Anda di halaman 1dari 22

Makalah Bahasa Indonesia

Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia

Disusun Oleh :

Kelompok 2

 Ayu pambayun
 Melania putri walangke katoar
 Riana agapa
 Gravelia. D.O. sarauw
 Kristina

Dosen pengampu

Endah Puryanti Handayani


KATA PENGANTAR

Pertama – tama Kami ngucapkan puji dan syukur kepada Tuhan


Yang Maha Esa yang telah memberkati kami sehinggah makalah ini
dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi
seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini
dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data dan fakta pada
makalah ini .
Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai
keterbatasan dalam berbagai hal. Begitu pula dengan makalah ini yang
telah kami selesaikan. Tidak semua hal dapart kami deskripsikan dengan
sempurna dalam makalah ini. Kami melakukan nya semaksimal
mungkin dengan kemampuan yang kami miliki .
Maka dari itu kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca
yang budiman.kami akan menerima semua kritik dan saran tersebut
sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki makalah ini.
Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak
manfaat yang dapat dipetik dan di ambil dari karya ini. Semoga dengan
adanya makalah ini dapat membawa wawasan kedudukan dan fungsi
bahasa Indonesia.
DAFTAR ISI
I KATA PENGANTAR …………..………………………………………………

ii DAFTAR ISI …………...…………………………………………………………

iii BAB I PENDAHULUAN ………..….……………………………………………

1 1.1 Latar Belakang …………………...…………………………………………

1 1.2 Rumusan Masalah …………….……………………………………………..

2 1.3 Tujuan ……………..…………………………………………………………

2 BAB II PEMBAHASAN ……………….……..….…………………………..……

2.1. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesi…………...…………………..….

a. a.Bahasa sebagi ilmu pengetahuan,teknologi dan seni

2.2. Fungsi dan Peran Bahasa dalam Pembangunan Bangsa


Indonesia…………………………………………………………………………………….

BAB III PENUTUP ………..….……………...……………………………………

3.1. Simpulan …………………...………………………………………………

3.2. Saran …………….……………………….…………………………………..


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bahasa Indonesia dahulu di kenal dengan bahasa melayu yang
merupakan bahasa penghubung antar etnis yang mendiami kepulauan
nusantara. Selain menjadi bahasa penghubung antara suku-suku, bahasa
melayu juga menjadi bahasa transaksi perdagangan internasional di
kawasan kepulauan nusantara yang digunakan oleh berbagai suku bangsa
Indonesia dngan para pedagang asing. Kedudukan bahasa Indonesia saat
ini semakin menetap sebagai komunikasi, baik dalam hubungan sosial
maupun dalam hubungan formal. Pemakaian bahasa Indonesia mulai dari
sekolah dasar sampai dangan dengan perguruan tinggi menunjukkan
kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Namun, masih
cukup banyak pemakaian bahasa nasional yang belum dapat
mempergunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar yang sesuai
dengan konteks pemakaiannya

Bahasa merupakan alat komunikasi dalam lisan maupun tulisan.


Tanpa bahasa seseorang tidak dapat berinteraksi dengan baik antar
sesama. Tidak sebatas pada kemampuan berbicara saja, bahasa juga
merupakan alat komunikasi anatar penulis dan pembaca melalui sebuah
tulisan.sebuah tulisan berfungsi menyempurnakan informasi informasi kepa
pembaca, tanpa bahasa yang baik dalam sebua tulisan, maka informasi
yang diharapkan pembaca suatu tulisan. Bahasa dapat di artikan alat
komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi sura yang di
lakukan oleh alat ucap manusia.bahasa Indonesia yang terdiri dari
berbagai jenis suku banggsa tidak lepas dari bahasa sebagai alat
komunikasa. Bahasa yang mereka gunakandapat berupa nasional dan
bahasa daerah.bahsa Indonesia digunakan sebagai alat komunikasi antar
suku, sedangkan bahasa daerah di gunakan sebagai alat komunikasi untuk
warga sesuku.
1.2 Rumusan Masalah
1. Kedudukan bahasa Indonesia
a.Bahasa sebagai ilmu pengetahuan,Teknologi dan seni
2. Fungsi bahasa Indonesia
3. Fungsi dan peran dalam pembangunan bangsa

1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang
kedudukan dan fungsi – fungsi bahasa Indonesia dari beberapa aspek.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA


Kedudukan bahasa Indonesia berada diatas bahasa-bahasa daerah.
“Hasil perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan
di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975. Bahasa Indonesia memiliki
kedudukan sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dimiliki sejak
dikeluarkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, sedangkan
kedudukan sebagai bahasa Negara dimiliki sejak diresmikannya Undang-
Undang Dasar 1945 ( 18 Agustus 1945) Dalam UUD 1945, Bab XV pasal
36 tercantum “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.

