelah kananNya dan di sebelah kiriNya. (20) Dan TUHAN
berfirman: Siapakah yang akan membujuk Ahab untuk maju
berperang, supaya ia tewas di Ramot-Gilead? Maka yang seorang
berkata begini, yang lain berkata begitu. (21) Kemudian tampillah
suatu roh, lalu berdiri di hadapan TUHAN. Ia berkata: Aku ini
akan membujuknya. TUHAN bertanya kepadanya: Dengan apa?
(22) Jawabnya: Aku akan keluar dan menjadi roh dusta dalam
mulut semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah engkau
membujuknya, dan engkau akan berhasil pula. Keluarlah dan
perbuatlah demikian! (23) Karena itu, sesungguhnya TUHAN telah
menaruh roh dusta ke dalam mulut semua nabimu ini, sebab
TUHAN telah menetapkan untuk menimpakan malapetaka
kepadamu.’” (bdk. 2Taw 18:19-22).

Ini merupakan bagian Kitab Suci yang sangat aneh! Tuhan


‘kongkalikong’ / melakukan kolusi dengan setan? Tidak, karena
ini lagi-lagi menunjukkan Tuhan sebagai first cause dan setan
sebagai second cause pada peristiwa penyesatan oleh nabi-nabi
palsu terhadap Ahab.

15)1Taw 10:4,14 - “(4) Lalu berkatalah Saul kepada pembawa


senjatanya: ‘Hunuslah pedangmu dan tikamlah aku, supaya jangan
datang orang-orang yang tidak bersunat ini memperlakukan aku
sebagai permainan.’ Tetapi pembawa senjatanya tidak mau,
karena ia sangat segan. Kemudian Saul mengambil pedang itu dan
menjatuhkan dirinya ke atasnya. ... (14) dan tidak meminta
petunjuk TUHAN. Sebab itu TUHAN membunuh dia dan
menyerahkan jabatan raja itu kepada Daud bin Isai.”.

Sekalipun dalam ay 4 dikatakan bahwa Saul mati bunuh diri (bdk.


1Sam 31:4), tetapi dalam ay 14 dikatakan ‘Tuhan membunuh
dia’.
Kalau ini hanya sekedar merupakan ijin Tuhan, dan bukannya
penentuan dan pengaturanNya, tidak mungkin digunakan kata-
kata ‘Tuhan membunuh dia’!

16)2Taw 21:16-17 - “(16) Lalu TUHAN MENGGERAKKAN HATI


orang Filistin dan orang Arab yang tinggal berdekatan dengan
orang Etiopia untuk melawan Yoram. (17) Maka mereka maju
melawan Yehuda, memasukinya dan mengangkut segala harta
milik yang terdapat di dalam istana raja sebagai jarahan, juga
anak-anak dan isteri-isterinya, sehingga tidak ada seorang anak
yang tinggal padanya kecuali Yoahas, anaknya yang bungsu.”.

Ayat ini mengatakan bahwa Tuhan menggerakkan hati orang


Filistin dan Arab untuk melawan Yoram. Dan dalam perang itu
mereka merampok, menculik, dan sebagainya.

17)2Taw 25:15-16 - “(15) Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap


Amazia; Ia menyuruh seorang nabi kepadanya yang berkata:
‘Mengapa engkau mencari allah sesuatu bangsa yang tidak dapat
melepaskan bangsanya sendiri dari tanganmu?’ (16) Waktu nabi
sedang berbicara, berkatalah Amazia kepadanya: Apakah kami
telah mengangkat engkau menjadi penasihat raja? Diamlah!
Apakah engkau mau dibunuh?’ Lalu diamlah nabi itu setelah
berkata: ‘Sekarang aku tahu, bahwa Allah telah menentukan akan
membinasakan engkau, karena engkau telah berbuat hal ini, dan
tidak mendengarkan nasihatku!’”.
2Taw 25:20 - “Tetapi Amazia tidak mau mendengarkan; sebab hal
itu telah ditetapkan Allah yang hendak menyerahkan mereka ke
dalam tangan Yoas, karena mereka telah mencari allah orang
Edom.”.

Penolakan Amazia terhadap nasehat nabi (ay 15-16) membuat


nabi itu yakin / tahu bahwa Allah telah menentukan supaya
Amazia tidak mendengarkan nasehatnya, karena Allah hendak
membinasakannya (ay 16b). Jelas bahwa penolakan Amazia
terhadap nasehat nabi, yang jelas merupakan suatu dosa,
termasuk dalam pelaksanaan Rencana Allah.

Dan penolakan Ahazia terhadap kata-kata Yoas, raja Israel


(ay 18), juga terjadi karena ketetapan Allah, karena Allah hendak
menyerahkannya ke tangan Yoas.

18)2Taw 36:17 - “TUHAN MENGGERAKKAN raja orang Kasdim


melawan mereka. Raja itu membunuh teruna mereka dengan
pedang dalam rumah kudus mereka, dan tidak menyayangkan
teruna atau gadis, orang tua atau orang ubanan - semua
diserahkan TUHAN ke dalam tangannya.”.

Ini menunjukkan bahwa kekejaman orang Kasdim terhadap


Yehuda, yang jelas merupakan suatu dosa, adalah pekerjaan
Tuhan.

19)Ayub 1:21 - “katanya: ‘Dengan telanjang aku keluar dari


kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke
dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN YANG MENGAMBIL,
terpujilah nama TUHAN!’”.

Ayub 42:11b - “Mereka menyatakan turut berdukacita dan


menghibur dia oleh karena segala malapetaka yang TELAH
DITIMPAKAN TUHAN kepadanya, ...”.

Kedua ayat di atas ini mengatakan bahwa semua malapetaka


yang dialami Ayub, termasuk perampokan terhadap ternaknya,
yang jelas merupakan dosa, adalah pekerjaan Tuhan.

20)Amsal 16:4 - “TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya


masing-masing, bahkan orang fasik dibuatNya untuk hari
malapetaka.”.
Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan membuat orang fasik untuk
hari malapetaka!

21)Yes 10:5-7,12,22-23 - “(5) Celakalah Asyur, yang menjadi


CAMBUK MURKAKU dan yang menjadi TONGKAT
AMARAHKU! (6) Aku akan menyuruhnya terhadap bangsa yang
murtad, dan AKU AKAN MEMERINTAHKANNYA melawan
umat sasaran murkaKu, untuk melakukan perampasan dan
penjarahan, dan untuk menginjak-injak mereka seperti lumpur di
jalan. (7) Tetapi dia sendiri tidak demikian maksudnya dan tidak
demikian rancangan hatinya, melainkan niat hatinya ialah hendak
memunahkan dan hendak melenyapkan tidak sedikit bangsa-
bangsa. ... (12) Tetapi apabila TUHAN telah menyelesaikan
SEGALA PEKERJAANNYA di gunung Sion dan di Yerusalem ,
maka Ia akan menghukum perbuatan ketinggian hati raja Asyur
dan sikapnya yang angkuh sombong. ... (22) Sebab sekalipun
bangsamu, hai Israel, seperti pasir di laut banyaknya, namun
hanya sisanya akan kembali. TUHAN telah memastikan datangnya
kebinasaan dan dari situ timbul keadilan yang meluap-luap. (23)
Sungguh, kebinasaan yang sudah pasti akan DILAKSANAKAN di
atas seluruh bumi OLEH TUHAN, TUHAN semesta alam.”.

Text Kitab Suci ini menunjukkan bahwa penindasan oleh Asyur


terhadap Israel merupakan pekerjaan Tuhan yang menggunakan
Asyur sebagai ‘cambuk murka / tongkat amarah’ (ay 5). Tetapi
karena penindasan itu sendiri adalah dosa, dan Asyur
melakukannya dengan tujuan yang berbeda dengan tujuan
Tuhan (ay 7), maka akhirnya Asyur sendiri dihukum oleh Tuhan
(ay 12).

22)Yes 63:17a - “Ya TUHAN, mengapa Engkau biarkan kami sesat


dari jalanMu, dan mengapa ENGKAU TEGARKAN HATI KAMI,
sehingga tidak takut kepadaMu?”.
Kitab Suci Indonesia: ‘mengapa Engkau biarkan kami sesat dari
jalanMu’.
KJV: ‘why hast thou made us to err from thy ways,’ [= mengapa
Engkau membuat kami untuk tersesat dari jalanMu].
RSV/NIV/NASB mirip dengan KJV.

Ayat ini mengatakan bahwa kesesatan dan ketegaran hati


merupakan pekerjaan Tuhan!
Calvin (tentang Yes 63:17): “the Prophet employs a mode of
expression which is of frequent occurrence; for in the Scriptures it is
frequently said that God drives men into error (2Thess 2:11;) ‘gives
them up to a reprobate mind,’ (Rom. 1:28;) and ‘hardens them.’
(Rom. 9:18.) When believers speak in this manner, they do not intend
to make God the author of error or of sin, as if they were innocent, or
to free themselves from blame; ... God himself is said to harden and to
blind when he gives up men to be blinded by Satan, who is the
minister and executioner of his wrath. Without this we would be
exposed to the rage of Satan; but, since he can do nothing without the
command of God, to whose dominion he is subject, there will be no
impropriety in saying that God is the author of blinding and
hardening, as Scripture also affirmed in many passages. (Rom. 9:18.)
And yet it cannot be said or declared that God is the author of sin,
because he punishes the ingratitude of men by blinding them in this
manner.” [= sang Nabi menggunakan suatu cara pengungkapan
yang sering terjadi; karena dalam Kitab Suci sering dikatakan
bahwa Allah mendorong manusia ke dalam kesalahan / kesesatan
(2Tes 2:11); ‘menyerahkan mereka pada suatu pikiran yang jahat’,
(Ro 1:28); dan ‘mengeraskan mereka’. (Ro 9:18). Pada waktu
orang-orang percaya berbicara dengan cara ini, mereka tidak
bermaksud untuk membuat Allah pencipta dari kesalahan atau
dari dosa, seakan-akan mereka sendiri tidak bersalah, atau untuk
membebaskan diri mereka sendiri dari kesalahan; ... Allah sendiri
dikatakan mengeraskan dan membutakan pada waktu Ia
menyerahkan manusia untuk dibutakan oleh Iblis, yang adalah
pelayan dan pelaksana dari murkaNya. Tanpa ini kita akan
terbuka terhadap kemarahan Iblis; tetapi karena ia tidak bisa
berbuat apapun tanpa perintah dari Allah, pada penguasaan siapa
ia tunduk, di sana tidak ada ketidak-benaran / ketidak-tepatan
dalam mengatakan bahwa Allah adalah pencipta dari pembutaan
dan pengerasan, seperti Kitab Suci juga menegaskannya dalam
banyak text. (Ro 9:18). Tetapi tidak bisa dikatakan atau
dinyatakan bahwa Allah adalah pencipta dosa, karena Ia
menghukum rasa tidak tahu terima kasih manusia dengan
membutakan mereka dengan cara ini.] - hal 356.

-bersambung-

GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY


(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 21 Maret 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (14)


23)Kanibalisme yang berasal dari Tuhan!

Ul 28:53-57 - “(53) Dan engkau akan memakan buah


kandunganmu, yakni daging anak-anakmu lelaki dan anak-
anakmu perempuan yang diberikan kepadamu oleh TUHAN,
Allahmu, - dalam keadaan susah dan sulit yang ditimbulkan
musuhmu kepadamu. (54) Dan orang laki-laki yang paling lemah
dan paling manja di antaramu akan kesal terhadap saudaranya
atau terhadap isterinya sendiri atau terhadap anak-anaknya yang
masih tinggal padanya, (55) sehingga kepada salah seorang dari
mereka itu ia tidak mau memberikan sedikitpun dari daging anak-
anaknya yang dimakannya, karena tidak ada lagi sesuatu yang
ditinggalkan baginya, dalam keadaan susah dan sulit yang
ditimbulkan musuhmu kepadamu di segala tempatmu. (56)
Perempuan yang lemah dan manja di antaramu, yang tidak pernah
mencoba menjejakkan telapak kakinya ke tanah karena sifatnya
yang manja dan lemah itu, akan kesal terhadap suaminya sendiri
atau terhadap anaknya laki-laki atau anaknya perempuan, (57)
karena uri yang keluar dari kandungannya ataupun karena anak-
anak yang dilahirkannya; sebab karena kekurangan segala-
galanya ia akan memakannya dengan sembunyi-sembunyi, dalam
keadaan susah dan sulit yang ditimbulkan musuhmu kepadamu di
dalam tempatmu.”.

Kata ‘memakannya’ dalam ay 57 diterjemahkan ‘eat them’ [=


memakan mereka] dalam KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV,
dimana kata ‘them’ [= mereka] jelas menunjuk kepada anak-
anaknya sendiri. Bdk. Im 26:29.

Text ini merupakan salah satu ancaman kutukan / hukuman yang


akan Allah berikan kepada Israel, kalau mereka tidak taat
kepadaNya, menyembah berhala dan sebagainya (Ul 28:15 bdk
ay 1-14 yang menunjukkan berkat yang akan Tuhan berikan
kalau mereka taat).

Ul 28:15 - “‘Tetapi jika engkau tidak mendengarkan suara


TUHAN, Allahmu, dan tidak melakukan dengan setia segala
perintah dan ketetapanNya, yang kusampaikan kepadamu pada
hari ini, maka segala kutuk ini akan datang kepadamu dan
mencapai engkau:”.

Bdk. Im 26:14-dst.

Im 26:29 - “dan kamu akan memakan daging anak-anakmu lelaki


dan anak-anakmu perempuan.”.

Calvin (tentang Im 26:29): “‘And ye shall eat the flesh of your sons.’
This scourge is still more severe and terrible (than the others;) yet we
know that the Israelites were smitten with it more than once. This
savage act would be incredible; but we gather from it how terrible it is
to fall into the hands of God, when men, by adding crime to crime,
cease not to provoke His wrath.” [= ‘Dan kamu akan memakan
daging anak-anakmu’. Cambuk ini tetap lebih hebat dan
mengerikan (dari pada yang lain) tetapi kita tahu bahwa bangsa
Israel dipukul dengan ini lebih dari satu kali. Tindakan buas /
biadab ini luar biasa / sukar dipercaya; tetapi kita mendapatkan
darinya betapa mengerikan untuk jatuh ke dalam tangan Allah,
pada waktu manusia, dengan menambahkan kejahatan pada
kejahatan, tidak berhenti untuk memprovokasi murkaNya.].
Catatan: Calvin lalu mengutip Rat 2:20 dan Rat 4:10. Ini akan
saya bahas nanti.

Calvin (tentang Ul 28:53-57): “‘And thou shalt eat the fruit of thine
own body.’ This is one of those portents which was mentioned a little
while ago; for it is an act of ferocity detestable and more than
tragical, that fathers and mothers should eat their own offspring, so
great love of which is naturally implanted in every heart, that parents
often forget themselves in their anxiety for their children; and many
have not hesitated to die to insure their safety. Nay, when the brute
animals so carefully cherish their young, what can be more disgusting
or abominable than that men should cease to care for their own
blood? But this is the most monstrous of all atrocities, when fathers
and mothers devour the offspring which they have procreated, and yet
this threat by no means failed of its fulfillment, as we have elsewhere
seen. We ought then to be the more alarmed when we see that God
thus terribly punished the sins of those whom He had deigned to
choose for His own. ... The monstrous brutality of the act is
heightened, when He says that men, in other respects tender and
accustomed to delicacies, should be so savage through hunger that
they shall refuse to give a share of this horrible food to their wives
and surviving children; as also Jeremiah expressly says, the pitiful
women shall be so maddened by hunger as to cook their own
children. (Lamentations 4:10.) What follows as to the after-birth is
still more horrible, for thus they call the membrane by which the
foetus is covered in the womb, with all its excrements. That they
should dress for food a filthy skin, the very look of which is
disgusting, plainly demonstrates the awfulness of God’s vengeance.”
[= ‘Dan kamu akan memakan buah dari tubuhmu sendiri’. Ini
adalah satu satu dari peristiwa-peristiwa yang sangat jarang itu
yang disebutkan sedikit waktu yang lalu; karena itu merupakan
suatu tindakan kebuasan yang menjijikkan dan lebih dari tragis,
bahwa bapa-bapa dan ibu-ibu memakan anak-anak mereka
sendiri, terhadap siapa kasih yang begitu besar secara alamiah
ditanamkan pada setiap hati, sehingga orang tua sering melupakan
diri mereka sendiri dalam kekuatiran mereka untuk anak-anak
mereka; dan banyak yang tidak ragu-ragu untuk mati untuk
memastikan keamanan anak-anak mereka. Tidak, pada waktu
binatang-binatang yang tak berakal menunjukkan kelembutan
dengan hati-hati anak-anak mereka, apa yang bisa lebih
memuakkan atau menjijikkan dari pada bahwa manusia berhenti
untuk memperhatikan darah mereka sendiri? Tetapi ini adalah
yang paling kejam dari semua kejahatan, pada waktu bapa-bapa
dan ibu-ibu memakan dengan rakus anak-anak yang telah mereka
hasilkan / turunkan, tetapi ancaman ini pasti tidak gagal dari
penggenapannya, seperti telah kita lihat di tempat lain. Maka kita
harus lebih takut pada waktu kita melihat bahwa Allah
menghukum secara mengerikan seperti itu dosa-dosa dari mereka
yang telah Ia anggap cocok untuk pilih sebagai milikNya. ...
Kebrutalan yang kejam dari tindakan ini diperkuat, pada waktu Ia
berkata bahwa orang-orang, yang dalam hal-hal lain bersifat
lembut dan terbiasa pada hal-hal yang enak, menjadi begitu buas
melalui rasa lapar sehingga mereka menolak untuk memberikan
satu bagian dari makanan yang mengerikan ini kepada istri-istri
mereka dan anak-anak yang selamat / tidak mati (ay 55); seperti
juga Yeremia mengatakan secara explicit, perempuan-perempuan
yang penuh belas kasihan akan begitu digilakan oleh rasa lapar
sehingga memasak anak-anak mereka sendiri. (Rat 4:10). Apa yang
berikutnya berkenaan dengan uri / placenta (ay 57) tetap lebih
mengerikan lagi, karena demikianlah mereka menyebut lapisan
tipis dengan mana janin dibungkus dalam kandungan, dengan
semua kotoran yang dikeluarkan dari tubuh. Bahwa mereka
memasak untuk makanan suatu kulit yang kotor, yang
penampilannya menjijikkan, secara jelas menunjukkan
mengerikannya pembalasan Allah.].

Karena itu merupakan hukuman Tuhan, jelas Tuhan yang


mengerjakan hal itu! Ancaman hukuman terjadinya kanibalisme
ini betul-betul dilakukan oleh Tuhan, dan seperti Calvin katakan,
itu terjadi lebih dari satu kali!

a) Yes 9:18-20 - “(18) Oleh karena murka TUHAN semesta alam,


terbakarlah tanah itu, dan bangsa itu menjadi makanan api;
seorangpun tidak mengasihani saudaranya. (19) Mereka
mencakup ke sebelah kanan, tetapi masih lapar, mereka
memakan ke sebelah kiri, tetapi tidak kenyang, setiap orang
memakan daging temannya: (20) Manasye memakan Efraim,
dan Efraim memakan Manasye, dan bersama-sama mereka
melawan Yehuda. Sekalipun semuanya ini terjadi, murkaNya
belum surut, dan tanganNya masih teracung.”.

Catatan:

1. Kitab Suci Indonesia: ‘seorangpun tidak mengasihani


saudaranya’.
KJV: ‘no man shall spare his brother.’ [= tak seorang pun
akan menyayangkan / menahan dari melukai / membunuh
saudaranya].
RSV/NIV/NASB sama dengan KJV.

2. Kitab Suci Indonesia: ‘setiap orang memakan daging


temannya’.
KJV: ‘they shall eat every man the flesh of his own arm:’ [=
mereka akan memakan setiap orang daging dari lengannya
sendiri:].
RSV: ‘each devours his neighbor’s flesh,’ [= masing-masing
memakan daging sesamanya,].
NIV: ‘Each will feed on the flesh of his own offspring:’ [=
Masing-masing akan memakan daging dari anak-anaknya
sendiri:].
NASB: ‘Each of them eats the flesh of his own arm.’ [=
Masing-masing dari mereka memakan daging dari
lengannya sendiri.].

Calvin (tentang Yes 9:19): “‘No man shall spare his brother.’ In
this last clause and in the following verse, the Prophet describes
the methods and means, as they are called, by which the Lord will
execute his vengeance, when his wrath has been thus kindled.
When no enemies shall be seen whom we have cause to dread, he
will arm ourselves for our destruction. As if he had said, ‘The Lord
will find no difficulty in executing the vengeance which he
threatens; for though there be none to give us any annoyance from
without, he will ruin us by intestine broils and civil wars.’ ... when
the Lord hath blinded us, what remains but that we mutually
destroy each other?” [= ‘Tak seorangpun akan menyayangkan /
menahan dari melukai / membunuh saudaranya’. Dalam anak
kalimat yang terakhir dan dalam ayat berikutnya, sang Nabi
menggambarkan metode dan cara, sebagaimana mereka
disebutkan, dengan mana Tuhan akan melaksanakan
pembalasanNya, pada waktu murkaNya telah dinyalakan seperti
itu. Pada waktu tak ada musuh-musuh yang terlihat dari siapa
kita mempunyai penyebab untuk takut, Ia akan mempersenjatai
kita sendiri untuk kehancuran kita. Seakan-akan ia berkata,
‘Tuhan tidak akan menemukan kesukaran dalam melaksanakan
pembalasan yang Ia ancamkan; karena sekalipun di sana tidak
ada siapapun yang memberi kita gangguan dari luar, Ia akan
menghancurkan kita dengan pertengkaran di dalam dan perang
saudara’. ... pada waktu Tuhan telah membutakan kita, apa
yang tersisa kecuali bahwa kita saling menghancurkan satu
sama lain?].

Calvin (tentang Yes 9:20): “‘Every one shall snatch on the right
hand.’ ... This mode of expression denotes either insatiable
covetousness or insatiable cruelty; for the eagerness to snatch
excites to savage cruelty. That they will be insatiable he expresses
more emphatically, by saying that, in consequence of being
impelled by blind fierceness and inconceivable rage, they will suck
their brother’s blood as freely as they would devour the flesh which
was their own property. ... Let us therefore remember that it is a
dreadful proof of heavenly punishment, when brothers are hurried
on, with irreconcilable eagerness, to inflict mutual wounds.” [=
‘Setiap orang akan mencengkeram / merampas pada tangan /
sisi kanan’. ... Cara pengungkapan ini menunjukkan atau
ketamakan yang tak bisa terpuaskan atau kekejaman yang tak
bisa terpuaskan; karena kesungguhan / ketidaksabaran untuk
merampas membangkitkan kekejaman yang brutal. Bahwa
mereka akan tidak bisa terpuaskan ia nyatakan sekarang lebih
ditekankan, dengan mengatakan bahwa, sebagai akibat karena
didorong oleh kebuasan yang buta dan kemarahan yang tak
terbayangkan, mereka akan menghisap darah saudara mereka
dengan sama bebasnya seperti mereka memakan daging yang
adalah milik mereka sendiri. ... Karena itu hendaklah kita ingat
bahwa itu merupakan bukti yang menakutkan dari hukuman
surgawi, pada waktu saudara-saudara tergesa-gesa, dengan
kesungguhan yang tak bisa diperdamaikan, untuk saling
melukai.].

Calvin (tentang Yes 9:21): “‘Manasseh, Ephraim.’ These tribes


were closely related to each other; for besides their being
descended from the same ancestor, Abraham, a close relationship
arose out of their being descended from one patriarch, his
grandson, Joseph. (Genesis 41:50-52.) But though they were
closely allied, still God threatens that he will cause them to destroy
themselves by mutual conflict, as if they were devouring the flesh
of their own arm, and, consequently, that there will be no need of
foreign enemies. He likewise adds that, after having wearied
themselves out by mutual wounds, both will unite against Judah, in
order to destroy it.” [= ‘Manasye, Efraim.’ Suku-suku ini
berhubungan dekat satu sama lain; karena disamping mereka
diturunkan dari nenek moyang yang sama, Abraham, suatu
hubungan yang dekat muncul karena mereka diturunkan dari
satu bapa, cucunya, Yusuf. (Kej 41:50-52). Tetapi sekalipun
mereka berhubungan dekat, tetap Allah mengancam bahwa Ia
akan menyebabkan mereka untuk menghancurkan diri mereka
sendiri oleh saling konflik, seakan-akan mereka memakan
daging dari lengan mereka sendiri, dan karena itu mereka tidak
membutuhkan musuh-musuh asing. Ia lalu menambahkan
bahwa setelah melelahkan mereka sendiri dengan saling
melukai, keduanya akan bersatu menentang Yehuda, untuk
menghancurkannya.].

Dari komentar Calvin ini, dan juga dari beberapa penafsir yang
lain (Barnes, Keil & Delitzsch), kelihatannya kata-kata
‘memakan daging dari lengannya sendiri’ ini bukan berarti
hurufiah tetapi kiasan, yang menunjukkan perang saudara.
Tetapi E. J. Young tetap menganggap ini sebagai kanibalisme,
yang ditujukan kepada saudara sendiri.

E. J. Young (tentang Yes 9:20): “Ravenous men even devour


their own flesh. They look to the right and bite what they can find,
but they are not satisfied. Brethren should defend each other; this
civil war is so severe that they seek to devour one another. One
turns to the right and one to the left, but there is no satisfaction.
Members of one’s own tribe or even family were designated the
arm, for they were its stay and support. To such lengths did this
cannibalism go that men thus turned upon one another.” [= orang-
orang yang sangat lapar bahkan memakan dengan rakus daging
mereka sendiri. Mereka melihat ke kanan dan menggigit apa
yang bisa mereka temukan, tetapi mereka tidak puas. Saudara
seharusnya membela satu sama lain; perang saudara ini adalah
begitu hebat sehingga mereka berusaha untuk saling memakan
dengan rakus satu sama lain. Satu orang berpaling ke kanan dan
satu ke kiri, tetapi di sana tidak ada kepuasan. Anggota-anggota
dari suku seseorang sendiri, atau bahkan keluarga, disebut
‘lengan’ karena anggota-anggota itu adalah penopangnya.
Sampai sejauh itu kanibalisme ini berjalan sehingga orang-
orang saling menyerang satu sama lain seperti itu.].

b) Yer 19:9 - “AKU AKAN MEMBUAT mereka memakan daging


anak-anaknya laki-laki dan daging anak-anaknya perempuan,
dan setiap orang memakan daging temannya, dalam keadaan
susah dan sulit yang ditimbulkan musuhnya kepada mereka dan
oleh orang-orang yang ingin mencabut nyawa mereka.”.

Tuhan membuat orang Yehuda mati oleh pedang lawan


(Yer 19:7), dan membiarkan mayat mereka dimakan burung
dan binatang (Yer 19:8), dan lalu dalam Yer 19:9 ini dikatakan
sesuatu yang mengerikan dimana TUHAN MEMBUAT mereka
memakan daging anaknya dan daging temannya sendiri!
Perbuatan kanibal ini merupakan pekerjaan Tuhan!

Calvin (tentang Yer 19:9): “The Prophet then describes an


unusual vengeance of God, which could not be classed among the
calamities which usually happen to mankind. We know that this
was also done in the last siege of that city; for Josephus shews at
large that mothers in a brutal manner slew their children, and that
they so lay in wait for one another that they snatched at anything
to eat. This was also an evidence of God’s dreadful vengeance. But
it was no wonder that God visited in such an awful manner the sins
of those who had in such various ways, and for so long a time,
provoked him; for if we compare the Jews with other nations, we
shall find that their impiety, and ingratitude, and perverseness,
exceeded the crimes of all nations. Then justly did God inflict such
a punishment, which even at this day cannot be referred to without
horror. The whole indeed is to be ascribed to his judgment; for it
was he who fed the fathers with the flesh of their children; for as
they had sacrificed their sons and their daughters to demons, as
before stated, so it was necessary that the vengeance of God should
be openly pointed out as by the finger.” [= Lalu sang Nabi
menggambarkan suatu pembalasan yang luar biasa dari Allah,
yang tidak bisa digolongkan di antara bencana-bencana yang
biasanya terjadi terhadap umat manusia. Kita tahu bahwa ini
juga terjadi dalam pengepungan terakhir dari kota itu; karena
Josephus menunjukkan secara bebas / umum bahwa ibu-ibu
dengan suatu cara yang brutal membantai anak-anak mereka,
dan bahwa mereka menunggu satu terhadap yang lain supaya
mereka bisa merampas apapun untuk dimakan. Ini juga
merupakan suatu bukti pembalasan yang menakutkan dari
Allah. Tetapi tidak mengherankan bahwa Allah menghukum
dengan suatu cara yang begitu buruk / mengerikan dosa-dosa
dari mereka yang telah memprovokasiNya dengan bermacam-
macam cara dan untuk waktu yang begitu lama; karena jika kita
membandingkan orang-orang Yahudi dengan bangsa-bangsa
lain, kita akan mendapati bahwa kejahatan, rasa tidak tahu
terima kasih, dan kebejatan mereka melampaui kejahatan dari
semua bangsa-bangsa lain. Maka secara adil Allah memberikan
hukuman seperti itu, yang bahkan pada saat ini tidak bisa
dibicarakan tanpa kengerian. Seluruhnya memang dianggap
berasal dari penghakimanNya; karena adalah Dia yang memberi
makan bapa-bapa dengan daging anak-anak mereka; karena
pada waktu mereka telah mengorbankan anak-anak laki-laki
dan anak-anak perempuan mereka kepada setan, seperti
dinyatakan sebelumnya, maka adalah perlu bahwa pembalasan
Allah harus menunjuk secara terang-terangan seolah-olah
seperti menunjuk dengan jari.].

Menurut Keil & Delitzsch ayat di atas ini (Yer 19:9) hanya
merupakan nubuat (dan itu jelas memang benar), dan baru
terjadi dalam Rat 4:10, yang akan saya bahas di bawah ini.

c) Rat 2:20 dan Rat 4:10.


Rat 2:20a - “Lihatlah, TUHAN, dan tiliklah, KEPADA
SIAPAKAH ENGKAU TELAH BERBUAT INI? Apakah
perempuan harus makan anak kandungnya, anak-anak yang
masih dibuai?”.

Calvin (tentang Rat 2:20): “This, as I have said, was a horrible


thing: for we see that mothers often forget their own life in their
concern for the safety of their infants. That a child, then, should be
devoured by its mother, was a most abominable thing; and yet we
know that it was done. It hence appears, that; the Israelites, when
blinded by God, had fallen into this barbarity: for it happened in
the siege of Samaria, as sacred history declares; and the Prophet
now mentions the same thing as having taken place in his time,
and he repeats the same in the fourth chapter. And Josephus also
says, that when the city was besieged by Titus, the state of things
was such, that mothers agreed to eat their own children, and that
they cast lots who should first slay their child, and that they stole a
leg or an arm from one another.” [= Ini, seperti telah saya
katakan, merupakan suatu hal yang mengerikan: karena kita
melihat bahwa ibu-ibu sering melupakan nyawa / hidupnya
sendiri dalam perhatiannya untuk keamanan dari bayi-bayi
mereka. Jadi, bahwa seorang anak, dimakan oleh ibunya,
merupakan suatu hal yang paling menjijikkan; tetapi kita tahu
bahwa itu terjadi. Maka terlihat bahwa bangsa Israel, PADA
WAKTU DIBUTAKAN OLEH ALLAH, telah jatuh ke dalam
kebiadaban ini: karena itu terjadi dalam pengepungan terhadap
Samaria, seperti dinyatakan oleh sejarah kudus; dan sang Nabi
sekarang menyebutkan hal yang sama seperti yang terjadi pada
jamannya, dan ia mengulang hal yang sama dalam pasal yang
keempat. Dan Josephus juga berkata, bahwa pada waktu kota
itu dikepung oleh Titus, keadaan dari hal-hal adalah sedemikian
rupa, sehingga ibu-ibu setuju untuk memakan anak-anak
mereka sendiri, dan bahwa mereka membuang undi siapa yang
harus pertama-tama membunuh anak mereka, dan bahwa
mereka saling mencuri sebuah kaki atau sebuah lengan satu dari
yang lain.].

Rat 4:10-11 - “(10) Dengan tangan sendiri wanita yang lemah


lembut memasak kanak-kanak mereka, untuk makanan mereka
tatkala runtuh puteri bangsaku. (11) TUHAN melepaskan
segenap amarahNya, mencurahkan murkaNya yang menyala-
nyala, dan menyalakan api di Sion, yang memakan dasar-
dasarnya.”.
Catatan: kata ‘lemah lembut’ dalam ay 10 itu salah. Itu
diterjemahkan ‘pitiful’ [= dipenuhi dengan belas kasihan] oleh
KJV/ASV, dan ‘compassionate’ [= merasa kasihan] oleh
RSV/NIV/NASB/NKJV. Calvin menterjemahkan ‘merciful’ [=
penuh belas kasihan].

Calvin (tentang Rat 4:10): “Here Jeremiah refers to that


disgraceful and abominable deed mentioned yesterday; for it was
not only a barbarity, but a beastly savageness, when mothers boiled
their own children. That it was done is evident from other writers;
but the Prophet is to us a sufficient witness, who had seen it with
his own eyes. He then says that the mothers were merciful, that no
one might think that they were divested of every natural feeling;
but he meant thus to set forth the blindness which proceeds from
God’s dreadful vengeance. He does not, then, praise the mothers
for their clemency, as though they felt as they ought to have done
for their offspring; but he intimates that though they would have
been otherwise humane, they were yet seized with unusual
madness, so that they boiled their own children, even their own
bowels. We now, then, perceive the meaning of the word ‘merciful,’
as applied to the mothers by the Prophet. It is not then to be
deemed as a praise to them, as though they had a maternal love for
their children; but his object was to set forth that monstrous act,
which would not have sufficiently touched their minds, had he not
testified that the mothers of whom he speaks were not so brutal as
not to have gladly given food to their children; but that they were
supernaturally blinded by furious madness.” [= Di sini Yeremia
menceritakan / menghubungkan dengan tindakan memalukan
dan menjijikkan yang disebutkan kemarin; karena itu bukan
saja suatu kebiadaban, tetapi kekejaman / kebrutalan yang
seperti binatang, pada waktu ibu-ibu merebus anak-anak
mereka sendiri. Bahwa itu dilakukan adalah jelas dari penulis-
penulis yang lain; tetapi sang Nabi bagi kami adalah saksi yang
cukup, yang telah melihatnya dengan matanya sendiri. Ia lalu
mengatakan bahwa ibu-ibu itu merasa kasihan, supaya tak
seorangpun berpikir bahwa setiap perasaan alamiah mereka
telah dihilangkan; TETAPI IA MEMAKSUDKAN DENGAN
CARA ITU UNTUK MENYATAKAN KEBUTAAN YANG
KELUAR DARI PEMBALASAN YANG MENAKUTKAN DARI
ALLAH. Jadi, ia bukannya memuji ibu-ibu itu untuk belas
kasihan mereka, seakan-akan mereka merasa seperti yang
seharusnya untuk anak-anak mereka; tetapi ia menyatakan
secara tidak langsung bahwa sekalipun mereka dalam keadaan
yang lain masih bersifat manusiawi, tetapi mereka dicengkeram
dengan kegilaan yang luar biasa, sehingga mereka merebus
anak-anak mereka sendiri, bahkan bagian terdalam dari diri
mereka sendiri. Maka kita sekarang mengerti arti dari kata
‘merciful’ {= penuh belas kasihan}, pada waktu diterapkan
kepada ibu-ibu itu oleh sang Nabi. Itu bukan dianggap sebagai
suatu pujian bagi mereka, seakan-akan mereka mempunyai
suatu kasih ibu untuk anak-anak mereka; tetapi tujuannya
adalah untuk menyatakan suatu tindakan sangat kejam, yang
tidak cukup untuk menyentuh pikiran mereka, seandainya ia
tidak memberi kesaksian bahwa ibu-ibu tentang siapa ia
berbicara tidak sebegitu brutal sehingga tidak dengan senang
hati memberi makanan kepada anak-anak mereka; tetapi bahwa
mereka dibutakan secara supranatural oleh kegilaan yang buas /
liar.].

Kebutaan dan kegilaan ini bukan hal yang terlalu


mengherankan, karena ancaman pembutaan dan penjadian
gila itu memang sudah diancamkan dalam Ul 28.

Ul 28:28,34 - “(28) TUHAN akan menghajar engkau dengan


kegilaan, kebutaan dan kehilangan akal, ... (34) Engkau akan
menjadi gila karena apa yang dilihat matamu.”.

d) Yeh 5:8-10 - “(8) sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH:


Lihat, Aku, ya Aku sendiri akan menjadi lawanmu dan Aku
akan menjatuhkan hukuman kepadamu di hadapan bangsa-
bangsa. (9) Oleh karena segala perbuatanmu yang keji akan
Kuperbuat terhadapmu yang belum pernah Kuperbuat dan yang
tidak pernah lagi akan Kuperbuat. (10) Sebab itu di tengah-
tengahmu ayah-ayah akan memakan anak-anaknya dan anak-
anak memakan ayahnya dan Aku akan menjatuhkan hukuman
kepadamu, sedang semua yang masih tinggal lagi dari padamu
akan Kuhamburkan ke semua penjuru angin.”.

Calvin (tentang Yeh 5:9): “Interpreters take this metaphorically,


but this view cannot be admitted, because in their opinion no
history has recorded its fulfillment; hence they fly to allegory and
metaphor. But first of all, we know what Josephus says, that
mothers were so ravenous that they slew their children and fed
upon them, although here a previous siege is referred to, in which
God signifies that he would cause fathers to devour their children:
I confess it; but even if we receive what they wish, it was not done
then; hence Jeremiah is mistaken when he says, that miserable
women cooked their children for food. (Lamentations 4:10.) Surely
this is a sufficient witness; for to say that we never find that this
actually happened is to reject the testimony of Jeremiah.” [=
Penafsir-penafsir mengartikan ini secara kiasan, tetapi
pandangan ini tidak bisa diterima, karena dalam pandangan
mereka tak ada sejarah yang telah mencatat penggenapannya;
jadi mereka lari pada alegory dan kiasan. Tetapi pertama-tama,
kita tahu apa yang Josephus katakan, bahwa ibu-ibu begitu buas
/ lapar sehingga mereka membantai anak-anak mereka dan
memakan mereka, sekalipun di sini suatu pengepungan yang
lebih dulu / sebelumnya yang ditunjuk, dalam mana Allah
memaksudkan bahwa Ia akan menyebabkan bapa-bapa
memakan dengan rakus anak-anak mereka: Saya mengakuinya;
tetapi bahkan jika kita menerima keinginan mereka, maka itu
tidak terjadi pada saat itu; maka Yeremia salah pada waktu ia
berkata, bahwa perempuan-perempuan yang menyedihkan /
sangat buruk memasak anak-anak mereka sebagai makanan.
(Rat 4:10). Pasti ini adalah seorang saksi yang cukup; karena
mengatakan bahwa kita tidak pernah menemukan bahwa ini
sungguh-sungguh terjadi berarti menolak kesaksian Yeremia.] -
hal 203.
Catatan: Calvin menambahkan lagi sebagai argumentasi
nubuat Musa dalam Ul 28:54-55, yang sudah kita baca di atas.

Calvin (tentang Yeh 5:9-10): “I know not why Jerome invented


this difference, which is altogether futile. For he says, that when a
thing is honourable and becoming it should be ascribed to God, but
when the thing itself is base, God averts the infamy from himself.
For when this wonder is treated of here, God does not say I will
cause the people to eat their sons, but he says, fathers shall eat
their sons, and sons their fathers. But there is nothing solid in this
comment, because the cruelty which the Chaldeans exercised
towards the Jews certainly was not either honourable or becoming,
and yet God ascribes to himself whatever the Chaldeans did.
Again, what was baser than the incest of Absalom, in debauching
his father’s wives? and even that was not sufficient, but he wished
the whole people, at the sound of a trumpet, to be witnesses of his
crime; and yet what does God say? ‘I will do his before the sun,’
says he. (2Sam. 12:12, and 16:21,22.) We see, then, that this man
was not familiar with the Scriptures, and yet that he offered his
comments too hastily.” [= Saya tidak tahu mengapa Jerome
menciptakan perbedaan ini, yang sepenuhnya kosong / tidak
berguna. Karena ia berkata bahwa pada waktu suatu hal
terhormat dan menyenangkan / menarik, itu harus dianggap
berasal dari Allah, tetapi pada waktu hal itu sendiri adalah
rendah / menjijikkan, Allah membelokkan / mencegah /
menghindarkan kejahatan itu dari diriNya sendiri. Karena pada
waktu hal yang luar biasa ini ditangani di sini, Allah tidak
mengatakan Aku akan menyebabkan orang-orang / bangsa itu
memakan anak-anak mereka, tetapi Ia berkata, ayah-ayah akan
memakan anak-anak mereka, dan anak-anak akan memakan
ayah-ayah mereka. Tetapi disana tidak ada yang kuat / sehat
dalam komentar ini, karena kekejaman yang orang-orang
Kasdim lakukan terhadap orang-orang Yahudi pasti tidaklah
terhormat atau menyenangkan / menarik, TETAPI ALLAH
MENGANGGAP BERASAL DARI DIRINYA SENDIRI
APAPUN YANG ORANG-ORANG KASDIM LAKUKAN. Lebih
lagi, apa yang lebih rendah / menjijikkan dari pada incest dari
Absalom, dalam memperkosa istri-istri ayahnya? dan bahkan itu
tidak cukup, tetapi ia ingin seluruh bangsa, pada saat
sangkakala berbunyi, menjadi saksi-saksi dari kejahatannya;
tetapi apa yang Allah katakan? ‘Aku akan melakukan ini di
depan matahari / secara terang-terangan’, kataNya. (2Sam
12:12, dan 16:21,22). Maka kita melihat bahwa orang ini
(Jerome) tidak akrab dengan Kitab Suci, tetapi bahwa ia
mengajukan komentar ini dengan terlalu tergesa-gesa.] - hal
204.
Catatan:
Saya heran mengapa Calvin tidak menggunakan Yer 19:9,
yang sudah kita bahas di atas, dan saya ingin tahu bagaimana
Jerome mengomentari ayat itu, karena ayat itu secara explicit
mengatakan “AKU AKAN MEMBUAT mereka memakan
daging anak-anaknya laki-laki dan daging anak-anaknya
perempuan, ...”.
Bahkan sebetulnya dari Yeh 5:8-9 itu sendiri hal itu sudah
dinyatakan, bahwa Allahlah yang melakukan hal itu!!

Kanibalisme seperti ini juga Tuhan lakukan terhadap bangsa


yang menindas Israel.

Yes 49:26 - “AKU AKAN MEMAKSA orang-orang yang


menindas engkau memakan dagingnya sendiri, dan mereka akan
mabuk minum darahnya sendiri, seperti orang mabuk minum
anggur baru, supaya seluruh umat manusia mengetahui, bahwa
Aku, TUHAN, adalah Juruselamatmu dan Penebusmu, Yang
Mahakuat, Allah Yakub.’”.

Calvin (tentang Yes 49:26): “And indeed it is God who drives them
headlong, and rouses them to rage, so that they turn against the
Church, fight with each other, as the Midianites did, and bring
destruction on themselves (Judges 7:22.) The meaning amounts to
this, that there will be no need of outward aid or of any preparations,
when God shall determine to overturn and destroy the reprobate;
because, having been struck by him with giddiness, they shall wear
themselves out in mutual conflict by the insatiable rage with which
they shall attack each other.” [= Dan memang, adalah Allah yang
mendorong mereka dengan sembrono, dan membangkitkan
mereka pada kemarahan, sehingga mereka berbalik terhadap
Gereja, berkelahi satu sama lain, seperti yang dilakukan oleh
orang-orang Midian, dan membawa kehancuran pada diri mereka
sendiri (Hakim 7:22). Artinya sama dengan ini, bahwa disana tidak
akan dibutuhkan bantuan dari luar atau persiapan apapun, pada
waktu Allah menentukan untuk membalikkan dan menghancurkan
orang-orang jahat / yang ditentukan untuk binasa; karena setelah
dipukul olehNya dengan kebingungan, mereka akan menghabiskan
diri mereka sendiri dalam saling konflik oleh kemarahan yang
tidak terpuaskan dengan mana mereka akan saling menyerang di
antara mereka sendiri.] - hal 45.

Lagi-lagi, mungkin sekali ayat ini tak berarti secara hurufiah, dan
Keil & Delitzsch menganggapnya tidak hurufiah, sama seperti
dalam Zakh 11:9 dan Yes 9:19-20.

Zakh 11:9 - “Lalu aku berkata: ‘Aku tidak mau lagi


menggembalakan kamu; yang hendak mati, biarlah mati; yang
hendak lenyap, biarlah lenyap, dan yang masih tinggal itu, biarlah
masing-masing memakan daging temannya!’”.

Tetapi E. J. Young tetap beranggapan bahwa Yes 49:26 itu


berbicara tentang kanibalisme.

E. J. Young (tentang Yes 49:26): “God will cause Zion’s oppressors


to eat their own flesh. In 9:20 we read of men in rage eating human
flesh, and possibly that is the meaning here. If so, the enemy is
reduced to such straits that individuals in desperation and rage and
bereft of their senses eat their own flesh. On the other hand, the word
flesh may denote near kin (cf. 58:7); and if this is the sense, then the
enemy oppressor is pictured as having fallen into cannibalism.” [=
Allah akan menyebabkan penindas-penindas Sion untuk memakan
daging mereka sendiri. Dalam Yes 9:20 kita membaca tentang
orang-orang yang dalam kemarahan yang hebat memakan daging
manusia, dan mungkin itulah artinya di sini. Jika demikian, musuh
direndahkan pada posisi yang sangat sukar sehingga individu-
individu dalam keputus-asaan dan kemarahan yang hebat dan
ketidak-adaan pengertian / akal, memakan daging mereka sendiri.
Di sisi lain, kata ‘daging’ bisa berarti ‘keluarga dekat’ (bdk. Yes
58:7); dan jika ini adalah artinya, maka musuh yang menindas itu
digambarkan sebagai telah jatuh dalam kanibalisme.].

Yes 58:7 - “supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang


yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak
punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya
engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri
terhadap saudaramu sendiri!”.
KJV: ‘thine own flesh’ [= dagingmu sendiri].

Kesimpulan: sekalipun ada beberapa dari banyak ayat yang saya


berikan dalam point ini yang memang mungkin bukan berarti
secara hurufiah, sehingga itu bukan kanibalisme, tetapi ayat-ayat
yang lain (Yer 19:9 Rat 2:20 Rat 4:10 Yeh 5:10), memang pasti
menunjuk pada kanibalisme, dan itu dikatakan merupakan
pekerjaan Tuhan!

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 25 April 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (15)


24)Yer 25:8-12 - “(8) Sebab itu beginilah firman TUHAN semesta
alam: Oleh karena kamu tidak mendengarkan perkataan-
perkataanKu, (9) sesungguhnya, Aku akan mengerahkan semua
kaum dari utara - demikianlah firman TUHAN - menyuruh
memanggil Nebukadnezar, raja Babel, hambaKu itu; Aku akan
mendatangkan mereka melawan penduduknya dan melawan
bangsa-bangsa sekeliling ini, yang akan Kutumpas dan Kubuat
menjadi kengerian, menjadi sasaran suitan dan menjadi
ketandusan untuk selama-lamanya. (10) Aku akan melenyapkan
dari antara mereka suara kegirangan dan suara sukacita, suara
pengantin laki-laki dan pengantin perempuan, bunyi batu kilangan
dan cahaya pelita. (11) Maka seluruh negeri ini akan menjadi
reruntuhan dan ketandusan, dan bangsa-bangsa ini akan menjadi
hamba kepada raja Babel tujuh puluh tahun lamanya. (12)
Kemudian sesudah genap ketujuh puluh tahun itu, demikianlah
firman TUHAN, maka Aku akan melakukan pembalasan kepada
raja Babel dan kepada bangsa itu oleh karena kesalahan mereka,
juga kepada negeri orang-orang Kasdim, dengan membuatnya
menjadi tempat-tempat yang tandus untuk selama-lamanya.”.

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan bekerja sehingga


Babilonia menghancurkan Yehuda, tetapi sama seperti Asyur,
akhirnya Babilonia juga dihukum Tuhan.

Calvin (tentang Yer 25:8-9): “So God now by these words intimates
that the Chaldeans were under his power, so that they were ready, as
soon as he gave them a signal; ... The Scripture is full of expressions
of this kind, which shew that all mortals are prepared to obey God
whenever he intends to employ their services; not that it is their
purpose to serve God, but that he by a secret influence so rules them
and their tongues, their minds and hearts, their hands and their feet,
that they are constrained, willing or unwilling, to do his will and
pleasure. And in the same sense he calls Nebuchadnezzar his servant,
for that cruel tyrant never meant to offer his service to God; but God
employed him as his instrument, as though he had been hired by
him. ... And it ought to be noticed, for we hence learn the fact, that
many are God’s servants who are yet wholly unworthy of so
honorable a title; but they are not so called with respect to themselves.
Nebuchadnezzar thought that he was making war with the God of
Israel when he invaded Judea; and only ambition, and avarice, and
cruelty impelled him to undertake so many wars. When, therefore, we
think of him, of his designs and his projects, we cannot say that he
was God’s servant; but this is to be referred to God only, who governs
by his hidden and incomprehensible power both the devil and the
ungodly, so that they execute, though unwittingly, whatever he
determines. There is a great difference between these and God’s
servants, who, when anything is commanded them, seek to render that
obedience which they ought - all such are faithful servants. They are,
then, justly called God’s servants, for there is a mutual concord
between God and them: God commands, and they obey. But it is a
mutilated and a half service when the ungodly are led beyond the
purpose of their own minds, and God uses them as instruments when
they think of and design another thing. ... There was also another
reason, even that the Jews might know that whatever they were to
suffer would be inflicted by God’s hand, and that they might not
otherwise think of Nebuchadnezzar than as God’s scourge, in order
that they might thus be led to confess their sins and be really
humbled.” [= Maka sekarang Allah dengan kata-kata ini
menunjukkan bahwa orang-orang Kasdim berada di bawah
kuasaNya, sehingga mereka siap, begitu Ia memberi suatu tanda
kepada mereka; ... Kitab Suci penuh dengan ungkapan-ungkapan
dari jenis ini, yang menunjukkan bahwa semua yang bisa mati /
tidak kekal siap untuk mentaati Allah kapanpun Ia bermaksud
untuk menggunakan pelayanan-pelayanan mereka; bukan bahwa
adalah tujuan mereka untuk melayani Allah, tetapi bahwa Ia oleh
suatu pengaruh rahasia begitu memerintah mereka dan lidah
mereka, pikiran dan hati mereka, tangan mereka dan kaki mereka,
sehingga mereka dipaksa, mau atau tidak mau, untuk melakukan
kehendak dan kesenanganNya. Dan dalam arti yang sama Ia
menyebut Nebukadnezar pelayanNya, karena tiran yang kejam itu
tidak pernah bermaksud untuk menawarkan pelayanannya kepada
Allah; tetapi Allah menggunakan dia sebagai alatNya, seakan-akan
ia telah disewa olehNya. ... Dan harus diperhatikan, karena dari
sini kita mempelajari fakta ini, bahwa banyak orang adalah
pelayan-pelayan Allah tetapi yang sama sekali tak layak untuk
gelar yang begitu terhormat; tetapi mereka tidak disebut demikian
berkenaan dengan diri mereka sendiri. Nebukadnezar mengira /
berpikir bahwa ia sedang berperang melawan Allah dari Israel
pada waktu ia menginvasi Yehuda; dan hanya ambisi, dan
ketamakan, dan kekejaman, yang mendorong dia untuk memulai
dengan sengaja begitu banyak peperangan. Karena itu, pada waktu
kita berpikir tentang dia, tentang rancangannya dan usahanya, kita
tidak bisa berkata bahwa ia adalah pelayan Allah; tetapi ini harus
diarahkan kepada Allah saja, yang memerintah / menguasai
dengan kuasaNya yang tersembunyi dan tak bisa dimengerti, baik
setan maupun orang-orang jahat, sehingga mereka melaksanakan,
sekalipun tanpa menyadarinya, APAPUN YANG IA TENTUKAN.
Ada suatu perbedaan besar antara ini, dan pelayan-pelayan Allah,
yang pada waktu apapun diperintahkan kepada mereka, berusaha
untuk memberikan ketaatan yang seharusnya - semua orang
seperti itu adalah pelayan-pelayan yang setia. Maka mereka secara
benar disebut pelayan-pelayan Allah, karena ada suatu persetujuan
yang berhubungan antara Allah dengan mereka: Allah
memerintahkan, dan mereka mentaati. Tetapi itu merupakan suatu
pelayanan yang terpotong dan setengah-setengah pada waktu
orang-orang jahat dibimbing melampaui tujuan dari pikiran
mereka sendiri, dan Allah menggunakan mereka sebagai alat-alat
pada waktu mereka memikirkan tentang dan merancang hal yang
lain. ... Juga ada alasan yang lain, yaitu supaya orang-orang
Yahudi bisa tahu bahwa apapun yang akan mereka derita
diberikan oleh tangan Allah, supaya mereka tidak berpikir lain
tentang Nebukadnezar selain dari pada sebagai cambuk Allah,
supaya dengan demikian mereka bisa dibimbing untuk mengakui
dosa-dosa mereka dan betul-betul merendahkan diri.].

Calvin (tentang Yer 25:12): “God says also, that at the end of
seventy years he would ‘visit the iniquity of the king of Babylon,’ and
of his whole people. We hence learn that Nebuchadnezzar was not
called God’s servant because he deserved anything for his service, but
because God led him while he was himself unconscious, or not
thinking of any such thing, to do a service which neither he nor his
subjects understood to be for God. Though, then, the Lord employs
the ungodly in executing his judgments, yet their guilt is not on this
account lessened; they are still exposed to God’s judgment. And these
two things well agree together, - that the devil and all the ungodly
serve God, though not of their own accord, but whenever he draws
them by his hidden power, and that they are still justly punished, even
when they have served God; for though they perform his work, yet not
because they are commanded to do so. They are therefore justly liable
to punishment, according to what the Prophet teaches us here.” [=
Allah juga berkata, bahwa pada akhir dari 70 tahun Ia akan
‘menghukum kejahatan dari raja Babel’, dan seluruh bangsanya.
Karena itu kami mendapatkan bahwa Nebukadnezar tidak disebut
pelayan / hamba Allah karena ia layak dalam hal apapun untuk
pelayananNya, tetapi karena Allah membimbing dia pada saat ia
sendiri tidak menyadarinya, atau tidak berpikir tentang hal
apapun seperti itu, untuk melakukan suatu pelayanan yang baik ia
ataupun para bawahannya tidak mengertinya sebagai sesuatu
untuk Allah. Karena itu, sekalipun Tuhan menggunakan orang-
orang jahat dalam pelaksanaan penghakimanNya, tetapi kesalahan
mereka bukannya berkurang karena hal ini; mereka tetap terbuka
bagi penghakiman Allah. Dan dua hal ini sesuai dengan baik, -
bahwa setan dan semua orang jahat melayani Allah, sekalipun
bukan dari persetujuan mereka, tetapi kapanpun Ia menarik
mereka oleh kuasaNya yang tersembunyi , dan bahwa mereka tetap
secara adil / benar dihukum, bahkan pada waktu mereka telah
melayani Allah; karena sekalipun mereka melakukan
pekerjaanNya, tetapi bukan karena mereka diperintahkan untuk
melakukan demikian. Karena itu mereka secara adil / benar
terbuka terhadap penghukuman, sesuai dengan apa yang sang Nabi
ajarkan kepada kita di sini.].

25)Yer 43:1-13 - “(1) Ketika Yeremia selesai mengatakan kepada


seluruh rakyat segala firman TUHAN, Allah mereka, yang disuruh
TUHAN, Allah mereka, disampaikannya kepada mereka, yaitu
segala firman yang tersebut di atas, (2) maka berkatalah Azarya
bin Hosaya dan Yohanan bin Kareah serta semua orang congkak
itu kepada Yeremia: ‘Engkau berkata bohong! TUHAN, Allah kita,
tidak mengutus engkau untuk berkata: Janganlah pergi ke Mesir
untuk tinggal sebagai orang asing di sana, (3) tetapi Barukh bin
Neria menghasut engkau terhadap kami dengan maksud untuk
menyerahkan kami ke dalam tangan orang-orang Kasdim, supaya
mereka membunuh kami dan mengangkut kami ke dalam
pembuangan ke Babel.’ (4) Demikianlah Yohanan bin Kareah dan
semua perwira tentara serta seluruh rakyat tidak mau
mendengarkan suara TUHAN untuk tinggal di tanah Yehuda. (5)
Lalu Yohanan bin Kareah dan semua perwira tentara itu
mengumpulkan seluruh sisa Yehuda, yakni semua orang yang telah
kembali dari antara segala bangsa, ke mana mereka telah
berserak-serak, untuk menetap di tanah Yehuda, (6) laki-laki,
perempuan, anak-anak, puteri-puteri raja dan setiap orang yang
telah dibiarkan Nebuzaradan, kepala pasukan pengawal, pada
Gedalya bin Ahikam bin Safan; juga nabi Yeremia dan Barukh bin
Neria. (7) Lalu mereka pergi ke tanah Mesir, sebab mereka tidak
mau mendengarkan suara TUHAN. Maka sampailah mereka di
Tahpanhes. (8) Kemudian datanglah firman TUHAN kepada
Yeremia di Tahpanhes, bunyinya: (9) ‘Ambillah di tanganmu batu-
batu besar dan sembunyikanlah itu di tanah liat dekat pintu masuk
istana Firaun di Tahpanhes di hadapan mata orang-orang Yehuda
itu, (10) lalu katakanlah kepada mereka: Beginilah firman TUHAN
semesta alam, Allah Israel: Sesungguhnya, Aku mengutus orang
untuk menjemput Nebukadnezar, raja Babel, hambaKu itu, supaya
ia mendirikan takhtanya di atas batu-batu yang telah Kusuruh
sembunyikan ini, dan membentangkan permadani kebesarannya di
atasnya. (11) Dan apabila ia datang, ia akan memukul tanah Mesir:
Yang ke maut, ke mautlah! Yang ke tawanan, ke tawananlah! Yang
ke pedang, ke pedanglah! (12) Ia akan menyalakan api di kuil-kuil
para allah Mesir dan akan membakar atau mengangkutnya sebagai
tawanan. Dan ia akan membersihkan tanah Mesir dari kutu-kutu
seperti seorang gembala membersihkan pakaiannya dari kutu-
kutu, kemudian ia akan pergi dari sana tanpa gangguan. (13) Ia
akan memecahkan tugu-tugu berhala Bet-Syemes yang ada di
Mesir dan akan menghanguskan kuil para allah Mesir itu dengan
api.’”.

Catatan: dalam Yer 42:1-6 orang-orang Yehuda meminta


Yeremia meminta petunjuk dari Tuhan apa yang harus mereka
lakukan, dan mereka berjanji akan mentaati perintah Tuhan,
apapun itu adanya. Yeremia memberitahu petunjuk Tuhan bahwa
mereka harus tetap di Yehuda, maka Tuhan akan melindungi
mereka dari Babilonia (ay 10-12). Tetapi kalau mereka tetap pergi
ke Mesir, mereka akan dihancurkan (ay 13-18). Lalu dalam Yer
43:1-dst terlihat bahwa mereka tidak mempercayai firman Tuhan
yang diberikan melalui nabi Yeremia, dan mereka tetap pergi ke
Mesir, dan mereka membawa Yeremia beserta mereka ke Mesir.

Dan selanjutnya dalam Yer 43 ditunjukkan bahwa Tuhan


berfirman kalau Babilonia akan menghancurkan Mesir, dan itu tak
bisa dihentikan, karena itu merupakan pekerjaan Tuhan.
Calvin (tentang Yer 43:8-10): “This passage shews that the Prophet
was by force drawn away with others, so that he became an exile in
Egypt contrary to his own wishes; for he did not go there of his own
accord, inasmuch as we have seen how strictly he forbade them all to
go down to Egypt. He was, however, compelled to go there, as though
he had been bound with chains. He did not then go there designedly,
nor did he through despair follow those miserable men; for he would
have preferred to die a hundred times through famine and want in the
land of Judah rather than to have sought in this way the lengthening
of his life. It then appears that he was driven there as it were by
enemies. But as NOTHING HAPPENS EXCEPT THROUGH GOD’S
PURPOSE, so from this prophecy it appears that GOD ORDERED
THE GOING DOWN OF HIS SERVANT, and that he was not so
subjected to the will of the wicked, but that HE WAS ALWAYS
GUIDED BY THE HIDDEN INFLUENCE OF GOD; FOR IT WAS
GOD’S WILL TO HAVE HIS HERALD EVEN IN THE MIDST OF
EGYPT, that he might declare to the Jews what was to be .” [= Text
ini menunjukkan bahwa sang Nabi diseret dengan paksa bersama
orang-orang lain, sehingga ia menjadi seorang buangan di Mesir
bertentangan dengan keinginannya sendiri; karena ia tidak pergi
ke sana oleh persetujuannya sendiri, melihat bahwa, seperti telah
kita lihat, betapa secara ketat ia melarang mereka semua untuk
pergi ke Mesir. Tetapi ia dipaksa untuk pergi ke sana, seakan-akan
ia telah dibelenggu dengan rantai. Jadi ia tidak pergi ke sana
dengan perencanaan, ataupun melalui keputus-asaan ia mengikuti
orang-orang yang menderita itu; karena ia lebih memilih untuk
mati seratus kali melalui kelaparan dan kekurangan di tanah
Yehuda dari pada mencari dengan cara ini perpanjangan
kehidupannya. Maka terlihat bahwa ia seakan-akan didorong ke
sana oleh musuh-musuh. Tetapi karena TAK ADA APAPUN
YANG TERJADI KECUALI MELALUI RENCANA ALLAH,
maka dari nubuat ini terlihat bahwa ALLAH
MEMERINTAHKAN KEPERGIAN PELAYANNYA, dan bahwa
ia tidaklah begitu ditundukkan pada kemauan dari orang-orang
jahat, TETAPI BAHWA IA SELALU DIBIMBING OLEH
PENGARUH RAHASIA DARI ALLAH; KARENA MERUPAKAN
KEHENDAK ALLAH UNTUK MEMPUNYAI UTUSAN /
PEMBERITANYA BAHKAN DI TENGAH-TENGAH MESIR ,
sehingga ia bisa menyatakan kepada orang-orang Yahudi apa yang
akan terjadi.].

Calvin (tentang Yer 43:10): “God says that he would send to bring
Nebuchadnezzar, the king of Babylon. This mission must not be
understood otherwise than that of the secret providence of God; for he
had no attendants by whom he might send for Nebuchadnezzar, but
he called him, as it were, by his nod only. Moreover, this mode of
speaking is borrowed, taken from men, who, when they wish anything
to be done, intimate what their object is; and then, when they give
orders, they issue their commands. This is what earthly kings do,
because they can by a nod only accomplish whatever comes to their
minds. But God, who needs no external aids, is said to send when he
executes his own purpose, and that by his incomprehensible power.
And further, God intimates that when Nebuchadnezzar came, it would
by no means be by chance, but to take vengeance on the perverse
Jews, who hoped for a safe retirement in Egypt, when yet God
promised them a quiet habitation in the land of Judah, had they
remained there. Then God declares that he would be the leader of that
march when Nebuchadnezzar came into Egypt, as though he had said
that the war would be carried on under his banner. Nebuchadnezzar
did not from design render obedience to God; for ambition and pride
led him to Egypt when he came, and for this reason, because the
Egyptians had so often provoked him, so that without dishonor to
himself he could no longer defer vengeance. It was, then, for this
reason he came, if we look to his object. But God declares that he
overruled the king as well as all the Babylonians, so that he would
arm them when he pleased, and bring them into Egypt, and by their
means carry on war with the Egyptians. For the same reason he calls
him his servant; ... he is called God’s servant, because he executed
what God himself had decreed: ... in this place, as in many other
places, the Scripture calls those God’s servants whom he employs to
effect his purpose, even when they themselves have no such design.”
[= Allah mengatakan bahwa Ia akan mengutus orang untuk
menjemput Nebukadnezar, raja Babel. Missi ini tak boleh
dimengerti selain dari pada tentang Providensia rahasia Allah;
karena Ia tidak mempunyai pelayan-pelayan oleh siapa Ia bisa
mengutus Nebukadnezar, tetapi Ia memanggil dia, seakan-akan
hanya dengan anggukanNya saja. Selanjutnya / lebih lagi, cara
berbicara seperti ini dipinjam, diambil, dari manusia, yang pada
waktu mereka menginginkan apapun untuk dilakukan,
mengisyaratkan apa tujuan mereka; dan lalu, pada waktu mereka
memberikan perintah, mereka mengeluarkan perintah-perintah
mereka. Ini adalah apa yang raja-raja duniawi lakukan, karena
mereka bisa dengan suatu anggukan saja mencapai apapun yang
datang pada pikiran mereka. Tetapi Allah, yang tidak
membutuhkan bantuan dari luar, dikatakan mengutus pada waktu
Ia melaksanakan rencanaNya sendiri, dan itu oleh kuasaNya yang
tak bisa dimengerti. Dan selanjutnya, Allah menunjukkan secara
tak langsung bahwa apabila Nebukadnezar datang, itu sama sekali
bukanlah oleh kebetulan, tetapi untuk membawa pembalasan pada
orang-orang Yahudi yang jahat / bejat, yang mengharapkan suatu
penyingkiran / pelarian yang aman di Mesir, pada waktu Allah
menjanjikan mereka suatu tempat tinggal yang tenang di tanah
Yehuda, seandainya mereka tetap tinggal di sana. Maka Allah
menyatakan bahwa Ia akan menjadi pemimpin dari barisan itu
pada waktu Nebukadnezar datang ke Mesir, seakan-akan Ia
berkata bahwa perang itu akan dilaksanakan di bawah panjiNya.
Nebukadnezar memberikan ketaatan kepada Allah bukan dari
rancangannya; karena ambisi dan kesombongan membimbing dia
ke Mesir pada waktu ia datang, dan untuk alasan ini, karena
orang-orang Mesir telah begitu sering memprovokasi dia, sehingga
ia tidak bisa menunda lagi pembalasan tanpa mempermalukan
dirinya sendiri. Jadi, adalah untuk alasan ini ia datang, jika kita
melihat pada tujuannya. Tetapi Allah menyatakan bahwa Ia
memerintah atas raja maupun semua orang-orang Babel, sehingga
Ia mempersenjatai mereka pada waktu Ia berkenan, dan membawa
mereka ke Mesir, dan dengan menggunakan mereka melaksanakan
perang dengan orang-orang Mesir. Dengan alasan yang sama Ia
menyebut dia pelayanNya; ... IA DISEBUT PELAYAN / HAMBA
ALLAH, KARENA IA MELAKSANAKAN APA YANG ALLAH
SENDIRI TELAH TETAPKAN. ... di tempat ini, seperti di banyak
tempat-tempat lain, Kitab Suci menyebut mereka pelayan-pelayan /
hamba-hamba Allah ORANG-ORANG YANG IA GUNAKAN
UNTUK MENCAPAI RENCANANYA, bahkan pada saat mereka
sendiri tidak mempunyai rancangan seperti itu.].

26)Yer 47:6-7 - “(6) Ah, pedang TUHAN, berapa lama lagi baru
engkau berhenti? Masuklah kembali ke dalam sarungmu, jadilah
tenang dan beristirahatlah! (7) Tetapi bagaimana ia dapat
berhenti? Bukankah TUHAN memerintahkannya? Ke Askelon dan
ke tepi pantai laut, ke sanalah Ia menyuruhnya!’”.

Siapapun yang disebut ‘pedang TUHAN’, akan melakukan


pembantaian, dan itu tidak bisa dihentikan, karena itu
‘diperintahkan’ oleh Tuhan!!

Calvin (tentang Yer 47:6-7): “There is, in the meantime, no doubt


but that he intimates that the slaughter of which he speaks would be,
as it were, by God’s sword, or by a sword hired by him. Thus he shews
that the Chaldeans would do the work of God in destroying the land
of the Philistines. ‘How long,’ he says, ‘ere thou restest! Hide thyself
in thy sheath, rest and be still.’ Here the Prophet assumes the
character of another, as though he wished to soothe with
blandishments the sword of God, and mitigate its fury. ‘O sword,’ he
says, ‘spare them, leave off to rage against the Philistines.’ The
Prophet, it is certain, had no such feeling; but, as we have said
elsewhere, it was a common thing with the Prophets to assume
different characters while endeavoring more fully to confirm their
doctrine. It is the same, then, as though he represented here the
Philistines; and the Prophets speak also often in the person of those
on whom they denounce the vengeance of God. It is here as though he
had said, "The Philistines will humbly ask pardon of God’s sword,
but it will be without advantage or profit; for when they seek to
mitigate the wrath of God, the answer will be, ‘How can it rest?’"
Here the Prophet, as it were, reproves himself, ‘I act foolishly in
wishing to repress the sword of God; for how canst thou rest?’ It
could not be; and why? ‘ because God hath commanded it against
Ashkelon.’ He now changes the person, but without any injury to the
sense. ‘God,’ then, ‘hath commanded it,’ therefore the whole world
would intercede in vain; in vain also will the Philistines deprecate it;
for it will not be in their power to mitigate God’s wrath, when it shall
burn against them and against Ashkelon.” [= Sementara itu, tak
diragukan bahwa ia mengisyaratkan bahwa pembantaian tentang
mana ia berbicara akan datang, seakan-akan oleh pedang Allah,
atau oleh suatu pedang yang disewa oleh Dia. Jadi ia menunjukkan
bahwa orang-orang Kasdim akan melakukan pekerjaan Allah
dalam menghancurkan tanah Filistin. ‘Berapa lama lagi’, katanya,
‘sebelum engkau beristirahat / berhenti! Masuklah kembali ke
dalam sarungmu, beristirahatlah dan tenanglah’. Di sini sang Nabi
mengambil karakter orang lain, seakan-akan ia ingin untuk
menenangkan / mengurangi dengan bujukan, pedang Allah, dan
mengurangi kemurkaannya. ‘Ah pedang’, ia berkata, ‘jangan
bunuh mereka, berhentilah untuk marah terhadap orang-orang
Filistin’. Adalah pasti bahwa sang Nabi tidak mempunyai perasaan
seperti itu; tetapi, seperti telah kami katakan di tempat lain,
merupakan hal yang umum bagi Nabi-nabi untuk mengambil
karakter yang berbeda sementara berusaha secara lebih penuh
untuk menegaskan ajaran mereka. Jadi, adalah sama seakan-akan
ia di sini mewakili orang-orang Filistin; dan Nabi-nabi juga sering
berbicara dalam diri dari mereka kepada siapa ia mengumumkan
pembalasan Allah. Di sini seakan-akan ia telah berkata, "Orang-
orang Filistin akan dengan merendahkan diri meminta ampun
tentang pedang Allah, tetapi itu tidak akan ada manfaatnya;
karena pada waktu mereka berusaha untuk meredakan murka
Allah, jawabannya adalah, ‘Bagaimana itu bisa berhenti /
beristirahat?’" Di sini sang Nabi seakan-akan mencela / marah
kepada dirinya sendiri, ‘Aku bertindak secara bodoh dalam
menginginkan untuk menghentikan pedang Allah; karena
bagaimana engkau bisa berhenti?’ Itu tak bisa terjadi; dan
mengapa? ‘karena Allah telah memerintahkannya terhadap
Askelon’. Sekarang ia mengubah dirinya, tetapi tanpa melukai
artinya. ‘Allah’, lalu, ‘telah memerintahkannya’, karena itu
seluruh dunia akan menjadi juru syafaat dengan sia-sia; dengan
sia-sia juga orang-orang Filistin berdoa untuk meringankannya;
karena bukan dalam kuasa mereka untuk mengurangi murka
Allah, pada waktu itu akan membakar terhadap mereka dan
terhadap Askelon.].

