Anda di halaman 1dari 11

MENGENALI GENUS NYMPHAEA BERDASARKAN KARAKTERISTIK MORFOLOGI

DAN MOLEKULERNYA

Ninda Nur Aidah


1
Prodi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan MIPA, 3 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan,
2

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Kota Bandung, Indonesia


nindanuraidah5@gmail.com*
082317072183*

Abstrak

Artikel ini membahas karakteristik morfologi dan molekuler Nymphaea, tanaman teratai, yang
merupakan komponen penting dari ekosistem perairan. Nymphaea memiliki ciri khas berupa daun-
daun mengapung dan bunga yang indah. Keanekaragaman jenis dan ekologi Nymphaea di Indonesia,
khususnya di Pulau Jawa, dijelaskan dalam artikel ini. Penelitian ini menyoroti perbedaan signifikan
antara tanaman teratai di Asia Tenggara dengan spesies di Amerika Utara dan Eropa dalam hal
pengetahuan dan pemahaman. Selain itu, artikel ini membahas habitat, pertumbuhan, makanan,
reproduksi, dan peran ekologis Nymphaea dalam ekosistem perairan. Nymphaea juga memiliki
potensi ekonomi yang penting, terutama dalam penggunaan biji dan bagian lainnya sebagai sumber
pangan dan obat-obatan tradisional. Kami menekankan perlunya penelitian lebih lanjut, terutama
dalam mengidentifikasi jenis-jenis Nymphaea yang ada di berbagai wilayah, termasuk potensi
ekonominya. Artikel ini memberikan wawasan yang berharga tentang peran Nymphaea dalam
menjaga keseimbangan lingkungan perairan dan kekayaan alam di Indonesia.

Kata Kunci: Nymphaea, teratai, karakteristik morfologi, karakteristik molekuler, ekologi,


keanekaragaman jenis, potensi ekonomi.

Abstract

This article aims to discuss the morphological and molecular characteristics of the freshwater mussel
Pseudodon (Bivalvia: Unionidae), which is an essential part of freshwater ecosystems. Pseudodon
has an egg-shaped shell with thin walls and a somewhat rough surface. Its distribution includes
freshwater areas in Malaya, Sumatra, Java, and Kalimantan. The study also highlights the
importance of research on freshwater mussel fauna in Southeast Asia, especially in Java, which
differs significantly from North America and Europe in terms of knowledge and understanding.
Furthermore, the article discusses the habitat, growth, diet, reproduction, and ecological potential of
freshwater mussels, as well as their impact on the aquatic environment. Finally, the article
emphasizes the need for further research to identify bivalve species in Lake Lindu Waters, Central
Sulawesi, and their economic potential.

Keywords : Pseudodon, freshwater mussel, morphological characteristics, molecular characteristics,


