Anda di halaman 1dari 12

KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI

BAHASA PERSATUAN

Dosen Pembimbing : Julianan M,pd

Disusun oleh :

1.Wardah Hasibuan 23060142


2.Ummul Fitrah 23060133
3.Soraya Fatimah Lubis 23060125
4.Riri Anggita Napitupulu 23060109
5.Zahrona Shombing 23060144
PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA
FAKULTAS KESEHATAN UNERSITAS AUFA ROYHAN
KOTA PADANGSIDIMPUAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis Panjatkan Kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat Serta
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan yang berjudul Kedudukan Basa Indonesia
Sebagai Bahasa Persatuan. ini menjelaskan semua hal tentang yang berkaitan dengan kebahasaan
kebidanan.Jurnal ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan atau referensi bagi mahasiswa
kesehatan terutama bidang ilmu kebidanan, praktisi kesehatan secara umum dan bagi peneliti
dibidang kesehatan dan hokum secara luas.

Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah berperan dalam
penyusunan buku ini selama proses pengerjaannya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan
kemudahan dalam setiap urusan kita. Aamiin.

Padangsidimpuan, 13 Desember 2023


LATAR BELAKANG

Serang – Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi negara.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai sarana
pemersatu berbagai suku bangsa dan sebagai sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya
daerah.
Mengapa bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa negara?

Pertama, sebagai lambang kebanggaan nasional. Artinya, bahwa bahasa Indonesia


mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan bangsa Indonesia.
Fungsi kedua dari bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional adalah sebagai
lambang jati diri atau identitas nasional.
DAFTAR ISI
BAB 1
PEMBAHASAN
KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA

1.1 Pengertian Bahasa Indonesia

Dalam kehidupan sehari-hari, kita kerap menggunakan bahasa Indonesia. Ia merupakan bahasa
yang penting di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dilihat dari kedudukannya dalam
khazanah kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa Indonesia memiliki dua pengertian, yaitu
sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara. Bahasa Indonesia, dalam kedudukannya
sebagai bahasa nasional, didasarkan pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, terutama
butir ketiga yang berbunyi: "Kami putra dan putrid Indonesia menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia".

Sementara dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara didasarkan pada Undang-
Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36 yang berbunyi, "Bahasa negara adalah bahasa Indonesia".
Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi. Pertama, sebagai lambang
kebanggaan nasional. Artinya, bahwa bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai social budaya
yang mendasari rasa kebangsaan bangsa Indonesia.

Fungsi kedua dari bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional adalah sebagai
lambang jati diri atau identitas nasional. Artinya, bahwa bahasa Indonesia merupakan cerminan
kepribadian bangsa Indonesia secara eksistensi. Selain sebagai lambang jati diri atau identitas
nasional, bahasa Indonesia dalam kedudukannnya sebagai bahasa nasional juga memiliki fungsi
sebagai alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial, budaya, dan
bahasanya. Artinya, bahwa bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi di seluruh
pelosok Indonesia.

Fungsi terakhir yang dimiliki oleh bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah sebagai alat
perhubungan antarbudaya dan antardaerah. Artinya, bahwa dengan adanya bahasa Indonesia dan
penggunaan bahasa Indonesia bangsa Indonesia mendahulukan kepentingan nasional ketimbang
kepentingan daerah, suku ataupun golongan. Tadi telah dipaparkan, bahwa bahasa Indonesia juga
berkedudukan sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki
beberapa fungsi.

Pertama sebagai bahasa resmi negara. Sebagai bahasa resmi negara, bahasa Indonesia digunakan
untuk berbagai keperluan kenegaraan, baik lisan maupun tulis, seperti pidato-pidato kenegaraan,
dokumendokumen resmi negara, dan sidang-sidang yang bersifat kenegaraan. Semua itu
dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya. Fungsi kedua
bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara adalah sebagai bahasa pengantar
resmi di lembaga-lembaga pendidikan. Dalam fungsinya ini, bahasa Indonesia digunakan sebagai
sarana penyampai ilmu pengetahuan kepada anak didik di bangku pendidikan dari tingkat taman
kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi, baik negri maupun swasta.

