BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
untuk menyulitkan predator untuk memangsa, seperti yang dilakukan oleh katak
terestrial yang hidup di lantai hutan biasanya mempunyai bentuk yang mirip
dengan serasah (Duellman and Trueb, 1994). Amfibi mempunyai kulit yang tetap
lembab yang berfungsi untuk mencegah masuknya bakteri atau patogen lainnya.
Beberapa jenis katak mempunyai kelenjar beracun, racun tersebut berwarna susu
atau bening akan dikeluarkan oleh katak jika mengalami gangguan/ ancaman (van
Hoeve, 1992). Amfibi juga mempunyai mekanisme pertahanan diri dengan cara
menggigit.
Amfibi hidup pada daerah yang dekat dengan air. Tetapi ada beberapa
jenis yang hidup pada daerah yang jauh dari air seperti pada amfibi terestrial dan
katak pohon (Iskandar, 1998). Amfibi mempunyai habitat yang bervariasi mulai
dari habitat sawah, rawa dan kolam, sedangkan menurut Iskandar (1998) habitat
amfibi bervariasi mulai di sawah, rawa, sekitar sungai di dataran rendah sampai
tinggi, bahkan di pundak pohon di hutan-hutan pegunungan. Hampir 5.000 jenis
amfibi di dunia tergantung pada hutan sebagai tempat hidupnya. Habitat terestrial
lain tidak begitu disukai oleh amfibi khususnya tempat yang kering, seperti
padang rumput dan gurun (IUCN, 2008).
Beberapa jenis amfibi merupakan jenis-jenis yang mempunyai habitat/
hanya dapat hidup pada daerah yang spesifik (mikrohabitat) yang masih alami
disebut amfibi spesialis. Contoh dari amfibi spesialis ini yaitu kongkang jeram
(Huia massonii) yang hanya hidup pada daerah yang masih alami dimana hidup
didaerah yang beraliran deras dan mempunyai air yang jernih. Beberapa jenis lagi
merupakan amfibi yang dapat hidup dalam tekanan/ dekat lingkungan yang
tercemar/ dekat dengan hunian manusia. Jenis ini merupakan jenis-jenis amfibi
yang semakin banyak seiring dengan meningkatnya populasi manusia dimana
dalam hidupnya jenis-jenis ini mampu bertahan atau bahkan dapat hidup baik
dengan kondisi lingkungan yang sudah tidak alami. Jenis-jenis amibi ini
umumnya merupakan jenis yang umum dijumpai atau disebut sebagai amfibi
generalis. Contoh dari amfibi generalis yaitu kodok buduk (Bufo melanostictus)
dan kongkang kolam (Rana chalconota).
Amfibi secara fisik mengembangkan dua pasang tungkai sebagai alat
gerak, memiliki kulit dengan permukaan lembab, dari yang licin sampai yang
10
kasar dan bergranula. Seluruh ordo Anura kehilangan ekornya pada masa dewasa,
kepalanya langsung bersambung dengan tubuhnya tanpa butuh leher yang bisa
mengerut seperti penyu dan tungkainya suda cukup berkembang dengan kaki
belakang lebih panjang. Menurut Iskandar (1998), katak mudah dikenali dengan
tubuhnya yang tampak seperti berjongkok dengan empat kaki, dengan kaki
belakang untuk melompat berukuran lebih panjang dari pada kaki depan, leher
tidak jelas dan tidak berekor. Matanya berukuran besar dengan pupil mata
horizontal dan vertikal, ada pula yang berbentuk berlian atau segitiga yang khas
untuk jenis-jenis tertentu. Ujung-ujung jari anura tidak berbentuk, silindris atau
berbentuk piringan yang pipih, kadang-kadang juga mempunyai kulit lateral lebar,
dan ada juga kelompok dengan ujung jari berbentuk ganda. Kaki depannya
memiliki empat jari, sedangkan kakinya belakang lima jari. Selaput kulit tumbuh
di antara jari-jari dan keberadaannya bervariasi pada tiap jenis.