ecology, bodies of freshwater
A. PENDAHULUAN
Kekayaan biodiversitas tumbuhan yang terdapat di Indonesia memiliki nilai yang sangat
penting, diperkirakan mencapai sekitar 10% dari kekayaan biodiversitas global, dengan jumlah jenis
tumbuhan mencapai anatar 30 hingga 40 ribu spesies. Biodiversitas tumbuhan di Indoensia telah
diakui oleh komunitas ilmiah dunia. Biodiversitas yang mengacu pada variasi dan keunikan spesies
tumbuhan, berperan dalam megukur tingkat keanekaragaman sumber daya alam hayati, mencakup
jumlah dan frekuensi ekosistem, spesies, dan keragaman genetic di suatu wilayah (Afiyah, et al.
2020).
Keragama tumbuhan di seluruh dunia sangat luas, mencakup berbagai jenis tumbuhan mulai
dari yang sederhana hingga yang kompleks. Di Indonesia, terdapat sekitar 40.000 jenis tumbuhan
yang beragam. Dalam jumlah tersebut, sekitar 10.000 jenis merupakan tumbuhan berkayu, 12.000
jenis adalah jamur, 1.500 jeis adalah tumbuhan paku, 100 jenis adalah tumbuhan Gymnospermae atau
berbiji telanjang, 5.000 jenis adalah tumbuhan penghasil buah-buahan, 250 jeni adalah sayuran,
sedikitnya 40 jenis adalah tumbuhan yang digunakan dalam pembuatan mebel, 122 jenis digunakan
untuk peralatan rumah tangga, 150 jenis adalah bambu dan rotan, ada ratusan jenis lagi yang
digunakan dalam konstruksi bangunan, 1.000 adalah tanaman hias, dan 940 jenis adalah tanaman obat
(Abrori, 2016).
Tumbuhan yang hidup di dalam air atau di sekitar lingkungab air dikenal sebagai tumbuhan
akuatik. Tumbuhan in biasanya sangat umum ditemui karena mereka menidiami habitat yang mudah
dijangkau oleh semua orang. Mengklasifikasian tumbuhan air sebagai Kelompok yang terdiri dari
berbagai jenis tumbuhan. Sebagian kecil mereka termasuk lumut dan paku-pakuan, sementara
Sebagian besar terdiri dari spermatophyta, yaitu tumbuhan yang Sebagian atau seluruh tahap hidupnya
berlangsung di dalam air. Tumbuhan akuatik ini sering juga disebut sebagai produsen energi dalam
ekosistem. Mereka memiliki adaptasi khusus untuk tumbuhan di lingkungan air atau di sekitar air,
baik Sebagian atau seluruhnya terendam dalam air. Banyak dari tumbuhan akuatik ini digunakan
sebagai tanaman hias karena mereka memiliki bentuk dan warna yang indah, baik pada daun maupun
bunga. Selain itu, tumbuhan akuatik dapat berperan sebagai agen fitoremediasi, membantu mengelola
pencemaran, dan juga cocok dugunakan dalam tanaman yang dirancang untuk tujuan estetik (Afiyah,
et al. 2020).
Nymphaea L. adalah salah satu tumbuhan akuatik berasal dari marga yang termasuk dalam
keluarga Nymphaeaceae. Di dalam keluarga Nymphaeaceae, selain Nymphaea, terdapat empat genus
lain, yaitu Barclaya Wall., Euryale Salisb., Nuphar Sm., dan Victoria Lindl. Secara umum, anggota-
anggota keluarga Nymphaea biasanya tumbuh di daerah beriklim sedang, tetapi marga Nymphaea
memiliki daerrah persebaran yang sangat luas dan dapat ditemukan di berbagai belahan duina.
Karena alas an ini, banyak varietas dari marga Nymphaea telah di budidayakan dan diperkenalkan
sebagai tanaman hias. Genus Nymphaea juga memiliki jumlah anggota yang paling banyak
dibandingkan dengan keempat genus lainnya, yakni terdapat sebanyak 61 jenis (POWO, 2019).
Beberapa varietas yang terkenal termasuk Nymphaea thermarum Eb. Fisch, yang dikenal
sebagai Teratai terkecil di dunia, dan Nymphaea odorata Aiton yang memiliki aroma sangat harum.
Selain perbedaan dalam ukuran dan aroma, penting untuk dicatat bahwa genus ini memiliki
hubungan yang erat dengan kebudayaan manusia masa lampau. Ini terlihat dari gambar yang relief
bunga Teratai yang muncul dalam budaya Mesir Kuno (seperti Nymphaea lotus L. dan Nymphaea
nouchali var. caerulea (Savigny) Verdc.) dan budaya Maya (seperti Nymphaea ampla (Salisb.) DC.)
(Hariri & Irsyam, 2019).
Gambar 1. Perhiasan bertahtakan permata ini mirip yang dikenakan Ratu Mesir Kuno Nefertiti.
Perhiasan itu dikubur bersama 155 orang yang dimakamkan. (P.M. Fischer dan T. Bürge via Live
Science) https://www.kompas.com/