Bdk. 1Yoh 5:14 - “Dan inilah keberanian percaya kita kepadaNya,


yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta
sesuatu kepadaNya menurut kehendakNya.”.

27)Yer 50:1-9 - “(1) Firman yang disampaikan TUHAN dengan


perantaraan nabi Yeremia mengenai Babel, mengenai negeri
orang-orang Kasdim: (2) ‘Beritahukanlah di antara bangsa-bangsa
dan kabarkanlah, naikkanlah panji-panji dan kabarkanlah,
janganlah sembunyikan, katakanlah: Babel telah direbut, dewa Bel
menjadi malu, Merodakh telah terkejut! Berhala-berhalanya
menjadi malu, dewa-dewanya yang keji telah terkejut! (3) Maka
suatu bangsa maju menyerangnya dari utara, membuat negerinya
menjadi tempat tandus; tidak ada lagi yang diam di dalamnya,
baik manusia maupun binatang, semuanya lari lenyap. (4) Pada
waktu itu dan pada masa itu, demikianlah firman TUHAN, orang
Israel akan datang, bersama-sama dengan orang Yehuda; mereka
akan berjalan sambil menangis dan mencari TUHAN, Allah
mereka; (5) mereka menanyakan jalan ke Sion, ke sanalah mereka
terarah: Marilah kita menggabungkan diri kepada TUHAN,
bergabung dalam suatu perjanjian kekal yang tidak dapat
dilupakan! (6) UmatKu tadinya seperti domba-domba yang hilang;
mereka dibiarkan sesat oleh gembala-gembalanya, dibiarkan
mengembara di gunung-gunung, mereka berjalan dari gunung ke
bukit sehingga lupa akan tempat pembaringannya. (7) Siapapun
yang menjumpai mereka, memakan habis mereka, dan lawan-
lawan mereka berkata: Kami tidak bersalah! Karena mereka telah
berdosa kepada TUHAN, tempat kebenaran, TUHAN,
pengharapan nenek moyang mereka! (8) Larilah dari tengah-
tengah Babel, dari negeri orang-orang Kasdim! Keluarlah! Jadilah
seperti kambing-kambing jantan yang mengepalai kawanannya! (9)
Sebab sesungguhnya, AKU MENGGERAKKAN DAN
MEMBANGKITKAN terhadap Babel sekumpulan bangsa-bangsa
yang besar dari utara; mereka akan mengatur barisan untuk
melawannya, dari sanalah kota itu akan direbut. Panah-panah
mereka adalah seperti pahlawan yang mujur (pejuang yang ahli),
yang tidak pernah kembali dengan tangan hampa.”.

Catatan: untuk ay 2, Alkitab Indonesia menggunakan bentuk


lampau / perfect, sama seperti NASB. Sedangkan
KJV/RSV/ASV/NKJV menggunakan bentuk present, dan NIV
menggunakan bentuk future / yang akan datang.
Secara hurufiah seharusnya memang bentuk lampau / perfect.
Tetapi bagaimanapun ini merupakan suatu nubuat / ramalan.
Merupakan sesuatu yang umum dalam Alkitab bahwa suatu
nubuat / ramalan dinyatakan dalam bentuk lampau / perfect,
seakan-akan itu sudah terjadi, padahal sebetulnya akan terjadi.
Ini untuk menekankan kepastian akan terjadinya hal tersebut.

Ay 3,9 menunjukkan bahwa Tuhan menggerakkan bangsa-


bangsa besar dari Utara untuk menghancurkan Babel.

Calvin (tentang Yer 50:2): “He predicts the ruin of Babylon, not in
simple words, for nothing seemed then more unreasonable than to
announce the things which God at length proved by the effect. As
Babylon was then the metropolis of the East, no one could have
thought that it would ever be possessed by a foreign power. No one
could have thought of the Persians, for they were far off. As to the
Medes, who were nearer, they were, as we know, sunk in their own
luxuries, and were deemed but half men. As then there was so much
effeminacy in the Medes, and as the Persians were so far off and
inclosed in their own mountains, Babylon peaceably enjoyed the
empire of the whole eastern world. This, then, is the reason why the
Prophet expresses at large what he might have set forth in a very few
words.” [= Ia meramalkan kehancuran Babilonia, bukan dalam
kata-kata yang sederhana, karena pada saat itu tak ada apapun
yang terlihat lebih tidak masuk akal dari pada untuk
mengumumkan hal-hal yang Allah pada akhirnya buktikan dari
hasilnya. Karena Babilonia pada saat itu merupakan kota utama
dari Timur, tak seorangpun bisa telah berpikir bahwa kota itu
akan pernah dimiliki oleh suatu kuasa asing. Tak seorangpun bisa
telah berpikir tentang orang-orang Persia, karena mereka itu
sangat jauh. Berkenaan dengan orang-orang Madia, yang lebih
dekat, mereka, seperti yang kami tahu, tenggelam dalam
kemewahan mereka sendiri, dan dianggap hanya sebagai setengah
laki-laki. Karena pada saat itu ada begitu banyak keperempuan-
perempuanan di Madia, dan karena orang-orang Persia begitu
jauh di gunung-gunung mereka, Babilonia menikmati dengan
damai kekaisaran dari seluruh dunia Timur. Jadi, ini adalah alasan
mengapa sang Nabi menyatakan secara penuh apa yang ia bisa
telah nyatakan dalam sedikit kata-kata.].
Catatan: Medes (Inggris) = Madia (Indonesia); Media (Inggris) =
Media (Indonesia)

Calvin (tentang Yer 50:3): “After having then spoken of the power
of Babylon and its idols, he now points out the way in which it was to
be destroyed - a nation would come from the north, that is, with
reference to Chaldea. And he means the Medes and Persians, as
interpreters commonly think; and this is probable, because he
afterwards adds that the Jews would then return. As then Jeremiah
connects these two things together, the destruction of Babylon and the
restoration of God’s Church, it is probable that he refers here to the
Medes and Persians.” [= Jadi setelah berbicara tentang kuasa dari
Babilonia dan berhala-berhalanya, sekarang ia menunjukkan cara
dengan mana itu akan dihancurkan - suatu bangsa akan datang
dari Utara, yaitu, berkenaan dengan Kasdim. Dan ia
memaksudkan orang-orang Medes dan Persia, seperti penafsir-
penafsir pada umumnya pikirkan; dan ini memungkinkan, karena
ia belakangan menambahkan bahwa pada saat itu orang-orang
Yahudi akan kembali. Jadi, pada waktu Yeremia menghubungkan
kedua hal ini bersama-sama, kehancuran Babilonia dan pemulihan
Gereja Allah, adalah mungkin bahwa ia di sini menunjuk kepada
orang-orang Medes dan Persia.].

Calvin (tentang Yer 50:4): “The Prophet now explains more clearly
the purpose of God, that in punishing so severely the Chaldeans, his
object was to provide for the safety of his Church. For had Jeremiah
spoken only of vengeance, the Jews might have still raised an
objection and said, ‘It will not profit us at all, that God should be a
severe judge towards our enemies, if we are to remain under their
tyranny.’ Then the Prophet shews that the destruction of Babylon
would be connected with the deliverance of the chosen people; and
thus he points out, as it were by the finger, the reason why Babylon
was to be destroyed, even for the sake of the chosen people, so that the
miserable exiles may take courage, and not doubt but that God would
at length be propitious, as Jeremiah had testified to them, having, as
we have seen, prefixed the term of seventy years.” [= Sekarang sang
Nabi menjelaskan dengan lebih jelas rencana Allah, bahwa dalam
menghukum dengan begitu keras orang-orang Kasdim, tujuanNya
adalah untuk menyediakan keamanan dari GerejaNya. Karena
seandainya Yeremia hanya berbicara tentang pembalasan, orang-
orang Yahudi bisa tetap mengajukan suatu keberatan dan berkata,
‘Tak akan ada manfaatnya sama sekali bagi kami, bahwa Allah
menjadi seorang Hakim yang sangat keras terhadap musuh-musuh
kami, jika kami tetap berada di bawah tirani mereka’. Jadi, sang
Nabi menunjukkan bahwa penghancuran Babilonia akan
berhubungan dengan pembebasan dari bangsa / umat pilihan; dan
demikianlah ia menunjukkan, seakan-akan dengan jari, alasan
mengapa Babilonia akan dihancurkan, yaitu demi kepentingan dari
bangsa / umat pilihan, sehingga orang-orang buangan yang
keadaannya buruk bisa mengumpulkan kekuatan / semangat, dan
tak diragukan bahwa Allah akhirnya akan bermurah hati, seperti
Yeremia telah bersaksi kepada mereka, setelah, seperti yang kami
telah lihat, memberikan lebih dulu waktu 70 tahun yang telah
ditetapkan.].

Calvin (tentang Yer 50:4): “‘In those days,’ he says, ‘and at that
time’ - he adds the appointed time, that the Jews might not doubt but
that the Chaldeans would be subdued, because God had appointed
them to destruction.” [= ‘Pada hari-hari itu’, katanya, ‘dan pada
waktu itu’ - ia menambahkan waktu yang ditetapkan, sehingga
orang-orang Yahudi tidak ragu-ragu bahwa orang-orang Kasdim
akan ditundukkan, karena Allah telah menetapkan mereka pada
kehancuran.].

Calvin (tentang Yer 50:9): “Here, again, God declares that enemies
would come and overthrow the monarchy of Babylon; but what has
been before referred to is here more clearly expressed. For he says,
first, that he would be the leader of that war - that the Persians and
Medes would fight under his authority.” [= Di sini lagi-lagi Allah
menyatakan bahwa musuh-musuh akan datang dan menjatuhkan
pemerintahan / kerajaan Babilonia; tetapi apa yang sebelumnya
telah ditunjukkan di sini dinyatakan dengan lebih jelas lagi.
Karena ia mengatakan, pertama, bahwa Ia akan menjadi
pemimpin dari peperangan itu - bahwa orang-orang Persia dan
Madia akan berperang di bawah otoritasNya.].
28)Rat 2:6b - “Di Sion TUHAN menjadikan orang lupa akan
perayaan dan sabat,”.

Merayakan hari raya dan hari Sabat adalah sesuatu yang


diperintahkan oleh Tuhan, sehingga melupakan / melalaikan hal
itu jelas merupakan suatu dosa. Tetapi ayat ini mengatakan
bahwa Tuhanlah yang membuat hal itu!

Calvin menafsirkan secara aneh, seakan-akan Allah yang


melupakan hari raya dan Sabat itu. Tafsirannya saya berikan di
bawah, dan saya hanya menterjemahkan bagian yang saya
garis-bawahi.

Calvin (tentang Rat 2:6): “He afterwards says, that God had
‘forgotten the assembly,’ the sacrifice, or the tabernacle; for it is the
same word again, but it seems not to be taken in the same sense. Then
I think that ‫מועד‬, MUOD, is to be taken here for the assembly. As he
had previously said, that the place where the holy assemblies met had
been overthrown or destroyed, so now he says, that God had no care
for all those assemblies, as though they had been buried in perpetual
oblivion; for he mentions also the Sabbath, which corresponds with
the subject. God, then, had forgotten all the assemblies as well as the
Sabbath. There is, again, as to this last word, a part stated for the
whole, for this word was no doubt intended to include all the festivals.
The meaning of the passage then is, that the impiety of the people had
been so great, that God, having, as it were, forgotten his covenant,
had inflicted such a dreadful punishment, that religion, for a time,
was in a manner trodden under foot.” [= ... Maka, Allah telah
melupakan semua pertemuan-pertemuan maupun Sabat. ... kata ini
tak diragukan dimaksudkan untuk mencakup semua perayaan
hari-hari raya.].

Calvin (tentang Rat 2:6): “The meaning of the passage then is, that
the impiety of the people had been so great, that God, having, as it
were, forgotten his covenant, had inflicted such a dreadful
punishment, that religion, for a time, was in a manner trodden under
foot.” [= Jadi, arti dari text itu adalah, bahwa kejahatan dari
bangsa itu adalah begitu besar, sehingga Allah, seakan-akan telah
melupakan perjanjianNya, telah memberikan suatu hukuman yang
menakutkan, sehingga agama, untuk suatu waktu, dengan cara
tertentu dinjak-injak.].
Matthew Henry: “4. The solemn feasts and the sabbaths had been
carefully remembered, and the people constantly put in mind of them;
but now the Lord has caused those to be forgotten, not only in the
country, among those that lived at a distance, but even in Zion itself;
for there were none left to remember them, nor were there the places
left where they used to be observed. Now that Zion was in ruins no
difference was made between sabbath time and other times; every day
was a day of mourning, so that all the solemn feasts were forgotten.
Note, It is just with God to deprive those of the benefit and comfort of
sabbaths and solemn feasts who have not duly valued them, nor
conscientiously observed them, but have profaned them, which was
one of the sins that the Jews were often charged with.” [= 4. Hari-
hari raya yang khidmat dan sabat-sabat telah diingat dengan teliti,
dan bangsa itu terus menerus mengingat mereka; tetapi sekarang
Tuhan telah menyebabkan hal-hal itu untuk dilupakan, bukan
hanya di negara, di antara mereka yang hidup di tempat yang jauh,
tetapi bahkan di Sion sendiri; karena tak ada siapapun yang
tertinggal untuk mengingat hal-hal itu, juga di sana tak ada tempat
yang tertinggal dimana hal-hal itu biasanya diperingati. Sekarang
bahwa Sion telah menjadi puing-puing tak ada perbedaan yang
dibuat antara waktu sabat dan waktu-waktu yang lain; setiap hari
adalah hari perkabungan, sehingga semua hari-hari raya yang
khidmat dilupakan. Perhatikan, Merupakan sesuatu yang adil
dengan Allah untuk mencabut manfaat dan penghiburan dari
sabat-sabat dan hari-hari raya yang khidmat dari mereka yang
tidak menilai / menghargai mereka dengan cara yang tepat, atau
tidak memperingati hal-hal itu dengan rajin / sesuai peraturan,
tetapi telah tidak menghormati hal-hal itu, yang merupakan salah
satu dari dosa-dosa yang sering dituduhkan kepada orang-orang
Yahudi.].

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 2 Mei 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (16)


29)Yeh 14:9 - “Jikalau nabi itu membiarkan dirinya tergoda dengan
mengatakan suatu ucapan - Aku, TUHAN yang menggoda nabi itu
- maka Aku akan mengacungkan tanganKu melawan dia dan
memunahkannya dari tengah-tengah umatKu Israel.”.

Ayat ini terletak dalam suatu kontex dimana Allah mengancam


Israel. Ia berkata bahwa kalau ada orang yang pergi kepada
seorang nabi palsu dan menanyakan petunjuk kepada nabi itu,
maka Allah sendiri akan menjawab orang itu (Yeh 14:4,7). Lalu
dalam Yeh 14:9 dikatakan bahwa pada waktu nabi palsu itu
memberi petunjuk, yang tentunya merupakan petunjuk yang
sesat, maka Tuhan yang menggoda nabi palsu itu.

Yeh 14:1-8 - “(1) Sesudah itu datanglah kepadaku beberapa orang


dari tua-tua Israel dan duduk di hadapanku. (2) Maka datanglah
firman TUHAN kepadaku: (3) ‘Hai anak manusia, orang-orang ini
menjunjung berhala-berhala mereka dalam hatinya dan
menempatkan di hadapan mereka batu sandungan, yang
menjatuhkan mereka ke dalam kesalahan. Apakah Aku mau
mereka meminta petunjuk dari padaKu? (4) Oleh sebab itu
berbicaralah kepada mereka dan katakan: Beginilah firman Tuhan
ALLAH: Setiap orang dari kaum Israel yang menjunjung berhala-
berhalanya dalam hatinya dan menempatkan di hadapannya batu
sandungan yang menjatuhkannya ke dalam kesalahan, lalu datang
menemui nabi - Aku, TUHAN sendiri akan menjawab dia oleh
karena berhala-berhalanya yang banyak itu, (5) supaya Aku
memikat hati kaum Israel, yang seluruhnya sudah menyimpang
dari padaKu dengan mengikuti segala berhala-berhala mereka. (6)
Oleh karena itu katakanlah kepada kaum Israel: Beginilah firman
Tuhan ALLAH: Bertobatlah dan berpalinglah dari berhala-
berhalamu dan palingkanlah mukamu dari segala perbuatan-
perbuatanmu yang keji. (7) Karena setiap orang, baik dari kaum
Israel maupun dari orang-orang asing yang tinggal di tengah-
tengah Israel, yang menyimpang dari padaKu dan menjunjung
berhala-berhalanya dalam hatinya dan menempatkan di
hadapannya batu sandungan, yang menjatuhkannya ke dalam
kesalahan, lalu datang menemui nabi untuk meminta petunjuk dari
padaKu baginya - Aku, TUHAN sendiri akan menjawab dia . (8)
Aku sendiri akan menentang orang itu dan Aku akan membuat dia
menjadi lambang dan kiasan dan melenyapkannya dari tengah-
tengah umatKu. Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah
TUHAN.”.

Calvin mengatakan bahwa dari ay 1 terlihat bahwa beberapa tua-


tua Israel datang menghadap Yehezkiel untuk meminta petunjuk
Tuhan dari dia, tetapi Tuhan tahu kemunafikan orang-orang ini.

Calvin (tentang Yeh 14:1-3): “an implied comparison must be


remarked between God and idols. For God has erected the seat of his
empire in our hearts: but when we set up idols, we necessarily
endeavor to overthrow God’s throne, and to reduce his power to
nothing. Hence the most heinous crime of sacrilege is here shown in
those old men ‘who caused idols to rise above their hearts.’ For hence
it follows that all their senses were drowned in their superstitions.” [=
suatu perbandingan yang implicit harus diperhatikan antara Allah
dan berhala-berhala. Karena Allah telah menegakkan kedudukan
dari kekaisaranNya dalam hati kita: tetapi pada waktu kita
mendirikan berhala-berhala, kita pasti / harus berusaha untuk
menjatuhkan takhta Allah, dan menurunkan / merendahkan
kuasaNya sampai nihil. Jadi, di sini ditunjukkan kejahatan
penyalah-gunaan sesuatu yang keramat yang paling menjijikkan
dalam diri orang-orang tua / tua-tua itu ‘yang menyebabkan
berhala-berhala naik di atas hati mereka’. Karena itu, akibatnya
adalah bahwa semua pikiran sehat / penilaian mereka
ditenggelamkan dalam takhyul-takhyul mereka.].

Bdk. Mat 6:24 - “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua


tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan
mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan
tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi
kepada Allah dan kepada Mamon.’”.
Ro 1:21-29 - “(21) Sebab sekalipun mereka mengenal Allah,
mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap
syukur kepadaNya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan
hati mereka yang bodoh menjadi gelap. (22) Mereka berbuat
seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi
bodoh. (23) Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak
fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana,
burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau
binatang-binatang yang menjalar. (24) Karena itu Allah
menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan
kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka.
(25) Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta
dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan
Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin. (26) Karena
itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang
memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan
yang wajar dengan yang tak wajar. (27) Demikian juga suami-
suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri
mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap
yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki
dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri
mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka. (28) Dan
karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka
Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk,
sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas: (29) penuh
dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan
kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu
muslihat dan kefasikan.”.

Calvin (tentang Yeh 14:3): “He adds, ‘they placed the


stumblingblock of their iniquity before his face.’ By this second
clause he signifies their hardness and perverseness; as if he had said,
although the doctrine of the law was put before their eyes, yet they
had no regard for piety, and despised even God’s threats, as if he were
not going to be their judge. When, therefore, the sinner is not moved
by any admonitions, and is more than convicted of his impiety, and is
compelled, whether he will or not, to suffer God’s anger, and yet
afterwards despises it, he is said ‘to put the stumbling block of his
iniquity before his face.’” [= Ia menambahkan, ‘mereka
menempatkan batu sandungan dari kejahatan mereka di hadapan
wajahnya’. Dengan anak kalimat yang kedua ini ia menunjukkan
kekerasan dan kejahatan / kebejatan mereka; seakan-akan Ia telah
mengatakan, sekalipun ajaran dari hukum Taurat diletakkan di
depan mata mereka, tetapi mereka tidak mempunyai kepedulian
terhadap kesalehan, dan bahkan meremehkan ancaman-ancaman
Allah, seakan-akan Ia tidak akan menjadi Hakim mereka. Karena
itu, pada waktu orang berdosa tidak digerakkan oleh nasehat /
peringatan apapun, dan lebih dari sadar tentang kejahatannya, dan
dipaksa, apakah ia mau atau tidak, untuk mengalami / menderita
kemarahan Allah, tetapi belakangan meremehkannya, ia dikatakan
‘meletakkan batu sandungan dari kejahatannya di depan
wajahnya’.].
Catatan: ay 3b (LAI): “dan menempatkan di hadapan mereka batu
sandungan, yang menjatuhkan mereka ke dalam kesalahan.”. Ini
salah terjemahan!
Ay 3b (KJV): ‘and put the stumblingblock of their iniquity before
their face:’ [= dan meletakkan batu sandungan dari kejahatan
mereka di depan wajah mereka:]. RSV/NIV/NASB sama / mirip
dengan KJV.

Calvin (tentang Yeh 14:4): “What then does God say? ‘I will answer
them,’ but far otherwise than they either wish or desire: for ‘I will
answer them according to the multitude of their idols:’ ... hence he
says, ‘that he would answer them,’ not as they thought, but as they
deserved.” [= Lalu apa yang Allah katakan? ‘Aku akan menjawab
mereka’, tetapi jauh dari pada yang mereka inginkan: karena ‘Aku
akan menjawab mereka menurut / sesuai dengan banyaknya
berhala mereka’: ... maka Ia berkata, ‘bahwa Ia akan menjawab
mereka’, bukan seperti yang mereka pikirkan, tetapi seperti yang
mereka layak dapatkan.].
Catatan: ay 4 akhir (LAI): “Aku, TUHAN sendiri akan menjawab
dia oleh karena berhala-berhalanya yang banyak itu,”. Ini lagi-lagi
salah terjemahan.
KJV: ‘I the LORD will answer him that cometh according to the
multitude of his idols;’ [= Aku, TUHAN akan menjawab dia yang
datang menurut / sesuai dengan banyaknya berhala-berhalanya].

Calvin (tentang Yeh 14:8): “At length he adds, ‘I will cut him off
from my people.’ This is most severe of all, for even the hope of pity is
taken away. ... when any one is cut off from God’s people, his safety is
already beyond hope.” [= Akhirnya Ia menambahkan, ‘Aku akan
memotong / melenyapkannya dari umatKu’. Ini adalah yang paling
keras dari semua, karena bahkan pengharapan tentang belas
kasihan diambil. ... pada waktu siapapun dipotong / dilenyapkan
dari umat Allah, keamanannya sudah di luar pengharapan.].
Tentang ay 9 Calvin mengatakan bahwa orang-orang itu lalu
kembali kepada nabi-nabi palsu mereka. Mereka diberi teguran
oleh nabi asli, dan mereka tak mau mempedulikan, dan mereka
kembali kepada nabi-nabi palsu mereka.

Calvin (tentang Yeh 14:9): “Thy God tries thee, says Moses, whether
you love him. (Deuteronomy 8:3.) Since, therefore, no false prophet
arises without the just judgment of God, and since God wishes to
distinguish between sincere worshipers and hypocrites, it follows that
no one can be excused on this pretext, of differing opinions which
arise by wise ordination. For since God wishes to make an
experiment, as I have said, concerning his servants and sons, and
since false prophets so mingle all things, and involve the clear
daylight in darkness, no one who truly and heartily seeks God shall be
entangled among their snares.” [= Allahmu menguji engkau, kata
Musa, apakah kamu mengasihi Dia (Ul 8:3). Karena itu, karena tak
ada nabi palsu muncul tanpa penghakiman yang adil dari Allah,
dan karena Allah ingin membedakan antara penyembah-
penyembah yang sungguh-sungguh / tulus dan orang-orang
munafik, akibatnya adalah bahwa tak seorangpun bisa dimaafkan
atas dalih ini, tentang pandangan-pandangan yang berbeda YANG
MUNCUL OLEH PENENTUAN YANG BIJAKSANA. Karena
Allah ingin untuk membuat suatu percobaan, seperti telah saya
katakan, berkenaan dengan pelayan-pelayan dan anak-anakNya,
dan karena nabi-nabi palsu begitu mencampur segala sesuatu, dan
melibatkan cahaya tengah hari dalam kegelapan, tak seorangpun
yang dengan sungguh-sungguh / tulus dan semangat mencari Allah
akan terlibat / terjerat di antara jerat-jerat mereka.].
Catatan: Ul 8:3 itu kelihatannya salah cetak, dalam buku fisiknya
juga salah. Seharusnya Ul 13:3. Supaya terlihat kontextnya saya
berikan Ul 13:1-5 di bawah ini.

Ul 13:1-5 - “(1) Apabila di tengah-tengahmu muncul seorang nabi


atau seorang pemimpi, dan ia memberitahukan kepadamu suatu
tanda atau mujizat, (2) dan apabila tanda atau mujizat yang
dikatakannya kepadamu itu terjadi, dan ia membujuk: Mari kita
mengikuti allah lain, yang tidak kaukenal, dan mari kita berbakti
kepadanya, (3) maka janganlah engkau mendengarkan perkataan
nabi atau pemimpi itu; sebab TUHAN, Allahmu, mencoba kamu
untuk mengetahui, apakah kamu sungguh-sungguh mengasihi
TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu. (4) TUHAN, Allahmu, harus kamu ikuti, kamu harus takut
akan Dia, kamu harus berpegang pada perintahNya, suaraNya
harus kamu dengarkan, kepadaNya harus kamu berbakti dan
berpaut. (5) Nabi atau pemimpi itu haruslah dihukum mati, karena
ia telah mengajak murtad terhadap TUHAN, Allahmu, yang telah
membawa kamu keluar dari tanah Mesir dan yang menebus
engkau dari rumah perbudakan - dengan maksud untuk
menyesatkan engkau dari jalan yang diperintahkan TUHAN,
Allahmu, kepadamu untuk dijalani. Demikianlah harus
kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.”.

Calvin (tentang Yeh 14:9): “But Ezekiel will proceed still further, as
I have previously hinted, namely, that all impostures and errors do
not spring up rashly, but proceed from the ingratitude of the people
itself. For if they had not so willingly given themselves up to the false
prophets, God would doubtless have spared them. But, since false
prophets abounded on every side, and were so plentiful everywhere,
hence it may be understood that, the people were worthy of such
impostures. Now then we perceive the meaning of the Holy Spirit
when God pronounces that he is the author of all the error which the
false prophets were thus scattering abroad.” [= Tetapi Yehezkiel
melanjutkan lebih jauh lagi, seperti telah saya tunjukkan
sebelumnya, yaitu, bahwa semua penipu dan kesalahan tidak
muncul dengan sembarangan, tetapi keluar dari rasa tidak tahu
terima kasih dari bangsa itu sendiri. Karena seandainya mereka
tidak dengan begitu sukarela menyerahkan diri mereka sendiri
kepada nabi-nabi palsu, Allah tidak diragukan akan sudah
menyayangkan mereka. Tetapi, karena nabi-nabi palsu berlimpah-
limpah di setiap sisi, dan begitu banyak dimana-mana, maka bisa
dimengerti bahwa bangsa itu layak mendapatkan penipu-penipu
seperti itu. Maka sekarang kita mengerti maksud dari Roh Kudus
pada waktu Allah mengumumkan bahwa Ia adalah Pencipta dari
semua kesalahan yang nabi-nabi palsu itu sebarkan secara luas.].

Calvin (tentang Yeh 14:9): “this passage teaches us that neither


impostures nor deceptions arise without God’s permission.” [= text
ini mengajar kita bahwa tak ada penipu atau tipuan / penggunaan
tipuan muncul tanpa ijin Allah.].

Calvin (tentang Yeh 14:9): “Whatever be the explanation, he


pronounces ‘that he deceived the false prophets,’ because Satan could
not utter a single word unless he were permitted, and not only so, but
even ordered; while God exercises his wrath against the wicked.” [=
Apapun penjelasannya, Ia mengumumkan ‘bahwa Ia menipu nabi-
nabi palsu’, karena Iblis tidak bisa mengucapkan satu katapun
seandainya ia tidak diijinkan, dan bukan hanya demikian, tetapi
bahkan diperintahkan; sementara Allah melaksanakan murkaNya
terhadap orang-orang jahat.].

Calvin (tentang Yeh 14:9): “And so in this place, I confess, there is


an improper form of speaking; but the sense is not doubtful - that all
impostures are scattered abroad by God - since Satan, as I have said,
can never utter the slightest word unless commanded by God.” [= Dan
demikianlah di tempat ini, saya mengakui, bahwa di sana ada suatu
bentuk pembicaraan yang tidak tepat; tetapi artinya tidak
meragukan - bahwa semua penipu disebarkan secara luas oleh
Allah - karena Iblis, seperti telah saya katakan, tidak pernah bisa
mengucapkan kata yang paling kecil / tidak penting kecuali
diperintahkan oleh Allah.].

Lalu Calvin menceritakan cerita tentang nabi Mikha dan Ahab,


dalam 1 Raja 22.

1Raja 22:19-23 - “(19) Kata Mikha: ‘Sebab itu dengarkanlah


firman TUHAN. Aku telah melihat TUHAN sedang duduk di atas
takhtaNya dan segenap tentara sorga berdiri di dekatNya, di
sebelah kananNya dan di sebelah kiriNya. (20) Dan TUHAN
berfirman: Siapakah yang akan membujuk Ahab untuk maju
berperang, supaya ia tewas di Ramot-Gilead? Maka yang seorang
berkata begini, yang lain berkata begitu. (21) Kemudian tampillah
suatu roh, lalu berdiri di hadapan TUHAN. Ia berkata: Aku ini
akan membujuknya. TUHAN bertanya kepadanya: Dengan apa?
(22) Jawabnya: Aku akan keluar dan menjadi roh dusta dalam
mulut semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah engkau
membujuknya, dan engkau akan berhasil pula. Keluarlah dan
perbuatlah demikian! (23) Karena itu, sesungguhnya TUHAN telah
menaruh roh dusta ke dalam mulut semua nabimu ini, sebab
TUHAN telah menetapkan untuk menimpakan malapetaka
kepadamu.’”.

Lalu, mengomentari text dalam 1Raja 22 ini, Calvin mengatakan


sebagai berikut:

Calvin (tentang Yeh 14:9): “Here he distinctly shows us the manner


in which God maddens the false prophets, and deceives them, namely,
since he sends forth Satan to fill them with his lies. Since, then, they
are impelled by Satan, the father of lies, what can they do but lie and
deceive? The whole of this, then, depends on the just judgments of
God, as this place teaches. God, therefore, does not deceive, so to
speak, without an agency, but uses Satan and impostors as organs of
his vengeance. If any one flies to that subtle distinction between
ordering and permitting, he is easily refuted by the context. For that
cannot be called mere permission when God willingly seeks for some
one to deceive Ahab, and then he himself orders Satan to go forth and
do so.” [= Di sini ia dengan jelas menunjukkan kepada kita cara
dalam mana Allah membuat gila nabi-nabi palsu, dan menipu
mereka, yaitu, karena Ia mengutus Iblis untuk mengisi / memenuhi
mereka dengan dusta-dustanya. Maka, karena mereka didesak oleh
Iblis, bapa dari dusta, apa yang bisa mereka lakukan kecuali
berdusta dan menipu? Jadi, seluruhnya dari hal ini, tergantung
pada penghakiman yang adil dari Allah, seperti yang diajarkan
oleh tempat ini. Karena itu, Allah, bisa dikatakan tidak menipu,
tanpa suatu alat, tetapi menggunakan Iblis dan penipu-penipu
sebagai alat-alat dari pembalasanNya. Jika ada siapapun lari pada
pembedaan yang tipis antara memerintahkan dan mengijinkan, ia
dengan mudah dibantah oleh kontextnya. Karena itu tidak bisa
disebut sekedar ijin, pada waktu Allah dengan sukarela mencari
seseorang untuk menipu Ahab, dan lalu Ia sendiri memerintahkan
Iblis untuk pergi dan melakukan demikian.].

30)Hab 1:5-7,11-12 - “(5) Lihatlah di antara bangsa-bangsa dan


perhatikanlah, jadilah heran dan tercengang-cengang, sebab Aku
melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu yang tidak akan
kamu percayai, jika diceriterakan. (6) Sebab, sesungguhnya,
Akulah yang membangkitkan orang Kasdim, bangsa yang garang
dan tangkas itu, yang melintasi lintang bujur bumi untuk
menduduki tempat kediaman, yang bukan kepunyaan mereka. (7)
Bangsa itu dahsyat dan menakutkan; keadilannya dan
keluhurannya berasal dari padanya sendiri. ... (11) Maka
berlarilah mereka, seperti angin dan bergerak terus; demikianlah
mereka bersalah dengan mendewakan kekuatannya. (12)
Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang
Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah
Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah
Kautentukan dia untuk menyiksa.”.

Tuhan membangkitkan / menentukan orang Kasdim untuk


membunuh / menghukum / menyiksa.

Calvin (tentang Hab 1:5): “And he bids those among the nations to
behold, as though he had said, that they were unworthy to be taught
in the school of God; he therefore appointed other masters for them,
even the Chaldeans, as we shall presently see. He might have said -
look to God; but as the Prophet had so long spent his labor in vail
and without profit while teaching them, he sets over them the
Chaldeans as teachers. Behold, he says, ye teachers among the
Gentiles. There is here indeed an implied contrast, as thought he said
- ‘God has hitherto often recalled you to himself, and has offered
himself to you, but ye have refused to look to him; now then, as he is
wearied with exercising patience so long, he appoints for you other
teachers; learn now from the Gentiles what ye have hitherto refused
to learn from the holy mouth of God himself.’” [= Dan Ia
mengundang mereka di antara bangsa-bangsa untuk memandang,
seakan-akan Ia telah berkata, bahwa mereka tidak layak untuk
diajar dalam sekolah Allah; dan karena itu Ia menetapkan tuan-
tuan / guru-guru lain untuk mereka, yaitu orang-orang Kasdim,
seperti sekarang akan kita lihat. Ia bisa telah berkata - pandanglah
Allah; tetapi karena sang Nabi telah begitu lama menghabiskan
jerih payahnya dan tanpa guna dengan mengajar mereka, Ia
meletakkan di atas mereka orang-orang Kasdim sebagai guru-
guru. Lihatlah, Ia berkata, kamu guru-guru di antara orang-orang
non Yahudi. Di sini memang secara implicit ada suatu kontras,
seakan-akan Ia berkata - ‘Allah sampai sekarang telah sering
meminta / memerintahkan kamu untuk kembali kepada diriNya
sendiri, dan telah menawarkan diriNya sendiri kepada kamu,
tetapi kamu telah menolak untuk memandang kepada Dia; jadi
sekarang, karena Ia bosan menggunakan kesabaran begitu lama, Ia
menetapkan untuk kamu guru-guru lain; belajarlah sekarang dari
orang-orang non Yahudi apa yang sampai sekarang telah kamu
tolak untuk belajar dari mulut yang kudus dari Allah sendiri’.].

Calvin (tentang Hab 1:5): “He afterwards adds - ‘And wonder ye,
wonder.’ By these words the prophets express how dreadful God’s
judgment would be, which would astonish the Jews themselves. Had
they not been extremely refractory they might have quietly received
instruction, for God would have addressed them by his prophets, as
though they had been his own children. They might thus, with
composed minds, have listened to God speaking to them; but the time
was now come when they were to be filled with astonishment. We
hence see that the Prophet meant this in a few words - that there
would be a new mode of teaching, which would overwhelm the
unwilling with astonishment, because they would not endure to be
ruled in a gentle manner, when the Lord required nothing from them
but to render themselves teachable.” [= Ia belakangan
menambahkan - ‘Dan jadilah heran, heranlah’. Dengan kata-kata
ini nabi-nabi menyatakan betapa menakutkan penghakiman Allah
itu nanti, yang akan mengherankan orang-orang Yahudi itu
sendiri. Seandainya mereka tidak menolak dengan extrim mereka
bisa telah menerima instruksi dengan tenang, karena Allah akan
telah berbicara kepada mereka melalui nabi-nabiNya, seakan-akan
mereka adalah anak-anakNya sendiri. Jadi, mereka bisa, dengan
pikiran yang tenang, telah mendengarkan Allah berbicara kepada
mereka; tetapi saatnya sekarang telah datang pada waktu mereka
harus dipenuhi dengan keheranan. Jadi kita lihat bahwa sang Nabi
memaksudkan ini dalam sedikit kata-kata - bahwa di sana akan
ada suatu cara mengajar yang baru, yang akan memenuhi orang-
orang yang tak mau itu dengan keheranan, karena mereka tidak
mau menahan untuk diperintah dengan suatu cara yang lembut,
pada waktu Tuhan tidak menuntut apapun dari mereka selain
membuat diri mereka sendiri bisa diajar.].

Calvin (tentang Hab 1:5): “After having said that God’s judgment
would be dreadful, he adds that it was nigh at hand - ‘a work,’ he
says, ‘will he work in your days,’ etc. They had already been often
warned of that vengeance, but as they had for a long time disregarded
it, they did ever remain sunk in their own self-delusions, like men who
are wont to protract time and hunt on every side for some excuse for
indulging themselves. So then when the people became hardened
against all threatening, they thought that God would ever bear with
them; hence the Prophet expressly declares, that the execution of that
which they regarded as a fable was near at hand - ‘He will work,’ he
says, ‘this work in your days.’” [= Setelah mengatakan bahwa
penghakiman Allah akan menakutkan, ia menambahkan bahwa itu
sudah dekat - ‘suatu pekerjaan’, katanya, ‘akan Ia kerjakan dalam
jamanmu’, dst. Mereka telah sering diperingatkan tentang
pembalasan itu, tetapi karena mereka untuk waktu yang lama telah
mengabaikannya, mereka tetap tenggelam dalam penipuan diri
mereka sendiri, seperti orang-orang yang terbiasa memperpanjang
waktu dan mencari di setiap sisi dalih untuk memuaskan diri
mereka sendiri. Jadi, pada waktu bangsa itu menjadi keras
terhadap semua ancaman, mereka berpikir / mengira bahwa Allah
akan selalu menoleransi / sabar terhadap mereka; maka sang Nabi
secara explicit menyatakan, bahwa pelaksanaan dari apa yang
mereka anggap sebagai suatu dongeng / dusta sudah dekat - ‘Ia
akan mengerjakan’, katanya, ‘pekerjaan ini dalam jamanmu’.].
Calvin (tentang Hab 1:5): “He then subjoins - ‘ye will not believe
when it shall be told you;’ that is, God will execute such a punishment
as will be incredible and exceed all belief. The Prophet no doubt
alludes to the want of faith in the people, and indirectly reproves
them, as though he said - ‘Ye have hitherto denied faith to God’s
word, but ye shall at length find that he has told the truth; and this ye
shall find to your astonishment; for as his word has been counted by
you incredible, so also incredible shall be his judgment.’ ... This
reward then was to be paid to all the unbelieving; for God would in
the most dreadful manner avenge their impiety, so that they should
themselves be astonished and become an astonishment to others. We
now perceive what the Prophet meant by saying that the Jews would
not believe the work of God when told them, that is, the vengeance
which he will presently describe.” [= Ia lalu menambahkan - ‘kamu
tidak akan percaya pada waktu itu diberitahukan kepadamu
nanti’; artinya, Allah akan melaksanakan suatu hukuman
sedemikian rupa sehingga itu akan sukar dipercaya dan melampaui
semua kepercayaan. Sang Nabi tak diragukan menunjuk secara
implicit pada tak adanya iman dalam bangsa itu, dan secara tak
langsung mencela mereka, seakan-akan ia berkata - ‘Sampai
sekarang kamu tak beriman pada firman Allah, tetapi pada
akhirnya kamu akan mendapati bahwa Ia telah memberitahumu
kebenaran; dan ini akan kamu dapati dalam keherananmu; karena
seperti firmanNya telah kamu perhitungkan tak bisa dipercaya,
demikian juga penghakimanNya akan tak bisa / sukar dipercaya’.
Maka upah ini harus dibayarkan kepada semua orang yang tidak
percaya; karena Allah dengan cara yang paling menakutkan akan
membalas / menghukum kejahatan mereka, sehingga mereka
sendiri akan heran dan menjadi suatu yang mengherankan bagi
orang-orang lain. Sekarang kita mengerti apa yang sang Nabi
maksudkan dengan mengatakan bahwa orang-orang Yahudi tidak
akan percaya pekerjaan Allah pada waktu itu diberitahukan
kepada mereka, yaitu pembalasan yang sekarang ini akan ia
gambarkan.].

Calvin (tentang Hab 1:5): “This passage is quoted by Paul, and is


applied to the punishment then awaiting the Jews; for Paul, after
having offered Christ to them, and seeing that many of them regarded
the preaching of Gospel with scorn, added these words - ‘see,’ he said,
‘and be astonished, for God will work a work in your days which ye
shall not believe.’ Paul at the same time made a suitable application
of the Prophet’s words; for as God had once threatened his people by
his Prophet Habakkuk, so he was still like himself; and since had so
severely vindicated the contempt of his law as to his ancient people,
he could not surely bear with the impiety of that people whom he
found to have acted so malignantly and so ungratefully, yea so
wantonly and perversely, as to reject his grace; for this was the last
remedy for the Jews. No wonder then that Paul set before them this
vengeance, when the Jews of his time persisted through their unbelief
to reject Christ.” [= Text ini dikutip oleh Paulus, dan diterapkan
pada hukuman yang menanti orang-orang Yahudi; karena Paulus,
setelah menawarkan Kristus kepada mereka, dan melihat bahwa
banyak dari mereka yang menganggap pemberitaan Injil dengan
jijik / merendahkan, menambahkan kata-kata ini - ‘lihatlah’, ia
berkata, ‘dan heranlah, karena Allah akan mengerjakan suatu
pekerjaan dalam jamanmu yang kamu tak akan mempercayainya’.
Pada saat yang sama Paulus membuat suatu penerapan yang cocok
tentang kata-kata sang Nabi; karena seperti Allah pernah sekali
mengancam bangsa / umatNya oleh nabiNya Habakuk,
demikianlah Ia tetap seperti diriNya sendiri; dan karena Ia telah
dengan begitu keras membalas penghinaan terhadap hukum
TauratNya berkenaan dengan bangsa / umatNya yang kuno, Ia
pasti tidak bisa menahan / sabar dengan kejahatan dari bangsa itu
yang Ia dapati telah bertindak dengan begitu jahat, ya, dengan
begitu sembarangan / tanpa alasan dan dengan begitu buruk / suka
melawan, sehingga menolak kasih karuniaNya, karena ini adalah
obat yang terakhir untuk orang-orang Yahudi. Jadi tak heran
bahwa Paulus menyatakan di depan mereka pembalasan ini, pada
waktu orang-orang Yahudi dari jamannya berkeras melalui
ketidak-percayaan mereka untuk menolak Kristus.].

Bdk. Kis 13:40-41 - “(40) Karena itu, waspadalah, supaya jangan


berlaku atas kamu apa yang telah dikatakan dalam kitab nabi-
nabi: (41) Ingatlah, hai kamu penghina-penghina, tercenganglah
dan lenyaplah, sebab Aku melakukan suatu pekerjaan dalam
zamanmu, suatu pekerjaan, yang tidak akan kamu percayai, jika
diceriterakan kepadamu.’”.

Text ini memang didahului oleh bagian dimana Paulus


menawarkan Kristus kepada mereka.

Kis 13:23,38-39 - “(23) Dan dari keturunannyalah, sesuai dengan


yang telah dijanjikanNya, Allah telah membangkitkan Juruselamat
bagi orang Israel, yaitu Yesus. ... (38) Jadi ketahuilah, hai saudara-
saudara, oleh karena Dialah maka diberitakan kepada kamu
pengampunan dosa. (39) Dan di dalam Dialah setiap orang yang
percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang tidak
dapat kamu peroleh dari hukum Musa.”.
Catatan: kalau mau lebih jelas, baca khotbah Paulus kepada
orang-orang itu mulai dari Kis 13:16. Jelas ia mengajar dan
membuktikan bahwa Yesus adalah Mesias.

Calvin (tentang Hab 1:6): “This, then, is the reason why the Prophet,
having spoken of God’s terrible vengeance, now declares in express
terms, that the Chaldeans were already armed by Him to execute His
judgment. ... the Prophet began to show from whom the Jews were to
expect the vengeance of God, even from the Chaldeans, who would
come, not by their own instinct, but by the hidden impulse of God .
God indeed testifies that he should be the author of this war, and that
the Chaldeans would fight, as it were, under his auspices. ‘I am he,
he says, who excites,’ etc. ... God thus intimates that he can employ
the vices of men in executing his judgments, and yet contract hence
no spot nor blemish; for we cannot possibly pollute him with our filth,
as he scatters it far away by the brightness of his justice and equity.”
[= Jadi, ini adalah alasan mengapa sang Nabi, setelah
membicarakan pembalasan yang mengerikan dari Allah, sekarang
menyatakan dalam istilah-istilah yang jelas / explicit, bahwa orang-
orang Kasdim sudah dipersenjatai olehNya untuk melaksanakan
penghakimanNya. ... sang Nabi mulai menunjukkan dari siapa
orang-orang Yahudi harus mengharapkan pembalasan Allah, yaitu
dari orang-orang Kasdim, yang akan datang, bukan oleh naluri
mereka sendiri, tetapi oleh dorongan hati yang tersembunyi dari
Allah. Allah memang memberi kesaksian bahwa Ia akan menjadi
Pencipta dari peperangan ini, dan bahwa orang-orang Kasdim
akan berperang, seakan-akan di bawah pimpinanNya. ‘Akulah Dia,
Ia berkata, yang membangkitkan,’ dst. Jadi Allah menunjukkan
bahwa Ia bisa menggunakan kejahatan manusia dalam
melaksanakan penghakimanNya, tetapi tidak mendapatkan dari
sana noda atau cacat / cela; karena kita tidak mungkin mengotori
Dia dengan kotoran kita, karena Ia menyebarkannya jauh-jauh
oleh terang dari keadilanNya.].

Calvin (tentang Hab 1:7): “Thus we see that the worst of men are in
God’s hand, as Satan is, who is their head; and yet that God is not
implicated in their wickedness, as some insane men maintain; for they
say - That if God governs the world by his providence, he becomes
thus the author of sin, and men’s sins are to be ascribed to him. But
Scripture teaches us far otherwise, - that the wicked are led here and
there by the hidden power of God, and that yet the fault is in them,
when they do anything in a deceitful and cruel manner, and that God
ever remains just, whatever use he may make of instruments, yea, the
very worst. But when the Prophet adds, that its judgment would be
from the nation itself, he means that the Chaldeans would act
according to their own will.” [= Jadi kita lihat bahwa hal-hal yang
terburuk dari manusia ada dalam tangan Allah, sebagaimana Iblis
ada, yang adalah kepala mereka; tetapi bahwa Allah tidak terlibat
dalam kejahatan mereka, seperti dipertahankan oleh beberapa
orang gila; karena mereka berkata - Bahwa jika Allah memerintah
dunia oleh ProvidensiaNya, maka Ia menjadi Pencipta dosa, dan
dosa-dosa manusia harus dianggap berasal dari Dia. Tetapi Kitab
Suci mengajar kita secara sangat berbeda, - bahwa orang-orang
jahat dibimbing ke sana kemari oleh kuasa tersembunyi dari Allah,
tetapi bahwa kesalahan ada di dalam mereka, pada waktu mereka
melakukan apapun dalam suatu cara yang menipu dan kejam, dan
bahwa Allah tetap adil / benar, penggunaan apapun yang bisa Ia
buat dengan alat-alat, ya, bahkan penggunaan yang paling buruk.
Tetapi pada waktu sang Nabi menambahkan, bahwa
penghakimanNya berasal dari bangsa itu sendiri, ia memaksudkan
bahwa orang-orang Kasdim akan bertindak sesuai dengan
kehendak mereka sendiri.].

Untuk kalimat yang paling bawah dari kutipan di atas ini,


perhatikan perbandingan terjemahan dari Hab 1:7.
Hab 1:7 - “Bangsa itu dahsyat dan menakutkan; keadilannya dan
keluhurannya berasal dari padanya sendiri.”.
KJV: ‘their judgment and their dignity shall proceed of
themselves.’ [= penghakiman mereka dan kewibawaan /
kehormatan mereka akan keluar dari diri mereka sendiri.].
RSV: ‘their justice and dignity proceed from themselves.’ [=
keadilan dan kewibawaan / kehormatan mereka keluar dari diri
mereka sendiri.].
NIV: ‘they are a law to themselves and promote their own honor.’
[= mereka adalah suatu hukum bagi diri mereka sendiri dan
meninggikan kehormatan mereka sendiri.].
NASB: ‘Their justice and authority originate with themselves.’ [=
Keadilan dan otoritas mereka berasal usul dari diri mereka
sendiri.].

Calvin (tentang Hab 1:11): “The Prophet now begins to give some
comfort to the faithful, lest they should succumb under so grievous
evils. He has hitherto directed his discourse to that irreclaimable
people, but he now turns to the remnant; for there were always among
them some of the faithful, though few, whom God never neglected;
yea, for their sake often he sent his prophets; for though the multitude
derived no benefit, yet the faithful understood that God did not
threaten in vain, and were thus retained in his fear. This was the
reason why the prophets were wont, after having spoken generally, to
come down to the faithful, and as it were to comfort them apart and
privately. And this difference ought to be noticed, as we have said
elsewhere; for when the prophets denounce God’s wrath, the
discourse then is directed indiscriminately to the whole body of the
people; but when they add promises, it is then as though they called
the faithful to a private conference, and spake in their ear what had
been committed to them by the Lord.” [= Sekarang sang Nabi mulai
memberi penghiburan kepada orang-orang yang setia / percaya,
supaya jangan mereka tunduk / menyerah di bawah kejahatan-
kejahatan yang begitu menyedihkan. Sampai sekarang ia telah
mengarahkan pembicaraannya kepada orang-orang / bangsa yang
tak bisa dibawa kembali, tetapi sekarang ia berbalik kepada ‘sisa’;
karena di sana selalu ada di antara mereka beberapa orang yang
setia, sekalipun sedikit, yang Allah tak pernah abaikan; ya, demi
mereka Ia sering mengutus nabi-nabiNya; karena sekalipun orang
banyak tidak mendapatkan manfaat, tetapi orang-orang yang setia
mengerti bahwa Allah tidak mengancam dengan sia-sia, dan
dengan demikian dipertahankan / dijaga dalam rasa takutnya. Ini
adalah alasan mengapa nabi-nabi mempunyai kebiasaan, setelah
berbicara secara umum, datang kepada orang-orang yang setia,
dan seakan-akan menghibur mereka secara terpisah dan secara
pribadi. Dan perbedaan ini harus diperhatikan, seperti telah kami
katakan di tempat lain; karena pada waktu nabi-nabi
mengumumkan murka Allah, maka pembicaraan itu diarahkan
secara tak membedakan kepada seluruh tubuh dari bangsa itu;
tetapi pada waktu mereka menambahkan janji-janji, maka itu
adalah seakan-akan mereka memanggil orang-orang yang setia
pada suatu pertemuan pribadi, dan berbicara di telinga mereka
apa yang telah dipercayakan kepada mereka oleh Tuhan.].

Pembedaan yang Calvin bicarakan ini sangat penting, karena


kalau tidak, kita akan menjumpai kontradiksi-kontradiksi dalam
banyak bagian Alkitab.

Penghiburan kepada orang-orang yang setia dalam ay 11 adalah


pada waktu sang Nabi menunjukkan kejelekan dari orang-orang
Kasdim, yang pasti akan menyebabkan Allah menghukum
mereka.
Hab 1:11 - “Maka berlarilah mereka, seperti angin dan bergerak
terus; demikianlah mereka bersalah dengan mendewakan
kekuatannya.”.
KJV: ‘Then shall his mind change, and he shall pass over, and
offend, imputing this his power unto his god.’ [= Maka pikirannya
akan berubah, dan ia akan lewat, dan melanggar / tersandung,
memperhitungkan kekuatannya ini kepada allah / dewanya.].
RSV: ‘Then they sweep by like the wind and go on, guilty men,
whose own might is their god!’ [= Lalu mereka lewat seperti angin
dan berjalan terus, orang-orang yang bersalah, yang
kekuatannya sendiri adalah allah / dewa mereka!].
NIV: “Then they sweep past like the wind and go on - guilty men,
whose own strength is their god.’” [= Lalu mereka lewat seperti
angin dan berjalan terus - orang-orang yang bersalah, yang
kekuatannya sendiri adalah allah / dewa mereka.’].
NASB: “‘Then they will sweep through like the wind and pass on.
But they will be held guilty, They whose strength is their god.’” [=
‘Lalu mereka akan lewat seperti angin dan maju terus. Tetapi
mereka akan dianggap bersalah, Mereka yang kekuatannya
adalah allah / dewa mereka’.].

Kata Ibrani yang digunakan adalah RUAKH, oleh KJV


diterjemahkan ‘mind’ [= pikiran], tetapi oleh RSV/NIV/NASB
diterjemahkan ‘wind’ [= angin], sama seperti dalam terjemahan
LAI. Calvin menterjemahkan ‘spirit’ [= roh / pikiran].
Sedangkan kata Ibrani KHALAPH, oleh KJV diterjemahkan
‘change’ [= berubah], tetapi diterjemahkan ‘sweep by’ (RSV),
‘sweep past’ (NIV), dan ‘sweep through’ (NASB), yang semuanya
saya terjemahkan ‘lewat’. Kata Ibrani itu memang bisa
mempunyai kedua arti itu. LAI menterjemahkan ‘berlarilah’.
Calvin menterjemahkan ‘change’ [= berubah].

Calvin (tentang Hab 1:11): “And he says - ‘now he will change his
spirit.’ He bids the faithful to entertain hope, because the Chaldeans,
after having poured forth all their fury, will be punished by the Lord
for their arrogance, for it will be intolerable. ... It was then for this
reason that the Prophet mentions what he says here; it was that the
faithful might hope for some end to the violence of their enemies, for
God would check their pride when they should transgress.” [= Dan ia
berkata - ‘sekarang Ia akan mengubah roh / pikirannya’. Ia
meminta orang-orang yang setia mempertahankan pengharapan,
karena orang-orang Kasdim, setelah mencurahkan semua
kemarahan mereka, akan dihukum oleh Tuhan untuk
kesombongan mereka, karena itu tidak bisa ditoleransi. ... maka
itulah alasannya sehingga sang Nabi menyebutkan apa yang ia
katakan di sini; itu adalah supaya orang-orang yang setia bisa
berharap untuk suatu akhir dari kekejaman musuh-musuh mereka,
karena Allah akan mengekang kesombongan mereka pada waktu
mereka melanggar.].

Hab 1:12 - “Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku,


Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah
Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah
Kautentukan dia untuk menyiksa.”.

Calvin (tentang Hab 1:12): “Hence, the protection of God alone is


that which can deliver us from the danger of death. We now perceive
why the Prophet joins together these two things, ‘Thou art our God,’
and ‘We shall not die;’ nor can indeed the one be separated from the
other; for when we are under the protection of God, we must
necessarily continue safe and safe for ever;” [= Jadi, perlindungan
Allah saja yang bisa membebaskan kita dari bahaya kematian.
Sekarang kita mengerti mengapa sang Nabi menggabungkan kedua
hal ini, ‘Engkaulah Allah kami’, dan ‘Kami tidak akan mati’;
karena memang yang satu tak bisa dipisahkan dari yang lain;
karena pada waktu kita berada di bawah perlindungan Allah, kita
pasti terus aman selama-lamanya;].

Calvin (tentang Hab 1:12): “There is, moreover, much weight in the
words which follow, ‘Jehovah! for judgment has thou set him.’ This
temptation ever occurs to us, whenever we strive to put our trust in
God - ‘What does this mean? for God now forsakes us, and exposes
us to the caprice of the wicked: they are allowed to do what they
please, and God interferes not. How, then, can we cherish hope under
these perplexities?’ The Prophet now sets up a shield against this
temptations - ‘Thou,’ he says, ‘hast appointed him for judgment.’ For
he ascribes it to God’s providence, that the Assyrians had with so
much wantonness wasted the land, or would waste it when they came;
for he speaks of things yet future - ‘Thou,’ he says, ‘hast appointed
him for judgment.’” [= Selanjutnya / lebih lagi, di sana ada
kekuatan dalam kata-kata yang selanjutnya, ‘Yehovah! untuk
penghakiman telah engkau tentukan dia’. Pencobaan ini selalu
terjadi kepada kita, kapanpun kita berusaha / bergumul untuk
meletakkan kepercayaan kita kepada Allah - ‘Apa artinya ini?
karena sekarang Allah meninggalkan kita, dan membuat kita
terbuka terhadap perubahan pikiran / tindakan dari orang-orang
jahat: mereka diijinkan untuk melakukan apa yang mereka
senangi, dan Allah tidak ikut campur. Lalu bagaimana kita bisa
berharap di bawah keadaan-keadaan yang membingungkan ini?’
Sang Nabi sekarang mendirikan sebuah perisai terhadap
pencobaan-pencobaan ini - ‘Engkau’, katanya, ‘telah menetapkan
dia untuk penghakiman’. Karena ia menganggapnya berasal dari
Providensia Allah, sehingga orang-orang Asyur telah
menghancurkan negeri itu dengan begitu banyak kekejaman / ke-
asusila-an, atau akan menghancurkan pada waktu mereka datang;
karena ia berbicara tentang hal-hal yang akan datang - ‘Engkau’,
katanya, ‘telah menetapkan dia untuk penghakiman’.].
Catatan: saya tidak mengerti dari mana Calvin tahu-tahu
mengatakan ‘the Assyrians’ [= orang-orang Asyur], dan bukannya
‘the Chaldeans’ [= orang-orang Kasdim].
Tetapi link ini kelihatannya mencampur-adukkan keduanya:
https://www.quora.com/What-are-the-differences-between-the-
Chaldean-and-Assyrian-people

Calvin (tentang Hab 1:12): “This is a truth much needed: for Satan
darkens, as with clouds, the favor of God, when any adversity
happens to us, and when God himself thus proves our faith. But
adversities are as it were clouds, excluding us from seeing God’s
favour, as the light of the sun appears not to us when the sky is
darkened. ... In that case our faith cannot stand firm, except the
providence of God comes to our view, so that we may know, in the
midst of such confusion, why he permits so much liberty to the
wicked, and also how their attempts may turn out, and what may be
the issue. Except then we be fully persuaded, that God by his secret
providence regulates all these confusions, Satan will a hundred times
a day, yea every moment, shake that confidence which ought to
repose in God. ... ‘The Assyrians indeed do lay waste thy land as with
an unbridled wantonness, they plunder thy people, and with impunity
slay the innocent; but, O Lord, this is not done but by thy permission:
Thou overrules all these confused proceedings, nor is all this done by
thee without a cause. Thou, Jehovah, ‘hast for judgment appointed
him.’ - Judgment is to be taken for chastisement.” [= Ini adalah
suatu kebenaran yang banyak dibutuhkan: karena Iblis
menggelapkan, seperti dengan awan-awan, kebaikan Allah, pada
waktu kemalangan / bencana apapun terjadi kepada kita, dan pada
waktu Allah sendiri menguji iman kita dengan cara ini. Tetapi
kemalangan / bencana adalah seperti awan-awan, mencegah kita
dari melihat kebaikan Allah, seperti sinar matahari tak terlihat
oleh kita pada waktu langit digelapkan. ... Dalam kasus seperti itu
iman kita tidak bisa berdiri teguh, kecuali Providensia Allah
datang pada pandangan kita, sehingga kita bisa tahu, di tengah-
tengah kebingungan / kekacauan seperti itu, mengapa Ia
mengijinkan begitu banyak kebebasan kepada orang-orang jahat,
dan juga bagaimana akhirnya usaha-usaha mereka, dan apa
hasilnya. Kecuali pada saat itu kita sepenuhnya diyakinkan, bahwa
Allah oleh providensia rahasiaNya mengatur semua kebingungan /
kekacauan ini, Iblis akan 100 x sehari, ya bahkan setiap saat,
menggoncangkan keyakinan itu yang seharusnya beristirahat /
tenang di dalam Allah. ... ‘Orang-orang Asyur memang
menghancurkan negerimu seperti dengan suatu kekejaman / ke-
asusila-an yang tidak dikekang; tetapi ya Tuhan, ini tidak terjadi
kecuali oleh ijinMu: Engkau menjalankan pemerintahan atas
semua deretan peristiwa-peristiwa yang membingungkan / kacau
ini, juga semua ini tidak Engkau lakukan tanpa suatu alasan.
Engkau, Yehovah, ‘telah menetapkan dia untuk penghakiman’. -
Penghakiman harus diartikan sebagai hajaran.].

Kalau Yehuda karena berdosa / menyembah berhala dsb, dihajar


dengan bencana-bencana yang membingungkan, maka lebih
parah lagi, kalau tanpa ada kesalahan, orang mengalami
bencana-bencana yang membingungkan seperti itu. Tadi malam
saya melihat di Youtube dan Google, sejarah dari lagu ‘I have
decided to follow Jesus’ [= Mengikut Yesus keputusanku], yang
saya berikan di bawah ini, beserta dengan link-linknya.

https://en.m.wikipedia.org/wiki/I_Have_Decided_to_Follow_Jesus

“It was written by Simon Marak, from Jorhat, Assam. However,


according to Dr P. Job, the lyrics are based on the last words of
Nokseng, a Garo man, a tribe from Meghalaya which then was in
Assam, who along with his family decided to follow Jesus Christ in the
middle of the 19th century through the efforts of an American Baptist
missionary. Called to renounce his faith by the village chief, the
convert declared, ‘I have decided to follow Jesus.’ His two children
were killed and in response to threats to his wife, he continued,
‘Though none go with me, still I will follow.’ His wife was killed, and
he was executed while singing, ‘The cross before me, the world behind
me.’ This display of faith is reported to have led to the conversion of
the chief and others in the village. The fierce opposition is possible, as
various tribes in that area were formerly renowned for head-hunting.”
http://library.timelesstruths.org/music/
I_Have_Decided_to_Follow_Jesus/

I have decided to follow Jesus;


I have decided to follow Jesus;
I have decided to follow Jesus;
No turning back, no turning back.

The world behind me, the cross before me;


The world behind me, the cross before me;
The world behind me, the cross before me;
No turning back, no turning back.

Though none go with me, still I will follow;


Though none go with me, still I will follow;
Though none go with me, still I will follow;
No turning back, no turning back.

Bdk. Luk 14:26-27 - “(26) ‘Jikalau seorang datang kepadaKu dan


ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya,
saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya
sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu. (27) Barangsiapa tidak
memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi
muridKu.”.

Pada waktu mendengar lagu ini, dan membaca sejarahnya, juga


menonton link Youtube yang mendramakan sejarahnya itu, saya
merasa Tuhan berbicara kepada saya: “Kalau orang itu dengan
bencana yang begitu hebat bisa ikut Yesus sampai mati, bagaimana
dengan kamu yang mengalami bencana yang cuma seperti itu???”.

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 16 Mei 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (17)


31)Zakh 14:2 - “Aku akan mengumpulkan segala bangsa untuk
memerangi Yerusalem; kota itu akan direbut, rumah-rumah akan
dirampoki dan perempuan-perempuan akan ditiduri. Setengah
dari penduduk kota itu harus pergi ke dalam pembuangan, tetapi
selebihnya dari bangsa itu tidak akan dilenyapkan dari kota itu.”.
Kitab Suci Indonesia: ‘akan ditiduri’.
KJV/RSV/NASB/ASV/NKJV: ‘ravished’ [= diperkosa / diculik].
NIV: ‘raped’ [= diperkosa].

Ayat ini mengatakan bahwa Tuhan bekerja mengumpulkan


segala bangsa untuk memerangi Yehuda / Yerusalem dan
mengalahkannya, lalu merampok / menjarah dan bahkan
melakukan pemerkosaan di sana.

Calvin: “He afterwards adds, ‘I will gather all nations against


Jerusalem.’ He confirms what I have already said, that God would be
the author of those calamities, and thus he puts a restraint on the
Jews, that they might not expostulate with him respecting the severity
of their punishment. He then shortly intimates, that the nations would
not come by chance to attack Jerusalem; and that whatever
commotions would arise, they could not be ascribed to chance or to
fortune, or to the purposes of men, but to the decree of heaven. ... He
might have said in a briefer manner, ‘All the nations shall conspire;’
but he ascribes this to God, and says, that he will bring them, like a
prince, who collects an army, which he commands to fight under his
banner.” [= Ia belakangan menambahkan, ‘Aku akan
mengumpulkan segala bangsa terhadap / menentang Yerusalem’.
Ia meneguhkan apa yang telah saya katakan, bahwa Allah adalah
Pencipta dari bencana-bencana itu, dan demikianlah Ia meletakkan
suatu kekang kepada orang-orang Yahudi, supaya mereka tidak
memprotest Dia berkenaan dengan kerasnya penghukuman
mereka. Ia lalu menunjukkan secara singkat, bahwa bangsa-bangsa
itu bukan datang karena kebetulan untuk menyerang Yerusalem ;
dan bahwa kekacauan apapun yang muncul, itu tak bisa dianggap
berasal dari kebetulan, atau dari rencana-rencana manusia, tetapi
dari ketetapan dari surga. ... Ia bisa telah berkata dengan suatu
cara yang lebih singkat, ‘Segala bangsa akan bergabung /
berkomplot’; tetapi ia menganggap ini berasal dari Allah, dan
berkata, bahwa Ia akan membawa mereka, seperti seorang
Pangeran, yang mengumpulkan suatu pasukan, yang Ia
perintahkan untuk berperang di bawah panjiNya.].

32)Mat 11:25-27 - “(25) Pada waktu itu berkatalah Yesus: ‘Aku


bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena
semuanya itu ENGKAU SEMBUNYIKAN bagi orang bijak dan
orang pandai, tetapi ENGKAU NYATAKAN kepada orang kecil.
(26) Ya Bapa, itulah yang berkenan kepadaMu. (27) Semua telah
diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak seorangpun
mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa
selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan
menyatakannya.”.

Ay 25 akhir: ‘orang kecil’.


KJV/RSV/NASB: ‘babes’ [= bayi-bayi].
NIV: ‘children’ [= anak-anak].
Bible Works mengatakan bahwa kata Yunani NEPSIOS yang
digunakan di sini bisa diartikan ‘bayi’, ‘anak kecil’, dan juga
‘secara kiasan menunjuk kepada orang yang tak mempunyai
pengertian’.

Tuhan menyatakan Injil kepada orang kecil, tetapi Ia


menyembunyikan Injil terhadap orang bijak / pandai. Ini membuat
yang terakhir ini tidak mungkin bisa percaya kepada Kristus,
padahal ketidakpercayaan kepada Kristus adalah dosa.

Calvin (tentang Mat 11:25): “here Christ withdraws his disciples


from a proud and haughty imagination, that they may not venture to
despise that mean and obscure condition of his Church, in which he
delights and rejoices. To restrain more fully that curiosity which is
constantly springing up in the minds of men, he rises above the world,
and contemplates the secret decrees of God, that he may lead others to
unite with him in admiring them. And certainly, though this
appointment of God contradicts our senses, we discover not only blind
arrogance, but excessive madness, if we murmur against it, while
Christ our Head adores it with reverence.” [= di sini Kristus menarik
murid-muridNya dari suatu khayalan yang sombong dan angkuh,
supaya mereka tidak mengambil resiko dengan meremehkan /
merendahkan keadaan yang hina dan rendah dari GerejaNya,
dalam mana Ia berkenan dan bersukacita. Untuk mengekang
dengan lebih penuh keingin-tahuan itu, yang terus menerus muncul
dalam pikiran manusia, Ia naik melampaui dunia, dan
merenungkan ketetapan-ketetapan rahasia dari Allah, supaya Ia
bisa membimbing orang-orang lain untuk bersatu dengan Dia
dalam mengagumi mereka. Dan pastilah, sekalipun penetapan
Allah ini bertentangan dengan pikiran kita, kita mendapati bukan
hanya ketidak-tahuan yang buta, tetapi kegilaan yang berlebihan,
jika kita bersungut-sungut terhadapnya, sedangkan Kristus Kepala
kita memujanya dengan rasa hormat.].