Selain sebagai bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, bahasa Indonesia,


sebagai bahasa negara, juga memiliki fungsi sebagai bahasa resmi dalam perhubungan pada
tingkat nasional, baik untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan maupun
untuk kepentingan pemerintahan. Artinya, bahwa bahasa Indonesia tidak saja hanya digunakan
sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat luas, melainkan juga
digunakan sebagai alat komunikasi penduduk di seluruh pelosok Indonesia.

Fungsi terakhir dari bahasa Indonesia sebagai bahasa negara adalah sebagai bahasa resmi di
dalam kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Artinya, bahwa
bahasa Indonesia dipakai sebagai alat untuk mengembangkan dan membina iptek dan
kebudayaan nasional sehingga tercipta satu ciri khas yang menandakan satu kesatuan negara
Indonesia dan bukannya kedaerahan. II.

Sejarah Bahasa Indonesia Untuk dapat meraih kedudukannya sebagai bahasa nasional dan
bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. Telah diketahui bersama
bahwa bahasa Indonesia yang kita gunakan saat ini berasal dari bahasa Melayu. Ada beberapa
alasan yang menyebabkan diangkatnya bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia. Pertama,
bahwa bahasa melayu merupakan lingua franca (bahasa yang dipergunakan sebagai alat
komunikasi sosial di antara orangorang yang berlainan bahasanya) di Indonesia. Jauh sebelum
bahasa Indonesia ada dan dipergunakan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara di Indonesia,
bahasa Melayu sudah terlebih dahulu menjadi alat komunikasi di Indonesia.

Ini dapat dilihat dari banyaknya prasasti-prasasti pada zaman kerajaan Sriwijaya (kisaran abad
VII) yang ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu, seperti prasasti di Talang Tuwo,
Palembang yang berangka tahun 684, prasasti di Kota Kapur, Bangka Barat yang berangka tahun
686, ataupun prasasti Karang Brahi yang berangka tahun 686. Selain itu, keberadaan bahasa
Melayu sebagai lingua franca di Indonesia juga dapat dilihat dari daftar kata-kata yang disusun
oleh seorang Portugis bernama Pigafetta pada tahun 1522. Daftar tersebut dia susun berdasarkan
kata-kata dari bahasa Melayu yang ada dan tersebar penggunaan di kepulauan Maluku. Atau juga
pada surat keputusan yang dikeluarkan oleh Pemerintah kolonial Belanda.

Surat keputusan yang bernomor K.B. 1871 No. 104 menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-
sekolah bumi putera diberi dalam bahasa Daerah, kalau tidak dipakai bahasa Melayu. Alasan
kedua yang meyebabkan diangkat bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia adalah
kesederhanaan sistem bahasa Melayu yang tidak memiliki tingkatan. Tidak seperti bahasa Jawa
yang memiliki tingkatan seperti kromo, kromo madya, dan ngoko, bahasa Melayu tidak
mengenal sistem tingkatan seperti itu. Bahasa Melayu tidak mengenal tingkatan-tingkatan dalam
sistem berbahasanya inilah yang menciptakan kesan bahasa Melayu mudah untuk dipelajari.
Selain itu, diterima dan diangkatnya bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia disebabkan karena
kerelaan berbagai suku di Indoensia untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa nasional
bangsa Indonesia.