Gambar 2. Relief Teratai Mesir Kuno Gambar 3. Relief Mesir Kuno

B. KARAKTERISTIK

1. Karakteristik Taksonomi
Dalam konteks taksonomi, marga Nymphaea dibagi menjadi enam tingkatan anak
marga yang berbeda, yaitu Nymphaea subg. Anecphya (Casp.) Conard (dengan sekitar 7-10
jenis), Nymphaea subg. Brachyceras Casp. (dengan sekitar 14-16 jenis), Nymphaea subg.
Confluentes S.W.L.Jacobs (dengan 4 jenis), Nymphaea subg. Hydrocallis (Planch.) Conard
(dengan 14 jenis), Nymphaea subg. Lotos DC. (dengan 2-3 jenis), dan Nymphaea subg.
Nymphaea (dengan 8 jenis). Setiap anak marga ini memiliki daerah sebaran yang berbeda.
Anak marga Anecphya dan Confluentes memiliki daerah sebaran yang sama, yaitu di wilayah
Australia dan New Guinea. Anak marga Brachyceras menyebar di wilayah pantropis,
sementara Hydrocallis di wilayah neotropis, dan Lotos di wilayah paleotropis. Di sisi lain,
anak marga Nymphaea menyebar secara khusus di belahan bumi bagian utara yang memiliki
iklim sedang (Hariri & Irsyam, 2019).
Berdasarkan karakteristik cara daun buah melekat, anak marga dalam genus Nymphaea
dapat dikelompokkan menjadi dua kategori utama, yaitu Apocarpiae dan Syncarpiae.
Kelompok Apocarpiae memiliki daun buah yang hanya melekat di bagian pangkalnya dan
mencakup anak marga Anecphya, Brachyceras, dan Confluentes. Di sisi lain, kelompok
Syncarpiae ditandai dengan daun buah yang melekat secara menyeluruh dan mencakup anak
marga Hydrocallis, Lotos, serta Nymphaea (Conard, 1905; Borsch et al., 2007; Jacobs &
Porter, 2007; Taylor, 2008; Tom, 2015). Kunci determinasi anak marga disajikan sebagai
berikut:

Kunci determinasi anak marga yang dimodifikasi dari Wiersema (1987) dan Jacobs &
Porter (2007).
1 A. Tumbuhan dengan rimpang yang tidak berbentuk seperti umbi............ Subg. Nymphaea
B. Tumbuhan dengan rimpang yang seperti umbi.................................................... 2
2 A. Daun dewasa berbulu balig, pertulangan daun kelopak jelas......................Subg. Lotos
B. Daun dewasa tidak berbulu balig, pertulangan daun kelopak tidak jelas..................... 3
3 A. Bunga nokturnal, perlekatan daun buah lengkap.............................Subg. Hydrocallis
B. Bunga diurnal, perlekatan daun buah tidak lengkap............................................. 4
4 A. Benang sari memiliki apendiks steril, > 2 mm............................... Subg. Brachyceras
B. Benang sari tanpa embelan steril atau dengan apendiks yang sangat kecil (< 1mm)
........................................................................................................... 5
5 A. Tepi daun berliuk, bunga memiliki daun mahkota bunga bergradasi menjadi benang sari,
biji < 2.5 mm...................................................................... Subg. Confluentes
B. Tepi daun bergigi, bunga memiliki daun mahkota bunga dan benang sari dipisahkan oleh
sebuah celah, biji > 2.5 mm...................................................... Subg. Anecphya

Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Superdivisi: Spermatophyta
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Subkelas: Magnoliidae
Ordo: Nymphaeales
Famili: Nymphaeaceae
Genus: Nymphaea