1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional


Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional tersebut dimiliki
oleh bangsa Indonesia sejak dicetusnya sumpah pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928. Kedudukan ini dimungkinkan oleh kenyataan bahwa bahasa
melayu yang mendasari bahasa Indonesia
Di dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai
- Lambang Kebangsaan Nasional
- Lambang Identitas Nasional
- Alat pemersatu berbagai suku bangsa yang berlatar belakang sosial
budaya dan bahasa yang berbeda
- Alat perhubungan antar daerah dan antar budaya
2. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
Didalam Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945,
telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara
konstitusional sebagai bahasa negara. Kini, bahasa Indonesia dipakai oleh
berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun
daerah. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
juga berkedudukan sebagai bahasa negara, sesuai dengan ketentuan yang
tertera di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV pasal 36 di dalam
kedudukan sebagai bahasa Negara,bahasa Indonesia juga berfungsi
sebagai
- Bahasa Resmi Negara.
- Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan.
- Alat penghubung dalam tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah.
- Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
Salah satu fungsi bahasa Indonesia di dalam kedudukannya sebagai
bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara adalah pemakaiannya sebagai
bahasa resmi kenegaraan .Bahasa Indonesia dipakai didalam segala
upacara, peristiwa, kegiatan kenegaraan baik secara lisan ataupun bentuk
tulisan dokumen-dokumen, keputusan serta surat-surat yang dikeluarkan
oleh pemerintah, dan badan-badan kenegaraan lainnya seperti DPR, MPR
ditulis didalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato terutama pidato
kenegaraan, ditulis dan diucapkan didalam bahasa Indonesia

3. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan


Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad
bahwa bahasa Indonesia persatuan bangsa Indonesia. Pada 1928 itulah
bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia bias menjalankan fungsi sebagai pemersatu bangsa
Indonesia dari berbagai suku bangsa yang berbeda-beda latar belakang
sosial, budaya, agama, dan bahasa daerahnya. Dengan menggunakan
bahasa Indonesia, rasa kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia
berbagai etnis terpupuk. Dalam hubungannya sebagai alat untuk
menyatukan berbagai suku yang mempunyai latar belakang budaya dan
bahasa masing-masing, bahasa Indonesia justru dapat menyerasikan
hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa meninggalkan identitas
kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar
belakang bahasa etnik yang bersangkutan. Bahkan, lebih dari itu, dengan
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, kepentingan nasional
diletakkan jauh diatas kepentingan daerah dan golongan.
a. Bahasa sebagi ilmu pengetahuan,teknologi dan seni

Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia itu telah menempatkan
bahasa Indonesia dalam dua kedudukan penting, yakni sebagai bahasa
nasional dan bahasa negara. bahasa Indonesia telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan itu telah mengantarkan
bahasa Indonesia sebagai lambing jati diri bangsa dan sebagai alat
pemersatu berbagai suku bangsa yang berbeda-beda latar belakang
sosial, budaya, agama, dan bahasa daerahnya. Disamping itu, bahasa
Indonesia juga telah mampu mengemban fungsinya sebagai sarana
komunikasi modern dalam penyelenggaraan pemerintah, pendidikan,
pengembangan ilmu, dan teknologi, serta seni.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa ilmu, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai bahasa pendukung ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) untuk
kepentingan pembangunan nasional. Penyebarluasan IPTEK dan
pemanfaatannya kepada perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
Negara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia dipakai pula sebagai alat untuk mengantar dan
menyampaikan ilmu pengetahuan kepada berbagai kalangan dan tingkat
pendidikan. Semua jenjang pendidikan dalam penyampaiannya tentu
menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantarnya. Karena itu,
bahasa Indonesia jelas mempunyai peran penting sebagai bahasa ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam penyebarannya dalam dunia pendidikan.
 Fungsi Bahasa Indonesia

Dalam hasil perumusa seminar politik nasional yang di


selenggarakan di Jakarta 25 s.d 28 febuari 1975 dikemukakan bahwa
kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai :

A. Kebanggaann Kebangsaan

Sebagai lembang kebanggaan, bahasa Indonesia mencerminkan


nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita atas dasar
kebanggaan ini , bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan
serta rasa kebanggaan pemakaiannya senantiasa kita bina.

B.Identitas Nasional

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung di


samping bendera dan lambang Negara kita. Di dalam melaksanakan fungsi
ini bahasa Indonesia tentulah harus di miliki identitasnya sendiri pula
sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain. Bahasa
Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat
pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa
sehinggah bersih dari unsur – unsur bahasa lain.

C. Alat Perhubungan

Fungsi bahasa Indonesia yang ketiga sebagai bahasa nasional adalah


sebagai alat perhubungan antarwarga, antardaerah dan antarsuku bangsa.
Berkat adanya bahasa nasional kita dapat berhubungan satu dengan yang
lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan
latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan. Kita
dapat berprgian dari plosok yang satu keplosok yang lain di tanah air kita
dengan hanya memanfaatkan satu-satunya alat komunikasi. Contohnya,
pada saat kita berkenalan dengan seseorang yang berasal dari daerah
atau suku yang berbeda, maka kita menggunakan bahasa Indonesia yang
mempunyai fungsi sebagai alat perhubungan.

D. Alat Persatu Suku Bangsa

Fungsi bahasa Indonesia keempat dalam kedudukanya sebagai bahasa


nasional, adalah sebagai alat yang memungkinkan terlaksananya
penyatuan berbagai suku bangsa yang memiliki latar belakang sosial
budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuaan
kebangsaan yang bulat. Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia
memungkinkan keserasian di antara suku-suku, budaya dan bahasa di
nusantara,tanpa harus menghilangkan identitas kesukaan dan kesetiaan
kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah.