Amfibi pada umumnya memiliki perbedaan bentuk morfologi dan corak
warna yang berbeda pada saat muda dan sudah dewasa. Kulit tubuh anura
bervariasi dari yang halus pada beberapa jenis katak, sampai kasar dan tertutup
oleh tonjolan-tonjolan pada jenis kodok. Pada beberapa jenis, ukuran katak
terdapat lipatan dorsolateral, lipatan supratimpanik yang berawal dari belakang
mata yang memanjang di atas pangkal paha, serta lipatan supratimpanik yang
berawal dari belakang mata yang memanjang di atas gendang telinga dan berakhir
didekat pangkal lengan.
Integumen atau biasa disebut sebagai kulit merupakan suatu organ yang
melapisi permukaan tubuh dan berfungsi untuk melindungi lapisan di bawahnya
dari pengaruh luar misalnya dari pathogen. Pada umumnya amfibi memiliki kulit
yang tipis, banyak pembuluh darah dan selalu basah. Kondisi kulit tersebut pada
amfibi berperan sebagai alat respirasi. Bahkan beberapa jenis amfibi paru-parunya
mereduksi sehingga sistem respirasi hanya menggunakan kulit saja atau disebut
respirasi cutaneous (Hutchin et.al, 2003). Selain itu di dalam kulit juga terdapat
reseptor yang dapat mengenali perubahan lingkungan (Junqueira, 1998).
Amfibi dikenal sebagai makhluk dua alam. Amfibi tersebar di semua
benua kecuali benua Antartika, umumnya dijumpai pada malam hari atau pada
musim penghujan seperti di kolam, aliran sungai, pohon-pohon maupun di gua
11
(Simon dan Schuster’s, 1989). Iskandar (1998) menyatakan bahwa amfibi selalu
hidup berasosiasi dengan air sesuai namanya yaitu hidup pada dua alam (di air dan
di darat).
Menurut Alikodra (2002), habitat satwa liar yaitu suatu kesatuan dari
faktor fisik maupun biotik yang digunakan untuk untuk memenuhi semua
kebutuhan hidupnya. Odum (1971) mengartikan habitat suatu individu sebagai
tempat dimana individu tersebut hidup. Berdasarkan habitatnya, katak hidup pada
daerah pemukiman manusia, pepohonan, habitat yang terganggu, daerah
sepanjang aliran sungai atau air yang mengalir, serta pada hutan primer dan
sekunder (Iskandar, 1998). Habitat utama amfibi adalah hutan primer, hutan rawa,
sungai besar, sungai sedang, anak sungai, kolam dan danau (Mistar, 2003).
Mistar (2003) menjelaskan bahwa habitat yang paling disukai oleh amfibi
adalah daerah berhutan karena membutuhkan kelembaban yang stabil, dan ada
juga yang tidak pernah meninggalkan perairan sama sekali. Berdasarkan
kebiasaan hidupnya amfibi dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok,
yakni:
a) Teresterial, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya berada di lantai
hutan, jarang sekali berada pada tepian sungai, memanfaatkan genangan
air atau di kolam di lantai hutan serta di antara serasah daun yang tidak
berair tetapi mempunyai kelembaban tinggi dan stabil untuk meletakkan
telur. Contohnya Megophrys aceras, M. nasuta dan Leptobracium sp.
b) Arboreal, spesies-spesies amfibi yang hidup di pohon dan berkembang
biak di genangan air pada lubang-lubang pohon di cekungan lubang
pohon, kolam, danau, sungai yang sering dikunjungi pada saat berbiak.
Beberapa spesies arboreal mengembangkan telur dengan membungkusnya
dengan busa untuk menjaga kelembaban, menempel pada daun atau
ranting yang di bawahnya terdapat air. Contohnya seperti Rhacophorus sp,
Philautus sp dan Pedostibes hosii.
c) Aquatik, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya selalu berada pada
badan air, sejak telur sampai dewasa, seluruh hidupnya berada pada
perairan mulai dari makan sampai berbiak. Contohnya antara lain
Occidozyga sumatrana dan Rana siberut.
