Anda di halaman 1dari 3

ESSAI KKN

Mengenali Bahasa Itu

Aku Yunita Dwi Cahyani, aku merupakan salah satu mahasiswi Program Studi Tadris
Bahasa Inggris di IAIN Curup. Melalui cerita ini aku akan menumpahkan pengalaman
pengabdianku dalam bingkai program Kuliah Kerja Nyata (KKN).Hari itu, 10 juli 2023, aku dan
kelompokku akan memulai semua cerita pengabdian kami di desa Tebat Monok, dan awal dari
aku bertemu 8 orang yang akan menjadi saksi kisah keluh dan kesah pengabdianku di desa yang
memberikanku banyak pengalaman ini.

Kami mulai memindahkan barang-barang dari Curup ke desa tujuan kami yaitu desa tebat
monok pada tanggal 10 juli 2023. Perjalanan kesana kami tempuh selama 1 jam di cuaca yang
cerah, kami melewati pasar kota kepahyang dan 5 menit jauhnya dari pasar kami sampai di desa
tujuan kami. Blok CGI tempat kami tinggal adalah tempat yang tenang dan banyak anak" di
kawasan ini. Jalan di blok ini juga mulus sehingga memudahkan akses motor maupun mobil.

Mungkin ini sebuah kebetulan atau memang takdir saya dan delapan orang hebat yang
berdiri disekitarku telah ditetapkan untuk mengabdi di desa Tebat Monok. Sebuah desa yang
memiliki segudang indah pemandangan dan cerita. Desa dengan masyarakat yang ramah, juga
dengan lingkungan yang bersahabat. Disinalah, perjuangan dan pengabdian kami selama 40 hari
akan kami lalui.Setelah resmi dilepas semua kelompok langsung meluncur ke lokasi masing-
masing, tak terkecuali kami. Hari itu juga menjadi hari pertamsaya dan kelompokku untuk
memulai pengabdian kami. Diawal-awal pengabdian kami disana semua masih terasa asing
bagiku, lingkungan baru, orang-orang baru, dan suasana baru membuat saya harus cepat
menyesuaikan diri disini.

Tebat monok: Sejarah, Potensi Hasil alam dan Umkm

Desa Tebat Monok berasal dari 3 Tumbang atau nama lainnya adalah kelompok, berasal
dari tumbang talang darat, tumbang dusun dalam dan tumbang kelilik lama yang kemudian
bersatu menjadi desa Tebat Monok seperti sekarang ini, yang berkembang menjadi 3 dan
kemudian menjadi 9 dusun.Tebat Monok juga dulu bernama Tebet Monok, dikarenakan
perbuhana logat dan perkembangan bahasa, terjadilah perubahan pada nama pertama yaitu Tebet
Monok menjadi Tebat Monok.

Asal Usul nama Desa Tebat Monok, Kabupaten Kepahiang, Tanah Rejang. Tebat berarti
bendungan, dan Monok yang mempunyai arti ayam yang bila digabungkan menjadi bendungan
ayam.

Bila kita melintas jalan raya dari Bengkulu menuju Curup, ada satu tikungan beberapa
ratus meter sebelum tiba di desa Tebat Monok, sebelah kirinya ada telaga, yang kini di buat
kolam pemancingan. Dahulu Kepahiang adalah ibukota Afdeling Rejang lebong di saat
penjajahan Belanda. Dimana Pejabat dan bangsawan Tanah Rejang banyak bermukim. Dulunya
Kepahiang adalah kota besar di afdeling Rejang Lebong. Para pejabat Belanda sering beristirahat
di tempat yang indah ini, dimana mata air di desa tebat monok tersebut di bendung, sehingga
menjadi seperti telaga. Pada hari hari tertentu oleh orang pribumi di jadikan tempat
berdarmawisata sekaligus arena sabung ayam. Ayam yang kalah dan mati di arena sabung ayam
di buang ke telaga tersebut. Sehingga daerah itu di kenal sebagai bendungan ayam, yang dalam
bahasa rejang musi di sebut Tebat Monok.

Desa Tebat Monok juga di lalui hulu sungai musi. Di sini juga ada situs megalitikum
yaitu batu penjemuran dan situs benteng kuto aur, di mana menurut cerita - cerita masyarakat
Rejang Kepahiang, mereka dahulu bertahan di dalam benteng tersebut saat melawan Belanda.
Kata benteng Kuto Aur di ambil dari kata aur yang berati bambu. Menurut cerita orang - orang
tua yang admin dapat di desa tersebut, bambu bambu tersebut adalah bambu bambu berduri
sehingga penjajah sulit masuk ke dalamnya.