2.2. Fungsi Dan Peran Dalam pembangunan Bangsa


Fungsi bahasa Indonesia dalam pembangunan bangsa terdapat dalam
pernyataan sikap "bertanah air satu, tanah air Indonesia; berbangsa satu
bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia"
dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Hal ini merupakan perwujudan
politik bangsa

Indonesia yang menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa


persatuan (nasional) bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia telah
menyatukan berbagai lapisan masyarakat ke dalam satu – kesatuan
bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia mencapai puncak perjuangan politik
sejalan dengan perjuangan politik bangsa Indonesia dalam mencapai
kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini dibuktikan dengan
dijadikannya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara (lihat Pasal 36,
UUD 1945, lihat juga Hasil Amandemen UUD 45, Agustus 2002).
Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara telah
menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni (ipteks). Ipteks berkembang terus sejalan dengan
perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dan bangsa
Indonesia. Perkembangan ipteks yang didukung oleh perkembangan
teknologi komunikasi dan infonnasi (seperti internet, e-mail, e-business, e-
commerce, TV-edukasi, dan lain-lain) melaju dengan pesat, terutama
memasuki abad ke-21 sekarang. Di sisi lain, perkembangan bahasa
Indonesia terasa belum seimbang dengan perkembangan ipteks dan
zamannya. Pengalihan konsep-konsep ipteks dari bahasa asing, terutama
bahasa Inggris belum seluruhnya dapat dicarikan padanannya dalam
bahasa Indonesia. Sebagai akibatnya, kosakata dan istilah asing itu
mengalir deras ke dalam khazanah kosakata bahasa Indonesia. Dengan
demikian, peran strategis bahasa Indonesia sebagai bahasa peradaban
modern masih memerlukan pengembangan yang lebih serasi dan serius
sesuai dengan perkembangan ipteks. Dalam rangka menuju ke arah
peradaban modern, kita perlu memahami, menguasai, dan
mengembangkan konsep-konsep ipteks modem, yang pada umumnya
masih tertulis dalam baliasa asing, khususnya bahasa Inggris. Tujuannya,
agar konsep-konsep ipteks modem tidak hanya diserap oleh mereka yang
memahami baliasa asing yang jumlahnya tentu tidak sebanding dengan
jumlah anggota masyarakat Indonesia yang memerlukannya. Apalagi
dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan pembangunan,
penyebarluasan konsepkonsep ipteks modern itu harus dilakukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Dalam rangka lebih memasyarakatkan
peristilahan modem itu, istilahistilah yang telah berhasil disusun, kemudian
diolah lebih lanjut menjadi berbagai 6 kamus istilah. Tentu saja, selain
mengandung padanan istilah dalam bahasa Indonesia, kamus istilah itu
juga mencantumkan rumusan atau penjelasan setiap istilah yang
dicantumkan. Sampai sekarang, telah berhasil disusun tidak kurang dari 40
buah kamus istilah. Penerbitan daftar dan kamus istilah itu sangat penting
dan bemanfaat dalam rangka memasyarakatkan dan menyebarluaskan
perangkat istilah yang sudah dibakukan. Jika upaya penerbitan dan
publikasi itu tidak dilakukan, hasil penyusunan dan pembakuan istilah itu
akan tetap tertinggal sebagai harta karun. Dalam hal ini para ilmuwan dari
berbagai disiplin diharapkan menggunakan istilah yang telah dibakukan itu
dengan taat asas. Selain itu, harus pula diupayakan adanya arus balik
yang dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam proses pengembangan
bahasa selanjutnya. Di samping itu dipandang dari segi pembinaan dan
pengembangan bahasa, masuknya istilah-istilah yang sudah dibakukan itu
ke dalam buku ajar, makalah, laporan penelitian, jurnal-jurnal ilmiah,
karangan-karangan ilmiah lainnya, dan media komunikasi dan informasi
(baca: komputer) merupakan langkah berikutnya yang tidak dapat ditawar-
tawar lagi. Bahasa Indonesia memiliki dua sifat utama yang
menguntungkan, yaitu (1) bentuk yang sederhana sehingga mudah
dipelajari dan (2) kelenturan (fleksibel) untuk dikembangkan. Hal ini
didukung oleh latar belakang sejarah kebahasaan yang kuat. Kaum cerdik-
cendekia yang hidup pada zaman kemerdekaan pun, pada umumnya yakin
bahwa bahasa Indonesia mempunyai kemampuan berkembang luas
dengan cepat di tanali air ini, dari Sabang sampai Merauke. Danzer Carr
misalnya, berkeyakinan bahwa bahasa Indonesia dapat menggantikan
kedudukan bahasa Inggris di Asia. Bahasa Indonesia tidak diragukan lagi
kemampuannya untuk menjadi bahasa ipteks modern. Pengembangan
ipteks bahasa ragam ipteks itu harus hemat dan cermat karena
menghendaki respons yang pasti dari pendengar dan pembacanya.
Kaidah-kaidah sintaktis dan bentukan-bentukan bahasa dan ranah
penggantinya hams mudah dipahami. Kehematan penggunaan kata,
kecermatan, dan kejelasan sintaktis yang berpadu dengan penghapusan
unsur-unsur yang bersifat pribadi dapat menghasilkan ragam ipteks yang
umum.

