Anda di halaman 1dari 9

Aku Percaya akan Allah

Tuhan itu kekal, tidak berubah, Sebab dari segala sesuatu, Pribadi yang tidak diciptakan dan Pencipta
segala sesuatu. Ia adalah kebenaran, kebaikan, keindahan dan kasih. Kita dapat mengetahui
keberadaan-Nya melalui akal budi kita dan dari wahyu ilahi.

I. Allah menurut Kitab Suci


Kel 3:1-15 – Tuhan menyatakan nama-Nya kepada Musa: “Aku adalah Aku”
Kel 34:5-7 – Tuhan itu Maha Pengasih, Penyayang, Setia, dan Pengampun
Ul 6:4, Ul 32:39 – Tuhan itu satu/ esa
Mzm 119:160 – Tuhan itu kebenaran
Mzm 135:5 – Tuhan itu Maha besar
1Yoh 4:8,16 – Tuhan adalah Kasih
Im 21:9, 1 Pet 1:15-16, Mat 5:48 – Tuhan adalah Kudus dan sempurna
Keb 13:1-5 – Tuhan itu Pencipta dan sumber keindahan dan kebaikan semua ciptaan-Nya
Mal 3:6 Tuhan tidak berubah
Yer 32:17 – Bagi Tuhan, yang menciptakan segalanya, tiada yang mustahil
Rom 1:23, Ibr 1:12. Mzm 90:2 – Tuhan itu tidak fana, kekal
Rom 1:18-32 – Tuhan dapat diketahui dari karya ciptaan-Nya; pengingkaran terhadap hal ini
menjadikan manusia hidup sia-sia dan gelap
Yoh 4:24 – Tuhan itu Roh

II. Allah menurut Katekismus Gereja Katolik


KGK 27-30 – Keinginan untuk mengenal Tuhan
KGK 31-35 – Cara- cara untuk mengenal Tuhan
KGK 36-38 – Pengetahuan akan Tuhan menurut Gereja
KGK 39-43 – Bagaimana kita berbicara tentang Tuhan?
KGK 203-212 – Aku percaya akan satu Allah
KGK 214-221 – Tuhan, “Ia yang adalah Ia”, adalah Kebenaran dan Kasih
KGK 222-227 – Akibat dari iman akan satu Tuhan
KGK 268-274 – Tuhan Maha Kuasa dan kekal, tiada yang mustahil bagi Tuhan.

III. Allah menurut Para Kudus


St. Irenaeus (180): “Karena hakekat Tuhan yang tidak kelihatan itu Maha Besar, maka Ia
menyampaikan kepada semua orang intuisi mental yang mendalam dan perasaan tentang adanya
keMahabesaran-Nya yang penuh kuasa. Oleh karena itu, meskipun, “tidak ada seorangpun yang
mengenal Bapa selain Anak, dan tiada yang mengenal Anak selain Bapa, dan mereka yang kepadanya
Anak menyatakan diri-Nya” (Mat 11:27; Luk 10:22), namun semua manusia dapat mengetahui
sedikitnya satu fakta ini [adanya Tuhan], sebab akal budi, yang ditanamkan di dalam pikiran mereka,
menggerakkan mereka dan menyatakan kepada mereka bahwa ada satu Tuhan, Allah bagi semua.”

(St. Irenaeus, Against Heresies, Bk 2,ch.6)


“Sebab dengan ciptaaan sendiri, Sang Sabda menyatakan Tuhan Sang Pencipta; dan dengan dunia [Ia
menyatakan] bahwa Tuhan adalah Pencipta dunia… (Ibid., Bk 4,ch.6)

St. Basil (330-379): “Mana yang lebih dulu, pengetahuan atau iman? Saya menjawab, dalam hal
pemuridan, iman mendahului pengetahuan. Tetapi, di dalam pengajaran kita, jika ada orang yang
menyebutkan bahwa pengetahuan muncul lebih dulu dari iman, saya tidak berkeberatan; dengan
pengertian bahwa sepanjang pengetahuan di dalam batas pemahaman manusia. Di dalam pelajaran
kita, kita harus percaya bahwa huruf A dikatakan kepada kita; lalu kita mempelajari huruf- huruf dan
pengucapannya dan akhirnya kita memahami ide perbedaannya tentang kekuatan huruf tersebut.
Tetapi di dalam iman kita tentang Tuhan, yang pertama datang adalah ide/ pemikiran bahwa Tuhan
itu ada. Hal ini diketahui dari karya-karya-Nya. …. Sebab Tuhan adalah Pencipta seluruh dunia, dan
kita adalah bagian dari dunia, maka Tuhan adalah Pencipta kita. Pengetahuan ini diikuti oleh iman,
dan iman ini diikuti oleh penyembahan.” (St. Basil, Letter no. 235)

