KIMIA
TEKNIK
9
Abstract Kompetensi
Modul ini mengenai karakteristik Mahasiswa dapat menganalisis
semen serta reaksi kimia yang karakteristik semen serta reaksi
berkaitan dengan material semen kimia yang berkaitan dengan
yang meliputi sejarah, kimia kapur dan material semen
semen, karakteristik semen, bahan
serta karakteristik semen.
Umum
Bisa dibilang semen merupakan komponen utama bangunan. Semen adalah suatu jenis bahan
yang memiliki sifat adhesif dan kohesif yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen
mineral menjadi satu massa yang padat. Meskipun definisi ini dapat diterapkan untuk banyak
jenis bahan, semen yang dimaksudkan untuk konstruksi beton adalah bahan jadi dan
mengeras dengan adanya air yang dinamakan semen hidraulis. Hidraulis berarti semen
bereaksi dengan air dan membentuk suatu bahan massa.
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan semen portland adalah batuan alam yang
mengandung oksida-oksida kalsium, silika, alumina dan besi sebagai pembentuk senyawa
potensial semen portland.
Sifat fisik dari semen adalah bahan berbutir halus yang lolos ayakan 2 µm dan mempunyai
berat jenis antara 3 sampai 3,15 gr/cm3.
Bahan dasar penyusun semen terdiri dari bahan-bahan yang terutama mengandung kapur,
silika dan oksida besi, maka bahan-bahan itu menjadi unsur-unsur pokok semennya.
Komposisi kimia semen portland pada umumnya terdiri dari CaO, SiO2, Al2O3 dan Fe2O3,
yang merupakan oksida dominan. Sedangkan oksida lain yang jumlahnya hanya beberapa
persen dari berat semen adalah MgO, SO3, Na2O dan K2O.
Keempat oksida utama tersebut diatas di dalam semen berupa senyawa C3S, C2S, C3A dan
C4AF, dengan mempunyai perbandingan tertentu pada setiap produk semen, tergantung pada
komposisi bahan bakunya.
Bila semen bersentuhan dengan air, maka proses hidrasi berlangsung dalam arah keluar dan
arah ke dalam, maksudnya hasil hidrasi mengendap di bagian luar dan inti semen yang belum
terhidrasi dibagian dalam secara bertahap akan terhidrasi, sehingga volume mengecil.
Semen bila terkena air akan berubah menjadi keras seperti batu. Oleh karena itu sangat perlu
diperhatikan perbandingan antara air dan semen atau faktor air semennya, karena faktor ini
akan berpengaruh terhadap kekuatan beton. Bila kurang semen dan terlalu banyak air akan
Sejarah Semen
Pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John Smeaton -
insinyur asal Inggris - menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia
membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun
menara suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris. Ironisnya, bukan Smeaton yang
akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal bakal semen ini. Adalah Joseph Aspdin, juga
insinyur berkebangsaan Inggris, pada 1824 mengurus hak paten ramuan yang kemudian dia
sebut semen portland. Dinamai begitu karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah liat
Pulau Portland, Inggris.
Hasil rekayasa Aspdin inilah yang sekarang banyak dipajang di toko-toko bangunan.
Sebenarnya, adonan Aspdin tak beda jauh dengan Smeaton. Dia tetap mengandalkan dua
bahan utama, batu kapur (kaya akan kalsium karbonat) dan tanah lempung yang banyak
mengandung silika (sejenis mineral berbentuk pasir), aluminium oksida (alumina) serta
oksida besi. Bahan-bahan itu kemudian dihaluskan dan dipanaskan pada suhu tinggi sampai
terbentuk campuran baru.
Kapur
Kapur disebut juga kapur dengan kadar Kalsium tinggi, kapur gemuk,kapur murni dan
sebagainya. Kapur putih adalah kapur non-hidrolik dengan kadar Kalsiumoxida yang tinggi
jika berupa kapur tohor (belum berhubungan dengan air) atau mengandung banyak kalsium-
hydroxida jika telah disiram (direndam) dengan air. Jenis-jenis kapur tersebut biasanya
Kalsium oxida yang terjadi disebut kapur tohor, dan jika berhubungan dengan air berubah
menjadi Kalsium hydroxida disertai kehilangan panas, reaksi kimianya adalah :
Proses ini disebut proses mematikan kapur (slaking) dan hasilnya yaitu Kalsiumhydroxida
disebut kapur mati.Kecepatan berlangsungnya reaksi terutama bergantung pada kemurnian
kapur, makin tinggi kemurnian kapur yang bersangkutan makin besar daya reaksinya
terhadap air. Kapur mati dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelompok sebagai berikut :
Kedua jenis kapur yakni kapur tohor dan dempul kapur selalu dicampur dengan pasir dengan
perbandingan 1 bagian kapur dan 3 bagian pasir dengan ukuran volume, dengan cara
demikian itu dapat dicegah terjadinya terlalu banyak penyusutan. Pengikatan adukan kapur
adalah akibat kehilangan air dikarenakan penyerapan oleh bata umpamanya atau akibat
penguapan.