Calvin (tentang Mat 11:25): “We must now inquire in what respect
he glorifies the Father. It is because, while he was Lord of the whole
world, he preferred ‘children and ignorant persons to the wise.’ ... in
this manner he declares that it is a distinction which depends entirely
on the will of God, that the wise remain blind, while the ignorant and
unlearned receive the mysteries of the Gospel.” [= Sekarang kita
harus mempertanyakan dalam arti apa Ia memuliakan Bapa. Itu
adalah karena, sementara Ia adalah Tuhan dari seluruh dunia, Ia
lebih memilih ‘anak-anak dan orang-orang yang tak punya
pengetahuan dari pada orang-orang yang bijaksana’. ... dengan
cara ini Ia menyatakan bahwa itu adalah suatu pembedaan yang
tergantung sepenuhnya pada kehendak Allah, bahwa orang-orang
bijaksana tetap buta, sedangkan orang-orang yang tak mempunyai
pengetahuan dan tak terpelajar menerima misteri dari Injil.].

Bdk. 1Kor 1:26-29 - “(26) Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana


keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia
tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang
berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. (27) Tetapi apa
yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-
orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih
Allah untuk memalukan apa yang kuat, (28) dan apa yang tidak
terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa
yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang
berarti, (29) supaya jangan ada seorang manusiapun yang
memegahkan diri di hadapan Allah.”.
Calvin (tentang Mat 11:25): “This expression implies two things.
First, that all do not obey the Gospel arises from no want of power on
the part of God, who could easily have brought all the creatures into
subjection to his government. Secondly, that some arrive at faith,
while others remain hardened and obstinate, is accomplished by his
free election; for, drawing some, and passing by others, he alone
makes a distinction among men, whose condition by nature is alike.
In choosing ‘little children’ rather than the wise, he has a regard to
his glory; for the flesh is too apt to rise, and if able and learned men
had led the way, it would soon have come to be the general
conviction, that men obtain faith by their skill, or industry, or
learning. In no other way can the mercy of God be so fully known as
it ought to be, than by making such a choice, from which it is evident,
that whatever men bring from themselves is nothing; and therefore
human wisdom is justly thrown down, that it may not obscure the
praise of divine grace.” [= Ungkapan ini secara implicit menunjuk
pada dua hal. Pertama, bahwa semua yang tidak mentaati Injil
muncul bukan karena kekurangan kuasa dari pihak Allah, yang
dengan mudah bisa telah membawa semua makhluk ke dalam
ketundukan pada pemerintahanNya. Kedua, bahwa sebagian
sampai pada iman, sedangkan yang lain tetap dikeraskan dan tegar
tengkuk, tercapai oleh pemilihan bebasNya; karena, dalam
menarik sebagian, dan melewati yang lain, Ia sendiri membuat
suatu pembedaan di antara manusia, yang keadaan alamiahnya
adalah sama. Dalam memilih ‘anak-anak kecil’ dan bukannya
‘orang-orang bijak’, Ia mempunyai suatu kepedulian terhadap
kemuliaanNya; karena daging terlalu condong untuk naik, dan jika
orang-orang yang kompetent dan orang-orang terpelajar telah
mendahului, itu dengan cepat akan sudah sampai pada keyakinan
umum, bahwa manusia mendapatkan iman oleh keahlian, atau
kerajinan, atau pembelajaran mereka. Tidak bisa dengan cara lain
apapun belas kasihan Allah bisa diketahui sepenuhnya seperti yang
seharusnya, dari pada dengan membuat suatu pemilihan seperti
itu, dari mana adalah jelas, bahwa apapun yang manusia bawa dari
diri mereka sendiri adalah nihil; dan karena itu hikmat manusia
secara benar dihancurkan, supaya itu tidak mengaburkan pujian
terhadap kasih karunia Ilahi.].

Calvin (tentang Mat 11:25): “we infer, that the statement made by
Christ is not universal, when he says, that the mysteries of the Gospel
are ‘hidden from the wise.’ If out of five wise men four reject the
Gospel and one embraces it, and if, out of an equal number of
unlearned persons, two or three become disciples of Christ, this
statement is fulfilled. This is also confirmed by that passage in Paul’s
writings, which I lately quoted; for he does not exclude from the
kingdom of God all the wise, and noble, and mighty, but only declares
that it does not contain many of them.” [= kami menyimpulkan,
bahwa pernyataan yang dibuat oleh Kristus bukan bersifat
universal, pada waktu Ia berkata, bahwa misteri Injil
‘disembunyikan dari orang-orang bijak’. Jika dari 5 orang bijak 4
menolak Injil dan satu mempercayainya, dan jika, dari jumlah
yang sama dari orang-orang yang tak terpelajar, 2 atau 3 orang
menjadi murid-murid Kristus, pernyataan ini tergenapi. Ini juga
diteguhkan oleh text dalam tulisan Paulus, yang baru saya kutip;
karena ia tidak mengeluarkan dari kerajaan Allah semua orang
bijak, dan mulia dan kuat, tetapi hanya menyatakan bahwa itu
tidak menampung banyak orang dari mereka.].

Calvin (tentang Mat 11:25): “It now remains to explain what is


meant by ‘revealing’ and ‘hiding.’ That Christ does not speak of the
outward preaching may be inferred with certainty from this
circumstance, that he presented himself as a Teacher to all without
distinction, and enjoined his Apostles to do the same. The meaning
therefore is, that no man can obtain faith by his own acuteness, but
only by the secret illumination of the Spirit.” [= Sekarang tersisa
untuk menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan ‘menyatakan’
dan ‘menyembunyikan’. Bahwa Kristus tidak berbicara tentang
khotbah lahiriah bisa disimpulkan dengan pasti dari keadaan ini,
dimana Ia menyediakan diriNya sendiri sebagai seorang Guru bagi
semua orang tanpa pembedaan, dan memerintahkan Rasul-
rasulNya melakukan hal yang sama. Karena itu artinya adalah,
bahwa tak seorangpun bisa mendapatkan iman oleh pengertian /
penilaiannya sendiri, tetapi hanya oleh pencerahan rahasia dari
Roh.].

33)Yoh 12:37-40 - “(37) Dan meskipun Yesus mengadakan begitu


banyak mujizat di depan mata mereka, namun mereka tidak
percaya kepadaNya, (38) supaya genaplah firman yang
disampaikan oleh nabi Yesaya: ‘Tuhan, siapakah yang percaya
kepada pemberitaan kami? Dan kepada siapakah tangan
[KJV/RSV/NIV/NASB: ‘arm’ {= lengan}] kekuasaan Tuhan
dinyatakan?’ (39) Karena itu mereka tidak dapat percaya, sebab
Yesaya telah berkata juga: (40) ‘Ia telah membutakan mata dan
mendegilkan hati mereka, supaya mereka jangan melihat dengan
mata, dan menanggap dengan hati, lalu berbalik, sehingga Aku
menyembuhkan mereka.’” (bdk. Mark 4:11-12).

Calvin (tentang Yoh 12:38): “The word ‘arm,’ it is well known,


denotes ‘power.’ The prophet declares that ‘the arm of God,’ which is
contained in the doctrine of the Gospel, lies hid until it is revealed,
and at the same time testifies that all are not indiscriminately
partakers of this revelation. Hence it follows, that many are left in
their blindness destitute of inward light, because ‘hearing they do not
hear,’ (Matthew 13:13.)” [= Kata ‘lengan’, dikenal dengan baik,
menunjuk pada ‘kuasa’. Sang nabi menyatakan bahwa ‘lengan
Allah’, yang ada dalam ajaran dari Injil, tersembunyi sampai itu
dinyatakan, dan pada saat yang sama menyaksikan bahwa tidak
semua tanpa pembedaan merupakan pengambil-pengambil bagian
dari wahyu ini. Karena itu akibatnya adalah banyak orang
tertinggal dalam kebutaan mereka tanpa terang di dalam mereka,
karena ‘sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar’, (Mat
13:13).].

Mat 13:11-15 - “(11) Jawab Yesus: ‘Kepadamu diberi karunia


untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka
tidak. (12) Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi,
sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai,
apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. (13)
Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada
mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan
sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak
mengerti. (14) Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang
berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak
mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak
menanggap. (15) Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan
telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup;
supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar
dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik
sehingga Aku menyembuhkan mereka.”.

Calvin (tentang Yoh 12:39): “‘Therefore they could not believe.’


This is somewhat more harsh; because, if the words be taken in their
natural meaning, the way was shut up against the Jews, and the
power of believing was taken from them, because the prediction of the
prophet adjudged them to blindness, before they determined what
choice they should make. I reply, there is no absurdity in this, if
nothing could happen different from what God had foreseen. But it
ought to be observed, that the mere foreknowledge of God is not in
itself the cause of events; ... For God declares not what he beholds
from heaven that men will do, but what He himself will do; and that
is, that he will strike wicked men with giddiness and stupidity, and
thus will take vengeance on their obstinate wickedness. In this
passage he points out the nearer and inferior cause why God intends
that his word, which is in its own nature salutary and quickening,
shall be destructive and deadly to the Jews. It is because they deserved
it by their obstinate wickedness. This punishment it was impossible
for them to escape, because God had once decreed to give them over
to a reprobate mind, and to change the light of his word, so as to
make it darkness to them.” [= ‘Karena itu mereka tidak bisa
percaya’. Ini agak lebih keras; karena, jika kata-kata itu diambil
dalam arti yang wajar / alamiah, jalan ditutup terhadap orang-
orang Yahudi, dan kuasa untuk percaya diambil dari mereka,
karena ramalan dari sang nabi menyatakan mereka pada
kebutaan, sebelum mereka menentukan pilihan apa yang harus
mereka buat. Saya menjawab, di sana tidak ada kekonyolan dalam
hal ini, jika tak ada apapun bisa terjadi berbeda dengan apa yang
Allah telah lihat lebih dulu. Tetapi harus diperhatikan, bahwa
semata-mata pra pengetahuan Allah dalam dirinya sendiri
bukanlah penyebab dari kejadian ini; ... Karena Allah menyatakan
bukan apa yang Ia lihat dari surga yang manusia akan lakukan,
tetapi apa yang Ia sendiri akan lakukan (lihat ay 40); dan itu adalah
bahwa Ia akan memukul orang-orang jahat dengan kebodohan dan
ketololan, dan dengan demikian akan membalas kejahatan mereka
yang keras kepala. Dalam text ini Ia menunjukkan penyebab yang
lebih dekat dan lebih rendah mengapa Allah memaksudkan supaya
firmanNya, yang dalam sifat dasarnya sendiri bersifat sehat dan
menghidupkan, akan bersifat menghancurkan dan mematikan bagi
orang-orang Yahudi. Itu adalah karena mereka layak
mendapatkannya oleh kejahatan mereka yang keras kepala (lihat
ay 37-38). Mereka tidak mungkin bisa lolos dari hukuman ini,
karena Allah telah menetapkan untuk menyerahkan mereka pada
suatu pikiran yang jahat / ditentukan untuk binasa, dan untuk
mengubah terang dari firmanNya, sehingga membuatnya menjadi
kegelapan bagi mereka.].

Calvin (tentang Yoh 12:40): “‘He hath blinded their eyes, and
hardened their heart.’ The passage is taken from Isaiah 6:9, where
the Lord forewarns the prophet, that the labor which he spends in
instructing will lead to no other result than to make the people worse.
First then he says, Go, and tell this people, ‘Hearing, hear and do not
hear;’ as if he had said, ‘I send thee to speak to the deaf.’ He
afterwards adds, ‘Harden the heart of this people, etc.’ By these
words he means, that he intends to make his word a punishment to
the reprobate, that it may render them more thoroughly blind, and
that their blindness may be plunged in deeper darkness. It is indeed a
dreadful judgment of God, when He overwhelms men by the light of
doctrine, in such a manner as to deprive them of all understanding;
and when, even by means of that which is their only light, he brings
darkness upon them. But it ought to be observed, that it is accidental
to the word of God, that it blinds men; for nothing can be more
inconsistent than that there should be no difference between truth
and falsehood, that the bread of life should become a deadly poison,
and that medicine should aggravate a disease. But this must be
ascribed to the wickedness of men, which turns life into death. It
ought also to be observed, that sometimes the Lord, by himself, blinds
the minds of men, by depriving them of judgment and understanding;
sometimes by Satan and false prophets, when he maddens them by
their impostures; sometimes too by his ministers, when the doctrine of
salvation is injurious and deadly to them. But provided that prophets
labor faithfully in the work of instruction, and commit to the Lord the
result of their labor, though they may not succeed to their wish, they
ought not to give way or despond. Let them rather be satisfied with
knowing that God approves of their labor, though it be useless to
men: and that even the savor of doctrine, which wicked men render
deadly to themselves, ‘is good and pleasant to God,’ as Paul testifies,
(2 Corinthians 2:15.)” [= ‘Ia telah membutakan mata mereka, dan
mengeraskan hati mereka’. Text ini diambil dari Yes 6:9, dimana
Tuhan memperingatkan lebih dulu sang nabi, bahwa jerih payah
yang ia habiskan dalam memberi instruksi tidak akan
membimbing pada hasil apapun selain membuat bangsa itu makin
buruk. Jadi, mula-mula Ia berkata, Pergilah dan beritahu bangsa
ini, ‘Mendengar dan mendengar, tetapi tidak mendengar’; seakan-
akan Ia telah berkata, ‘Aku mengutus engkau untuk berbicara
kepada orang-orang tuli’. Ia lalu menambahkan, ‘Keraskanlah hati
dari bangsa ini, dst.’ Dengan kata-kata ini Ia memaksudkan bahwa
Ia bermaksud untuk membuat firmanNya suatu hukuman bagi
orang-orang yang jahat / ditentukan untuk binasa, supaya itu
membuat mereka makin buta sepenuhnya, dan supaya kebutaan
mereka bisa dilemparkan dalam kegelapan yang lebih dalam.
Memang merupakan suatu penghakiman yang menakutkan dari
Allah, pada waktu Ia membanjiri manusia dengan terang dari
ajaran ini, dengan cara sedemikian rupa sehingga mencabut /
menghilangkan dari mereka semua pengertian; dan pada waktu,
bahkan dengan cara itu yang adalah satu-satunya terang mereka,
Ia membawa kegelapan atas mereka. Tetapi harus diperhatikan,
bahwa itu adalah sifat yang menyimpang dari firman Allah, bahwa
itu membutakan manusia; karena tak ada apapun bisa lebih tidak
konsisten dari pada bahwa di sana tidak ada perbedaan antara
kebenaran dan kepalsuan / dusta, bahwa roti hidup menjadi suatu
racun yang mematikan, dan bahwa obat memperparah suatu
penyakit. Tetapi ini harus dianggap berasal dari kejahatan
manusia, yang mengubah kehidupan menjadi kematian. Juga harus
diperhatikan, bahwa kadang-kadang Tuhan sendiri, membutakan
pikiran manusia, dengan mencabut dari mereka penilaian dan
pengertian; kadang-kadang oleh Iblis dan nabi-nabi palsu, pada
waktu Ia membuat mereka menjadi gila oleh penipuan-penipuan
mereka; kadang-kadang juga oleh pelayan-pelayanNya, pada
waktu ajaran tentang keselamatan bersifat melukai dan mematikan
bagi mereka. Tetapi asal nabi-nabi berjerih payah dengan setia
dalam pekerjaan pengajaran dan menyerahkan kepada Tuhan
hasil dari jerih payah mereka, sekalipun mereka bisa tidak
mencapai keinginan mereka, mereka tidak boleh menyerah atau
putus asa / kecil hati. Sebaliknya hendaklah mereka puas dengan
mengetahui bahwa Allah merestui jerih payah mereka, sekalipun
itu tidak berguna bagi manusia: dan bahwa bahkan bau dari
ajaran, yang orang-orang jahat buat menjadi mematikan bagi diri
mereka sendiri, ‘adalah bagus dan menyenangkan bagi Allah’,
seperti Paulus saksikan, (2Kor 2:15).].

Yes 6:9-10 - “(9) Kemudian firmanNya: ‘Pergilah, dan katakanlah


kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti:
jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! (10)
Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat
mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan
mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan
telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi
sembuh.’”.

2Kor 2:15-16 - “(15) Sebab bagi Allah kami adalah bau yang
harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan
dan di antara mereka yang binasa. (16) Bagi yang terakhir kami
adalah bau kematian yang mematikan dan bagi yang pertama bau
kehidupan yang menghidupkan. Tetapi siapakah yang sanggup
menunaikan tugas yang demikian?”.

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 6 Juni 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (18)


34)Ro 11:7-8 - “(7) Jadi bagaimana? Israel tidak memperoleh apa
yang dikejarnya, tetapi orang-orang yang terpilih telah
memperolehnya. Dan orang-orang yang lain telah tegar hatinya, (8)
seperti ada tertulis: ‘Allah membuat mereka tidur nyenyak,
memberikan mata untuk tidak melihat dan telinga untuk tidak
mendengar, sampai kepada hari sekarang ini.’”.

Ayat ini mengatakan bahwa orang-orang Israel itu menjadi tegar


karena Allah membuat mereka tertidur, dan memberi mereka
mata / telinga yang tidak dapat melihat / mendengar. Jelas
bahwa ketegaran mereka merupakan pekerjaan Tuhan.

Calvin (tentang Ro 11:7): “For he distinctly compares with the


whole of Israel, or body of the people, the remnant which was to be
saved by God’s grace. It hence follows, that the cause of salvation
exists not in men, but depends on the good pleasure of God alone.” [=
Karena ia secara jelas membandingkan dengan seluruh Israel, atau
tubuh dari bangsa itu, sisa yang harus diselamatkan oleh kasih
karunia Allah. Karena itu, penyebab keselamatan tidak berada
dalam manusia, tetapi tergantung pada perkenan yang baik dari
Allah saja.].

Calvin (tentang Ro 11:7): “‘And the rest have been blinded.’ As the
elect alone are delivered by God’s grace from destruction, so all who
are not elected must necessarily remain blinded. For what Paul
means with regard to the reprobate is, - that the beginning of their
ruin and condemnation is from this - that they are forsaken by God.
The quotations which he adduces, collected from various parts of
Scripture, and not taken from one passage, do seem, all of them, to be
foreign to his purpose, when you closely examine them according to
their contexts; for you will find that in every passage, blindness and
hardening are mentioned as scourges, by which God punished crimes
already committed by the ungodly; but Paul labors to prove here, that
not those were blinded, who so deserved by their wickedness, but who
were rejected by God before the foundation of the world.” [= ‘Dan
sisanya telah dibutakan’. Karena orang-orang pilihan saja
dibebaskan oleh kasih karunia Allah dari kehancuran, maka semua
yang tidak dipilih pasti harus tetap dibutakan. Karena apa yang
Paulus maksudkan berkenaan dengan orang-orang yang
ditentukan untuk binasa adalah, - bahwa permulaan dari
kehancuran dan penghukuman mereka adalah dari ini - bahwa
mereka ditinggalkan oleh Allah. Kutipan-kutipan yang ia kutip
sebagai bukti / argumentasi, dikumpulkan dari bermacam-macam
bagian dari Kitab Suci, dan tidak diambil dari satu text, semua
mereka kelihatannya asing bagi tujuannya, pada waktu kamu
meneliti mereka dengan teliti sesuai dengan kontext mereka;
karena kamu akan mendapati bahwa dalam setiap text, kebutaan
dan pengerasan hati disebutkan sebagai cambuk-cambuk, dengan
mana Allah menghukum kejahatan-kejahatan yang sudah
dilakukan oleh orang-orang jahat; tetapi Paulus berjerih payah
untuk membuktikan di sini, bahwa mereka dibutakan bukan
karena mereka layak mendapatkannya karena kejahatan mereka,
tetapi karena mereka ditolak oleh Allah sebelum penciptaan
dunia.].

Catatan: saya tak mengerti apa yang Calvin maksudkan dengan


bagian yang saya beri warna hijau. Dan Editor dari Calvin’s
Commentary juga memberikan catatan kaki dan menyatakan
ketidak-setujuannya dengan komentar Calvin pada bagian ini.
Saya mengutip seluruh kutipan ini (khususnya yang saya beri
warna merah) hanya untuk menunjukkan bahwa jelas Calvin
mempunyai pandangan bahwa dosa ada dalam Rencana dan
Providensia Allah.

Calvin (tentang Ro 11:7): “You may thus briefly untie this knot, -
that the origin of the impiety which provokes God’s displeasure, is the
perversity of nature when forsaken by God. Paul therefore, while
speaking of eternal reprobation, has not without reason referred to
those things which proceed from it, as fruit from the tree or river from
the fountain. The ungodly are indeed, for their sins, visited by God’s
judgment with blindness; but if we seek for the source of their ruin,
we must come to this, - that being accursed by God, they cannot by all
their deeds, sayings, and purposes, get and obtain any thing but a
curse. Yet the cause of eternal reprobation is so hidden from us, that
nothing remains for us but to wonder at the incomprehensible
purpose of God, as we shall at length see by the conclusion.” [=
Kamu bisa dengan demikian secara cepat melepaskan ikatan /
kekusutan ini, - bahwa asal usul dari kejahatan yang
memprovokasi ketidak-senangan Allah, adalah kejahatan dari sifat
dasar (manusia) pada waktu ditinggalkan oleh Allah. Karena itu
Paulus, pada waktu berbicara tentang penentuan binasa yang
kekal, bukan tanpa alasan telah menunjuk pada hal-hal yang
keluar darinya, seperti buah dari pohon atau sungai dari sumber.
Memang orang-orang jahat, karena dosa-dosa mereka, dihukum
oleh penghakiman Allah dengan kebutaan; tetapi jika kita mencari
sumber dari kehancuran mereka, kita harus datang kepada hal ini,
- bahwa karena ada dalam keadaan dikutuk oleh Allah, mereka
tidak bisa, oleh semua tindakan, kata-kata, dan tujuan / rencana
mereka, mendapatkan apapun kecuali suatu kutuk. Tetapi
penyebab dari penentuan binasa yang kekal begitu tersembunyi
dari kita, sehingga tak ada apapun yang tersisa bagi kita kecuali
terheran-heran pada rencana Allah yang tak bisa dimengerti,
seperti pada akhirnya akan kita lihat oleh kesimpulannya.].

Calvin (tentang Ro 11:8): “The Prophet was indeed bidden to


harden the heart of the people: but Paul penetrates to the very
fountain, - that brutal stupor seizes on all the senses of men, after
they are given up to this madness, so that they excite themselves by
virulent stimulants against the truth. ... And he declares, that by the
secret judgment of God the reprobate are so demented, that being
stupified, they are incapable of forming a judgment; for when it is
said, that by seeing they see nothing, the dullness of their senses is
thereby intimated.” [= Sang Nabi memang diminta untuk
mengeraskan hati bangsa itu: tetapi Paulus menembus pada
sumbernya, - bahwa ketumpulan otak yang sangat parah
mencengkeram semua pikiran orang-orang itu, setelah mereka
diserahkan pada kegilaan ini, sehingga mereka membangkitkan
diri mereka sendiri oleh pendorong / perangsang yang sangat
bermusuhan terhadap kebenaran. ... Dan ia menyatakan, bahwa
oleh penghakiman rahasia dari Allah orang-orang yang ditentukan
untuk binasa begitu dijadikan bodoh, sehingga dengan
dibingungkan, mereka tidak mampu untuk membentuk penilaian;
karena pada waktu dikatakan, bahwa dengan melihat mereka tidak
melihat apapun, ketumpulan dari otak mereka ditunjukkan
dengannya.].
Bdk. Kis 28:25-27 - “(25) Maka bubarlah pertemuan itu dengan
tidak ada kesesuaian di antara mereka. Tetapi Paulus masih
mengatakan perkataan yang satu ini: ‘Tepatlah firman yang
disampaikan Roh Kudus kepada nenek moyang kita dengan
perantaraan nabi Yesaya: (26) Pergilah kepada bangsa ini, dan
katakanlah: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak
mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak
menanggap. (27) Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan
telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup;
supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar
dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik
sehingga Aku menyembuhkan mereka.”.

35)Ro 11:25-32 - “(25) Sebab, saudara-saudara, supaya kamu jangan


menganggap dirimu pandai, aku mau agar kamu mengetahui
rahasia ini: Sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah
yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk. (26) Dengan
jalan demikian seluruh Israel akan diselamatkan, seperti ada
tertulis: ‘Dari Sion akan datang Penebus, Ia akan menyingkirkan
segala kefasikan dari pada Yakub. (27) Dan inilah perjanjianKu
dengan mereka, apabila Aku menghapuskan dosa mereka.’ (28)
Mengenai Injil mereka adalah seteru Allah oleh karena kamu,
tetapi mengenai pilihan mereka adalah kekasih Allah oleh karena
nenek moyang. (29) Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan
panggilanNya. (30) Sebab sama seperti kamu dahulu tidak taat
kepada Allah, tetapi sekarang beroleh kemurahan oleh
ketidaktaatan mereka, (31) demikian juga mereka sekarang tidak
taat, supaya oleh kemurahan yang telah kamu peroleh, mereka
juga akan beroleh kemurahan. (32) Sebab Allah telah mengurung
semua orang dalam ketidak-taatan, supaya Ia dapat menunjukkan
kemurahanNya atas mereka semua.”.

Calvin (tentang Ro 11:25): “The meaning then is, - That God had in
a manner so blinded Israel, that while they refused the light of the
gospel, it might be transferred to the Gentiles, and that these might
occupy, as it were, the vacated possession. And so this blindness
served the providence of God in furthering the salvation of the
Gentiles, which he had designed. And the fullness of the Gentiles is to
be taken for a great number: for it was not to be, as before, when a
few proselytes connected themselves with the Jews; but such was to be
the change, that the Gentiles would form almost the entire body of the
Church.” [= Jadi, artinya adalah, - Bahwa Allah dengan suatu cara
telah membutakan Israel sedemikian rupa, sehingga pada waktu
mereka menolak terang dari injil, itu bisa ditransfer kepada orang-
orang non Yahudi, dan bahwa mereka ini bisa, seakan-akan,
menempati milik / daerah yang kosong / ditinggalkan. Dan
demikianlah kebutaan ini melayani Providensia Allah dalam
melanjutkan keselamatan dari orang-orang non Yahudi, yang telah
Ia rancang. Dan ‘jumlah yang penuh’ dari orang-orang non
Yahudi harus diartikan sebagai suatu jumlah yang besar: karena
itu bukanlah, seperti sebelumnya, pada waktu beberapa orang
proselit menghubungkan diri mereka sendiri dengan orang-orang
Yahudi; tetapi perubahannya adalah sedemikian rupa, sehingga
orang-orang non Yahudi akan membentuk hampir seluruh tubuh
dari Gereja.].

Kata-kata ‘seluruh Israel’ dalam ay 26 ditafsirkan secara


berbeda-beda. Ada banyak orang yang menafsirkan bahwa kata-
kata ini menunjuk kepada Israel secara jasmani, tetapi menurut
saya pandangan ini pasti salah. Calvin menganggap ini menunjuk
kepada Israel rohani, atau Gereja, yang terdiri dari orang-orang
Yahudi maupun orang-orang non Yahudi. William Hendriksen
menganggap Calvin salah, dan ia menafsirkan bahwa istilah itu
menunjuk kepada orang-orang Israel yang adalah orang-orang
pilihan.

Calvin (tentang Ro 11:28): “Their chief crime was unbelief: but


Paul teaches us, that they were thus blinded for a time by God’s
providence, that a way to the gospel might be made for the Gentiles;”
[= Kejahatan terutama mereka adalah ketidakpercayaan: tetapi
Paulus mengajar kita, bahwa mereka dibutakan seperti itu untuk
suatu waktu oleh Providensia Allah, sehingga suatu jalan bagi injil
bisa dibuat untuk orang-orang non Yahudi;].

Ay 32 boleh dikatakan merupakan kesimpulan dari seluruh text di


atas. Semua orang, baik Yahudi maupun non Yahudi, mula-mula
dikurung dalam ketidak-taatan, dan tujuannya supaya Allah dapat
menunjukkan kemurahan / belas kasihanNya atas mereka
semua.

Ro 11:32 - “Sebab Allah telah mengurung semua orang dalam


ketidak-taatan, supaya Ia dapat menunjukkan kemurahanNya atas
mereka semua.”.
Kata-kata ‘Allah telah mengurung semua orang dalam ketidak-
taatan’ dalam Ro 11:32 jelas menunjukkan bahwa Allah bekerja
sedemikian rupa sehingga orang-orang itu terus tidak taat /
berbuat dosa, dan tentu saja, mereka juga terus tidak percaya,
sampai saat dimana Allah menunjukkan kemurahan / belas
kasihan kepada mereka.

36)2Tes 2:11-12 - “(11) Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan


kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan
dusta, (12) supaya dihukum semua orang yang tidak percaya akan
kebenaran dan yang suka kejahatan.”.

Ayat ini mengatakan bahwa Allah mendatangkan kesesatan atas


mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta!

Calvin: “He means that errors will not merely have a place, but the
wicked will be blinded, so that they will rush forward to ruin without
consideration. For as God enlightens us inwardly by his Spirit, that
his doctrine may be efficacious in us, and opens our eyes and hearts,
that it may make its way thither, so by a righteous judgment he
delivers over to a ‘reprobate mind’ (Romans 1:28) those whom he has
appointed to destruction, that with closed eyes and a senseless mind,
they may, as if bewitched, deliver themselves over to Satan and his
ministers to be deceived.” [= Ia memaksudkan bahwa kesalahan-
kesalahan tidak akan hanya mempunyai suatu tempat, tetapi orang
jahat akan dibutakan, sehingga mereka akan berjalan cepat-cepat
pada kehancuran tanpa pertimbangan. Karena seperti Allah
menerangi kita secara batin oleh RohNya, sehingga ajaranNya bisa
efektif di dalam kita, dan membuka mata dan hati kita, sehingga
itu bisa membuat jalannya ke sana, demikian juga oleh suatu
penghakiman yang benar / adil Ia menyerahkan pada suatu
‘pikiran jahat / terkutuk’ (Ro 1:28) mereka yang telah Ia tetapkan
pada kehancuran, yang dengan mata tertutup dan suatu pikiran
yang bodoh, mereka bisa, seakan-akan disihir, menyerahkan diri
mereka sendiri kepada Iblis dan pelayan-pelayannya untuk
ditipu.].

37)Wah 17:17 - “Sebab Allah telah menerangi hati mereka untuk


melakukan kehendakNya dengan seia sekata dan untuk
memberikan pemerintahan mereka kepada binatang itu, sampai
segala firman Allah telah digenapi.”.
Kata-kata ‘telah menerangi hati mereka’ salah terjemahan secara
fatal! Kalau diterjemahkan seperti ini, maka Allah melakukan
sesuatu yang positif untuk mereka. Padahal seharusnya seperti
dalam terjemahan dari Alkitab-Alkitab bahasa Inggris, yang
menunjukkan bahwa Allah melakukan hal yang negatif untuk /
terhadap mereka.

NIV: “For God has put it into their hearts to accomplish his
purpose by agreeing to give the beast their power to rule, until
God’s words are fulfilled.” [= Karena Allah telah memasukkan hal
itu kedalam hati mereka untuk melaksanakan tujuan /
rencanaNya dengan menyetujui untuk memberikan binatang itu
kuasa untuk memerintah, sampai firman Allah tergenapi.].

KJV/RSV/NASB/ASV/NKJV kurang lebih sama dengan NIV.

Ini menunjukkan bahwa Allah bekerja dalam hati orang-orang itu


sehingga orang-orang itu mau tunduk kepada binatang itu, dan ini
melaksanakan rencana Allah!

Karena Calvin tidak menulis tafsiran tentang kitab Wahyu, maka


di sini saya memberikan tafsiran William Hendriksen.

William Hendriksen: “God Himself finally hardens the hearts of


those who have hardened themselves against His repeated warnings
(verse 17). Revelation 17:16,17 is a lesson for every day. It reveals the
course of worldly individuals: first, they become infatuated with the
pleasures and treasures of the world, and harden themselves against
God; then they are hardened; finally, when it is too late, they
experience a revulsion of feeling. They are punished by the results of
their own foolishness.” [= Allah sendiri akhirnya mengeraskan hati
dari mereka yang telah mengeraskan diri mereka sendiri terhadap
peringatan-peringatanNya yang berulang-ulang (ay 17). Wah
17:16,17 merupakan suatu pelajaran untuk setiap hari. Itu
menyatakan jalan dari individu-individu duniawi: pertama-tama,
mereka menjadi tergila-gila dengan kesenangan-kesenangan dan
kekayaan dari dunia, dan mengeraskan diri mereka sendiri
terhadap Allah; lalu mereka dikeraskan; akhirnya, pada waktu
sudah terlambat, mereka mengalami suatu perasaan jijik. Mereka
dihukum oleh hasil dari kebodohan mereka sendiri.] - ‘More Than
Conquerors’, hal 173.
Kalau saudara betul-betul ingin mengetahui apakah doktrin
Providence of God ini betul-betul merupakan ajaran Kitab Suci,
bacalah dan renungkanlah semua ayat-ayat di atas ini dengan teliti,
dan lalu renungkan satu hal ini: kalau saudara menolak doktrin
Providence of God ini, bagaimana saudara menafsirkan semua ayat di
atas ini?

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 27 Juni 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (19)


D) Allah mempunyai tujuan yang baik.

Sekalipun ada dosa dalam Providence of God, itu tentu tidak berarti
bahwa dosa itu merupakan tujuan akhir dari Allah. Kalau Allah
menetapkan terjadinya dosa dan lalu melaksanakan rencanaNya
itu, maka tentu Ia mempunyai tujuan yang baik.

John Calvin: “Moreover, as men’s dispositions are inclined to vain


subtleties, any who do not hold fast to a good and right use of this
doctrine can hardly avoid entangling themselves in inscrutable
difficulties. Therefore it is expedient here to discuss briefly to what end
Scripture teaches that all things are divinely ordained.” [= Selanjutnya,
karena karakter manusia condong pada kelicikan / kecerdikan yang
sia-sia, siapapun yang tidak berpegang kuat-kuat pada suatu
penggunaan yang baik dan benar dari doktrin ini tak bisa terhindar
dari melibatkan diri mereka sendiri dalam kesukaran-kesukaran
yang tidak bisa dimengerti. Karena itu adalah tepat di sini untuk
mendiskusikan secara singkat pada tujuan apa Kitab Suci mengajar
bahwa segala sesuatu ditentukan secara ilahi / oleh Allah.] - ‘Institutes
of The Christian Religion’, Book I, Chapter 17, no 1.

John Calvin: “It is, indeed, true that if we had quiet and composed
minds ready to learn, the final outcome would show that God always has
the best reason for his plan: either to instruct his own people in patience,
or to correct their wicked affections and tame their lust, or to subjugate
them to self-denial, or to arouse them from sluggishness; again, to bring
low the proud, to shatter the cunning of the impious and to overthrow
their devices.” [= Memang benar bahwa jika kita mempunyai pikiran
tenang yang siap untuk belajar, hasil akhir akan menunjukkan bahwa
Allah selalu mempunyai alasan yang terbaik untuk rencanaNya: atau
untuk mengajar umatNya sendiri dalam kesabaran, atau untuk
membetulkan / mengkoreksi perasaan jahat mereka dan menjinakkan
nafsu mereka, atau untuk menundukkan mereka pada penyangkalan
diri; atau untuk membangunkan mereka dari kemalasan mereka;
selanjutnya, untuk merendahkan orang sombong, menghancurkan
kelicikan dari orang-orang jahat dan membalikkan rencana-rencana
mereka.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 17,
no 1.

Bdk. Yoh 9:1-3 - “(1) Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang
yang buta sejak lahirnya. (2) Murid-muridNya bertanya kepadaNya:
‘Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang
tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?’ (3) Jawab Yesus: ‘Bukan dia
dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan
Allah harus dinyatakan di dalam dia.”.

John Calvin: “For concerning the man born blind he says: ‘Neither he
nor his parents sinned, but that God’s glory may be manifested in him’
(John 9:3 p.). For here our nature cries out, when calamity comes
before birth itself, as if God with so little mercy thus punished the
undeserving. Yet Christ testifies that in this miracle the glory of his
Father shines, provided our eyes be pure.” [= Karena berkenaan
dengan orang yang lahir buta Ia berkata: ‘Bukan dia ataupun orang
tuanya berdosa, tetapi supaya kemuliaan Allah bisa dinyatakan
dalam dia’ (Yoh 9:3). Karena di sini kecenderungan kita berteriak,
pada waktu bencana datang sebelum kelahiran itu sendiri, seakan-
akan Allah dengan begitu sedikit belas kasihan menghukum seperti
itu orang yang tak layak dihukum. Tetapi Kristus menyaksikan
bahwa dalam mujijat ini kemuliaan dari BapaNya bersinar, asal mata
kita murni.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter
17, no 1.

John Calvin: “When dense clouds darken the sky, and a violent tempest
arises, because a gloomy mist is cast over our eyes, thunder strikes our
ears and all our senses are benumbed with fright, everything seems to us
to be confused and mixed up; but all the while a constant quiet and
serenity ever remain in heaven. So must we infer that, while the
disturbances in the world deprive us of judgment, God out of the pure
light of his justice and wisdom tempers and directs these very movements
in the best-conceived order to a right end.” [= Pada waktu awan-awan
yang pekat menggelapkan langit, dan suatu badai yang ganas muncul,
karena suatu kabut yang suram melingkupi mata kita, guruh
memukul telinga kita dan semua panca indera kita ditumpulkan oleh
rasa takut, segala sesuatu kelihatan bagi kita membingungkan dan
campur aduk; tetapi selama itu suatu ketenangan dan damai yang
terus menerus tetap ada di surga. Jadi kita harus menyimpulkan
bahwa, pada waktu gangguan-gangguan dalam dunia menghilangkan
penilaian dari kita, Allah dari terang yang murni dari keadilan dan
hikmatNya memodifikasi dan mengarahkan gerakan-gerakan ini
dalam urut-urutan terbaik yang bisa dipikirkan pada suatu tujuan
yang benar.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter
17, no 1.

Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa dalam menentukan


dosa Allah mempunyai tujuan yang baik:

1) Ro 3:5-7 - “(5) Tetapi jika ketidakbenaran kita menunjukkan


kebenaran Allah, apakah yang akan kita katakan? Tidak adilkah
Allah - aku berkata sebagai manusia - jika Ia menampakkan
murkaNya? (6) Sekali-kali tidak! Andaikata demikian,
bagaimanakah Allah dapat menghakimi dunia? (7) Tetapi jika
kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi
kemuliaanNya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang
berdosa? (8) Bukankah tidak benar fitnahan orang yang
mengatakan, bahwa kita berkata: ‘Marilah kita berbuat yang
jahat, supaya yang baik timbul dari padanya.’ Orang semacam itu
sudah selayaknya mendapat hukuman.”.

a) Ro 3:5 - “Tetapi jika ketidakbenaran kita menunjukkan


kebenaran Allah, apakah yang akan kita katakan? Tidak
adilkah Allah - aku berkata sebagai manusia - jika Ia
menampakkan murkaNya?”.

Sebetulnya arti ayat ini adalah seperti yang Calvin katakan di


bawah ini.

Calvin (tentang Ro 3:5): “If God seeks nothing else, but to be


glorified by men, why does he punish them, when they offend, since
by offending they glorify him? Without cause then surely is he
offended, if he derives the reason of his displeasure from that by
which he is glorified.” [= Jika Allah tidak mencari apapun yang
lain, kecuali untuk dipermuliakan oleh manusia, mengapa Ia
menghukum mereka, pada waktu mereka melanggar, karena
dengan melanggar mereka memuliakan Dia? Maka jelaslah
bahwa tanpa alasan Ia tersinggung, jika Ia mendapatkan alasan
dari ketidak-senanganNya dari hal itu dengan mana Ia
dipermuliakan.].

Tetapi jelas dari arti ini bahwa dosa kitapun, yang terjadi
karena adanya ketetapan Allah, dan Providensia Allah, tetap
membawa kemuliaan bagi Allah!

Kalau saudara tidak percaya akan hal ini, coba pikirkan dosa
Yudas Iskariot dalam menyerahkan / mengkhianati Yesus!
Apakah itu tidak membawa kemuliaan bagi Allah?

Contoh lain: dosa-dosa dari saudara-saudara Yusuf terhadap


Yusuf, terlihat dengan jelas membawa kebaikan untuk mereka
semua, karena itu pada akhirnya menyebabkan Yusuf menjadi
orang kedua di Mesir, dan bisa memelihara mereka semua
dalam 7 tahun kelaparan (Kej 37-dst). Tanpa itu mereka
semua mati, dan Mesias yang dijanjikan akan muncul / lahir
dari kalangan mereka, tidak mungkin bisa muncul / lahir.

Tetapi kalau dalam berbuat baik kita memuliakan Allah, maka


kita mendapat pahala, sedangkan kalau dosa kita
menyebabkan Allah dimuliakan, kita tetap harus dipersalahkan
dan harus bertanggung-jawab atas dosa itu! Karena itu,
berbuat dosa dengan sengaja, supaya Allah dipermuliakan,
jelas-jelas tak boleh dilakukan (Ro 3:8).

b) Ro 3:7 - “Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin


melimpah bagi kemuliaanNya, mengapa aku masih dihakimi lagi
sebagai orang berdosa?”.

Calvin (tentang Ro 3:7): “This objection, I have no doubt, is


adduced in the person of the ungodly; for it is a sort of an
explanation of the former verse, and would have been connected
with it, had not the Apostle, moved with indignation, broken off the
sentence in the middle. The meaning of the objection is - ‘If by our
unfaithfulness the truth of God becomes more conspicuous, and in
a manner confirmed, and hence more glory redounds to him, it is
by no means just, that he, who serves to display God’s glory, should
be punished as a sinner.’” [= Keberatan ini, saya tak meragukan,
dikutip sebagai suatu contoh / jalan pembuktian suatu
argumentasi dalam diri orang jahat; karena itu adalah sejenis
penjelasan dari ayat yang terdahulu (ay 5), dan akan telah
dihubungkan dengannya, seandainya sang Rasul, digerakkan
dengan kemarahan, tidak memutuskan kalimat itu di tengah-
tengah. Arti dari keberatan ini adalah - ‘Jika oleh ketidak-
setiaan kita, kebenaran Allah menjadi makin jelas, dan dengan
suatu cara diteguhkan, dan karena itu lebih banyak kemuliaan
dihasilkan bagiNya, sama sekali tidak adil, bahwa ia, yang
melayani untuk menunjukkan kemuliaan Allah, harus dihukum
sebagai seorang berdosa’.].

Jadi sebetulnya ay 7 adalah sambungan dari ay 5, tetapi


diputus di tengah-tengah dan diberi ay 6 di antara keduanya.
Ini muncul karena kemarahan / ketidak-sabaran sang rasul
berkenaan dengan kesalahan pandangan yang ia bicarakan
dalam ay 5b.

c) Ro 3:8 - “Bukankah tidak benar fitnahan orang yang


mengatakan, bahwa kita berkata: ‘Marilah kita berbuat yang
jahat, supaya yang baik timbul dari padanya.’ Orang semacam
itu sudah selayaknya mendapat hukuman.”.

Calvin (tentang Ro 3:8): “The pretense, indeed, is this, - ‘If God is


by our iniquity glorified, and if nothing can be done by man in this
life more befitting than to promote the glory of God, then let us sin
to advance his glory!’ Now the answer to this is evident, - ‘That evil
cannot of itself produce anything but evil; and that God’s glory is
through our sin illustrated, is not the work of man, but the work of
God; who, as a wonderful worker, knows how to overcome our
wickedness, and to convert it to another end, so as to turn it
contrary to what we intend, to the promotion of his own glory.’
God has prescribed to us the way, by which he would have himself
to be glorified by us, even by true piety, which consists in obedience
to his word. He who leaps over this boundary, strives not to honor
God, but to dishonor him. That it turns out otherwise, is to be
ascribed to the Providence of God, and not to the wickedness of
man;” [= Pembayangan / khayalannya adalah ini, - ‘Jika Allah
dipermuliakan oleh kejahatan kita, dan jika tak ada apapun
yang dilakukan oleh manusia dalam hidup ini yang lebih cocok /
tepat dari memajukan kemuliaan Allah, maka marilah kita
berbuat dosa untuk memajukan kemuliaanNya!’ Sekarang
jawaban terhadap hal ini adalah jelas, - ‘Bahwa kejahatan dari
dirinya sendiri tidak bisa menghasilkan apapun kecuali bencana;
dan bahwa kemuliaan Allah yang dijelaskan melalui dosa kita,
bukanlah pekerjaan manusia, tetapi pekerjaan Allah; yang,
sebagai Seorang Pekerja yang luar biasa, tahu bagaimana untuk
mengalahkan kejahatan kita, dan untuk mengubahkannya pada
suatu tujuan yang lain, sehingga membelokkannya bertentangan
dengan apa yang kita maksudkan, pada pemajuan dari
kemuliaanNya sendiri’.].

2) Ro 5:20 - “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya


pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa
bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-
limpah,”.

Untuk ay 20a, Calvin mengatakan bahwa banyak orang


mengikuti pandangan Agustinus yang mengatakan bahwa
dengan adanya hukum Taurat, orang justru makin melanggar.
Pernah dengar kata-kata “Hukum ada untuk dilanggar”? Tetapi
Calvin tidak setuju dengan tafsiran Agustinus ini.
Calvin menafsirkan bahwa artinya bukan bahwa dosa kita betul-
betul menjadi makin banyak dengan adanya hukum Taurat.
Tetapi artinya kita menjadi makin tahu tentang banyaknya dosa
kita dengan kita makin mengerti hukum Taurat. William
Hendriksen dan Charles Hodge setuju dengan Calvin.
Tetapi untuk Hodge, sekalipun ia setuju dengan Calvin
berkenaan dengan penafsiran ayat ini, ia juga mengatakan
bahwa adanya hukum Taurat memang bisa membuat dosa betul-
betul jadi makin banyak. Alasannya:

a) Dengan kita tahu hukum Taurat, maka tanggung jawab kita


jadi makin besar.
Bdk. Luk 12:47-48 - “(47) Adapun hamba yang tahu akan
kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan
atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan
menerima banyak pukulan. (48) Tetapi barangsiapa tidak tahu
akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus
mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan.
Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan
banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan,
dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.’”.

b) Dengan adanya larangan, kita yang condong dosa memang


makin terdorong untuk melanggar. Ini seperti pandangan
Agustinus di atas. Dan ia memberi Ro 7:8 sebagai dasar.
Ro 7:8 - “Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan
untuk membangkitkan di dalam diriku rupa-rupa keinginan;
sebab tanpa hukum Taurat dosa mati.”.
Catatan: ayat inipun oleh Calvin ditafsirkan hanya sebagai
pengetahuan kita yang bertambah tentang dosa kita karena
adanya hukum Taurat. Calvin memang mengakui fakta bahwa
adanya hukum Taurat justru membangkitkan nafsu-nafsu
untuk berdosa, tetapi ia beranggapan bahwa arti dari ayat ini
sendiri bukanlah seperti itu.

Tetapi penekanan kita sekarang adalah Ro 5:20b. Dan ini


komentar Calvin tentang bagian itu.

Calvin (tentang Ro 5:20b): “After sin has held men sunk in ruin,
grace then comes to their help: for he teaches us, that the abundance
of grace becomes for this reason more illustrious, - that while sin is
overflowing, it pours itself forth so exuberantly, that it not only
overcomes the flood of sin, but wholly absorbs it.” [= Setelah dosa
menenggelamkan manusia dalam kehancuran, lalu kasih karunia
datang untuk menolong mereka: karena ia mengajar kita, bahwa
kelimpahan kasih karunia untuk alasan ini menjadi makin mulia /
besar, - sehingga pada waktu dosa meluap, kasih karunia
mencurahkan dirinya sendiri dengan begitu berlimpah-limpah,
sehingga itu bukan hanya mengalahkan banjir dosa, tetapi
sepenuhnya menyerapnya.].

Jadi, kalau dalam Rencana Allah dan Providensia Allah tercakup


dosa, tujuannya tetap untuk memuliakan Allah! Makin besar /
hebat / terkutuk dosa seseorang, makin dimuliakan Allah, kalau
orang itu Ia pertobatkan dan ubahkan.
Contoh: Paulus (1Tim 1:15-16). Text ini akan kita bahas di
bawah.

3) Ro 11:32 - “Allah telah mengurung semua orang dalam


ketidaktaatan, supaya Ia dapat menunjukkan kemurahanNya atas
mereka semua.”.

Kata-kata ‘telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan’


menunjukkan bahwa dalam Providence of God ada dosa, dan
kata-kata ‘supaya Ia dapat menunjukkan kemurahanNya atas
mereka semua’ menunjukkan adanya tujuan yang baik di dalam
semua itu.

Calvin (tentang Ro 11:32): “he does not mean, that God so blinds all
men that their unbelief is to be imputed to him; but that he hath so
arranged by his providence, that all should be guilty of unbelief, in
order that he might have them subject to his judgment, and for this
end, - that all merits being buried, salvation might proceed from his
goodness alone.” [= ia tidak memaksudkan, bahwa Allah begitu
membutakan semua manusia sehingga ketidak-percayaan mereka
harus diperhitungkan kepadaNya; tetapi bahwa Ia telah mengatur
sedemikian rupa oleh ProvidensiaNya, sehingga semua orang
bersalah tentang ketidak-percayaan, supaya Ia bisa meletakkan
mereka di bawah penghakimanNya, dan ini tujuannya, - supaya
dengan semua jasa dikuburkan, keselamatan bisa keluar hanya
dari kebaikanNya saja.].

4) 1Tim 1:13-16 - “(13) aku yang tadinya seorang penghujat dan


seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah
dikasihaniNya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa
pengetahuan yaitu di luar iman. (14) Malah kasih karunia Tuhan
kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan
iman dan kasih dalam Kristus Yesus. (15) Perkataan ini benar dan
patut diterima sepenuhnya: ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk
menyelamatkan orang berdosa.’ dan di antara mereka akulah yang
paling berdosa. (16) Tetapi justru karena itu aku dikasihani,
AGAR dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus
Kristus menunjukkan seluruh kesabaranNya. DENGAN
DEMIKIAN aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian
percaya kepadaNya dan mendapat hidup yang kekal.”.

Text ini menunjukkan bahwa kebejatan Paulus sebelum ia


menjadi kristen justru akhirnya menjadi suatu contoh bagi orang
bejat lainnya. Tentu saja bukan supaya mereka meniru kebejatan
itu, tetapi supaya mereka melihat dalam diri Paulus, bahwa orang
bejatpun bisa diampuni asal ia percaya kepada Yesus. Dengan
demikian ini menjadi suatu dorongan bagi orang-orang bejat yang
lain untuk percaya kepada Yesus, dan sekaligus menjadi suatu
jaminan bahwa kalau mereka percaya kepada Yesus, maka
sama seperti Paulus, merekapun akan diampuni. Jadi kebejatan
Paulus ada dalam Rencana Allah dan Providence of God,
dengan suatu maksud / tujuan yang baik.

Calvin (tentang 1Tim 1:15): “He shews that it was profitable to the
Church that he had been such a person as he actually was before he
was called to the apostleship, because Christ, by giving him as a
pledge, invited all sinners to the sure hope of obtaining pardon. For
when he, who had been a fierce and savage beast, was changed into a
Pastor, Christ gave a remarkable display of his grace, from which all
might be led to entertain a firm belief that no sinner, how heinous
and aggravated soever might have been his transgression, had the
gate of salvation shut against him.” [= Ia menunjukkan bahwa
merupakan sesuatu yang bermanfaat untuk Gereja bahwa ia
tadinya adalah seseorang seperti bagaimana adanya ia sebelum ia
dipanggil pada kerasulan, karena Kristus, dengan memberikan dia
sebagai suatu jaminan, mengundang semua orang berdosa pada
pengharapan yang pasti dari penerimaan pengampunan. Karena
ketika ia, yang dahulunya adalah binatang yang galak dan buas,
diubah menjadi seorang Pendeta / Gembala, Kristus memberikan
pertunjukan yang luar biasa tentang kasih karuniaNya, dari mana
semua bisa dibimbing untuk mempunyai kepercayaan yang teguh
bahwa tidak ada orang berdosa, bagaimanapun mengerikan dan
buruknya pelanggarannya, mendapati bahwa pintu gerbang
keselamatan telah tertutup baginya.] - hal 38-39.

William Hendriksen (tentang 1Tim 1:17): “Man proposes; God


disposes. Man - for instance Paul before his conversion - may try to
destroy the church; God will establish it. And for that purpose he will
use the very man who tried to destroy it! Hence, though man is a mere
creature of time, God is the King of the ages, over-ruling evil for
good; directing to its predetermined goal whatever happens
throughout each era of the world’s history.” [= Manusia bermaksud /
berniat; Allah yang mengatur / menentukan. Manusia - sebagai
contoh Paulus sebelum pertobatannya - boleh mencoba untuk
menghancurkan gereja; Allah akan meneguhkan gereja. Dan untuk
tujuan itu Ia akan menggunakan orang yang mencoba untuk
menghancurkan gereja! Karena itu, sekalipun manusia hanyalah
suatu makhluk yang terbatas oleh waktu, Allah adalah Raja dari
semua jaman, menggunakan kejahatan untuk kebaikan;
mengarahkan kepada tujuan yang telah ditentukan sebelumnya,
apapun yang terjadi dalam sepanjang sejarah dunia.] - hal 83.

Hal-hal lain yang perlu diingat:

a) Adanya dosa memang menunjukkan kasih / kemurahan Allah


SECARA LEBIH MENYOLOK, karena kalau tidak ada dosa, kita
tidak bisa melihat bagaimana Allah mengampuni manusia
berdosa melalui salib.

Ro 5:6-8 - “(6) Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati
untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh
Allah. (7) Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang
benar - tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang
berani mati -. (8) Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada
kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih
berdosa.”.

b) Adanya dosa juga menunjukkan kesabaran Allah, yang tidak


langsung menghukum pada waktu melihat dosa.

Ro 2:4 - “Maukah engkau menganggap sepi kekayaan


kemurahanNya, kesabaranNya dan kelapangan hatiNya? Tidakkah
engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun
engkau kepada pertobatan?”.

1Tim 1:16a - “Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam
diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus
menunjukkan seluruh kesabaranNya.”.

c) Adanya dosa juga lebih bisa menunjukkan keadilan dan kesucian


Allah, dan kebencian Allah terhadap dosa. Ini terjadi pada saat
Allah menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang berdosa
itu.

Herman Hoeksema: “It is therefore much better to say that the Lord
also in His counsel hates sin and determined that that which He hates
should come to pass in order to reveal His hatred ...” [= Karena itu
lebih baik berkata bahwa Tuhan juga dalam rencanaNya
membenci dosa dan menentukan hal itu supaya apa yang Ia benci
itu terjadi sehingga Ia bisa menyatakan kebencianNya atas hal
itu ...] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 158.

Jadi jelas dari semua contoh di atas ini bahwa dosa akhirnya
memang bisa membawa kemuliaan bagi Allah!

Tetapi lagi-lagi saya menekankan, bahwa ini tidak berarti bahwa


kita boleh / harus berbuat dosa karena hal itu toh akhirnya
membawa kemuliaan bagi Allah.

Ro 3:7-8 - “(7) Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin


melimpah bagi kemuliaanNya, mengapa aku masih dihakimi lagi
sebagai orang berdosa? (8) Bukankah tidak benar fitnahan orang
yang mengatakan, bahwa kita berkata: ‘Marilah kita berbuat jahat,
supaya yang baik timbul dari padanya.’ Orang semacam itu sudah
selayaknya mendapat hukuman.”.
Ro 6:1-2 - “(1) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan?
Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih
karunia itu? (2) Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa,
bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?”.

-o0o-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 4 Juli 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (20)


V. PROVIDENCE DAN
KEBEBASAN / TANGGUNG JAWAB MANUSIA

EEE
Sekalipun ajaran Reformed / Calvinisme percaya akan penentuan
dosa, dan dosa yang ditentukan itu pasti terjadi, tetapi pada saat yang
sama, ajaran Reformed / Calvinisme TIDAK MEMBUANG
TANGGUNG JAWAB MANUSIA!!! Jadi sekalipun dosa ditentukan,
tetapi MANUSIA TETAP BERTANGGUNG JAWAB!

A) Tanggung jawab manusia.

Adanya Rencana / penetapan Allah dan Providence of God tidak


membuang tanggung jawab manusia! Yang saya maksud dengan
‘tanggung jawab manusia’ adalah:

1) Manusia tetap bertanggung jawab, dalam arti manusia


mempunyai kewajiban, untuk melakukan hal yang terbaik sesuai
dengan Firman Tuhan (dan juga sesuai dengan akal sehat).
Catatan: firman Tuhan tetap ada di atas akal sehat!

Contoh:
a) Sekalipun Allah menentukan saat kematian kita, dan itu pasti
terjadi, kita tetap perlu, dan bahkan harus, berusaha menjaga
nyawa kita.
b) Sekalipun Allah menentukan penyakit / kesehatan kita, kita
tetap perlu, dan bahkan harus, menjaga kesehatan kita.
c) Sekalipun Allah menentukan dosa-dosa kita, kita tetap perlu,
dan bahkan harus, berusaha menguduskan diri, menjauhi dosa,
dan melawan godaan setan.
d) Sekalipun Allah menentukan tentang ketidak-percayaan /
kebinasaan seseorang (reprobation), kita tetap perlu, dan
bahkan harus, memberitakan Injil kepada semua orang yang
bisa kita jangkau, mendoakan pertobatan mereka, dsb.

Charles Haddon Spurgeon: “Let the providence of God do what it


may, your business is to do what you can.” [= Biarlah providensia
Allah melakukan apapun, urusanmu adalah melakukan apa yang
kamu bisa.] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 43.

John Calvin: “3. GOD’S PROVIDENCE DOES NOT RELIEVE US


FROM RESPONSIBILITY. All who will compose themselves to this
moderation will not murmur against God on account of their
adversities in time past, nor lay the blame for their own wickedness
upon him as did the Homeric Agamemnon, saying: ‘I am not the
cause, but Zeus and fate.’ ... But rather let them inquire and learn
from Scripture what is pleasing to God so that they may strive toward
this under the Spirit’s guidance.” [= 3. PROVIDENSIA ALLAH
TIDAK MELEPASKAN / MEMBEBASKAN KITA DARI
TANGGUNG JAWAB. Semua yang mau menyesuaikan diri
mereka sendiri pada KESEIMBANGAN INI tidak akan bersungut-
sungut terhadap Allah karena penderitaan / kesukaran / bencana
pada masa lalu, ataupun menyalahkan kejahatan mereka sendiri
kepada Dia seperti yang dilakukan Agamemnon dalam cerita oleh
Homer, yang berkata: ‘Aku bukanlah penyebabnya, tetapi Zeus
dan nasib’. ... Tetapi sebaliknya hendaklah mereka menanyakan
dan belajar dari Kitab Suci apa yang menyenangkan /
memperkenan Allah sehingga mereka bisa berjuang menuju hal ini
di bawah bimbingan Roh.] - ‘Institutes of The Christian Religion’,
Book I, Chapter XVII, no 3.

Catatan: perhatikan kata-kata ‘keseimbangan ini’. Itu jelas


menunjuk pada keseimbangan antara penentuan dosa dan
pelaksanaannya oleh Allah, dan tanggung jawab manusia!
Keseimbangan ini merupakan ajaran Calvin / Calvinisme /
Reformed yang sejati! Yang hanya menekankan yang pertama,
tetapi mengabaikan yang kedua adalah Hyper-Calvinisme;
sedangkan yang sebaliknya adalah Arminianisme / non
Reformed!
John Calvin: “4. GOD’S PROVIDENCE DOES NOT EXCUSE US
FROM DUE PRUDENCE. But with respect to future events,
Solomon easily brings human deliberations into agreement with
God’s providence. For just as he laughs at the dullness of those who
boldly undertake something or other without the Lord, as though they
were not ruled by his hand, so elsewhere he says: ‘Man’s heart plans
his way, but the Lord will direct his steps’ (Proverbs 16:9 p.). This
means that we are not at all hindered by God’s eternal decrees either
from looking ahead for ourselves or from putting all our affairs in
order, but always in submission to his will.” [= 4. PROVIDENSIA
ALLAH TIDAK MEMBEBASKAN KITA DARI KEHATI-
HATIAN / KEBIJAKSANAAN YANG SEHARUSNYA. Tetapi
berkenaan dengan peristiwa-peristiwa yang akan datang Salomo
dengan mudah mengharmoniskan pertimbangan-pertimbangan
manusia dengan Providensia Allah. Karena sama seperti ia
mentertawakan ketumpulan / kebodohan dari mereka yang dengan
berani melakukan suatu hal atau yang lain tanpa Tuhan, seakan-
akan mereka tidak diperintah / dikuasai oleh tanganNya, demikian
juga di tempat lain ia berkata: ‘Hati manusia merencanakan
jalannya, tetapi Tuhan akan mengarahkan langkah-langkahnya’
(Amsal 16:9). Ini berarti bahwa kita sama sekali tidak dihalangi
oleh ketetapan-ketetapan kekal Allah dari melihat ke depan untuk
diri kita sendiri atau dari tindakan mengatur semua urusan-urusan
kita, tetapi selalu dalam ketundukan pada kehendakNya.] -
‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 4.
Amsal 16:9 - “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi
Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.”.

John Calvin: “The reason is obvious. For he who has set the limits to
our life has at the same time entrusted to us its care; he has provided
means and helps to preserve it; he has also made us able to foresee
dangers; that they may not overwhelm us unaware, he has offered
precautions and remedies. Now it is very clear what our duty is: thus,
if the Lord has committed to us the protection of our life, our duty is
to protect it; if he offers helps, to use them; if he forewarns us of
dangers, not to plunge headlong; if he makes remedies available, not
to neglect them.” [= Alasannya jelas. Karena Ia yang telah
menentukan batasan-batasan pada kehidupan kita pada saat yang
sama telah mempercayakan kepada kita pemeliharaannya; Ia telah
menyediakan cara / jalan dan pertolongan untuk memeliharanya;
Ia juga telah membuat kita bisa melihat lebih dulu bahaya-bahaya;
supaya bahaya-bahaya itu bisa tidak menenggelamkan /
mengalahkan kita tanpa disadari, Ia telah menawarkan tindakan
berjaga-jaga dan pembetulan-pembetulan. Sekarang adalah sangat
jelas apa kewajiban kita: jadi, jika Tuhan telah mempercayakan /
memberikan kepada kita perlindungan dari kehidupan kita,
kewajiban kita adalah melindunginya; jika Ia menawarkan
pertolongan-pertolongan, kewajiban kita adalah menggunakannya;
jika Ia memperingatkan kita lebih dulu tentang bahaya-bahaya,
kewajiban kita adalah tidak menceburkan diri dengan ceroboh;
jika Ia membuat pembetulan-pembetulan tersedia, kewajiban kita
adalah tidak mengabaikannya.] - ‘Institutes of The Christian
Religion’, Book I, Chapter XVII, no 4.

John Calvin: “These fools do not consider what is under their very
eyes, that the Lord has inspired in men the arts of taking counsel and
caution, by which to comply with his providence in the preservation of
life itself. Just as, on the contrary, by neglect and slothfulness they
bring upon themselves the ills that he has laid upon them. How does it
happen that a provident man, while he takes care of himself, also
disentangles himself from threatening evils, but a foolish man
perishes from his own unconsidered rashness, unless folly and
prudence are instruments of the divine dispensation in both cases?
For this reason, God pleased to hide all future events from us, in
order that we should resist them as doubtful, and not cease to oppose
them with ready remedies, until they are either overcome or pass
beyond all care. I have therefore already remarked that God’s
providence does not always meet us in its naked form, but God in a
sense clothes it with the means employed.” [= Orang-orang tolol ini
tidak mempertimbangkan apa yang ada di depan mata mereka,
bahwa Tuhan telah memberikan ilham dalam diri manusia
keahlian dari perundingan / pertimbangan dan kehati-hatian,
dengan mana ia mentaati ProvidensiaNya dalam pemeliharaan /
penjagaan dari hidup itu sendiri. Sama seperti, sebaliknya, oleh
pengabaian dan kemalasan / sikap tidak berbuat apa-apa, mereka
membawa kepada diri mereka sendiri penyakit / penderitaan yang
telah Ia berikan kepada mereka. Bagaimana bisa terjadi bahwa
seorang yang bijaksana, sementara ia memelihara dirinya sendiri,
juga membebaskan dirinya sendiri dari bencana yang mengancam,
tetapi seorang tolol binasa dari tindakan tergesa-gesa tanpa
pertimbangan, kecuali baik ketololan dan kebijaksanaan adalah
alat-alat dari pengaturan ilahi dalam kedua kasus? Karena alasan
ini, Allah berkenan untuk menyembunyikan semua peristiwa yang
akan datang dari kita, supaya kita berjaga-jaga untuk menahan
mereka sebagai sesuatu yang meragukan, dan tidak berhenti untuk
menentang mereka dengan pengobatan / pembetulan yang tersedia,
sampai atau mereka dikalahkan atau melampaui semua penjagaan.
Karena itu, saya telah menyatakan bahwa Providensia Allah tidak
selalu menemui kita dalam bentuk telanjangnya, tetapi Allah,
dalam arti tertentu, memakaianinya dengan cara-cara yang
digunakan.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I,
Chapter XVII, no 4.

Contoh: Ada cerita tentang orang terkena banjir dan berada di


atap rumah sementara banjir terus naik. Ia berdoa supaya Allah
menolongnya. Lalu ada perahu datang untuk menolongnya, tetapi
ia menolak dengan alasan ia sudah berdoa, dan ia yakin Allah
pasti menolongnya. Datang perahu yang kedua, dan ia bersikap
sama. Lalu datang helikopter yang mau mengangkat dia, tetapi
dia tetap bersikap sama. Akhirnya banjir naik terus dan orang itu
mati tenggelam. Pada saat ketemu Allah, ia protes, ‘Tuhan, aku
berdoa, mengapa Engkau tak menolongku?’. Tuhan jawab:
‘Kamu ngomong apa? Aku kirim 2 perahu dan 1 helikopter!’.

2) Pada waktu manusia berbuat dosa, ia tetap bertanggung jawab


terhadap Allah akan dosanya itu, artinya ia dianggap bersalah
karena dosanya itu, dan tetap akan dihukum karena dosanya itu.
Memang dalam kasus orang yang sungguh-sungguh percaya
kepada Kristus, semua dosanya sudah dipikul hukumannya oleh
Kristus di atas kayu salib, sehingga orang itu tidak lagi bisa
dihukum (Ro 8:1), tetapi Allah tetap bisa menghajar / mendisiplin
dia (Ibr 12:5-11). Karena itu jangan sembarangan berbuat dosa,
apalagi dengan alasan bahwa dosa itu sudah ditentukan oleh
Allah!

John Calvin: “GOD’S PROVIDENCE DOES NOT EXCULPATE


OUR WICKEDNESS.” [= PROVIDENSIA ALLAH TIDAK
MEMBERSIHKAN / MEMAAFKAN KITA DARI KEJAHATAN
KITA.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter
XVII, no 5.

John Calvin: “The same men wrongly and rashly lay the happenings
of past time to the naked providence of God. For since on it depends
everything that happens, therefore, say they, neither thefts, nor
adulteries, nor murders take place without God’s will intervening.
Why therefore, they ask, should a thief be punished, who plundered
someone whom the Lord would punish with poverty? Why shall a
murderer be punished, who has killed one whose life the Lord had
ended? If all such men are serving God’s will, why shall they be
punished? On the contrary, I deny that they are serving God’s will.
For we shall not say that one who is motivated by an evil inclination,
by only obeying his own wicked desire, renders service to God at His
bidding.” [= Orang-orang yang sama secara salah dan secara
terburu-buru meletakkan kejadian-kejadian dari masa lalu pada
Providensia Allah yang telanjang. Karena padanya tergantung
segala sesuatu yang terjadi, karena itu, kata mereka, pencurian,
atau perzinahan, atau pembunuhan, tidak terjadi tanpa terlibatnya
kehendak Allah. Karena itu mengapa, mereka bertanya, seorang
pencuri, yang mencuri / merampok seseorang yang Tuhan mau
hukum dengan kemiskinan, harus dihukum? Mengapa seorang
pembunuh, yang telah membunuh seseorang yang kehidupannya
telah Tuhan akhiri, harus dihukum? Jika semua orang-orang
seperti itu melayani kehendak Allah, mengapa mereka harus
dihukum? Sebaliknya, saya menyangkal bahwa mereka melayani
kehendak Allah. Karena kita tidak akan berkata bahwa seseorang
yang dimotivasi oleh suatu kecondongan yang jahat, dengan hanya
mentaati keinginan jahatnya sendiri, memberikan pelayanan
kepada Allah atas perintahNya.] - ‘Institutes of The Christian
Religion’, Book I, Chapter XVII, no 5.

John Calvin: “God requires of us only what he commands. If we


contrive anything against his commandment, it is not obedience but
obstinacy and transgression. Yet, unless he willed it, we would not do
it. I agree. But do we do evil things to the end that we may serve him?
Yet he by no means commands us to do them; rather we rush
headlong, without thinking what he requires, but so raging in our
unbridled lust that we deliberately strive against him. And in this way
we serve his just ordinance by doing evil, for so great and boundless
is his wisdom that he knows right well how to use evil instruments to
do good. And see how absurd their argument is: they would have
transgressors go unpunished, on the ground that their misdeeds are
committed solely by God’s dispensation.” [= Allah menuntut /
menginginkan / meminta kita hanya apa yang Ia perintahkan. Jika
kita merencanakan apapun menentang perintahNya, itu bukan
ketaatan tetapi sikap keras kepala dan pelanggaran. Tetapi, kecuali
Ia menghendakinya, kita tidak akan melakukannya. Saya setuju.
Tetapi apakah kita melakukan hal-hal yang jahat dengan tujuan
bahwa kita bisa melayani Dia? Tetapi Ia sama sekali tidak
memerintahkan kita untuk melakukan hal-hal itu; melainkan kita
melakukan dengan terburu-buru, tanpa berpikir apa yang Ia
tuntut / inginkan / minta, tetapi begitu aktif dalam nafsu kita yang
tak dikekang sehingga kita secara sengaja berjuang menentang
Dia. Dan dengan cara ini kita melayani perintah / peraturanNya
yang benar dengan melakukan kejahatan, karena begitu besar dan
tak terbatas hikmatNya sehingga Ia tahu dengan baik bagaimana
untuk menggunakan alat-alat yang jahat untuk melakukan yang
baik. Dan lihatlah betapa menggelikan argumentasi mereka itu:
mereka menginginkan pelanggar-pelanggar bebas tanpa dihukum,
dengan dasar / alasan bahwa tindakan-tindakan jahat mereka
dilakukan semata-mata oleh pengaturan khusus Allah.] - ‘Institutes
of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 5.