Kepala desa Tebat Monok yang pertama adalah Cik Li Umar yang mulai pada tahun 1942
dan kemudian digantikan oleh para penerusnya. Mulai tahun 2013 desa Tebat Monok dipimpin
oleh bapak Padilah dalam dua periode masa jabatanya hingga tahun 2023. Mayoritas penduduk
asli disini adalah petani, mereka menanam dan menuai dari hasil jerih payah mereka sendiri.
Mak Ley, salah satu pedagang keripik yang aku jumpai di desa ini, beliau ramah dan tidak
sombong, aku mendengarkan berbagai cerita menarik darinya, dan salah satunya adalah cerita
saat Mak Ley baru merintis usaha keripiknya. Mak ley sudah berkebun dari sejak desa Tebat
Monok baru mempunyai 3 Dusun. Beliau berkebun bersama keluarganya dan mulai menjual
hasil berkebun dari tahun 2013, sudah 10 tahun sejak awal mula Mak Ley merintis bisnis keripik.
Makley belajar packing keripik yang lebih inovatif dari pelatihannya di Sulawesi. Dari jerih
payah dan usahanyalah bisnis keripik yang di rintis dari awal oleh Mak Ley bisa tetap bertahan
dan berkembang sampai sekarang. Umkm keripik di desa ini sangatlah membantu perekonomian
penduduk aslinya yang berprofesi sebagai petani dan dikembangkan menjadi jualan keripik.
Banyak wisatawan atau keluarga yang bulak balik dari curup atau bengkulu singgah di desa ini
untuk membeli buah tangan berupa berbagai macam makanan dan farian rasa dari olahan tangan
warga lokal Tebat Monok.

Selama kurang lebih 40 hari malaksanakan pengabdian di desa Tebat Monok, telah begitu
banyak hal-hal positif yang saya dapatkan. Disana banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan,
misalnya pertemuan dengan anak-anak serta remaja yang hidup saling melengkapi dalam setiap
kelebihan dan keterbatasan. Saya melihat sebuah potensi tersembunyi dari senyum-senyum kecil
mereka. Tentang bagaimana semangat belajar yang begitu besar, juga bagaimana antusias
mereka dalam menyambut kami dengan harapan memberikan dampak positif.
Sebagai mahasiswi dengan latar belakang keilmuan pendidikan bahasa asing (bahasa
Inggris), tentu sejak awal program KKN ini dilaksanakan, saya telah memiliki rencana untuk
memberikan kontribusi maksimal selama mengabdi didesa ini. Salah satu program yang telah
kurencanakan adalah memberikan bimbingan belajar Bahasa Inggris secara gratis bagi anak-anak
usia sekolah. Generasi muda di Indonesia, khususnya yang tinggal di luar kota besar, masih
relatif sedikit memahami dan menguasai bahasa Inggris. Selain itu, setelah siswa mulai sekolah
menengah pertama, mereka seringkali hanya mengambil kelas bahasa Inggris. Hal ini menurut
saya kurang ideal mengingat seharusnya anak-anak sudah mulai mengikuti kelas bahasa asing
sejak kecil, terutama bahasa Inggris. Kami menyadari sepenuhnya bahwa program yang kami
lsayakan masih dalam tahap awal dan mungkin tidak memiliki dampak yang signifikan saat ini.
Namun, sebagai generasi muda yang pernah mengenyam pendidikan bahasa Inggris, tentunya
kita memiliki harapan yang tinggi bahwa suatu saat anak muda Indonesia dapat berbicara bahasa
asing; bagaimanapun, tujuan utamanya adalah untuk menciptakan manusia yang unggul.

Selama kurang lebih 40 hari malaksanakan pengabdian di desa Tebat Monok, telah begitu
banyak hal-hal positif yang saya dapatkan. Disana banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan,
misalnya pertemuan dengan anak-anak serta remaja yang hidup saling melengkapi dalam setiap
kelebihan dan keterbatasan. Saya melihat sebuah potensi tersembunyi dari senyum-senyum kecil
mereka. Tentang bagaimana semangat belajar yang begitu besar, juga bagaimana antusias
mereka dalam menyambut kami dengan harapan memberikan dampak positif.

Sebagai mahasiswi dengan latar belakang keilmuan pendidikan bahasa asing (bahasa
Inggris), tentu sejak awal program KKN ini dilaksanakan, saya telah memiliki rencana untuk
memberikan kontribusi maksimal selama mengabdi didesa ini. Salah satu program yang telah
kurencanakan adalah memberikan bimbingan belajar Bahasa Inggris secara gratis bagi anak-anak
usia sekolah. Generasi muda di Indonesia, khususnya yang tinggal di luar kota besar, masih
relatif sedikit memahami dan menguasai bahasa Inggris. Selain itu, setelah siswa mulai sekolah
menengah pertama, mereka seringkali hanya mengambil kelas bahasa Inggris. Hal ini menurut
saya kurang ideal mengingat seharusnya anak-anak sudah mulai mengikuti kelas bahasa asing
sejak kecil, terutama bahasa Inggris. Kami menyadari sepenuhnya bahwa program yang kami
lsayakan masih dalam tahap awal dan mungkin tidak memiliki dampak yang signifikan saat ini.
Namun, sebagai generasi muda yang pernah mengenyam pendidikan bahasa Inggris, tentunya
kita memiliki harapan yang tinggi bahwa suatu saat anak muda Indonesia dapat berbicara bahasa
asing; bagaimanapun, tujuan utamanya adalah untuk menciptakan manusia yang unggul.

Anda mungkin juga menyukai