Proses pengerasan berlansung akibat reaksi Karbon – dioxida dari udara dengan kapur mati
sebagai berikut :
Semen
Semen adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu kapur/gamping sebagai bahan
utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa
padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau
membatu pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang
mengandung senyawa kalsium oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan
alam yang mengandung senyawa: silika oksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3), besi
oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO).
Pada dasarnya proses pembuatan semen portland terdiri dari penggilingan, pencampuran
menurut suatu proses tertentu dan pengawasan harus ketat. Dengan penggilingan dari klinker
bulat yang berputar disertai pemanasan mencapai material akan menjadi klinker. Klinker ini
dipindahkan dan digiling sampai halus (fine powder), disertai penambahan 3-5% gips
(gypsum) untuk mengendalikan setting time akan menghasilkan semen portland yang siap
untuk digunakan sebagai bahan pengikat dari campuran beton. Semen portland ini dapat
langsung dimasukkan kantong-kantong atau mobil container dan silo tempat penyimpanan
dari semen. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-
rata 40 kg atau 50 kg.
Secara jelas proses pembuatan semen dapat dilihat pada Gambar 9.1 dan Gambar
9.2 Bahan semen yang digiling dalam kondisi basah dan kondisi kering masing-masing
disebut proses basah dan proses kering. Diameter kilen berkisar 5-7 meter dan panjang kilen
dapat mencapai 230 meter.
Gambar 9.2 kondisi dan reaksi dalam tipical rotary kilen (proses kering)
Gambar 2.3 Pembentukan komponen karakteristik dan hidratasi dari portland semen
Mengenai hasil hidratasi semen yaitu Calsium Silikat Hidrat, Tricalsium Alumina Hidrat.
Dimana
2. “Spesifikasi Semen Blended Hidrolis” ( ASTM C 595 ), kecuali type S dan type SA
yang tidak diperuntukkan sebagai unsur pengikat utama struktur beton.”
Hal ini berarti bahwa semen yang dipakai untuk satu jenis pekerjaan harus berasal dari sebuah
produsen semen yang telah menetapkan standar pengujian terhadap bahan semen yang
diproduksi. Bila dipakai semen dari produsen yang berbeda maka akan berpengaruh pada :
Dengan demikian akan berpengaruh dalam pelaksanaan pekerjaan pembetonan, jadi untuk
satu proyek harus dipakai satu produsen semen.
Pada dasarnya semen yang dipergunakan dalam pembuatan beton ialah semen portland dan
semen portland pozolan. Didalam SII 0132-81 dinyatakan semen tersebut harus memenuhi
syarat-syarat :
• Syarat kimia
• Syarat fisika
Persyaratan Semen
Yang disebut semen hidrolik adalah suatu bahan pengikat yang mengeras jika bereaksi
dengan air serta menghasilkan produk yang tahan air. Contoh-contoh semen hidrolik adalah
Komponen utama dari semen portland adalah : - Batu kapur yang mengandung komponen
CaO (kapur, lime) - Lempung yang mengandung komponen SiO2 (silika), Al2O3 (oksida
alumina), Fe2O3 (oksida besi)
Bahan-bahan ini dengan pengawasan yang ketat, digiling dan dicampur menurut suatu proses
tertentu. Campuran ini dipanaskan dalam oven pada suhu sampai menjadi klinker. Klinker
ini dipindahkan, digiling sampai halus disertai penambahan 3-5 % gips untuk mengendalikan
waktu pengikatan semen supaya tidak berlangsung terlalu cepat. C°± 1450
Reaksi-reaksi yang terjadi waktu proses pembuatan semen adalah sebagai berikut :
- Susunan kimia
- Kadar gips
- Kehalusan butirannya
a. Apabila dilakukan analisis kimia mengenai semen portland, maka dapat diketahui
komposisisnya. Sebagai contoh dibawah ini tercantum hasil analisa suatu jenis semen
tertentu.