John Calvin: “I grant more: thieves and murderers and other


evildoers are the instruments of divine providence, and the Lord
himself uses these to carry out the judgments that he has determined
with himself. Yet I deny that they can derive from this any excuse for
their evil deeds. Why? Will they either involve God in the same
iniquity with themselves, or will they cloak their own depravity with
his justice? They can do neither. In their own conscience they are so
convicted as to be unable to clear themselves; in themselves they so
discover all evil, but in him only the lawful use of their evil intent, as
to preclude laying the charge against God. Well and good, for he
works through them. And whence, I ask you, comes the stench of a
corpse, which is both putrefied and laid open by the heat of the sun?
All men see that it is stirred up by the sun’s rays; yet no one for this
reason says that the rays stink. Thus, since the matter and guilt of evil
repose in a wicked man, what reason is there to think that God
contracts any defilement, if he uses his service for his own purpose?
Away, therefore, with this doglike impudence, which can indeed bark
at God’s justice afar off but cannot touch it.” [= Saya mengakui lebih
lagi: pencuri dan perampok dan pembuat kejahatan yang lain
adalah alat-alat dari providensia ilahi, dan Tuhan sendiri
menggunakan mereka untuk melaksanakan keputusan-keputusan /
penghakiman-penghakiman yang Ia sendiri telah tentukan. Tetapi
saya menyangkal bahwa mereka bisa mendapatkan dari sini dalih
apapun untuk tindakan-tindakan jahat mereka. Mengapa? Apakah
mereka mau, atau melibatkan Allah dalam kejahatan yang sama
dengan diri mereka sendiri, atau mereka mau menutupi /
menyembunyikan kebejatan mereka sendiri dengan keadilanNya?
Mereka tidak bisa melakukan yang manapun. Dalam hati nurani
mereka, mereka begitu dikecam / dinyatakan bersalah, sehingga
tidak bisa membersihkan diri mereka sendiri; dalam diri mereka
sendiri mereka menemukan semua kejahatan, tetapi dalam Dia
hanya penggunaan yang sah dari maksud jahat mereka, sehingga
membuatnya mustahil untuk memberikan tuduhan terhadap Allah.
Baiklah, karena Ia bekerja melalui mereka. Dan dari mana, saya
bertanya kepadamu, datang bau busuk dari suatu mayat, yang
membusuk dan terbuka oleh panas dari matahari? Semua orang
melihat bahwa itu dibangkitkan oleh sinar matahari; tetapi tak
seorangpun karena alasan ini berkata bahwa sinar matahari itu
berbau busuk. Jadi, karena persoalan dan kesalahan dari
kejahatan terletak pada seorang manusia yang jahat, alasan apa
yang ada untuk berpikir bahwa Allah mendapatkan pencemaran
apapun, jika Ia menggunakan pelayanannya untuk tujuan /
rencanaNya sendiri? Karena itu, enyahlah dengan kekurang-
ajaran yang seperti anjing, yang memang bisa menggonggong pada
keadilan Allah dari jauh tetapi tidak bisa menyentuhnya.] -
‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 5.

Ada satu text Alkitab yang sangat jelas menunjukkan bahwa


sekalipun dosa seseorang ditentukan Allah, dan karena itu pasti
terjadi, tetapi orang yang melakukan dosa itu tetap
dipersalahkan, dan dihukum. Dan itu tidak bisa dianggap sebagai
ketidak-adilan Allah!!

Ro 9:19-21 - “(19) Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika


demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang
menentang kehendakNya?’ (20) Siapakah kamu, hai manusia,
maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata
kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk
aku demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak
atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu
benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain
untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

Dalam ay 20-21, terlihat jawaban Paulus terhadap ‘protes


Arminian’ yang ada dalam ay 19. Perlu diingat bahwa Ro 9, mulai
ay 6-dst, membahas predestinasi. Dan dalam ay 19 itu ada
‘protes Arminian’ yang mengatakan: Kalau Allah memang
menentukan keselamatan dan kebinasaan, lalu mengapa orang
yang berdosa dan tidak percaya, akhirnya dihukum? Bukankah
kehendak / rencana Allah itu tak bisa ditentang? Bukankah itu
pasti terjadi?
Tetapi dari jawaban Paulus dalam ay 20-21 jelas bahwa
sekalipun ia membenarkan kebenaran yang diprotes itu, ia tetap
menolak bahwa Allah bisa diprotes. Alasannya hanyalah bahwa
Allah berdaulat, dan mempunyai hak, untuk melakukan apapun
yang Ia rencanakan.
Calvin (tentang Ro 9:19): “Here indeed the flesh especially storms,
that is, when it hears that they who perish have been destined by the
will of God to destruction. Hence the Apostle adopts again the words
of an opponent; for he saw that the mouths of the ungodly could not
be restrained from boldly clamouring against the righteousness of
God: and he very fitly expresses their mind; for being not content with
defending themselves, they make God guilty instead of themselves;
and then, after having devolved on him the blame of their own
condemnation, they become indignant against his great power. ...
Thus then speak the ungodly in this passage, - ‘What cause has he to
be angry with us? Since he has formed us such as we are, since he
leads us at his will where he pleases, what else does he in destroying
us but punish his own work in us? For it is not in our power to
contend with him; how much soever we may resist, he will yet have
the upper hand. Then unjust will be his judgment, if he condemns us;
and unrestrainable is the power which he now employs towards us.’”
[= Di sini memang daging secara khusus menyerang, artinya, pada
waktu ia mendengar bahwa mereka yang binasa telah ditentukan
oleh kehendak Allah pada kehancuran. Jadi sang Rasul
mengadopsi lagi kata-kata dari seorang lawan / pendebat; karena
ia melihat bahwa mulut-mulut dari orang-orang jahat tidak bisa
dikekang dari berteriak dengan berani terhadap kebenaran Allah:
dan ia dengan sangat cocok menyatakan pikiran mereka; karena
tidak puas dengan mempertahankan diri mereka sendiri, mereka
membuat Allah, dan bukannya diri mereka sendiri, yang bersalah;
dan lalu, setelah mentransfer kepada Dia tanggung jawab dari
keadaan bersalah dari diri mereka sendiri, mereka menjadi marah
terhadap kuasaNya yang besar. ... Jadi orang-orang jahat
berbicara dalam text ini, - ‘Penyebab apa yang Ia punyai untuk
marah kepada kita? Karena Ia telah membentuk kita seperti
adanya kita, karena Ia membimbing kita semauNya kemana Ia
berkenan, apa yang Ia lakukan dalam menghancurkan /
membinasakan kita selain menghukum pekerjaanNya sendiri di
dalam kita? Karena bukan dalam kuasa kita untuk berjuang
melawan Dia; bagaimanapun kita menentang, Ia tetap akan
menang / mengendalikan. Jadi penghakimanNya akan tidak adil,
jika Ia menghukum kita; dan kuasa yang sekarang Ia gunakan
kepada kita tak bisa ditahan / dihalangi’.].

Calvin (tentang Ro 9:20): “No doubt, if the objection had been false,
that God according to his own will rejects those whom he honors not
with his favor, and chooses those whom he gratuitously loves, a
refutation would not have been neglected by Paul. The ungodly object
and say, that men are exempted from blame, if the will of God holds
the first place in their salvation, or in their perdition. Does Paul deny
this? Nay, by his answer he confirms it, that is, that God determines
concerning men, as it seems good to him, and that, men in vain and
madly rise up to contend with God; for he assigns, by his own right,
whatever lot he pleases to what he forms.” [= Tak diragukan,
seandainya keberatan itu salah, bahwa Allah sesuai dengan
kehendakNya sendiri menolak mereka yang tidak Ia hormati
dengan kebaikanNya, dan memilih mereka yang Ia kasihi secara
murah hati / penuh kasih karunia, suatu bantahan tidak akan
diabaikan / gagal diberikan oleh Paulus. Orang-orang jahat
keberatan dan berkata, bahwa manusia bebas dari kesalahan, jika
kehendak Allah memegang tempat pertama dalam keselamatan
mereka, atau dalam kebinasaan / hukuman kekal mereka. Apakah
Paulus menyangkal hal ini? Tidak, oleh jawabannya ia
meneguhkan hal ini, yaitu, bahwa Allah menentukan berkenaan
dengan manusia, seperti yang kelihatan baik bagi Dia, dan bahwa,
manusia dengan sia-sia dan dengan gila / marah bangkit untuk
berjuang melawan Allah; karena Ia menetapkan, dengan hakNya
sendiri, nasib apapun yang Ia perkenan kepada apapun yang Ia
bentuk.].

Mari kita baca text itu sekali lagi.

Ro 9:19-21 - “(19) Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika


demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang
menentang kehendakNya?’ (20) Siapakah kamu, hai manusia,
maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata
kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk
aku demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak
atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu
benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain
untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

Catatan:
 Ay 19 merupakan bantahan dari orang-orang
jahat (kalau pakai istilah saya, itu ‘bantahan dari orang-orang
Arminian’).
 Lalu jawaban Paulus (ay 20), yang jelas-jelas
bukannya menyangkal kebenaran dari kata-kata orang-orang
jahat itu, bahwa Allah memang menentukan kebinasaan orang-
orang tertentu, tetapi sebaliknya meneguhkannya. Jadi, Paulus
jelas-jelas setuju bahwa Allah memang menentukan
kebinasaan dari orang-orang tertentu, dan tidak ada apapun
yang bisa mereka lakukan untuk menahan supaya penentuan
Allah itu tidak terjadi.
 Yang Paulus bantah adalah tuduhan bahwa
Allah tidak adil, kalau Ia menghukum orang yang Ia tentukan
untuk binasa. Karena Paulus berkata bahwa Allah berhak
menentukan Ia mau membentuk seseorang menjadi apa,
sama seperti tukang periuk berhak membentuk tanah liat
menjadi apapun, sesuka hatinya (ay 20b-21).

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 11 Juli 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (21)


John Calvin: “Again they object: were they not previously
predestined by God’s ordinance to that corruption which is now
claimed as the cause of condemnation? When, therefore, they perish
in their corruption, they but pay the penalties of that misery in which
Adam fell by predestination of God, and dragged his posterity
headlong after him. Is he not, then, unjust who so cruelly deludes his
creatures? Of course, I admit that in this miserable condition wherein
men are now bound, all of Adam’s children have fallen by God’s will.
And this is what I said to begin with, that we must always at last
return to the sole decision of God’s will, the cause of which is hidden
in him. But it does not directly follow that God is subject to this
reproach. For with Paul we shall answer in this way: "Who are you,
O man, to argue with God? Does the molded object say to its molder,
‘Why have you fashioned me thus? Or does the potter have no
capacity to make from the same lump one vessel for honor, another
for dishonor?" (Romans 9:20-21).” [= Mereka keberatan lagi:
bukankah mereka sudah lebih dahulu ditentukan oleh ketetapan
Allah pada kejahatan itu yang sekarang diclaim sebagai penyebab
penghukuman? Karena itu, pada waktu mereka binasa dalam
kejahatan mereka, mereka hanya membayar hukuman-hukuman
dari keadaan buruk karena kesialan dalam mana Adam jatuh oleh
predestinasi Allah, dan menyeret keturunannya jatuh di
belakangnya / mengikutinya. Jadi, tidakkah Ia tidak adil, yang
dengan begitu kejam membuat frustrasi makhluk-makhluk
ciptaanNya? Tentu saja saya mengakui bahwa dalam keadaan
buruk ini, dalam mana manusia sekarang terikat, semua anak-
anak Adam telah jatuh oleh kehendak Allah. Dan ini adalah apa
yang pertama-tama saya katakan, bahwa kita pada akhirnya harus
selalu kembali pada keputusan dari kehendak Allah saja, yang
penyebabnya tersembunyi di dalam Dia. Tetapi tidak segera terjadi
sebagai akibatnya, bahwa Allah adalah subyek dari celaan ini.
Karena bersama Paulus kami akan menjawab dengan cara ini:
"Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah?
Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya:
‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ Apakah tukang
periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat
dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan
yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang
biasa / hina / tak terhormat?" (Ro 9:20-21).] - ‘Institutes of The
Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 4.

John Calvin: “They will say that God’s righteousness is not truly
defended thus but that we are attempting a subterfuge such as those
who lack a just excuse are wont to have. For what else seems to be
said here than that God has a power that cannot be prevented from
doing whatever it pleases him to do? But it is far otherwise. For what
stronger reason can be adduced than when we are bidden to ponder
who God is? For how could he who is the Judge of the earth allow
any iniquity (cf. Genesis 18:25)? If the execution of judgment
properly belongs to God’s nature, then by nature he loves
righteousness and abhors unrighteousness.” [= Mereka mengatakan
bahwa kebenaran Allah tidak benar-benar dipertahankan dengan
cara ini, tetapi bahwa kami sedang berusaha menghindari suatu
argumentasi seperti ‘mereka yang tak mempunyai suatu alasan /
dalih yang benar’ biasa lakukan. Karena apa yang dikatakan di
sini selain dari pada bahwa Allah mempunyai suatu kuasa yang tak
bisa dicegah dari melakukan apapun yang memperkenan Dia
untuk melakukannya? Tetapi jauh dari itu. Karena alasan yang
lebih kuat apa yang bisa dipakai sebagai bukti dari argumentasi
dari pada pada waktu kita diminta untuk memikirkan siapa Allah
itu? Karena bagaimana bisa, Ia, yang adalah Hakim dari seluruh
dunia, mengijinkan ketidak-adilan apapun (bdk. Kej 18:25)? Jika
pelaksanaan dari penghakiman secara benar adalah milik dari
hakekat Allah, maka secara hakiki / alamiah Ia mengasihi
kebenaran dan membenci / jijik terhadap ketidak-benaran.] -
‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 4.
Kej 18:25 - “Jauhlah kiranya dari padaMu untuk berbuat
demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang
fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang
fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari padaMu! Masakan
Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?’”.
John Calvin: “Accordingly, the apostle did not look for loopholes of
escape as if he were embarrassed in his argument but showed that the
reason of divine righteousness is higher than man’s standard can
measure, or than man’s slender wit can comprehend. The apostle
even admits that such depth underlies God’s judgments (Romans
11:33) that all men’s minds would be swallowed up if they tried to
penetrate it. But he also teaches how unworthy it is to reduce God’s
works to such a law that the moment we fail to understand their
reason, we dare to condemn them. That saying of Solomon’s is well
known, although few properly understand it: ‘The great Creator of all
things pays the fool his wages, and the transgressors theirs’ (Proverbs
26:10, cf. Geneva Bible). For he is exclaiming about the greatness of
God, in whose decision is the punishment of fools and transgressors,
although he does not bestow on them his Spirit. Monstrous indeed is
the madness of men, who desire thus to subject the immeasurable to
the puny measure of their own reason!” [= Sesuai dengan itu, sang
rasul tidak mencari cara menghindar untuk lolos seakan-akan ia
malu / dipermalukan dalam argumentasinya tetapi menunjukkan
bahwa alasan dari kebenaran ilahi adalah lebih tinggi dari pada
yang bisa diukur oleh standard manusia, atau dari pada yang bisa
dimengerti oleh kemampuan alamiah untuk mengerti yang sedikit
dari manusia. Sang rasul bahkan mengakui bahwa kedalaman
seperti itu merupakan dasar dari penghakiman-penghakiman Allah
(Ro 11:33) sehingga semua pikiran manusia akan ditelan jika
mereka mencoba untuk memasuki / menembusnya. Tetapi ia juga
mengajar betapa tak layaknya untuk menurunkan pekerjaan-
pekerjaan Allah pada suatu hukum seperti itu sehingga pada saat
kita gagal untuk mengerti alasan-alasan mereka, kita berani
mengkritik / menghakimi mereka. Kata-kata Salomo dikenal
dengan baik, sekalipun sedikit yang mengertinya dengan benar:
‘Pencipta yang besar / agung dari segala sesuatu membayar orang
tolol upahnya, dan membayar pelanggar-pelanggar upah mereka’
(Amsal 26:10, bdk. Geneva Bible). Karena ia sedang menyatakan
tentang kebesaran / keagungan Allah, dalam keputusan siapa ada
hukuman dari orang-orang tolol dan pelanggar-pelanggar,
sekalipun Ia tidak memberi pada mereka RohNya. Memang sangat
besar kegilaan manusia, yang ingin untuk menundukkan ‘Yang
Tak Terukur’ pada ukuran yang kecil dari akal mereka sendiri!] -
‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 4.

Ro 11:33 - “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan


pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-
keputusanNya dan sungguh tak terselami jalan-jalanNya!”.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘his judgments’ [= penghakiman-
penghakimanNya].

Amsal 26:10 - “Siapa mempekerjakan orang bebal dan orang-


orang yang lewat adalah seperti pemanah yang melukai tiap
orang.”.
KJV: ‘The great God that formed all things both rewardeth the
fool, and rewardeth transgressors.’ [= Allah yang besar / agung
yang membentuk segala sesuatu mengupahi orang-orang tolol,
dan mengupahi pelanggar-pelanggar.].
RSV: ‘Like an archer who wounds everybody is he who hires a
passing fool or drunkard.’ [= Seperti seorang pemanah yang
melukai setiap orang adalah ia yang mempekerjakan seorang
tolol atau pemabuk yang lewat.].
NIV: ‘Like an archer who wounds at random is he who hires a fool
or any passer-by.’ [= Seperti seorang pemanah yang melukai
secara acak adalah ia yang mempekerjakan seorang tolol atau
seadanya orang yang lewat.].
NASB: ‘Like an archer who wounds everyone, So is he who hires
a fool or who hires those who pass by.’ [= Seperti seorang
pemanah yang melukai setiap orang, Demikianlah ia yang
mempekerjakan seorang tolol atau yang mempekerjakan mereka
yang lewat.].
Catatan: kelihatannya hanya KJV yang mirip dengan terjemahan
yang Calvin gunakan, dan dalam KJV kata ‘God’ [= Allah] dicetak
dengan huruf miring, yang menunjukkan bahwa itu tidak ada
dalam bahasa aslinya.

John Calvin: “Paul calls the angels who stood in their uprightness
‘elect’ (1 Timothy 5:21); if their steadfastness was grounded in God’s
good pleasure, the rebellion of the others proves the latter were
forsaken. No other cause of this fact can be adduced but reprobation,
which is hidden in God’s secret plan.” [= Paulus menyebut malaikat-
malaikat yang bertahan dalam kebenaran mereka ‘pilihan’ (1Tim
5:21); jika kesetiaan mereka didasarkan pada perkenan yang baik
dari Allah, pemberontakan dari malaikat-malaikat yang lain
membuktikan bahwa yang terakhir ini ditinggalkan. Tak ada
penyebab lain dari fakta ini bisa dikutip sebagai bukti kecuali
penentuan binasa, yang tersembunyi dalam rencana rahasia Allah.]
- ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no
4.
1Tim 5:21 - “Di hadapan Allah dan Kristus Yesus dan malaikat-
malaikat pilihanNya kupesankan dengan sungguh kepadamu:
camkanlah petunjuk ini tanpa prasangka dan bertindaklah dalam
segala sesuatu tanpa memihak.”.
KJV/RSV/NIV: ‘the elect angels’ [= malaikat-malaikat pilihan].
NASB: ‘His chosen angels’ [= malaikat-malaikat pilihanNya].

John Calvin: “And let us not be ashamed, following Paul’s example,


to stop the mouths of the wicked, and whenever they dare to rail,
repeat the same thing: ‘Who are you, miserable men, to make
accusation against God?’ (Romans 9:20 p.). Why do you, then, accuse
him because he does not temper the greatness of his works to your
ignorance? As if these things were wicked because they are hidden
from flesh! It is known to you by clear evidence that the judgments of
God are beyond measure. You know that they are called a ‘great
deep’ (Psalm 36:6). Now consider the narrowness of your mind,
whether it can grasp what God has decreed with himself. What good
will it do you in your mad search to plunge into the ‘deep,’ which
your own reason tells you will be your destruction? Why does not
some fear at least restrain you because the history of Job as well as
the prophetic books proclaim God’s incomprehensible wisdom and
dreadful might?” [= Dan hendaklah kita tidak malu, mengikuti
teladan Paulus, untuk menghentikan mulut-mulut dari orang-orang
jahat, dan kapanpun mereka berani untuk menyatakan keberatan /
kritik, ulangilah hal yang sama: ‘Siapakah kamu, manusia yang
hina, untuk membuat tuduhan terhadap Allah?’ (Ro 9:20
paraphrased / ditulis dengan kata-kata sendiri.). Lalu mengapa
kamu menuduh Dia karena Ia tidak memodifikasi / menyesuaikan
kebesaran dari pekerjaan-pekerjaanNya dengan kebodohanmu?
Seakan-akan hal-hal ini adalah jahat karena mereka tersembunyi
dari daging! Itu diketahui olehmu oleh bukti yang jelas bahwa
penghakiman-penghakiman Allah melampaui ukuran. Kamu tahu
bahwa mereka disebut ‘kedalaman yang besar’ (Maz 36:7).
Sekarang pertimbangkan sempitnya pikiranmu, apakah itu bisa
mengerti apa yang telah Allah tetapkan dengan diriNya sendiri.
Apa baiknya bagimu dalam penyelidikanmu yang gila untuk
menceburkan diri ke dalam ‘kedalaman’, yang akalmu sendiri
memberitahumu akan menjadi kehancuranmu? Mengapa
setidaknya sedikit rasa takut tidak mengekangmu karena sejarah
dari Ayub maupun kitab-kitab nubuatan memberitakan hikmat
yang tak bisa dimengerti dan kekuatan yang menakutkan dari
Allah?] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter
XXIII, no 5.
Maz 36:7 - “KeadilanMu adalah seperti gunung-gunung Allah,
hukumMu bagaikan samudera raya yang hebat. Manusia dan
hewan Kauselamatkan, ya TUHAN.”.
KJV: ‘thy judgments are a great deep:’ [= penghakiman-
penghakimanMu adalah suatu kedalaman yang besar:].
RSV/NASB mirip dengan KJV.

John Calvin: “Accordingly, man falls according as God’s providence


ordains, but he falls by his own fault.” [= Karena itu, manusia jatuh
sebagaimana yang Providensia Allah tentukan, tetapi ia jatuh oleh
kesalahannya sendiri.] - ‘Institutes of The Christian Religion’,
Book III, Chapter XXIII, no 8.

Dari semua kutipan di atas jelas bahwa Calvin memang


mengajarkan bahwa dosa terjadi karena ditentukan oleh Allah,
tetapi manusia tetap dipersalahkan pada saat berbuat dosa.

Saya akan memberi 2 contoh di bawah ini tentang orang yang


dihukum oleh Tuhan karena dosanya, padahal dosa itu jelas
ditentukan, dan diatur terjadinya, oleh Allah!

a) Nebukadnezar.

Yer 25:12 - “Kemudian sesudah genap ketujuh puluh tahun itu,


demikianlah firman TUHAN, maka Aku akan melakukan
pembalasan kepada raja Babel dan kepada bangsa itu oleh
karena kesalahan mereka, juga kepada negeri orang-orang
Kasdim, dengan membuatnya menjadi tempat-tempat yang
tandus untuk selama-lamanya.”.

Calvin (tentang Yer 25:12): “God says also, that at the end of
seventy years he would ‘visit the iniquity of the king of Babylon,’
and of his whole people. We hence learn that Nebuchadnezzar was
not called God’s servant because he deserved anything for his
service, but because God led him while he was himself
unconscious, or not thinking of any such thing, to do a service
which neither he nor his subjects understood to be for God.
Though, then, the Lord employs the ungodly in executing his
judgments, yet their guilt is not on this account lessened; they are
still exposed to God’s judgment. And these two things well agree
together, - that the devil and all the ungodly serve God, though not
of their own accord, but whenever he draws them by his hidden
power, and that they are still justly punished, even when they have
served God; for though they perform his work, yet not because they
are commanded to do so. They are therefore justly liable to
punishment, according to what the Prophet teaches us here.” [=
Allah juga berkata, bahwa pada akhir dari 70 tahun Ia akan
‘menghukum kejahatan dari raja Babel’, dan seluruh
bangsanya. Karena itu kami mendapatkan bahwa Nebukadnezar
tidak disebut pelayan / hamba Allah karena ia layak dalam hal
apapun untuk pelayananNya, tetapi karena Allah membimbing
dia pada saat ia sendiri tidak menyadarinya, atau tidak berpikir
tentang hal apapun seperti itu, untuk melakukan suatu
pelayanan yang baik ia ataupun para bawahannya tidak
mengertinya sebagai sesuatu untuk Allah. Karena itu, sekalipun
Tuhan menggunakan orang-orang jahat dalam pelaksanaan
penghakimanNya, tetapi kesalahan mereka bukannya berkurang
karena hal ini; mereka tetap terbuka bagi penghakiman Allah.
Dan dua hal ini sesuai dengan baik, - bahwa setan dan semua
orang jahat melayani Allah, sekalipun bukan dari persetujuan
mereka, tetapi kapanpun Ia menarik mereka oleh kuasaNya
yang tersembunyi, dan bahwa mereka tetap secara adil / benar
dihukum, bahkan pada waktu mereka telah melayani Allah;
karena sekalipun mereka melakukan pekerjaanNya, tetapi
bukan karena mereka diperintahkan untuk melakukan
demikian. Karena itu mereka secara adil / benar terbuka
terhadap penghukuman, sesuai dengan apa yang sang Nabi
ajarkan kepada kita di sini.].

b) Yudas Iskariot.

Mat 26:24 - “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan


yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang
olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi
orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.’”.

Mark 14:21 - “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan


yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang
olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi
orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.’”.

Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti


yang telah DITETAPKAN, akan tetapi, celakalah orang yang
olehnya Ia diserahkan!’”.
Catatan: kata ‘ditetapkan’ dalam Luk 22:22 itu diterjemahkan
‘decreed’ [= ditetapkan] oleh NIV, dan diterjemahkan
‘determined’ [= ditentukan] oleh KJV/RSV/NASB/ASV/NKJV.

Calvin (tentang Mat 26:24): “what could be more unreasonable


than that the Son of God should be infamously betrayed by a
disciple, and abandoned to the rage of enemies, in order to be
dragged to an ignominious death? But Christ declares that all this
takes place only by the will of God; and he proves this decree by
the testimony of Scripture, because God formerly revealed, by the
mouth of his Prophet, what he had determined.” [= apa yang bisa
lebih tidak masuk akal dari pada bahwa Anak Allah harus
secara buruk dikhianati oleh seorang murid, dan ditinggalkan
pada kemarahan dari musuh-musuh, supaya diseret pada suatu
kematian yang hina / memalukan? Tetapi Kristus menyatakan
bahwa semua ini terjadi hanya oleh kehendak Allah; dan Ia
membuktikan ketetapan ini oleh kesaksian dari Kitab Suci,
karena Allah sebelumnya telah menyatakan, oleh mulut dari
NabiNya, apa yang telah lebih dulu Ia tentukan.].

Calvin (tentang Mat 26:24): “I am aware of the manner in which


some commentators endeavor to avoid this rock. They acknowledge
that what had been written was accomplished through the agency
of Judas, because God testified by predictions what He foreknew.
By way of softening the doctrine, which appears to them to be
somewhat harsh, they substitute the foreknowledge of God in place
of the decree, as if God merely beheld from a distance future
events, and did not arrange them according to his pleasure. But
very differently does the Spirit settle this question; for not only does
he assign as the reason why Christ was delivered up, that ‘it was so
written,’ but also that it was so ‘determined.’ For where Matthew
and Mark quote Scripture, Luke leads us direct to the heavenly
decree, saying, ‘according to what was determined;’” [= Saya
menyadari tentang cara dengan mana sebagian penafsir
berusaha untuk menghindari batu karang ini. Mereka mengakui
bahwa apa yang telah ditulis, dicapai melalui Yudas sebagai alat,
karena Allah menyaksikan oleh ramalan / nubuat, apa yang
telah Ia ketahui sebelumnya. Dengan cara melunakkan doktrin
ini, yang terlihat bagi mereka agak keras / tajam, mereka
menggantikan ‘pengetahuan lebih dulu dari Allah’ di tempat
dari ‘ketetapan’, seakan-akan Allah hanya melihat dari jauh
kejadian-kejadian yang akan datang, dan tidak mengatur
mereka sesuai kesenanganNya. Tetapi Roh membereskan /
menjawab pertanyaan ini dengan cara yang sangat berbeda;
karena Ia memberikan sebagai alasan mengapa Kristus
diserahkan, bukan hanya bahwa ‘ada tertulis’, tetapi juga bahwa
itu ‘ditentukan’. Karena dimana Matius dan Markus mengutip
Kitab Suci, Lukas membimbing kita langsung pada ketetapan
surgawi, dengan mengatakan ‘seperti yang telah ditentukan’;].

Calvin (tentang Mat 26:24): “And yet Christ does not affirm that
Judas was freed from blame, on the ground that he did nothing but
what God had appointed. For though God, by his righteous
judgment, appointed for the price of our redemption the death of
his Son, yet nevertheless, Judas, in betraying Christ, brought upon
himself righteous condemnation, because he was full of treachery
and avarice. In short, God’s determination that the world should be
redeemed, does not at all interfere with Judas being a wicked
traitor. Hence we perceive, that though men can do nothing but
what God has appointed, still this does not free them from
condemnation, when they are led by a wicked desire to sin. For
though God directs them, by an unseen bridle, to an end which is
unknown to them, nothing is farther from their intention than to
obey his decrees. Those two principles, no doubt, appear to human
reason to be inconsistent with each other, that God regulates the
affairs of men by his Providence in such a manner, that nothing is
done but by his will and command, and yet he damns the
reprobate, by whom he has carried into execution what he
intended. But we see how Christ, in this passage, reconciles both,
by pronouncing a curse on Judas, though what he contrived
against God had been appointed by God; not that Judas’s act of
betraying ought strictly to be called the work of God, but because
God turned the treachery of Judas so as to accomplish His own
purpose.” [= Tetapi Kristus tidak menegaskan bahwa Yudas
bebas dari kesalahan, karena ia hanya melakukan apa yang
telah Allah tetapkan. Karena sekalipun Allah, oleh
penghakimanNya yang benar, menetapkan sebagai harga
penebusan kita kematian dari AnakNya, tetapi sekalipun
demikian, Yudas, dalam mengkhianati Kristus, membawa
kepada dirinya sendiri penghukuman yang benar, karena ia
penuh dengan pengkhianatan dan ketamakan. Singkatnya,
penentuan Allah bahwa dunia harus ditebus, sama sekali tidak
mencampuri keberadaan Yudas sebagai seorang pengkhianat
yang jahat. Karena itu kita memahami bahwa sekalipun
manusia tidak bisa melakukan apapun kecuali apa yang telah
Allah tetapkan, hal ini tetap tidak membebaskan manusia dari
penghukuman, pada waktu mereka dibimbing pada dosa oleh
suatu keinginan yang jahat. Karena sekalipun Allah
mengarahkan mereka, oleh suatu kekang yang tak terlihat, pada
suatu tujuan yang tidak mereka ketahui, mereka sama sekali
tidak bermaksud untuk mentaati ketetapan-ketetapanNya.
TIDAK DIRAGUKAN BAHWA DUA PRINSIP ITU
TERLIHAT BAGI AKAL MANUSIA SEBAGAI TIDAK
KONSISTEN SATU DENGAN YANG LAIN, bahwa Allah
mengatur urusan-urusan / perkara-perkara manusia oleh
ProvidensiaNya dengan cara sedemikian rupa, sehingga tidak
ada yang terjadi kecuali oleh kehendak dan perintahNya, tetapi
Ia menyalahkan / menghukum orang-orang jahat, oleh siapa Ia
melaksanakan apa yang Ia maksudkan. Tetapi kita melihat
bagaimana Kristus, dalam text ini, memperdamaikan keduanya,
dengan mengumumkan suatu kutukan pada Yudas, sekalipun
apa yang ia buat / rencanakan terhadap Allah telah ditetapkan
oleh Allah; bukan bahwa tindakan pengkhianatan Yudas secara
ketat harus disebut sebagai pekerjaan Allah, tetapi karena Allah
membelokkan pengkhianatan Yudas sehingga mencapai tujuan /
rencanaNya sendiri.].

Ini berlaku bukan hanya untuk Nebukadnezar dan Yudas Iskariot,


tetapi untuk semua orang. Di seluruh Alkitab kita menjumpai
peristiwa-peristiwa dimana manusia berbuat dosa dan dihukum
oleh Tuhan, dan orang percaya berbuat dosa dan dihajar oleh
Tuhan! Jadi, fakta bahwa Allah menentukan dosa mereka, sama
sekali tidak membebaskan mereka dari tanggung jawab dalam
arti mereka dianggap bersalah, dan dihukum / dihajar karena
dosa itu!

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 18 Juli 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (22)


B) Mengapa manusia tetap mempunyai tanggung jawab?

1) Kita harus hidup sesuai dengan kehendak Allah yang dinyatakan


kepada kita (yaitu Firman Tuhan / Kitab Suci), bukan
berdasarkan kehendak / rencana Allah yang tersembunyi / yang
tidak kita ketahui.

Ul 29:29 - “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah


kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-
anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala
perkataan hukum Taurat ini.’”.

Perhatikan bahwa ayat ini berkata bahwa:


a) ‘hal-hal yang tersembunyi’ itu ialah ‘bagi Tuhan’.
Jadi, Rencana Allah yang tersembunyi / tidak kita ketahui itu,
bukan untuk kita, dan karenanya itu bukan pedoman hidup
kita.
b) ‘hal-hal yang dinyatakan’ ialah ‘bagi kita’.
‘Hal-hal yang dinyatakan’ ini ialah hukum Taurat, atau Firman
Tuhan. Ini dikatakan ‘bagi kita’, dan karena itu inilah pedoman
hidup kita.

Calvin (tentang Ul 29:29): “To me there appears no doubt that, by


ANTITHESIS, there is a comparison here made between the doctrine
openly set forth in the Law , and the hidden and incomprehensible
counsel of God, concerning which it is not lawful to inquire. In my
opinion, therefore, the copula is used for the adversative particle; as
though it were said, ‘God indeed retains to Himself secret things,
which it neither concerns nor profits us to know, and which surpass
our comprehension; but these things, which He has declared to us,
belong to us and to our children.’” [= Bagi saya disana terlihat tak
ada keraguan bahwa, oleh suatu pengkontrasan, disana ada suatu
perbandingan yang dibuat disini antara ajaran yang dinyatakan
dengan kata-kata dalam hukum Taurat, dan rencana yang
tersembunyi dan tak bisa dimengerti dari Allah, berkenaan dengan
mana merupakan sesuatu yang salah untuk menanyakan /
menyelidiki. Karena itu, dalam pandangan saya, kata kerja
penghubung digunakan untuk bagian yang menyatakan
pertentangan / kontras; seakan-akan dikatakan, ‘Allah memang
menahan bagi diriNya sendiri hal-hal yang bersifat rahasia, yang
tidak penting ataupun berguna bagi kita untuk mengetahuinya, dan
yang melampaui pengertian kita ; tetapi hal-hal ini, yang telah Ia
nyatakan kepada kita, adalah milik kita dan anak-anak kita’.].
Catatan: saya tak terlalu mengerti bagaimana menterjemahkan
bagian yang saya beri warna hijau.
a) ‘copula’ seharusnya berarti ‘kata kerja penghubung’, dan itu
dalam bahasa Inggris biasanya adalah kata kerja ‘to be’ (am,
is, are).
b) ‘adversative particle’ kalau diterjemahkan adalah ‘bagian yang
menyatakan pertentangan’. Kalau dilihat dalam Bible Works 8
maka dalam LXX / Septuaginta digunakan kata Yunani DE [=
but / tetapi] yang disebut sebagai ‘adversative particle’, dan
dalam bahasa Ibrani itu adalah huruf Vaw, yang memang bisa
berarti ‘but’ / ‘tetapi’.

Tetapi bagaimanapun, kita bisa mengerti apa yang Calvin


maksudkan. Ayat ini memang mengkontraskan 2 hal:
1. Yang pertama rencana Allah yang tersembunyi dan melampaui
pengertian kita. Ini tak penting ataupun berguna bagi kita untuk
mengetahuinya.
2. Yang kedua adalah hukum Taurat, yang telah Allah nyatakan
kepada kita. Ini yang berguna bagi kita dan anak-anak kita.

Calvin (tentang Ul 29:29): “It is a remarkable passage, and


especially deserving of our observation, for by it audacity and
excessive curiosity are condemned, whilst pious minds are aroused to
be zealous in seeking instruction. We know how anxious men are to
understand things, the knowledge of which is altogether unprofitable,
and even the investigation of them injurious. ... On the other hand,
what God plainly sets before us, and would have familiarly known, is
either neglected, or turned from in disgust, or put far away from us,
as if it were too obscure. In the first clause, then, Moses briefly
reproves and restrains that temerity which leaps beyond the bounds
imposed by God; and in the latter, exhorts us to embrace the doctrine
of the Law, in which God’s will is declared to us, as if He were openly
speaking to us; and thus he encounters the folly of those who fly from
the light presented to them, and wrongfully accuse of obscurity that
doctrine, wherein God has let Himself down to the measure of our
understanding.” [= Ini merupakan text yang layak diperhatikan,
dan secara khusus layak mendapatkan perhatian kita, karena
olehnya keberanian dan keingin-tahuan yang berlebihan dikecam,
sedangkan pikiran yang saleh dibangkitkan untuk bersemangat
dalam mencari instruksi / pengajaran. Kita tahu betapa sangat
inginnya manusia untuk mengerti hal-hal, yang pengertian
tentangnya sama sekali tak bermanfaat, dan bahkan penyelidikan
tentangnya berbahaya. ... Di sisi yang lain, apa yang Allah secara
jelas letakkan di depan kita, dan inginkan untuk kita ketahui
secara akrab, atau kita abaikan, atau kita berpaling darinya dalam
kejijikan, atau kita jauhkan itu dari kita, seakan-akan itu terlalu
kabur. Jadi, dalam anak kalimat yang pertama, Musa secara
singkat mencela dan mengekang kecerobohan / keberanian yang
berlebihan yang meloncat melampaui batasan-batasan yang
ditetapkan oleh Allah; dan dalam anak kalimat yang kedua,
mendesak kita untuk menerima ajaran dari hukum Taurat, dalam
mana kehendak Allah dinyatakan kepada kita, seakan-akan Ia
secara terbuka berbicara kepada kita; dan demikianlah Ia
menghadapi kebodohan dari mereka yang lari dari terang yang
ditawarkan kepada mereka, dan secara salah menuduh kekaburan
ajaran itu, dalam mana Allah telah menurunkan diriNya sendiri
pada ukuran dari pengertian kita.].

Calvin (tentang Ul 29:29): “Lastly, Moses requires obedience of the


people, and reminds them that the Law was not only given that the
Israelites might know what was right, but that they might do all that
God taught.” [= Yang terakhir, Musa menuntut ketaatan dari
bangsa itu, dan mengingatkan mereka bahwa hukum Taurat bukan
diberikan hanya supaya bangsa Israel bisa tahu apa yang benar,
tetapi supaya mereka bisa melakukan semua yang Allah ajarkan.].

Bdk. Yak 1:22 - “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman


dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu
menipu diri sendiri.”.

Contoh:
a) Dalam persoalan keselamatan.
Tuhan sudah menentukan / memilih orang-orang tertentu untuk
selamat (Ef 1:4,5,11) dan orang-orang tertentu untuk binasa /
masuk neraka (Yoh 17:12 Ro 9:22), tetapi kita tidak tahu
siapa yang dipilih untuk selamat dan siapa yang dipilih untuk
binasa. Jadi itu adalah kehendak Allah yang tersembunyi dan
tidak boleh kita jadikan dasar / pedoman hidup kita, misalnya
dengan berpikir / bersikap seperti ini:

1. Sekarang ini saya tidak perlu percaya kepada Yesus. Kalau


saya memang ditentukan selamat, nanti saya pasti akan
percaya dengan sendirinya. Dan sebaliknya, kalau saya
ditentukan untuk binasa, bagaimanapun saya mau percaya,
saya tak akan bisa percaya. Pikiran / sikap seperti ini jelas
salah!

2. Mungkin orang yang mau saya injili itu bukan orang pilihan,
sehingga hanya membuang-buang waktu dan tenaga untuk
memberitakan Injil kepada dia. Biarkan saja dia, kalau
ternyata dia orang pilihan, toh nanti dia akan percaya
dengan sendirinya. Lagi-lagi, pikiran / sikap seperti ini jelas
salah!

Sebaliknya, kita harus hidup berdasarkan Firman Tuhan


(kehendak Allah yang dinyatakan bagi kita), misalnya:

a. Kis 16:31 merupakan perintah untuk percaya kepada Yesus.


Jadi, apakah saya dipilih untuk selamat atau binasa, itu
tidak saya ketahui, dan karenanya bukan urusan saya dan
bukan pedoman hidup saya. Pedoman hidup saya adalah
Firman Tuhan, dan Firman Tuhan dalam Kis 16:31
menyuruh saya percaya kepada Yesus.

Kis 16:30-31 - “(30) Ia mengantar mereka ke luar, sambil


berkata: ‘Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya
aku selamat?’ (31) Jawab mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan
Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi
rumahmu.’”.

b. Mat 28:19-20 merupakan perintah untuk memberitakan Injil


kepada semua orang. Jadi pada waktu saya bertemu
dengan seseorang, bukanlah urusan saya apakah orang itu
dipilih untuk selamat atau binasa. Itu tidak saya ketahui dan
karenanya bukan pedoman hidup saya. Urusan saya adalah
melakukan perintah Firman Tuhan dalam Mat 28:19, yaitu
menjadikan semua bangsa murid Yesus.

Mengingat adanya banyak fitnahan bahwa menjadi seorang


Calvinist / Reformed berarti tidak perlu memberitakan Injil,
mari kita lihat pandangan Calvin sendiri berkenaan dengan
hal ini.

Calvin (tentang Mat 28:19): “The meaning amounts to this,


that by proclaiming the gospel everywhere, they should bring
‘all nations’ to the obedience of the faith, and next, that they
should seal and ratify their doctrine by the sign of the gospel. ...
Let us learn from this passage, that the apostleship is not an
empty title, but a laborious office; and that, consequently,
nothing is more absurd or intolerable than that this honor
should be claimed by hypocrites, who live like kings at their
ease, and disdainfully throw away from themselves the office of
‘teaching.’ ... no man can be a successor of the apostles who
does not devote his services to Christ in the preaching of the
gospel.” [= Artinya adalah ini, bahwa dengan memberitakan
Injil dimana-mana, mereka harus membawa ‘semua bangsa’
pada ketaatan dari iman, dan selanjutnya, bahwa mereka
harus memeteraikan dan meneguhkan ajaran mereka dengan
tanda dari injil. ... Hendaklah kita belajar dari text ini, bahwa
kerasulan bukanlah suatu gelar yang kosong, tetapi suatu
jabatan yang ditandai oleh jerih payah / kerja keras; dan
bahwa, karena itu, tak ada yang lebih menggelikan / konyol
atau tak bisa ditoleransi dari pada bahwa kehormatan ini
harus diclaim oleh orang-orang munafik, yang hidup seperti
raja-raja dalam kenyamanan mereka, dan dengan bersikap
jijik membuang dari diri mereka sendiri tugas dari
‘pengajaran’. ... tak seorangpun bisa adalah seorang
pengganti dari rasul-rasul, yang tidak membaktikan
pelayanan-pelayanannya kepada Kristus dalam pemberitaan
Injil.].
Catatan: dalam bagian akhir dari kutipan ini (bagian yang
saya beri warna hijau), Calvin jelas menyerang Gereja
Katolik yang menganggap Paus sebagai pengganti rasul-
rasul.

Bdk. Ro 10:13-15 - “(13) Sebab, barangsiapa yang berseru


kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. (14) Tetapi
bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka
tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya
kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia.
Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada
yang memberitakanNya? (15) Dan bagaimana mereka dapat
memberitakanNya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada
tertulis: ‘Betapa indahnya kedatangan mereka yang
membawa kabar baik!’”.
Catatan: aneh bahwa dalam terjemahan LAI ay 14b tidak
diakhiri dengan tanda tanya, padahal ini jelas-jelas
merupakan suatu kalimat tanya. Dalam terjemahan-
terjemahan bahasa Inggris, semua kalimat-kalimat dalam
ay 14-15a merupakan kalimat-kalimat tanya, dan diakhiri
dengan tanda tanya.

Calvin (tentang Ro 10:14-17): “Where then there is a calling


on God, there is faith; and where faith is, the seed of the word
has preceded; where there is preaching there is the calling of
God.” [= Jadi dimana ada suatu pemanggilan kepada Allah,
disana ada iman; dan dimana iman ada, benih dari firman
telah mendahuluinya; dimana disana ada pemberitaan disana
ada panggilan dari Allah.].

Calvin (tentang Ro 10:14): “It belongs not indeed to us to


imagine a God according to what we may fancy; we ought to
possess a right knowledge of him, such as is set forth in his
word. ... it is therefore necessary to have the word, that we may
have a right knowledge of God.” [= Tidak seharusnya bagi kita
untuk membayangkan / mengkhayalkan seorang Allah sesuai
dengan apa yang bisa kita bayangkan; kita harus mempunyai
suatu pengetahuan yang benar tentang Dia, seperti yang
dinyatakan dalam firmanNya. ... karena itu adalah perlu
untuk mempunyai / mendapatkan firman, supaya kita bisa
mempunyai suatu pengetahuan yang benar tentang Allah.].

Calvin (tentang Ro 10:15): “But hence we also learn how


much ought all good men to desire, and how much they ought to
value the preaching of the gospel, which is thus commended to
us by the mouth of the Lord himself. Nor is there indeed a doubt,
but that God has thus highly spoken of the incomparable value
of this treasure, for the purpose of awakening the minds of all,
so that they may anxiously desire it.” [= Tetapi karena itu kita
juga belajar betapa banyak seharusnya semua orang baik /
saleh menginginkan, dan betapa banyak mereka harus
menilai pemberitaan Injil, yang dipercayakan dengan cara
seperti itu kepada kita oleh mulut Tuhan sendiri. Juga tak ada
keraguan bahwa Allah telah berbicara dengan begitu tinggi
tentang nilai yang tak ada bandingannya dari harta ini, untuk
tujuan membangkitkan pikiran dari semua orang, sehingga
mereka bisa menginginkannya dengan sungguh-sungguh.].

b) Dalam persoalan kematian / kesehatan.


Misalnya saya terkena suatu penyakit. Dan saya lalu berpikir:
‘Mungkin saya sudah ditetapkan untuk mati, jadi percuma saya
berusaha untuk sembuh’. Ini sikap yang salah! Memang Tuhan
sudah menentukan saat kematian saya, dan juga apakah saya
akan sembuh atau tidak, dan kalau Tuhan menentukan saya
sembuh maka saat kesembuhannya juga sudah ditentukan,
dan semua ketentuan Allah itu pasti terjadi. Tetapi
persoalannya adalah: saya tidak tahu akan ketetapan Allah itu!
Itu merupakan ‘hal yang tersembunyi’ bagi saya dan karena itu
maka hal itu bukan pedoman hidup saya. Pedoman hidup saya
adalah Kitab Suci, dan Kitab Suci menyuruh saya mengasihi
diri saya sendiri (Mat 22:39 Ef 5:28-29).

Mat 22:39 - “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu,
ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”.

Ef 5:28-29 - “(28) Demikian juga suami harus mengasihi


isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi
isterinya mengasihi dirinya sendiri. (29) Sebab tidak pernah
orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan
merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,”.

Catatan: mengasihi diri sendiri itu salah, kalau motivasinya


egoisme!

Karena itu, pada saat saya sakit, saya harus berusaha untuk
sembuh, dengan cara apapun yang memungkinkan, selama
saya tidak mencari kesembuhan itu dengan jalan yang salah,
misalnya dengan pergi ke dukun (atau dengan latihan yoga,
yang jelas termasuk dalam okultisme!).

c) Dalam hal yang bersifat dosa.


Kalau ada orang yang berbuat jahat kepada saudara, dan
saudara digoda setan untuk membalasnya, maka saudara
tidak boleh berpikir: ‘Barangkali saya ditentukan untuk
membalas.’. Faktanya adalah: saudara tidak mengetahui
ketentuan Allah dalam persoalan itu, lalu mengapa menebak-
nebak apa yang tidak saudara ketahui? Dan kalau menebak,
mengapa tidak menebak sebaliknya? Karena hal itu tidak
diketahui, maka itu bukan pedoman hidup saudara. Pedoman
hidup saudara adalah apa yang dinyatakan kepada saudara
dalam Kitab Suci, yaitu “Kasihilah musuhmu” (Mat 5:44).

Kalau saudara mencari pasangan hidup, dan lalu jatuh cinta


kepada seseorang yang belum percaya kepada Kristus, maka
jangan berpikir: ‘Barangkali saya ditentukan untuk kawin
dengan orang kafir.’. Pedoman hidup saudara adalah Kitab
Suci yang berkata: “Janganlah kamu merupakan pasangan
yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya.”
(2Kor 6:14a).

Kalau saudara sudah menikah dan lalu tergoda oleh seorang


wanita lain, jangan berpikir: ‘Mungkin saya ditentukan untuk
berzinah.’. Pedoman saudara adalah Kitab Suci yang berkata:
“Jangan berzinah.” (Kel 20:14).

Ilustrasi: Ada cerita tentang seorang pendeta yang sudah


menikah yang suatu hari pergi naik kereta api. Di depannya
duduk seorang gadis yang sangat cantik dan sexy, dan
pendeta ini merasa bahwa dirinya tergoda oleh kecantikan dan
ke-sexy-an gadis itu, dan karena itu ia terus berdoa supaya
Tuhan menolongnya menghadapi pencobaan tersebut. Tiba-
tiba kereta api mengerem mendadak, dan gadis tersebut
terlempar dari kursinya dan jatuh ke pelukan si pendeta. Si
pendeta merangkul gadis itu sambil berkata: ‘Tuhan, jadilah
kehendakMu!’.

Ini hanya lelucon, tetapi merupakan contoh yang salah dimana


seseorang hidup berdasarkan Rencana kekal dari Allah (atau
yang ia anggap sebagai Rencana kekal dari Allah), dan
bukannya berdasarkan Firman Tuhan, yang jelas melarang
perzinahan!

2) Sekalipun Allah menentukan dan mengatur terjadinya dosa,


sehingga dosa itu pasti terjadi, tetapi pada saat dosa itu terjadi,
manusia melakukan dosa itu dengan kemauannya sendiri! Ini
menunjukkan bahwa kebebasan manusia tidak dibuang!
John Calvin: “we posited a distinction between compulsion and
necessity from which it appears that man, while he sins of necessity,
yet sins no less voluntarily.” [= kami menempatkan suatu perbedaan
di antara pemaksaan dan kepastian dari mana terlihat bahwa
manusia, sementara ia pasti berdosa, tetapi ia berdosa dengan
sukarela.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter
IV, No 1.

a) Dasar Kitab Suci:

1. Dalam Kel 4:21 Allah berkata bahwa Ia akan mengeraskan


hati Firaun, tetapi pada waktu ketetapan Allah itu terlaksana,
ternyata Firaun mengeraskan hatinya sendiri (Kel 7:13,22
8:15,19,32 9:7,34-35).

Kel 4:21 - “Firman TUHAN kepada Musa: ‘Pada waktu


engkau hendak kembali ini ke Mesir, ingatlah, supaya segala
mujizat yang telah Kuserahkan ke dalam tanganmu,
kauperbuat di depan Firaun. Tetapi Aku akan mengeraskan
hatinya, sehingga ia tidak membiarkan bangsa itu pergi.”.

Kel 7:3 - “Tetapi Aku akan mengeraskan hati Firaun, dan


Aku akan memperbanyak tanda-tanda dan mujizat-mujizat
yang Kubuat di tanah Mesir.”.

Kel 9:34 - “Tetapi ketika Firaun melihat, bahwa hujan, hujan


es dan guruh telah berhenti, maka teruslah ia berbuat dosa; ia
tetap berkeras hati, baik ia maupun para pegawainya.”.
KJV: ‘and hardened his heart’ [= dan mengeraskan hatinya].

Kel 14:4-5,8a - “(4) Aku akan mengeraskan hati Firaun,


sehingga ia mengejar mereka. Dan terhadap Firaun dan
seluruh pasukannya Aku akan menyatakan kemuliaanKu,
sehingga orang Mesir mengetahui, bahwa Akulah TUHAN.’
Lalu mereka berbuat demikian. (5) Ketika diberitahukan
kepada raja Mesir, bahwa bangsa itu telah lari, maka
berubahlah hati Firaun dan pegawai-pegawainya terhadap
bangsa itu, dan berkatalah mereka: ‘Apakah yang telah kita
perbuat ini, bahwa kita membiarkan orang Israel pergi dari
perbudakan kita?’ ... (8a) Demikianlah TUHAN mengeraskan
hati Firaun, raja Mesir itu, sehingga ia mengejar orang
Israel.”.
2. Dalam Ayub 1:21 Ayub berkata bahwa ‘Tuhan yang
mengambil’; tetapi dalam Ayub 1:15,17 orang-orang Syeba
dan Kasdim melakukan perampokan itu dengan kemauan
mereka sendiri.

3. Yes 10:5-7 - Asyur adalah alat Tuhan untuk menghukum


Israel, tetapi Asyur melakukan sendiri dengan motivasi yang
berbeda.

Yes 10:5-7 - “(5) Celakalah Asyur, yang menjadi cambuk


murkaKu dan yang menjadi tongkat amarahKu! (6) Aku akan
menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan Aku akan
memerintahkannya melawan umat sasaran murkaKu, untuk
melakukan perampasan dan penjarahan, dan untuk
menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan. (7) Tetapi
dia sendiri tidak demikian maksudnya dan tidak demikian
rancangan hatinya, melainkan niat hatinya ialah hendak
memunahkan dan hendak melenyapkan tidak sedikit bangsa-
bangsa.”.

b) Salah satu pertanyaan yang paling sering keluar dalam


persoalan ini adalah: Jika Allah sudah menentukan dan
mengatur segala sesuatu, bagaimana mungkin manusia masih
bisa mempunyai kebebasan, dan bahkan harus bertanggung
jawab atas dosanya?

Jawab:

1. Terus terang, tidak ada orang yang bisa mengharmoniskan


2 hal yang kelihatannya bertentangan ini. Orang Reformed
hanya melihat bahwa 2 hal itu sama-sama diajarkan oleh
Kitab Suci (bdk. Ro 9:19-21 Luk 22:22), tetapi Kitab Suci
tidak pernah mengharmoniskannya. Karena itu orang
Reformed juga mengajarkan kedua hal itu, tanpa
mengharmoniskannya. Ini merupakan wujud kesetiaan dan
ketundukan kepada Kitab Suci, sekalipun Kitab Suci itu
melampaui akal kita!

Ro 9:19-21 - “(19) Sekarang kamu akan berkata kepadaku:


‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab
siapa yang menentang kehendakNya?’ (20) Siapakah kamu,
hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang
dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah
engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah tukang
periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk
membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai
guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai
guna tujuan yang biasa?”.

Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi


seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang
yang olehnya Ia diserahkan!’”.

Sebetulnya dalam banyak hal yang lain, kita juga melihat hal
yang sama.
Misalnya:
a. Kita percaya bahwa Allah itu maha kasih dan mahatahu.
b. Kita juga percaya bahwa Allah menciptakan neraka dan
orang-orang tertentu yang Ia tahu bakal masuk ke neraka.
Kalau memang Ia maha kasih dan maha tahu, mengapa Ia
tidak HANYA menciptakan orang yang akan masuk ke
surga?
Saya yakin tidak ada orang yang bisa mengharmoniskan 2
kebenaran di atas itu, termasuk orang Arminian, tetapi toh
semua orang kristen (termasuk orang Arminian) percaya
dan mengajarkan ke 2 kebenaran itu, karena Kitab Suci
memang jelas mengajarkan kedua hal itu. Lalu mengapa
dalam hal doktrin Providence of God ini kita tidak mau
bersikap sama?

Calvin (tentang Kej 50:20): “If human minds cannot reach


these depths, let them rather suppliantly adore the mysteries they
do not comprehend, than, as vessels of clay, proudly exalt
themselves against their Maker.” [= Jika pikiran manusia tidak
bisa menjangkau hal-hal yang dalam ini, hendaklah mereka
dengan rendah hati memuja misteri yang tidak mereka
mengerti, dari pada, sebagai bejana tanah liat, dengan
sombong meninggikan diri mereka sendiri terhadap Pencipta
mereka.] - hal 488.

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 25 Juli 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (23)


2. Perhatikan beberapa kutipan di bawah ini berkenaan
dengan penentuan Allah dan kebebasan / tanggung jawab
manusia.

John Calvin: “Accordingly, man falls according as God’s


providence ordains, but he falls by his own fault.” [= Karena
itu, manusia jatuh sebagaimana yang Providensia Allah
tentukan, tetapi ia jatuh oleh kesalahannya sendiri.] -
‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII,
no 8.

John Murray: “There is divine predetermination or


foreordination in connection with sin. The fall was foreordained
by God and its certainty was therefore guaranteed. ... God is not
the author of sin. For sin as sinfulness, man alone was
responsible, and he alone is the agent of execution.” [= Di sana
ada keputusan / perencanaan atau penentuan sebelumnya
yang bersifat Ilahi / dari Allah dalam hubungannya dengan
dosa. Kejatuhan ditentukan lebih dulu oleh Allah dan karena
itu kepastiannya dijamin. ... Allah bukan Pencipta dosa.
Karena / untuk dosa sebagai keberdosaan, manusia saja yang
bertanggung-jawab, dan ia saja yang merupakan agen dari
pelaksanaan.] - ‘Collected Writings of John Murray’, Vol 2,
hal 73.

Loraine Boettner: “But while the Bible repeatedly teaches that


this providential control is universal, powerful, wise, and holy, it
nowhere attempts to inform us how it is to be reconciled with
man’s free agency.” [= Tetapi sementara Alkitab berulangkali
mengajar bahwa pengendalian providensia ini bersifat
universal, berkuasa, bijaksana, dan suci, Alkitab tidak pernah
berusaha untuk memberi informasi kepada kita tentang
bagaimana hal itu bisa diperdamaikan / diharmoniskan
dengan kebebasan manusia.] - ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 38.

Loraine Boettner: “Perhaps the relationship between divine


sovereignty and human freedom can best be summed up in these
words: God so presents the outside inducements that man acts in
accordance with his own nature, yet does exactly what God has
planned for him to do.” [= Mungkin hubungan antara
kedaulatan ilahi dan kebebasan manusia bisa disimpulkan
dengan cara terbaik dengan kata-kata ini: Allah memberikan
dorongan / bujukan / pencobaan dari luar sedemikian rupa
sehingga manusia bertindak sesuai dengan dirinya, tetapi
melakukan secara tepat apa yang Allah telah rencanakan
baginya untuk dilakukan.] - ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 38.

Charles Haddon Spurgeon: “man, acting according to the


device of his own heart, is nevertheless overruled by that
sovereign and wise legislation ... How these two things are true I
cannot tell. ... I am not sure that in heaven we shall be able to
know where the free agency of man and the sovereignty of God
meet, but both are great truths. God has predestinated
everything yet man is responsible, for he acts freely, and no
constraint is put upon him even when he sinneth and disobeyeth
wantonly and wickedly the will of God.” [= manusia, bertindak
sesuka hatinya, bagaimanapun dikalahkan / dikuasai oleh
pemerintahan yang berdaulat dan bijaksana ... Bagaimana
dua hal ini bisa benar saya tidak bisa mengatakan. ... Saya
tidak yakin bahwa di surga kita akan bisa mengetahui dimana
tindakan bebas manusia dan kedaulatan Allah bertemu, tetapi
keduanya adalah kebenaran yang besar. Allah telah
mempredestinasikan segala sesuatu tetapi manusia
bertanggung jawab, karena ia bertindak secara bebas, dan tak
ada paksaan diberikan kepadanya bahkan pada waktu ia
berbuat dosa dan tidak mentaati kehendak Allah secara
memberontak dan secara jahat.] - ‘Spurgeon’s Expository
Encyclopedia’, vol 7, hal 10.
Charles Haddon Spurgeon: (tentang tentara yang tidak
mematahkan kaki Kristus tetapi menusukNya dengan
tombak - Yoh 19:33-34).
“They acted of their own free will, and yet at the same time they
fulfilled the eternal counsel of God. Shall we never be able to
drive into men’s mind the truth that predestination and free
agency are both facts? Men sin as freely as birds fly in the air,
and they are altogether responsible for their sin; and yet
everything is ordained and foreseen of God. The foreordination
of God in no degree interferes with the responsibility of man. I
have often been asked by persons to reconcile the two truths. My
only reply is - They need no reconciliation, for they never fell
out. Why should I try to reconcile two friends? Prove to me that
the two truths do not agree. In that request I have set you a task
as difficult as that which you propose to me. These two facts are
parallel lines; I cannot make them unite, but you cannot make
them cross each other.” [= Mereka bertindak dengan kehendak
bebas mereka, tetapi pada saat yang sama mereka
menggenapi rencana yang kekal dari Allah. Apakah kita tidak
akan pernah bisa menancapkan ke dalam pikiran manusia
kebenaran bahwa predestinasi dan kebebasan agen / manusia
dua-duanya merupakan fakta? Manusia berbuat dosa sebebas
burung-burung yang terbang di udara, dan mereka semuanya
bertanggung jawab untuk dosa mereka; tetapi segala sesuatu
ditetapkan dan dilihat lebih dulu oleh Allah. Penetapan lebih
dulu dari Allah sama sekali tidak mengganggu tanggung
jawab manusia. Saya sering ditanya oleh orang-orang untuk
mendamaikan dua kebenaran ini. Jawaban saya hanyalah -
Mereka tidak membutuhkan pendamaian, karena mereka
tidak pernah bertengkar. Mengapa saya harus mendamaikan
2 orang sahabat? Buktikan kepada saya bahwa dua
kebenaran itu tidak setuju / cocok. Dalam permintaan itu saya
telah memberimu suatu tugas yang sama sukarnya seperti
yang kaukemukakan kepada saya. Kedua fakta ini adalah
garis-garis yang paralel; saya tidak bisa membuat mereka
bersatu, tetapi engkau tidak bisa membuat mereka
bersilangan.] - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and
Work of Our Lord, vol VI - The Passion and Death of Our
Lord’, hal 670-671.

Arthur W. Pink: “Two things are beyond dispute: God is


sovereign, man is responsible. ... To emphasize the sovereignty
of God, without also maintaining the accountability of the
creature, tends to fatalism; to be so concerned in maintaining
the responsibility of man, as to lose sight of the sovereignty of
God, is to exalt the creature and dishonour the Creator.” [= Dua
hal tidak perlu diragukan: Allah itu berdaulat, manusia itu
bertanggung jawab. ... Menekankan kedaulatan Allah, tanpa
juga mempertahankan pertanggungan jawab dari makhluk
ciptaan, cenderung kepada fatalisme; terlalu memperhatikan
pemeliharaan tanggung jawab manusia, sehingga tidak
mengindahkan kedaulatan Allah, sama dengan meninggikan
makhluk ciptaan dan merendahkan sang Pencipta.] - ‘The
Sovereignty of God’, hal 9.

Arthur W. Pink melanjutkan: “We are enjoined to take ‘no


thought for the morrow’ (Matt 6:34), yet ‘if any provide not for
his own, and specially for those of his own house, he hath
denied the faith, and is worse than an infidel’ (1Tim 5:8). No
sheep of Christ’s flock can perish (John 10:28,29), yet the
Christian is bidden to make his ‘calling and election sure’
(2Peter 1:10). ... These things are not contradictions, but
complementaries: the one balances the other. Thus, the
Scriptures set forth both the sovereignty of God and the
responsibility of man.” [= Kita dilarang untuk ‘menguatirkan
hari esok’ (Mat 6:34), tetapi ‘jika ada seorang yang tidak
memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya,
orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak
beriman’ (1Tim 5:8). Tidak ada domba Kristus yang bisa
binasa (Yoh 10:28-29), tetapi orang kristen diperintahkan
untuk membuat ‘panggilan dan pilihannya teguh’
(2Pet 1:10). ... Hal-hal ini tidaklah bertentangan tetapi saling
melengkapi: yang satu menyeimbangkan yang lain. Demikian
Kitab Suci menyatakan kedaulatan Allah dan tanggung jawab
manusia.] - ‘The Sovereignty of God’, hal 11.

Louis Berkhof: “the Bible certainly does not proceed on the


assumption that the divine decree is inconsistent with the free
agency of man. It clearly reveals that God has decreed the free
acts of man, but also that the actors are none the less free and
therefore responsible for their acts, Gen. 50:19, 20; Acts 2:23;
4:27, 28. It was determined that the Jews should bring about the
crucifixion of Jesus; yet they were perfectly free in their wicked
course of action, and were held responsible for this crime. There
is not a single indication in Scripture that the inspired writers
are conscious of a contradiction in connection with these
matters. They never make an attempt to harmonize the two. This
may well restrain us from assuming a contradiction here, even if
we cannot reconcile both truths.” [= Alkitab jelas tidak
melanjutkan asumsi bahwa ketetapan ilahi tidak konsisten
dengan kebebasan manusia. Itu secara jelas menyatakan
bahwa Allah telah menetapkan tindakan-tindakan bebas
manusia, tetapi juga bahwa bagaimanapun aktor-aktor itu
bebas dan karena itu bertanggung jawab untuk tindakan-
tindakan mereka, Kej 50:19,20; Kis 2:23; 4:27,28. Telah
ditentukan bahwa orang-orang Yahudi harus menyebabkan
penyaliban Kristus terjadi; tetapi mereka secara sempurna
bebas dalam jalan yang jahat dari tindakan mereka, dan
dianggap bertanggung jawab untuk kejahatan ini. Di sana
tidak ada satu petunjukpun dalam Kitab Suci bahwa penulis-
penulis yang diilhami sadar tentang suatu kontradiksi
berhubungan dengan persoalan-persoalan ini. Mereka tidak
pernah mengusahakan untuk mengharmoniskan kedua hal
itu. Ini bisa dengan baik mengekang kita dari menganggap
ada suatu kontradiksi di sini, bahkan jika kita tidak bisa
mendamaikan kedua kebenaran itu.] - ‘Systematic Theology’,
hal 106 (Libronix).

Herman Bavinck: “The fact that things and events, including


the sinful thoughts and deeds of men, have been eternally
known and fixed in that counsel of God does not rob them of
their own character but rather establishes and guarantees them
all, each in its own kind and nature and in its own context and
circumstances. Included in that counsel of God are sin and
punishment, but also freedom and responsibility, sense of duty
and conscience, and law and justice. In that counsel of God
everything that happens is in the very same context it is in when
it becomes manifest before our eyes. The conditions are defined
in it quite as well as the consequences, the means quite as much
as the ends, the ways as the results, the prayers as the answers to
prayer, the faith as the justification, sanctification, and
glorification.” [= Fakta bahwa hal-hal dan peristiwa-peristiwa,
termasuk pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan berdosa dari
manusia, telah diketahui dan ditetapkan secara kekal dalam
rencana Allah, tidak menghapuskan karakter mereka sendiri
tetapi sebaliknya meneguhkannya dan menjamin semuanya,
masing-masing dalam jenisnya dan sifatnya sendiri dan dalam
kontex dan keadaannya sendiri. Termasuk dalam rencana
Allah itu dosa dan penghukuman, tetapi juga kebebasan dan
tanggung jawab, perasaan kewajiban dan hati nurani, dan
hukum dan keadilan. Dalam rencana Allah itu segala sesuatu
yang terjadi ada dalam kontex yang sama seperti pada waktu
itu terwujud di depan mata kita. Dalam rencana Allah itu
syarat ditetapkan sama seperti akibat / konsekwensi, caranya
maupun tujuannya, jalannya maupun hasilnya, doanya
maupun jawaban doanya, imannya maupun pembenaran,
pengudusan dan pemuliaannya.] - ‘Our Reasonable Faith’,
hal 163.

J. I. Packer: “God’s sovereignty and man’s responsibility are


taught us side by side in the same Bible; sometimes, indeed, in
the same text. Both are thus guaranteed to us by the same divine
authority; both, therefore, are true. It follows that they must be
held together, and not played off against each other. Man is a
responsible moral agent, though he is also divinely controlled;
man is divinely controlled, though he is also a responsible moral
agent. God’s sovereignty is a reality, and man’s responsibility is
a reality too.” [= Kedaulatan Allah dan tanggung jawab
manusia diajarkan bersama-sama dalam Alkitab yang sama;
kadang-kadang bahkan dalam text yang sama. Jadi keduanya
dijamin / dipastikan bagi kita oleh otoritas ilahi yang sama;
karena itu keduanya adalah benar. Sebagai akibatnya mereka
harus dipegang bersama-sama, dan tidak diadu /
dipertentangkan satu dengan yang lain. Manusia adalah agen
moral yang bertanggung jawab, sekalipun ia juga dikontrol
oleh Allah; manusia dikontrol oleh Allah, sekalipun ia juga
adalah agen moral yang bertanggung jawab. Kedaulatan
Allah adalah suatu realita, dan tanggung jawab manusia
adalah suatu realita juga.] - ‘Evangelism & The Sovereignty
of God’, hal 22-23.