12
d) Fossorial, spesies yang hidup pada lubang-lubang tanah, spesies ini jarang
dijumpai. Amfibi yang termasuk dalam kelompok ini adalah suku
Microhylidae yaitu Kaloula sp dan semua jenis sesilia (Mistar, 2003).
yang jantan dan betina bisa dikenali dari penampilan lahiriah mereka. Biasanya
yang betina lebih besar daripada yang jantan. Yang jantan umumnya memiliki
tungkai depan yang lebih kokoh, dengan penyesuaian khusus untuk merangkul.
Ciri khas bagi Anura, antara lain, ialah adanya gendang telinga pada kedua
sisi kepala, di belakang matanya. Selaput gendang ini sangat peka terhadap
getaran udara dan ada kaitannya dengan kemampuan Anura untuk menghasilkan
suara. Caudata dan Apoda pada umumnya tidak menghasilkan bunyi, dan tidak
memiliki sselaput gendang, akan tetapi bisa menampung getaran dengan rahang
bawah atau dengan tungkai depannya. Suara Anura untuk sebagian juga
merupakan ciri jenis kelamin, karena pada yang jantan suara itu lebih keras dan
lebih baik perkembangannya dan umumnya diperkuat dengan bantuan suatu balon
udara yang besar. Suara Anura berbeda-beda dalam hal tinggi nada, panjang
bunyi, kekuatan suara dan keserasiannya, yang pada setiap spesies memiliki pekik
khas sendiri, yang kadang-kadang pada spesies yang masih berkerabat, sangat
serupa bunyinya. Yang jantan memanfaatkan pekiknya, baik untuk memanggil si
betina pada musim kawin maupun untuk menegaskan batas teritoriumnya.
tidak dimiliki oleh tempat wisata lain sekitar kawasan Ciwidey, walaupun rusa
bukan binatang asli Indonesia tetapi keberadaannya yang identik dengan iklim
dingin menambah kesan bahwa kondisi alam di Ranca Upas cocok untuk
dijadikan sebagai objek wisata terbuka.
Kawasan Ranca Upas merupakan kawasan bumi perkemahan dan salah
satu kawasan hutan lindung yang dikelola oleh PT. Perhutani (Persero) Bandung
sejak tahun 1991. Terletak di Desa Alam Endah, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten
Bandung, Jawa Barat. Berada pada ketinggian 1700 mdpl, memiliki kawasan
keseluruhan seluas 215 ha. Secara geografis terletak antara 7°10’ – 7°15’ LS dan
107°21’2" BT (Disparbud Jabar, 2011).
Ranca Upas memiliki nilai rata-rata curah hujan bulanan sepanjang tahun
(1997-2007) sebesar 24.08 cm. Sementara itu rata-rata hari hujan bulanan pada
tahun 1997-2007 adalah 16 hari/bulan, dengan hari hujan tertinggi pada bulan
Maret yaitu sebesar 26 hari. Kondisi iklim seperti ini termasuk tipe A menurut
klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson dengan 9 bulan basah dan 1 bulan kering
(Ichwan, 2009). Kondisi penutupan lahan di kawasan Ranca Upas terdiri dari
hutan lindung seluas 23.47 Ha (52.98%), kemudian rawa sekitar 6.58 Ha
(14.85%), badan air yang terdiri dari kolam dan danau seluas 1.05 Ha (2.37%),
kandang rusa seluas 4.26 Ha (9.62%), luas kawasan perkerasan seluas 4.64 Ha
(10.50%), dan kawasan untuk berkemah seluas 4.29 Ha (9.68%) (Ichwan, 2009).
Gambar 2.1. Peta Ranca Upas, Ciwidey, Jawa Barat (Sumber: Google
Maps, 2021)
16
Ranca Upas memiliki luas area yang cukup luas yaitu sekitar 215 Hektar.