2. Karakteristik Morfologi
Marga Nymphaea adalah jenis tumbuhan air yang hidup lama, memiliki rimpang yang
dapat tumbuh tegak, merambat, atau menjalar, dan bisa bercabang atau tidak. Daunnya
mengapung di permukaan air dan memiliki pola pembuluh daun yang menjari dengan pangkal
daun berbentuk jantung hingga menyerupai bentuk anak panah, serta tepi daun yang bisa lurus
atau memiliki gigi-gigi seperti perisai.
Bunganya uniseks (memiliki alat kelamin jantan dan betina dalam satu bunga) dan
melayang di atas air atau sedikit di atas permukaan air dengan hiasan bunga yang tersebar.
Kelopak bunga biasanya terdiri dari 4 helai berwarna hijau, terkadang dengan benang-benang
sari yang melindungi bunga. Daun mahkota bunga bisa mencapai jumlah 8 atau bahkan lebih
banyak lagi, memiliki ukuran yang besar, dan memiliki warna yang mencolok, seringkali
bergradasi menjadi benang sari yang lebih kecil dibandingkan dengan mahkota atau kelopak.
Variasi bentuk benang sari dapat meliputi bentuk mirip pita, bulat seperti telur, dan
bulat telur terbalik. Pemecahan buahnya tidak terjadi dengan pola yang teratur. Biji-bijinya
bisa berbentuk bulat, oval, atau seperti melonjong dan biasanya dilapisi oleh sesuatu (eFloras,
2008).
Seringkali, tanaman teratai sering disalahidentifikasi sebagai tanaman seroja (Nelumbo
nucifera Gaertn.) dan telepok (Nymphoides indica (L.) Kuntze) karena kemiripan dalam ciri
morfologi dan tipe habitatnya. Namun, secara taksonomi, ketiga jenis tanaman ini berasal dari
tiga suku yang berbeda. Nelumbo nucifera termasuk dalam suku Nelumbonaceae, sementara
Nymphoides indica termasuk dalam kelompok suku Menyanthaceae. Perbedaan dalam ciri
morfologi bunga ketiganya dapat dilihat pada Gambar.

Gambar 4. Perbandingan bunga: A=teratai (Nymphaea ampla (Salisb.) DC.) [sumber:


asklepios-seeds.de], B=seroja (Nelumbo nucifera Gaertn.) (Nymphaea nouchali var.
Caerulea).

3. Karakteristik Molukuler
Hasil penelitian “The Latest Studiest on Lotus” juga mengindikasikan bahwa pola
ekspresi gen pada organ bunga Nymphaea dan Nelumbo sangat serupa satu sama lain. Ini
menjadi perhatian menarik untuk memahami fenomena konvergensi evolusioner antara ordo
Nymphaeales dan tanaman teratai.
Dari segi genetik, kedua spesies teratai ini adalah tipe diploid dengan jumlah
kromosom 2n = 16. Estimasi ukuran genom teratai mencapai 929 Mb berdasarkan analisis
aliran sitometri. Pada tahun 2013, genom dari dua plasma nutfah liar teratai, 'China Antique'
dan 'Chinese Tai-zi', telah diurutkan, dirakit, dan dianalisis. Ini menjadikan teratai sebagai
model angiospermae bersama dengan 22 spesies lainnya. Ukuran genom yang berhasil dirakit
dari 'China Antique' adalah sekitar 804 Mb, dengan sekitar 26.685 gen penyandi protein.
Penelitian lebih lanjut menggunakan analisis transkriptomik meningkatkan jumlah gen
penyandi protein hingga 32.121 di 'China Antique'.
Selain itu, genom kloroplas dan mitokondria teratai juga telah diurutkan, yang
digunakan untuk memperbaiki pemetaan genetik dan menganalisis evolusi teratai. Analisis
filogenetik dan evolusi teratai pada tingkat molekuler telah dilakukan dengan bantuan data
genom yang melimpah. Studi ini mengungkapkan perbedaan fungsional miRNA pada teratai
yang tumbuh di daerah beriklim sedang dan tropis.
Penelitian juga menunjukkan bahwa hilangnya keluarga miRNA pada tanaman
keturunan terkait dengan hilangnya genom duplikat. Meskipun telah dilakukan upaya untuk
merakit genom teratai, terutama 'China Antique', menjadi delapan kromosom, masih ada
pekerjaan yang harus dilakukan karena tingginya persentase rangkaian berulang (>47%).
Sembilan megascaffold yang berhasil dianalisis, yang mencakup ukuran gabungan 543,4 Mb,
hanya mencakup sekitar 67,6% genom teratai. Penggunaan teknik pengurutan generasi ketiga
diharapkan dapat membantu meningkatkan perakitan genom teratai ini dalam waktu dekat.