Bentuk kerelaan ini puncaknya terjadi pada Kongres Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928
yang melahirkan teks Naskah Sumpah Pemuda, yang salah satu butirnya berbunyi, "Kami putra
dan putrid Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Alasan keempat atau
alasan terakhir yang menyebabkan diangkatnya bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia adalah
kesanggupan bahasa

Melayu untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas. Kesanggupan ini
dibuktikan dengan keberadaan bahasa Melayu yang merupakan alat perhubungan antara orang-
orang yang berlainan bahasanya di Indonesia. Sebagai alat perhubungan tersebut, bahasa Melayu
telah mampu membuktikan kemampuannya dalam menterjemahkan segala perilaku dan bentuk-
bentuk budaya yang ada di Indonesia, sehingga mereka yang berada di luar wilayah kebudayaan
Indonesia pun dapat memahami segala bentuk dan perilaku kebudayaan yang ada di Indonesia.
III.

Ragam Bahasa Indonesia Dalam praktek pemakaiannya bahasa memiliki banyak ragam. Secara
sederhana, ragam bahasa dapat diartikan sebagai variasi pemakaian bahasa yang timbul sebagai
akibat adanya sarana, situasi, norma dan bidang pemakaian bahasa yang berbedabeda. Merujuk
pada pengertian tersebut, maka ragam bahasa dapat dilihat dari empat segi, yaitu: (a) segi sarana
pemakaiannya, (b) segi situasi pemakaiannya, (c) segi norma pemakaiannya, dan (d) segi bidang
pemkaiannya. Berdasarkan segi sarana pemakaiannya, bahasa Indonesia dapat dibedakan atas
dua ragam, yakni tulis dan lisan. Ragam bahasa Indonesia tulis adalah variasi bahasa Indonesia
yang dipergunakan dengan medium tulisan.

Sementara ragam bahasa Indonesia lisan adalah ragam bahasa Indonesia yang diungkapkan
dalam bentuk lisan. Antara ragam bahasa lisan dan bahasa tulis terdapat beberapa perbedaan,
sebagai berikut: a. Ragam bahasa lisan menghendaki adanya orang kedua yang bertindak sebagai
lawan bicara orang pertama yang hadir di dapan, sedangkan dalam ragam tulis keberadaan orang
kedua yang bertindak sebagai lawan bicara tidak harus ada atau hadir di hadapan.

b. Dalam ragam bahasa lisan unsur-unsur fungsi gramatikal seperti subjek, predikat dan objek
tidak selalu dinyatakan, bahkan terkadang (dan tak jarang) unsure-unsur tersebut ditinggalkan.
Ini disebabkan karena bahasa yang digunakan tersebut dapat dibantu oleh gerak, mimik,
pandangan, anggukan atau intonasi. Sementara pada ragam bahasa tulis fungsi-fungsi gramatikal
senantiasa dinyatakan dengan jelas. Ini semata karena ragam tulis menghendaki agar orang yang
"diajak bicara" mengerti isi dari sebuah tulisan yang disampaikan. c. Ragam bahasa lisan terikat
pada kondisi, situasi, ruang, dan waktu. Sementara ragam bahasa tulis tidak, karena ia memuat
kelengkapan unsur-unsur fungsi gramatikal dan ketatabahasaan. d. Ragam bahasa lisan
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang atau pendeknya suara, sementara ragam bahasa
tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar dan huruf miring.

Selain dilihat dari segi sarana pemakaiannya, ragam bahasa Indonesia juga dapat dilihat dari
situasi pemakaiannya. Dari segi situasi pemakaiannya, ragam bahasa Indonesia dapat dibedakan
menjadi ragam bahasa Indonesia resmi dan ragam bahasa Indonesia tak resmi. Ragam bahasa
Indonesia resmi disebut juga ragam bahasa Indonesia formal. Ia merupakan ragam bahasa
Indonesia yang digunakan dalam situasi formal.

Sebagai ragam bahasa yang digunakan dalam situasi resmi atau formal, keberadaannya ditandai
dengan pemakaian unsur-unsur kebahasaan yang memperlihatkan tingkat kebakuan yang tinggi.
Ragam bahasa Indonesia resmi memiliki bentuk ragamnya yang berupa lisan dan tulis. Dalam
bentuk lisan, ragam bahasa Indonesia resmi dapat dijumpai pada pembicaraanpembicaraan di
seminar-seminar ataupun pada pembacaan teks-teks pidato kenegaraan. Sementara dalam bentuk
tulis, ragam bahasa Indonesia resmi dapat dijumpai dalam teks-teks pidato kenegaraan.