St. Athanasius (296-373): “Sebab jiwa manusia diciptakan menurut gambar Allah (lih. Kej 1:26)….
maka ketika dibersihkan dari dosa, jiwa manusia melihat gambaran Allah Bapa, bahkan Sang Sabda,
dan dengan cara-cara-Nya mencapai pengertian akan Allah Bapa yang digambarkan oleh Sang
Penyelamat kita…. Adalah mungkin untuk mencapai pengetahuan akan Tuhan dari benda [ciptaan]
yang kelihatan, sebab Penciptaan, seumpama dituliskan dengan huruf- huruf, menyatakan dengan
lantang, dengan keteraturan dan harmoni, [tentang] Tuhan dan Penciptanya.” (St. Athanasius, Against
the Heathens, chap. 14)

IV. Aku percaya akan satu Allah


Dalam syahadat para rasul kita memulai dengan “Aku percaya akan Allah …” atau dalam syahadat
panjang /Nicea-Konstantinopel dituliskan “Aku percaya akan satu Allah…” Setelah kita membahas
tentang “Aku Percaya” di pertemuan sebelumnya, maka kini kita akan membahas tentang mengapa
kita mempercayai satu Allah, yang merupakan pengakuan iman yang paling mendasar, di mana semua
artikel iman yang lain senantiasa merujuk kepada Allah. ((KGK, 199)) Pengakuan akan Allah yang satu
dan sifat-sifat Allah yang lain dapat dapat dibuktikan dari akal budi dan dari wahyu Allah. Meskipun
akal budi mempunyai keterbatasan pengetahuan, namun tidak bertentangan dengan wahyu Allah.
Dengan kata lain wahyu Allah dapat menyempurnakan akal budi.

V. Membuktikan Allah yang Satu dengan akal budi


Manusia diciptakan oleh Tuhan menurut gambar Allah (Kej 1:27), sehingga mempunyai kemampuan
untuk mengetahui dan mengasihi Allah. Walaupun manusia telah berdosa, namun manusia tidaklah
rusak secara total, namun masih menjadi gambar Allah, sehingga dengan akal budinya, manusia juga
dapat sampai pada pengetahuan tentang keesaan Allah melalui ciptaan, ((D 1806; cf. 1785, 1391))
seperti yang juga ditegaskan dalam PL “Sebab orang dapat mengenal Khalik dengan membanding-
bandingkan kebesaran dan keindahan ciptaan-ciptaan-Nya.” (Keb 13:5) dan PB “Sebab apa yang tidak
nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada
pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.” (Rm 1:20)

Sifat-sifat Tuhan
Selain dapat menangkap kebenaran akan keberadaan Tuhan yang satu, akal budi juga dapat
menangkap beberapa sifat Tuhan. Hal ini diungkapkan dalam pernyataan Gereja pada Konsili Vatikan
I, yang menuliskan “Gereja yang kudus, katolik, apostolik, katolik Roma percaya dan menyatakan
bahwa hanya ada satu Tuhan yang sejati dan hidup, Pencipta dan Tuhan surga dan bumi. Ia adalah
Maha Besar, kekal, tak dapat diukur, tak dapat dipahami, dan tak terhingga di dalam akal budi,
kehendak dan di dalam setiap kesempurnaan. Sebab Ia adalah satu hakekat rohani yang unik, secara
keseluruhan sederhana, tidak berubah, Ia harus dinyatakan sungguh dan pada hakekatnya berbeda
dari dunia, secara sempurna bahagia di dalam Diri-Nya sendiri dan dengan kodrat-Nya, dan secara tak
terkatakan ditinggikan mengatasi segalanya yang ada atau yang dapat dibayangkan selain dari Diri-
Nya sendiri.” ((Vatican I, Dogmatic Constitution on the Catholic Faith, 1; Denzinger 1782 (3001).))

Konsili Vatikan I menjabarkan dan menyusun sifat-sifat Tuhan tersebut untuk menghindari
penyimpangan-penyimpangan ajaran sesat, yang dapat dipaparkan sebagai berikut: ((Fr. John A.
Hardon, SJ, The Catholic Catechism: A Contemporary Catechism of the Teachings of the Catholic
Church, Doubleday & company, Inc. Garden City, New York, 1975, p.55-58))

a. Tuhan itu Satu: Hal ini untuk membantah kepercayaan akan banyak Tuhan (polytheism), atau
sidang para tuhan dengan satu Tuhan sebagai yang utama (henotheism), atau dua tuhan (dualisme
dari Manichaean). Tuhan yang maha dalam segalanya hanya mungkin ada satu dan tidak mungkin ada
lebih dari satu.

b. Tuhan itu Sejati: Tuhan bukanlah hanyalah sekedar gambaran atau imaginasi pikiran manusia,
seperti yang sering diajarkan oleh ateisme dan materialisme.

c. Tuhan itu Hidup: Tuhan adalah Tuhan yang hidup, yang mempunyai Pribadi dan bukan satu
kekuatan atau energi, seperti yang dikemukan oleh sebagian kepercayaan Timur.

d. Tuhan itu Maha Besar: Kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas dan Dia dapat melakukan apa saja,
kecuali Dia tidak dapat mengkontradiksi Diri-Nya sendiri.