C. EKOLOGI
1. Habitat
Bunga teratai memerlukan lumpur dan air sebagai habitat tumbuh dan berkembangnya,
namun ia mampu tetap mengapung di atas permukaan air tanpa tenggelam. Mereka biasanya
menghiasi perairan yang tenang dan tidak memiliki lapisan lilin di permukaan daun, sehingga
air yang jatuh ke atas daun tidak membentuk butiran air. Bunga teratai sering tumbuh dalam
kelompok di sekitar satu pusat akar, meskipun ada juga yang dapat menyebar dengan
membentuk akar sendiri. Mereka hidup di atas air tanpa tenggelam.
Bunga teratai beradaptasi dengan kehidupan di atas air yang tenang dan kadang kotor.
Meskipun lingkungannya mungkin terlihat kotor, bunga teratai justru memancarkan keindahan
yang luar biasa yang menakjubkan bagi siapa saja yang melihatnya. Meskipun hidup dalam
kondisi yang kurang bersih, bunga teratai tetap mempertahankan keanggunan dan
keindahannya tanpa terpengaruh oleh lingkungannya yang kotor. Walaupun tempat tinggalnya
mungkin tidak ideal, kecantikannya justru menambah pesona lingkungan sekitarnya.
Salah satunya sSpesies V. amazonica adalah tanaman yang berasal dari Amerika
Selatan tropis dan Guyana. Mereka biasanya hidup di perairan dangkal seperti Sungai
Amazon, Danau Oxbow, dan Bayous di habitat aslinya. Di luar habitat alaminya, pertumbuhan
bunga teratai raksasa ini tidak berlangsung sepanjang tahun. Misalnya, di Inggris, mereka
hanya tumbuh selama musim panas ketika cuacanya hangat.
Namun, menanam V. amazonica di luar habitat aslinya bukanlah tugas yang mudah.

Diperlukan waktu bertahun-tahun untuk berhasil memindahkan tanaman ini dan membuatnya
berkembang. Proses penanaman ini pertama kali dilakukan oleh dua dokter, yaitu Rodie dan
Lucky, pada tahun 1848 di Inggris. Mereka menanam giant water lily pada bulan Februari
1848, dan kemudian tanaman ini berbunga pada bulan November 1848.
Gambar 5. Giant Water Lily ini mampu menahan beban hingga 50 kg. Sumber:
https://www.greeners.com

2. Pertumbuhan
Perkecambahan dan pertumbuhan biji teratai sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan sekitarnya, terutama tingkat keasaman dan durasi pencahayaan dari sinar matahari.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi bagaimana tingkat keasaman dan
lamanya pencahayaan memengaruhi pertumbuhan biji teratai.
Kemampuan teratai untuk tumbuh dalam kondisi seperti itu menunjukkan bahwa
proses perkecambahan dan pertumbuhan bijinya memiliki toleransi yang sangat tinggi
terhadap berbagai tingkat keasaman, baik yang rendah maupun yang basa. Menurut Fitria
(2011) dalam Nugroho (2011), tingkat keasaman lingkungan memengaruhi kemudahan
penyerapan unsur hara oleh tanaman, dan pada pH yang optimal, proses perkecambahan biji
dapat berlangsung lebih cepat. Menurut Webb et al. (2012), penyerapan CO2 dalam air
cenderung lebih lambat daripada di atmosfer, dan kecepatan penurunan CO2 dalam air dapat
terjadi akibat tingkat pH yang tinggi, namun teratai tetap mampu berkecambah dengan baik.
Dalam tahap awal pertumbuhannya, biji teratai tumbuh di dalam lumpur dan kemudian
menghasilkan batang dan rhizoma. Tumbuhan terus tumbuh dengan bertambahnya ukuran dan
jumlah daun. Proses penyerbukan yang terjadi adalah penyerbukan silang, karena saat putik
dan benangsari mencapai masa matangnya, mereka tidak berada dalam tahap yang sama.
Bunga mengalami perubahan dari bunga betina menjadi bunga jantan selama masa antesis.
Setiap bunga teratai mekar selama 2 hari. Pada hari pertama, bunga betina atau pistilate
flower muncul ke permukaan air untuk melepaskan kepala putik yang sudah matang (reseptif).
Pada sore hari, bunga ini turun lagi ke dalam air. Pada hari berikutnya, bunga berubah menjadi
bunga jantan atau staminate flower yang muncul lebih tinggi dari permukaan air dibandingkan
dengan hari sebelumnya. Bunga ini membawa stamen di atas karpel betina. Ketika kepala sari
melepaskan polen, bunga tersebut kemudian turun lagi ke dalam air, di mana buah akan mulai
berkembang di permukaan air. Karpel (bakal buah) memiliki tangkai stigma yang panjang, dan
proses penyerbukan terjadi dengan bantuan angin