Kalimat ipteks yang panjang-panjang hanya dapat direspons secara


langsung oleh pembaca yang terlatih. Pembaca dan penyimak ragam
bahasa ipteks itu diharapkan tidak memperoleh informasi yang keliru.
Kelugasan, keobjektifan, dan keajegan/konsistensi bahasa ipteks itulah
yang membedakannya dengan bahasa ragam sastra yang subjektif, halus,
dan lentur sehingga interpretasi pembaca yang satu kerap kali sangat
berbeda dengan interpretasi dan apresiasi pembaca lainnya. Ihwal
pengembangan bahasa Indonesia ragam ipteks, hal itu dapat dihubungkan
dengan klasifikasi bidang ihnu yang lazim berlaku di Indonesia, yaitu ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan ilmu pengetaliuan
budaya. Namun, yang menjadi masalah sekarang adalah unsur ip (ilmu
pengetahuan). Apalagi sekarang ini telah berkembang teknologi
komunikasi dan informasi, seperti internet, e-mail, e-business, e-
commerce, cybertechnology, teleducation, cybercity, dan lain-lain.
Berdasarkan pemakaian kata ilmu pengetahuan sebagai padanan kata
science (s) dengan muatan makna natural science, maka unsur ip pada
kata ipteks itu merujuk pada ilmu pengetahuan alam. Dengan demikian,
bahasa Indonesia ragam ipteks itu adalah bahasa Indonesia yang
digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan alam dan teknologi (science
and technology). Upaya pengembangan konsep ipteks modern dalam
bahasa Indonesia hanya mungkin dapat dilakukan dengan baik apabila
istilah-istilah yang biasa digimakan dalam bidang ipteks itu sudah ada
padanannya dalam bahasa Indonesia. Hal itu berarti, agar dapat
mengembangkan bahasa Indonesia menjadi ragam ipteks, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah menyusun peristilahannya. Untuk
keperluan itulah Pusat Bahasa yang ada sekarang, dengan bantuan
sejumlah pakar perguruan tinggi, lembaga-lembaga penelitian di Indonesia
telah berhasil menyusun peristilahan untuk berbagai bidang ilmu, dengan
memberikan prioritas pada empat bidang ilmu dasar, yakni fisika, kimia,
biologi, dan matematika. Keempat bidang ilmu dasar itu masing-masing
diberi judul Glosarium Fisika, Glosarium Kimia, Glosarium Biologi, dan
Glosarium Matematika. Di tengah perubahan sosial-politik dan teknologi
informasi serta komunikasi yang ada sekarang, apalagi menuju bahasa
Indonesia menjadi peradaban modern, para pakar dari berbagai disiplin
ilmu harus bahu-membahu 8 menjadikan bahasa Indonesia sejajar dengan
bahasa asing lainnya, temtama bahasa Inggris. Kita ambil contoh kata valid
yang dipungut dari bahasa Inggris. Orang Inggris menyerap kata itu dari
kata validus dari bahasa Latin. Dengan menggunakan proses morfologis
bahasa Inggris, terbentuklah kata-kata validity, validate, validly, dan
validness. Kata-kata itu dalam kamus bahasa Inggris ada dalam satu lema
(entry). Jika kita bandingkan kata-kata pungut dalam kamus bahasa Inggris
dengan kata pungut dalam kamus bahasa Indonesia, maka akan terlihat
adanya perbedaan yang mencolok. Dalam rangka mengembangkan
kosakata bahasanya, orang Inggris mempertahankan sistem dan kaidah
kebahasaannya secara ajeg (konsisten). Sikap bahasa yang demikian itu
tidak tampak dalam kamus-kamus bahasa Indonesia, termasuk Kamus
Besar Bahasa Indonesia dalam edisi terbarunya. Kata valid dan validitas
diserap langsung dari bahasa Inggris tanpa mengalami proses morfologis
bahasa Indonesia sehingga kedua kata tersebut merupakan dua lema yang
berbeda. Untuk kata valid itu, para leksikograf Kamus Besar Bahasa
Indonesia tidak menurunkan kevalidan sebagai padanan kata validness.
Bahkan akhir-akhir ini kita sering mendengar dan membaca pemakaian
kata validasi sebagai padanan kata validation. Penyerapan kata validate
sangat sulit, bahkan juga tidak mungkin dilakukan tanpa proses morfologis
bahasa Indonesia. Dengan menggunakan kaidah morfologi bahasa
Indonesia, dapat diturunkan kata memvalidkan. Dengan menggunakan
kaidah morfologi bahasa Indonesia, penyerapan kata/istilah sesungguhnya
dapat berlangsung lebih mudah dan ajeg. Dari kata valid dapat diturunkan
kata-kata kevalidan, memvalidkan, pemvalidan, dan secara valid, yang
merupakan sinonim kata keabsahan, mengabsahkan, pengabsahan, dan
secara absah. Dari uraian di atas dapat disenaraikan karakteristik baliasa
Indonesia ragam ipteks sebagai berikut. Pertama, kelugasan dan
kecermatan yang menghindari segala macam kesamaran dan ketaksaan
(ambiguity). Kedua, keobjektifan yang sedapat mungkin tidak menunjukkan
selera perseorangan (impersonal). Ketiga, pembedaan dengan teliti, nama,
ciri, atau kategori yang mengacu ke objek penelitian atau telaahnya agar
tercapai kecermatan dan ketertiban bernalar. Keempat, penjauhan emosi
agar tidak mencampurkan perasaan sentimen dalam tafsirannya. Kelima,
kecenderungan membakukan makna kata dan ungkapannya dan gaya
pemeriannya berdasarkan perjanjian. Keenam, langgamnya tidak
bombastis atau dogmatis. Ketujuh, penggunaan kata dan kalimat secara
ekonomis agar tidak lebih banyak daripada yang diperlukan. Kini, 28
Oktober 2004 kita berada pada jarak 76 taliun dari para pendahulu kita
yang sangat peduli terhadap martabat bahasa Indonesia itu. Marilah kita
bersama-sama merefleksi kembali apakah keyakinan, kebulatan semangat
kebangsaan (nasionalisme) untuk mempersatukan berbagai kelompok
masyarakat sehingga bahasa Indonesia sebagai sarana penghubung
antarsuku, antardaerah, anatarbudaya, dan sarana pengembangan ipteks
modern itu digunakan dengan sebaik-baiknya. “Malu rasanya aku jadi
bangsa Indonesia” (meminjam istilah Taufiq Ismail), kita yang hidup di alam
kemerdekaan dengan kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi
sekarang tidak dapat memanfaatkan peluang untuk mempersatukan
seluruh komponen masyarakat dan bangsa ini. Namun, ada satu harapan
baru ketika para pemuda kita empat tahun lalu, bersamaan dengan
peringatan Sumpah Pemuda 2000 telah mengikrarkan adanya Sumpah
Internet Pemuda, yang dapat diakses langsung dari seluruh pelosok tanah
air. Ini merupakan sebuah upaya nyata agar masyarakat dan bangsa kita di
tengali krisis multidimensional sekarang tidak terpecah-pecah dan
berakibat pada disintegrasi bangsa. Oleh karena itu, perlu dukungan dan
tindak lanjut dari berbagai kelompok masyarakat, seperti elite politik,
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, pers, para pemuda, dan
mahasiswa agar Sumpah Internet Pemuda tersebut dapat
diimplementasikan menuju peradaban modem. Mendahulukan bahasa
Indonesia memiliki peran penting di dalam kehidupan bennasyarakat,
berbangsa, dan bemegara. Peranannya tampak di dalam kehidupan
bermasyarakat di berbagai wilayah tanah tumpah darah Indonesia.
Komunikasi perhubungan pada berbagai kegiatan masyarakat telah
memanfaatkan bahasa Indonesia di samping bahasa daerah sabagai
wahana dan piranti untuk membangun kesepahaman, kesepakatan, dan
persepsi yang memungkinkan terjadinya kelancaran pembangunan
masyarakat di berbagai bidang. Bahasa 10 Indonesia sebagai milik
bangsa, dalam perkembangan dari waktu ke waktu telah teruji
keberadaannya, baik sebagai bahasa persatuan maupun sebagai resmi
negara. Adanya gejolak dan kerawanan yang mengancam kerukunan dan
kesatuan bangsa Indonesia bukanlah bersumber dari bahasa
persatuannya, bahasa Indonesia yang dimilikinya, melainkan bersumber
dari krisis multidimensional, terutama krisis ekonomi, hukum, dan politik,
serta pengaruh globalisasi. Justru, bahasa Indonesia hingga kini menjadi
perisai pemersatu yang belum pernah dijadikan sumber permasalahan oleh
masyarakat pemakainya yang berasal dari berbagai ragam suku dan
daerah. Hal ini dapat terjadi karena bahasa Indonesia dapat menempatkan
dirinya sebagai sarana komunikasi efektif, berdampingan dan bersama-
sama dengan bahasa daerah yang ada di Nusantara dalam
mengembangkan dan melancarkan berbagai aspek kehidupan dan
kebudayaan, temasuk pengembangan bahasa-bahasa daerah. Dengan
demikian bahasa Indonesia dan juga bahasa daerah memiliki peran
penting di dalam memajukan pembangunan masyarakat di dalam berbagai
aspek kehidupan. Peran bahasa Indoensia dan bahasa daerah semakin
penting di dalam era otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah
yang dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta
masyarakat, akan mendorong dan menumbuhkan prakarsa dan kreativitas
daerah. Hal ini tercermin dari kewenangan-kewenangan yang telah
diserahkan ke daerah dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab. Dengan prinsip tersebut diharapkan dapat
mengakselarasi pencapaian tujuan yang telah direncanakan dalam
pembangunan masyarakat. Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999. Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, yakni
mencakup semua kewenangan pemerintahan, kecuali kewenangan bidang
politik luar negeri, pertalianan dan keamanan, peradilan, moneter dan
fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain yang bersifat lintas
kabupaten/kota. Kewenangan kabupaten/kota meliputi bidang pekerjaan
umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan,
industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup,
pertanahan, serta koperasi dan tenaga kerja. Pengembangan Bahasa,
termasuk sastra berhubungan dengan kewenangan. pemerintahan di
Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, baik yang dimiliki pemerintah pusat,
provinsi dan kabupaten/kota. Kewenangan pemerintah pusat berupa
penyediaan standar, pedoman, fasilitas dan bimbingan dalam rangka
pengembangan bahasa serta sastra. Selanjutnya, kewenangan untuk
penyelenggaraan kajian sejarah dan nilai tradisional serta pengembangan
bahasa dan budaya daerah merupakan bagian dari kewenangan provinsi.
Oleh karena bahasa dan sastra daerah pada dasamya berkembang dari
masyarakat di desa-desa, kampung-kampung, serta kelompok masyarakat
tradisional yang secara kewilayahan berada dalam wilayah kabupaten/kota
sehingga mulai di kabupaten/kota dilakukan kegiatan operasional
pengembangan bahasa dan sastra daerah. Di tingkat nasional sudah ada
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional sebagai lembaga yang
mendapat mandat dari pemerintah untuk melakukan perencanaan bahasa.
Pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dibentuk lembaga perpanjangan
penyelenggaraan Pusat Bahasa berupa balai atau kantor bahasa yang
berfungsi untuk membina dan mengembangkan bahasa dan sastra.
Penyelenggaraan kegiatan pada lembaga bahasa di tingkat
provinsi/kabupaten ini terkait langsung dengan rangkaian penyelenggaraan
pendidikan dan kebudayaan. Pembinaan dan pengembangan bahasa pada
era otoda seharusnya semakin mendapat tempat yang penting. Oleh
karena era otoda memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas,
akselarasi manajemen yang tepat, masyarakat yang peduli, dan
keterhubungan pihak lain secara komunkatif. Keseluruhan unsur tadi
berkaitan langsung dengan bahasa sebagai piranti utama dalam
berinteraksi. Perubahan sistem pemerintahan negara dari sentrahstik
menjadi desentralistik yang diwujudkan melalui sistem otonomi daerah
memberikan peluang dan tantangan bagi upaya pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia. Bahasa mengalami perubahan sejalan
dengan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat penuturanya. Bahasa