e. Tuhan adalah Kekal: Tuhan adalah tanpa awal dan tanpa akhir. Tidak ada masa lalu maupun masa
depan di dalam Tuhan, karena semuanya adalah saat ini.

f. Tuhan adalah tak terukur: Tuhan tidak dibatasi oleh tempat. Pernyataan ini menolak paham
Albigenses, yang meneruskan paham Manichaean, yang mempercayai bahwa para dewa menempati
satu bagian tertentu dari bumi.

g. Tuhan adalah tak terselami: Tuhan tidak dibatasi oleh tempat dan juga keberadaannya tak terbatas,
baik dalam batasan fisik maupun batasan rohani.

h. Tuhan adalah tak terhingga: Tuhan tak terhingga di dalam akal budi, kehendak, dan dalam setiap
kesempurnaan. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam Tuhan sendiri terkandung seluruh
kesempurnaan, baik pengetahuan, kekuatan, maupun pribadi.

i. Tuhan adalah unik: Keunikan Tuhan adalah karena terletak pada Tuhan yang satu dan maha dalam
segalanya.

j. Tuhan adalah satu hakekat rohani: Menyatakan Tuhan adalah satu hakekat yang bukanlah fisik,
karena dia adalah sungguh sosok rohani, yang mempunyai akal budi – sehingga dapat mengetahui
dan mempunyai keinginan – sehingga dapat mengasihi. Dia adalah sosok yang unik, bukan seperti
yang dimengerti oleh paham panteisme: Allah berada di dalam semua dan semua mempunyai partikel
Allah.

k. Tuhan adalah sederhana (simple): Sederhana dalam hal ini harus diartikan bahwa Tuhan tidak
mempunyai bagian, seperti manusia yang terdiri dari tubuh dan jiwa. Semua sifat Tuhan adalah
merupakan hakekat Tuhan, sehingga kita mengatakan “Tuhan itu kasih” dan bukan “di dalam Tuhan
ada kasih”.

l. Tuhan adalah tak berubah: Karena Tuhan adalah maha tahu, maha kekal, kepenuhan
kesempurnaan, maka di dalam Tuhan tidak ada perubahan.

m. Tuhan di atas segalanya: Tuhan berbeda dengan semuanya, Dia ditinggikan lebih dari segala
sesuatu, Dia bahagia secara absolut tanpa tergantung dari yang lain.

VI. Kendala dalam menerima keberadaan Tuhan


Kalau kita melihat, sebenarnya pembuktian akan keberadaan Tuhan sesungguhnya sangat masuk akal.
Sifat-sifat Tuhan yang diuraikan di atas juga dapat dipertanggungjawabkan dengan akal budi.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang tidak dapat menerima keberadaan Tuhan adalah
sebagai berikut:

1. Kesombongan:
Kesombongan menghalangi seseorang untuk menerima keberadaan Tuhan, karena hal ini
membuatnya tidak lagi menjadi fokus dari seluruh kehidupan.

2. Kepedihan, ketakutan dan penderitaan


Kepedihan akan kematian atau penderitaan dapat menyebabkan seseorang menjadi ragu-ragu akan
keberadaan Tuhan. Dan sebaliknya ketakutan akan kehilangan milik di dunia ini atau ketakutan akan
penderitaan juga dapat menyebabkan seseorang menolak keberadaan Tuhan.

3. Takut akan konsekuensi:


Akhirnya kemungkinan yang sering dialami oleh orang-orang adalah karena takut akan konsekuensi
untuk mempercayai Tuhan. Dengan mengakui keberadaan Tuhan, maka seseorang harus mengasihi
Tuhan, mengikuti perintah Tuhan.
4. Ada banyaknya kejahatan.
Ada banyak orang beralasan, karena ada banyaknya kejahatan di dunia ini, maka mereka
berkesimpulan tidak ada Tuhan; atau dunia ini tidak diciptakan oleh Tuhan. Pendapat ini menutup
mata akan adanya jauh lebih banyak hal di dunia ini yang baik, daripada yang jahat. Jika di antara 50
tanaman yang sama- sama diairi dan diberi pupuk, ada 1 tanaman yang mati; itu tidak membuktikan
bahwa tidak ada Tuhan yang menciptakan tanaman dan menumbuhkannya. Maka kejahatan bukanlah
merupakan yang sesuatu hal yang positif diciptakan oleh Tuhan, melainkan adanya keadaan di mana
kebaikan tidak terjadi. Jangan juga dilupakan, bahwa Allah sanggup mendatangkan kebaikan dari
keadaan yang jahat.