Kondisi penutupan lahan di kawasan Ranca Upas terdiri dari hutan lindung seluas
23,47 Ha (52,98 %), kemudian rawa 6,58 Ha (14,85 %), badan air yang terdiri
dari kolam dan danau seluas 1,05 Ha (2,37%), kandang rusa seluas 4,26 Ha (9,62
%), luas kawasan perkerasan seluas 4,64 Ha (10,50 %), dan kawasan untuk
berkemah seluas 4,29 Ha (9,68 %).
Kawasan hutan Ranca Upas merupakan salah satu habitat yang digunakan
ordo anura. Kawasan hutan Ranca Upas dialiri oleh aliran sungai yang tidak akan
kering sepanjang tahun. Pada umumnya Amfibi sangat memerlukan air dalam
hidupnya terutama pada saat proses bereproduksi. Katak akan mendatangi sungai,
kolam atau pun kobangan air sebagai lokasi untuk bereproduksi.
A B
C D
Kondisi sungai masih sangat alami dengan substrat berupa batu, kerikil,
pasir dan lumpur. Berikut hasil dokumentasi kondisi habitat sungai dapat dilihat
pada Gambar 2.2. Sepanjang tepi sungai ditutupi oleh berbagai macam jenis
vegetasi. Beberapa jenis tumbuhan yang sering digunakan saat melakukan
17
2.5 Konservasi
Berdasarkan peraturan perundang-undangan Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa
konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati
yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan
persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
keanekaragaman dan nilainya. Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia
untuk melestarikan atau melindungi alam dengan segenap proses pengelolaan.
Sumber daya Alam (disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam
yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kegiatan konservasi
selalu berhubungan dengan suatu kawasan, kawasan itu sendiri mempunyai
pengertian yakni wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya (Undang
undang No. 32 Tahun 2009).
Menurut Kehati (2009), secara hukum tujuan konservasi tertuang dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yaitu bertujuan mengusahakan terwujudnya
kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga
dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia.
Biologi konservasi adalah pengelolaan alam dan keanekaragaman hayati
bumi dengan tujuan melindungi spesies, habitat, dan ekosistem dari tingkat
kepunahan yang berlebihan dan erosi interaksi biotik. Biologi Konservasi adalah
ilmu interdisipliner tentang ilmu alam dan sosial, dan praktik pengelolaan sumber
daya alam (Kala, 2005).
18
BAB III
METODE PENELITIAN
transek ditandai menggunakan tali benang sol yang berbeda warna sehingga
distribusi katak yang terdapat di dalam transek dapat diperkirakan. Pengamatan
dilakukan mulai pukul 19.00 - 23.00 WIB yang merupakan jam ordo Anura aktif
mencari makan dan berpindah tempat (Firdaus, 2011). Data habitat dicatat
berdasarkan dua kategori yaitu data fisikokimia (temperatur udara, kelembaban
udara, temperatur air, kekeruhan air dan pH air).
Keterangan:
Di = Kepadatan jenis ke-i
ni = Jumlah individu ke-i
24
H’ = Pi∈Pi
Studi pustaka
Penyusunan
proposal
Kondisi Data
Pengambilan umum curah
data primer lokasi hujan
Karakteristik
Data amfibi
habitat
Koleksi sampel
amfibi
Identifikasi
spesimen amfibi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Temperatur air berkisar 16,1 – 20,3oC, temperatur air dapat menjaga perubahan
temperatur pada tubuhnya sehingga amfibi selalu berada dekat dengan air.
Menurut Crump (1994), suhu udara berpengaruh secara nyata terhadap
perkembangan dan pertumbuhan amfibi, serta seringkali mengatur siklus perilaku
dan reproduksi. Amfibi merupakan jenis satwa yang poikiloterm, tidak dapat
mengatur suhu tubuh sendiri sehingga suhu tubuhnya sangat tergantung pada
kondisi lingkungannya. Kulit amfibi merupakan salah satu organ respirasi yang
penting dan berhubungan dengan kondisi eksternal tubuh, sehingga kelembaban
kulit dibutuhkan untuk menjaga fluktuasi tubuh yang akan berpengaruh terhadap
proses-proses tubuh selanjutnya. Menurut Goin et al. (1978), secara umum Ordo
Anura memiliki batas toleransi suhu pada kisaran 3 – 27 °C.