digunakan sebagai sarana ekspresi dan komunikasi dalam kegiatan
kehidupan manusia, seperti dalam bidang kebudayaan, ilmu, dan teknologi.
Seiring dengan perkembangan zaman, kebudayaan dan ilmu serta
teknologi berkembang sedemikian rupa. Bahasa Indonesia pun
berkembang mengikuti perkembangan tersebut. Pesatnya perkembangan
kebudayaan, ilmu, 12 dan teknologi di dunia Barat membawa pengaruh
terhadap perkembangan bahasa Indonesia, khususnya di bidang
kosakata/peristilahan. Di samping itu, luas wilayah pemakaian (tersebar di
pulau-pulau yang secara geografis terpisahkan dengan oleh laut) dan
besarnya jumlah penutur yang berlatar belakang (bahasa daerah dan
kebudayaannya), memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan di tiap-
tiap daerah yang lama kelamaan akan berkembang menjadi dialek
tersendiri. Oleh karena itu, perlu diadakan kontak terus-menerus antara
daerah yang satu dan daerah yang lain untuk menjaga keutuhan bahasa
Indonesia. Perkembangan baliasa Indonesia itu harus diarahkan menuju
ragam bahasa baku. Selanjutnya, ada beberapa dasar pembinaan baliasa
Indonesia yang diharapkan memberikan semangat dan motivasi tinggi
dalam membina dan mengembangkan bahaasa Indoensia. Landasan
tersebut bersifat keagamaan (religius), kesejarahan (historis, politis),
kecendekian (intelektual), bersifat kemasyarakatan (sosial). Dengan
landasan tersebut, pembinaan bahasa Indonesia yang dilakukan pada era
otonomi daerah menjadi kuat, tidak tergoyahkan oleh kondisi yang bersifat
memecah-belah, dan dapat dijadikan referensi dalam menjaga kesatuan
dan persatuan demi keutuhan bangsa Indonesia. Landasan yang bersifat
keagamaan adalah bahwa bahasa Indonesia itu karunia Tuhan yang harus
kita syukuri. Membina dan mengembangkan bahasa Indonesia berarti
mensyukuri karunia Tuhan. Sebaliknya, mengabaikan pemeliharaan
bahasa Indonesia adalah sama dengan tidak mensyukuri karunia Tuhan.
Landasan kedua bersifat kesejarahan, yaitu bahasa Indonesia merupakan
amanat para pejuang atau pahlawan bangsa. Butir ke-3 Sumpah Pemuda
1928 menyatakan bahwa “Kami putra-putri Indonesia, menjungjung bahasa
Persatuan, bahasa Indonesia”. Demikian pula Pasal 36 UUD 1945
menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah bahasa Indonesia”. Generasi
peneras harus mengamalkan amanat itu. Menghargai bahasa Indonesia
dengan jalan “menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar
dalam suasana resmi” berarti mengamalkan amanat para pahlawan
tersebut. Dasar berikutnya adalah landasan kecendekiaan. Bahasa
Indonesia adalah bahasa yang mampu mengemban konsep, mutu, dan
keilmiahan, karena diemban oleh intelektualisme para cendekiawan atau
orang terpelajar, bukan awam. Kemampuan intelektual orang terpelajar
jauh lebih tinggi 13 daripada orang awam. Pengalaman intelektual mereka
pun jauh lebih banyak daripada orang awam. Atas dasar itu, bahasa
Indonesia orang terpelajar harus lebih bermutu daripada orang awam.
Bahasa Indonesia beragam. Dasar ini juga merupakan landasan dalam
pembinaan bahasa Indonesia karena secara sosial, penutur bahasa
Indonesia berasal dari berbagai strata dan kelompok masyarakat. Ragam
bahasa Indonesia, di antaranya ragam baku, nonbaku, ragam ilmiah, dan
ragam lainnya. Fokus dan arah pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia pada prinsipnya, yakni pembinaan dan pengembangan bahasa
sebagai upaya dan penyelenggaraan kegiatan yang ditujukan untuk
memelihara dan mengembangkan bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan
pengajaran bahasa asing. Hal ini dilakukan supaya bahasa tersebut dapat
memenuhi fungsi dan kedudukannya. Pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia difokuskan melalui usaha-usaha pembakuan agar
tercapai pemakaian yang cermat, tepat, dan efisien dalam berkomunikasi.
Sehubungan dengan hal itu, perlu diciptakan kaidah (aturan) dalam bidang
ejaan, kosakata/istilah, dan tata bahasa. Dalam usaha pembinaan bahasa
Indonesia perlu diarahkan dan didahulukan pada bahasa Indonesia ragam
tulis karena coraknya lebih tetap dan batas cakupannya lebih jelas. Di
samping itu, pembakuan lafal perlu dilakukan sebagai pegangan guru,
penyiar televisi/radio, dan masyarakat luas. Untuk kepentingan praktis,
telah diambil sikap bahwa: (1) pembinaan, terutama difokuskan kepada
penutumya, yaitu masyarakat pemakai bahasa Indonesia; (2)
pengembangan terutama difokuskan kepada bahasa dalam segala
aspeknya. Pembinaan dan pengembangan bahasa mencakup dua arah,
yaitu (1) pengembangan bahasa mencakup dua masalah pokok (masalah
bahasa dan masalah kemampuan/sikap) dan (2) pembinaan yang
mencakup dua arah (masyarakat luas dan generasi muda).
Pengembangan aspek bahasa meliputi ragam bahasa lisan dan bahasa
tulis. Ragam bahasa lisan mencakup lafal, tata bahasa, kosakata/istilah,
dan ejaan. Dalam ragam bahasa tulis yang digarap terlebih dahulu adalah
ejaan, dengan peresmian penggunaan Ejaan yang Disempumakan oleh
Presiden Republik Indonesia tahun 1972. Kemudian, disusul dengan usaha
pembakuan di bidang kosakata/istilah yang pemakaiannya diresmikan oleh
Menteri Pendidikan dan 14 Kebudayaan pada tahun 1975. Di samping itu,
dilakukan pula pengolahan kembali Kamus Umum Bahas Indonesia
karangan W.J.S. Poewadarminta oleh Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa yang terbit mulai cetakan V tahun 1976.
Kemudian, pada tahun 1988 terbit Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan
disempurnakan dalam edisi kedua yang terbit pertama tahun 1991. Usaha
pembakuan dalam bidang tata bahasa secara resmi telah dirintis dengan