5. Terlalu mengandalkan ilmu pengetahuan.


Dewasa ini banyak orang yang dengan mengandalkan pandangan ilmu pengetahuan sampai pada
kesimpulan bahwa seluruh alam semesta terjadi karena kebetulan, tidak ada Tuhan Sang Pencipta,
dan manusia merupakan hasil dari evolusi (dikenal dengan istilah makro-evolusi). Namun evolusi
mengacu kepada perkembangan sesuatu yang sudah ada (dikenal dengan istilah mikro-evolusi), dan
bukan kepada penciptaan apa yang belum ada. Sebab sebelum sesuatu dapat berkembang, ia harus
ada terlebih dahulu. Evolusi hanya menceritakan salah satu cara bagaimana Tuhan dapat bertindak,
tetapi tidak dalam hal bagaimana sesuatu itu dapat tercipta dengan sendirinya. Selanjutnya, jiwa tidak
dapat dihasilkan dari evolusi materi. Maka jiwa spiritual manusia tidak mungkin merupakan hasil dari
evolusi binatang. Hanya Tuhan yang dapat menciptakan jiwa manusia. Lagipula, tidak terdapat bukti
dari makro-evolusi; pembuktian dari DNA menyatakan bahwa makro-evolusi tidak dapat terjadi. ((lih.
Gerard J. Keane, Creation Rediscovered, (Rockford, Illinois: TAN books, 1999), Publisher 2002))

VII. Tuhan mewahyukan Diri-Nya


Selain dari akal budi manusia pengetahuan akan Tuhan diperoleh dari wahyu Allah yang diberikan
kepada manusia dengan perantaraan Sabda-Nya:

1. Keberadaan-Nya:
“Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya,
dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat
berdalih.” (Rom 1:20)

2. Tuhan itu Kekal dan tidak berubah


a. Kodrat-Nya Roh dan kekal
Tuhan adalah Roh, tidak fana (Yoh 4:24, Rom 1:23). Tidak seperti manusia yang fana, Tuhan tidak
pernah berhenti untuk hidup, karena itu Ia disebut Tuhan yang hidup (Mat 16:16) dan kekal (1 Tim
1:17).

b. Namanya “Aku adalah Aku”


“Lalu Musa berkata kepada Allah: “Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada
mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku:
bagaimana tentang nama-Nya? Apakah yang harus kujawab kepada mereka?” Firman Allah kepada
Musa: “AKU ADALAH AKU.” Lagi firman-Nya: “Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH
AKU telah mengutus aku kepadamu.” (Kel 3:13-14) Dengan ini Tuhan menyatakan kekekalan-Nya dan
bahwa keberadaan-Nya tidak tergantung dari siapapun, namun Ia ada atas kuasa-Nya sendiri. Segala
yang lain-lah yang tergantung kepada-Nya agar dapat ada; sebagaimana sang pembangun harus ada
lebih dahulu daripada bangunan yang dibuatnya.

c. Ia kekal, tidak mempunyai awal dan tidak akan berakhir


“Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya
sampai selama-lamanya Engkaulah Allah.” (Mzm 90:2) Kata Yesus kepada mereka: “Sesungguhnya
sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.” (Yoh 8:58). Bagi Tuhan tidak ada masa lalu maupun masa
depan, semua adalah “saat ini” bagi Tuhan. Tak ada urutan waktu bagi Tuhan, sebab Tuhan tidak
terbatas oleh waktu.

3. Tuhan Maha hadir (omnipresent)


Ia ada di mana- mana. “Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab
segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia (Ibr 4:13). “Sebab di dalam Dia kita hidup,
kita bergerak, kita ada …” (Kis 17:28). “Tidakkah Aku memenuhi langit dan bumi? demikianlah firman
TUHAN.” (Yer 23:24). Keberadaan-Nya di setiap tempat maksudnya adalah: ((lih. Spirago- Clarke, The
Catechism Explained, (Rockford, Illinois: TAN Books, 1993), p. 115-117))

a. Tuhan ada di mana- mana sebab semua ciptaan dapat eksis di dalam Tuhan, sebagaimana pikiran
ada di dalam kita. Di dalam Dia kita hidup, bergerak dan ada (Kis 17:28);

b. Tuhan tidak terbatas oleh tempat apapun, sebab Ia tidak terbatas (lih. 1 Raj 8:27). Tempat yang
terbatas tidak mampu menampung Dia yang tidak terbatas.

c. Karena Tuhan tidak terbatas oleh ruang, maka Ia dapat berada di setiap tempat di saat yang sama.
Ia tidak terbagi -sebagian di Surga, sebagian di bumi- tetapi seluruhnya di surga, dan seluruhnya di
bumi.

d. Tuhan hadir secara istimewa di Surga, di sakramen Mahakudus dan di jiwa-jiwa orang benar.

e. Tidak ada suatu tempatpun di dunia di mana Tuhan tidak ada. “Mata Tuhan ada di segala tempat,
mengawasi orang jahat dan orang baik.” (Ams 15:3). Tidak ada satu orangpun dapat melarikan diri
dari Allah (lih. Mzm 139:7-8).

f. Tuhan selalu hadir di dalam kita. St. Efrem mengajarkan, “Ia yang mempunyai Tuhan di dalam
pikiran-Nya, akan menjadi seperti malaikat di dunia.” Maka ingatan yang terus menerus akan
kehadiran Tuhan, sangatlah berguna bagi kita, agar kita dapat menghindari dosa, untuk menjaga kita
dalam keadaan rahmat, dan untuk mendorong kita melakukan perbuatan baik dan siap sedia
melayani-Nya.