Selain ragam bahasa Indonesia resmi, dari segi situasi pemakaiannya, bahasa Indonesia juga
terdiri dari ragam bahasa Indonesia tak resmi. Ragam ini disebut juga ragam bahasa Indonesia
informal. Ia merupakan ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam situasi tak resmi. Secara
sederhana, ragam bahasa ini dapat dilihat dari pemakaian unsur-unsur bahasa yang
memperlihatkan tingkat kebakuan yang rendah.

Sebagaimana ragam bahasa Indonesia resmi, ragam bahasa Indonesia tak resmi juga memiliki
bentuknya, baik berupa lisan ataupun tulis. Dalam bentuk lisan, ragam bahasa Indonesia ini
biasanya dengan mudah dapat kita jumpai dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari.
Sementara dalam bentuk tulis, ragam bahasa Indonesia ini dapat dengan mudah ditemukan dalam
sejumlah teks-teks sastra, baik apakah itu novel, cerita pendek, ataupun puisi.

Dari segi norma pemakaiannya, bahasa Indonesia terdiri dari dua ragam, baku dan tidak baku.
Ragam bahasa Indonesia baku adalah ragam bahasa Indonesia yang pemakaiannya sesuai dengan
kaidah tatabahasa Indonesia yang berlaku, baik apakah itu secara ejaan, maupun ketatabahasaan
secara lebih spesifik. Ia biasanya, baik secara lisan ataupun tulis, identik dengan ragam bahasa
Indonesia resmi.

Ini karena dalam situasi resmi, ragam bahasa Indonesia yang digunakan senantiasa mengacu
pada kaidahkaidah tatabahasa yang baku. Ragam bahasa Indonesia tidak baku adalah ragam
bahasa Indonesia yang pemakaiannya menyimpang dari kaidah yang berlaku. Ragam bahasa
Indonesia ini, baik dalam bentuk tulis maupun lisan, berkaitan erat dengan ragam bahasa
Indonesia tak resmi. Ini karena dalam situasi tak resmi, bahasa Indonesia baku tidak digunakan.
Misalnya, di dalam pergaulan sehari-hari, penggunaan bahasa Indonesia baku akan membuat
kondisi pergaulan menjadi kaku dan terkesan resmi. Bahasa Indonesia, dalam ragamnya, juga
dapat dilihat dari segi bidang pemakaiannya. Dalam segi bidang pemakaiannya, apakah itu dalam
lisan ataupun tulis, bahasa Indonesia memiliki banyak ragam, antara lain: bahasa Indonesia
jurnalistik, bahasa Indonesia sastra, bahasa Indonesia ilmiah, dsb. Ini karena banyaknya bidang
kehidupan yang dimasuki oleh bahasa Indonesia dan setiap bidang tersebut memiliki cirinya
masing-masing yang membedakan antara satu bidang dengan lainnya.
BAB II
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan dari materi pembahasan di atas Tentang Kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan Kesimpulannya, fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan adalah:
menyebarkan kepribadian bangsa. Menjadi pemersatu suku, ras, dan antargolongan. Memupuk
rasa persatuan dan kesatuan.