William G. T. Shedd: “The first characteristic of the


Confessional statement that we mention is, that it brings sin
within the scope, and under the control of the Divine decree. Sin
is one of the ‘whatsoevers’ that have ‘come to pass,’ all of which
are ‘ordained.’ ... First, by the permissive decree, sin is brought
within the Divine plan of the universe, and under the Divine
control. Whatever is undecreed must be by hap-hazard and
accident. If sin does not occur by the Divine purpose and
permission, it occurs by chance. And if sin occurs by chance, the
deity, as in the ancient pagan theologies, is limited and
hampered by it. He is not ‘God over all.’ Dualism is introduced
into the theory of the universe. Evil is an independent and
uncontrollable principle. God governs only in part. Sin with all
its effects is beyond his sway. ... If God could permissively decree
the fall of Adam and his posterity without being the cause and
author of it, he can also permissively decree the eternal death of
an individual sinner without being the cause and author of it. ...
He permitted the whole human species to fall in Adam in such a
manner that they were responsible and guilty for the fall, and he
permits an individual of the species to remain a sinner and to be
lost by sin, in such a manner that the sinner is responsible and
guilty for this.” [= Ciri pertama dari pernyataan Pengakuan
Iman (Westminster) yang kami sebutkan adalah, bahwa itu
membawa dosa ke dalam ruang lingkup, dan di bawah
kontrol dari ketetapan Ilahi. Dosa adalah salah satu dari
‘apapun’ yang telah ‘terjadi’, yang semuanya ‘ditentukan’. ...
Pertama, oleh ketetapan yang mengijinkan, dosa dibawa ke
dalam rencana Ilahi dari alam semesta, dan di bawah kontrol
Ilahi. Apapun yang tidak ditetapkan pasti ada karena
kebetulan. Jika dosa tidak terjadi karena rencana dan ijin
Ilahi, maka itu terjadi karena kebetulan. Dan jika dosa terjadi
karena kebetulan, keilahian / Allah, seperti dalam teologi
kafir kuno, dibatasi dan dirintangi olehnya. Ia bukanlah
‘Allah atas segala sesuatu’. Dualisme dimasukkan ke dalam
teori alam semesta. Kejahatan merupakan suatu elemen
hakiki yang bebas / tak tergantung dan tak terkontrol. Allah
memerintah hanya sebagian. Dosa dengan semua akibatnya
ada di luar kekuasaanNya. ... Jika Allah bisa menetapkan
secara mengijinkan kejatuhan Adam dan keturunannya tanpa
menjadi penyebab dan penciptanya, Ia juga bisa menetapkan
secara mengijinkan kematian kekal dari seorang berdosa
individuil tanpa menjadi penyebab dan penciptanya. ... Ia
mengijinkan seluruh umat manusia untuk jatuh di dalam
Adam dengan suatu cara sedemikian rupa sehingga mereka
bertanggung jawab dan bersalah untuk kejatuhan itu, dan Ia
mengijinkan seorang individu dari umat manusia untuk tetap
menjadi seorang berdosa dan untuk terhilang oleh / karena
dosa, dengan suatu cara sedemikian rupa sehingga orang
berdosa itu bertanggung jawab dan bersalah untuk hal ini.] -
‘Calvinism: Pure & Mixed’, hal 31,36,37.

Herman Hoeksema: “For this reason we may never separate


the fall from the providential government of God. Not only must
we never hesitate to say that the fall of man took place
according to the determinate counsel of the Most High, in order
to serve Him as a means to an end; but we must also understand
that it occurred entirely by His own providential power and
government. ... This does not mean that we chime in with the
morbid exclamation: ‘O blessed fall into sin!’ For the fall itself
is not blessed, but is our great guilt.” [= Karena alasan ini kita
tidak pernah boleh memisahkan kejatuhan dari pemerintahan
yang bersifat providensia dari Allah. Bukan hanya kita tidak
pernah boleh ragu-ragu untuk berkata bahwa kejatuhan
manusia terjadi sesuai dengan Rencana yang tertentu dari
Yang Maha Tinggi, supaya melayani Dia sebagai suatu cara /
jalan kepada suatu tujuan; tetapi kita juga harus mengerti
bahwa itu terjadi sepenuhnya oleh kuasa dan pemerintahan
ProvidensiaNya sendiri. ... Ini tidak berarti bahwa kita setuju
dengan teriakan yang tidak sehat / mengerikan: ‘Oh
diberkatilah kejatuhan ke dalam dosa!’. Karena kejatuhan itu
sendiri tidak diberkati, tetapi merupakan kesalahan besar
kita.] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 240.

R. L. Dabney: “both Scripture and consciousness tell us, THAT


IN USING MAN’S ACTS AS MEANS, GOD’S INFINITE
SKILL DOES IT ALWAYS WITHOUT MARRING HIS
FREEDOM IN THE LEAST. But it is objected, second, that if
there were an absolute decree, man could not be free; and so,
could not be responsible. But consciousness and God’s word
assure us we are free. I reply, the facts cannot be incompatible
because Scripture most undoubtedly asserts both, and both
together. See Is. 10:5-15; Acts 2:23. Second, feeble man
procures free acts from his fellow-man, by availing himself of
the power of circumstances as inducements to his known
dispositions, and yet he regards the agent as free and
responsible, and the agent so regards himself. If man can do this
sometimes, why may not an infinite God do it all the time?
Third, If there is anything about absolute decrees to impinge
upon man’s freedom of choice, it must be in their mode of
execution, for God’s merely having such a purpose in His secret
breast could affect man in no way. But Scripture and
consciousness assure us that God executes this purpose as to
man’s acts, not against, but through and with man’s own free
will.” [= baik Kitab Suci maupun kesadaran memberitahu
kita, BAHWA DALAM MENGGUNAKAN TINDAKAN-
TINDAKAN MANUSIA SEBAGAI CARA / JALAN,
KEAHLIAN YANG TAK TERBATAS DARI ALLAH
MELAKUKAN ITU SELALU TANPA MERUSAK
KEBEBASANNYA SEDIKITPUN. Tetapi diajukan
keberatan, yang kedua, bahwa seandainya di sana ada
ketetapan yang mutlak, manusia tidak bisa bebas; dan jika
demikian, tidak bisa bertanggung-jawab. Tetapi kesadaran
dan firman Allah meyakinkan kita bahwa kita bebas. Saya
menjawab, fakta-fakta itu tidak bisa tidak cocok karena Kitab
Suci dengan sangat tidak meragukan menegaskan keduanya,
dan keduanya bersama-sama. Lihat Yes 10:5-15; Kis 2:23.
Kedua, manusia yang lemah mendapatkan / menghasilkan
tindakan-tindakan bebas dari sesama manusianya, dengan
menggunakan kuasa dari keadaan-keadaan sebagai
bimbingan / pengaruh / dorongan pada kecondongannya yang
diketahui, tetapi ia menganggap agen itu sebagai bebas dan
bertanggung-jawab, dan agen itu menganggap dirinya sendiri
demikian. JIKA MANUSIA BISA KADANG-KADANG
MELAKUKAN HAL INI, MENGAPA ALLAH YANG TAK
TERBATAS TIDAK BISA MELAKUKAN INI PADA
SETIAP SAAT? Ketiga, Jika di sana ada apapun tentang
ketetapan-ketetapan yang mutlak yang menabrak / melanggar
kebebasan pemilihan manusia, itu haruslah dalam cara
pelaksanaan, karena dengan Allah hanya mempunyai rencana
seperti itu dalam dada rahasiaNya, tidak bisa mempengaruhi
manusia dengan cara apapun. Tetapi Kitab Suci dan
kesadaran meyakinkan kita bahwa Allah melaksanakan
rencana berkenaan dengan tindakan-tindakan manusia ini,
bukan menentang, tetapi melalui dan bersama kebebasan
kehendak manusia sendiri.] - ‘Lectures In Systematic
Theology’, hal 222-223.

Charles Hodge: “God can control the free acts of rational


creatures without destroying either their liberty or their
responsibility.” [= Allah bisa mengontrol tindakan-tindakan
bebas dari makhluk-makhluk rasionil tanpa menghancurkan
kebebasan ataupun tanggung jawab mereka.] - ‘Systematic
Theology’, vol II, hal 332.

Saya berpendapat bahwa bagian yang harus diperhatikan


dalam kata-kata Charles Hodge ini adalah ‘God can’ [= Allah
bisa].

Kalau saya membuat sebuah film, maka saya akan


menyusun naskah, dimana setiap pemain sudah ditentukan
harus bertindak apa atau berkata apa. Tetapi sedikit atau
banyak selalu ada kebebasan bagi para pemain. Kalau saya
tidak memberikan kebebasan sama sekali, maka para
pemain itu akan menjadi robot, yang tidak lagi mempunyai
kebebasan apapun.

Tetapi Allah berbeda dengan saya atau dengan manusia


lain. Allah bisa menentukan dan mengontrol segala sesuatu
sampai detail-detail yang sekecil-kecilnya, tanpa
menghancurkan kebebasan manusia! Bagaimana Ia bisa
melakukan hal itu, merupakan suatu mystery bagi kita,
tetapi yang jelas Kitab Suci menunjukkan bahwa Allah
memang menentukan dan menguasai segala sesuatu, tetapi
manusia tetap mempunyai kebebasan dan tanggung jawab.

3. Jika / andaikata PENENTUAN lebih dulu dari Allah itu


bertentangan dengan kebebasan manusia, maka perlu
saudara ketahui bahwa PENGETAHUAN lebih dulu dari
Allah, yang jelas harus dipercaya oleh semua orang kristen,
juga bertentangan dengan kebebasan manusia. Bukankah
kalau Allah tahu bahwa hari ini saudara akan berbuat ini
atau itu, maka hal itu pasti terjadi? Lalu dimana kebebasan
saudara?

Loraine Boettner: “The Arminian objection against


foreordination bears with equal force against the foreknowledge
of God. What God foreknows must, in the very nature of the
case, be as fixed and certain as what is foreordained; and if one
is inconsistent with the free agency of man, the other is also.
Foreordination renders the events certain, while foreknowledge
presupposes that they are certain.” [= Keberatan Arminian
terhadap penentuan lebih dulu mengandung / menghasilkan
kekuatan yang sama terhadap / menentang pengetahuan lebih
dulu dari Allah. Apa yang Allah ketahui lebih dulu pastilah
sama tertentunya dan pastinya seperti apa yang ditentukan
lebih dulu; dan jika yang satu tidak konsisten dengan
kebebasan manusia, yang lain juga demikian. Penentuan lebih
dulu membuat peristiwa-peristiwa pasti / tertentu, sedangkan
pengetahuan lebih dulu mensyaratkan bahwa mereka itu pasti
/ tertentu.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal
42.
Karena itu, kalau ada orang Arminian yang menggunakan
hal ini untuk menyerang doktrin Reformed ini, maka
serangannya ini bisa menjadi boomerang bagi doktrin
mereka sendiri!

4. Kebebasan manusia juga ditentukan oleh Allah.


Pada waktu Allah menentukan terjadinya tindakan tertentu
dari seorang manusia, maka perlu saudara ingat bahwa
Allah menentukan segala-galanya, dan itu berarti bahwa
Allah juga menentukan bahwa orang itu akan melakukan
tindakan itu SECARA BEBAS.

Saya ingin memberikan sebuah illustrasi sebagai berikut:


misalnya ada suatu pertandingan sepakbola yang disiarkan
di TV, dan saya lalu merekam pertandingan itu
menggunakan video. Proses perekaman ini saya analogikan
dengan penentuan Allah. Sekarang video itu saya putar dan
saya tunjukkan kepada banyak orang. Apa yang akan
terlihat semuanya sudah tertentu, yaitu persis seperti isi
video itu. Tetapi semua orang yang menonton video itu tidak
melihat bahwa para pemain sepak bola itu kehilangan
kebebasannya. Mereka tetap bermain dan menendang bola
dengan kemauannya sendiri. Mengapa? Karena kebebasan
mereka juga ikut ditentukan dalam video itu.

c) Tetap adanya kebebasan manusia ini menyebabkan manusia


tetap bertanggung jawab / dipersalahkan pada waktu ia
berbuat dosa.

Mengomentari Luk 22:22 Spurgeon berkata: “The decree of God


does not lessen the responsibility of man for his action. Even
though it is predetermined of God, the man does it of his own free
will, and on him falls the full guilt of it.” [= Ketetapan Allah tidak
mengurangi tanggung jawab manusia untuk tindakannya.
Sekalipun hal itu sudah ditentukan lebih dulu oleh Allah,
manusia melakukannya dengan kehendak bebasnya sendiri, dan
pada dialah jatuh kesalahan sepenuhnya.] - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 18.

John Calvin: “For even though by God’s eternal providence man


has been created to undergo that calamity to which he is subject, it
still takes its occasion from man himself, not from God, since the
only reason for his ruin is that he has degenerated from God’s pure
creation into vicious and impure perversity.” [= Karena sekalipun
oleh Providensia kekal dari Allah manusia telah diciptakan
untuk mengalami bencana itu pada mana ia tunduk / dibuat
untuk mengalami, itu tetap mendapat kejadiannya dari manusia
itu sendiri, bukan dari Allah, karena satu-satunya alasan untuk
kehancurannya adalah bahwa ia telah merosot dari ciptaan
murni Allah ke dalam keadaan bejat yang jahat dan tidak
murni.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter
XXIII, no 9.

d) Tetap adanya kebebasan dan tanggung jawab manusia ini,


menyebabkan dalam theologia Reformed manusia tetap berbeda
dengan robot / wayang. Ini juga menyebabkan Calvinisme /
Reformed berbeda dengan Fatalisme maupun dengan Hyper-
Calvinisme, yang karena percaya bahwa Allah telah menetapkan
segala sesuatu, lalu hidup secara apatis / acuh tak acuh dan
secara tak bertanggung jawab! Hendaknya ini diperhatikan oleh
orang-orang yang menuduh / memfitnah ajaran saya tentang
Providence of God ini sebagai Hyper-Calvinisme!

Karena banyaknya orang tolol yang menganggap bahwa asal


seseorang percaya bahwa Allah menentukan segala sesuatu
termasuk dosa, maka orang itu adalah seorang Hyper-
Calvinist, maka saudara perlu tahu / mengerti, apakah Hyper-
Calvinisme itu. Untuk bisa mengerti apa Hyper-Calvinisme itu,
di sini saya memberikan sebuah kutipan, yang menjelaskan
Hyper-Calvinisme tersebut.

Edwin H. Palmer: “Hyper-Calvinism. Diametrically opposite to


the Arminian is the hyper-Calvinist. He looks at both sets of facts -
the sovereignty of God and the freedom of man - and, like the
Arminian, says he cannot reconcile the two apparently
contradictory forces. Like the Arminian, he solves the problem in a
rationalistic way by denying one side of the problem. Whereas the
Arminian denies the sovereignty of God, the hyper-Calvinist denies
the responsibility of man. He sees the clear Biblical statements
concerning God’s foreordination and holds firmly to that. But
being logically unable to reconcile it with man’s responsibility, he
denies the latter. Thus the Arminian and the hyper-Calvinist,
although poles apart, are really very close together in their
rationalism.” [= Hyper-Calvinisme. Bertentangan frontal dengan
orang Arminian adalah orang yang hyper-Calvinist. Ia melihat
pada kedua fakta - kedaulatan Allah dan kebebasan manusia -
dan, seperti orang Arminian, ia mengatakan bahwa ia tidak
dapat mendamaikan kedua kekuatan yang tampaknya
bertentangan itu. Seperti orang Arminian, ia memecahkan
problem itu dengan cara yang logis dengan menyangkal satu sisi
dari problem itu. Sementara orang Arminian menyangkal
kedaulatan Allah, maka penganut Hyper-Calvinisme
meninggalkan fakta tanggung jawab manusia. Ia melihat
pernyataan yang jelas dari Alkitab mengenai penentuan lebih
dulu dari Allah dan memegang hal itu dengan teguh. Tetapi
karena tidak mampu mendamaikannya secara logis dengan
tanggung jawab manusia, ia menyangkal tanggung jawab
manusia itu. Jadi orang Arminian dan orang hyper-Calvinist,
sekalipun merupakan kutub-kutub yang bertentangan,
sebetulnya sangat dekat dalam cara berpikirnya.] - ‘The Five
Points of Calvinism’, hal 84.

Sebaliknya, Calvin maupun para Calvinist / orang Reformed


yang sejati, mempunyai cara pikir yang berbeda. Sekalipun
Calvin / Calvinist / orang Reformed juga melihat kedua fakta itu
kelihatannya bertentangan, tetapi karena keduanya secara
jelas diajarkan dalam Alkitab, maka Calvin / Calvinist / orang
Reformed menerima keduanya.

E. J. Young (tentang Yes 45:7): “The Bible teaches that there is


a DECRETUM ABSOLUTUM, that God has foreordained
whatsoever comes to pass. Likewise, the Bible also teaches the
responsibility of the creature. Both are scriptural truths and both
are to be accepted. To stress the first aspect of the truth at the
expense of the second is to fall into the error of fatalism or hyper-
Calvinism. To stress the second at the expense of the first is to fall
into the error of Arminianism. There is a third position, namely to
accept both aspects even though one cannot harmonize nor
reconcile them. They can, however, be reconciled by God. Hence,
even though we say that God has foreordained whatsoever comes
to pass, we are not thereby denying the responsibility of the
creature.” [= Alkitab mengajarkan bahwa di sana ada suatu
DECRETUM ABSOLUTUM {= KETETAPAN MUTLAK},
bahwa Allah telah menentukan lebih dulu apapun yang akan
terjadi. Dengan cara yang sama, Alkitab juga mengajarkan
tanggung jawab dari makhluk ciptaan. Keduanya adalah
kebenaran-kebenaran Alkitabiah dan keduanya harus diterima.
Menekankan aspek yang pertama dari kebenaran dengan
mengorbankan yang kedua berarti jatuh dalam kesalahan dari
fatalisme atau hyper-Calvinisme. Menekankan yang kedua
dengan mengorbankan yang pertama berarti jatuh ke dalam
kesalahan dari Arminianisme. Di sana ada posisi yang ketiga,
yaitu menerima kedua aspek sekalipun seseorang tidak bisa
mengharmoniskan ataupun memperdamaikan mereka. Tetapi
mereka bisa diperdamaikan oleh Allah. Jadi, sekalipun kami
berkata bahwa Allah telah menentukan lebih dulu apapun yang
akan terjadi, hal itu tidak menyebabkan kita menyangkal
tanggung jawab dari makhluk ciptaan.].

Saya sendiri, sekalipun menekankan penetapan Allah,


tetapi saya juga sangat menekankan tanggung jawab
manusia (lihat pelajaran V). Karena itu adalah omong
kosong / fitnah kalau dikatakan bahwa ajaran saya adalah
Hyper-Calvinisme. Kalau saya adalah seorang Hyper
Calvinist, maka pastilah Calvin sendiri juga adalah
seorang Hyper Calvinist, demikian juga dengan para ahli
theologia Reformed yang lain, karena ajaran ini saya
dapatkan dari mereka.

Sebagai suatu catatan tambahan, saya percaya bahwa


seorang Hyper-Calvinist yang sejati dan konsisten, tidak
mungkin bisa hidup. Karena kalau dia sakit, dia tidak akan
mencari dokter ataupun obat. Kalau dia menyeberang jalan
atau mengemudikan mobil / motor, dia akan melakukannya
sambil menutup matanya. Dia bahkan tak akan merasa perlu
untuk makan dan minum. Semua ini terjadi karena ia hanya
mempercayai penentuan oleh Allah, dan ia menyangkal
tanggung jawab manusia. Jadi Hyper-Calvinisme itu
sebetulnya hanya ada dalam teori, dan tidak ada dalam
faktanya (atau kalau ada, ia pasti tidak konsisten).

Tetapi kalau Hyper-Calvinist yang konsisten dalam faktanya


tidak ada, maka sangat berbeda dengan Arminian. Orang-
orang Arminian jelas ada dan sangat banyak (sekalipun
sebagian dari mereka tidak menyadari, atau tidak mengakui,
kalau mereka adalah orang Arminian!).

C) Problem Kej 45:8.

Ada satu ayat dalam Kitab Suci yang kalau disalah-mengerti bisa
menimbulkan kesan bahwa karena Allah telah menentukan dan
mengatur segala sesuatu, maka manusia tidak bertanggung jawab.
Ayat itu adalah Kej 45:8.

Kej 45:7-8 - “(7) Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu
untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk
memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu
tertolong. (8) Jadi BUKANLAH KAMU YANG MENYURUH AKU
KE SINI, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai
bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa
atas seluruh tanah Mesir.”.

Dalam Kej 45:8 itu, waktu Yusuf menghibur saudara-saudaranya


yang ketakutan, ia berkata: “Jadi bukanlah kamu yang menyuruh
aku ke sini, tetapi Allah”. Kata-kata ‘bukanlah kamu’ dalam Kej 45:8
ini diucapkan Yusuf untuk menghibur saudara-saudaranya, tetapi ini
tetap adalah salah dan merupakan suatu dusta, karena:

1. Sekalipun memang Allahlah yang menetapkan peristiwa


penjualan Yusuf itu, sehingga Ia adalah The First Cause [=
Penyebab Pertama] dari peristiwa ini, tetapi saudara-saudara
Yusuflah yang melaksanakan penjualan itu, sehingga Yusuf
seharusnya tidak boleh berkata ‘bukanlah kamu’.

2. Kata-kata ini menunjukkan bahwa saudara-saudaranya tidak


bertanggung-jawab atas dosa yang mereka lakukan itu, dan ini
jelas salah.

Calvin (tentang Kej 45:8): “Let us now examine the words of Joseph.
For the consolation of his brethren he seems to draw the veil of oblivion
over their fault. But we know that men are not exempt from guilt,
although God may, beyond expectation, bring what they wickedly
attempt, to a good and happy issue.” [= Sekarang marilah kita
memeriksa kata-kata Yusuf. Untuk penghiburan terhadap saudara-
saudaranya kelihatannya ia menggunakan kerudung pengabaian
terhadap kesalahan mereka. Tetapi kita tahu bahwa manusia tidak
bebas dari kesalahan, sekalipun Allah bisa, di luar / melampaui
pengharapan, membawa apa yang mereka usahakan secara jahat,
pada suatu hasil yang baik dan membahagiakan.].

Tetapi belakangan, dalam Kej 50:20, Yusuf berkata dengan lebih


terus terang / jujur.

Kej 50:20 - “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat


terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan,
dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni
memelihara hidup suatu bangsa yang besar.”.

Kata-kata ‘memang kamu’ dalam Kej 50:20 ini kontras /


bertentangan dengan kata-kata ‘bukanlah kamu’ dalam Kej 45:8,
dan menunjukkan bahwa saudara-saudaranya memang melakukan
kejahatan itu dan tetap bertanggung jawab atas apa yang telah
mereka lakukan.

Calvin (tentang Kej 50:20): “we must notice this difference in his
language: for whereas, in the former passage, Joseph, desiring to soothe
the grief, and to alleviate the fear of his brethren, would cover their
wickedness by every means which ingenuity could suggest; he now
corrects them a little more openly and freely;” [= kita harus
memperhatikan perbedaan dalam bahasa / kata-kata ini: karena
sementara, dalam text yang terdahulu, Yusuf, karena menginginkan
untuk menenangkan / meringankan kesedihan, dan untuk
mengurangi rasa takut dari saudara-saudaranya, menutupi kejahatan
mereka dengan setiap cara yang bisa diusulkan oleh kepandaian;
sekarang ia mengkoreksi mereka dengan sedikit lebih terbuka dan
lebih bebas;].

-o0o-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 1 Agustus 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (24)


VI. KEBERATAN TERHADAP DOKTRIN INI
Kebanyakan dari serangan / keberatan di bawah ini sudah saya bahas
dan jelaskan di depan, kecuali keberatan / serangan no 6 dan 7. Saya
memberikan semua ini hanya untuk memudahkan saudara mencari
jawaban terhadap keberatan / serangan yang ditujukan terhadap
doktrin ini.

1) Doktrin ini menjadikan manusia seperti robot / wayang.

Jawab: Lihat pelajaran V, point B, 2 di atas.

2) Kalau Allah sudah menetapkan segala sesuatu, bagaimana


mungkin manusia masih bisa mempunyai kebebasan, dan bahkan
harus bertanggung jawab atas dosanya?

Jawab: Lihat pelajaran V di atas.

Bandingkan juga dengan Ro 9:19-21 - “(19) Sekarang kamu akan


berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih
disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’ (20)
Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah?
Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya:
‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah
tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk
membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna
tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan
yang biasa?”.
3) Bagaimana Allah yang maha suci bisa menciptakan dosa?

Jawab:
a) Allah memang menetapkan terjadinya dosa dan mengatur
sehingga dosa terjadi, tetapi Allah bukan pencipta dosa. Lihat
pelajaran IV, point B, 1,2 di atas.
b) Dalam menetapkan dan mengatur terjadinya dosa Allah
mempunyai tujuan yang baik. Lihat pelajaran IV, point D di atas.

4) Allah menentukan karena Ia tahu bahwa hal itu akan terjadi.

Jawab: lihat pelajaran III, point A, 2 di atas.

5) Allah bukan menentukan dosa, tetapi mengijinkan dosa.

Jawab: lihat pelajaran IV, point B, 3 di atas.

6) Kalau Allah menetapkan terjadinya dosa, padahal Ia melarang kita


untuk berbuat dosa, bukankah ini menunjukkan adanya suatu
kontradiksi dalam diri Allah?

Jawab: Harus diakui bahwa di sini keterbatasan otak / pengertian


kita membuat kita tidak bisa mengerti Allah. Tetapi jelas bahwa
Allah tidak bertentangan dengan diriNya sendiri.

John Calvin: “Yet God’s will is not therefore at war with itself, nor does
it change, nor does it pretend not to will what he wills. But even though
his will is one and simple in him, it appears manifold to us because, on
account of our mental incapacity, we do not grasp how in divers ways it
wills and does not will something to take place. ... when we do not grasp
how God wills to take place what he forbids to be done, let us recall our
mental incapacity, and at the same time consider that the light in which
God dwells is not without reason called unapproachable (1Tim 6:16),
because it is overspread with darkness.” [= Tetapi itu tidak
menyebabkan kehendak Allah berperang / bertentangan dengan
dirinya sendiri, juga tidak menyebabkan kehendak Allah itu berubah,
atau hanya berpura-pura tidak menghendaki apa yang Ia kehendaki.
Tetapi sekalipun kehendakNya adalah satu dan sederhana di dalam
Dia, itu terlihat bermacam-macam bagi kita karena, disebabkan oleh
ketidak-mampuan otak kita, kita tidak mengerti bagaimana dalam
cara yang berbeda kehendakNya menghendaki dan tidak
menghendaki sesuatu untuk terjadi. ... pada waktu kita tidak mengerti
bagaimana Allah menghendaki terjadi apa yang Ia larang untuk
dilakukan, biarlah kita mengingat ketidak-mampuan otak kita, dan
pada saat yang sama memikirkan bahwa terang dimana Allah tinggal
bukan tanpa alasan disebut tak terhampiri (1Tim 6:16), karena itu
dilingkupi dengan kegelapan.] - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book I, Chapter XVIII, no 3.

7) Ada banyak orang yang keberatan dengan diajarkannya doktrin ini


karena bisa menimbulkan tanggapan yang negatif, misalnya malah
berbuat dosa karena toh sudah ditentukan, marah kepada Allah
sebagai penentu penderitaan kita, malas berdoa / memberitakan
Injil karena semua toh sudah ditentukan, dsb.

Jawab:

a) Harus diakui bahwa tanggapan salah seperti itu bisa saja terjadi,
tetapi kalau itu terjadi, itu adalah kesalahan dari orang yang
mendengar ajaran ini, bukan kesalahan ajarannya!

John Murray: “... perversion does not refute the truth of the doctrine
perverted.” [= ... penyimpangan tidak menyangkal kebenaran dari
doktrin yang disimpangkan.] - ‘Collected Writings of John
Murray’, vol II, hal 87.

b) Jangan lupa bahwa Injilpun bisa menimbulkan tanggapan yang


salah / negatif. Misalnya: Kalau ada orang yang mendengar
bahwa Yesus sudah mati untuk menebus dosa-dosanya, baik
yang dulu, yang sekarang, maupun yang akan datang, maka bisa
saja ia lalu malah berbuat dosa karena toh sudah dibayar /
ditebus oleh Yesus. Lalu, apakah Injil sebaiknya tidak diajarkan
karena bisa menimbulkan tanggapan salah / negatif seperti ini?
Tanggapan salah yang sama juga bisa diberikan terhadap
pemberitaan bahwa keselamatan tidak bisa hilang. Lalu, apakah
inipun tidak boleh diajarkan?

Dalam komentarnya tentang 1Pet 2:16 William Barclay berkata:


“Any great Christian doctrine can be perverted into an excuse for
evil. The doctrine of grace can be perverted into an excuse for sinning
to one’s heart’s content. The doctrine of the love of God can be
sentimentalized into an excuse for breaking his law. The doctrine of
the life to come can be perverted into an excuse for neglecting life in
this world. And there is no doctrine so easy to pervert as that of
Christian freedom.” [= Seadanya doktrin besar Kristen bisa
diselewengkan / disimpangkan menjadi suatu alasan untuk
kejahatan. Doktrin tentang kasih karunia bisa disimpangkan
menjadi suatu alasan untuk berdosa bagi kepuasan hati seseorang.
Doktrin tentang kasih Allah bisa disentimentilkan menjadi suatu
alasan untuk melanggar hukumNya. Doktrin tentang kehidupan
yang akan datang bisa disimpangkan menjadi suatu alasan untuk
mengabaikan kehidupan dalam dunia ini. Dan tidak ada doktrin
yang begitu mudah untuk disimpangkan seperti doktrin
kebebasan / kemerdekaan Kristen.] - hal 207.

Ada banyak jejak yang menunjukkan bahwa doktrin kebebasan /


kemerdekaan Kristen ini memang sering disalahgunakan, seperti
yang terlihat dari ayat-ayat di bawah ini.
1. Gal 5:1,13 - “(1) Supaya kita sungguh-sungguh merdeka,
Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh
dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan. ... (13)
Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk
merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan
kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam
dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.”.
2. 2Pet 2:19 - “Mereka menjanjikan kemerdekaan kepada orang
lain, padahal mereka sendiri adalah hamba-hamba kebinasaan,
karena siapa yang dikalahkan orang, ia adalah hamba orang
itu.”.

Jadi, bahwa doktrin Providence of God / penentuan segala sesuatu


termasuk dosa ini bisa diselewengkan, itu sama sekali tidak
membuktikan kalau doktrin-doktrin ini salah, atau sebaiknya tak
diajarkan.

Loraine Boettner: “We shall show that there is no great difficulty - no


undue violence or straining required - to interpret consistently with our
doctrine the passages which are brought forth by Arminians, while it is
impossible, without the most unwarrantable and unnatural forcing and
straining, to reconcile their doctrine with our passages. Furthermore, our
doctrine could not be overthrown merely by bringing forth other passages
which would contradict it, for that at most would only give us a self-
contradictory Bible.” [= Kami akan menunjukkan bahwa di sana tidak
ada kesukaran / problem yang besar - tak ada kekerasan atau
pemaksaan yang tidak pantas yang dibutuhkan - untuk menafsirkan
secara konsisten dengan doktrin kami text-text yang diajukan oleh
orang-orang Arminian, sedangkan adalah mustahil, tanpa pemaksaan
yang sangat tidak bisa dibenarkan dan sangat tidak alamiah, untuk
memperdamaikan doktrin mereka dengan text-text kami. Selanjutnya,
doktrin kami tidak bisa dihancurkan semata-mata dengan mengajukan
text-text lain yang akan menentangnya, karena tindakan itu paling-
paling hanya akan memberikan kita suatu Alkitab yang saling
bertentangan dengan dirinya sendiri.] - ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 53.

Jadi, kalau saudara melihat suatu perdebatan Reformed vs Arminian


(atau perdebatan berkenaan dengan doktrin apapun), untuk tahu
mana yang menang dan mana yang kalah, jangan hanya melihat ayat-
ayat dasar yang masing-masing pihak gunakan. Tetapi lihat
bagaimana pihak yang satu bisa menjelaskan argumentasi / ayat-ayat
dasar pihak lawan atau tidak. Pihak yang memberikan dasar untuk
argumentasinya, dan juga bisa menjelaskan ayat-ayat lawan sehingga
sesuai dengan pandangannya, pihak itulah yang menang.

Loraine Boettner: “In the light of modern scientific exegesis, it is quite


evident that the objections which are raised against the Reformed Theology
are emotional or philosophical rather than exegetical. And had men been
content to interpret the language of Scripture according to the
acknowledged principles of interpretation, the faith of Christians might
have been far more harmonious. Our opponents, says Cunningham, are
able to ‘argue with some plausibility only when they are dealing with single
passages, or particular classes of passages, but keeping out of view, or
throwing into the background, the general mass of Scripture evidence
bearing upon the whole subject. When we take a conjunct view of the
whole body of Scripture statements, manifestly intended to make known to
us the nature, causes, and consequences of Christ’s death, literal and
figurative - view them in combination with each other - and fairly estimate
what they are fitted to teach, there is no good ground for doubt as to the
general conclusions which we should feel ourselves constrained to adopt.’
So long as we hold to the Reformed principle that the Scriptures are to be
accepted as the sole authority in matters of doctrine the Calvinistic system
will stand as the only one which adequately treats of God, man, and
redemption.” [= Dalam terang dari exegesis yang sesuai dengan ilmu
yang modern, adalah cukup jelas bahwa keberatan-keberatan yang
diajukan menentang / terhadap Theologia Reformed adalah bersifat
emosi atau filsafat dari pada bersifat exegesis. Dan seandainya orang-
orang puas / mau untuk menafsirkan bahasa / kata-kata dari Kitab Suci
sesuai dengan prinsip-prinsip penafsiran yang diakui, iman dari orang-
orang Kristen bisa telah jauh lebih harmonis. Lawan-lawan kita, kata
Cunningham, bisa untuk ‘berargumentasi dan kelihatan sebagai sah /
bisa dipercaya hanya pada waktu mereka sedang menangani dengan
text-text tunggal, atau golongan-golongan dari text-text khusus , tetapi
menghindari, atau melemparkan ke latar belakang, mayoritas dari bukti
Kitab Suci yang umum yang mempengaruhi seluruh pokok ini . Pada
waktu kita mengambil suatu pandangan gabungan dari pernyataan-
pernyataan dari SELURUH KITAB SUCI, yang secara jelas
dimaksudkan untuk menyatakan kepada kita sifat dasar / hakekat,
penyebab-penyebab, dan konsekwensi-konsekwensi dari kematian
Kristus, secara hurufiah maupun kiasan - memandang mereka dalam
suatu gabungan satu dengan yang lain - dan secara adil / jujur menilai
apa yang mereka ajarkan secara harmonis , di sana tidak ada dasar yang
baik untuk keraguan berkenaan dengan kesimpulan umum yang kita
rasakan harus kita ambil / terima’. Selama kita memegang prinsip-
prinsip Reformed bahwa Kitab Suci harus diterima sebagai satu-satunya
otoritas tunggal dalam persoalan-persoalan doktrin, sistim Calvinist
akan berdiri sebagai satu-satunya yang secara cukup menangani Allah,
manusia, dan penebusan.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 53.

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 8 Agustus 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (25)


Loraine Boettner: “In the light of modern scientific exegesis, it is quite
evident that the objections which are raised against the Reformed Theology
are emotional or philosophical rather than exegetical. And had men been
content to interpret the language of Scripture according to the
acknowledged principles of interpretation, the faith of Christians might
have been far more harmonious. Our opponents, says Cunningham, are
able to ‘argue with some plausibility only when they are dealing with single
passages, or particular classes of passages, but keeping out of view, or
throwing into the background, the general mass of Scripture evidence
bearing upon the whole subject. When we take a conjunct view of the
whole body of Scripture statements, manifestly intended to make known to
us the nature, causes, and consequences of Christ’s death, literal and
figurative - view them in combination with each other - and fairly estimate
what they are fitted to teach, there is no good ground for doubt as to the
general conclusions which we should feel ourselves constrained to adopt.’
So long as we hold to the Reformed principle that the Scriptures are to be
accepted as the sole authority in matters of doctrine the Calvinistic system
will stand as the only one which adequately treats of God, man, and
redemption.” [= Dalam terang dari exegesis yang sesuai dengan ilmu
yang modern, adalah cukup jelas bahwa keberatan-keberatan yang
diajukan menentang / terhadap Theologia Reformed adalah bersifat
emosi atau filsafat dari pada bersifat exegesis. Dan seandainya orang-
orang puas / mau untuk menafsirkan bahasa / kata-kata dari Kitab Suci
sesuai dengan prinsip-prinsip penafsiran yang diakui, iman dari orang-
orang Kristen bisa telah jauh lebih harmonis. Lawan-lawan kita, kata
Cunningham, bisa untuk ‘berargumentasi dan kelihatan sebagai sah /
bisa dipercaya hanya pada waktu mereka sedang menangani dengan
text-text tunggal, atau golongan-golongan dari text-text khusus , tetapi
menghindari, atau melemparkan ke latar belakang, mayoritas dari bukti
Kitab Suci yang umum yang mempengaruhi seluruh pokok ini . Pada
waktu kita mengambil suatu pandangan gabungan dari pernyataan-
pernyataan dari SELURUH KITAB SUCI, yang secara jelas
dimaksudkan untuk menyatakan kepada kita sifat dasar / hakekat,
penyebab-penyebab, dan konsekwensi-konsekwensi dari kematian
Kristus, secara hurufiah maupun kiasan - memandang mereka dalam
suatu gabungan satu dengan yang lain - dan secara adil / jujur menilai
apa yang mereka ajarkan secara harmonis , di sana tidak ada dasar yang
baik untuk keraguan berkenaan dengan kesimpulan umum yang kita
rasakan harus kita ambil / terima’. Selama kita memegang prinsip-
prinsip Reformed bahwa Kitab Suci harus diterima sebagai satu-satunya
otoritas tunggal dalam persoalan-persoalan doktrin, sistim Calvinist
akan berdiri sebagai satu-satunya yang secara cukup menangani Allah,
manusia, dan penebusan.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 53.
Catatan: kutipan kata-kata Loraine Boettner ini diulang dari pelajaran
minggu lalu, karena minggu lalu terputus di tengah jalan.

Karena itu jangan terlalu cepat percaya pada pandangan tertentu


apapun, tetapi lihatlah seluruh ayat-ayat dalam Alkitab, yang
berhubungan dengan topik yang sedang dibahas, untuk melihat
apakah ajaran itu memang sesuai dengan seluruh Alkitab, atau hanya
sesuai dengan tafsiran mereka tentang ayat-ayat tertentu saja, dan
pada saat yang sama mereka mengabaikan ayat-ayat lain dari Alkitab.

Contoh: ada orang-orang yang mau menentang doktrin keselamatan /


pembenaran oleh iman saja. Pada waktu kepada mereka diberikan Ef
2:8-9 sebagai dasar dari doktrin itu, mereka mengajak untuk melihat
pada Ef 2:10. Argumentasi apa ini??? Coba kita lihat text itu.

Ef 2:8-10 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh


iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan
hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. (10)
Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia
mau, supaya kita hidup di dalamnya.”.

Dengan mengajak melihat ay 10, mereka mengabaikan ay 8-9nya,


yang merupakan dasar dari doktrin keselamatan oleh iman saja. Ay 10
memang mengharuskan orang untuk berbuat baik, tetapi apakah
perbuatan baik itu menyebabkan terjadinya keselamatan itu?? Ay 10
tidak membicarakan hal itu. Yang membicarakan hal itu adalah ay 8-
9nya, dan di sana jelas dikatakan imanlah yang menyebabkan kita
diselamatkan, sedangkan perbuatan (pekerjaan / usaha) kita dibuang
jauh-jauh sebagai penyebab dari keselamatan!!!

Saya ingin memberi contoh lain yang lebih sesuai dengan topik yang
kita bahas. Suhento Liauw dan kelompoknya menggunakan ayat-ayat
di bawah ini untuk menentang doktrin Calvinisme yang mengajarkan
penentuan segala sesuatu termasuk dosa.
Yer 7:31 - “Mereka telah mendirikan bukit pengorbanan yang bernama
Tofet di Lembah Ben-Hinom untuk membakar anak-anaknya lelaki dan
perempuan, suatu hal yang tidak pernah Kuperintahkan dan yang tidak
pernah timbul dalam hatiKu.”.
Bdk. Yer 19:5 dan Yer 32:35 yang bunyinya kurang lebih sama
dengan Yer 7:31 itu.

Mereka menafsirkan bahwa pengorbanan anak, yang jelas merupakan


dosa, tidak pernah timbul dalam hati Allah. Ini yang mereka jadikan
argumentasi bahwa Allah tak pernah merencanakan / menentukan
terjadinya dosa.

Mereka tidak pernah membahas ayat-ayat yang saya gunakan untuk


mendukung doktrin penentuan segala sesuatu termasuk dosa, seperti
Luk 22:22, Kis 4:27-28, Ro 9:19-21 dan banyak ayat lainnya. Dengan
kata lain, mereka menghindari / mengabaikan ayat-ayat itu! Dan
dengan hanya berbekalkan satu ayat (dan ayat-ayat lain yang
bunyinya sama) dalam kitab Yeremia, sambil mengabaikan banyak
ayat dalam Alkitab, mereka mau menghancurkan doktrin tentang
predestinasi dan penentuan dosa. Betul-betul konyol.

Sekarang bandingkan dengan bagaimana Calvin (atau saya) membuat


ajaran. Ia bukan hanya bisa memberikan dasar Alkitab tentang doktrin
penentuan segala sesuatu termasuk dosa (seperti yang sudah banyak
sekali kita lihat dalam sepanjang pelajaran providence of God ini),
tetapi Calvin juga bisa menafsirkan ayat ini sehingga tidak menabrak
doktrin tentang predestinasi / penentuan segala sesuatu termasuk
dosa.

Yer 7:31 - “Mereka telah mendirikan bukit pengorbanan yang bernama


Tofet di Lembah Ben-Hinom untuk membakar anak-anaknya lelaki dan
perempuan, suatu hal yang tidak pernah Kuperintahkan dan yang tidak
pernah timbul dalam hatiKu.”.
Pertama-tama, perlu diperhatikan bahwa bagian akhir dari Yer 7:31
(bagian yang saya garis-bawahi dan beri warna merah), diterjemahkan
sebagai berikut oleh KJV dan NIV:
KJV: ‘which I commanded them not, neither came it into my heart.’ [=
yang tidak Aku perintahkan kepada mereka, juga itu tidak masuk ke
dalam hatiKu.].
NIV: ‘something I did not command, nor did it enter my mind.’ [=
sesuatu yang tidak Aku perintahkan, ataupun memasuki pikiranKu.].

Calvin (tentang Yer 7:31): “‘Which I commanded them not, and which
never came to my mind.’ This reason ought to be carefully noticed, for God
here cuts off from men every occasion for making evasions, since he
condemns by this one phrase, ‘I have not commanded them,’ whatever the
Jews devised. There is then no other argument needed to condemn
superstitions, than that they are not commanded by God: for when men
allow themselves to worship God according to their own fancies, and attend
not to his commands, they pervert true religion. ... The Prophet’s words
then are very important, when he says, that God had commanded no such
thing, and that it never came to his mind; as though he had said, that men
assume too much wisdom, when they devise what he never required, nay,
what he never knew. It is indeed certain, that there was nothing hid from
God, even before it was done: but God here assumes the character of man,
as though he had said, that what the Jews devised was unknown to him, as
his own law was sufficient.” [= ‘Yang tidak Aku perintahkan kepada
mereka, dan yang tidak pernah masuk ke pikiranKu’. Alasan ini harus
diperhatikan dengan hati-hati / teliti, karena Allah di sini memotong
dari manusia setiap penyebab / alasan untuk membuat penghindaran /
penipuan, karena Ia mengecam dengan satu ungkapan ini, ‘Aku tidak
memerintahkan mereka’, apapun yang orang-orang Yahudi rancangkan
/ khayalkan. Jadi di sana tidak ada argumentasi lain yang dibutuhkan
untuk mengecam takhyul, dari pada bahwa mereka tidak diperintahkan
oleh Allah: karena pada waktu manusia mengijinkan diri mereka sendiri
untuk menyembah Allah sesuai dengan khayalan mereka sendiri, dan
tidak memperhatikan perintah-perintahNya, mereka membengkokkan
agama yang benar. ... Jadi kata-kata sang Nabi adalah sangat penting,
pada waktu ia berkata, bahwa Allah tidak memerintahkan hal seperti
itu, dan itu tidak pernah masuk ke dalam pikiranNya; seakan-akan ia
telah berkata, bahwa manusia mengambil bagi dirinya sendiri terlalu
banyak hikmat, pada waktu mereka merancang / mengkhayalkan apa
yang tidak pernah Ia tuntut, bahkan apa yang Ia tak pernah tahu.
Memang pasti, bahwa di sana tak ada apapun yang tersembunyi dari
Allah, bahkan sebelum itu dilakukan: tetapi Allah di sini memakaiani
diriNya sendiri dengan karakter / peran manusia, seakan-akan Ia telah
berkata bahwa apa yang orang-orang Yahudi rancangkan / khayalkan
tidak dikenal bagiNya, karena hukumNya sendiri adalah cukup.].

Catatan: bagian yang saya loncati dalam kutipan dari tafsiran Calvin
ini berbicara tentang Gereja Roma Katolik (yang juga ia anggap
menciptakan hal-hal dalam ibadah yang tidak diperintahkan oleh
Allah), dan saya loncati karena saya anggap tidak relevan berkenaan
dengan contoh tentang penafsiran Suhento Liauw dan kelompoknya
yang saya bahas di sini.

Hal lain yang saya ingin saudara ketahui adalah: bahwa Adam Clarke,
yang adalah seorang Arminian yang sangat terpelajar, sama sekali
tidak menggunakan 3 ayat dalam kitab Yeremia itu untuk menentang
predestinasi ataupun doktrin penentuan segala sesuatu / dosa. Dan
saya tak pernah tahu ada ahli theologia / penafsir Arminian manapun
yang menggunakan ayat-ayat itu sebagaimana Suhento Liauw dan
kelompoknya menggunakannya.

Sekarang mari kita kembali kepada Loraine Boettner.

Loraine Boettner: “It is true that some verses taken in themselves do seem
to imply the Arminian position. This, however, would reduce the Bible to a
mass of contradictions; for there are other verses which teach
Predestination, Inability, Election, Perseverance, etc., and which cannot by
any legitimate means be interpreted in harmony with Arminianism. Hence
in these cases the meaning of the sacred writer can be determined only by
the analogy of Scripture. Since the Bible is the word of God it is self-
consistent. Consequently if we find a passage which in itself is capable of
two interpretations, one of which harmonizes with the rest of the Scriptures
while the other does not, we are duty bound to accept the former. It is a
recognized principle of interpretation that the more obscure passages are to
be interpreted in the light of clearer passages, and not vice versa. We have
shown that the evidence which is brought forward in defense of
Arminianism, and which at first sight appears to possess considerable
plausibility, can legitimately be given an interpretation which harmonizes
with Calvinism. In view of the many Calvinistic passages, and the absence
of any genuine Arminian passages, we unhesitatingly assert that the
Calvinistic system is the true system.” [= Adalah benar bahwa beberapa
ayat, digunakan / dimengerti / ditafsirkan dalam diri mereka sendiri,
memang kelihatannya menyatakan secara implicit posisi Arminian.
Tetapi tindakan ini akan menurunkan / merendahkan Alkitab pada
suatu tumpukan dari kontradiksi-kontradiksi; karena di sana ada ayat-
ayat lain yang mengajarkan Predestinasi, Ketidakmampuan, Pemilihan,
Ketekunan, dsb., dan yang tidak bisa dengan cara yang sah apapun
ditafsirkan secara harmonis dengan Arminianisme. Karena itu dalam
kasus-kasus ini arti dari penulis kudus bisa ditentukan hanya oleh
analogi dari Kitab Suci. Karena Alkitab adalah firman Allah, itu
konsisten dengan dirinya sendiri. Karena itu jika kita mendapati satu
text yang dalam dirinya sendiri bisa mempunyai dua penafsiran, yang
satu harmonis dengan sisa dari Kitab Suci sedangkan yang lain tidak,
kita harus menerima yang pertama / terdahulu. Merupakan suatu
prinsip penafsiran yang diakui bahwa text-text yang lebih kabur harus
ditafsirkan dalam terang dari text-text yang lebih jelas, dan bukannya
sebaliknya. Kami telah menunjukkan bahwa bukti yang diajukan dalam
pembelaan dari Arminianisme, dan yang pada pandangan pertama
kelihatannya memiliki kemungkinan sah / bisa diterima yang besar , bisa
secara sah diberi suatu penafsiran yang harmonis dengan Calvinisme.
Dengan mempertimbangkan banyak text-text Calvinisme, dan absennya
text-text asli / sungguh-sungguh dari Arminianisme, kami dengan tak
ragu-ragu menegaskan bahwa sistim Calvinisme adalah sistim yang
benar.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 295-296.

Loraine Boettner: “It is not claimed that the doctrine of Predestination is


free from all difficulties, but it is claimed that its denial is attended with
more and greater difficulties.” [= Tidak diclaim bahwa doktrin
Predestinasi bebas dari semua kesukaran / problem, tetapi diclaim
bahwa penyangkalan terhadap doktrin ini disertai dengan kesukaran /
problem yang lebih banyak dan lebih besar.] - ‘The Reformed Doctrine
of Predestination’, hal 342.

Beberapa pertanyaan lain dengan jawabannya:

a) Mengapa hanya sedikit orang Reformed / Calvinist, dan mengapa


banyak orang yang memusuhi ajaran Reformed / Calvinisme?

Loraine Boettner: “That Calvinism has many adversaries is not to be


wondered at. As long as the fact remains that, ‘The natural man
receiveth not the things of the Spirit of God; for they are foolishness
unto him; and he cannot know them, because they are spiritually
judged’ (1 Cor. 2:14), so long will this be a strange, foolish system to the
natural man. As long as fallen human nature remains as it is, and as
long as the decree stands that Christ Himself is to be ‘a stone of
stumbling and a rock of offence’ to the natural man (1 Peter 2:8), these
things will be an offense to many. Nor was it to be marveled at that the
immortal Swiss reformer who was called to such a prominent place in
the development and defence of these doctrines has been on the one
hand the most passionately loved and admired, and on the other the
most bitterly hated and abused, among all the outstanding leaders in the
Church.” [= Bahwa Calvinisme mempunyai banyak musuh tak perlu
membuat kita heran. Selama fakta ini tetap ada, bahwa ‘Manusia
alamiah tidak menerima hal-hal dari Roh Allah; karena hal-hal itu
adalah kebodohan bagi dia; dan ia tidak bisa mengetahui / mengenal
hal-hal itu, karena mereka harus dinilai secara rohani’ (1Kor 2:14),
maka selama itu juga ini akan merupakan suatu sistim yang aneh,
bodoh, bagi manusia alamiah. Selama hakekat manusia yang telah
jatuh tetap tinggal sebagaimana adanya, dan selama ketetapan itu
tetap sah / benar bahwa Kristus sendiri akan / harus menjadi ‘suatu
batu sentuhan dan suatu batu karang sandungan’ bagi manusia
alamiah (1Pet 2:7), hal-hal ini akan menjadi batu sandungan bagi
banyak orang. Juga tak perlu mengherankan bahwa tokoh Reformasi
dari Swiss (Calvin), yang termasyhur secara kekal, yang dipanggil
pada suatu tempat yang menonjol seperti itu dalam perkembangan
dan pembelaan dari doktrin-doktrin ini, di satu sisi telah paling
dicintai dan dikagumi dengan bergairah, dan di sisi lain paling
dibenci dan dihina secara pahit, di antara semua pemimpin-pemimpin
/ tokoh-tokoh yang luar biasa bagus dalam Gereja.] - ‘The Reformed
Doctrine of Predestination’, hal 358.
1Kor 2:14 - “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang
berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu
kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya
dapat dinilai secara rohani.”.
1Pet 2:6-8 - “(6) Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci:
‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih,
sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepadaNya,
tidak akan dipermalukan.’ (7) Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia
mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya : ‘Batu yang telah
dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru,
juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan .’ (8)
Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada
Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan.”.
Catatan: dalam text terakhir ini, ay 8 dalam Alkitab bahasa Inggris
dimulai dari ay 7c dalam Alkitab Indonesia.

Loraine Boettner: “This is a system which has always been strongly


opposed by the world, and it is as strongly opposed now as ever. Indeed,
how could it be otherwise when man by nature is at enmity and war with
Him from whose mind it has emanated? It is not to be expected that God
in His wisdom and man in his folly would agree. God is an all-wise and
all-holy sovereign; man unchanged is a sin-blinded rebel, who wants no
ruler and most certainly not an absolute ruler. Since the enmity of man’s
heart toward the distinctive doctrines of the Cross is as great and as
intense as ever, a system such as Pelagianism or Naturalism, which
teaches salvation by our own good works, or such as Arminianism,
which teaches salvation partly by works and partly by grace, strikes a
quicker response in the unregenerate heart. When the Gospel becomes
palatable to the natural man it ceases to be the Gospel that Paul
preached. And it is worth remembering here that in nearly every town in
which Paul preached his Gospel did cause either a riot or a revival and
not infrequently both. ‘Calvinism may be unpopular in some quarters,’
says McFetridge. ‘But what of that? It cannot be more unpopular than
the doctrines of sin and grace as revealed in the New Testament.’” [= Ini
adalah suatu sistim yang telah selalu ditentang secara kuat oleh dunia,
dan ini sekarang ditentang secara kuat seperti pada saat manapun.
Memang, bagaimana itu bisa sebaliknya pada waktu manusia secara
alamiah ada dalam permusuhan dan peperangan dari Dia, dari
pikiran siapa ajaran itu telah keluar? Tidak bisa diharapkan bahwa
Allah dalam hikmatNya dan manusia dalam kebodohannya akan
setuju. Allah adalah seorang Raja / Penguasa yang maha bijaksana
dan maha kudus; manusia yang tidak diubahkan adalah seorang
pemberontak yang dibutakan oleh dosa, yang tak menghendaki
penguasa, dan paling pasti tidak menghendaki seorang penguasa yang
mutlak. Karena permusuhan dari hati manusia terhadap doktrin-
doktrin khusus dari Salib adalah sama besarnya dan sama
intensitasnya seperti pada saat manapun, suatu sistim seperti
Pelagianisme atau Naturalisme, yang mengajarkan keselamatan oleh
perbuatan baik kita sendiri, atau suatu sistim seperti Arminianisme,
yang mengajarkan keselamatan sebagian oleh perbuatan baik / usaha
dan sebagian oleh kasih karunia , menghasilkan suatu tanggapan yang
lebih cepat dalam hati yang belum dilahirkan baru. Pada waktu Injil
disesuaikan dengan selera dari manusia alamiah / duniawi, itu
berhenti menjadi Injil yang Paulus beritakan. Dan adalah layak untuk
diingat di sini bahwa dalam hampir semua kota dalam mana Paulus
memberitakan Injilnya, menyebabkan atau suatu huru hara atau
suatu kebangunan rohani, dan tidak jarang keduanya. ‘Calvinisme
mungkin / bisa tidak populer di beberapa tempat’, kata McFetridge.
‘Tetapi apa nilai hal itu? Itu / Calvinisme tidak bisa lebih tidak
populer dari pada doktrin-doktrin tentang dosa dan kasih karunia
seperti yang dinyatakan dalam Perjanjian Baru’.] - ‘The Reformed
Doctrine of Predestination’, hal 359.

Catatan:
1. ‘Naturalism’ [= Naturalisme] bisa berarti suatu pandangan yang
membuang hal-hal yang bersifat supra natural atau rohani. Juga
bisa berarti suatu agama yang alamiah.

2. Apakah ajaran Arminian sesuai dengan SOLA GRATIA [= hanya


kasih karunia] atau tidak, bisa kita mengerti kalau kita membaca
tulisan R. C. Sproul di bawah ini.

R. C. Sproul: “In answering a list of theological articles written


against his views, Arminius complains at several points that he has
been misunderstood or misrepresented. He was accused of teaching
that faith is not the pure gift of God but depends partly on grace and
partly on free will. He answered that he never said faith was not the
pure gift of God, and he offered in response what he calls a simile: A
rich man bestows, on a poor and famishing beggar, alms by which he
may be able to maintain himself and his family. Does it cease to be a
pure gift, because the beggar extends his hand to receive it? Can it be
said with propriety, that ‘the alms depended partly on the liberality of
the Donor, and partly on the liberty of the Receiver,’ though the latter
would not have possessed the alms unless he had received it by
stretching out his hand? Can it be correctly said, because the beggar
is always prepared to receive, that ‘he can have the alms, or not have
it, just as he pleases?’ If these assertions cannot be truly made about
a beggar who receives alms, how much less can they be made about
the gift of faith, for the receiving of which far more acts of Divine
Grace are required! In Arminius’s simile it is hard to imagine a
destitute beggar not assenting to such a gracious gift. But the fact
remains that, to receive the alms, the beggar, while still destitute, must
stretch out his hand. At the same time, he stretches out his hand
because he wants to do so. To receive the gift of faith, according to
Calvinism, the sinner also must stretch out his hand. But he does so
only because God has so changed the disposition of his heart that he
will most certainly stretch out his hand. By the irresistible work of
grace, he will do nothing else except stretch out his hand. Not that he
cannot not stretch out his hand even if he does not want to, but that
he cannot not want to stretch out his hand. In Arminius’s simile, the
beggar could conceivably be so obstreperous as to refuse the alms
offered. In Augustinianism, this very obstinacy is effectively
conquered by irresistible grace. For Calvin, the grace of God extends
not only to the alms, but also to the very stretching out of the hand.
For Arminius, the beggar possesses the natural power to stretch out
his hand.” [= Dalam menjawab suatu daftar artikel theologia yang
ditulis menentang pandangannya, Arminius mengeluh pada
beberapa point bahwa ia telah disalah-mengerti atau disalah-
gambarkan. Ia dituduh mengajarkan bahwa iman bukanlah
karunia murni dari Allah tetapi tergantung sebagian pada kasih
karunia dan sebagian pada kehendak bebas. Ia menjawab bahwa ia
tidak pernah mengatakan bahwa iman bukanlah karunia murni
dari Allah, dan ia menawarkan sebagai jawaban apa yang ia sebut
sebagai suatu kiasan: Seorang kaya memberi, kepada seorang
pengemis yang miskin dan sangat lapar, sedekah dengan mana ia
bisa memelihara dirinya sendiri dan keluarganya. Apakah itu
berhenti menjadi suatu karunia / pemberian yang murni, karena
sang pengemis mengulurkan tangannya untuk menerimanya?
Bisakah dikatakan dengan benar, bahwa ‘sedekah itu tergantung
sebagian pada kedermawanan dari Sang Pemberi, dan sebagian
pada kebebasan dari Sang Penerima’, sekalipun yang belakangan
tidak akan memiliki sedekah itu kecuali ia telah menerimanya
dengan mengulurkan tangannya? Bisakah dengan benar
dikatakan, karena sang pengemis itu selalu siap untuk menerima,
bahwa ‘ia bisa mendapatkan sedekah, atau tidak mendapatkannya,
seperti yang ia senangi?’ Jika pernyataan-pernyataan ini tidak bisa
dibuat dengan benar tentang seorang pengemis yang menerima
sedekah, betapa pernyataan-pernyataan itu lebih lagi tidak bisa
dibuat tentang karunia iman, untuk penerimaan mana jauh lebih
dibutuhkan tindakan dari Kasih Karunia Ilahi! Dalam kiasan
Arminius adalah sukar untuk membayangkan seorang pengemis
yang miskin tidak menyetujui karunia yang murah hati / bersifat
kasih karunia seperti itu. Tetapi faktanya tetap bahwa untuk
menerima sedekah, sang pengemis, sementara tetap miskin, harus
mengulurkan tangannya. Pada saat yang sama, ia mengulurkan
tangannya karena ia mau berbuat demikian. Untuk menerima
karunia iman, menurut Calvinisme, orang berdosa juga harus
mengulurkan tangannya. Tetapi ia berbuat demikian, hanya
karena Allah telah mengubah kecondongan hatinya sedemikian
rupa sehingga ia pasti akan mengulurkan tangannya. Oleh
pekerjaan yang tak bisa ditolak dari kasih karunia, ia tidak akan
melakukan apapun yang lain kecuali mengulurkan tangannya.
Bukan bahwa ia tidak bisa mengulurkan tangannya bahkan jika ia
mau / ingin melakukannya, tetapi bahwa ia tidak bisa mau / ingin
untuk mengulurkan tangannya. Dalam kiasan Arminius, sang
pengemis bisa dibayangkan sebagai begitu tegar sehingga menolak
sedekah yang ditawarkan. Dalam Augustinianisme, sikap tegar
tengkuk inilah yang secara efektif ditundukkan oleh kasih karunia
yang tidak bisa ditolak. Bagi Calvin, kasih karunia Allah meluas
bukan hanya pada sedekah itu, tetapi juga pada penguluran dari
tangan itu. Bagi Arminius, sang pengemis memiliki kuasa alamiah
untuk mengulurkan tangannya.] - ‘Willing to Believe’, hal 133-134
(Libronix).

Loraine Boettner: “We need not be surprised, then, when the adherents
to these doctrines are found to be in the minority. The truth or falsity of
Scripture doctrines cannot be left to the outcome of a popular vote.” [=
Jadi, kita tidak perlu heran, pada waktu pengikut-pengikut /
pndukung-pendukung dari doktrin-doktrin ini didapati dalam
keadaan minoritas. Kebenaran atau kepalsuan dari doktrin-doktrin
Kitab Suci tidak bisa diserahkan pada hasil dari suatu jumlah pemilih
populer.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 359-360.

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 15 Agustus 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (26)


b) Bagaimana pandangan kita terhadap orang yang menganggap diri
bukan Arminian ataupun Calvinist / Reformed?

Loraine Boettner: “It must be evident that there are just two theories
which can be maintained by evangelical Christians upon this important
subject; that all men who have made any study of it, and who have
reached any settled conclusions regarding it, MUST BE EITHER
CALVINISTS OR ARMINIANS. There is no other position which a
‘Christian’ can take. Those who deny the sacrificial nature of Christ’s
death turn to a system of self-salvation or naturalism, and cannot be
called ‘Christians’ in the historical and only proper sense of the term.”
[= Haruslah jelas / dimengerti bahwa di sana hanya ada dua teori
yang bisa diterima / dipertahankan oleh orang-orang Kristen Injili
tentang pokok yang penting ini; bahwa semua orang yang telah
mempelajarinya, dan yang telah mencapai kesimpulan yang tetap
mengenainya, HARUS ADALAH ATAU ORANG-ORANG
CALVINIST ATAU ORANG-ORANG ARMINIAN. Di sana tidak ada
posisi lain yang bisa diambil / diterima oleh seorang ‘Kristen’.
Mereka yang menyangkal hakekat dari kematian Kristus yang
bersifat pengorbanan berbalik pada suatu sistim keselamatan oleh
diri sendiri atau naturalisme, dan tidak bisa disebut ‘orang-orang
Kristen’ dalam arti yang bersifat sejarah dan satu-satunya arti yang
tepat dari istilah itu.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 333.

Catatan: dua teori yang lain adalah Pelagianisme, dan Semi-


Pelagianisme, dan keduanya tidak bisa dianggap sebagai kristen /
injili, karena dipercaya bahwa perbuatan baik menyelamatkan, atau
punya andil dalam menyelamatkan. Keduanya kita anggap sebagai
ajaran sesat.

Catatan: sebetulnya berkenaan dengan doktrin keselamatan, ada 2


pandangan sesat yang lain, yaitu Universalisme dan Pluralisme.

Loraine Boettner: “Universalism, - which holds that Christ died for all
men and that eventually all shall be saved, either in this life or through a
future probation. This view perhaps makes the strongest appeal to our
feelings, but is un-Scriptural, and has never been held by an organized
Christian church.” [= Universalisme, - yang mempercayai bahwa
Kristus mati untuk semua orang dan bahwa pada akhirnya semua
akan diselamatkan, atau dalam kehidupan ini atau melalui suatu
masa percobaan yang akan datang. Pandangan ini mungkin membuat
daya tarik terkuat pada perasaan kita, tetapi adalah tidak Alkitabiah,
dan tidak pernah dipercayai oleh suatu gereja Kristen yang
terorganisir.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 47.

Sedangkan Pluralisme, yang mempercayai bahwa selain Kristus


ada jalan-jalan yang lain (agama-agama lain), harus dianggap
sebagai termasuk dalam Pelagianisme, yang jelas mempercayai
keselamatan karena perbuatan baik.

Sekarang mari kita melihat konfrontasi antara Agustinus dan


Pelagius, pada awal abad 5 M., yang akhirnya menyebabkan
adanya 4 pandangan:

1. Pelagianisme.

2. Augustinianisme. Ini boleh dikatakan sama dengan Calvinisme /


Reformed.

3. Pandangan-pandangan di antara kedua pandangan itu, yaitu:

a. Semi-Pelagianisme. Ini seperti Katolik.

b. Semi-Augustinianisme. Ini yang menjadi Arminianisme.

KONFRONTASI AGUSTINUS VS PELAGIUS.

Pelagius adalah seorang biarawan Inggris, yang datang ke Roma


sekitar tahun 400 M, dan tinggal di Roma selama beberapa tahun.
Ia sangat terkejut melihat moral yang begitu rendah di sana, dan ia
mulai berusaha untuk mendesak Roma supaya memperbaiki diri
mereka. Ia menekankan tanggung jawab dan kemampuan manusia.
Ia menolak doktrin tentang dosa asal dan akibatnya pada manusia.
Ia berpendapat bahwa semua manusia ada dalam kondisi seperti
Adam yang mempunyai kebebasan untuk berbuat dosa atau tidak
berbuat dosa. Ia percaya bahwa Allah tidak memilih (Predestinasi),
kuasa memilih ada dalam diri manusia. Allah mengirimkan Yesus
untuk menunjukkan jalan, dan semua manusia diberi Allah kekuatan
sehingga mempunyai kekuatan untuk mengikuti. Pelagius
‘memenangkan jiwa’ seorang yang bernama Caelestius, yang pada
tahun 412 M dikecam sebagai bidat dan dikucilkan oleh Synod
setempat, karena pandangan sesatnya yang menyatakan bahwa:

1. Adam akan mati sekalipun tidak berdosa.

2. Dosa Adam hanya berakibat negatif pada dirinya sendiri dan


tidak pada seluruh umat manusia.

3. Bayi yang baru lahir ada dalam keadaan seperti Adam sebelum
jatuh ke dalam dosa.

4. Bukan karena dosa atau oleh Adam maka seluruh umat manusia
mati, dan bukan oleh kebangkitan (Yesus) maka semua
dibangkitkan.

5. Taurat maupun Injil membawa manusia pada Kerajaan Allah.


Seseorang bisa masuk surga dengan mentaati hukum Taurat.

6. Bahkan sebelum Kristus, ada orang yang hidup suci / tanpa


dosa.

Ini jelas bertentangan dengan pandangan Agustinus, yang


berpendapat bahwa:

1. Pada waktu Adam yang suci itu jatuh ke dalam dosa, semua
manusia yang diturunkannya dengan cara biasa, jatuh ke dalam
dosa dengan dia.

2. Karena kejatuhan Adam dan adanya dosa asal itu, sekarang


manusia mati secara rohani, dan terpisah dari Allah, dan layak
untuk dihukum.
3. Tetapi, Allah menetapkan sebagian untuk diselamatkan, dan
sisanya untuk dibinasakan.

4. Jumlah orang pilihan ini sudah ditetapkan dan tidak bisa berubah.

5. Orang pilihan diselamatkan oleh kasih karunia yang tidak bisa


ditolak dan mereka akan terus bertekun sampai akhir.

Semua ini saya ambil dari buku Dr. Albert H. Freundt, Jr., ‘History of
Early Christianity’, hal 57.

Setelah pandangan Pelagius ini dikecam dan dinyatakan sebagai


sesat, beserta para pengajarnya, lalu muncul pandangan-
pandangan kompromi di antara Pelagianisme dan Augustinianisme,
yaitu Semi-Pelagianisme dan Semi-Augustinianisme.

Schema Augustinianisme, Pelagianisme, dan pandangan-


pandangan kompromi di antaranya.

Pelagianisme - Manusia dilahirkan dalam keadaan baik dan bisa


melakukan apa yang perlu untuk keselamatan.

Semi-pelagianisme - Kasih karunia Allah dan kehendak manusia


bekerja sama dalam keselamatan, dan manusia harus berinisiatif /
mengambil langkah pertama.

Semi-Augustinianisme - Kasih karunia Allah diberikan kepada


semua orang, memampukan seseorang untuk memilih dan
melakukan apa yang perlu untuk keselamatan.

Augustinianisme - Manusia mati dalam dosa; keselamatan diberikan


secara total oleh kasih karunia Allah, yang hanya diberikan kepada
orang pilihan.

Kalau mau lebih mendetail maka ini schemanya:

Pelagianisme:
1. Tentang Manusia - Kemampuan moral sepenuhnya.
2. Tentang Pemilihan / predestinasi - tidak ada.
3. Tentang kasih karunia - tidak ada, kecuali Allah telah
menyatakan kehendakNya dalam Kristus.
Semi-Pelagianisme:
1. Tentang Manusia - Kemampuan moral sebagian (manusia bisa
layak mendapat kasih karunia).
2. Tentang pemilihan / predestinasi - Bersyarat (berdasarkan
pengetahuan lebih dulu dari Allah).
3. Tentang kasih karunia - Perlu (manusia bergerak; Allah
menolong).

Semi-Augustinianisme:
1. Tentang manusia - ketidakmampuan moral (tetapi manusia bisa
menerima atau menolak kasih karunia ilahi).
2. Tentang pemilihan / predestinasi - tidak ada penentuan binasa
(Allah tidak menentukan siapapun untuk terhilang secara kekal).
3. Tentang kasih karunia - mendahului (iman manusia adalah
tanggapan terhadap Allah yang lebih dulu mendekati dia).