4. Tuhan tetap / tidak berubah


“Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah…” (Mal 3:6). Tuhan tidak pernah berubah; menjadi lebih
baik atau lebih buruk, Ia tak pernah mengingkari Sabda-Nya (lih. Bil 23:19). Ia mengubah karya-karya-
Nya namun tidak mengubah perintah ilahi-Nya. Dengan Inkarnasi, kemanusiaan diubah, namun
keilahian-Nya tidak berubah, sebagaimana matahari tidak pernah berubah ketika ia tersembunyi di
balik awan. Ketika manusia dalam persahabatan dengan Allah, Ia melihat Allah sebagai Allah yang
penuh kasih; ketika manusia menjauh dari Allah dan jatuh dalam dosa, ia melihat Allah sebagai hakim
yang keras. Ketika mata sehat, ia senang melihat terang, namun ketika mata sakit, terang membuat
matanya sakit. Maka bukan terangnya yang berubah, tetapi keadaan mata yang melihat terang itu.

5. Tuhan Maha Tahu


Ia mengetahui dan melihat segala sesuatu. Tuhan mengetahui segala sesuatu: masa lalu, masa kini,
masa depan, dan seluruh pikiran kita. (Yer 17:10; lih. Mzm 139). Tuhan mengetahui ketika Adam dan
Hawa memakan buah pengetahuan, Tuhan mengetahui lebih dahulu akan pengkhianatan Rasul
Petrus; Ia mengetahui prasangka buruk Simon orang Farisi. “Dia yang menanamkan telinga, masakan
tidak mendengar? Dia yang membentuk mata, masakan tidak memandang?” (Mzm 94:9)

Allah sudah tahu akan adanya orang- orang yang akan menerima-Nya ataupun menolak-Nya. Namun
jika Allah sudah mengetahui bahwa orang- orang tertentu akan menolak-Nya, pengetahuan Allah ini
bukan menjadi penyebab akan penolakan dan penghukuman atas mereka. Dokter dapat
memperkirakan bahwa pasiennya akan wafat, namun pengetahuannya ini tidak menjadi penyebab
wafatnya pasiennya itu.

Tuhan mengetahui apa yang akan terjadi pada kita, sehingga adakalanya ia mengizinkan pencobaan
terjadi dalam hidup kita, untuk mencegah adanya keburukan yang lebih besar yang sedianya dapat
terjadi pada kita. Contohnya, Tuhan mengetahui bahwa seseorang dapat binasa karena kekayaannya,
maka Ia mengizinkan orang tersebut mengalami masalah keuangan, untuk membentuknya menjadi
orang yang lebih baik, menanggung kesulitan dengan kesabaran.

Kesadaran akan kemahatahuan Tuhan membantu kita ketika sedang berada di dalam pencobaan, agar
jangan sampai kita jatuh ke dalam dosa. “Tuhan melihat segala yang kulakuan”, menjadi pedoman
agar kita dapat menolak godaan.

Tuhan yang Maha Tahu ini akan suatu hari nanti menyatakan segala yang tersembunyi di dalam
terang (lih. Luk 8:17); dan ini terjadi di Penghakiman Terakhir.

6. Tuhan Maha Bijaksana


Ia sangat bijaksana, tahu mengarahkan segalanya bagi yang terbaik menurut rencana-Nya, artinya:
((lih. Spirago- Clarke, The Catechism Explained, Ibid., p. 119-121))
a. Tuhan dapat mendatangkan yang baik dari hal yang buruk. Contoh yang jelas adalah dalam kisah
Yusuf, yang dibuang kakak-kakaknya, dijual menjadi budak, namun kemudian menjadi tangan kanan
raja.

b. Tuhan menggunakan cara yang paling tidak layak untuk kemuliaan-Nya. Rasul Paulus mengajarkan
bahwa “yang lemah di dunia ini Tuhan pilih untuk mempermalukan yang kuat” (1 Kor 1:27). Tuhan
memilih tanah Palestina yang tak menarik untuk menjadi tempat kelahiran Kristianitas. Ia memilih
perawan miskin untuk menjadi Bunda Allah; dan tukang kayu yang miskin sebagai bapa angkat-Nya. Ia
memilih para nelayan miskin untuk rasul dan menjadi pewarta Injil ke seluruh dunia.

c. Tuhan mengarahkan segala yang di dunia untuk mencapai maksud-Nya. Segalanya di dunia
mempunyai hubungan timbal balik antara satu dan lainnya. Tak ada pergerakan di dunia ini yang tidak
ada gunanya. Perubahan hujan dan panas, pergantian musim, perputaran bumi dan planet terhadap
matahari, gravitasi, dst, bertujuan untuk menjadikan kehidupan di bumi menjadi baik bagi manusia.
“Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi
penuh dengan ciptaan-Mu.” (Mzm 104:24)