Saran

Meskipun bahasa Indonesia memiliki kelebihan, namun bahasa Indonesia juga memiliki
beberapa kekurangan. Kekurangan dalam bahasa Indonesia banyak ragamnya, seperti bahasa
baku, formal, percakapan, santai dan intim. Penggunaan kata bahasa sangatlah beragam
tergantung keadaan dan situasi yang terjadi.
Lebih meingkatkan pembalajaran bahasa yang baik
DAFTAR PUSTAKA

Albartina, Ana, dkk. (2018). Peranan Guru Dalam Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
Inpres Komboi Kabupaten Biak Numfor. Wacana Akademika. Vol. 2. No. 2. Tahun 2018. H.
126-136. Alfin, Jauharoti. (2018). Membangun Budaya Literasi Dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Vol. 4. No. 2. November 2018. H. 60-66. Ali, Muhammad. (2020). Pembelajaran
Bahasa Indonesia dan Sastra (BASASTRA) di Sekolah Dasar.PERNIK: Jurnal PAUD. Vol. 3.
No. 1. September 2020. Univ. PGRI Palembang. H. 35-44. Anggito, Albi & Johan Setiawan.
(2018). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jawa Barat: CV Jejak. Anno, Sanjari D. (2014).
Strategi Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dan Apresiasi Sastra. Bandung: CV Gaza
Publishing. Anzar, Safni Febri & Mardhatillah. (2017). Analisis Kesulitan Belajar Siswa Pada
Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SD Negeri 20 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Tahun Ajaran 2015/2016. Bina Gogik. Vol. 4. No. 1. Maret 2017. H. 53-64. Aprida &
Muhammad Darwis. (2017). Belajar dan Pembelajaran. Fitrah: Jurnal Kajian Ilmu-ilmu
Keislaman. Vol. 03. No. 2. Desember 2017. IAIN Padang Sidimpuan. H. 333-352. Faizah,
Silviana Nur. (2017). Hakikat Belajar dan Pembelajaran. At-Thullab: Jurnal Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah. Vol. 1. No. 2. Tahun 2017. Universitas Islam Lamongan. H. 176-185.
Farhrohman, Oman. (2017).Implementasi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD/MI. Primary.
Vol. 09. No. 01. Januari-Juni 2017. H. 24-34. Fitrah, Muh. & Luthfiyah. (2017). Metodologi
Penelitian; Penelitian Kualitatif, Tindakan Kelas & Studi Kasus. Jawa Barat: CV Jejak. Ginting,
Meta Br. (2020). Buku Ajar Bahasa Indonesia Sekolah Dasar Kelas Rendah. Jawa Tengah:
Lakeisha. Hardani, dkk. (2020). Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. Yogyakarta: CV.
Pustaka Ilmu Group. Khair, Ummul. (2018). Pembelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra
(BASASTRA) di SD dan MI. AR-RIAYAH: Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 02. No. 01. 2018.
STAIN Curup-Bengkulu. H. 81-98. Krissandi, Apri Damai Sagita. dkk. (2017). Pembelajaran
Bahasa Indonesia Untuk SD (Pendekatan dan Teknis). Jakarta: Media Maxima. Mansyur, Umar.
(2016). Inovasi Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Pendekatan Proses. Jurnal Retorika.
Vol. 9. No. 2. Agustus 2016. H. 158- 163. Nasution, Mardiah Kalsum. (2017). Penggunaan
Metode Pembelajaran dalam Peningkatan Hasil Belajar Siswa. STUDIA DIDAKTIKA: Jurnal
Ilmiah Bidang Pendidikan. Vol. 11. No. 1. Juni 2017. UIN Serang, Banten. H. 9- 16. Nugraha,
Muldiyana. (2018). Manajemen Kelas Dalam Meningkatkan Proses Pembelajaran. Tarbawi:
Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 4. No. 01. Juni 2018. UIN Banten. H. 28-44.
Oktaviani, Rafika Elsa & Nursalim. (2021). Prinsip-Prinsip Pembelajaran Bahasa Indonesia
SD/MI. Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Vol. 7. No. 1. Mei 2021. UIN
Sultan Sayrif Kasim Riau. H. 1-9. Rahayu, Ariyanti, dkk. (2021). Hakikat Perencanaan
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Vol. 7. No. 1. Mei 2021. UIN Sultan Sayrif Kasim Riau. H. 36-48. Rahman, Taufiqur.
Bahasa Indonesia

Anda mungkin juga menyukai