Augustinianisme:
1. Tentang manusia - Kebejatan total (ketidakmampuan
sepenuhnya / total dalam hal moral).
2. Tentang pemilihan / predestinasi - Tidak bersyarat (tidak
didasarkan atas pengetahuan lebih dulu dari Allah).
3. Tentang kasih karunia - Tidak bisa ditolak.

Loraine Boettner: “Arminianism in its radical and more fully developed


forms is essentially a recrudescence of Pelagianism, a type of self-
salvation. ... Arminianism at its best is a somewhat vague and indefinite
attempt at reconciliation, hovering midway between the sharply marked
systems of Pelagius and Augustine, taking off the edges of each, and
inclining now to the one, now to the other. Dr. A.A. Hodge refers to it as
a ‘manifold and elastic system of compromise.’” [= Arminianisme
dalam bentuknya yang radikal dan berkembang penuh pada
dasarnya adalah bangkit kembalinya Pelagianisme, suatu type
keselamatan oleh diri sendiri. ... Arminianisme, sebaik-baiknya
adalah usaha memperdamaikan yang agak samar-samar dan tidak
pasti, melayang di tengah-tengah antara sistim yang ditandai dengan
jelas dari Pelagius dan Agustinus, mengurangi kekuatan / ketajaman
dari masing-masing pihak, dan kadang-kadang condong kepada yang
satu, kadang-kadang kepada yang lain. Dr. A. A. Hodge menunjuk
kepadanya sebagai suatu ‘sistim kompromi yang bermacam-macam
dan bersifat elastis’.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 48.
Perlu diketahui bahwa ini bukan pertama kalinya terjadi konfrontasi
antara ajaran yang benar dan sesat, yang lalu menghasilkan
pandangan antara.

Dalam sejarah pada waktu terjadi pertentangan antara


pandangan yang benar dan sesat, memang sering lalu muncul
pandangan kompromi YANG TIDAK MAU MELEPASKAN
KESESATAN SECARA TUNTAS.

Contoh:

a. Dalam persoalan keselamatan karena iman saja.


Orang Yahudi / Yudaisme mengajarkan keselamatan karena
perbuatan baik / ketaatan / usaha manusia. Tetapi Yesus dan
rasul-rasul mengajarkan keselamatan hanya karena iman
(Yoh 3:16 Ro 3:27-28 Gal 2:16,21 Ef 2:8-9). Lalu muncul orang
Yahudi kristen, dengan pandangan komprominya, yang sekalipun
beriman kepada Yesus sebagai Juruselamat, tetapi tetap
menekankan sunat dan adat istiadat Yahudi (Kis 15:1-2 bdk.
seluruh surat Galatia).

b. Dalam persoalan Allah Tritunggal.


Seorang yang bernama Arius (pendiri dari Arianisme, yang
akhirnya ‘ber-reinkarnasi’ menjadi Saksi Yehuwa), mengatakan
bahwa Anak berbeda hakekat (bahasa Yunaninya: HETERO-
OUSION) dengan Bapa.
Gereja lalu mengadakan sidang, yaitu The Council of Nicea,
pada tahun 325 M, dan menimbulkan Pengakuan Iman Nicea,
yang menyatakan bahwa Anak mempunyai hakekat yang sama /
satu dengan Bapa (bahasa Yunaninya: HOMO-OUSION).
Tetapi lalu muncul pandangan Semi-Arianisme, yaitu pandangan
kompromi, yang menggunakan istilah bahasa Yunani HOMOI-
OUSION [= of the similar substance / dari zat yang serupa /
mirip].

c. Dalam persoalan Kristologi.


Seorang yang bernama Eutyches mengajarkan ajaran sesatnya
yang mengatakan bahwa setelah inkarnasi, Kristus hanya
mempunyai satu hakekat saja, yaitu hakekat ilahi (karena
hakekat manusianya diserap oleh hakekat ilahinya).
Ini menyebabkan terjadinya Sidang gereja di kota Chalcedon,
pada tahun 451 M, yang menimbulkan Pengakuan Iman
Chalcedon, yang menyatakan bahwa Kristus setelah inkarnasi
tetap mempunyai 2 hakekat, yaitu hakekat ilahi dan hakekat
manusia, yang masing-masing mempertahankan sifat-sifatnya
sendiri-sendiri.
Lalu muncul pandangan kompromi yang disebut Monophysitism,
yang mengatakan bahwa Kristus mempunyai hanya satu
hakekat, yaitu hakekat ilahi, tetapi disertai dengan sifat-sifat
manusia tertentu.
Juga muncul pandangan kompromi yang lain yang disebut
Monothelitism, yang mengatakan bahwa Kristus memang
mempunyai 2 hakekat, yaitu ilahi dan manusia, tetapi hanya
mempunyai 1 kehendak.

Kesimpulan: Sekalipun Arminianisme tidak sesesat


Pelagianisme, tetapi Arminianisme adalah pandangan
kompromi yang tidak mau meninggalkan kesesatan / kesalahan
secara tuntas! Kalau Augustinianisme adalah pandangan yang
waras dan Pelagianisme adalah pandangan yang gila, maka
Arminianisme adalah pandangan kompromi yang setengah
gila.

Mungkin saudara bertanya: apa tujuan setan memberi pandangan


kompromi yang setengah gila tersebut? Ada 2 kemungkinan alasan
dari setan:

1. Setan mungkin bertujuan supaya pandangan yang gila


(Pelagianisme) kelihatan sebagai extrim kiri, pandangan yang
waras (Augustinianisme) sebagai extrim kanan, dan pandangan
yang setengah gila (Arminianisme) sebagai pandangan yang
benar!

Kalau saudara tergoda untuk berpikir begitu, maka pikirkan hal


ini: itu berarti bahwa pada awal abad ke 5 itu terjadi pertentangan
antara 2 pandangan extrim, extrim kanan (Augustinianisme) dan
extrim kiri (Pelagianisme). Sebagai hasil dari pertentangan 2
pandangan yang extrim itu, justru lalu muncul pandangan yang
benar / waras (Arminianisme). Masuk akalkah itu?

Masuk akalkah bahwa ada 2 ajaran sesat, yang sama-sama


berasal dari setan, bertempur, lalu sebagai akibatnya muncul
ajaran yang benar / dari Tuhan?
Apakah tidak lebih masuk akal kalau pada abad ke 5 itu terjadi
pertentangan antara ajaran benar (Augustinianisme) dan ajaran
sesat (Pelagianisme), dan sebagai hasilnya muncul ajaran
kompromi yang setengah sesat (Arminianisme)?

2. Setan tahu bahwa ajaran yang setengah sesat lebih mudah


diterima manusia dari pada ajaran yang sesat secara total.
Sama saja kalau saudara mau meracuni seseorang, jauh lebih
mudah memberi dia makan yang dicampur racun dari pada
memberi dia racun 100 %.
Dalam faktanya memang jaman sekarang boleh dikatakan tidak
ada gereja yang menganut Pelagianisme, tetapi ada banyak
gereja (mungkin mayoritas) yang menganut Arminianisme.

c) Apakah hanya orang Reformed yang akan masuk surga, sedangkan


orang Arminian / non Reformed akan masuk neraka?

Kebenaran dari doktrin Calvinisme (termasuk Providence of God,


dan doktrin tentang penentuan segala sesuatu), dan kesalahan dari
doktrin Arminianisme, tidak berarti bahwa hanya Calvinist yang bisa
masuk surga, atau bahwa semua orang Arminian akan masuk
neraka. Mengapa? Karena masuk surga atau tidak hanya
tergantung pada apakah orang itu percaya Yesus sebagai Tuhan
dan Juruselamat SECARA BENAR ATAU TIDAK.

Loraine Boettner: “While the Presbyterian Church is preëminently a


doctrinal Church, she never demands the full acceptance of her
standards by any applicant for admission to her fold. A credible
profession of faith in Christ is her only condition of Church
membership. She does demand that her ministers and elders shall be
Calvinists; yet this is never demanded of lay members. As Calvinists we
gladly recognize as our fellow Christians any who trust Christ for their
salvation, regardless of how inconsistent their other beliefs may be. We
do believe, however, that Calvinism is the only system which is wholly
true. And while one can be a Christian without believing the whole
Bible, his Christianity will be imperfect in proportion as he departs from
the Biblical system of doctrine. In this connection Prof. F. E. Hamilton
has well said: ‘A blind, deaf and dumb man can, it is true, know
something of the world about him through the senses remaining, but his
knowledge will be very imperfect and probably inaccurate. In a similar
way, a Christian who never knows or never accepts the deeper teachings
of the Bible which Calvinism embodies, may be a Christian, but he will
be a very imperfect Christian, and it should be the duty of those who
know the whole truth to attempt to lead him into the only storehouse
which contains the full riches of true Christianity.’ ... We are not all
Calvinists as we travel the road to heaven, but we shall all be Calvinists
when we get there. It is our firm conviction that every redeemed soul in
heaven will be a thorough-going Calvinist. Christians in general must
admit that when we all ‘attain unto the unity of the faith’ (Eph. 4:13),
and know the full truth, we shall be either all Calvinists or all
Arminians.” [= Sementara Gereja Presbyterian secara unggul
merupakan suatu Gereja yang bersifat doktrinal, ia tidak pernah
menuntut penerimaan penuh dari standard-standardnya oleh
pemohon / pelamar manapun untuk bisa masuk ke dalam kandang /
kawanannya. Suatu pengakuan iman yang bisa dipercaya kepada
Kristus adalah satu-satunya syarat dari keanggotaan Gereja. Ia
memang menuntut bahwa pendeta-pendeta dan tua-tuanya adalah
orang-orang Calvinist; tetapi ini tidak pernah dituntut dari anggota-
anggota awam. Sebagai orang-orang Calvinist kita dengan senang
hati menerima sebagai sesama orang-orang Kristen kita, siapapun
yang mempercayai Kristus untuk keselamatan mereka, TAK PEDULI
BETAPA TIDAK KONSISTENNYA KEPERCAYAAN-
KEPERCAYAAN LAIN MEREKA. Tetapi kami percaya bahwa
Calvinisme adalah satu-satunya sistim YANG SEPENUHNYA
BENAR. Dan sekalipun seseorang bisa menjadi seorang Kristen tanpa
mempercayai seluruh Alkitab, kekristenannya akan tidak sempurna
sebanding dengan penyimpangannya dari sistim doktrin Alkitabiah.
Sehubungan dengan ini Prof. F. E. Hamilton telah mengatakan
dengan bagus: ‘Adalah benar bahwa seorang manusia yang buta, tuli
dan bisu, bisa mengetahui sesuatu tentang dunia di sekitarnya melalui
indera-indera yang tersisa, tetapi pengetahuannya akan sangat tidak
sempurna dan mungkin tidak tepat. Dengan cara yang serupa,
seorang Kristen yang tidak pernah mengetahui atau tidak pernah
menerima ajaran-ajaran yang lebih dalam dari Alkitab yang
Calvinisme nyatakan, bisa adalah seorang Kristen, tetapi ia akan
merupakan seorang Kristen yang tidak sempurna, dan merupakan
kewajiban dari mereka yang mengetahui seluruh kebenaran untuk
berusaha membimbingnya ke dalam satu-satunya gudang yang
berisikan kekayaan yang penuh dari kekristenan yang benar’. ... Kita
tidak semuanya adalah Calvinist pada waktu kita menempuh jalan ke
surga, tetapi kita akan semuanya adalah Calvinist pada saat kita
sampai di sana. Merupakan keyakinan kami yang teguh bahwa di
surga setiap jiwa yang ditebus akan menjadi seorang Calvinist
sepenuhnya / yang mutlak. Orang-orang Kristen secara umum harus
mengakui bahwa pada waktu kita semua ‘mencapai kesatuan iman’
(Ef 4:13), dan mengetahui seluruh kebenaran, kita akan menjadi
semuanya Calvinist atau semuanya Arminian.] - ‘The Reformed
Doctrine of Predestination’, hal 353-354.

Catatan: menurut saya kata-kata “tak peduli betapa tidak


konsistennya kepercayaan-kepercayaan lain mereka” dan “yang
sepenuhnya benar” yang saya beri garis bawah ganda dan cetak
dengan huruf besar itu, tidak bisa dimutlakkan. Dan kata-kata ‘atau
sepenuhnya Arminian’ yang saya cetak dengan huruf miring itu,
rasanya aneh, dan seharusnya dihapuskan!

-o0o-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 29 Agustus 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (27)


VII. MANFAAT DOKTRIN INI BAGI KITA
Doktrin ini mempunyai banyak manfaat yang penting dalam hidup kita,
seperti:

1) Pada waktu kita mendapatkan berkat / hal-hal yang


menyenangkan / menguntungkan, apakah itu terjadi karena usaha
kita sendiri, atau karena bantuan dari orang-orang lain, atau karena
apapun juga, kita tetap akan menganggap Allah sebagai penyebab
pertama / tertinggi, dan kita akan bersyukur kepadaNya.

John Calvin: “the Christian heart, since it has been thoroughly


persuaded that all things happen by God’s plan, and that nothing takes
place by chance, will ever look to him as the principal cause of things,
yet will give attention to the secondary causes in their proper place.
Then the heart will not doubt that God’s singular providence keeps
watch to preserve it, and will not suffer anything to happen but what
may turn out to its good and salvation. ... As far as men are concerned,
whether they are good or evil, the heart of the Christian will know that
their plans, wills, efforts, and abilities are under God’s hand; that it is
within his choice to bend them whither he pleases and to constrain them
whenever he pleases. There are very many and very clear promises that
testify that God’s singular providence watches over the welfare of
believers:” [= hati orang Kristen, karena hati itu sepenuhnya
diyakinkan bahwa segala sesuatu terjadi oleh rencana Allah, dan
bahwa tak ada apapun yang terjadi oleh kebetulan, akan selalu
melihat kepadaNya sebagai penyebab pertama / tertinggi dari hal-hal,
tetapi akan memberi perhatian kepada penyebab-penyebab kedua
dalam tempat mereka yang tepat. Karena itu hati itu tidak akan
meragukan bahwa Providensia Allah yang bersifat individuil tetap
menjaga untuk memeliharanya, dan tidak akan membiarkan apapun
terjadi kecuali yang bisa menghasilkan / berakhir dengan kebaikan
dan keselamatannya. ... Sejauh berkenaan dengan manusia, apakah
mereka itu baik atau jahat, hati orang Kristen mengetahui bahwa
rencana-rencana, kemauan-kemauan, usaha-usaha, dan kemampuan-
kemampuan mereka ada di bawah tangan / kuasa Allah; sehingga itu
ada dalam pilihanNya untuk membengkokkan mereka kemanapun Ia
berkenan dan untuk mengekang mereka kapanpun Ia berkenan. Di
sana ada janji-janji yang sangat banyak dan sangat jelas yang
menyaksikan bahwa Providensia Allah yang bersifat individuil
menjaga atas kesejahteraan dari orang-orang percaya.] - ‘Institutes of
The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 6.

Calvin lalu memberi banyak ayat Alkitab sebagai dasar:


Maz 55:23 - “Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan
memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkanNya
orang benar itu goyah.”. Bdk. 1Pet 5:7.
Maz 91:1-2 - “(1) Orang yang duduk dalam lindungan Yang
Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa (2) akan
berkata kepada TUHAN: ‘Tempat perlindunganku dan kubu
pertahananku, Allahku, yang kupercayai.’”.
Zakh 2:8 - “Sebab beginilah firman TUHAN semesta alam, yang
dalam kemuliaanNya telah mengutus aku, mengenai bangsa-bangsa
yang telah menjarah kamu - sebab siapa yang menjamah kamu,
berarti menjamah biji mataNya -:”.
Kej 15:1 - “Kemudian datanglah firman TUHAN kepada Abram
dalam suatu penglihatan: ‘Janganlah takut, Abram, Akulah
perisaimu; upahmu akan sangat besar.’”.
Yer 1:18 - “Mengenai Aku, sesungguhnya pada hari ini Aku membuat
engkau menjadi kota yang berkubu, menjadi tiang besi dan menjadi
tembok tembaga melawan seluruh negeri ini, menentang raja-raja
Yehuda dan pemuka-pemukanya, menentang para imamnya dan
rakyat negeri ini.”. Bdk. Yer 15:20.
Yes 49:25 - “Sungguh, beginilah firman TUHAN: ‘Tawanan
pahlawanpun dapat direbut kembali, dan jarahan orang gagah dapat
lolos, sebab Aku sendiri akan melawan orang yang melawan engkau
dan Aku sendiri akan menyelamatkan anak-anakmu.”.
Yes 49:15 - “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya,
sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun
dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau.”.
John Calvin: “Therefore, as we rightly rejected a little above the
opinion of those who imagine a universal providence of God, which does
not stoop to the especial care of any particular creature, yet first of all it
is important that we recognize this special care toward us. Whence
Christ, when he declared that not even a tiny sparrow of little worth falls
to earth without the Father’s will (Matthew 10:29), immediately applies
it in this way: that since we are of greater value than sparrows, we ought
to realize that God watches over us with all the closer care (Matthew
10:31); and he extends it so far that we may trust that the hairs of our
head are numbered (Matthew 10:30). What else can we wish for
ourselves, if not even one hair can fall from our head without his will? I
speak not only concerning mankind; but, because God has chosen the
church to be his dwelling place, there is no doubt that he shows by
singular proofs his fatherly care in ruling it.” [= Karena itu, seperti
kami tadi dengan benar menolak pandangan dari mereka yang
membayangkan / mengkhayalkan suatu Providensia Allah yang
bersifat umum, yang tidak membungkuk / merendahkan diri pada
pemeliharaan khusus dari makhluk ciptaan khusus manapun, tetapi
pertama-tama dari semua, adalah penting bahwa kita mengenali
pemeliharaan khusus terhadap kita ini. Dari mana Kristus, pada
waktu Ia menyatakan bahwa bahkan seekor burung pipit yang kecil
yang berharga sangat rendah, tidak jatuh ke bumi tanpa kehendak
Bapa (Mat 10:29), segera menerapkannya dengan cara ini: bahwa
karena kita lebih bernilai / berharga dari pada burung pipit, kita
seharusnya menyadari bahwa Allah menjaga atas kita dengan
perhatian yang lebih dekat (Mat 10:31); dan Ia memperluasnya
sebegitu jauh sehingga kita bisa percaya bahwa rambut dari kepala
kita dihitung (Mat 10:30). Hal lain apa yang bisa kita inginkan untuk
diri kita sendiri, jika bahkan satu rambut tidak bisa jatuh dari kepala
kita tanpa kehendakNya? Saya berbicara bukan hanya berkenaan
dengan umat manusia; tetapi karena Allah telah memilih gereja
untuk menjadi tempat tinggalNya, di sana tidak ada keraguan bahwa
Ia menunjukkan oleh bukti-bukti yang menyolok pemeliharaan
kebapaanNya dalam memerintahnya.] - ‘Institutes of The Christian
Religion’, Book I, Chapter XVII, no 6.

Mat 10:29-31 - “(29) Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit?
Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar
kehendak Bapamu. (30) Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung
semuanya. (31) Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih
berharga dari pada banyak burung pipit.”.
John Calvin: “7. GOD’S PROVIDENCE IN PROSPERITY. The servant
of God, strengthened both by these promises and by examples, will join
thereto the testimonies which teach that all men are under his power,
whether their minds are to be conciliated, or their malice to be
restrained that it may not do harm. For it is the Lord who gives us favor,
not alone among those who wish us well, but even ‘in the eyes of the
Egyptians’ (Exodus 3:21); indeed, he knows how to shatter the
wickedness of our enemies in various ways. For sometimes he takes
away their understanding so that they are unable to comprehend
anything sane or sober, as when he sends forth Satan to fill the mouths
of all the prophets with falsehood in order to deceive Ahab (1 Kings
22:22). He drives Rehoboam mad by the young men’s advice that
through his own folly he may be despoiled of the kingdom (1 Kings
12:10, 15). Sometimes when he grants them understanding, he so
frightens and dispirits them that they do not wish, or plan, to carry out
what they have conceived. Sometimes, also, when he permits them to
attempt what their lust and madness has prompted, he at the right
moment breaks off their violence, and does not allow their purpose to be
completed. Thus Ahitophel’s advice, which would have been fatal for
David, he destroyed before its time (2 Samuel 17:7, 14). Thus, also, it is
his care to govern all creatures for their own good and safety; and even
the devil himself, who, we see, dared not attempt anything against Job
without His permission and command (Job 1:12 ).” [= 7.
PROVIDENSIA ALLAH DALAM KEMAKMURAN. Pelayan Allah,
dikuatkan baik oleh janji-janji ini dan oleh contoh-contoh, lebih jauh
lagi akan menggabungkan kesaksian-kesaksian yang mengajar bahwa
semua manusia ada di bawah kuasaNya, apakah pikiran mereka
harus diperdamaikan, atau kejahatan mereka harus dikekang,
sehingga itu tidak akan menyakiti / melukai. Karena adalah Tuhan
yang memberi kita kebaikan, bukan hanya di antara mereka yang
menginginkan kebaikan kita, tetapi bahkan ‘dalam mata dari orang-
orang Mesir’ (Kel 3:21); memang, Ia tahu bagaimana
menghancurkan kejahatan dari musuh-musuh kita dengan
bermacam-macam cara. Karena kadang-kadang Ia mengambil
pengertian mereka sehingga mereka tidak bisa memahami apapun
dengan cara yang waras, seperti pada waktu Ia mengutus Iblis untuk
memenuhi mulut dari semua nabi-nabi dengan kepalsuan / dusta
untuk menipu Ahab (1Raja 22:22). Ia menjadikan Rehabeam gila oleh
nasehat orang-orang muda sehingga melalui kebodohannya sendiri ia
bisa disingkirkan dari kerajaan (1Raja 12:10,15). Kadang-kadang
pada waktu Ia memberi mereka pengertian, Ia begitu membuat
mereka takut dan kecil hati sehingga mereka tidak menginginkan,
atau merencanakan, untuk melaksanakan apa yang telah mereka
mengerti. Juga kadang-kadang, pada waktu Ia mengijinkan mereka
untuk mengusahakan apa digerakkan oleh nafsu dan kegilaan
mereka, Ia pada saat yang tepat menghentikan secara mendadak
keganasan / kekerasan mereka, dan tidak mengijinkan rencana /
tujuan mereka untuk diselesaikan. Demikianlah nasihat Ahitofel,
yang akan sudah menjadi sesuatu yang fatal bagi Daud, Ia hancurkan
sebelum waktunya (2Sam 17:7,14). Demikian juga, adalah
pemeliharaanNya untuk memerintah / mengatur semua makhluk
ciptaan untuk kebaikan dan keamanan mereka sendiri; dan bahkan
setan / iblis sendiri, yang kita lihat, tidak berani mengusahakan
apapun terhadap / menentang Ayub tanpa ijin dan perintahNya
(Ayub 1:12).] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter
XVII, no 7.
Kel 3:21 - “Dan Aku akan membuat orang Mesir bermurah hati
terhadap bangsa ini, sehingga, apabila kamu pergi, kamu tidak pergi
dengan tangan hampa,”.
1Raja 22:22 - “Jawabnya: Aku akan keluar dan menjadi roh dusta
dalam mulut semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah engkau
membujuknya, dan engkau akan berhasil pula. Keluarlah dan
perbuatlah demikian!”.
1Raja 12:10,15 - “(10) Lalu orang-orang muda yang sebaya dengan
dia itu berkata: ‘Beginilah harus kaukatakan kepada rakyat yang
telah berkata kepadamu: Ayahmu telah memberatkan tanggungan
kami, tetapi engkau ini, berilah keringanan kepada kami - beginilah
harus kaukatakan kepada mereka: Kelingkingku lebih besar dari
pada pinggang ayahku! ... (15) Jadi raja tidak mendengarkan
permintaan rakyat, sebab hal itu merupakan perubahan yang
disebabkan TUHAN, supaya TUHAN menepati firman yang
diucapkanNya dengan perantaraan Ahia, orang Silo, kepada
Yerobeam bin Nebat.”.
2Sam 17:7,14 - “(7) Lalu berkatalah Husai kepada Absalom:
‘Nasihat yang diberikan Ahitofel kali ini tidak baik.’ ... (14) Lalu
berkatalah Absalom dan setiap orang Israel: ‘Nasihat Husai, orang
Arki itu, lebih baik dari pada nasihat Ahitofel.’ Sebab TUHAN telah
memutuskan, bahwa nasihat Ahitofel yang baik itu digagalkan,
dengan maksud supaya TUHAN mendatangkan celaka kepada
Absalom.”.
Ayub 1:12 - “Maka firman TUHAN kepada Iblis: ‘Nah, segala yang
dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau
mengulurkan tanganmu terhadap dirinya.’ Kemudian pergilah Iblis
dari hadapan TUHAN.”.
John Calvin: “Gratitude of mind for the favorable outcome of things,
patience in adversity, and also incredible freedom from worry about the
future all necessarily follow upon this knowledge. Therefore whatever
shall happen prosperously and according to the desire of his heart,
God’s servant will attribute wholly to God, whether he feels God’s
beneficence through the ministry of men, or has been helped by
inanimate creatures. For thus he will reason in his mind: surely it is the
Lord who has inclined their hearts to me, who has so bound them to me
that they should become the instruments of his kindness toward me. In
abundance of fruits he will think: "It is the Lord who ‘hears’ the
heaven, that the heaven may ‘hear’ the earth, that the earth also may
‘hear’ its offspring" (cf. Hosea 2:21-22, Vg.; 2: 22-23, EV). In other
things he will not doubt that it is the Lord’s blessing alone by which all
things prosper. Admonished by so many evidences, he will not continue
to be ungrateful.” [= Rasa terima kasih dari pikiran untuk hasil akhir
yang menyenangkan dari hal-hal, kesabaran dalam penderitaan /
bencana, dan juga kebebasan yang luar biasa dari kekuatiran tentang
masa yang akan datang semua pasti mengikuti pengetahuan ini.
Karena itu apapun yang terjadi secara menguntungkan dan sesuai
dengan keinginan dari hatinya, pelayan Allah akan menganggapnya
sepenuhnya berasal dari Allah, apakah ia merasakan kebaikan Allah
melalui pelayanan manusia, atau telah ditolong oleh ciptaan-ciptaan
yang tidak bernyawa. Karena demikianlah ia akan berpikir /
menyimpulkan dalam pikirannya: pasti Tuhanlah yang telah
mencondongkan hati mereka kepadaku, yang sudah begitu mengikat
mereka kepadaku sehingga mereka harus menjadi alat-alat dari
kebaikanNya terhadap aku. Dalam kelimpahan dari buah / hasil /
panen, ia akan berpikir: "Adalah Tuhan yang ‘mendengar’ langit,
sehingga langit bisa ‘mendengar’ bumi, sehingga bumi juga bisa
‘mendengar’ hasilnya" (Bdk. Hosea 2:21-22, Vulgate; 2:22-23, EV).
Dalam hal-hal lain ia tidak akan meragukan bahwa itu merupakan
berkat Tuhan saja dengan mana segala sesuatu berhasil. Dinasehati
oleh begitu banyak bukti, ia tidak akan terus menjadi orang yang
tidak punya rasa terima kasih.] - ‘Institutes of The Christian
Religion’, Book I, Chapter XVII, no 7.

Hosea 2:20-21 - “(20) Maka pada waktu itu, demikianlah firman


TUHAN, Aku akan mendengarkan langit, dan langit akan
mendengarkan bumi. (21) Bumi akan mendengarkan gandum, anggur
dan minyak, dan mereka ini akan mendengarkan Yizreel.”.
-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 5 September 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (28)


2) Pada saat kita mengalami penderitaan, kesedihan, bahkan
penganiayaan dan kejahatan orang lain terhadap diri kita, dsb, kita
harus ingat bahwa segala sesuatu terjadi karena kehendak /
Rencana Allah (bdk. Kej 50:20 Ayub 1:21 Yoh 18:11), dan kita
juga harus percaya bahwa semua itu terjadi untuk kebaikan kita
yang adalah anak-anakNya / orang pilihanNya (bdk. Ro 8:28).

Kej 50:20 - “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat


terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan,
dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni
memelihara hidup suatu bangsa yang besar.”.

Ayub 1:21 - “katanya: ‘Dengan telanjang aku keluar dari kandungan


ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya.
TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama
TUHAN!’”.

Yoh 18:11 - “Kata Yesus kepada Petrus: ‘Sarungkan pedangmu itu;


bukankah Aku harus minum cawan YANG DIBERIKAN BAPA
KEPADAKU?’”.

Ro 8:28 - “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam


segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang
mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan
rencana Allah.”.

Charles Haddon Spurgeon: “All events are under the control of


Providence; consequently all the trials of our outward life are traceable
at once to the great First Cause.” [= Semua peristiwa ada di bawah
kontrol dari Providensia; dan karenanya semua pencobaan dari
kehidupan luar / lahiriah kita bisa langsung diikuti jejaknya sampai
kepada sang Penyebab Pertama yang agung.] - ‘Morning and
Evening’, September 3, evening.

Calvin (tentang Kej 50:20): “Let the impious busy themselves as they
please, let them rage, let them mingle heaven and earth; yet they shall
gain nothing by their ardour; and not only shall their impetuosity prove
ineffectual, but shall be turned to an issue the reverse of that which they
intended, so that they shall promote our salvation, though they do it
reluctantly. So that whatever poison Satan produces, God turns it into
medicine for his elect.” [= Biarlah orang jahat menyibukkan diri
mereka sendiri semau mereka, biarlah mereka marah, biarlah
mereka mencampur-adukkan langit dan bumi; tetapi mereka tidak
akan mendapatkan keuntungan apapun oleh semangat mereka; dan
bukan hanya tindakan tanpa berpikir dari mereka terbukti tidak
berhasil, tetapi akan dibalikkan pada suatu hasil yang berlawanan
dengan yang mereka maksudkan, sehingga mereka akan memajukan
keselamatan kita, sekalipun mereka melakukan hal itu dengan segan.
Sehingga apapun racun yang dihasilkan oleh Setan, Allah
membalikkannya menjadi obat untuk orang pilihanNya.] - hal 488.

Calvin (tentang Ro 8:28): “so far are the troubles of this life from
hindering our salvation, that, on the contrary, they are helps to it.” [=
begitu jauhnya kesukaran-kesukaran hidup ini dari pada
menghalangi keselamatan kita, sehingga sebaliknya, mereka adalah
pertolongan bagi keselamatan itu.] - hal 314.

Calvin (tentang Ro 8:28): “Though the elect and the reprobate are
indiscriminately exposed to similar evils, there is yet a great difference;
for God trains up the faithful by afflictions, and thereby promotes their
salvation.” [= Sekalipun orang pilihan dan orang yang ditentukan
untuk binasa tanpa pandang bulu terbuka terhadap bencana yang
sama, tetapi ada perbedaan yang besar; karena Allah melatih /
mendidik orang setia / percaya menggunakan penderitaan-
penderitaan, dan dengan demikian memajukan keselamatan mereka.]
- hal 315.

Kalau kita bisa melihat dan mempercayai bahwa segala penderitaan


yang disebabkan oleh siapapun kepada kita, yang adalah anak-
anak Allah, bisa terjadi karena Rencana dan Providensia Allah, dan
pasti ditujukan untuk kebaikan kita, maka:
a) Ini akan merupakan penghiburan yang luar biasa di tengah-
tengah segala penderitaan / kesedihan.

John Owen: “Amidst all our afflictions and temptations, under


whose pressure we should else faint and despair, it is no small
comfort to be assured that we do nor can suffer nothing but what his
hand and counsel guides unto us, what is open and naked before his
eyes, and whose end and issue he knoweth long before; which is a
strong motive to patience, a sure anchor of hope, a firm ground of
consolation.” [= Di tengah-tengah semua penderitaan dan
pencobaan, yang tekanannya bisa membuat kita lemah / takut dan
putus asa, bukan penghiburan kecil untuk yakin bahwa kita tidak
bisa menderita apapun kecuali apa yang tangan dan rencanaNya
pimpin kepada kita, yang adalah terbuka dan telanjang di depan
mataNya, dan yang akhirnya dan hasilnya Ia ketahui jauh
sebelumnya; yang merupakan suatu motivasi yang kuat pada
kesabaran, suatu jangkar pengharapan yang pasti, suatu dasar
penghiburan yang teguh.] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal
29.

John Calvin: “10. WITHOUT CERTAINTY ABOUT GOD’S


PROVIDENCE LIFE WOULD BE UNBEARABLE. Hence appears
the immeasurable felicity of the godly mind. Innumerable are the
evils that beset human life; innumerable, too, the deaths that threaten
it. We need not go beyond ourselves: since our body is the receptacle
of a thousand diseases - in fact holds within itself and fosters the
causes of diseases - a man cannot go about unburdened by many
forms of his own destruction, and without drawing out a life
enveloped, as it were, with death. For what else would you call it,
when he neither freezes nor sweats without danger? Now, wherever
you turn, all things around you not only are hardly to be trusted but
almost openly menace, and seem to threaten immediate death.
Embark upon a ship , you are one step away from death. Mount a
horse, if one foot slips, your life is imperiled. Go through the city
streets, you are subject to as many dangers as there are tiles on the
roofs. If there is a weapon in your hand or a friend’s , harm awaits.
All the fierce animals you see are armed for your destruction. But if
you try to shut yourself up in a walled garden, seemingly delightful,
there a serpent sometimes lies hidden. Your house, continually in
danger of fire, threatens in the daytime to impoverish you, at night
even to collapse upon you. Your field, since it is exposed to hail, frost,
drought, and other calamities, threatens you with barrenness, and
hence, famine. I pass over poisonings, ambushes, robberies, open
violence, which in part besiege us at home, in part dog us abroad.
Amid these tribulations must not man be most miserable, since, but
half alive in life, he weakly draws his anxious and languid breath, as
if he had a sword perpetually hanging over his neck? You will say:
these events rarely happen, or at least not all the time, nor to all men,
and never all at once. I agree; but since we are warned by the
examples of others that these can also happen to ourselves, and that
our life ought not to be excepted any more than theirs, we cannot but
be frightened and terrified as if such events were about to happen to
us. What, therefore, more calamitous can you imagine than such
trepidation? Besides that, if we say that God has exposed man, the
noblest of creatures, to all sorts of blind and heedless blows of
fortune, we are not guiltless of reproaching God. But here I propose
to speak only of that misery which man will feel if he is brought under
the sway of fortune.” [= 10. TANPA KEPASTIAN TENTANG
PROVIDENSIA ALLAH HIDUP AKAN TAK TERTAHANKAN.
Karena itu terlihat kebahagiaan yang tak terukur dari pikiran
yang saleh. Tak terhitung banyaknya kejahatan-kejahatan /
bencana-bencana yang menyerang / mengelilingi kehidupan
manusia; dan tak terhitung juga kematian-kematian yang
mengancamnya. ... Kamu akan berkata: peristiwa-peristiwa ini
jarang terjadi, atau setidaknya tidak pada setiap waktu, atau pada
setiap orang, dan tidak pernah semuanya pada satu saat. Saya
setuju; tetapi karena kita diperingatkan oleh contoh-contoh dari
orang-orang lain bahwa hal-hal ini juga bisa terjadi pada diri kita
sendiri, dan bahwa hidup kita seharusnya tidak lebih dikecualikan
dari hidup mereka, kita tidak bisa bersikap lain kecuali takut
seakan-akan peristiwa-peristiwa seperti itu akan terjadi pada diri
kita. Karena itu, hal yang lebih menyebabkan bencana apa yang
bisa kamu bayangkan dari pada rasa takut / gemetar seperti itu?
Disamping itu, jika kami katakan bahwa Allah telah membuka
manusia, yang paling mulia dari semua makhluk ciptaan, terhadap
semua jenis dari hembusan nasib yang buta dan ceroboh / tak
punya pikiran, kita bukannya tanpa salah tentang mengkritik
Allah. Tetapi di sini saya bermaksud untuk berbicara hanya
tentang keadaan penderitaan yang manusia akan rasakan jika ia
dibawa di bawah pemerintahan dari nasib.] - ‘Institutes of The
Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 10.

Catatan: bagian yang saya beri garis bawah ganda tidak saya
terjemahkan, karena hanya merupakan contoh-contoh yang
Calvin berikan yang menunjukkan bermacam-macam bencana
yang bisa menimpa kita dimanapun kita berada dan apapun yang
kita lakukan.

John Calvin: “11. CERTAINTY ABOUT GOD’S PROVIDENCE


PUTS JOYOUS TRUST TOWARD GOD IN OUR HEARTS. Yet,
when that light of divine providence has once shone upon a godly
man, he is then relieved and set free not only from the extreme
anxiety and fear that were pressing him before, but from every care.
For as he justly dreads fortune, so he fearlessly dares commit himself
to God. His solace, I say, is to know that his Heavenly Father so holds
all things in his power, so rules by his authority and will, so governs
by his wisdom, that nothing can befall except he determine it.
Moreover, it comforts him to know that he has been received into
God’s safekeeping and entrusted to the care of his angels, and that
neither water, nor fire, nor iron can harm him, except in so far as it
pleases God as governor to give them occasion.” [= 11. KEPASTIAN
TENTANG PROVIDENSIA ALLAH MEMBERIKAN
KEPERCAYAAN YANG BERSIFAT SUKACITA TERHADAP
ALLAH DALAM HATI KITA. Tetapi, pada waktu terang dari
Providensia ilahi itu sekali telah bersinar pada seorang manusia
yang saleh, maka ia dibebaskan dari kekuatiran dan dibebaskan
bukan hanya dari kekuatiran dan rasa takut yang extrim yang
tadinya menekan dia, tetapi dari setiap kekuatiran. Karena
sebagaimana ia secara benar takut terhadap nasib, demikian juga
ia dengan tanpa rasa takut berani menyerahkan dirinya sendiri
kepada Allah. Penghiburannya, saya katakan, adalah mengetahui
bahwa Bapa Surgawinya begitu memegang segala sesuatu dalam
kuasaNya, begitu mengendalikan oleh otoritas dan kehendakNya,
begitu memerintah oleh hikmatNya, sehingga tak ada apapun bisa
menimpa kecuali Ia menentukannya. Lebih lagi / selanjutnya,
merupakan sesuatu yang menghibur dia untuk mengetahui bahwa
ia telah diterima ke dalam perlindungan Allah dan dipercayakan
pada pemeliharaan dari malaikat-malaikatNya, dan bahwa tak ada
air, atau api, atau besi bisa menyakiti / melukai dia, kecuali sejauh
itu memperkenan Allah sebagai pemerintah memberi mereka
kesempatan.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I,
Chapter XVII, no 11.

Sebetulnya memang hanya ada dua kemungkinan:


1. Segala sesuatu tergantung Allah (Rencana dan
ProvidensiaNya).
2. Segala sesuatu tergantung nasib yang buta.
Orang Arminian / non Reformed yang menolak yang no 1, tidak
bisa tidak memilih no 2. Yang tak setuju dengan ini, coba berikan
alternatifnya. Kalau bukan tergantung Allah maupun nasib yang
buta, lalu tergantung apa???

Orang yang percaya no 2, dan ini adalah orang Arminian / non


Reformed, tak mungkin bisa hidup tenang. Dimanapun ia berada
dan apapun yang dia lakukan, dia akan takut / kuatir, karena
bencana apapun bisa menimpa tanpa pemberitahuan.

Tetapi orang yang percaya no 1, dan ini adalah orang Reformed,


bisa hidup dengan tenang dan sukacita, karena percaya semua
ada dalam tangan Bapa, yang mengasihinya, dan melakukan
segala sesuatu untuk kebaikannya.

Loraine Boettner: “Although the sovereignty of God is universal and


absolute, it is not the sovereignty of blind power. It is coupled with
infinite wisdom, holiness and love. And this doctrine, when properly
understood, is a most comforting and reassuring one. Who would not
prefer to have his affairs in the hands of a God of infinite power,
wisdom, holiness and love, rather than to have them left to fate, or
chance, or irrevocable natural law, or to short-sighted and perverted
self? Those who reject God’s sovereignty should consider what
alternatives they have left.” [= Sekalipun kedaulatan Allah itu
bersifat universal dan mutlak, tetapi itu bukanlah kedaulatan dari
kuasa yang buta. Itu digabungkan dengan kebijaksanaan,
kekudusan dan kasih yang tidak terbatas. Dan doktrin ini, jika
dimengerti dengan tepat, adalah doktrin yang paling menghibur
dan menenteramkan. Siapa yang tidak lebih menghendaki
perkaranya ada dalam tangan Allah yang mempunyai kuasa,
kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak terbatas, dari pada
menyerahkannya pada nasib / takdir, atau kebetulan, atau hukum
alam yang tidak bisa dibatalkan, atau pada diri sendiri yang cupet
dan sesat? Mereka yang menolak kedaulatan Allah harus
mempertimbangkan alternatif-alternatif lain yang tersisa / ada.] -
hal 32.

b) Ini juga bisa membuat kita lebih tenang / sabar dalam


penderitaan, lebih sabar / tidak mendendam, dan lebih mudah
mengampuni terhadap orang yang menyebabkan penderitaan itu
bagi kita.
John Calvin: “If Joseph had stopped to dwell upon his brothers’
treachery, he would never have been able to show a brotherly attitude
toward them. But since he turned his thoughts to the Lord, forgetting
the injustice, he inclined to gentleness and kindness, even to the point
of comforting his brothers and saying: ‘It is not you who sold me into
Egypt, but I was sent before you by God’s will, that I might save your
life’ (Genesis 45:5, 7-8 p.). ‘Indeed you intended evil against me, but
the Lord turned it into good.’ (Genesis 50:20, cf. Vg.) If Job had
turned his attention to the Chaldeans, by whom he was troubled, he
would immediately have been aroused to revenge; but because he at
once recognized it as the Lord’s work, he comforts himself with this
most beautiful thought: ‘The Lord gave, the Lord has taken away;
blessed be the name of the Lord’ (Job 1:21). Thus David, assailed
with threats and stones by Shimei, if he had fixed his eyes upon the
man, would have encouraged his men to repay the injury; but because
he knows that Shimei does not act without the Lord’s prompting, he
rather appeases them: ‘Let him alone,’ he says, ‘because the Lord has
ordered him to curse’ (2 Samuel 16:11). By this same bridle he
elsewhere curbs his inordinate sorrow: ‘I have kept silence and
remained mute,’ says he, ‘because thou hast done it, O Jehovah’
(Psalm 39:9 p.). ... To sum this up: when we are unjustly wounded by
men, let us overlook their wickedness (which would but worsen our
pain and sharpen our minds to revenge), remember to mount up to
God, and learn to believe for certain that whatever our enemy has
wickedly committed against us was permitted and sent by God’s just
dispensation.” [= Seandainya YUSUF berhenti pada pengkhianatan
saudara-saudaranya, ia tidak akan pernah bisa menunjukkan suatu
sikap persaudaraan terhadap mereka. Tetapi karena ia
mengarahkan pikirannya kepada Tuhan, sambil melupakan
ketidak-adilan, ia cenderung pada kelembutan dan kebaikan,
bahkan sampai pada titik menghibur saudara-saudaranya dan
berkata: ‘Bukanlah kamu yang menjual aku ke Mesir, tetapi aku
diutus sebelum / di depan kamu oleh kehendak Allah, supaya aku
bisa menyelamatkan nyawa / kehidupanmu’ (Kej 45:5,7-8).
‘Memang kamu mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi
Tuhan membalikkannya menjadi kebaikan’. (Kej 50:20, bdk.
Vulgate). Seandainya AYUB mengarahkan perhatiannya kepada
orang-orang Kasdim, oleh siapa ia diganggu, ia sudah akan segera
dibangkitkan pada pembalasan; tetapi karena ia segera
mengenalinya sebagai pekerjaan Tuhan, ia menghibur dirinya
sendiri dengan pemikiran yang paling indah ini: ‘Tuhan
memberikan, Tuhan telah mengambil; terpujilah nama Tuhan’
(Ayub 1:21). Demikian juga DAUD, diserang dengan ancaman-
ancaman dan batu-batu oleh Simei, seandainya ia mengarahkan
matanya pada orang itu, ia sudah akan mendorong orang-
orangnya untuk membalas kerugian / luka itu; tetapi karena ia
tahu bahwa Simei tidak bertindak tanpa dorongan Tuhan, ia
sebaliknya menenangkan mereka: ‘Biarkanlah dia’, ia berkata,
‘karena Tuhan telah memerintahkannya untuk mengutuk’ (2Sam
16:11). Oleh kekang yang sama ini di tempat lain ia mengendalikan
kesedihannya yang melampaui batas: ‘Aku telah berdiam diri dan
tetap membisu’, katanya, ‘karena Engkau telah melakukannya, Ya
Yehovah’ (Maz 39:10). ... Menyimpulkan semua ini: pada waktu
KITA dilukai secara tidak adil oleh manusia, hendaklah kita
mengabaikan kejahatan mereka (yang hanya akan memperburuk
rasa sakit kita dan mempertajam pikiran kita untuk membalas),
mengingat untuk naik kepada Allah, dan belajar untuk percaya
secara pasti bahwa apapun yang musuh kita telah lakukan secara
jahat terhadap kita diijinkan dan dikirim oleh pengaturan yang
adil dari Allah.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I,
Chapter XVII, no 8.

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 12 September 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (29)


Mari kita melihat 3 contoh yang Calvin berikan, dan satu contoh
lain yang saya tambahkan.

1. Yusuf dalam Kej 45:5-8 Kej 50:20.

Kej 45:5-8 - “(5) Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan


janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini,
sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku
mendahului kamu. (6) Karena telah dua tahun ada kelaparan
dalam negeri ini dan selama lima tahun lagi orang tidak akan
membajak atau menuai. (7) Maka Allah telah menyuruh aku
mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di
bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian
besar dari padamu tertolong. (8) Jadi bukanlah kamu yang
menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah
menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas
seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir.”.
Catatan: bagian yang saya beri garis bawah ganda dan warna
biru salah terjemahan!
KJV: ‘and to save your lives by a great deliverance.’ [= dan
menyelamatkan hidupmu oleh suatu pembebasan yang
besar.].

Kej 50:20 - “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat


terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk
kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi
sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang
besar.”.
Calvin (tentang Kej 50:20): “Joseph well considers (as we have
said) the providence of God; so that he imposes it on himself as a
compulsory law, not only to grant pardon, but also to exercise
beneficence. ... Seeing that, by the secret counsel of God, he was
led into Egypt, for the purpose of preserving the life of his
brethren, he must devote himself to this object, lest he should resist
God. ... he skillfully distinguishes between the wicked counsels of
men, and the admirable justice of God, by so ascribing the
government of all things to God, as to preserve the divine
administration free from contracting any stain from the vices of
men. The selling of Joseph was a crime detestable for its cruelty
and perfidy; yet he was not sold except by the decree of heaven. ...
Thus we may say with truth and propriety, that Joseph was sold by
the wicked consent of his brethren, and by the secret providence of
God.” [= Yusuf mempertimbangkan dengan baik (seperti telah
kami katakan) Providensia Allah; sehingga ia menetapkan bagi
dirinya sendiri sebagai suatu hukum yang mewajibkan, bukan
hanya untuk memberikan pengampunan, tetapi juga untuk
melaksanakan kebaikan. ... Melihat bahwa oleh rencana rahasia
Allah, ia dibimbing ke Mesir dengan tujuan memelihara
kehidupan saudara-saudaranya, ia harus membaktikan dirinya
sendiri pada tujuan itu, supaya jangan ia menentang Allah. ... ia
secara ahli membedakan antara rencana jahat manusia, dan
keadilan yang mengagumkan dari Allah, dengan menganggap
pemerintahan / pengaturan dari segala sesuatu berasal dari
Allah, sehingga menjaga pelaksanaan pemerintahan ilahi bebas
dari mendapatkan noda apapun dari kejahatan-kejahatan
manusia. Penjualan Yusuf adalah suatu kejahatan / tindakan
kriminal yang menjijikkan karena kekejaman dan
pengkhianatannya; tetapi ia tidak dijual kecuali oleh ketetapan
dari surga. ... Jadi kita bisa berkata dengan kebenaran dan
kepantasan, bahwa Yusuf dijual oleh persetujuan jahat dari
saudara-saudaranya, dan oleh Providensia rahasia dari Allah.] -
hal 486,487.

2. Ayub dalam Ayub 1:21.


Ayub 1:21 - “katanya: ‘Dengan telanjang aku keluar dari
kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke
dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil,
terpujilah nama TUHAN!’”.

Calvin (tentang Ayub 1:21): “For the story here written, showeth
us how we be in God’s hand, and that it lieth in him to determine
of our lives, and to dispose of the same according to his good
pleasure: and that it is our duty to submit ourselves unto him with
all humbleness and obedience: and that it is good reason, that we
should be wholly his, both to live and die: and specially that when
it pleaseth him to lay his hand upon us, although we perceive not
for what cause he doth it, yet we should glorify him continually,
acknowledging him to be just and upright, and not to grudge
against him.” [= Karena cerita yang ditulis di sini menunjukkan
kepada kita, bahwa kita ada dalam tangan Allah, dan Dialah
yang menentukan hidup kita, dan mengatur / membuangnya
sesuai kehendakNya: dan merupakan kewajiban kita untuk
menundukkan diri kita sendiri kepadaNya dengan segala
kerendahan hati dan ketaatan: dan merupakan pertimbangan
yang baik bahwa kita adalah milikNya sepenuhnya, baik hidup
atau mati: dan khususnya pada waktu Ia berkenan untuk
‘meletakkan tanganNya atas kita’, sekalipun kita tidak mengerti
mengapa Ia melakukan hal itu, tetapi kita harus memuliakan
Dia secara terus menerus, mengakui Dia sebagai adil dan lurus /
benar, dan tidak bersungut-sungut terhadap Dia.] - ‘Sermons on
Job’, hal 1.

Calvin (tentang Ayub 1:21): “there is nothing better, than to


submit ourselves unto God, and to suffer peaceably whatsoever he
sendeth us, until he deliver us of his own mere goodness.” [= tidak
ada yang lebih baik, dari pada menundukkan diri kita sendiri
kepada Allah, dan memikul dengan tenang apapun yang Ia
kirimkan kepada kita, sampai Ia membebaskan kita semata-
mata karena kebaikanNya sendiri.] - ‘Sermons on Job’, hal 1.

Catatan: dalam kasus kita dirampok seperti Ayub, sekalipun


kita harus percaya bahwa Allah menentukan dan mengatur
terjadinya hal itu, dan karena itu kita harus sabar dsb, tetapi itu
tidak berarti kita tidak boleh melaporkan hal itu kepada polisi
dan mengusahakan supaya para perampok itu ditangkap dan
dihukum, selama semuanya itu memungkinkan, demi tegaknya
keadilan, dan juga supaya orang-orang lain tidak mengalami
perampokan sebagaimana kita mengalaminya.

3. Daud dalam 2Sam 16:5-11.


2Sam 16:5-11 - “(5) Ketika raja Daud telah sampai ke Bahurim,
keluarlah dari sana seorang dari kaum keluarga Saul; ia
bernama Simei bin Gera. Sambil mendekati raja, ia terus-
menerus mengutuk. (6) Daud dan semua pegawai raja Daud
dilemparinya dengan batu, walaupun segenap tentara dan semua
pahlawan berjalan di kiri kanannya. (7) Beginilah perkataan
Simei pada waktu ia mengutuk: ‘Enyahlah, enyahlah, engkau
penumpah darah, orang dursila! (8) TUHAN telah membalas
kepadamu segala darah keluarga Saul, yang engkau gantikan
menjadi raja, TUHAN telah menyerahkan kedudukan raja
kepada anakmu Absalom. Sesungguhnya, engkau sekarang
dirundung malang, karena engkau seorang penumpah darah.’
(9) Lalu berkatalah Abisai, anak Zeruya, kepada raja: ‘Mengapa
anjing mati ini mengutuki tuanku raja? Izinkanlah aku
menyeberang dan memenggal kepalanya.’ (10) Tetapi kata raja:
‘Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya?
Biarlah ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman
kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya:
mengapa engkau berbuat demikian?’ (11) Pula kata Daud
kepada Abisai dan kepada semua pegawainya: ‘Sedangkan anak
kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang
orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk,
sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya demikian. (12)
Mungkin TUHAN akan memperhatikan kesengsaraanku ini dan
TUHAN membalas yang baik kepadaku sebagai ganti kutuk
orang itu pada hari ini.’ (13) Demikianlah Daud melanjutkan
perjalanannya dengan orang-orangnya, sedang Simei berjalan
terus di lereng gunung bertentangan dengan dia dan sambil
berjalan ia mengutuk, melemparinya dengan batu dan
menimbulkan debu.”.

Maz 39:10 - “Aku kelu, tidak kubuka mulutku, sebab Engkau


sendirilah yang bertindak.”.

4. Yesus dalam Yoh 18:11 (ini contoh yang saya tambahkan).


Yoh 18:11 - “Kata Yesus kepada Petrus: ‘Sarungkan pedangmu
itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa
kepadaKu?’”.

Bdk. Mat 26:52-54 - “(52) Maka kata Yesus kepadanya:


‘Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab
barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang.
(53) Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada
BapaKu, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas
pasukan malaikat membantu Aku? (54) Jika begitu,
bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci,
yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?’”.
Calvin (tentang Yoh 18:11): “‘Shall I not drink the cup which my
Father hath given to me?’ This appears to be a special reason why
Christ ought to be silent, that he might be ‘led as a lamb to be
sacrificed,’ (Isaiah 53:7;) but it serves the purpose of an example,
for the same patience is demanded from all of us. Scripture
compares afflictions to medicinal draughts; for, as the master of a
house distributes meat and drink to his children and servants, so
God has this authority over us, that he has a right to treat every
one as he thinks fit; and whether he cheers us by prosperity, or
humbles us by adversity, he is said to administer a sweet or a bitter
draught. The draught appointed for Christ was, to suffer the death
of the cross for the reconciliation of the world. He says, therefore,
that he must ‘drink the cup which his Father’ measured out and
delivered to him. In the same manner we, too, ought to be prepared
for enduring the cross.” [= ‘Bukankah Aku harus minum cawan
yang diberikan Bapa kepadaKu?’ Ini kelihatannya merupakan
suatu alasan khusus mengapa Kristus harus diam, supaya Ia bisa
‘dibawa seperti anak domba untuk dikorbankan’, (Yes 53:7);
tetapi itu juga berguna sebagai suatu contoh / teladan, karena
kesabaran yang sama dituntut dari semua kita. Kitab Suci
membandingkan penderitaan-penderitaan dengan cairan obat;
karena, seperti Tuan dari sebuah rumah membagikan daging /
makanan dan minuman kepada anak-anak dan pelayan-
pelayannya, demikian juga Allah mempunyai otoritas ini atas
kita, sehingga Ia mempunyai suatu hak untuk memperlakukan
setiap kita seperti yang Ia anggap cocok; dan apakah Ia
menggembirakan kita dengan kesuksesan / kekayaan, atau
merendahkan kita dengan penderitaan / bencana, Ia dikatakan
memberikan suatu minuman obat yang manis atau pahit. Cairan
obat yang ditetapkan untuk Kristus adalah untuk menderita /
mengalami kematian dari salib untuk pendamaian dunia.
Karena itu, Ia mengatakan, bahwa Ia harus ‘meminum cawan
yang BapaNya’ curahkan dan berikan kepadaNya. Dengan cara
yang sama, kita juga harus disiapkan untuk menahan salib.].

3) Dalam keadaan bahaya / kritis, doktrin ini memberikan ketenangan


kepada kita.

John Calvin: “Secondly, they may safely rest in the protection of him to
whose will are subject all the harmful things which, whatever their
source, we may fear; whose authority curbs Satan with all his furies and
his whole equipage; and upon whose nod depends whatever opposes our
welfare. And we cannot otherwise correct or allay these uncontrolled
and superstitious fears, which we repeatedly conceive at the onset of
dangers. We are superstitiously timid, I say, if whenever creatures
threaten us or forcibly terrorize us we become as fearful as if they had
some intrinsic power to harm us, or might wound us inadvertently and
accidentally, or there were not enough help in God against their harmful
acts.” [= Kedua, mereka bisa dengan aman beristirahat / bersandar
pada perlindungan dari Dia, bagi kehendak siapa semua hal-hal yang
membahayakan tunduk, yang apapun sumber mereka, bisa kita
takuti; yang otoritasnya mengekang / mengendalikan Iblis dengan
semua kemarahannya dan seluruh perlengkapannya; dan pada
anggukan siapa tergantung apapun yang menentang kesejahteraan
kita. Dan kalau tidak kita tidak bisa mengkoreksi atau menenangkan /
mengurangi rasa takut yang tak terkontrol dan bersifat takhyul ini,
yang berulang-ulang kita pikirkan pada permulaan dari bahaya-
bahaya. Kita takut-takut secara takhyul, saya katakan, jika kapanpun
makhluk-makhluk ciptaan mengancam kita atau secara kuat
menteror kita, kita menjadi setakut seakan-akan mereka mempunyai
suatu kuasa yang bersifat hakiki untuk merugikan kita, atau bisa
melukai kita secara tidak sengaja dan secara kebetulan, atau di sana
tidak ada pertolongan yang cukup dalam Allah terhadap tindakan-
tindakan mereka yang merugikan / membahayakan.] - ‘Institutes of
The Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 3.

John Calvin: “Therefore the Christian heart, since it has been


thoroughly persuaded that all things happen by God’s plan, and that
nothing takes place by chance, will ever look to him as the principal
cause of things, yet will give attention to the secondary causes in their
proper place. Then the heart will not doubt that God’s singular
providence keeps watch to preserve it, and will not suffer anything to
happen but what may turn out to its good and salvation.” [= Karena itu
hati orang Kristen, karena itu telah secara mutlak / sepenuhnya
diyakinkan bahwa segala sesuatu terjadi oleh rencana Allah, dan
bahwa tak ada apapun yang terjadi oleh kebetulan, akan selalu
memandang kepada Dia sebagai penyebab utama dari hal-hal, tetapi
akan memberi perhatian pada penyebab-penyebab kedua dalam
tempat mereka yang tepat. Karena itu hati itu tidak akan meragukan
bahwa Providensia Allah yang bersifat individuil tetap menjaga untuk
memeliharanya, dan tidak akan membiarkan apapun terjadi kecuali
yang bisa menghasilkan / berakhir dengan kebaikan dan
keselamatannya.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I,
Chapter XVII, no 6.
John Calvin: “11. CERTAINTY ABOUT GOD’S PROVIDENCE PUTS
JOYOUS TRUST TOWARD GOD IN OUR HEARTS. Yet, when that
light of divine providence has once shone upon a godly man, he is then
relieved and set free not only from the extreme anxiety and fear that
were pressing him before, but from every care. For as he justly dreads
fortune, so he fearlessly dares commit himself to God. His solace, I say,
is to know that his Heavenly Father so holds all things in his power, so
rules by his authority and will, so governs by his wisdom, that nothing
can befall except he determine it.” [= 11. KEPASTIAN TENTANG
PROVIDENSIA ALLAH MEMBERIKAN KEPERCAYAAN YANG
BERSIFAT SUKACITA TERHADAP ALLAH DALAM HATI KITA.
Tetapi, pada waktu terang dari Providensia ilahi itu sekali telah
bersinar pada seorang manusia yang saleh, maka ia dibebaskan dari
kekuatiran dan dibebaskan bukan hanya dari kekuatiran dan rasa
takut yang extrim yang tadinya menekan dia, tetapi dari setiap
kekuatiran. Karena sebagaimana ia secara benar takut terhadap
nasib, demikian juga ia dengan tanpa rasa takut berani menyerahkan
dirinya sendiri kepada Allah. Penghiburannya, saya katakan, adalah
mengetahui bahwa Bapa Surgawinya begitu memegang segala sesuatu
dalam kuasaNya, begitu mengendalikan oleh otoritas dan
kehendakNya, begitu memerintah oleh hikmatNya, sehingga tak ada
apapun bisa menimpa kecuali Ia menentukannya.] - ‘Institutes of The
Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 11.

Misalnya anak saudara mengalami kecelakaan dan pendarahan


yang parah. Ini dengan mudah membuat saudara menjadi kuatir,
takut dan bahkan panik. Tetapi kalau pada saat itu saudara bisa
mengingat dan mempercayai bahwa Allah toh sudah menetapkan
segala sesuatu (termasuk apakah anak itu akan sembuh atau akan
mati), dan bahwa Allah mengontrol segala sesuatu sehingga
ketetapanNya itu pasti terjadi, maka saudara akan berhenti kuatir.
Mengapa?

a) Karena kekuatiran toh tidak akan mengubah ketetapan Allah.


Bandingkan ini dengan Mat 6:27 - “Siapakah di antara kamu yang
karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan
hidupnya?”.

b) Karena ketetapan Allah itu pasti ditujukan untuk kebaikan


saudara (Ro 8:28 Yer 29:11). Tetapi ingat bahwa ini hanya
berlaku kalau saudara adalah anak Allah.
Saudara memang tetap harus melakukan hal yang terbaik (dan
benar!) untuk anak saudara itu, tetapi saudara bisa melakukannya
dengan tenang.

4) Bisa mencegah kita dari tindakan berbuat dosa dalam ‘keadaan


terpaksa’.
Contoh: Yesus sendiri dalam Mat 4:1-4.

Mat 4:1-4 - “(1) Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk
dicobai Iblis. (2) Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat
puluh malam, akhirnya laparlah Yesus. (3) Lalu datanglah si pencoba
itu dan berkata kepadaNya: ‘Jika Engkau Anak Allah,
perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti.’ (4) Tetapi Yesus
menjawab: ‘Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi
dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.’”.

Ia digoda untuk mengubah batu menjadi roti. Kalau Yesus mau


menuruti godaan itu, maka:
a) Ia menggunakan kekuatanNya untuk diriNya sendiri / secara
egois.
b) Ia bersandar pada kekuatanNya dan usahaNya sendiri, bukan
kepada BapaNya.

Yesus menolak godaan itu dengan berkata: “Ada tertulis: Manusia


hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari
mulut Allah.” (Mat 4:4). Ada 2 penafsiran tentang arti dari kata-kata
‘setiap firman yang keluar dari mulut Allah’ ini:

1. Ini menunjuk pada Firman Allah atau pengajaran Kitab Suci.


Kalau diambil arti ini, maka seluruh jawaban Yesus itu
maksudnya adalah: karena manusia terdiri dari tubuh dan jiwa /
roh, maka manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi juga dari
Firman Allah / pengajaran Kitab Suci.
Tetapi penafsiran ini rasanya tidak cocok dengan:
a. Konteks Mat 4:3-4 / Luk 4:3-4.
Setan menyuruh Yesus mengubah batu menjadi roti, dan
Yesus menjawab: manusia hidup bukan dari roti saja tetapi
dari pengajaran Kitab Suci. Ini tidak cocok.
b. Ul 8:3 (dari mana Yesus mengutip kata-kata itu), yang
lengkapnya berbunyi: “Jadi Ia merendahkan hatimu,
membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna,
yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek
moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia
hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala
yang diucapkan TUHAN.”.
Kalau kata-kata ‘segala yang diucapkan TUHAN’ itu diartikan
pengajaran Kitab Suci, maka Ul 8:3 itu juga menjadi kacau
artinya.

2. Ini menunjuk pada kehendak Allah (Calvin).

Calvin (tentang Mat 4:4): “In like manner, the Apostle says, that he
‘upholdeth all things by his powerful word’ (Hebrews 1:3;) that is, the
whole world is preserved, and every part of it keeps its place, by the
will and decree of Him, whose power, above and below, is everywhere
diffused.” [= Dengan cara yang sama, sang rasul berkata bahwa Ia
‘menopang segala yang ada dengan firmanNya yang penuh
kekuasaan’ (Ibr 1:3); artinya, seluruh dunia / alam semesta
dipelihara, dan setiap bagiannya dijaga pada tempatnya, oleh
kehendak dan ketetapanNya, yang kuasaNya, di atas dan di bawah,
tersebar dimana-mana.].

Ibr 1:3 - “Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud
Allah dan menopang segala yang ada dengan firmanNya yang
penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian
dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang
tinggi,”.

Maksud Calvin adalah: kalau kata ‘firman’ dalam Ibr 1:3 itu bisa
diartikan ‘kehendak Allah’, maka dalam Mat 4:4 kata ini juga bisa
ditafsirkan seperti itu.

Jadi maksud Yesus adalah: sekalipun tidak ada roti, kalau Allah
menghendaki Ia hidup, Ia akan hidup. Penafsiran ini lebih cocok
dengan konteks Mat 4:3-4 maupun Ul 8:3!

Kalau kita menerima penafsiran Calvin ini, maka ini menunjukkan


bahwa kepercayaan Yesus terhadap kehendak / rencana Allah itu
ternyata berguna untuk mencegah Dia dari berbuat dosa sekalipun
keadaan KELIHATANNYA MEMAKSA Dia untuk melakukan hal itu.
Karena itu, pada waktu saudara ada dalam keadaan dimana
saudara KELIHATANNYA HARUS berbuat dosa, apakah itu
mencuri, berdusta atau apapun juga, renungkan doktrin Providence
of God ini!
Karena adanya manfaat-manfaat yang luar biasa itu maka doktrin
Providence of God ini harus diajarkan!!

Loraine Boettner: “The doctrine of sovereign Predestination, as well as


the other distinctive doctrines of the Calvinistic system, should be publicly
taught and preached in order that true believers may know themselves to be
special objects of God’s love and mercy, and that they may be confirmed
and strengthened in the assurance of their salvation. What a misfortune it
is for the truth which reflects so much glory upon its Author and which is
the very foundation of happiness in man to be suppressed or to be confined
merely to those who are specializing in Theology! For the Christian this
should be one of the most comforting doctrines in all the Scriptures.
Furthermore, there is scarcely a distinctive Christian doctrine that can be
preached in its purity and fullness without a reference to Predestination. ...
Concerning the place of the doctrine of Predestination in the Christian
system, Zanchius writes as follows: ‘The whole circle of arts have a kind of
mutual bond and connection, and by a sort of reciprocal relationship are
held together and interwoven with each other. Much the same may be said
of this important doctrine; it is the bond which connects and keeps together
the whole Christian system, which, without this, is like a system of sand,
ever ready to fall to pieces. It is the cement which holds the fabric together;
nay, it is the very soul that animates the whole frame. It is so blended and
interwoven with the entire scheme of Gospel doctrine that when the former
is excluded, the latter bleeds to death.’ We are commanded to go and
‘preach the gospel’; but in so far as any part of it is mutilated or passed
over in silence we are unfaithful to that command. Certainly no Christian
minister is at liberty to take his scissors and cut out of his Bible all of those
passages which are not to his liking. Yet for all practical purposes is not
that the effect when important doctrines are deliberately passed over in
silence? Paul could say to his Christian converts, ‘I shrank not from
declaring unto you anything that was profitable’; and again, ‘I testify unto
you this day, that I am pure from the blood of all men. For I shrank not
from declaring unto you the whole counsel of God,’ Acts 20:20, 26, 27. If
the Christian minister today would be able to say this, let him beware of
withholding such important truth. ... Augustine rebuked those in his day
who were passing over the doctrine of Predestination in silence, and when
he was sometimes charged with preaching it too freely he refuted the
charge by saying that where Scripture leads we may follow. Luther, and
especially Calvin, strongly emphasized these truths, and Calvin developed
them so clearly and forcefully that the system has ever since been called
‘Calvinism.’ ... It was Calvin’s conviction that the doctrine of Election
should be made the very center of the Church’s confession, and that if it
were not thus emphasized the Church should be prepared to see this
wonderful doctrine buried and forgotten. The correctness of his views is
shown by the fact that those groups which did not emphasize it, whether in
England, Scotland, Holland, the United States, or Canada, have, for all
practical purposes, lost it completely.” [= Doktrin dari / tentang
Predestinasi yang berdaulat, maupun doktrin-doktrin khas yang lain
dari sistim Calvinisme, harus diajarkan dan diberitakan / dikhotbahkan
secara umum, supaya orang-orang percaya yang sejati bisa mengetahui
bahwa diri mereka sendiri adalah obyek-obyek khusus dari kasih dan
belas kasihan Allah, dan bahwa mereka bisa diteguhkan dan dikuatkan
dalam keyakinan keselamatan mereka. Betul-betul merupakan suatu
kesialan jika kebenaran yang menyatakan / membawa begitu banyak
kemuliaan bagi Penciptanya dan yang merupakan dasar kebahagiaan
dalam diri manusia harus ditekan atau dibatasi semata-mata untuk
mereka yang mengkhususkan diri dalam Theologia! Bagi orang Kristen
doktrin ini harus menjadi salah satu dari doktrin-doktrin yang paling
menghibur dalam seluruh Kitab Suci. Selanjutnya, di sana hampir tidak
ada suatu doktrin Kristen yang khas yang bisa diberitakan /
dikotbahkan dalam kemurnian dan kepenuhannya tanpa suatu
hubungan dengan Predestinasi. ... Berkenaan dengan tempat dari
doktrin Predestinasi dalam sistim Kristen, Zanchius menulis sebagai
berikut: ‘Seluruh lingkungan / lingkaran dari seni mempunyai sejenis
ikatan dan hubungan timbal balik, dan oleh sejenis hubungan timbal
balik digabungkan bersama-sama dan dijalin satu dengan yang lain.
Secara sama bisa dikatakan tentang doktrin yang penting ini; itu adalah
ikatan yang menghubungkan dan menjaga bersama-sama seluruh sistim
Kristen, yang tanpa ini, adalah seperti suatu sistim dari tanah, selalu
siap untuk hancur berkeping-keping. Itu adalah semen yang memegang
fondasi bersama; tidak, itu adalah jiwa yang menghidupkan seluruh
struktur. Itu begitu dicampur dan dijalin dengan seluruh skhema dari
doktrin Injil sehingga pada waktu yang terdahulu dikeluarkan /
dibuang, yang belakangan mengalami pendarahan sampai mati’. Kita
diperintahkan untuk pergi dan ‘memberitakan Injil’; tetapi jika bagian
manapun darinya dipotong atau dilewati secara ke-diam-an, kita tidak
setia pada perintah itu. Pastilah tak ada pelayan / pendeta Kristen yang
bebas untuk mengambil guntingnya dan memotong dari Alkitabnya
semua text-text yang tidak sesuai dengan kesenangannya. Tetapi secara
hakiki, bukankah itu adalah hasilnya pada waktu doktrin-doktrin
penting secara sengaja dilewati dalam ke-diam-an? Paulus bisa berkata
kepada petobat-petobat Kristennya, ‘Aku tidak mengkerut / takut dari
menyatakan kepadamu apapun yang berguna’; dan lagi, ‘Aku bersaksi
kepadamu hari ini, bahwa aku murni dari darah dari semua orang.
Karena aku tidak mengkerut / takut dari menyatakan kepadamu
seluruh rencana Allah’, Kisah 20:20,26,27. Jika pelayan / pendeta
Kristen jaman sekarang bisa mengatakan hal ini, hendaklah ia berhati-
hati dari / tentang menahan kebenaran yang begitu penting. ... Agustinus
mencela / memarahi mereka pada jamannya yang melewati doktrin
Predestinasi dalam ke-diam-an, dan pada waktu ia kadang-kadang
dituduh dengan memberitakannya secara terlalu bebas, ia membantah
tuduhan itu dengan mengatakan bahwa dimana Kitab Suci
membimbing, kita bisa / boleh mengikut. Luther, dan khususnya Calvin,
secara kuat menekankan kebenaran-kebenaran ini, dan Calvin
mengembangkan mereka dengan begitu jelas dan kuat sehingga sistim
itu sejak saat itu disebut ‘Calvinisme’. ... Merupakan keyakinan Calvin
bahwa doktrin tentang Pemilihan harus dibuat menjadi pusat dari
pengakuan iman Gereja, dan bahwa seandainya itu tidak ditekankan
seperti itu Gereja harus siap untuk melihat doktrin yang luar biasa /
sangat bagus ini dikubur dan dilupakan. Kebenaran dari pandangannya
ditunjukkan oleh fakta bahwa kelompok-kelompok yang tidak
menekankannya itu, apakah di Inggris, Skotlandia, Belanda, Amerika
Serikat, atau Kanada, secara hakiki, kehilangan doktrin itu sama
sekali.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 344,345,346.