3. Reproduksi
Menurut Arsyad (2016), teratai merupakan salah satu jenis tumbuhan yang dapat
melakukan reproduksi baik secara vegetatif maupun generatif. Reproduksi vegetatif pada
teratai melibatkan penggunaan rimpang, dan hal ini diyakini memengaruhi pola distribusi
tumbuhan ini. Pola distribusi ini juga memiliki keterkaitan yang kuat dengan kondisi
lingkungan. Reproduksi dengan menggunakan rimpang memiliki tingkat keberhasilan yang
lebih besar daripada reproduksi dengan biji. Teratai biasanya tumbuh secara alami di perairan
rawa dan sungai yang memiliki kedalaman yang tidak terlalu dalam dan air yang tenang.
Teratai termasuk dalam keluarga Nymphaceae dan merupakan jenis tumbuhan yang
berbunga sepanjang tahun. Buah pada tanaman ini memiliki warna coklat dengan kulit yang
keras. Seiring bertambahnya usia buah, kulit bijinya akan semakin keras dan tampak adanya
selaput putih. Dugaan adalah bahwa selaput ini berfungsi sebagai alat pelindung dalam bentuk
kantung untuk melindungi biji dari kerusakan. Selaput ini juga berperan dalam menjaga biji
agar tetap mengapung. Ketika buah pecah, biji-biji tersebut akan dihanyutkan oleh air dan
berkembang biak (Nisa et al., 2016).

4. Potensial
Teratai adalah jenis tanaman air yang sering ditemukan tumbuh secara alami di
perairan rawa atau sungai yang memiliki kedalaman yang tidak terlalu dalam dan air yang
tenang. Berbagai bagian tanaman teratai, seperti bunga, biji, batang, dan umbi, memiliki
potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Di daerah Hulu Sungai Utara, Kalimantan
Selatan, biji teratai sering menjadi sumber karbohidrat alternatif saat terjadi kelangkaan beras
atau diolah menjadi tepung untuk pembuatan kue.
Menurut penelitian Kairina dan Fitrial (2002), setiap rumpun teratai rata-rata
menghasilkan sekitar 5 buah teratai tua yang mengandung biji teratai kering sebanyak 63,10
gram. Biji teratai kering ini kemudian diupas kulitnya dan dijual di pasar. Biji teratai putih,
yang berasal dari spesies Nymphaea pubescens Willd., di Filipina dan India bahkan digunakan
untuk membuat tepung yang digunakan dalam pembuatan roti (Sastrapradja dan Bimantoro,
1981). Di daerah Tuban, Jawa Timur, biji teratai juga diolah menjadi dodol atau jenang dengan
mencampurkannya dengan beras ketan (Marianto, 2001).
Selain sebagai bahan pangan, secara tradisional, tanaman teratai juga digunakan dalam
pengobatan. Umbi teratai dimanfaatkan sebagai bahan jamu yang direbus untuk mengatasi
masalah seperti disentri, diare yang disebabkan oleh iritasi pada usus besar, gonore, bisul, dan
tumor (Grieve, 2004; Depkes, 1997). Biji teratai memiliki berbagai manfaat seperti
meningkatkan fungsi hati dan sistem limfatik, meningkatkan stamina, memiliki efek
peremajaan, serta dapat digunakan untuk mengatasi masalah diare dan disentri. Biji ini
mengandung alkaloid nupharine yang memiliki sifat antibakteri (Cowan, 1999). Selain
alkaloid, biji teratai juga mengandung karbohidrat (sekitar 78,13% dari biji) yang diduga
berperan dalam mencegah diare, terutama dengan keberadaan oligosakarida. Oligosakarida
tipe rafinosa dalam biji teratai diyakini dapat menghambat mikroorganisme patogen seperti E.

coli, Helicobacter pylori, dan Salmonella typhimurium di dinding usus. Selain itu,
oligosakarida juga memiliki potensi sebagai prebiotik yang dapat merangsang pertumbuhan
dan aktivitas flora usus besar seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium (Manning dan Gibson,
2004).