- Kapur (CaO) 60 – 66 %
- Silica (SiO2) 19 – 25 %
- Alumina (Al2O3) 3–8%
- Oksida besi (Fe2O3) 1–5%
- Oksida magnesium (MgO) dibatasi sampai dengan 4 %.
b. Komposisi mineral dalam prosen berat menurut BOGUE dapat ditentukan dari hasil
analisa kimia sebagai berikut :
d. Komposisi kimia semen portland dapat dinilai dengan menentukan perbandingan Silika
SR (Silika Ratio) dan perbandingan Alumina AR (Alumina Ratio).
Pada umumnya 1.6 < SR < 3.5 dengan nilai rata-rata 2.0 – 2.5
Nilai-nilai AR yang lebih rendah dijumpai pada jenis semen yang tahan terhadap sulfat,
sedangkan harga-harga AR yang lebih tinggi dijumpai pada semen putih. Akan tetapi
biasanya nilai AR yang dikehendaki adalah nilai AR yang serendah mungkin. Faktor
kejenuhan kapur atau lime saturation factor LSF, adalah perbandingan jumlah kapur
dalam prosen berat semen terhadap ke 3 jumlah komponen-komponen utama pembuat
klinker
Apabila nilai LSF terlalu rendah, maka semen kekurangan komponen C3S. Jika harga
LSF lebih besar dari 1.0, maka semua Silika menjadi Calsium Silikat sehingga dalam
semen terdapat Kapur bebas. Bilamana nilai C3S terlalu rendah, maka mutu semen
jelek. Kapur bebas dalam semen akan menyebabkan semen yang terhidrasi itu tidak
stabil volumenya.
Jadi secara umum 0.66 < LSF < 1.02. LSF lebih besar dari 1.02 (LSF>1.02) mutu
semen jelek karena terdapat kapur bebas dalam semen.
Pengembangan yang meluas ini akan menimbulkan retak-retak serta pecah-pecah dalam
beton, dan akhirnya merusak seluruhnya. Bahan-bahan reaktif seperti opal, tridymite,
opaline silika, chalcodony, bila keadaan memaksa dapat dipergunakan asalkan memakai
Substansi yang terbuang dari semen akibat pemanasan adalah air dan karbon dioksida.
Kehilangan berat akibat pemanasan menunjukkan bahwa semen yang bersangkutan
mempunyai kadar air tinggi. Kadar air yang tinggi dalam semen dapat menyebabkan
waktu pengerasan yang lama. Berdasarkan pengurangan berat yang diijinkan adalah
5% pada suhu 1000oC . Oleh karena semen merupakan bahan yang higroskopis maka
selama penyimpanannya di gudang harus diusahakan agar supaya tidak dapat
menghisap air akibat udara lingkungan yang lembab, harus diusahakan pula agar supaya
semen disimpan di tempat-tempat kering serta bebas dari aliran udara.
5) Kehalusan Butiran
Oleh karenanya, penggilingan extra halus butiran-butiran semen itu, efisien dalam
penambahan kekuatan tekan hanya sampai pada umur 7 hari.
Kita mengenal 5 tipe semen portland yaitu tipe I, II, III, IV, V sesuai dengan klasifikasi yang
ditentukan oleh ASTM. Apabila semen bereaksi dengan air maka timbulah panas hidrasi yang
cukup banyak. Komponen C3S dan C3A menghidrasi cukup cepat, sedangkan C2S dan C3AF
menghidrasi lebih lambat serta mengeluarkan panas hidrasi dengan kecepatan yang lebih
rendah. Banyaknya panas untuk 1 gram bahan dalam kalori per gram pada saat terjadi hidrasi
ialah: 136 (C3S) + 62 (C2S) + 200 (C3A) + 30 (C4AF).
Dipakai untuk keperluan konstruksi yang tidak memerlukan persyaratan khusus terhadap
panas hidrasi dan kekuatan tekan awal. Cocok dipakai pada tanah dan air yang mengandung
sulfat antara 0,0 - 0,10 % dan dapat digunakan untuk bangunan rumah pemukiman, gedung-
gedung bertingkat dan lain-lain.