7. Tuhan Maha Kuasa


Ia Maha Kuasa: “Tuhan, Tuhan, Raja semesta alam! Segala sesuatunya ada dalam kekuasaan-Mu dan
tiada seorangpun dapat membantah Engkau” (Est 13:9). Tuhan dapat melakukan segala yang mustahil
di mata manusia (lih. Mat 19:26).

a. Namun Tuhan tidak dapat melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kesempurnaan-Nya: Ia
tidak dapat menipu, Ia tidak dapat menjadi tidak setia. Manusia hanya dapat mencipta dari apa yang
sudah ada/ diciptakan Tuhan. Sedangkan Tuhan dengan kuasa-Nya mencipta atas dasar kehendak-
Nya, dari ketiadaan menjadi ada (lih. 2Mak 7:28).

b. Kemahakuasaan Tuhan jelas terlihat di dalam penciptaan dunia, di dalam mujizat-mujizat yang
dilakukan oleh Tuhan Yesus, dan mujizat yang terjadi, baik sebelum maupun sesudah zaman Yesus
hidup di dunia, yang meneguhkan kekristenan sebagai agama sejati.

c. Karena Tuhan Mahakuasa, kita dapat berharap kepada-Nya di dalam kesesakan kita. Ingatlah
betapa Tuhan membelah Laut Merah untuk menyelamatkan bangsa Israel, Ia mengirimkan malaikat-
Nya untuk membebaskan Rasul Petrus di penjara, melakukan banyak mujizat untuk menyembuhkan
orang-orang sakit dst.

8. Tuhan Maha Baik dan Maha Kasih


a. Ia sangat baik (lih. Mrk 10:18). Kebaikan Tuhan berbeda dengan kebaikan ciptaan. Mahluk ciptaan
baik karena Tuhan membagikan kebaikan-Nya kepada mereka.

b. Ia adalah Kasih dan Bapa kita: “Allah adalah Kasih” (1 Yoh 4:8,16); “Bukankah Ia Bapamu yang
mencipta engkau, yang menjadikan dan menegakkan engkau?” (Ul 32:6). Tuhan Yesus mengajarkan
kepada kita untuk memanggil Allah sebagai Bapa (lih. Mat 6:9, Luk 11:2). Karena kasih-Nya, Ia selalu
setia menyertai kita,
“Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setia-Ku tidak akan
beranjak dari padamu dan perjanjian damai-Ku tidak akan bergoyang, firman TUHAN, yang
mengasihani engkau. (Yes 54:10) Karena kasih-Nya, Ia “menghendaki semua orang diselamatkan dan
memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (1Tim 2:4).
1. Kasih Tuhan diberikan kepada semua ciptaan-Nya (lih. Keb 11:25), tak ada satupun yang dilupakan
oleh Allah (Luk 12:6)

2. Tetapi Tuhan mempunyai kasih yang istimewa kepada umat manusia, sehingga mengaruniakan
Putera-Nya ke dunia untuk menyelamatkan mereka. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-
Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16).

3. Di antara manusia, Tuhan menunjukkan kasih-Nya yang terbesar kepada orang- orang benar. “Allah
turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia.”
(Rom 8:28) Tuhan membalas kebaikan yang dilakukan oleh orang- orang benar melebihi yang layak
mereka terima. Ia membayarnya seratus kali lipat, bahkan di dalam hidup di dunia (lih. Mat 19:29).

4. Tuhan menyatakan kasih-Nya bahkan kepada para pendosa. Tuhan mengirimkan pencobaan agar
manusia bertobat. Ia menunjukkan kasih-Nya kepada para pendosa bahkan sampai akhir hidup
mereka, seperti pada kisah pencuri yang bertobat yang disalibkan di sisinya (Luk 23:40-43).

9. Tuhan Maha sabar


Ia memberikan waktu kepada pendosa untuk bertobat. Bukan kehendak Tuhan agar pendosa menjadi
binasa, tetapi agar mereka bertobat dan hidup (lih.Yeh 18:23).
Tuhan bersabar dengan kita karena Ia berbelas kasihan atas kelemahan kita dan karena Ia
menghendaki agar pertobatan menjadi mudah bagi para pendosa, “Ia sabar terhadap kamu, karena Ia
menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.”
(2 Pet 3:9). Namun demikian, jangan kita berpikir bahwa karena Tuhan Mahasabar maka Ia otomatis
melupakan dosa kita tanpa perlu kita bertobat. Jangan berkata, “Betul, aku sudah berdosa, tetapi
apakah menimpa diriku? Sebab Tuhan panjang hati.” Jangan menyangka pengampunan terjamin,
sehingga engkau menimbun dosa demi dosa. (Sir 5:4-5)

10. Tuhan Maha Pengasih dan Pengampun


Ia Maha Pengasih dan Pengampun: Ia selalu siap mengampuni dosa- dosa kita ketika kita bertobat.
Demikianlah Allah mengampuni Daud (2 Sam 12:13). Belas kasihan Tuhan tiada terbatas, jika Ia
mengajarkan agar kita mengampuni tujuh puluh kali tujuh (lih. Mat 18:22), betapa lebih besarnya lagi
belas kasihan-Nya. “Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya.”(Yes 63:9).