diadakannya Seminar Penyusunan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
1988. Dalam hal pengembangan kemampuan dan sikap, telah ditempatkan
dasar yang kuat, yaitu dicantumkannya di dalam GBHN bahwa “pembinaan
dan pengembangan bahasa dilakukan dengan mewajibkan peningkatan
mutu pengguna bahasa Indonesia sehingga penggunaan bahasa
Indonesia secara baik dan benar dapat menjangkau seluruh lapisan
masyarakat.” Di samping itu, telah dan terus dilakukan pengembangan
kemampuan dan sikap positif pemakai bahasa Indonesia dengan media
televisi dan radio. Ada pula upaya penyuluhan kebahasaan secara
langsung bagi para pelaku ekonomi dan pembangunan, baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah, di berbagai provinsi. Dengan demikian,
diharapkan akan diperoleh keseragaman kaidah dan penerapannya dalam
berbagai laras bahasa (jenis penggunaan bahasa) sehingga tujuan
pengembangan bahasa-salah satu tujuannya adalah agar pembakuan
bahasa dapat dicapai. Pada era otoda ini, pembinaan bahasa tetap
mengacu pada sikap kebijakan pembinaan bahasa, yaitu ditujukan kepada
masyarakat penutur bahasa. Pembinaan ini mencakup dua arah, yaitu.
vertikal dan horizontal. Arah vertikal dengan sasaran pembinaan kepada
generasi muda, termasuk pelajar dan mahasiswa, yang merupakan
generasi penerus. Selanjutnya, arah horizontal dengan sasaran pembinaan
kepada generasi sekarang, yaitu masyarakat luas minus generasi muda.
Pada masyarakat generasi sekarang diutamakan pembinaan ragam
bahasa tulis. Oleh karena merekalah yang akan mewariskan penggunaan
bahasa yang baik dan benar kepada generasi penerus. Berdasarkan
paparan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa pembinaan dan
pengembangan bahasa pada era otoda sekarang ini meliputi usaha
pengembangan bahasa (yang salah satu sasarannya berupa pembakuan
bahasa) 15 dan usaha meningkatkan kemampuan dan sikap penutur
bahasa Indonesia agar dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan
baik dan benar. Beberapa Masalah Pembinaan Bahasa Indonesia pada
Era Otoda Pembinaan bahasa Indonesia sudah lama dilakukan, bahkan
sejak zaman Pujangga Baru (1933). Namun, sampai sekarang masih
banyak kendala yang dihadapi dan dialaminya, khususnya pada era otoda.
Masalah utama adalah persoalan sikap terhadap pembinaan bahasa
Indonesia. Ada sebagian masyarakat pengguna bahasa Indonesia yang
meremehkan bahasa Indonesia. Sikap mereka terhadap pembinaan
bahasa Indonesia acuh tak-acuh. Mereka menilai: (1) pelaksanaan
pembinaan bahasa Indonesia kurang menarik, (2) hasilnya kurang nyata,
dan (3) bahasa Indonesia dianggap mudah. Karena dianggap mudah,
orang Indonesia tidak perlu mempelajari bahasa Indonsia. Persoalan sikap
tersebut semakin menjadi masalah, karena sikap negatif itu bukan berasal
dari kelompok awam, melainkan kelompok cendekia atau terpelajar.
Mereka itu adalah sebagian pelaku utama dan pemegang peranan penting
dalam roda otonomi daerah. Jika orang awam bersikap negatif terhadap
bahasa Indonesia, itu dapat dipahami. Namun jika orang terpelajar
bersikap seperti orang awam itu, tampaknya tidak berterima. Masalahnya,
orang awam berbeda dengan orang terpelajar. Orang awam tidak banyak
berkaitan dengan dunia pemikiran. Kegiatannya terbatas pada pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari, sedangkan seorang terpelajar berkaitan erat
dengan dunia pemikiran. Pemikiran-pemikirannya melahirkan konsep-
konsep, perencanaan, dan kebijakankebijakan. Oleh karena orang
terpelajar pencetus konsep, perencana kegiatan, dan pembuat kebijakan.
Orang terpelajar selalu bergulat dengan masalah mutu sumberdaya
manusia. Dalam pergulatan itulah bahasa Indonesia tampil sebagai piranti
yang penting karena bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi, bahasa
negara. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dipahami bahwa orang
terpelajar (kita semua) pada hakikatnya berkepentingan dengan
pembinaan bahasa Indonesia. Bahkan orang terpelajar juga dengan
sendirinya menjadi pembina bahasa Indonesia. Oleh karena, sekali lagi,
orang terpelajar terlibat dalam dunia pemikiran. Di sisi lain, orang terpelajar
sering terlibat dalam suasana resmi, suasana kenegaraan, dan yang
terakhir, orang terpelajar berpengaruh kuat terhadap orang lain (anak
buah, bawahan). Alasan tersebut di atas yang 16 menjadikan kelompok
terpelajar, termasuk kita semua, harus berperan sebagai pembina bahasa
Indonesia. Konsekuensi logisnya adalah mau tidak mau, kita haruslah
menjadi contoh, teladan, anutan, atau model bagi orang lain. Setidaknya,
bahasa Indonesia kita harus bemutu. Bahasa Indonesia yang bermutu
ialah bahasa Indoensia yang bersih dari kesalahan, baik kesalahan kaidah,
kesalahan logika, maupun kesalahan budaya. Kesalahan kaidah sudah
sering dibahas. Jadi pembicaraannya tidak perlu imtuk sementara.. 1976).
Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa., Peran Bahasa dan Sastra Bahasa
Indonesia memiliki peran penting di dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Peran tampaknya di dalam kehidupan
bermasyarakat di berbagai wilayah tanah tumpah darah Indonesia.
Komunikasi perhubungan pada berbagai kegiatan masyarakat telah
memanfaatkan bahasa Indonesia, di samping bahasa daerah sabagai
wahana dan piranti untuk membangun kesepahaman, kesepakatan, dan
persepsi yang memungkinkan terjadinya kelancaran pembangunan
masyarakat di berbagai bidang Bahasa Indonesia sebagai milik bangsa,
dalam perkembangan dari waktu ke waktu telah teruji keberadaannya, baik
sebagai bahasa persatuan maupun sebagai resmi negara.
BAB III PENUTUP