Gambar 6. Herbal biji bunga teratati salju Gambar 7. Rekreasi Teratai raksasa
Gambar 8. Makanan

D. KESIMPULAN
Genus Nymphaea, terutama tumbuhan teratai, memiliki nilai ekologi dan budaya
yang tinggi di Indonesia. Mereka adalah bagian penting dari biodiversitas tumbuhan di negara
ini, dengan berbagai jenis yang memiliki karakteristik morfologi yang menarik. Genus ini
memiliki adaptasi khusus terhadap habitat akuatik, termasuk kemampuan mengapung di
permukaan air dan toleransi terhadap lingkungan yang kurang bersih.
Teratai memiliki peran penting dalam ekosistem air, menciptakan habitat untuk
berbagai organisme dan memberikan estetika yang indah. Selain itu, mereka memiliki potensi
dalam pangan dan pengobatan tradisional. Bagian-bagian tanaman teratai, seperti biji, umbi,
dan bahkan batangnya, dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, termasuk sebagai
sumber karbohidrat pengganti beras dan bahan obat-obatan.
Sejarah budaya genus Nymphaea juga menunjukkan pentingnya mereka dalam seni
dan peradaban manusia. Gambar-gambar teratai yang terdapat dalam budaya Mesir Kuno dan
budaya Maya menjadi bukti sejarah hubungan manusia dengan tumbuhan ini. Dengan begitu
banyak nilai ekologi, budaya, dan potensial pangan dan obat-obatan, genus Nymphaea,
terutama tumbuhan teratai, memainkan peran yang signifikan dalam konteks Indonesia dan
perlu diperhatikan dalam upaya pelestarian dan pemanfaatannya.

E. UCAPAN TERIMA KASIH


Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Allah swt. Yang telah memudahkan proses
dalam mengerjakan tugas artikel ini, salam halnya kepada semua pihak yang telah mendukung
artikel ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Terima kasih kepada rekan-rekan
kelas yang telah berkontribusi dalam pengumpulan data dan analisis, serta kepada pihak-pihak
yang telah memberikan akses ke sumber daya dan informasi yang diperlukan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada pihak berwenang dan lembaga yang mendukung penelitian
ini. Semua dukungan dan kontribusi tersebut sangat berarti dalam penyusunan artikel ini.
F. DAFTAR PUSTAKA
Afiyah, N., Sa'adah, L., Handayani, P., & Laelasari, I. 2020. Journal Of Biology Education, Vol. 1
No. 1 halaman 33
Budiawati, G. A., & kriswiyanti, E. 2014. Manfaat Tanaman Teratai di Desa Adat Sumampan,
Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar, Bali. Jurnal Simbiosis, vol 2 (1)
Febriyanti, P. 2018. Tanaman Teratai sebagai inspirasi penciptaan motif batik tulis dalam kain
panjang. Journal Karya Seni. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
Fitria, Y., Astawan, M., Soekarto, S.T., Wiryawan, K., dan Wresdiyati. 2012. Potensi Biji dan
Ekstrak biji Teratai (Nympheae pubescens Wild) Sebagai Pencegah Diare Pada Tikus
Percobaan Yang Diintervensi E.coli Entropatogenik. Journal Agritech, Vol.32, No. 3
Hariri, M., & Irsyam, A. S. D. 2019. Kajian ilmiah dan Mitologi dari Marga Nympheae L.
(Nymphaeaceae). Pusat Konservasi Kebun Raya -LIPI. Vol. 17 (1)
Irawanto, R. 2016. Revitalisasi Koleksi Tumbuhan Akuatik Kebun Raya Purwodadi Sebagai
Tanaman Kolam Fitoremediasi. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi -LIPI
Ismuhajarob, B.N., & Nisa. B. 2020. Pertumbuhan Biji Tertatai (Nymphaea pubescens WILLD).
ZIRA'AH, vol 45. No. 1
Rahayu, S., & Magandhi, M. 2018. Teratai Jeli (Brasenia schreberi J.F Gmel) Di Pulau Samosir.
Pusat Konservasi Kebun Raya -LIPI. Vol 16 (1)

Anda mungkin juga menyukai