a. Belas kasihan Tuhan dinyatakan-Nya dengan mencari para pendosa, seperti gembala yang selalu
mencari dombanya yang hilang sampai ditemukannya kembali (Luk 15:4). Tuhan mengirim Nabi Natan
kepada Raja Daud, Ia sendiri mencari dan menemukan perempuan Samaria (Yoh 4). “Sekalipun
dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti
kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba.” (Yes 1:18)

b. Tuhan menyambut kembali para pendosa yang bertobat dengan sungguh, seperti pada kisah Maria
Magdalena, dan pencuri yang bertobat yang disalibkan di sisi-Nya (Luk 7:47; Yoh 8:11; Luk 23:43).

c. Tuhan mengatakan bahwa ada sukacita yang lebih besar di surga atas seorang pendosa yang
bertobat, daripada 99 orang benar yang tidak membutuhkan pertobatan (lih. Luk 15:7), sebab sang
pendosa yang bertobat umumnya melayani Tuhan dengan semangat yang lebih berkobar dan lebih
setia.

11. Tuhan Maha Kudus


a. Ia adalah Kudus: Ia menyukai kebaikan dan membenci semua kejahatan. “Kuduslah kamu, sebab
Aku, TUHAN, Allahmu, kudus.” (Im 19:2); “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” (1 Pet 1:16)

b. Ia Maha Sempurna: Kekudusan Tuhan tiada lain adalah kesukaan-Nya terhadap kesempurnaan-Nya
yang tiada batasnya. Ia bebas dari noda dosa, dan karena itu menghendaki semua ciptaan-Nya agar
demikian juga, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah
sempurna.” (Mat 5:48).
12. Tuhan Maha Adil
Tuhan Maha Adil, artinya Tuhan menghargai semua kebaikan dan menghukum semua perbuatan
jahat. Keadilan Tuhan identik dengan kebaikan-Nya. “Engkau adil, ya Tuhan dan hukum-hukum-Mu
benar (Mzm 119:137).

a. Sebagian hukuman dan penghargaan Tuhan diberikan kepada manusia di dunia ini, namun
terutama setelah kematian. Abraham, Nuh dan Yusuf diberi penghargaan di dunia; Absolom,
Antiokhus Epifanes menerima hukuman di dunia ini. Tetapi di kehidupan yang akan datang, terutama
setelah kebangkitan badan, setiap tubuh dan jiwa menerima semua balasan-Nya dengan penuh.

b. Tuhan menghargai perbuatan baik yang terkecil, dan menghukum dosa yang terkecil. Bahkan
secangkir minum yang diberikan atas nama Tuhan akan dihargai, namun juga setiap kata- kata yang
sia- sia akan diperhitungkan (lih. Mat 7:36)

c. Tuhan menghukum manusia, umumnya dengan cara yang sama di mana ia berdosa. Absolom
berbangga dengan rambutnya, dan karena rambutnya ia wafat. Raja Antiokhus menyiksa ketujuh
bersaudara Makabe dengan mengoyakkan tubuh mereka; namun tubuhnya sendiri kemudian
dimakan ulat (lih. 2 Mak 9:6).

d. Dalam memberi penghargaan dan menghukum,Tuhan memperhatikan keadaan tiap-tiap orang,


maksud hatinya dan bakatnya. Tuhan melihat hati (lih. 1Sam 16:7). Persembahan janda miskin jauh
lebih berharga daripada persembahan orang- orang kaya (lih. Luk 21:4). Hamba yang mengetahui
kehendak tuannya namun tidak melakukannya menerima lebih banyak pukulan daripada yang tidak
mengetahuinya (lih. Luk 12:47-48).

e. Tuhan tidak memakai patokan manusia dalam menyatakan keadilan-Nya. Yang terakhir akan
menjadi yang terdahulu, orang yang miskin mendahului yang kaya, orang yang terkenal di dunia
belum tentu tercatat namanya di kitab kehidupan.

Karena Tuhan Maha Adil, maka kita mempunyai alasan untuk takut akan Tuhan, namun takut di sini
maksudnya bukan semata takut akan hukuman Tuhan, tetapi takut menyakiti hati Tuhan. Takut akan
Tuhan akan membuat kita menghindari dosa dan menghantar kita kepada kesempurnaan.
“Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya.”(Mzm
112:1). Takut akan Tuhan merupakan rahmat istimewa yang diberikan kepada mereka yang mengasihi
Dia.

13. Tuhan adalah kesempurnaan Kebenaran


Tuhan adalah Kebenaran, dan segala yang diwahyukan-Nya kepada manusia adalah kebenaran. Tuhan
tidak mungkin salah sebab Ia Mahatahu. Ia tidak dapat menipu, sebab Ia kudus. “Allah bukanlah
manusia, sehingga Ia berdusta; bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal.” (Bil 23:29). Oleh karena
itu kita harus percaya kepada semua yang diwahyukan/ dinyatakan oleh Tuhan, meskipun pengertian
kita tidak sempurna untuk memahaminya.