3.1. Simpulan Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia di wilayah NKRI


adalah sebagai bahasa nasional dan baahsa negara. Dalam pembangunan
bangsa yakni sebagai perisai pemersatu yang belum pemah dijadikan
sumber permasalahan oleh masyarakat pemakainya yang berasal dari
berbagai ragam suku daerah. Hal ini terjadi karena bahasa Indonesia
mampu menempatkan dirinya sebagai sarana komunikasi yang efektif,
berdampingan dan bersama-sama dengan bahasa daerah yang ada di
Nusantara dalam mengembangkan dan melancarkan berbagai aspek
kehidupan, kebudayaan, termasuk pengembangan bahasa-bahasa daerah.
Bahasa Indonesia berperan penting dalam pembagunan bangsa karena
bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi kenegaraan yang berperan
penting dalam memajukan pembagunan masyarakat dalam berbagai aspek
kehidupan yang akhimya mendorong kemajuan dalam berbagai aspek
kehidupan dalam pembangunan bangsa.

3.2. Saran Sebagai kaum intelektual kita harus menjaga bahasa


Indonesia agar menjadi bahasa yang dapat mempersatukan berbagai
kelompok masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia agar tercapai
pemakaian yang cermat, tepat, dan efisien.

Anda mungkin juga menyukai