Tipe II
Dipakai untuk konstruksi bangunan dari beton massa yang memerlukan ketahanan sulfat
(pada lokasi tanah dan air yang mengandung sulfat antara 0,10 – 0,20 %) dan panas hidrasi
sedang, misalnya bangunan dipinggir laut, bangunan dibekas tanah rawa, saluran irigasi,
beton massa untuk dam-dam dan landasan jembatan .
Dengan memperhatikan rumus untuk menghitung panas hidrasi jelaslah bahwa C3A dan C3S
menghidrasi sangat cepat, sedangkan C2S dan C4AF menghidrasi lambat, dengan
menimbulkan panas hidrasi lebih rendah. Dengan menambah prosentase C2S dari semen
portlad tipe I dan mengurangi prosentase C3A dan C3S diperoleh semen yang mengeluarkan
Tipe III
Dipakai untuk konstruksi bangunan yang memerlukan kekuatan tekan awal tinggi pada fase
pemulaan setelah pengikatan terjadi, misalnya untuk pembuatan jalan beton, bangunan
tingkat tinggi, bangunan dalam air yang tidak memerlukan ketahanan terhadap serangan
sulfat.
Semen tipe III disebut juga “semen dengan kekuatan awal tinggi”. Jenis ini digunakan
bilamana kekuatan harus dicapai dalam waktu singkat, walaupun harganya sedikit lebih
mahal. Biasanya dipakai pada pembuatan jalan yang harus cepat dibuka untuk lalu-lintas;
juga apabila acuan itu harus bisa dibuka dalam waktu singkat. Panas hidrasi 50% lebih tinggi
dari pada yang ditimbulkan semen tipe I.
Tipe IV
Dipakai untuk kebutuhan pengecoran yang tidak menimbulkan panas, pengecoran dengan
penyemprotan (setting time lama) yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi
yang rendah.
Semen portland tipe IV ini menimbulkan panas hidrasi rendah dengan prosentase maksimum
untuk C3S sebesar 35 %, untuk C3A sebesar 7 % dan untuk C2S prosentase minimum
sebesar 40 %. Tipe IV ini tidak lagi diproduksi dalam jumlah besar seperti pada waktu
pembuatan Hoover Dam, akan tetapi telah diganti dengan tipe II yang disebut “modified
portland cement”.
Tipe V
Dipakai untuk konstruksi bangunan pada tanah/air yang mengandung sulfat melebihi 0,20 %
dan sangat cocok untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstrksi dalam air, jembatan,
terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir.
Dengan cara yang sama, dalam semen yang telah mengeras, hidrat dari C3A dapat bereaksi
dengan garam-garam sulfat dari luar, kemudian membentuk Calcium Sulfoaluminate di dalam
struktur pasta yang telah terhidrasi tersebut.
Penambahan volume pada fase padat, jika terbentuk Calcium Sulfoaluminate dalam jumlah
besar yaitu 227%, sehingga akibat reaksi-reaksi sulfat ini akan terjadi disintegrasi dari beton.
Reaksi-reaksi lain yang mungkin terjadi antara lain : Ca(OH)2 dengan garam-garam sulfat
dari luar yang hasilnya adalah terbentuknya gips yang diikuti dengan penambahan volume
pada fase padat sebesar 124%.
Reaksi-reaksi tersebut diatas dikenal sebagai serangan-serangan sulfat, yang paling aktif
menyerang ialah garam-garam MgSO4 dan Na2SO4. Serangan-serangan ini akan dipercepat
apabila disertai dengan silih bergantinya keadaan basah dan kering.
Semen tipe V ini mengandung kurang dari 5% C3A dan sejumlah terbatas C4AF dan Mg.
Kadar C3S dibatasi sampai dengan 50% oleh karena C3S melepaskan sejumlah banyak
Ca(OH)2 selama berlangsungnya hidrasi, sehingga akan mengurangi ketahanan semen
terhadap serangan kimia.
Semen ini digunakan untuk penyemenan sumuran minyak yang didalamnya dapat mencapai
beberapa ribu feet. Adukan semen harus tahan terhadap tekanan sampai dengan 1000 atmosfir
dan suhu sampai 247 °F tanpa menunjukkan gejala pengikatan sebelum waktunya.
Dalam semen jenis ini komponen C3A yang cepat menghidrasi tidak digunakan, disamping
itu dibubuhkan bahan-bahan serbuk khusus penghambat waktu pengikatan semen.