14. Tuhan Maha setia


Ia menepati janji-Nya dan melakukan penghukuman-Nya. Tuhan memberikan hukuman kepada Adam
dan Hawa, atas pelanggaran mereka, tetapi menepati janji-Nya untuk mengutus Sang Penebus. Maka
apa yang dinubuatkan oleh Allah maupun para nabi-Nya, entah telah digenapi atau akan digenapi di
masa yang akan datang. Maka jika dikatakan bahwa Ia akan menyertai Gereja-Nya yang didirikan-Nya
di atas Rasul Petrus (lih. Mat 16-19) sampai akhir zaman (Mat 28:19-20), maka hal itu akan digenapi-
Nya.

15. Tuhan Maha Esa


Ia adalah Satu/esa: “TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! (Ul 6:4); “Akulah Dia. Tidak ada Allah kecuali
Aku.” (Kel 32:39). Sebab kesempurnaan, dan segala yang “paling” baik mensyaratkan Satu Subyek
saja, dan Subyek itu adalah Tuhan yang Esa.
VIII. Tanggung jawab kita untuk mengenal dan mengasihi Tuhan
Dari pemaparan di atas, maka kita dapat melihat bahwa kebenaran yang diungkap oleh akal budi
maupun yang dinyatakan oleh wahyu sebenarnya sama. Keduanya menyatakan hakekat Tuhan yang
satu, kekal, yang maha dalam segalanya, yang tidak berubah, dan sempurna. Pengetahuan akan
Tuhan ini tidak ada gunanya, kalau tidak ditanggapi dalam iman. Kita harus mengimani kebenaran ini
dan kemudian menempatkan diri kita sebagai makhluk ciptaan dan menempatkan Tuhan
sebagaimana mestinya, yaitu sebagai Pencipta dan Pusat dari segala kehidupan kita. Ya, Tuhanlah
yang menciptakan kita karena kasih-Nya kepada kita yang tiada terbatas.

Dengan demikian, tepatlah jika kita juga mengasihi Tuhan. Mengasihi adalah kegiatan manusia yang
tertinggi; dan tidak ada obyek yang lebih mulia untuk dikasihi selain dari Tuhan Sang Pencipta. Maka,
tak mengherankan bahwa perintah Tuhan yang terutama dan pertama adalah, “Kasihilah Tuhan,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.”
(Mat 22:37)

Kasih kita kepada Tuhan dinyatakan dengan:


1. Adorasi: Kita menyembah-Nya karena Ia adalah Sang Kebaikan itu sendiri dan kita ‘berhutang”
kepada-Nya atas segala kebaikan dan kasih-Nya, sehingga kita perlu menghormati dan mengasihi-Nya.

2. Pertobatan: Jika kita berdosa, dan tidak mengasihi-Nya sebagaimana seharusnya, kita perlu
memohon ampun kepada-Nya.

3. Ucapan Syukur: Kita bersyukur karena segala sesuatu yang dilakukan-Nya kepada kita.

4. Permohonan: Sebab kita secara keseluruhan tergantung kepada rahmat-Nya, kita perlu berdoa
kepada-Nya memohon rahmat-Nya dan pertolongan-Nya.

Tuhan telah menanamkan keinginan di dalam hati manusia untuk mengenal dan mengasihi Pencipta-
Nya. Manusia tidak akan pernah tenang, sampai ia dapat menemukan Tuhan. St. Agustinus
merumuskannya demikian, “Engkau telah menciptakan kami untuk Diri-Mu sendiri, O Tuhan, dan hati
kami tak dapat tenang sampai kami dapat beristirahat di dalam Engaku.” ((St. Augustine, Confession,
Book 1, 1)). Maka kita harus mengarahkan akal budi dan kehendak kita kepada Tuhan: 1) dengan akal
budi, kita berusaha untuk mengenal Dia, terutama melalui doa; 2) dengan kehendak, kita berusaha
melakukan perintah-perintah-Nya.

IX. Beberapa pertanyaan permenungan


1. Apakah anda pernah mengalami keinginan untuk mengenal Tuhan atau keinginan untuk mengisihi
hatimu?

2. Dengan cara apakah hatimu menjawab pengetahuan akan keberadaan Tuhan?

3. Mengapa anda percaya akan keberadaan Tuhan? Apakah anda tahu seseorang yang tidak
mempercayai Tuhan? Mengapa orang tersebut tidak mempercayai Tuhan?

4. Apakah pengaruh sifat-sifat Tuhan di atas terhadap hidupmu?

5. Apakah ada perbedaan ketika seseorang percaya akan Tuhan? Bagaimana pengaruhnya terhadap
kehidupan, dosa, kebohongan, perceraian, pembunuhan, aborsi?

Anda mungkin juga menyukai