Kis 20:20,26-27 - “(20) Sungguhpun demikian aku tidak pernah


melalaikan apa yang berguna bagi kamu. SEMUA kuberitakan dan
kuajarkan kepada kamu, baik di muka umum maupun dalam
perkumpulan-perkumpulan di rumah kamu; ... (26) Sebab itu pada hari
ini aku bersaksi kepadamu, bahwa aku bersih, tidak bersalah terhadap
siapapun yang akan binasa. (27) Sebab aku tidak lalai memberitakan
SELURUH maksud Allah kepadamu.”.

Loraine Boettner melanjutkan dengan suatu peringatan!

Loraine Boettner: “The doctrine of Predestination is a doctrine for


genuine Christians. Considerable caution should be exercised in preaching
it to the unconverted. It is almost impossible to convince a non-Christian of
its truthfulness, and in fact the heart of the unregenerate man usually
revolts against it. If it is stressed before the simpler truths of the Christian
system are mastered, it will likely be misunderstood and in that case it may
only drive the person into deeper despair. In preaching to the unconverted
or to those who are just beginning the Christian life, our part consists
mainly in presenting and stressing man’s part in the work of salvation, -
faith, repentance, moral reform, etc. These are the elementary steps so far
as man’s consciousness extends. At that early stage little need be said about
the deeper truths which relate to God’s part. As in the study of
Mathematics we do not begin with algebra and calculus but with the simple
problems of arithmetic, so here the better way is to first present the more
elementary truths. Then after the person is saved and has traveled some
distance in the Christian way he comes to see that in his salvation God’s
work was primary and his was only secondary, that he was saved through
grace and not by his own works. As Calvin himself put it, the doctrine of
Predestination is ‘not a matter for children to think much about’; and
Strong says, ‘This doctrine is one of those advanced teachings of Scripture
which requires for its understanding a mature mind and a deep experience.
The beginner in the Christian life may not see its value or even its truth,
but with increasing years it will become a staff to lean upon.’ But while it is
true that this doctrine cannot be adequately appreciated by the unconverted
nor by those who are just beginning the Christian life, it should be the
common property of all those who have traveled some distance in that way.
It is worthy of notice that in developing his ‘Institutes’ Calvin did not treat
the doctrine of Predestination in the early chapters. He first developed the
other doctrines of the Christian system and deliberately passed over this
even in several cases where we might naturally have expected to find it.
Then in the last part of his theological discussion it is developed fully and
is made the crown and glory of the entire system.” [= Doktrin Predestinasi
adalah suatu doktrin bagi orang-orang Kristen yang sejati / asli. Sikap
hati-hati yang besar harus digunakan dalam memberitakannya kepada
orang-orang yang belum bertobat. Adalah hampir mustahil untuk
meyakinkan seorang non Kristen tentang kebenarannya, dan
sebenarnya hati dari orang yang belum dilahir-barukan biasanya
memberontak terhadapnya / menentangnya. Jika doktrin ini ditekankan
sebelum kebenaran-kebenaran yang lebih sederhana dari sistim Kristen
dikuasai, itu sangat mungkin akan disalah-mengerti, dan dalam kasus
itu, itu hanya akan mendorong orang itu pada keputus-asaan yang lebih
dalam. Dalam memberitakan kepada orang-orang yang belum bertobat
atau kepada mereka yang sedang baru memulai kehidupan Kristen,
bagian kita terutama terdiri dari memberikan / memperkenalkan dan
menekankan bagian manusia dalam pekerjaan keselamatan, - iman,
pertobatan, reformasi moral, dsb. Ini adalah langkah-langkah dasar
sejauh yang dijangkau oleh kesadaran manusia. Pada tingkat awal itu
sedikit yang perlu dikatakan tentang kebenaran-kebenaran yang lebih
dalam yang berhubungan dengan bagian Allah. Seperti dalam pelajaran
Matematik kita tidak memulai dengan Aljabar dan Kalkulus tetapi
dengan problem-problem yang sederhana dari Aritmatika, demikian
juga di sini cara yang lebih baik adalah pertama-tama memberikan
kebenaran-kebenaran yang lebih bersifat dasari. Lalu setelah orang itu
diselamatkan dan telah berjalan pada jarak tertentu dalam jalan
Kristen ia bisa melihat bahwa dalam keselamatannya pekerjaan Allah
bersifat primer dan pekerjaannya hanya bersifat sekunder, bahwa ia
diselamatkan melalui kasih karunia dan bukan oleh pekerjaannya
sendiri. Seperti Calvin sendiri menyatakannya, doktrin Predestinasi
‘bukanlah suatu persoalan untuk anak-anak untuk berpikir banyak
tentangnya’; dan Strong berkata, ‘Doktrin ini adalah salah satu dari
ajaran-ajaran Kitab Suci lanjutan yang untuk pengertiannya
membutuhkan suatu pikiran yang matang dan suatu pengalaman yang
dalam. Pemula dalam hidup Kristen bisa tidak melihat nilainya atau
bahkan kebenarannya, tetapi dengan bertambahnya tahun-tahun itu
menjadi suatu tongkat untuk bersandar’. Tetapi sekalipun adalah benar
bahwa doktrin ini tidak bisa dihargai secara cukup oleh orang-orang
yang belum bertobat ataupun oleh mereka yang baru memulai
kehidupan Kristen, itu harus menjadi milik umum dari semua mereka
yang telah berjalan dalam jarak tertentu dalam jalan itu. Patut
diperhatikan bahwa dalam mengembangkan ‘Institusio’nya Calvin tidak
menangani doktrin Predestinasi dalam pasal-pasal awal. Ia mula-mula
mengembangkan doktrin-doktrin yang lain dari sistim Kristen dan
secara sengaja melewati doktrin ini bahkan dalam beberapa kasus
dimana kita secara wajar bisa telah mengharapkan untuk
menemukannya. Lalu dalam bagian terakhir dari diskusi theologianya
itu dikembangkan secara penuh dan dibuat sebagai mahkota dan
kemuliaan dari seluruh sistim.] - ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 348-349.

-o0o-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 19 September 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (30)


VIII. KUTIPAN-KUTIPAN PENDUKUNG
Bahwa apa yang saya ajarkan di atas memang adalah ajaran Calvinisme
/ Reformed yang sejati, dan bukannya ajaran Hyper-Calvinisme, saya
buktikan di bawah ini dengan mengutip dari tulisan-tulisan John Calvin,
dari Westminster Confession of Faith (Pengakuan Iman dari gereja-
gereja Presbyterian / Reformed di Amerika), dan dari tulisan-tulisan
para ahli Theologia / penafsir Reformed.

Memang dalam penjelasan / pelajaran di depan saya sudah banyak


mengutip, tetapi itu hanya sebagian kecil, dan di sini saya memberi
kutipan-kutipan jauh lebih banyak. Perlu saya tekankan sekali lagi
bahwa tujuan saya memberikan kutipan-kutipan yang banyak di
bawah ini, bukanlah untuk membuktikan kebenaran dari doktrin
Providence of God ini. Bukti dan dasar Kitab Suci dari doktrin
Providence of God telah saya berikan di depan.

Saya tidak memberikan kutipan-kutipan ini secara sistimatis, karena


tujuan saya memberikan kutipan-kutipan ini hanyalah untuk
membuktikan bahwa doktrin Providence of God yang saya ajarkan ini
memang merupakan ajaran Refomed yang dipercaya dan diajarkan oleh
John Calvin dan ahli-ahli theologia Reformed yang lain, dan bukannya
merupakan Hyper-Calvinisme. Khususnya untuk orang-orang yang
mendengar tuduhan, atau lebih tepat fitnahan, bahwa saya adalah
seorang Hyper-Calvinist atau ajaran saya sebagai Hyper-Calvinisme,
saya berharap saudara mau membaca kutipan-kutipan di bawah ini.

John Calvin: “God’s providence, as it is taught in Scripture, is opposed to


fortune and fortuitous happenings.” [= Providensia Allah, seperti yang
diajarkan oleh Kitab Suci, bertentangan dengan nasib baik dan
kejadian-kejadian yang bersifat kebetulan.] - ‘Institutes of the Christian
Religion’, Book I, Chapter XVI, no 2.

John Calvin: “2. THERE IS NO SUCH THING AS FORTUNE OR


CHANCE. That this difference may better appear, we must know that
God’s providence, as it is taught in Scripture, is opposed to fortune and
fortuitous happenings. Now it has been commonly accepted in all ages, and
almost all mortals hold the same opinion today, that all things come about
through chance. What we ought to believe concerning providence is by this
depraved opinion most certainly not only beclouded, but almost buried.
Suppose a man falls among thieves, or wild beasts; is shipwrecked at sea by
a sudden gale; is killed by a falling house or tree. Suppose another man
wandering through the desert finds help in his straits; having been tossed
by the waves, reaches harbor; miraculously escapes death by a finger’s
breadth. Carnal reason ascribes all such happenings, whether prosperous
or adverse, to fortune. But anyone who has been taught by Christ’s lips
that all the hairs of his head are numbered (Matthew 10:30) will look
farther afield for a cause, and will consider that all events are governed by
God’s secret plan.” [= 2. DI SANA TIDAK ADA NASIB BAIK ATAU
KEBETULAN. Supaya perbedaan ini bisa terlihat dengan lebih baik,
kita harus tahu bahwa Providensia Allah, seperti yang diajarkan dalam
Kitab Suci, bertentangan dengan nasib baik dan kejadian-kejadian yang
bersifat kebetulan. Memang itu telah diterima secara umum dalam
semua jaman, dan hampir semua orang memegang / mempercayai
pandangan yang sama pada saat ini, bahwa segala sesuatu terjadi
melalui kebetulan. Apa yang harus kita percaya berkenaan dengan
Providensia hampir pasti bukan hanya dikaburkan, tetapi hampir
dikuburkan, oleh pandangan jahat ini. Misalnya seseorang jatuh
diantara pencuri-pencuri, atau binatang-binatang liar; mengalami kapal
karam di laut oleh suatu badai yang mendadak; dibunuh oleh suatu
rumah atau pohon yang roboh. Misalnya seorang lain yang mengembara
melalui padang pasir menemukan pertolongan dalam kesukaran /
kebutuhannya; setelah diombang-ambingkan oleh gelombang-
gelombang, mencapai pelabuhan; secara mujijat nyaris tidak lolos dari
kematian. Akal yang bersifat daging menganggap semua kejadian-
kejadian seperti itu, apakah menyenangkan atau tidak menyenangkan,
berasal dari kebetulan / nasib. Tetapi setiap orang yang telah diajar oleh
bibir Kristus bahwa semua rambut kepalanya terhitung (Mat 10:30)
akan melihat lebih jauh untuk suatu penyebab, dan akan menganggap
bahwa semua kejadian / peristiwa diatur oleh rencana rahasia Allah.] -
‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 2.
John Calvin: “For he is deemed omnipotent, not because he can indeed
act, yet sometimes ceases and sits in idleness, or continues by a general
impulse that order of nature which he previously appointed; but because,
governing heaven and earth by his providence, he so regulates all things
that nothing takes place without his deliberation.” [= Karena Ia dianggap
mahakuasa, bukan karena Ia bisa sungguh-sungguh bertindak, tetapi
kadang-kadang berhenti dan duduk bermalas-malasan / tak berbuat
apa-apa, atau bertindak terus oleh suatu dorongan umum yang
memerintah alam yang telah lebih dulu Ia tetapkan; tetapi karena Ia
memerintah langit dan bumi oleh providensiaNya, dan Ia mengatur
segala sesuatu sedemikian rupa sehingga tidak ada suatu apapun yang
terjadi tanpa pertimbanganNya.] - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book I, Chapter XVI, no 3.

John Calvin: “... providence means not that by which God idly observes
from heaven what takes place on earth, but that by which, as keeper of the
keys, he governs all events.” [= ... providensia tidak berarti sesuatu
dengan mana Allah dengan bermalas-malasan / tak berbuat apa-apa
mengawasi dari surga apa yang terjadi di bumi, tetapi sesuatu dengan
mana, seperti seorang penjaga kunci, Ia memerintah segala kejadian /
peristiwa.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI,
no 4.

John Calvin: “... it is certain that not one drop of rain falls without God’s
sure command.” [= ... adalah pasti bahwa tidak satu titik hujanpun yang
jatuh tanpa perintah yang pasti dari Allah.] - ‘Institutes of the Christian
Religion’, Book I, Chapter XVI, no 5.

John Calvin: “... nothing at all in the world is undertaken without his
determination, shows that things seemingly most fortuitous are subject to
him.” [= ... sama sekali tidak ada sesuatupun dalam dunia yang
dilakukan / dijalankan tanpa penentuanNya, menunjukkan bahwa hal-
hal yang kelihatannya sangat bersifat kebetulan tunduk kepadaNya.] -
‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 6.

John Calvin: “... we make God the ruler and governor of all things, who in
accordance with his wisdom has from the farthest limit of eternity decreed
what he was going to do, and now by his might carries out what he has
decreed. From this we declare that not only heaven and earth and the
inanimate creatures, but also the plans and intentions of men, are so
governed by his providence that they are borne by it straight to their
appointed end.” [= ... kami membuat Allah pengatur dan pemerintah
segala sesuatu, yang sesuai dengan kebijaksanaanNya telah menetapkan
sejak batas terjauh dari kekekalan apa yang akan Ia lakukan, dan
sekarang dengan kuasaNya melaksanakan apa yang telah Ia tetapkan.
Dari sini kami menyatakan bahwa bukan hanya surga dan bumi dan
makhluk tak bernyawa, tetapi juga rencana dan maksud manusia begitu
diperintah / diatur oleh providensiaNya sehingga mereka dilahirkan
olehnya langsung menuju tujuan yang ditetapkan bagi mereka.] -
‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 8.

John Calvin: “Does nothing happen by chance, nothing by contingency? I


reply: Basil the Great has truly said that ‘fortune’ and ‘chance’ are pagan
terms, with whose significance the minds of the godly ought not to be occu-
pied. For if every success is God’s blessing, and calamity and adversity his
curse, no place now remains in human affairs for fortune or chance.” [=
Apakah tidak ada yang terjadi secara kebetulan? Saya menjawab: Basil
yang Agung secara benar telah berkata bahwa ‘nasib baik’ dan
‘kebetulan’ adalah istilah kafir, dan pikiran orang benar tidak
seharusnya diisi dengan istilah itu. Karena jika setiap sukses adalah
berkat Allah, dan malapetaka dan kemalangan adalah kutukanNya,
tidak ada tempat tertinggal dalam hidup manusia untuk nasib baik atau
kebetulan.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI,
no 8.

John Calvin: “... thieves and murderers and other evildoers are the
instruments of divine providence, and the Lord himself uses these to carry
out the judgments that he has determined with himself. Yet I deny that they
can derive from this any excuse for their evil deeds.” [= ... pencuri dan
perampok dan pembuat kejahatan yang lain adalah alat dari
providensia ilahi, dan Tuhan sendiri menggunakan mereka untuk
melaksanakan keputusan-keputusan yang telah Ia tentukan dengan
diriNya sendiri. Tetapi saya menyangkal bahwa mereka bisa
mendapatkan dari sini alasan / dalih untuk tindakan-tindakan mereka
yang jahat.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter
XVII, no 5.

John Calvin: “Now the mode of accommodation is for him to represent


himself to us not as he is in himself, but as he seems to us. Although he is
beyond all disturbance of mind, yet he testifies that he is angry toward
sinners. Therefore whenever we hear that God is angered, we ought not to
imagine any emotion in him, but rather to consider that this expression has
been taken from our human experience; because God, whenever he is
exercising judgment, exhibits the appearance of one kindled and angered.
So we ought not to understand anything else under the word ‘repentance’
than change of action, ...” [= Cara penyesuaian adalah dengan
menyatakan diriNya sendiri kepada kita bukan sebagaimana adanya Ia
dalam diriNya sendiri, tetapi seperti Ia terlihat oleh kita. Sekalipun Ia
ada di atas segala gangguan pikiran, tetapi Ia menyaksikan bahwa Ia
marah kepada orang-orang berdosa. Karena itu setiap saat kita
mendengar bahwa Allah marah, kita tidak boleh membayangkan
adanya emosi apapun dalam Dia, tetapi menganggap bahwa pernyataan
ini diambil dari pengalaman manusia; karena Allah, pada waktu Ia
melakukan penghakiman, menunjukkan diri seperti seseorang yang
marah. Demikian juga kita tidak boleh mengartikan apapun yang lain
terhadap kata ‘penyesalan’ selain perubahan tindakan, ...] - ‘Institutes of
the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 13.

John Calvin: “... neither God’s plan nor his will is reversed, nor his
volition altered; but what he had from eternity foreseen, approved, and
decreed, he pursues in uninterrupted tenor, however sudden the variation
may appear in men’s eyes.” [= ... baik rencana Allah maupun
kehendakNya tidak berbalik, juga kemauanNya tidak berubah; tetapi
apa yang dari kekekalan telah Ia lihat lebih dulu, setujui / restui, dan
tetapkan, Ia ikuti / kejar dengan arah yang tak terganggu, betapapun
mendadaknya perubahan terlihat dalam pandangan manusia.] -
‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 13.

John Calvin: “God wills that the false king Ahab be deceived; the devil
offers his services to this end; he is sent, with a definite command, to be a
lying spirit in the mouth of all the prophets (1Kings 22:20,22). If the
blinding and insanity of Ahab be God’s judgment, the figment of bare
permission vanishes: because it would be ridiculous for the Judge only to
permit what he wills to be done, and not also to decree it and to command
its execution by his ministers.” [= Allah menghendaki bahwa raja Ahab
yang tidak benar ditipu; setan menawarkan pelayanannya untuk tujuan
ini; ia dikirim, dengan perintah yang pasti, untuk menjadi roh dusta
dalam mulut semua nabi (1Raja 22:20,22). Jika pembutaan dan kegilaan
Ahab adalah penghakiman Allah, isapan jempol tentang ‘sekedar ijin’
hilang: karena adalah menggelikan bagi sang Hakim untuk hanya
mengijinkan apa yang Ia kehendaki untuk dilakukan, dan tidak juga
menetapkannya dan memerintahkan pelaksanaannya oleh pelayan-
pelayanNya.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter
XVIII, no 1.

John Calvin: “Those who are moderately versed in the Scriptures see that
for the sake of brevity I have put forward only a few of many testimonies.
Yet from these it is more than evident that they babble and talk absurdly
who, in place of God’s providence, substitute bare permission - as if God
sat in a watchtower awaiting chance events, and his judgments thus
depended upon human will.” [= Mereka yang mengetahui ayat-ayat
Kitab Suci secara cukup, melihat bahwa untuk singkatnya saya hanya
memberikan sedikit dari banyak kesaksian. Tetapi dari kesaksian-
kesaksian ini adalah lebih dari jelas bahwa mereka mengoceh dan
berbicara secara menggelikan yang, menggantikan providensia Allah
dengan ‘sekedar ijin’ - seakan-akan Allah duduk di menara pengawal
menunggu kejadian-kejadian yang terjadi secara kebetulan, dan dengan
demikian penghakimanNya tergantung pada kehendak manusia.] -
‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 1.

John Calvin: “Likewise in Isaiah, He declares that he will send the


Assyrians against the deceitful nation and will command them ‘to take
spoil and seize plunder’ (Isa 10:6) - not because he would teach impious
and obstinate men to obey him willingly, but because he will bend them to
execute his judgments, as if they bore his commandments graven upon
their hearts; from this it appears that they had been impelled by God’s sure
determination. I confess, indeed, that it is often by means of Satan’s
intervention that God acts in the wicked, but in such a way that Satan
performs his part by God’s impulsion and advances as far as he is
allowed.” [= Demikian juga dalam Yesaya, Ia menyatakan bahwa Ia
akan mengirim orang Asyur terhadap bangsa yang berdusta dan akan
memerintahkan mereka ‘untuk melakukan perampasan dan
penjarahan’ (Yes 10:6) - bukan karena Ia akan mengajar orang-orang
jahat dan keras kepala untuk mentaatiNya secara sukarela, tetapi
karena Ia akan membengkokkan mereka untuk melaksanakan
penghakimanNya; seakan-akan mereka mempunyai perintahNya
tertulis dalam hati mereka; dari sini terlihat bahwa mereka dipaksa oleh
penentuan yang pasti dari Allah. Saya mengakui bahwa seringkali Allah
bertindak dalam diri orang jahat dengan menggunakan intervensi Setan,
tetapi dengan cara sedemikian rupa sehingga Setan melakukan
bagiannya oleh dorongan Allah dan bergerak maju sejauh ia diijinkan.]
- ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 2.

John Calvin: “To sum up, since God’s will is said to be the cause of all
things, I have made his providence the determination principle for all
human plans and works, not only in order to display its force in the elect,
who are ruled by the Holy Spirit, but also to compel the reprobate to
obedience.” [= Kesimpulannya, karena kehendak Allah dikatakan
sebagai penyebab dari segala sesuatu, saya telah membuat
providensiaNya suatu prinsip yang menentukan untuk semua rencana
dan pekerjaan manusia, bukan hanya untuk menunjukkan kekuatannya
dalam diri orang pilihan, yang dipimpin oleh Roh Kudus, tetapi juga
untuk memaksa orang yang ditetapkan binasa pada ketaatan.] -
‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 2.

John Calvin: “Yet God’s will is not therefore at war with itself, nor does it
change, nor does it pretend not to will what he wills. But even though his
will is one and simple in him, it appears manifold to us because, on
account of our mental incapacity, we do not grasp how in divers ways it
wills and does not will something to take place. ... when we do not grasp
how God wills to take place what he forbids to be done, let us recall our
mental incapacity, and at the same time consider that the light in which
God dwells is not without reason called unapproachable (1Tim 6:16),
because it is overspread with darkness.” [= Tetapi itu tidak menyebabkan
kehendak Allah berperang / bertentangan dengan dirinya sendiri, juga
tidak menyebabkan kehendak Allah itu berubah, atau hanya berpura-
pura tidak menghendaki apa yang Ia kehendaki. Tetapi sekalipun
kehendakNya adalah satu dan sederhana di dalam Dia, tetapi itu terlihat
bermacam-macam bagi kita karena, disebabkan oleh ketidakmampuan
otak kita, kita tidak mengerti bagaimana dalam cara yang berbeda
kehendakNya menghendaki dan tidak menghendaki sesuatu untuk
terjadi. ... pada waktu kita tidak mengerti bagaimana Allah
menghendaki terjadi apa yang Ia larang untuk dilakukan, biarlah kita
mengingat ketidakmampuan otak kita, dan pada saat yang sama
memikirkan bahwa terang dimana Allah tinggal bukan tanpa alasan
disebut tak terhampiri (1Tim 6:16), karena itu dilingkupi dengan
kegelapan.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter
XVIII, no 3.

John Calvin: “... so that in a wonderful and ineffable manner nothing is


done without God’s will, not even that which is against his will. For it
would not be done if he did not permit it, yet he does not unwillingly permit
it, but willingly; nor would he, being good, allow evil to be done, unless
being also almighty he could make good even out of evil.’” [= ... sehingga
dalam cara yang indah dan tidak terkatakan tidak ada sesuatupun yang
terjadi tanpa kehendak Allah, bahkan apa yang bertentangan dengan
kehendakNya. Karena itu tidak akan terjadi jika Ia tidak
mengijinkannya, tetapi Ia tidak mengijinkannya dengan terpaksa, tetapi
dengan sukarela; dan Ia, karena Ia adalah baik, tidak akan mengijinkan
kejahatan terjadi, kecuali Ia, yang juga adalah mahakuasa, bisa
membuat yang baik bahkan dari hal yang jahat’.] - ‘Institutes of the
Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 3.
Catatan: bagian ini dikutip oleh Calvin dari Agustinus.
Ajaran Calvin tentang ‘Providence of God’ bisa dibaca secara
keseluruhan dalam - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I,
Chapter XVI-XVIII.

=====================================================

‘Westminster Confession of Faith’:

Chapter II, 1: “... God, ... working all things according to the counsel of
His own immutable and most righteous will,” [= ... Allah ... mengerjakan
segala sesuatu sesuai dengan rencana dari kehendakNya sendiri yang
tetap / tak bisa berubah dan paling benar,].

Chapter III, 1: “God from all eternity, did, by the most wise and holy
counsel of His own will, freely and unchangeably ordain whatsoever comes
to pass; yet so, as thereby neither is God the author of sin, nor is violence
offered to the will of the creatures; nor is the liberty or contingency of
second causes taken away, but rather established.” [= Allah dari sejak
kekekalan, melakukan, oleh rencana dari kehendakNya sendiri yang
paling bijaksana dan suci, dengan bebas dan dengan tidak bisa berubah
menetapkan apapun yang akan terjadi; tetapi dengan sedemikian rupa
sehingga Allah bukan pencipta dosa, dan tidak digunakan kekerasan /
pemaksaan terhadap kehendak dari makhluk-makhluk ciptaan; juga
kebebasan atau ketidak-pastian / sifat tergantung dari penyebab kedua
tidaklah disingkirkan, tetapi sebaliknya diteguhkan.].

Chapter III, 2: “Although God knows whatsoever may or can come to pass
upon all supposed conditions; yet hath He not decreed any thing because
He foresaw it as future, or as that which would come to pass upon such
conditions.” [= Sekalipun Allah mengetahui apapun yang mungkin atau
bisa terjadi dalam segala kondisi yang dimaksudkan, tetapi Ia tidak
menetapkan sesuatu apapun karena Ia melihatnya lebih dulu sebagai
masa depan, atau sebagai apa yang akan terjadi dalam kondisi seperti
itu.].

Chapter V, 1: “God the great Creator of all things, doth uphold, direct,
dispose, and govern all creatures, actions, and things, from the greatest
even to the least, by His most wise and holy providence, according to His
infallible foreknowledge, and the free and immutable counsel of His own
will, to the praise of the glory of His wisdom, power, justice, goodness, and
mercy.” [= Allah Pencipta yang besar / agung dari segala sesuatu
menegakkan, mengarahkan, menentukan / mengatur, dan memerintah
semua makhluk ciptaan, tindakan-tindakan dan benda-benda, dari yang
terbesar bahkan sampai pada yang terkecil, oleh providensiaNya yang
paling bijaksana dan kudus, sesuai dengan pra-pengetahuanNya yang
tidak bisa salah, dan rencana dari kehendakNya sendiri yang bebas dan
tetap / tak bisa berubah, untuk memuji kemuliaan dari hikmat, kuasa,
keadilan, kebaikan, dan belas kasihanNya.].

Chapter V, 4: “The almighty power, unsearchable wisdom, and infinite


goodness of God, so far manifest themselves in His providence, that it
extendeth itself even to the first fall, and all other sins of angels and men,
and that not by a bare permission, but such as hath joined with it a most
wise and powerful bounding, and otherwise ordering and governing of
them, in a manifold dispensation, to His own holy ends; yet so as the
sinfulness thereof proceedeth only from the creature, and not from God;
who, being most holy and righteous, neither is nor can be the author or
approver of sin.” [= Kuasa yang mahakuasa, hikmat yang tak terselami,
dan kebaikan yang tak terbatas dari Allah, begitu jauh
memanifestasikan dirinya sendiri dalam providensiaNya, sehingga
menjangkau bahkan kejatuhan pertama ke dalam dosa, dan semua dosa-
dosa lain dari malaikat dan manusia; dan itu bukan oleh sekedar suatu
ijin, tetapi sedemikian rupa sehingga telah menggabungkan dengannya
batasan yang paling bijaksana dan kuat, dan selain itu menetapkan /
mengatur dan menguasai mereka, dalam berbagai-bagai pengaturan,
untuk tujuanNya sendiri yang kudus; tetapi dengan cara sedemikian
rupa sehingga keberdosaan dari padanya keluar hanya dari makhluk
ciptaan, dan bukan dari Allah, yang karena keberadaanNya yang paling
kudus dan benar, bukanlah dan tidak bisa menjadi pencipta atau
penyetuju / perestu dari dosa.].

Chapter VI, 1: “Our first parents, being seduced by the subtilty and
temptation of Satan, sinned, in eating the forbidden fruit. This their sin,
God was pleased, according to His wise and holy counsel, to permit, having
purposed to order it to His own glory.” [= Nenek moyang kita yang
pertama, setelah digoda oleh kelicinan / kelicikan dan pencobaan Setan,
berdosa dengan memakan buah terlarang. Dosa mereka ini, Allah
berkenan, menurut rencanaNya yang bijaksana dan kudus,
mengijinkannya, setelah menetapkan untuk menentukannya untuk
kemuliaanNya sendiri.].

=====================================================

John Owen:
John Owen: “Whatsoever God hath determined, according to the counsel
of his wisdom and good pleasure of his will, to be accomplished, to the
praise of his glory, standeth sure and immutable;” [= Apapun yang Allah
telah tentukan, sesuai dengan rencana dari hikmatNya dan kerelaan
kehendakNya, untuk terjadi, untuk memuji kemuliaanNya, berdiri teguh
dan tetap / tak bisa berubah;] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal
20.

John Owen: “If God’s determination concerning any thing should have a
temporal original, it must needs be either because he then perceived some
goodness in it of which before he was ignorant, or else because some
accident did affix a real goodness to some state of things which it had not
from him; neither of which, without abominable blasphemy, can be
affirmed, seeing he knoweth the end from the beginning,” [= Jika
penentuan Allah tentang sesuatu apapun mempunyai asal usul dalam
waktu, itu pasti disebabkan atau karena Ia pada saat itu melihat suatu
kebaikan dalam hal itu yang tidak diketahuiNya sebelumnya, atau
karena ada suatu kecelakaan / kebetulan yang melekatkan kebaikan
yang sungguh-sungguh pada suatu keadaan yang tidak datang dari Dia;
yang manapun dari dua hal ini tidak bisa ditegaskan tanpa melakukan
suatu penghujatan yang menjijikkan, karena Ia mengetahui akhirnya
dari semula,] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 20.

John Owen: “Out of this large and boundless territory of things possible,
God by his decree freely determineth what shall come to pass, and makes
them future which before were but possible. After this decree, as they
commonly speak, followeth, or together with it, as others more exactly,
taketh place, that prescience of God which they call ‘visionis,’ ‘of vision,’
whereby he infallibly seeth all things in their proper causes, and how and
when they shall some to pass.” [= Dari daerah yang besar dan tak
terbatas dari hal-hal yang mungkin terjadi ini, Allah dengan
ketetapanNya secara bebas menentukan apa yang akan terjadi, dan
membuat mereka yang tadinya hanya ‘mungkin terjadi’ menjadi ‘akan
datang’. Pada umumnya orang mengatakan bahwa setelah ketetapan ini,
atau seperti dikatakan oleh orang-orang lain dengan lebih tepat lagi,
bersama-sama dengan ketetapan itu, terjadilah ‘pengetahuan yang lebih
dulu’ dari Allah yang mereka sebut VISIONIS, ‘dari penglihatan’,
dengan mana Ia, secara tidak mungkin salah, melihat segala sesuatu
dalam penyebab-penyebabnya yang tepat, dan bagaimana dan kapan
mereka akan terjadi.] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 23.

=====================================================
Louis Berkhof:

Louis Berkhof: “Reformed Theology stresses the sovereignty of God in


virtue of which He has sovereignly determined from all eternity whatsoever
will come to pass, and works His sovereign will in His entire creation, both
natural and spiritual, according to His pre-determined plan. It is in full
agreement with Paul when he says that God ‘worketh all things after the
counsel of His will,’ Eph 1:11.” [= Theologia Reformed menekankan
kedaulatan Allah atas dasar mana Ia secara berdaulat telah menentukan
dari kekekalan apapun yang akan terjadi, dan mengerjakan
kehendakNya yang berdaulat dalam seluruh ciptaanNya, baik yang
bersifat jasmani / alamiah maupun rohani, sesuai dengan rencanaNya
yang sudah ditentukan sebelumnya. Ini sesuai sepenuhnya dengan
Paulus pada waktu ia berkata bahwa Allah ‘mengerjakan segala sesuatu
menurut keputusan kehendakNya’, Ef 1:11.] - ‘Systematic Theology’,
hal 100.

Louis Berkhof: “In the case of some things God decided, not merely that
they would come to pass, but that He himself would bring them to pass,
either immediately, as in the work of creation, or through the mediation of
secondary causes, which are continually energized by His power. He
himself assumes the responsibility for their coming to pass. There are other
things, however, which God included in His decree and thereby rendered
certain, but which He did not decide to effectuate Himself, as the sinful
acts of His rational creatures.” [= Dalam kasus dari sebagian / beberapa
hal, Allah memutuskan, bukan hanya bahwa mereka akan terjadi, tetapi
bahwa Ia sendiri akan menyebabkan mereka terjadi, baik secara
langsung, seperti dalam pekerjaan penciptaan, atau melalui perantaraan
dari ‘penyebab-penyebab kedua’, yang secara terus menerus diberi
kekuatan / diaktifkan oleh kuasaNya. Ia sendiri bertanggung jawab atas
terjadinya hal-hal itu. Tetapi ada hal-hal lain, yang Allah masukkan
dalam ketetapanNya dan dengan demikian dibuat menjadi pasti, tetapi
yang Ia putuskan bahwa bukan Ia sendiri yang melaksanakannya,
seperti tindakan-tindakan berdosa dari makhluk-makhluk rasionilNya.]
- ‘Systematic Theology’, hal 103.

Louis Berkhof: “It is customary to speak of the decree of God respecting


moral evil as permissive. By His decree God rendered the sinful actions of
man infallibly certain without deciding to effectuate them by acting
immediately upon and in the finite will. This means that God does not
positively work in man ‘both to will and to do,’ when man goes contrary to
His revealed will. It should be carefully noted, however, that this
permissive decree does not imply a passive permission of something which
is not under the control of the divine will. It is a decree which renders the
future sinful acts absolutely certain, but in which God determines (a) not to
hinder the sinful self-determination of the finite will; and (b) to regulate
and control the result of this sinful self-determination.” [= Merupakan
kebiasaan untuk berbicara tentang ketetapan Allah berkenaan dengan
kejahatan moral sebagai bersifat mengijinkan. Oleh ketetapanNya Allah
membuat tindakan-tindakan berdosa dari manusia menjadi pasti tanpa
menetapkan untuk menyebabkan mereka terjadi dengan bertindak
langsung dan bertindak dalam kehendak terbatas (kehendak manusia)
itu. Ini berarti bahwa Allah tidak bekerja secara positif dalam manusia
‘baik untuk menghendaki dan untuk melakukan’, pada waktu manusia
berjalan bertentangan dengan kehendakNya yang dinyatakan. Tetapi
harus diperhatikan baik-baik bahwa ketetapan yang bersifat
mengijinkan tidak berarti suatu ijin pasif dari sesuatu yang tidak ada di
bawah kontrol dari kehendak ilahi. Itu merupakan suatu ketetapan yang
membuat tindakan berdosa yang akan datang itu pasti secara mutlak,
tetapi dalam mana Allah menentukan (a) tidak menghalangi keputusan
yang berdosa yang dilakukan sendiri oleh kehendak terbatas / kehendak
manusia; dan (b) mengatur dan mengontrol akibat / hasil dari keputusan
berdosa ini.] - ‘Systematic Theology’, hal 105.

=====================================================

Robert L. Dabney:

Robert L. Dabney: “The decrees of God are His eternal purpose according
to the counsel of His will, whereby, for His own glory, He hath
foreordained whatsoever comes to pass” [= Ketetapan-ketetapan Allah
adalah rencana kekalNya menurut kehendakNya, dengan mana, untuk
kemuliaanNya sendiri, Ia telah menentukan lebih dulu apapun yang
akan terjadi] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 121.

Robert L. Dabney: “God’s decree ‘foreordained whatsoever comes to


pass;’ there was no event in the womb of the future, the futurition of which
was not made certain to God by it.” [= Ketetapan Allah ‘menentukan
lebih dulu apapun yang akan terjadi’; tidak ada kejadian / peristiwa
dalam kandungan masa yang akan datang, yang ‘akan terjadinya’ tidak
dibuat pasti bagi Allah oleh ketetapan itu.] - ‘Lectures in Systematic
Theology’, hal 213.

Robert L. Dabney: “By calling it permissive, we do not mean that their


futurition is not certain to God; or that He has not made it certain; we
mean that they are such acts as He efficiently brings about by simply
leaving the spontaneity of other free agents, as upheld by His providence,
to work of itself, under incitements, occasions, bounds and limitations,
which His wisdom and power throw around. To this class may be attributed
all the acts of rational free agents, except such are evoked by God’s own
grace, and especially, all their sinful acts.” [= Dengan menyebutnya
‘bersifat mengijinkan’, kita tidak memaksudkan bahwa ‘akan
terjadinya’ hal-hal itu tidak pasti bagi Allah; atau bahwa Ia belum /
tidak membuatnya pasti; kita memaksudkan bahwa mereka merupakan
tindakan-tindakan yang Ia sebabkan untuk terjadi secara efisien dengan
hanya membiarkan spontanitas dari agen-agen bebas lainnya, seperti
disokong oleh providensiaNya, bekerja dari dirinya sendiri, di bawah
dorongan, kesempatan, ikatan dan pembatasan, yang disebarkan oleh
hikmat dan kuasaNya. Yang termasuk dalam golongan ini adalah semua
tindakan dari agen bebas yang rasionil, kecuali tindakan yang
ditimbulkan oleh kasih karunia Allah sendiri, dan khususnya semua
tindakan berdosa mereka.] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal
214.

=====================================================

B. B. Warfield:

B. B. Warfield: “Throughout the Old Testament, behind the processes of


nature, the march of history and the fortunes of each individual life alike,
there is steadily kept in view the governing hand of God working out His
preconceived plan - a plan broad enough to embrace the whole universe of
things, minute enough to concern itself with the smallest details, and
actualizing itself with inevitable certainty in every event that comes to
pass.” [= Dalam sepanjang Perjanjian Lama, dibalik proses-proses alam,
gerakan dari sejarah dan nasib dari setiap kehidupan, terus menerus
ditunjukkan tangan / kuasa pemerintahan Allah yang melaksanakan
rencana yang sudah dibentukNya lebih dulu - suatu rencana yang cukup
luas untuk mencakup seluruh alam semesta dari hal-hal / benda-benda,
cukup kecil / seksama untuk berhubungan dengan detail-detail yang
terkecil, dan mewujudkan dirinya sendiri dengan kepastian yang tidak
dapat dihindarkan / dielakkan dalam setiap peristiwa / kejadian yang
terjadi.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 276.

B. B. Warfield: “an all-inclusive plan embracing all that is to come to


pass; in accordance with which plan He now governs His universe, down to
the least particular, so as to subserve His perfect and unchanging
purpose.” [= suatu rencana yang mencakup segala sesuatu yang akan
terjadi; sesuai dengan rencana mana Ia sekarang memerintah alam
semestaNya, sampai pada hal tertentu yang terkecil, sehingga berguna
bagi rencana / tujuanNya yang sempurna dan tak berubah.] - ‘Biblical
and Theological Studies’, hal 278.

B. B. Warfield: “According to the Old Testament conception, God


foreknows only because He has pre-determined, and it is therefore also that
He brings it to pass; His foreknowledge, in other words, is at bottom a
knowledge of His own will, and His works of providence are merely the
execution of His all-embracing plan.” [= Menurut konsep Perjanjian
Lama, Alah mengetahui lebih dulu hanya karena Ia telah menentukan
lebih dulu, dan karena itu juga Ia menyebabkannya terjadi; dengan kata
lain, pengetahuan lebih dulu ini pada hakekatnya adalah pengetahuan
tentang kehendakNya sendiri, dan pekerjaanNya dalam providensia
semata-mata merupakan pelaksanaan dari rencanaNya yang mencakup
segala sesuatu.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 281.

B. B. Warfield: “We are never permitted to imagine, to be sure, that God is


the author of sin, either in the world at large or in any individual soul ...
But neither is God’s relation to the sinful acts of His creatures ever
represented as purely passive: ... Nevertheless, it remains true that even the
evil acts of the creature are so far carried back to God that they too are
affirmed to be included in His all-embracing decree, and to be brought
about, bounded and utilized in His providential government. It is He that
hardens the heart of the sinner that persists in his sin (Ex. 4:21, 7:3,
10:1,27, 14:4,8, Deut. 2:30, Jos. 11:20, Isa. 63:17); it is from Him that the
evil spirits proceed that trouble sinners (1Sam. 16:14, Judg. 9:23, 1Kings
22, Job 1); it is of Him that the evil impulses that rise in sinners’ hearts
take this or that specific form (2Sam. 24:1).” [= Tentu saja kita tidak
pernah boleh membayangkan bahwa Allah adalah pencipta dosa, baik
dalam dunia secara umum atau dalam setiap jiwa individu manapun ...
Tetapi hubungan Allah dengan tindakan-tindakan berdosa dari
makhluk-makhlukNya tidak pernah digambarkan sebagai pasif secara
murni: ... Sekalipun demikian, adalah benar bahwa bahkan tindakan-
tindakan jahat dari makhluk ciptaan dibawa kembali kepada Allah
sedemikian rupa sehingga mereka juga disahkan / ditegaskan untuk
termasuk dalam ketetapanNya yang mencakup segala sesuatu, dan
disebabkan untuk terjadi, dibatasi dan digunakan dalam pemerintahan
providensiaNya. Adalah Ia yang mengeraskan hati orang berdosa yang
berkeras dalam dosanya (Kel 4:21, 7:3, 10:1,27, 14:4,8, Ul 2:30,
Yos 11:20, Yes 63:17); dari Dialah roh-roh jahat keluar / tampil dan
mengganggu orang-orang berdosa (1Sam 16:14, Hak 9:23, 1Raja 22,
Ayub 1); dari Dialah dorongan-dorongan jahat yang muncul dalam hati
orang-orang berdosa mendapat bentuk tertentu yang ini atau yang itu
(2Sam 24:1).] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 283,284.

B. B. Warfield: “this God is a Person who acts purposefully; there is


nothing that is, and nothing that comes to pass, that He has not first
decreed and then brought to pass by His creation or providence.” [= Allah
ini adalah seorang Pribadi yang bertindak dengan mempunyai rencana /
tujuan; tidak ada apapun yang ada, dan tidak ada apapun yang terjadi,
yang tidak lebih dulu ditetapkanNya dan lalu dilaksanakan / disebabkan
untuk terjadi oleh penciptaan atau providensiaNya.] - ‘Biblical and
Theological Studies’, hal 284.

B. B. Warfield: “But, in the infinite wisdom of the Lord of all the earth,
each event falls with exact precision into its proper place in the unfolding
of His eternal plan; nothing, however small, however strange, occurs
without His ordering, or without its peculiar fitness for its place in the
working out of His purpose; and the end of all shall be the manifestation of
His glory, and the accumulation of His praise.” [= Tetapi, dalam hikmat
yang tidak terbatas dari Tuhan seluruh bumi, setiap peristiwa / kejadian
jatuh dengan ketepatan yang tepat pada tempatnya yang benar dalam
pembukaan / penyingkapan dari rencana kekalNya; tidak ada
sesuatupun, betapapun kecilnya, betapapun anehnya, yang terjadi tanpa
pengaturan / perintahNya, atau tanpa kecocokannya yang khusus untuk
tempatnya dalam pelaksanaan RencanaNya; dan akhir dari semua
adalah akan diwujudkannya kemuliaanNya, dan pengumpulan pujian
bagiNya.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 285.

B. B. Warfield: “the minutest occurrences are as directly controlled by


Him as the greatest (Matt. 10:29-30, Luke 12:7).” [= Peristiwa-peristiwa /
kejadian-kejadian yang terkecil dikontrol secara langsung oleh Dia sama
seperti peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terbesar
(Mat 10:29-30, Luk 12:7).] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 296.

=====================================================

Charles Hodge:

Charles Hodge: “The second point included in this doctrine is, that the
decrees of God are all reducible to one purpose. By this is meant that from
the indefinite number of systems, or series of possible events, present to the
divine mind, God determined on the futurition or actual occurrence of the
existing order of things, with all its changes, minute as well as great, from
the beginning of time to all eternity. The reason, therefore, why any event
occurs, or, that it passes from the category of the possible into that of the
actual, is that God has so decreed.” [= Point kedua yang tercakup dalam
doktrin ini adalah, bahwa ketetapan-ketetapan Allah semua bisa
disederhanakan menjadi satu tujuan / rencana. Dengan ini dimaksudkan
bahwa dari sejumlah sistim yang tidak tertentu jumlahnya, atau dari
seri-seri peristiwa yang mungkin terjadi, yang ada dalam pikiran ilahi,
Allah menentukan ‘akan terjadinya’ atau ‘kejadian sungguh-sungguh’
dari urut-urutan hal-hal yang ada, dengan semua perubahan-
perubahannya, kecil maupun besar, dari ‘permulaan waktu’ sampai
pada ‘seluruh kekekalan’. Karena itu, alasan mengapa suatu peristiwa
terjadi, atau, bahwa itu berpindah dari kategori ‘mungkin’ menjadi
‘sungguh-sungguh’, adalah karena Allah telah menetapkannya
demikian.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 537.

Charles Hodge: “Change of purpose arises either from the want of


wisdom or from the want of power. As God is infinite in wisdom and power,
there can be with Him no unforeseen emergency and no inadequacy of
means, and nothing can resist the execution of his original intention.” [=
Perubahan rencana timbul atau karena kekurangan hikmat atau karena
kekurangan kuasa. Karena Allah itu tidak terbatas dalam hikmat dan
kuasa, maka dengan Dia tidak bisa ada keadaan darurat yang tidak
dilihat lebih dulu, dan tidak ada kekurangan jalan / cara, dan tidak ada
yang bisa menahan / menolak pelaksanaan dari maksud / rencana yang
semula.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 538-539.

Charles Hodge: “The decrees of God are certainly efficacious, that is, they
render certain the occurrence of what He decrees. Whatever God
foreordains, must certainly come to pass. The distinction between the
efficient (or efficacious) and the permissive decrees of God, although
important, has no relation to the certainty of events. All events embraced in
the purpose of God are equally certain, whether He has determined to
bring them to pass by his own power, or simply to permit their occurrence
through the agency of his creatures. It was no less certain from eternity
that Satan would tempt our first parents, and that they would fall, than that
God would send his Son to die for sinners. Some things He purposes to do,
others He decrees to permit to be done. He effects good, He permits evil. He
is the author of the one, but not of the other.” [= Ketetapan-ketetapan
Allah pasti menghasilkan apa yang diinginkan, artinya, ketetapan-
ketetapan itu membuat pasti kejadian yang Ia tetapkan. Apapun yang
Allah tentukan lebih dulu, pasti akan terjadi. Perbedaan antara
ketetapan-ketetapan Allah yang efisien (atau efektif) dan yang bersifat
mengijinkan, sekalipun penting, tidak ada hubungannya dengan
kepastian dari peristiwa-peristiwa. Semua peristiwa yang tercakup
dalam rencana Allah sama pastinya, apakah Ia telah menetapkan untuk
melaksanakan mereka dengan kuasaNya sendiri, atau sekedar
mengijinkan terjadinya mereka melalui makhluk-makhluk ciptaanNya
sebagai agen. Tidak kurang pastinya dari kekekalan bahwa Iblis akan
mencobai orang tua / nenek moyang pertama kita, dan bahwa mereka
akan jatuh, dari pada bahwa Allah akan mengutus AnakNya untuk mati
untuk orang-orang berdosa. Sebagian hal-hal Ia rencanakan untuk Ia
lakukan, yang lain Ia tetapkan untuk mengijinkan untuk terjadi /
dilakukan. Ia membuat terjadinya kebaikan / hal-hal yang baik, Ia
mengijinkan kejahatan / hal-hal yang jahat. Ia adalah pencipta dari
yang satu, tetapi bukan dari yang lain.] - ‘Systematic Theology’, vol I,
hal 540-541.

Charles Hodge: “... the unity of God’s plan. If that plan comprehends all
events, all events stand in mutual relation and dependence. If one part
fails, the whole may fail or be thrown into confusion.” [= ... kesatuan
rencana Allah. Jika rencana itu mencakup semua peristiwa, maka semua
peristiwa saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain. Jika
satu bagian gagal, seluruhnya bisa gagal atau menjadi kekacauan.] -
‘Systematic Theology’, vol I, hal 541.

Charles Hodge: “The doctrine of the Bible is, that all events, whether
necessary or contingent, good or sinful, are included in the purpose of
God, and that their futurition or actual occurrence is rendered absolutely
certain.” [= Doktrin dari Alkitab adalah, bahwa semua peristiwa,
apakah mutlak perlu atau bersifat tergantung / kebetulan, baik atau
berdosa, tercakup dalam rencana Allah, dan bahwa ‘akan terjadinya’
atau ‘kejadian sungguh-sungguh’ dari mereka dijadikan pasti secara
mutlak.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 542.

Charles Hodge: “The Bible especially declares that the free acts of men
are decreed beforehand.” [= Alkitab secara khusus menyatakan bahwa
tindakan-tindakan bebas dari manusia ditetapkan sebelumnya.] -
‘Systematic Theology’, vol I, hal 543.

Charles Hodge: “The Scriptures teach that sinful acts, as well as such as
are holy, are foreordained. ... The crucifixion of Christ was beyond doubt
foreordained of God. It was, however, the greatest crime ever committed. It
is therefore beyond all doubt the doctrine of the Bible that sin is
foreordained.” [= Kitab Suci mengajar bahwa tindakan-tindakan
berdosa, maupun tindakan-tindakan yang kudus / suci, ditentukan lebih
dulu. ... Penyaliban Kristus tidak diragukan lagi ditentukan lebih dulu
oleh Allah. Tetapi itu adalah tindakan kriminal terbesar yang pernah
dilakukan. Karena itu doktrin / ajaran Alkitab bahwa dosa ditentukan
lebih dulu tak perlu / bisa diragukan.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal
543,544.
Catatan: dalam bagian yang saya loncati (...) Charles Hodge
memberikan ayat-ayat ini: Kis 2:23 Kis 4:27 Luk 22:22 dan Wah
17:17.

Charles Hodge: “With regard to the sinful acts of men, the Scriptures
teach, (1) That they are so under the control of God that they can occur
only by His permission and in execution of His purposes. He so guides
them in the exercise of their wickedness that the particular forms of its
manifestation are determined by His will.” [= Berkenaan dengan
tindakan-tindakan berdosa dari manusia, Kitab Suci mengajar,
(1) Bahwa mereka ada di bawah kontrol Allah sedemikian rupa sehingga
mereka bisa terjadi hanya oleh ijinNya dan dalam pelaksanaan rencana-
rencanaNya. Ia begitu mengarahkan mereka dalam melakukan
kejahatan mereka sehingga bentuk khusus / tertentu dari
perwujudannya ditentukan oleh kehendakNya.] - ‘Systematic
Theology’, vol I, hal 589.

Charles Hodge: “As God works on a definite plan in the external world, it
is fair to infer that the same is true in reference to the moral and spiritual
world. To the eye of an uneducated man the heavens are a chaos of stars.
The astronomer sees order and system in this confusion; all those bright
and distant luminaries have their appointed places and fixed orbits; all are
so arranged that no one interferes with any other, but each is directed
according to one comprehensive and magnificent conception.” [=
Sebagaimana Allah mengerjakan rencana tertentu dalam dunia
lahiriah / jasmani, adalah wajar untuk mengambil kesimpulan bahwa
hal itu juga benar berkenaan dengan dunia moral dan rohani. Bagi mata
seorang yang tidak berpendidikan langit merupakan bintang-bintang
yang kacau. Ahli perbintangan / ilmu falak melihat keteraturan dan
sistim dalam kekacauan ini; semua benda-benda bersinar yang terang
dan jauh itu mempunyai tempat-tempat dan orbit-orbit tetap yang
ditetapkan; semua begitu diatur sehingga tidak satupun mengganggu
yang lain, tetapi masing-masing diarahkan menurut suatu konsep yang
luas dan megah.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 313.

Charles Hodge: “And as God is absolutely sovereign and independent, all


his purposes must be determined from within or according to the counsel of
his own will. They cannot be supposed to be contingent or suspended on
the action of his creatures, or upon anything out of Himself.” [= Dan
karena Allah itu berdaulat dan tak tergantung secara mutlak, semua
rencanaNya harus ditentukan dari dalam atau sesuai dengan keputusan
kehendakNya sendiri. Mereka tidak bisa dianggap sebagai kebetulan
atau tergantung pada tindakan-tindakan dari makhluk-makhluk
ciptaanNya, atau pada apapun di luar diriNya sendiri.] - ‘Systematic
Theology’, vol II, hal 320.

Charles Hodge: “If He foreordains whatsoever comes to pass, then events


correspond to his purposes; and it is against reason and Scripture to
suppose that there is any contradiction or want of correspondence between
what He intended and what actually occurs.” [= Jika Ia menentukan lebih
dulu apapun yang akan terjadi, maka peristiwa-peristiwa cocok / sama
dengan rencanaNya; dan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan
akal dan Kitab Suci untuk menganggap bahwa ada kontradiksi atau
ketidakcocokkan apapun antara apa yang Ia maksudkan dan apa yang
sungguh-sungguh terjadi.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 323.

Charles Hodge: “God can control the free acts of rational creatures
without destroying either their liberty or their responsibility.” [= Allah bisa
mengontrol tindakan-tindakan bebas dari makhluk-makhluk rasionil
tanpa menghancurkan kebebasan ataupun tanggung jawab mereka.] -
‘Systematic Theology’, vol II, hal 332.

Charles Hodge: “Whatever occurs, He for wise reasons permits to occur.


He can prevent whatever He sees fit to prevent. If, therefore, sin occurs, it
was God’s design that it should occur. If misery follows in the train of sin,
such was God’s purpose. If some men only are saved, while others perish,
such must have entered into the all comprehending purpose of God.” [=
Apapun yang terjadi, Ia mengijinkan hal itu terjadi karena alasan yang
bijaksana. Ia bisa mencegah apapun yang Ia anggap cocok untuk
dicegah. Karena itu, jika dosa terjadi, adalah rencana Allah bahwa itu
terjadi. Jika kesengsaraan menyusul dalam rentetan dosa, maka
demikianlah rencana Allah. Jika sebagian orang saja yang
diselamatkan, sementara yang lain binasa, maka semua itu pasti telah
masuk ke dalam rencana Allah yang mencakup segala sesuatu.] -
‘Systematic Theology’, vol II, hal 332.

=====================================================

-bersambung-
GOLGOTHA SCHOOL OF MINISTRY
(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 26 September 2018, pk 19.00

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

PROVIDENCE OF GOD (31)


William G. T. Shedd:

William G. T. Shedd: “When God executes his decree that Saul of Tarsus
shall be ‘a vessel of mercy’, he works efficiently within him by his Holy
Spirit ‘to will and to do’. When God executes his decree that Judas Iscariot
shall be ‘a vessel of wrath fitted for destruction’, he does not work
efficiently within him ‘to will and to do’, but permissively in the way of
allowing him to have his own wicked will. He decides not to restrain him or
to regenerate him, but to leave him to his own obstinate and rebellious
inclination and purpose; and accordingly ‘the Son of man goeth, as it was
determined, but woe unto that man by whom he is betrayed’ (Luke 22:22;
Acts 2:23). The two Divine methods in the two cases are plainly different,
but the perdition of Judas was as much foreordained and free from chance,
as the conversion of Saul.” [= Pada waktu Allah melaksanakan
ketetapanNya bahwa Saulus dari Tarsus akan menjadi ‘bejana / benda
belas kasihan’, Ia bekerja secara efisien di dalamnya dengan Roh
KudusNya ‘untuk mau / menghendaki dan untuk melakukan’. Pada
waktu Allah melaksanakan ketetapanNya bahwa Yudas Iskariot akan
menjadi ‘bejana kemurkaan yang cocok untuk kehancuran / benda
kemurkaan yang telah dipersiapkan untuk kebinasaan’, Ia tidak bekerja
secara efisien dalam dirinya ‘untuk mau / menghendaki dan untuk
melakukan’, tetapi secara mengijinkan dengan cara mengijinkan dia
mempunyai kehendak jahatnya sendiri. Ia memutuskan untuk tidak
mengekang dia atau melahirbarukan dia, tetapi membiarkan dia pada
kecondongan dan rencananya sendiri yang keras kepala dan bersifat
memberontak; dan karena itu ‘Anak Manusia memang akan pergi
seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya
Ia diserahkan’ (Luk 22:22; Kis 2:23). Kedua metode ilahi dalam kedua
kasus ini jelas berbeda, tetapi kebinasaan Yudas sudah ditentukan lebih
dahulu dan bebas dari kebetulan, sama seperti pertobatan Saulus.] -
‘Calvinism: Pure & Mixed’, hal 31 (Libronix hal 32).

William G. T. Shedd: “Whatever undecreed must be by hap-hazard and


accident. If sin does not occur by the Divine purpose and permission, it
occurs by chance. And if sin occurs by chance, the deity, as in the ancient
pagan theologies, is limited and hampered by it. He is not ‘God over all’.
Dualism is introduced into the theory of the universe. Evil is an
independent and uncontrollable principle. God governs only in part. Sin
with all its effects is beyond his sway. This dualism God condemns as error,
in his words to Cyrus by Isaiah, ‘I make peace and create evil’; and in the
words of Proverbs 16:4, ‘The Lord hath made all things for himself; yea,
even the wicked for the day of evil’.” [= Apapun yang tidak ditetapkan
pasti ada karena kebetulan. Jika dosa tidak terjadi karena rencana dan
ijin Ilahi, maka itu terjadi karena kebetulan. Dan jika dosa terjadi
karena kebetulan, Allah, seperti dalam teologi kafir kuno, dibatasi dan
dirintangi / dicegah olehnya. Ia bukanlah ‘Allah atas segala sesuatu’.
Dualisme dimasukkan ke dalam teori alam semesta. Kejahatan
merupakan suatu elemen hakiki yang tak tergantung dan tak terkontrol.
Allah memerintah hanya sebagian. Dosa dengan semua akibatnya ada di
luar pengaruh / kontrol / kekuasaanNya. Dualisme ini dikecam Allah
sebagai salah, dalam kata-kata kepada Koresy oleh Yesaya, ‘Aku
membuat damai dan menciptakan malapetaka / kejahatan’; dan dalam
kata-kata dari Amsal 16:4, ‘Tuhan telah membuat segala sesuatu untuk
diriNya sendiri; ya, bahkan orang jahat untuk hari malapetaka’.] -
‘Calvinism: Pure & Mixed’, hal 36 (Libronix hal 37).
Catatan: kata-kata Yesaya kepada Koresy itu diambil dari Yes 45:7
versi KJV. Demikian juga Amsal 16:4 diambil dan diterjemahkan dari
KJV.

William G. T. Shedd: “Nothing comes to pass contrary to his decree.


Nothing happens by chance. Even moral evil, which he abhors and forbids,
occurs by ‘the determinate counsel and foreknowledge of God’; and yet
occurs through the agency of the unforced and self-determining will of
man as the efficient.” [= Tidak ada yang terjadi bertentangan dengan
ketetapanNya. Tidak ada yang terjadi karena kebetulan. Bahkan
kejahatan moral, yang Ia benci dan larang, terjadi oleh ‘rencana yang
ditentukan dan pengetahuan lebih dulu dari Allah’; tetapi terjadi
melalui perantaraan dari kehendak manusia yang tidak dipaksa dan
ditentukan sendiri sebagai sesuatu yang efisien.] - ‘Calvinism: Pure &
Mixed’, hal 37 (Libronix hal 38).
William G. T. Shedd: “The Divine decree is formed in eternity, but
executed in time. ... the Divine decree, in reference to God, are one single
act only.” [= Ketetapan ilahi dibentuk dalam kekekalan, tetapi
dilaksanakan dalam waktu. ... ketetapan Ilahi, dalam hubungannya
dengan Allah, adalah satu tindakan saja.] - ‘Shedd’s Dogmatic
Theology’, vol I, hal 394 (Libronix hal 311).

William G. T. Shedd: “‘God willeth not one thing now, and another anon;
but once, and at once, and always, he willeth all things that he willeth; not
again and again, nor now this, now that; nor willeth afterwards, what
before he willed not, nor willeth not, what before he willed; because such a
will is mutable; and no mutable thing is eternal.’” [= ‘Allah tidak
menghendaki sesuatu hal sekarang, dan sebentar lagi menghendaki yang
lain; tetapi sekali, dan serentak, dan selalu, Ia menghendaki semua hal
yang Ia kehendaki; bukannya lagi dan lagi / berulang-ulang, atau
sebentar ini sebentar itu; atau menghendaki belakangan apa yang
sebelumnya tidak Ia kehendaki, ataupun tidak menghendaki, apa yang
sebelumnya Ia kehendaki; karena kehendak seperti itu bisa berubah /
tidak tetap; dan tidak ada hal yang bisa berubah / tidak tetap yang
kekal’.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 395 (Libronix hal
312).
Catatan: kata-kata di atas ini ia kutip dari kata-kata Augustine (dari
buku ‘Confession’, XII. xv.).

William G. T. Shedd: “The Divine decree is the necessary condition of the


Divine foreknowledge. If God does not first decide what shall come to pass,
he cannot know what will come to pass. An event must be made certain,
before it can be known as a certain event. ... So long as anything remains
undecreed, it is contingent and fortuitous. It may or may not happen. In
this state of things, there cannot be knowledge of any kind.” [= Ketetapan
Ilahi adalah syarat yang perlu dari pra-pengetahuan Ilahi. Jika Allah
tidak lebih dulu menentukan apa yang akan terjadi, Ia tidak bisa
mengetahui apa yang akan terjadi. Suatu peristiwa / kejadian harus
dibuat pasti, sebelum itu bisa diketahui sebagai suatu peristiwa
tertentu. ... Selama sesuatu apapun tidak ditetapkan, maka itu bersifat
tergantung / mungkin dan kebetulan. Itu bisa terjadi atau bisa tidak
terjadi. Dalam keadaan demikian, tidak bisa ada pengetahuan apapun
tentang hal itu.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 396-397
(Libronix hal 313).

William G. T. Shedd: “The Divine decree is universal. It includes


‘whatsoever comes to pass,’ be it physical or moral, good or evil:” [=
Ketetapan ilahi adalah universal. Itu mencakup ‘apapun yang akan
terjadi’, apakah itu bersifat fisik atau moral, baik atau jahat:] -
‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 400 (Libronix hal 314).

William G. T. Shedd: “The Divine decree is immutable. There is no defect


in God, in knowledge, power, and veracity. His decree cannot therefore be
changed because of a mistake of ignorance, or of inability to carry out his
decree, or of unfaithfulness to his purpose.” [= Ketetapan ilahi itu tetap /
tak bisa berubah. Tidak ada cacat dalam Allah, dalam pengetahuan,
kuasa, dan kebenaran. Karena itu, ketetapanNya tidak bisa diubah
karena suatu kesalahan dari ketidak-tahuan, atau karena ketidak-
mampuan untuk melaksanakan ketetapanNya, atau karena ketidak-
setiaan pada rencanaNya.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal
401 (Libronix hal 315).

William G. T. Shedd: “For the Divine mind, there is, in reality, no future
event, because all events are simultaneous, owing to that peculiarity in the
cognition of an eternal being whereby there is no succession in it. All
events thus being present to him are of course all of them certain events.”
[= Untuk pikiran Ilahi, dalam kenyataannya tidak ada kejadian /
peristiwa yang akan datang, karena semua peristiwa / kejadian adalah
serempak, berdasarkan kekhasan dalam pemikiran / pengertian dari
makhluk kekal untuk mana tidak ada urut-urutan di dalamnya. Semua
peristiwa ‘bersifat present / sekarang’ bagiNya dan karenanya tentu saja
semuanya merupakan peristiwa-peristiwa yang pasti.] - ‘Shedd’s
Dogmatic Theology’, vol I, hal 402 (Libronix hal 316).

=====================================================

Loraine Boettner:

Loraine Boettner: “Since the universe had its origin in God and depends
on Him for its continued existence it must be, in all its parts and at all
times, subject to His control so that nothing can come to pass contrary to
what He expressly decrees or permits. Thus the eternal purpose is
represented as an act of sovereign predestination or foreordination, and
unconditioned by any subsequent fact or change in time. Hence it is
represented as being the basis of the divine foreknowledge of all future
events, and not conditioned by that foreknowledge or by anything
originated by the events themselves.” [= Karena alam semesta mempunyai
asal usulnya dalam Allah dan tergantung kepadaNya untuk keberadaan
seterusnya, maka alam semesta itu harus, dalam semua bagian-
bagiannya dan pada setiap saat, tunduk pada kontrolNya sedemikian
rupa sehingga tidak ada apapun bisa terjadi bertentangan dengan apa
yang Ia secara jelas tetapkan atau ijinkan. Jadi rencana kekal
digambarkan sebagai suatu tindakan dari predestinasi atau penentuan
lebih dulu yang berdaulat, dan tidak disyaratkan oleh fakta atau
perubahan apapun yang terjadi berikutnya dalam waktu. Karena itu
maka hal itu digambarkan sebagai dasar dari pengetahuan lebih dulu
dari Allah tentang semua peristiwa yang akan datang, dan tidak
disyaratkan oleh pengetahuan lebih dulu itu atau oleh apapun yang
ditimbulkan oleh peristiwa itu sendiri.] - ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 14.

Loraine Boettner: “The Pelagian denies that God has a plan; the
Arminian says that God has a general plan but not a specific plan; but the
Calvinist says that God has a specific plan which embraces all events in all
ages.” [= Seorang Pelagian menyangkal bahwa Allah mempunyai
rencana; seorang Arminian berkata bahwa Allah mempunyai suatu
rencana yang umum tetapi bukan suatu rencana yang spesifik; tetapi
seorang Calvinist berkata bahwa Allah mempunyai suatu rencana yang
spesifik yang mencakup semua peristiwa / kejadian dalam semua
jaman.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 22-23.

Loraine Boettner: “His choice of the plan, or His making certain that the
creation should be on this order, we call His foreordination or His
predestination. Even the sinful acts of men are included in this plan. They
are foreseen, permitted, and have their exact place. They are controlled
and overruled for the divine glory.” [= Pemilihan rencanaNya, atau
penetapanNya supaya penciptaan terjadi sesuai urut-urutan ini, kami
sebut pra-penentuanNya atau predestinasiNya. Bahkan tindakan-
tindakan berdosa dari manusia tercakup dalam rencana ini. Mereka itu
dilihat lebih dulu, diijinkan, dan mempunyai tempat mereka yang
persis / tepat. Mereka dikontrol dan dikuasai untuk kemuliaan Ilahi.] -
‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 24.

Loraine Boettner: “Even the sinful acts of men are included in the plan
and are overruled for good.” [= Bahkan tindakan-tindakan berdosa
manusia termasuk dalam rencana ini dan dikuasai untuk kebaikan.] -
‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 29.

Loraine Boettner: “Although the sovereignty of God is universal and


absolute, it is not the sovereignty of blind power. It is coupled with infinite
wisdom, holiness and love. And this doctrine, when properly understood, is
a most comforting and reassuring one. Who would not prefer to have his
affairs in the hands of a God of infinite power, wisdom, holiness and love,
rather than to have them left to fate, or chance, or irrevocable natural law,
or to short-sighted and perverted self? Those who reject God’s sovereignty
should consider what alternatives they have left.” [= Sekalipun kedaulatan
Allah itu bersifat universal dan mutlak, tetapi itu bukanlah kedaulatan
dari kuasa yang buta. Itu digabungkan dengan kebijaksanaan,
kekudusan dan kasih yang tidak terbatas. Dan doktrin ini, jika
dimengerti dengan tepat, adalah suatu doktrin yang paling menghibur
dan menenteramkan. Siapa yang tidak lebih menghendaki perkaranya
ada dalam tangan Allah yang mempunyai kuasa, kebijaksanaan,
kekudusan dan kasih yang tidak terbatas, dari pada menyerahkannya
pada nasib / takdir, atau kebetulan, atau hukum alam yang tidak bisa
dibatalkan, atau pada diri sendiri yang cupet dan sesat? Mereka yang
menolak kedaulatan Allah harus mempertimbangkan alternatif-
alternatif lain yang tersisa.] - ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 32.