Semen Putih
Jenis semen ini dibuat dari batu kapur yang bebas besi, quarts, pasir dan kaolin. Semen putih
menunjukkan suatu produk dari teknologi tertinggi yang dapat dicapai oleh industri semen.
Sesuai syarat-syarat untuk semen portland dapat dipenuhinya.
Oleh karena penggilingan serbuknya mahal, demikian juga bahan bakunya, maka semen
putih termasuk jenis semen portland yang mahal.
pengerasannya. Semen portland dalam keadaan kering mempunyai energi latent yang besar,
energi ini mulai aktif setelah semen itu dibubuhi air. Masa ini kemudian menjadi plastis
sehingga dapat dikerjakan dengan mudah. Semen portland merupakan bahan pengikat
hidrolis, yang berarti bahwa pengerasannya melulu tergantung pada reaksi kimia yang
disebabkan oleh air dan semen, oleh karenanya semen portland dapat mengeras meskipun
didalam air. Patut diketahui apabila pada saat berlangsungnya proses pengerasan pemberian
air itu kita hentikan maka reaksi kimia antara air dan semen berhenti. Nilai dari semen
portland sebagai bahan pengerasan ditentukan oleh kelangsungan terjadinya reaksi kimia
antara semen dengan air secara baik. Pada umumnya dibutuhkan sebanyak kira-kira 20% air
dari berat semen yang dipakai agar semen itu dapat mengeras.
Pada reaksi antara semen dan air kita bedakan menjadi 2 (dua) periode yang berlainan :
periode pengikatan dan periode pengerasan. Pengikatan adalah peralihan dari keadaan plastis
kaku, saat ini ditentukan dalam jam dan menit setelah semen itu kita aduk dengan air.
Selanjutnya kita perhatikan waktu pengikatan, yaitu periode yang berlangsung antara
permulaan semen menjadi kaku dan saat semen itu beralih kedalam keadaan keras/padat.
Keadaan ini dapat diartikan bahwa pasta semen telah menjadi keras, akan tetapi belum cukup
kuat. Setelah ini pengerasan berlangsung terus mula-mula secara cepat, kemudian lebih
Pengikatan harus terus berlangsung dengan lambat, sebab jika tidak demikian adukan beton
akan sukar dikerjakan. Oleh karena itu spesifikasi-spesifikasi untuk semen mensyaratkan
bahwa awal pengikatan dari pasta semen tidak boleh terjadi kurang dari satu jam (1 jam)
setelah kita membubuhkan air pada semen. Pada umumnya waktu ini adukan beton
berlangsung lebih lama kira-kira 3-5 jam. Namun demikian teknologi beton menghendaki
bahwa semen itu cepat mengeras, karena dengan ini dapat dicapai keuntungan-keuntungan
teknis maupun finansial seperti : waktu pembongkaran acuan yang dapat dilaksanakan tanpa
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi waktu pengikatan awal dari semen.
1) Umur Semen Selama semen itu disimpan untuk jangka waktu yang lama, maka semen itu
akan menghisap air dan zat asam arang dari udara, sehingga terjadi pra-hidrasi. Sebagai
akibatnya, semen itu akan menunjukkan proses pengikatan yang lambat. Disamping itu
2) Suhu Kecepatan suatu reaksi kimia tergantung pada suhu dari masa yang bereaksi serta
suhu lingkungannya. Reaksi antara semen dan air berlangsung lebih cepat pada suhu
yang tinggi (perawatan dengan uap misalnya), akan tetapi untuk proses pengikatan suhu
Dalam adukan beton yang memerlukan lebih banyak air, panas hidrasi akan timbul
disebarkan dengan lebih meluas pada bahan-bahan agregat yang lainnya, sehingga suhu pada
saat terjadinya pengikatan akan jauh lebih rendah dari pada suhu waktu terjadi pengikatan
hanya antara air dan semen,sehingga waktu pengikatan pada adukan beton akan berlangsung
lebih lama.
Sebagai gambaran tentang pengaruh umur semen terhadap kemunduran mutunya, dapat
dilihat pada hasil penelitian di bawah ini yang berhubungan dengan hal tersebut.
beton dengan menggunakan semen-semen tipe lain dibandingkan dengan kekuatan tekan
Dermawan, I. (2013). Kimia Kapur dan Semen. Jurusan Teknik Industri UIN SUSKA RIAU.