Loraine Boettner: “But while the Bible repeatedly teaches that this
providential control is universal, powerful, wise, and holy, it nowhere
attempts to inform us how it is to be reconciled with man’s free agency. All
that we need to know is that God does govern His creatures and that His
control over them is such that no violence is done to their natures. Perhaps
the relationship between divine sovereignty and human freedom can best
be summed up in these words: ‘God so presents the outside inducements
that man acts in accordance with his own nature, yet does exactly what
God has planned for him to do.’” [= Tetapi sementara Alkitab
berulangkali mengajar bahwa penguasaan providensia ini bersifat
universal, berkuasa, bijaksana, dan suci, dimanapun Alkitab tidak
pernah berusaha untuk memberi informasi kepada kita tentang
bagaimana hal itu bisa diperdamaikan / diharmoniskan dengan
kebebasan manusia. Semua yang perlu kita ketahui adalah bahwa Allah
memang memerintah makhluk-makhluk ciptaanNya dan bahwa
penguasaan / kontrolNya atas mereka adalah sedemikian rupa sehingga
tidak ada pemaksaan terhadap sifat dasar mereka. Mungkin hubungan
antara kedaulatan ilahi dan kebebasan manusia bisa disimpulkan
dengan cara terbaik dengan kata-kata ini: ‘Allah memberikan dorongan
/ bujukan dari luar sedemikian rupa sehingga manusia bertindak sesuai
dengan sifat dasarnya, tetapi melakukan secara tepat apa yang Allah
telah rencanakan baginya untuk dilakukan’.] - ‘The Reformed Doctrine
of Predestination’, hal 38.

Loraine Boettner: “The Arminian objection against foreordination bears


with equal force against the foreknowledge of God. What God foreknows
must, in the very nature of the case, be as fixed and certain as what is
foreordained; and if one is inconsistent with the free agency of man, the
other is also. Foreordination renders the events certain, while
foreknowledge presupposes that they are certain.” [= Keberatan Arminian
terhadap penentuan lebih dulu, mengandung / menghasilkan kekuatan
yang sama terhadap pengetahuan lebih dulu dari Allah. Apa yang Allah
ketahui lebih dulu pastilah sama tertentunya dan pastinya seperti apa
yang ditentukan lebih dulu; dan jika yang satu tidak konsisten dengan
kebebasan manusia, yang lain juga demikian. Penentuan lebih dulu
membuat peristiwa-peristiwa pasti / tertentu, sedangkan pengetahuan
lebih dulu mensyaratkan bahwa mereka itu pasti / tertentu.] - ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 42.

Loraine Boettner: “Common sense tells us that no events can be


foreknown unless by some means, either physical or mental, it has been
predetermined. Our choice as to what determines the certainty of future
events narrows down to two alternatives - the foreordination of the wise
and merciful heavenly Father, or the working of blind, physical fate.” [=
Akal sehat memberitahu kita bahwa tidak ada peristiwa apapun yang
bisa diketahui lebih dulu kecuali hal itu telah ditentukan lebih dulu
dengan cara tertentu, baik secara fisik atau mental / pikiran. Pilihan kita
berkenaan dengan apa yang menentukan kepastian dari peristiwa-
peristiwa yang akan datang menyempit menjadi hanya dua pilihan /
kemungkinan - penentuan lebih dulu dari Bapa surgawi yang bijaksana
dan penuh belas kasihan, atau pekerjaan dari nasib / takdir fisik yang
buta.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 42.

Loraine Boettner: “Yet unless Arminianism denies the foreknowledge of


God, it stands defenseless before the logical consistency of Calvinism; for
foreknowledge implies certainty and certainty implies foreordination.” [=
Kecuali Arminianisme menyangkal pengetahuan lebih dulu dari Allah,
ia tidak mempunyai pertahanan di depan kekonsistenan yang logis dari
Calvinisme; karena pengetahuan lebih dulu secara tidak langsung
menunjuk pada kepastian, dan kepastian secara tidak langsung
menunjuk pada penetapan lebih dulu.] - ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 44.

Loraine Boettner: “This fixity or certainty could have had its ground in
nothing outside of the divine Mind, for in eternity nothing else existed.” [=
Ketertentuan atau kepastian ini tidak bisa mempunyai dasar apapun
selain Pikiran Ilahi, karena dalam kekekalan tidak ada apapun yang lain
yang ada.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 45.

Loraine Boettner: “These doctrines, now so disregarded or unknown if not


openly opposed, were universally believed and maintained by the
reformers, and following the Reformation were written into the creeds,
catechisms, or articles of every one of the Protestant churches. Any one
who will compare the printed pulpit utterances of our own day with those
of the Reformers will have no difficulty in perceiving how contradictory
and irreconcilably hostile they are to each other.” [= Doktrin-doktrin ini,
yang sekarang begitu tidak dianggap atau tidak diketahui jika bukannya
ditentang secara terbuka, dulunya dipercaya dan dipertahankan secara
universal oleh para tokoh reformasi, dan setelah Reformasi dituliskan ke
dalam credo-credo / Pengakuan-pengakuan Iman, katekisasi-katekisasi,
atau artikel-artikel dari setiap gereja-gereja Protestan. Siapapun yang
mau membandingkan ucapan-ucapan mimbar yang dicetak dari jaman
kita sendiri dengan ucapan-ucapan dari para tokoh Reformasi tidak
akan mendapatkan kesukaran dalam mengerti betapa bertentangan dan
bermusuhan secara tak bisa diperdamaikan mereka satu dengan yang
lain.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 353.

Untuk membuktikan kebenaran kata-kata Loraine Boettner bahwa


semua tokoh-tokoh Reformasi mempercayai doktrin ini, saya akan
mengutip dari buku sejarah di bawah ini.

David Schaff: “He (Luther) inseparably connects divine foreknowledge


and foreordination, and infers from God’s almighty power that all things
happen by necessity, and that there can be no freedom in the creature.” [=
Ia (Luther) menghubungkan secara tak terpisahkan pra-pengetahuan
ilahi dan penentuan lebih dulu, dan menyimpulkan dari kuasa yang
maha kuasa dari Allah bahwa segala sesuatu terjadi oleh keharusan, dan
bahwa di sana tidak bisa ada kebebasan dalam makhluk ciptaan.] -
‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 430.

David Schaff: “2. The doctrine of eternal election and providence. Zwingli
gives prominence to God’s sovereign election as the primary source of
salvation.” [= 2. Doktrin tentang pemilihan kekal dan Providensia.
Zwingli memberikan kemenonjolan bagi pemilihan berdaulat Allah
sebagai sumber utama dari keselamatan.] - ‘History of the Christian
Church’, vol VIII, hal 91.

David Schaff: “All the Reformers were originally strong Augustinian


predestinarians and denied the liberty of the human will. Augustin and
Luther proceeded from anthropological premises, namely, the total
depravity of man, and came to the doctrine of predestination as a logical
consequence, ... Zwingli, anticipating Calvin, started from the theological
principle of the absolute sovereignty of God and the identity of
foreknowledge and foreordination. His Scripture argument is chiefly
drawn from the ninth chapter of Romans, which, indeed, strongly teaches
the freedom of election,” [= Semua tokoh Reformasi secara orisinil /
dengan cara yang sangat khusus adalah pengikut-pengikut doktrin
predestinasi Agustinus dan menyangkal kebebasan dari kehendak
manusia. Agustinus dan Luther mulai dari premis / dasar yang bersifat
anthropology, yaitu, kebejatan total dari manusia, dan sampai pada
doktrin tentang predestinasi sebagai suatu konsekwensi logis, ... Zwingli,
mengantisipasi / mendahului Calvin, memulai dari prinsip theology
tentang kedaulatan mutlak dari Allah dan kesamaan dari pra-
pengetahuan dan penentuan lebih dulu. Argumentasi Kitab Sucinya
terutama diambil dari pasal ke 9 dari kitab Roma, yang memang secara
kuat mengajar kebebasan dari pemilihan,] - ‘History of the Christian
Church’, vol VIII, hal 92.
Catatan: dalam ‘the Free Dictionary’, kata ‘originally’ diberi bermacam-
macam arti, seperti:
1. ‘at first’ [= mula-mula].
2. ‘in an original way’ [= dengan suatu cara yang orisinil].
3. ‘in a highly distinctive manner’ [= dengan suatu cara yang sangat
khusus / tersendiri].
Saya menganggap arti no 1 tidak mungkin, karena mereka tak pernah
berubah pandangan dalam hal ini. Jadi yang memungkinkan adalah
arti no 2 dan no 3. Tetapi dilihat dari kata-kata selanjutnya yang
membedakan jalan dari Agustinus dan Luther di satu pihak, dan
Zwingli dan Calvin di pihak lain, maka rasanya arti no 3 itu yang paling
memungkinkan.

David Schaff: “Zwingli does not shrink from the abyss of


supralapsarianism. God, he teaches, is the supreme and only good, and the
omnipotent cause of all things. He rules and administers the world by his
perpetual and immutable providence, which leaves no room for accidents.
Even the fall of Adam, with its consequences, is included in his eternal will
as well as his eternal knowledge.” [= Zwingli tidak mengkerut / ragu-ragu
dari jurang / kedalaman dari supralapsarianisme. Allah, ia mengajar,
adalah kebaikan yang tertinggi dan satu-satunya, dan penyebab yang
maha kuasa dari segala sesuatu. Ia memerintah dan mengatur dunia
oleh ProvidensiaNya yang kekal dan tak bisa berubah, yang tidak
menyisakan tempat bagi kebetulan-kebetulan. Bahkan kejatuhan Adam,
dengan konsekwensi-konsekwensinya, tercakup dalam kehendak
kekalNya maupun dalam pengetahuan kekalNya.] - ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 92.

David Schaff: “It is very easy to caricature the doctrine of predestination,


and to dispose of it by the plausible objections that it teaches the necessity
of sin, that it leads to fatalism and pantheism, that it supersedes the
necessity of personal effort for growth in grace, and encourages carnal
security. But every one who knows history at all knows also that the
strongest predestinarians were among the most earnest and active
Christians. It will be difficult to find purer and holier men than St.
Augustin and Calvin, the chief champions of this very system which bears
their name.” [= Adalah sangat mudah untuk menggambarkan secara
salah doktrin predestinasi, dan membuangnya oleh keberatan-keberatan
yang kelihatannya sah bahwa doktrin itu mengajarkan keharusan dari
dosa, bahwa doktrin itu membimbing pada fatalisme dan pantheisme,
bahwa doktrin itu menyingkirkan keharusan dari usaha pribadi untuk
pertumbuhan dalam kasih karunia, dan mendorong keamanan yang
bersifat daging. Tetapi setiap orang yang mengetahui sejarah apapun
juga tahu bahwa pengikut-pengikut doktrin predestinasi yang terkuat
ada di antara orang-orang Kristen yang paling sungguh-sungguh dan
aktif. Adalah sukar untuk menemukan orang-orang yang lebih murni
dan kudus / suci dari Santo Agustinus dan Calvin, pembela-pembela
utama dari sistim ini yang membawa nama mereka.] - ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 93-94.

Perlu diketahui bahwa David Schaff BUKANLAH SEORANG


CALVINIST, dan itu bisa dilihat dari kata-katanya di bawah ini.

David Schaff: “Calvinism emphasizes divine sovereignty and free grace;


Arminianism emphasizes human responsibility. The one restricts the saving
grace to the elect: the other extends it to all men on the condition of faith.
Both are right in what they assert; both are wrong in what they deny. ...
The Bible gives us a theology which is more human than Calvinism, and
more divine than Arminianism, and more Christian than either of them.”
[= Calvinisme menekankan kedaulatan ilahi dan kasih karunia yang
cuma-cuma; Arminianisme menekankan tanggung jawab manusia. Yang
satu membatasi kasih karunia yang menyelamatkan kepada orang
pilihan: yang lain memperluasnya kepada semua manusia dengan syarat
iman. Keduanya benar dalam apa yang mereka tegaskan; keduanya
salah dalam apa yang mereka sangkal. ... Alkitab memberi kita suatu
theologia yang lebih manusiawi dari pada Calvinisme, dan lebih ilahi
dari pada Arminianisme, dan lebih kristiani dari yang manapun dari
mereka.] - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 816.
Catatan: menurut saya ini adalah kata-kata bodoh. Perlu dimaklumi,
dia adalah seorang ahli sejarah, bukan ahli theologia.

=====================================================
Herman Hoeksema:

Herman Hoeksema: “For this same reason the Bible always emphasizes
the fact that God ordained all things and knew them from before the
foundation of the world.” [= Untuk alasan yang sama Alkitab selalu
menekankan fakta bahwa Allah menentukan segala sesuatu dan
mengetahui mereka sejak dunia belum dijadikan.] - ‘Reformed
Dogmatics’, hal 157.

Herman Hoeksema: “Nor must we, in regard to the sinful deeds of men
and devils, speak only of God’s permission in distinction from His
determination. Holy Scripture speaks a far more positive language. We
realize, of course, that the motive for speaking God’s permission rather
than of His predetermined will in regard to sin and the evil deeds of men is
that God may never be presented as the author of sin. But this purpose is
not reached by speaking of God’s permission or His permissive will: for if
the Almighty permits what He could just as well have prevented, it is from
an ethical viewpoint the same as if He had committed it Himself. But in
this way we lose God and His sovereignty: for permission presupposes the
idea that there is a power without God that can produce and do something
apart from Him, but which is simply permitted by God to act and operate.
This is dualism, and it annihilates the complete and absolute sovereignty of
God. And therefore we must maintain that also sin and all the wicked deeds
of men and angels have a place in the counsel of God, in the counsel of His
will. Thus it is taught by the Word of God. For it is certainly according to
the determinate counsel of God that Christ is nailed to the cross, and that
Pilate and Herod, with the Gentiles and Israel, are gathered together
against the holy child Jesus. It is therefore much better to say that the Lord
also in His counsel hates sin and determined that that which He hates
should come to pass in order to reveal His hatred and to serve the cause of
God’s covenant.” [= Juga kita tidak boleh, berkenaan dengan tindakan-
tindakan berdosa dari manusia dan setan, berbicara hanya tentang ijin
Allah dan membedakannya dengan penentuan / penetapanNya. Kitab
Suci berbicara dengan suatu bahasa yang jauh lebih positif. Tentu saja
kita menyadari bahwa motivasi untuk menggunakan istilah ‘ijin Allah’
dari pada ‘kehendakNya yang sudah ditetapkan lebih dulu’ berkenaan
dengan dosa dan tindakan-tindakan jahat dari manusia adalah supaya
Allah tidak pernah dinyatakan sebagai pencipta dosa. Tetapi tujuan ini
tidak tercapai dengan menggunakan ‘ijin Allah’ atau ‘kehendak yang
mengijinkan dari Allah’: karena jika Yang Maha Kuasa mengijinkan
apa yang bisa Ia cegah, dari sudut pandang etika itu adalah sama seperti
jika Ia melakukan hal itu sendiri. Tetapi dengan cara ini kita kehilangan
Allah dan kedaulatanNya: karena ijin mensyaratkan suatu gagasan
bahwa ada suatu kekuatan di luar Allah yang bisa menghasilkan dan
melakukan sesuatu terpisah dari Dia, tetapi yang diijinkan oleh Allah
untuk bertindak dan beroperasi. Ini merupakan dualisme, dan ini
menghapuskan kedaulatan Allah yang lengkap dan mutlak. Dan karena
itu kita harus mempertahankan bahwa juga dosa dan semua tindakan-
tindakan jahat dari manusia dan malaikat mempunyai tempat dalam
rencana Allah, dalam keputusan kehendakNya. Demikianlah diajarkan
oleh Firman Allah. Karena adalah pasti bahwa sesuai dengan rencana
yang sudah ditentukan dari Allah bahwa Kristus dipakukan di kayu
salib, dan bahwa Pilatus dan Herodes, dengan orang-orang non Yahudi
dan Israel, berkumpul bersama-sama menentang anak Yesus yang
kudus. Karena itu lebih baik berkata bahwa Tuhan juga dalam
rencanaNya membenci dosa dan menentukan hal itu supaya apa yang Ia
benci itu terjadi sehingga Ia bisa menyatakan kebencianNya atas hal itu
dan untuk melayani penyebab dari perjanjian Allah.] - ‘Reformed
Dogmatics’, hal 158.

=====================================================

Herman Bavinck:

Herman Bavinck: “All events are included in that counsel, even the sinful
deeds of man,” [= Semua kejadian / peristiwa termasuk / tercakup dalam
rencana itu, bahkan juga tindakan-tindakan berdosa dari manusia,] -
‘The Doctrine of God’, hal 342.

Herman Bavinck: “God’s decree is his eternal purpose whereby he has


foreordained whatsoever comes to pass. Scripture everywhere affirms that
whatsoever is and comes to pass is the realization of God’s thought and
will, and has its origin and idea in God’s eternal counsel or decree, ... apart
from his knowledge and will nothing can ever come to pass.” [= Ketetapan
Allah adalah rencana kekalNya dengan mana Ia telah menentukan lebih
dulu apapun yang akan terjadi. Kitab Suci dimana-mana menegaskan
bahwa apapun yang ada dan yang akan terjadi merupakan perwujudan
dari pikiran dan kehendak Allah, dan mempunyai asal mula dan
gagasannya dalam rencana atau ketetapan kekal Allah, ... terpisah dari
pengetahuan dan kehendakNya tak ada apapun bisa pernah terjadi.] -
‘The Doctrine of God’, hal 369.

Herman Bavinck: “Furthermore, God’s thought, embodied in creation,


cannot be conceived of as an uncertain idea, doubtful of realization; it is
not a ‘bare foreknowledge’ that receives its contents from creation; it is not
a plan, a project, or a purpose whose execution can be frustrated. But it is
an act both of God’s mind and of his will.” [= Selanjutnya, pikiran Allah,
diwujudkan dalam ciptaan, tidak bisa dimengerti sebagai suatu gagasan
yang tidak pasti, meragukan dalam perwujudannya; itu bukan ‘sekedar
suatu pra-pengetahuan’ yang menerima isinya dari ciptaan; itu
bukanlah suatu rencana, suatu proyek, atau suatu tujuan yang
pelaksanaannya bisa bisa digagalkan / dihalangi. Tetapi itu adalah suatu
tindakan baik dari pikiran Allah dan dari kehendakNya.] - ‘The
Doctrine of God’, hal 370.

Herman Bavinck: “God’s counsel is no more an act that pertains to the


past than is the generation of the Son; it is eternal, divine act, eternally
finished, yet continuing forevermore, apart from and raised above time.
Scaliger correctly observed that God’s decree was not preceded by a long
period of reflection and deliberation, so that for a long time God would
have been without purpose and without a will; neither is it a plan once for
all completed and finished and simply awaiting execution. But God’s
decree is the eternally active will of God: it is the willing and purposing
God himself; it is not something accidental to God, but being God’s will in
action, it is one with his essence. It is impossible to conceive of God as a
being without a purpose and without an active and operative will.
Nevertheless, all this does not conceal the fact that God’s decree is an
‘immanent work’ determined by nothing else than by God himself, and
distinct in character from God’s works in time, Acts 15:18; Eph 1:4.” [=
Rencana Allah, sama seperti tindakan Bapa memperanakkan Anak,
bukanlah suatu tindakan yang berhubungan dengan waktu lampau;
tetapi itu adalah suatu tindakan ilahi yang kekal, sudah selesai
dilakukan secara kekal, tetapi tetap berlangsung selama-lamanya,
terpisah dari dan diangkat di atas waktu. Scaliger secara benar
mengamati bahwa ketetapan Allah tidak didahului oleh suatu periode
pemikiran dan pertimbangan yang lama, sehingga untuk suatu waktu
yang lama Allah ada tanpa rencana dan tanpa kehendak; juga itu
bukanlah suatu rencana yang sudah dilengkapi dan diselesaikan sekali
untuk selamanya dan hanya menunggu pelaksanaan. Tetapi ketetapan
Allah merupakan kehendak yang aktif secara kekal dari Allah: itu
adalah Allah yang menghendaki dan merencanakan sendiri; itu bukan
sesuatu yang tidak bersifat hakiki yang ditambahkan pada diri Allah,
tetapi merupakan kehendak Allah yang beraksi, itu adalah satu dengan
hakekatNya. Adalah mustahil untuk membayangkan Allah sebagai
makhluk tanpa rencana dan tanpa suatu kehendak yang aktif dan
operatif. Sekalipun demikian, semua ini tidak menyembunyikan fakta
bahwa ketetapan Allah adalah suatu ‘pekerjaan yang ada di dalam’
yang ditetapkan bukan oleh sesuatu yang lain apapun selain Allah
sendiri, dan berbeda dalam sifatnya dengan pekerjaan Allah dalam
waktu, Kis 15:18; Ef 1:4.] - ‘The Doctrine of God’, hal 370.

Kis 15:18 (KJV): ‘Known unto God are all his works from the beginning
of the world.’ [= Diketahui oleh Allah semua pekerjaan-pekerjaanNya
dari permulaan dunia ini.].

Catatan: saya tidak pernah membaca tentang adanya ahli theologia


Reformed lain yang mempunyai pandangan seperti yang dikatakan
Bavinck di awal kutipan ini (bagian yang saya garis-bawahi). Saya tak
setuju dengan dia dalam hal ini. Rencana Allah memang dibuat dalam
kekekalan, dan seluruhnya selesai dalam kekekalan itu. Tidak ada
alasan untuk mengatakan bahwa itu merupakan suatu tindakan kekal
dari Allah, seperti halnya ‘the eternal generation of the Son’ dan ‘the
eternal procession of the Holy Spirit’.

Herman Bavinck: “The fact that things and events, including the sinful
thoughts and deeds of men, have been eternally known and fixed in that
counsel of God does not rob them of their own character but rather
establishes and guarantees them all, each in its own kind and nature and in
its own context and circumstances. Included in that counsel of God are sin
and punishment, but also freedom and responsibility, sense of duty and
conscience, and law and justice. In that counsel of God everything that
happens is in the very same context it is in when it becomes manifest before
our eyes. The conditions are defined in it quite as well as the consequences,
the means quite as much as the ends, the ways as the results, the prayers as
the answers to prayer, the faith as the justification, sanctification, and
glorification.” [= Fakta bahwa hal-hal dan peristiwa-peristiwa, termasuk
pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan berdosa dari manusia, telah
diketahui dan ditetapkan secara kekal dalam rencana Allah itu tidak
menghapuskan karakter mereka sendiri tetapi sebaliknya
meneguhkannya dan menjamin semuanya, masing-masing dalam
jenisnya dan sifatnya sendiri dan dalam kontex dan keadaannya sendiri.
Termasuk dalam rencana Allah itu dosa dan penghukuman, tetapi juga
kebebasan dan tanggung jawab, perasaan kewajiban dan hati nurani,
dan hukum dan keadilan. Dalam rencana Allah itu segala sesuatu yang
terjadi ada dalam kontex yang sama seperti pada waktu itu terwujud di
depan mata kita. Dalam rencana Allah itu syarat-syarat dinyatakan /
ditentukan sama seperti akibat-akibat / konsekwensi-konsekwensi,
caranya maupun tujuannya, jalannya maupun hasilnya, doa-doanya
maupun jawaban-jawaban doanya, imannya maupun pembenaran,
pengudusan dan pemuliaannya.] - ‘Our Reasonable Faith’, hal 163.
=====================================================

John Murray:

John Murray: “It is true that all our choices and acts are foreordained,
and only foreordained acts come to pass.” [= Adalah benar bahwa semua
pilihan-pilihan dan tindakan-tindakan kita ditentukan lebih dulu, dan
hanya tindakan-tindakan yang ditentukan lebih dulu yang akan terjadi.]
- ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 64.

John Murray: “The foreknowledge of God presupposes certainty of


occurrence; his foreordination renders all occurrence certain; by his
providence what is foreordained is unalterably put into effect.” [=
Pengetahuan lebih dulu dari Allah mensyaratkan adanya kepastian dari
kejadian / peristiwa; penentuan lebih duluNya membuat semua kejadian
/ peristiwa itu pasti; oleh providensiaNya apa yang ditentukan lebih dulu
itu dilaksanakan secara tidak mungkin berubah.] - ‘Collected Writings
of John Murray’, vol II, hal 65-66.

John Murray: “The question here is that of the divine causality in


connection with sin. ... There is divine predetermination or foreordination
in connection with sin. The fall was foreordained by God and its certainty
was therefore guaranteed. ... The first sin, like all other sins, was
committed within the realm of God’s all-sustaining, directing and
governing power. Outside the sphere of his foreordination and providence
the fall could not have occurred. The arch-crime of history - the crucifixion
of our Lord - was perpetrated in accordance with the determinate counsel
and foreknowledge of God (Acts 2:23). So, too, was the fall.” [= Yang
dipertanyakan / dipersoalkan di sini adalah tentang penyebab ilahi
dalam hubungannya dengan dosa. ... Ada penetapan lebih dulu atau
penentuan lebih dulu berkenaan dengan dosa. Kejatuhan (Adam)
ditentukan lebih dulu oleh Allah dan karena itu kepastiannya dijamin. ...
Dosa pertama, seperti semua dosa yang lain, dilakukan dalam batas-
batas kuasa Allah yang menopang, mengarahkan dan memerintah
segala sesuatu. Di luar ruang lingkup penentuan lebih dulu dan
providensiaNya kejatuhan itu tidak akan bisa terjadi. Kejahatan
terbesar dalam sejarah - penyaliban Tuhan kita - dilaksanakan sesuai
dengan rencana yang sudah ditentukan dan pengetahuan lebih dulu dari
Allah (Kis 2:23). Demikian juga dengan kejatuhan (Adam).] - ‘Collected
Writings of John Murray’, vol II, hal 72-73.

=====================================================
Gresham Machen:

Gresham Machen: “How much is embraced in that eternal counsel of


God? The true answer to that question is very simple. The true answer is
‘Everything’. Everything that happens is embraced in the eternal purpose
of God; nothing at all happens outside of His eternal plan. It is obvious
that nothing is too great for God. ... He made all and He rules all, and all is
embraced in His eternal purpose. It is equally clear that nothing is too
small for God. ... No, nothing is too trivial to form a part of God’s eternal
plan. That plan embraces the small as well as the great.” [= Berapa
banyak yang dicakup dalam rencana kekal Allah itu? Jawaban yang
benar terhadap pertanyaan itu sangat sederhana. Jawaban yang benar
adalah ‘Segala sesuatu’. Segala sesuatu yang terjadi tercakup dalam
rencana kekal Allah; sama sekali tidak ada yang terjadi di luar rencana
kekalNya. Adalah jelas bahwa tak ada apapun yang terlalu besar bagi
Allah. ... Ia membuat / mencipta semua dan Ia memerintah semua, dan
semua tercakup dalam rencana kekalNya. Adalah sama jelasnya bahwa
tak ada apapun yang terlalu kecil bagi Allah. ... Tidak, tak ada apapun
yang terlalu remeh untuk membentuk sebagian dari rencana kekal
Allah. Rencana itu mencakup yang kecil maupun yang besar.] - ‘The
Christian View of Man’, hal 35.

Gresham Machen: “If wicked actions of wicked men have a place in


God’s plan, if they are foreordained of God, then is man responsible for
them, and is not God the author of sin? ... Yes, man is responsible for his
wicked actions; and No, God is not the author of sin.” [= Jika tindakan-
tindakan jahat dari orang-orang jahat mempunyai suatu tempat dalam
rencana Allah, jika mereka ditentukan lebih dulu oleh Allah, maka
apakah manusia bertanggung-jawab untuk mereka, dan bukankah Allah
adalah Pencipta dosa? ... Ya, manusia bertanggung-jawab untuk
tindakan-tindakan jahatnya; dan Tidak, Allah bukan Pencipta dosa.] -
‘The Christian View of Man’, hal 43.

=====================================================

Arthur Pink:

Arthur Pink: “To declare that the Creator’s original plan has been
frustrated by sin, is to dethrone God. To suggest that God was taken by
surprise in Eden and that He is now attempting to remedy an unforeseen
calamity, is to degrade the Most High to the level of a finite, erring
mortal.” [= Menyatakan bahwa rencana orisinil dari sang Pencipta telah
digagalkan oleh dosa, sama dengan menurunkan Allah dari tahta.
Mengusulkan bahwa Allah dikejutkan di Eden dan bahwa Ia sekarang
sedang mencoba mengobati bencana yang tadinya tidak terlihat, sama
dengan merendahkan Yang Maha Tinggi sampai pada tingkat manusia
yang terbatas dan bisa salah.] - ‘The Sovereignty of God’, hal 21-22.

Arthur Pink: “It was no accident that the Lord of Glory was crucified
between two thieves. There are no accidents in a world that is governed by
God. Much less could there have been any accident on that Day of all days,
or in connection with that Event of all events - a Day and an Event which
lie at the very centre of the world’s history. No; God was presiding over
that scene. From all eternity He had decreed when and where and how and
with whom His Son should die. Nothing was left to chance or the caprice of
man. All that God had decreed came to pass exactly as He had ordained,
and nothing happened save as He had eternally purposed. Whatsoever man
did was simply that which God’s hand and counsel ‘determined to be done’
(Acts 4:28). When Pilate gave orders that the Lord Jesus should be
crucified between the two malefactors, all unknown to himself, he was but
putting into execution the eternal decree of God and fulfilling His
prophetic word. Seven hundred years before this Roman officer gave
command, God had declared through Isaiah that His Son should be
‘numbered with the transgressors’ (Isa 53:12). ... Not a single word of God
can fall to the ground. ‘Forever, O Lord, Thy word is settled in heaven’
(Psa. 119:89). Just as God had ordained, and just as He had announced, so
it came to pass.” [= Bukanlah suatu kebetulan bahwa Tuhan Kemuliaan
disalibkan di antara 2 pencuri. Tidak ada kebetulan dalam suatu dunia
yang diperintah oleh Allah. Lebih-lebih lagi tidak ada kebetulan pada
Hari dari segala hari itu, atau berhubungan dengan Peristiwa dari
segala peristiwa itu - suatu Hari dan suatu Peristiwa yang terletak di
pusat sejarah dunia. Tidak; Allah mengontrol adegan / peristiwa itu.
Dari kekekalan Allah telah menentukan kapan dan dimana dan
bagaimana dan dengan siapa AnakNya harus mati. Tidak ada yang
terjadi karena kebetulan atau karena perubahan pikiran manusia.
Semua yang telah Allah tetapkan terjadi persis seperti yang telah Ia
tentukan, dan tidak ada apapun yang terjadi kecuali yang sudah Ia
rencanakan secara kekal. Apapun yang manusia lakukan hanyalah apa
yang kuasa / tangan dan rencana / kehendak Allah ‘tentukan untuk
terjadi / dilakukan’ (Kis 4:28). Ketika Pilatus memberikan perintah
supaya Tuhan Yesus disalibkan di antara 2 kriminil, tanpa ia sendiri
ketahui, ia sedang melaksanakan ketetapan kekal dari Allah dan
menggenapi firman nubuatanNya. Tujuh ratus tahun sebelum pejabat
Romawi ini memberikan perintah, Allah telah menyatakan melalui nabi
Yesaya bahwa AnakNya harus ‘diperhitungkan sebagai pemberontak /
pelanggar’ (Yes 53:12). ... Tidak satupun dari firman Allah bisa jatuh ke
tanah / gagal. ‘Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firmanMu
ditetapkan di surga’ (Maz 119:89 - diterjemahkan dari KJV). Persis
seperti yang Allah telah tentukan, dan persis seperti yang Ia beritakan /
umumkan, begitulah itu terjadi.] - ‘The Seven Sayings of the Saviour
on the Cross’, hal 24-25.

=====================================================

J. I. Packer:

J. I. Packer: “For it is not true that some Christians believe in divine


sovereignty while others hold an opposite view. What is true is that all
Christians believe in divine sovereignty, but some are not aware that they
do, and mistakenly imagine and insist that they reject it.” [= Karena tidak
benar bahwa sebagian orang kristen percaya pada kedaulatan ilahi
sedangkan yang lain memegang pandangan yang sebaliknya. Yang
benar adalah bahwa semua orang kristen percaya pada kedaulatan ilahi,
tetapi sebagian tidak menyadari hal itu, dan secara salah
membayangkan dan berkeras bahwa mereka menolaknya.] - hal 16.

J. I. Packer: “God’s sovereignty and man’s responsibility are taught us


side by side in the same Bible; sometimes, indeed, in the same text. Both
are thus guaranteed to us by the same divine authority; both, therefore, are
true. It follows that they must be held together, and not played off against
each other. Man is a responsible moral agent, though he is also divinely
controlled; man is divinely controlled, though he is also a responsible
moral agent.” [= Kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia
diajarkan bersama-sama dalam Alkitab yang sama; kadang-kadang
bahkan dalam text yang sama. Jadi keduanya dijamin bagi kita oleh
otoritas ilahi yang sama; karena itu keduanya adalah benar. Sebagai
akibatnya / karena itu mereka harus dipegang / dipercayai bersama-
sama, dan bukannya dipertentangkan satu sama lain. Manusia adalah
seorang agen moral yang bertanggung jawab, sekalipun ia juga
dikontrol oleh Allah; manusia dikontrol oleh Allah, sekalipun ia juga
adalah seorang agen moral yang bertanggung jawab.] - hal 22-23.

J. I. Packer: “In the Bible, divine sovereignty and human responsibility


are not enemies. They are not uneasy neighbours; they are not in an
endless state of cold war with each other. They are friends, and they work
together.” [= Dalam Alkitab, kedaulatan ilahi dan tanggung jawab
manusia bukanlah musuh-musuh. Mereka bukanlah tetangga yang tidak
cocok; mereka tidak ada dalam suatu keadaan perang dingin yang tidak
ada akhirnya satu dengan yang lain. Mereka adalah sahabat-sahabat,
dan mereka bekerja bersama-sama.] - hal 35-36.

=====================================================

Jerome Zanchius:

Jerome Zanchius: “We assert that God did from eternity decree to make
man in His own image, and also decreed to suffer him to fall from that
image in which he should be created, and thereby to forfeit the happiness
with which he was invested, which decree and consequences of it were not
limited to Adam only, but included and extended to all his natural
posterity.” [= Kami menegaskan bahwa Allah dari kekekalan
menetapkan untuk membuat manusia menurut gambarNya, dan juga
menetapkan untuk membiarkannya jatuh dari gambar itu di dalam
mana ia diciptakan, dan dengan demikian kehilangan kebahagiaan
dengan mana ia dilingkupi / diperlengkapi, dan ketetapan dan
konsekwensi tentang hal itu tidak dibatasi pada Adam saja, tetapi
mencakup dan mencapai semua keturunan alamiah / jasmaninya.] - ‘The
Doctrine of Absolute Predestination’, hal 87-88.

Jerome Zanchius: “That he fell in consequence of the Divine decree we


prove thus: God was either willing that Adam should fall, or unwilling, or
indifferent about it. If God was unwilling that Adam should transgress,
how came it to pass that he did? ... Surely, If God had not willed the fall,
He could, and no doubt would, have prevented it; but He did not prevent it:
ergo, He willed it. And if he willed it, He certainly decreed it, for the decree
of God is nothing else but the seal and ratification of His will. He does
nothing but what He decreed, and He decreed nothing which He did not
will, and both will and decree are absolutely eternal, though the execution
of both be in time. The only way to evade the force of this reasoning is to
say that ‘God was indifferent and unconcerned whether man stood or fell’.
But in what a shameful, unworthy light does this represent the Deity! Is it
possible for us to imagine that God could be an idle, careless spectator of
one of the most important events that ever came to pass? Are not ‘the very
hairs of our head are numbered’? Or does ‘a sparrow fall to the ground
without our heavenly Father’? If, then, things the most trivial and
worthless are subject to the appointment of His decree and the control of
His providence, how much more is man, the masterpiece of this lower
creation?” [= Bahwa ia jatuh sebagai akibat dari ketetapan ilahi kami
buktikan demikian: Allah itu atau menghendaki Adam jatuh, atau tidak
menghendaki, atau acuh tak acuh / tak peduli tentang hal itu. Jika Allah
tidak menghendaki Adam melanggar, bagaimana mungkin ia
melanggar? ... Tentu saja, jika Allah tidak menghendaki kejatuhan itu,
Ia bisa, dan tidak diragukan Ia akan, telah mencegahnya; tetapi Ia tidak
mencegahnya: jadi, Ia menghendakinya. Dan jika Ia menghendakinya,
Ia pasti menetapkannya, karena ketetapan Allah tidak lain adalah
meterai dan pengesahan dari kehendakNya. Ia tidak melakukan apapun
kecuali apa yang telah Ia tetapkan, dan Ia tidak menetapkan apapun
yang tidak Ia kehendaki, dan baik kehendak maupun ketetapan adalah
kekal secara mutlak, sekalipun pelaksanaan keduanya ada dalam waktu.
Satu-satunya cara untuk menghindarkan kekuatan dari pemikiran ini
adalah dengan mengatakan bahwa ‘Allah bersikap acuh tak acuh dan
tidak peduli apakah manusia itu jatuh atau tetap berdiri’. Tetapi
alangkah memalukan dan tak berharganya terang seperti ini dalam
menggambarkan Allah! Mungkinkah bagi kita untuk membayangkan
bahwa Allah bisa menjadi penonton yang malas dan tak peduli terhadap
salah satu peristiwa yang terpenting yang akan terjadi? Bukankah
‘rambut kepala kita dihitung’? Atau apakah ‘seekor burung pipit jatuh
ke tanah tanpa Bapa surgawi kita’? Jika hal-hal yang paling remeh dan
tak berharga tunduk pada penentuan ketetapanNya dan pada kontrol
dari providensiaNya, betapa lebih lagi manusia, karya terbesar dari
ciptaan yang lebih rendah ini?] - ‘The Doctrine of Absolute
Predestination’, hal 88-89.

Catatan: Jerome Zanchius sebetulnya tidak bisa disebut sebagai


seorang Calvinist / Reformed, karena ia hidup sejaman dengan Calvin,
yaitu tahun 1516-1590, tetapi dalam persoalan ini jelas bahwa
pandangannya adalah pandangan Calvinisme.

=====================================================

William Hendriksen:

William Hendriksen (tentang Yoh 13:19): “He knows that the treachery
of Judas will have a tendency to upset the disciples and to undermine their
faith. They might even begin to think of their Master as having become the
victim of the plotting of that very shrewd fellow, Judas. This will happen
unless the Lord is able to convince them that whatever befalls him, far
from taking him by surprise, was included in God’s eternal and all-
comprehensive plan.” [= Ia tahu bahwa pengkhianatan Yudas akan
mempunyai kecenderungan untuk menyedihkan / membingungkan
murid-murid dan meruntuhkan iman mereka. Bahkan mereka mungkin
mulai berpikir bahwa Guru mereka telah menjadi korban dari
persekongkolan dari orang yang sangat licik itu, yaitu Yudas. Hal ini
akan terjadi kecuali Tuhan bisa meyakinkan mereka bahwa apapun
yang menimpaNya, sama sekali tidak mengejutkanNya, tetapi sudah
termasuk dalam rencana yang kekal dan mencakup segala sesuatu dari
Allah.] - hal 239.

William Hendriksen (tentang Yoh 13:27): “Thus tersely Jesus dismissed


Judas, and at the same time revealed that he, as the Lord of all, was
complete Master of the situation. All the details of his passion, including
the time-schedule, were in his own hands, not in the hands of the traitor. In
the plan of God it had been decided that the Son of God would make
himself an offering for sin by his death on the cross, and that this would
happen on Friday, the fifteenth of Nisan. That was not the moment which
had been selected by the Sanhedrin or by Judas. Hence, Judas must work
faster. And Judas does work faster, probably because he now knew (Matt.
26:25) that he had been ‘discovered.’ He was probably afraid lest the whole
plot fail if he did not act quickly.” [= Demikianlah dengan pendek dan
cepat Yesus membubarkan / menghilangkan Yudas, dan pada saat yang
sama menyatakan bahwa Ia, sebagai Tuhan dari semua, berkuasa
sepenuhnya atas situasi saat itu. Semua hal-hal terperinci dari
penderitaanNya, termasuk jadwal waktunya, ada dalam tanganNya,
bukan dalam tangan si pengkhianat. Dalam rencana Allah telah
diputuskan bahwa Anak Allah akan menjadikan diriNya sendiri korban
untuk dosa melalui kematianNya pada kayu salib, dan bahwa hal ini
akan terjadi pada Jum’at, tanggal ke 15 dari bulan Nisan. Itu bukanlah
waktu yang telah dipilih oleh Sanhedrin atau oleh Yudas. Jadi, Yudas
harus bekerja lebih cepat. Dan Yudas memang bekerja lebih cepat,
mungkin karena sekarang ia tahu (Mat 26:25) bahwa ia telah
‘ditemukan / diketahui’. Mungkin ia takut kalau-kalau seluruh
rencananya gagal jika ia tidak bertindak dengan cepat.] - hal 247-248.

William Hendriksen (tentang Yoh 13:31): “God’s eternal decree is


absolutely unchangeable and is sure to be realized.” [= Ketetapan kekal
Allah secara mutlak tidak bisa berubah dan pasti akan terwujud.] - ‘The
Gospel of John’, hal 250.

William Hendriksen (tentang Yoh 21:18-19): “whatever happens in our


lives has been wisely ordained by the Lord, just as the very manner of
Peter’s glorious death had been foreseen and predicted.” [= apapun yang
terjadi dalam kehidupan kita telah ditentukan secara bijaksana oleh
Tuhan, sama seperti cara kematian Petrus yang mulia telah dilihat lebih
dulu dan diramalkan.] - ‘The Gospel of John’, hal 475.

William Hendriksen (tentang Yoh 21:22): “Peter must not be so deeply


interested in God’s secret counsel (regarding John) that he fails to pay
attention to God’s revealed will! It is a lesson which every believer in every
age should take to heart.” [= Petrus tidak boleh begitu dalam berminat
dalam rencana rahasia Allah (berkenaan dengan Yohanes) sehingga ia
gagal untuk memperhatikan kehendak Allah yang dinyatakan! Ini
merupakan suatu pelajaran yang harus diperhatikan oleh setiap orang
percaya dalam setiap jaman.] - ‘The Gospel of John’, hal 491.

=====================================================

R. C. Sproul:

R. C. Sproul: “I began the class by reading the opening lines from


Chapter III of the Westminster Confession: ‘God, from all eternity, did, by
the most wise and holy counsel of His own will, freely, and unchangeably
ordain whatsoever comes to pass.’ I stopped reading at that point. I asked,
‘Is there anyone in this room who does not believe the words that I just
read?’ A multitude of hands went up. I then asked, ‘Are there any
convinced atheists in the room?’ No hands were raised. I then said
something outrageous: ‘Everyone who raised his hand to the first question
should also have raised his hand to the second question.’ A chorus of
groans and protests met my statement. How could I accuse someone of
atheism for not believing that God foreordains whatever comes to pass?
Those who protested these words were not denying the existence of God.
They were not protesting against Christianity. They were protesting against
Calvinism. I tried to explain to the class that the idea that God foreordains
whatever comes to pass is not an idea unique to Calvinism. It isn’t even
unique to Christianity. It is simply a tenet of theism - a necessary tenet of
theism.” [= Saya memulai kelas dengan membaca baris-baris
pembukaan dari Pasal III dari Westminster Confession of Faith /
Pengakuan Iman Westminster: ‘Allah, dari kekekalan, memang, oleh
rencana yang paling bijaksana dan kudus dari kehendakNya sendiri,
secara bebas, dan secara tak bisa berubah, menentukan apapun yang
akan terjadi’. Saya berhenti membaca pada titik itu. Saya bertanya,
‘Adakah siapapun dalam ruangan ini yang tidak percaya kata-kata yang
baru saya baca?’ Banyak tangan diangkat. Lalu saya bertanya, ‘Adakah
atheis yang sepenuhnya yakin dalam ruangan ini?’ Tak ada tangan yang
diangkat. Lalu saya mengatakan sesuatu yang sangat menggemparkan /
kasar: ‘Setiap orang yang mengangkat tangannya pada pertanyaan
pertama harus juga mengangkat tangannya pada pertanyaan kedua’.
Suatu koor suara yang tak setuju dan protes menentang pernyataan
saya. Bagaimana saya bisa menuduh seseorang tentang atheisme karena
tidak percaya bahwa Allah menentukan apapun yang terjadi? Mereka
yang memprotes kata-kata ini bukan sedang menyangkal keberadaan
Allah. Mereka bukan sedang memprotes terhadap kekristenan. Mereka
sedang memprotes terhadap Calvinisme. Saya mencoba untuk
menjelaskan terhadap kelas itu bahwa gagasan bahwa Allah
menentukan lebih dulu apapun yang terjadi, bukanlah suatu gagasan
yang unik bagi Calvinisme. Itu bahkan tidak / bukan unik bagi
kekristenan. Itu merupakan suatu doktrin dari theisme / kepercayaan
terhadap Allah - suatu doktrin yang perlu dari theisme.] - ‘Chosen By
God’, hal 25-26.

R. C. Sproul: “That God in some sense foreordains whatever comes to


pass is a necessary result of his sovereignty. In itself it does not plead for
Calvinism. It only declares that God is absolutely sovereign over his
creation. God can foreordain things in different ways. But everything that
happens must at least happen by his permission. If he permits something,
then he must decide to allow it. If He decides to allow something, then is a
sense he is foreordaining it. Who, among Christians, would argue that God
could not stop something in this world from happening? If God so desires,
he has the power to stop the whole world. To say that God foreordains all
that comes to pass is simply to say that God is sovereign over his entire
creation. If something could come to pass apart from his sovereign
permission, then that which came to pass would frustrate his sovereignty. If
God refused to permit something to happen and it happened anyway, then
whatever caused it to happen would have more authority and power than
God himself. If there is any part of creation outside of God’s sovereignty,
then God is simply not sovereign. If God is not sovereign, then God is not
God. ... Without sovereignty God cannot be God. If we reject divine
sovereignty then we must embrace atheism. ... We must hold tightly to
God’s sovereignty. Yet we must do it in such a way so as not to violate
human freedom.” [= Bahwa Allah dalam arti tertentu menentukan
apapun yang akan terjadi merupakan akibat yang harus ada dari
kedaulatanNya. Dalam dirinya sendiri itu tidak berargumentasi untuk
Calvinisme. Itu hanya menyatakan bahwa Allah itu berdaulat secara
mutlak atas ciptaanNya. Allah bisa menentukan lebih dulu hal-hal
dengan cara-cara yang berbeda. Tetapi segala sesuatu yang terjadi
setidaknya harus terjadi karena ijinNya. Jika Ia mengijinkan sesuatu,
maka Ia pasti memutuskan untuk mengijinkannya. Jika Ia memutuskan
untuk mengijinkan sesuatu, maka dalam arti tertentu Ia
menentukannya. Siapa, di antara orang-orang Kristen, mau membantah
bahwa Allah tidak bisa menghentikan sesuatu dalam dunia ini untuk
terjadi? Jika Allah menghendaki demikian, Ia mempunyai kuasa untuk
menghentikan seluruh dunia. Mengatakan bahwa Allah menentukan
segala sesuatu yang akan terjadi adalah sama dengan mengatakan
bahwa Allah itu berdaulat atas segala ciptaanNya. Jika ada sesuatu yang
bisa terjadi di luar ijinNya yang berdaulat, maka apa yang terjadi itu
menghalangi kedaulatanNya. Jika Allah menolak untuk mengijinkan
sesuatu dan hal itu tetap terjadi, maka apapun yang menyebabkan hal
itu terjadi mempunyai otoritas dan kuasa yang lebih besar dari Allah
sendiri. Jika ada bagian dari ciptaan berada di luar kedaulatan Allah,
maka Allah itu tidak berdaulat. Jika Allah tidak berdaulat, maka Allah
itu bukanlah Allah. ... Tanpa kedaulatan Allah tidak bisa menjadi /
adalah Allah. Jika kita menolak kedaulatan ilahi, maka kita harus
mempercayai atheisme. ... Kita harus berpegang / percaya dengan teguh
pada kedaulatan Allah. Tetapi kita harus melakukannya dengan suatu
cara sedemikian rupa sehingga tidak melanggar kebebasan manusia.] -
‘Chosen By God’, hal 26-27.

R. C. Sproul: “Then, as now, I realized that evil was a problem for the
sovereignty of God. Did evil come into the world against God’s sovereign
will? If so, then he is not absolutely sovereign. If not, then we must
conclude that in some sense even evil is foreordained by God.” [= Pada
saat itu, seperti sekarang, saya menyadari bahwa kejahatan adalah
suatu problem untuk kedaulatan Allah. Apakah kejahatan masuk ke
dalam dunia menentang kehendak yang berdaulat dari Allah? Jika
demikian, maka Ia tidak berdaulat secara mutlak. Jika tidak, maka kita
harus menyimpulkan bahwa dalam arti tertentu bahkan kejahatan
ditentukan lebih dulu oleh Allah.] - ‘Chosen By God’, hal 29.

R. C. Sproul: “In spite of this excruciating problem we still must affirm


that God is not the author of sin. The Bible does not reveal the answers to
all our questions. It does reveal the nature and character of God. One thing
is absolutely unthinkable, that God could be the author or doer of sin. But
this chapter is about God’s sovereignty. We are still left with the question
that, given the fact of human sin, how does it relate to God’s sovereignty?
If it is true that in some sense God foreordains everything that comes to
pass, then it follows with no doubt that God must have foreordained the
entrance of sin into the world. That is not to say that God forced it to
happen or that he imposed evil upon his creation. All that means is that
God must have decided to allow it to happen. If he did not allow it to
happen, then it could not have happened, or else he is not sovereign. We
know that God is sovereign because we know that God is God. Therefore
we must conclude that God foreordained sin.” [= Sekalipun ada problem
yang sangat hebat ini kita tetap harus menegaskan bahwa Allah bukan
Pencipta dosa. Alkitab tidak menyatakan jawaban-jawaban terhadap
semua pertanyaan-pertanyaan kita. Tetapi Alkitab memang menyatakan
sifat dasar dan karakter dari Allah. Satu hal yang secara mutlak tak
bisa dipikirkan, bahwa Allah bisa adalah Pencipta atau Pelaku dari
dosa. Tetapi pasal ini adalah tentang kedaulatan Allah. Kita tetap
ditinggalkan dengan pertanyaan bahwa, dengan adanya fakta tentang
dosa manusia, bagaimana hubungan hal itu dengan kedaulatan Allah?
Jika adalah benar bahwa dalam arti tertentu Allah menentukan lebih
dulu segala sesuatu yang akan terjadi, maka akibatnya tak ada
keraguan bahwa Allah harus telah menentukan lebih dulu masuknya
dosa ke dalam dunia. Itu tidak berarti bahwa Allah memaksakannya
untuk terjadi atau bahwa Ia memaksakan kejahatan kepada ciptaanNya.
Semua itu berarti bahwa Allah pasti / harus telah memutuskan untuk
mengijinkannya untuk terjadi. Jika Ia tidak mengijinkan itu untuk
terjadi, maka itu tidak bisa telah terjadi, atau Ia tidak berdaulat. Kita
tahu bahwa Allah itu berdaulat karena kita tahu bahwa Allah adalah
Allah. Karena itu kita harus menyimpulkan bahwa Allah menentukan
lebih dulu dosa.] - ‘Chosen By God’, hal 31.

R. C. Sproul: “The fact that God decided to allow us to sin does not
absolve us from our responsibility for sin.” [= Fakta bahwa Allah
memutuskan untuk mengijinkan kita untuk berbuat dosa tidak
membebaskan kita dari tanggung jawab kita untuk dosa.] - ‘Chosen By
God’, hal 32.

=====================================================

C. H. Spurgeon:

C. H. Spurgeon: “We are Calvinistic Baptists,” [= Kami adalah orang-


orang Baptis yang Calvinistik,] - ‘The Metropolitan Tabernacle’, hal 4
(AGES).

C. H. Spurgeon: “All events are under the control of Providence;


consequently all the trials of our outward life are traceable at once to the
great First Cause.” [= Semua peristiwa ada di bawah kontrol dari
Providensia; dan karenanya semua pencobaan dari kehidupan luar /
lahiriah kita bisa langsung diikuti jejaknya sampai kepada sang
Penyebab Pertama yang agung.] - ‘Morning and Evening’, September 3,
evening.

C. H. Spurgeon: “Let the providence of God do what it may, your business


is to do what you can.” [= Biarlah providensia Allah melakukan apapun,
urusanmu adalah melakukan apa yang kamu bisa.] - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 43.
C. H. Spurgeon (tentang Luk 22:60-61): “God has all things in his
hands, he has servants everywhere, and the cock shall crow, by the secret
movement of his providence, just when God wills; and there is, perhaps, as
much of divine ordination about the crowing of a cock as about the
ascending of an emperor to his throne. Things are only little and great
according to their bearings; and God reckoned not the crowing bird to be a
small thing, since it was to bring a wanderer back to his Saviour, for, just
as the cock crew, ‘The Lord turned, and looked upon Peter.’ That was a
different look from the one which the girl had given him, but that look
broke his heart.” [= Allah mempunyai / memegang segala sesuatu di
tanganNya, Ia mempunyai pelayan di mana-mana, dan ayam akan
berkokok, oleh gerakan / dorongan rahasia dari providensiaNya, persis
pada saat Allah menghendakinya; dan di sana mungkin ada
pengaturan / penentuan ilahi yang sama banyaknya tentang
berkokoknya seekor ayam seperti tentang naiknya seorang kaisar ke
tahtanya. Hal-hal hanya kecil dan besar menurut hubungannya /
sangkut pautnya / apa yang diakibatkannya; dan Allah tidak
menganggap berkokoknya burung / ayam sebagai hal yang kecil, karena
itu akan membawa orang yang menyimpang kembali kepada
Juruselamatnya, karena, persis pada saat ayam itu berkokok,
‘berpalinglah Tuhan memandang Petrus’. Ini adalah pandangan yang
berbeda dengan pandangan yang tadi telah diberikan seorang
perempuan kepadanya (Luk 22:56), tetapi pandangan itu
menghancurkan hatinya.] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol
12, hal 20.

C. H. Spurgeon (tentang Rut 2:3): “Her hap was. Yes, it seemed nothing
but an accidental happenstance, but how divinely was it planned! Ruth had
gone forth with her mother’s blessing under the care of her mother’s God
to humble but honorable toil, and the providence of God was guiding her
every step. Little did she know that amid the sheaves she would find a
husband, that he would make her the joint owner of all those broad acres,
and that she, a poor foreigner, would become one of the progenitors of the
great Messiah. ... Chance is banished from the faith of Christians, for they
see the hand of God in everything. The trivial events of today or tomorrow
may involve consequences of the highest importance.” [= ‘Kebetulan ia
berada’. Ya, itu kelihatannya bukan lain dari pada suatu kejadian yang
bersifat kebetulan, tetapi hal itu direncanakan secara ilahi! Rut telah
pergi dengan berkat dari ibunya di bawah perhatian dari Allah ibunya
kepada pekerjaan yang rendah tetapi terhormat, dan providensia Allah
membimbing setiap langkahnya. Sedikitpun ia tidak menyangka bahwa
di antara berkas-berkas jelai itu ia akan menemukan seorang suami,
bahwa ia akan membuatnya menjadi pemilik dari seluruh tanah yang
luas itu, dan bahwa ia, seorang asing yang miskin, akan menjadi salah
seorang nenek moyang dari Mesias yang agung. ... Kebetulan dibuang
dari iman orang-orang Kristen, karena mereka melihat bahwa tangan
Allah ada dalam segala sesuatu. Peristiwa-peristiwa remeh dari hari ini
atau besok bisa melibatkan konsekwensi-konsekwensi yang paling
penting.] - ‘Morning and Evening’, October 25, evening.

C. H. Spurgeon: “man, acting according to the device of his own heart, is


nevertheless overruled by that sovereign and wise legislation ... How these
two things are true I cannot tell. ... I am not sure that in heaven we shall be
able to know where the free agency of man and the sovereignty of God
meet, but both are great truths. God has predestinated everything yet man
is responsible, for he acts freely, and no constraint is put upon him even
when he sinneth and disobeyeth wantonly and wickedly the will of God.” [=
manusia, bertindak sesuka hatinya, bagaimanapun dikalahkan /
dikuasai oleh pemerintahan yang berdaulat dan bijaksana ... Bagaimana
dua hal ini bisa benar saya tidak bisa mengatakan. ... Saya tidak yakin
bahwa di surga kita akan bisa mengetahui dimana tindakan bebas
manusia dan kedaulatan Allah bertemu, tetapi keduanya adalah
kebenaran yang besar. Allah telah mempredestinasikan segala sesuatu
tetapi manusia bertanggung jawab, karena ia bertindak secara bebas,
dan tak ada paksaan diberikan kepadanya bahkan pada waktu ia
berbuat dosa dan tidak mentaati kehendak Allah secara memberontak
dan secara jahat.] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal
10.

C. H. Spurgeon (tentang tentara yang tidak mematahkan kaki Kristus


tetapi menusukNya dengan tombak - Yoh 19:33-34):
“They acted of their own free will, and yet at the same time they fulfilled
the eternal counsel of God. Shall we never be able to drive into men’s mind
the truth that predestination and free agency are both facts? Men sin as
freely as birds fly in the air, and they are altogether responsible for their
sin; and yet everything is ordained and foreseen of God. The
foreordination of God in no degree interferes with the responsibility of
man. I have often been asked by persons to reconcile the two truths. My
only reply is - They need no reconciliation, for they never fell out. Why
should I try to reconcile two friends? Prove to me that the two truths do not
agree. In that request I have set you a task as difficult as that which you
propose to me. These two facts are parallel lines; I cannot make them
unite, but you cannot make them cross each other.” [= Mereka bertindak
dengan kehendak bebas mereka, tetapi pada saat yang sama mereka
menggenapi rencana yang kekal dari Allah. Apakah kita tidak akan
pernah bisa menancapkan ke dalam pikiran manusia kebenaran bahwa
predestinasi dan kebebasan agen / manusia dua-duanya merupakan
fakta? Manusia berbuat dosa sebebas burung-burung yang terbang di
udara, dan mereka semuanya bertanggung jawab untuk dosa mereka;
tetapi segala sesuatu ditetapkan dan dilihat lebih dulu oleh Allah.
Penetapan lebih dulu dari Allah sama sekali tidak mengganggu
tanggung jawab manusia. Saya sering ditanya oleh orang-orang untuk
mendamaikan dua kebenaran ini. Jawaban saya hanyalah - Mereka
tidak membutuhkan pendamaian, karena mereka tidak pernah
bertengkar. Mengapa saya harus mendamaikan 2 orang sahabat?
Buktikan kepada saya bahwa dua kebenaran itu tidak setuju / cocok.
Dalam permintaan itu saya telah memberimu suatu tugas yang sama
sukarnya seperti yang kaukemukakan kepada saya. Kedua fakta ini
adalah garis-garis yang paralel; saya tidak bisa membuat mereka
bersatu, tetapi engkau tidak bisa membuat mereka bersilangan.] - ‘A
Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The
Passion and Death of Our Lord’, hal 670-671.

C. H. Spurgeon (tentang Luk 22:22): “The decree of God does not lessen
the responsibility of man for his action. Even though it is predetermined of
God, the man does it of his own free will, and on him falls the full guilt of
it.” [= Ketetapan Allah tidak mengurangi tanggung jawab manusia
untuk tindakannya. Sekalipun hal itu sudah ditentukan lebih dulu oleh
Allah, manusia melakukannya dengan kehendak bebasnya sendiri, dan
pada dialah jatuh kesalahan sepenuhnya.] - ‘Spurgeon’s Expository
Encyclopedia’, vol 12, hal 18.

=====================================================

G. C. Berkouwer:

G. C. Berkouwer: “the traditional confession of the Church, the


confession of God’s Providence over all things. This total and universal
aspect of the Church’s confession renders it unacceptable to many as too
simple an answer to the urgency of our times. Can all this, all this that fills
men’s hearts, fall within the circle of a Divine Providence? Can man with
honesty and clear conscience still believe it? It seems as though this
confession - God’s rule over all things, more than other confessions - were
thrown into the crucible of the times. This does not mean that in fairer days
the Providence of God was never doubted or denied. Even in eras of peace
and quiet, when man still had confidence in the inevitable gradual
improvement of life, there were burning questions to disturb the honest
mind. The lot of man in sickness, suffering, and death has always raised
questions about God’s Providence. But the question forces itself far more
directly and disturbingly upon us in times of all-embracing crisis, in times
when nihilism has become a fad.” [= pengakuan tradisionil dari Gereja,
pengakuan tentang Providensia Allah atas segala sesuatu. Aspek total
dan universal dari pengakuan Gereja menyebabkannya menjadi tidak
bisa diterima bagi banyak orang sebagai suatu jawaban yang terlalu
sederhana terhadap keadaan mendesak dari jaman kita. Bisakah semua
ini, semua ini yang memenuhi hati manusia, jatuh di dalam lingkaran
dari suatu Providensia Ilahi? Bisakah manusia dengan kejujuran dan
hati nurani yang bersih tetap mempercayainya? Kelihatannya seakan-
akan pengakuan ini - pemerintahan Allah atas segala sesuatu, lebih dari
pengakuan-pengakuan yang lain - dilemparkan ke dalam suatu jaman /
masa yang sukar. Ini tidak berarti bahwa dalam hari-hari yang lebih
baik / menyenangkan Providensia Allah tidak pernah diragukan atau
disangkal. Bahkan pada masa damai dan tenang, pada waktu manusia
tetap mempunyai keyakinan pada kemajuan bertahap yang tak
terhindarkan dari kehidupan, di sana ada pertanyaan-pertanyaan yang
mendesak untuk mengganggu pikiran yang jujur. Nasib manusia dalam
penyakit, penderitaan, dan kematian telah selalu menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan tentang Providensia Allah. Tetapi pertanyaan
itu menekankan / mendesakkan dirinya sendiri dengan jauh lebih
langsung dan mengganggu kepada kita pada masa dari krisis yang
mencakup segala sesuatu, pada masa pada waktu nihilisme telah
menjadi suatu mode yang banyak diterima.] - ‘Studies In Dogmatics:
The Providence of God’, hal 9-10.
Catatan: ‘nihilism’ = “The doctrine that nothing actually exists or that
existence or values are meaningless.” [= Ajaran bahwa tak ada apapun
yang sungguh-sungguh ada / mempunyai keberadaan atau bahwa
keberadaan atau nilai tidak mempunyai arti.] - ‘The Free Dictionary’.

G. C. Berkouwer: “When the person and work of Christ was in the center
of dispute, the Providence doctrine had not yet became a serious stumbling
block. Providence seemed to be a ‘truth’ which could rely upon universal
assent - in distinction from other truths like the virgin birth, the
resurrection, and the ascension, which were the SCANDALON of the
nineteenth century. Anyone who accepted the existence of God usually
believed as well that He sustained and ruled the world. ... All this in our
century is radically altered. The friendliness of God, which man thought he
saw reflected in the stream of history, has become increasingly
disputable. ... The facts of experience which used to be the most striking
illustrations of God’s Providence have become an even more convincing
counter-argument. Everywhere profound doubts have risen as to the reality
of God; men not only deny Providence over all things, but ridicule the idea
by pointing to the reality around us. True, the confessions of the Church
also speak of human suffering and grievous distress. They avoid adversity
no more than prosperity, and embrace barren with fruitful years, sickness
with health, and ‘all that can yet come over us.’ They even include the evil
that God in His ‘pity’ sends. But the proportion of this evil has become so
great and frightful that the word ‘pity’ must, it seems, be forced to take on
a new meaning.” [= Pada waktu Pribadi dan pekerjaan Kristus ada di
pusat dari perdebatan, doktrin Providensia belum / tidak menjadi suatu
batu sandungan yang serius. Providensia kelihatan sebagai suatu
‘kebenaran’ yang bisa bersandar pada persetujuan universal - dalam
perbedaan dari kebenaran-kebenaran yang lain seperti kelahiran
(Yesus) dari perawan, kebangkitan, dan kenaikan ke surga, yang
merupakan batu sandungan dari abad 19. Siapapun yang menerima
keberadaan Allah biasanya juga percaya bahwa Ia menopang dan
memerintah dunia / alam semesta. ... Semua ini dalam abad kita
berubah secara radikal. Sikap bersahabat dari Allah, yang manusia
pikir / kira ia lihat ditunjukkan dalam aliran sejarah, telah menjadi
makin diperdebatkan. ... Fakta-fakta dari pengalaman yang dulunya
merupakan ilustrasi / penjelasan tentang Providensia Allah telah
menjadi suatu argumentasi kontra / balasan yang bahkan lebih
meyakinkan. Dimana-mana keraguan yang mendalam telah muncul
berkenaan dengan realita dari Allah; manusia bukan hanya menyangkal
Providensia atas segala sesuatu, tetapi membuat gagasan itu sebagai
lelucon dengan menunjuk pada realita di sekitar kita. Benar,
pengakuan-pengakuan dari Gereja juga berbicara tentang penderitaan
manusia dan kesukaran yang menyedihkan. Mereka menghindari
kesukaran / penderitaan maupun kemakmuran, dan memeluk /
mempercayai tahun-tahun yang tandus dan berbuah, penyakit dan
kesehatan, dan ‘semua yang bisa datang ke atas kita’. Mereka bahkan
mencakup bencana yang Allah kirimkan dalam ‘belas kasihan’Nya.
Tetapi proporsi dari bencana ini telah menjadi begitu besar dan
menakutkan sehingga kata ‘belas kasihan’ kelihatannya harus dipaksa
untuk mengambil suatu arti yang baru.] - ‘Studies In Dogmatics: The
Providence of God’, hal 11-12.

G. C. Berkouwer: “WE HAVE remarked that sustenance and government


should not be isolated from each other, but must be seen as two aspects of
the one almighty and omnipresent act of God. In thinking of Providence as
government, we accent the purpose that God proposes and achieves in His
holy activity. The sustaining of the world, as we have noted, is also related
to His purpose for the future. The only difference is that in the government
of God we deal with the purposefulness more explicitly. This rule has
neither spatial nor temporal boundaries. ... As God’s rule is
incomprehensible, so is it invincible. ... The invincibility of God’s
purposeful ruling cannot be measured with human standards, nor
exhausted by analogies of human might and power. But that the rule of
God is invincible is certain. He is invincible in a Divine way; his method is
strange to human techniques.” [= Kami telah menyatakan bahwa
penyokongan / penopangan dan pemerintahan tidak boleh dipisahkan
satu dengan yang lain, tetapi harus dilihat sebagai dua aspek dari satu
tindakan yang maha kuasa dan maha hadir dari Allah. Dalam berpikir
tentang Providensia sebagai pemerintahan, kami menekankan rencana
yang Allah rencanakan dan capai dalam aktivitas kudusNya.
Penyokongan / penopangan dunia, seperti telah kami tunjukkan, juga
berhubungan dengan rencanaNya untuk masa yang akan datang. Satu-
satunya perbedaan adalah bahwa dalam pemerintahan Allah kami
menangani adanya rencana / tujuan secara lebih explicit. Pemerintahan
ini tidak mempunyai baik batasan ruang maupun waktu. ...
Sebagaimana pemerintahan Allah itu tidak bisa dipahami, demikian
juga itu tidak bisa dikalahkan. ... Tidak bisa dikalahkannya
pemerintahan Allah yang mempunyai tujuan tidak bisa diukur dengan
standard manusia, ataupun didiskusikan dengan analogi-analogi dari
kekuatan dan kuasa manusia. Tetapi bahwa pemerintahan Allah itu tak
bisa dikalahkan adalah jelas. Ia tak bisa dikalahkan dalam suatu cara
Ilahi; metodeNya adalah aneh bagi tehnik-tehnik manusia.] - ‘Studies In
Dogmatics: The Providence of God’, hal 83,84.

G. C. Berkouwer: “The believer is never the victim of the powers of nature


or fate. Chance is eliminated.” [= Orang percaya tidak pernah
merupakan korban dari kuasa-kuasa dari alam atau nasib. Kebetulan
dibuang / disingkirkan.] - ‘Studies In Dogmatics: The Providence of
God’, hal 85.

G. C. Berkouwer: “God’s purposes are in all His activity. When He seems


most distant, even concealed, He is often near in judgment. But in the
judgment He never loses sight of His purpose.” [= Rencana-rencana Allah
ada dalam semua aktivitasNya. Pada waktu Ia kelihatannya paling jauh,
bahkan tersembunyi, Ia sering dekat dalam penghakiman. Tetapi dalam
penghakiman Ia tidak pernah mengabaikan rencanaNya.] - ‘Studies In
Dogmatics: The Providence of God’, hal 86.

G. C. Berkouwer: “Scripture stands, thus, in polar opposition to every


form of deism which isolates God from the affairs of the world. His
immanent leading spans all the ways of man and reaches into the intents of
the heart:” [= Jadi, Kitab Suci berdiri dalam pertentangan yang extrim
terhadap setiap bentuk dari Deisme, yang mengisolasi Allah dari
urusan-urusan dunia. PimpinanNya yang dekat mencakup semua jalan-
jalan dari manusia dan menjangkau ke dalam maksud-maksud dari
hati:] - ‘Studies In Dogmatics: The Providence of God’, hal 87-88.
Catatan: Berkouwer lalu mengutip 3 ayat Alkitab, yaitu Amsal 16:9
Amsal 21:1 dan Amsal 21:30.

Saya telah memberikan sangat banyak kutipan-kutipan dari Calvin,


Westminster Confession of Faith, dan sangat banyak ahli-ahli
theologia / penafsir-penafsir Reformed, untuk membuktikan bahwa
apa yang saya ajarkan dalam doktrin Providence of God ini memang
merupakan ajaran Calvin / Calvinist / Reformed.

Terhadap orang-orang yang memfitnah bahwa ajaran saya adalah


ajaran Hyper-Calvinisme, saya menantang mereka, untuk memberikan
satu kutipan saja dari Calvin / ahli theologia / penafsir Reformed yang
menunjukkan bahwa mereka tidak mempercayai doktrin Providence of
God ini!!!

-o0o-

Anda mungkin juga menyukai