Jumlah air dalam tubuh kira-kira 70 – 80 % dari berat tubuh amfibi
(Hofrichter, 2000). Kelembaban relatif berkisar 91% yang terbilang cukup tinggi.
Kelembaban sangat dibutuhkan untuk membuat kulit amfibi tidak kering karena
kulit berfungsi sebagai alat pernafasan (Cogger, 1999; Duellman & Trueb, 1994).
Menurut Wati (2016) menjelaskan bahwa nilai kelembaban pada sebagian besar
jenis ordo anura berkisar 75%-85%, hal ini bertujuan untuk melindungi diri dari
kekeringan. Selain itu kulit katak bersifat permeabel dimana berfungsi sebagai
tempat keluar masuk air dan udara (Cogger & Zweifel, 2003). Menurut Inger &
Stuebing (2005), kelembaban udara yang tinggi berkisar antara 85-95% dan suhu
udara berkisar antara 15-22oC, serta banyaknya ketersediaan sumber daya
makanan, maka Anura akan tersebar luas dan sering ditemukan di sekitar areal
tersebut.
Ordo Anura di kawasan hutan heterogen Ranca Upas dapat dijumpai pada
aliran air sungai yang memiliki substrat lumpur dengan kecepatan arus berkisar
4,79 – 5,04 m/s yang terbilang bergerak lambat. Kisaran umum kondisi PH yang
dapat ditolerir oleh biota air, yaitu sekitar PH netral 6.0-7.0 (Mattison, 1993).
Nilai pH air di lokasi penelitian yaitu 5,4 – 6,8 hal ini menyerupai dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Reza (2014) di Kawasan Ranca Upas
Ciwidey, Jawa Barat menunjukan bahwa ordo anura berada pada daerah air yang
memiliki pH berkisar sekitar 6 – 7. Kondisi tersebut masih layak untuk
perkembangbiakan amfibi (ordo anura) karena sesuai dengan pernyataan kisaran
28
PH perairan untuk biota air tawar menurut kriteria (EPA, 1993) adalah 6.5-9.0.
Karakteristik fisik dan kimia seperti suhu, kelembaban dan pH di lokasi penelitian
menunjukkan kesesuaian bagi kehidupan amfibi secara umum.
Kusrini et al., (2005) mengemukakan bahwa ordo Anura selalu hidup
berasosiasi dengan tumbuhan yang tidak jauh dari sumber air. Wilayah jelajah
dari ordo Anura pada umumnya di tajuk hutan. Wilayah jelajah merupakan
wilayah yang digunakan oleh individu suatu spesies hewan untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan menjamin kelestariannya dalam jangka panjang seperti
makan, minum, berbiak, bersuara, bersosial, tempat berlindung dari pemangsa,
bersarang dan beristirahat (Boughey, 1973).
Ordo Anura yang teramati memulai aktivitasnya pada malam hari, terlihat
posisi katak pada malam hari cenderung berada di ruang terbuka. Siang hari katak
yang ditemukan pada umumnya sedang tertidur di bawah tajuk pohon, terkadang
ditemukan di lipatan daun atau di ketiak daun. Selama penelitian ini berlangsung
terdapat beberapa tumbuhan yang sering dijadikan sebagai habitat ordo Anura di
kawasan hutan Ranca Upas diantaranya Strobilantes sp., Curculigo capitulata,
Cyathea sp., Angiopteris evecta, Cyrtandra picta, Asplenium nidus, Travesia sp.,
Passiflora ligularis, Pilea melastomoides, Chromolaena odorata, Elatostema
strigosum, Begonia areolata, Musa paradisiaca, Antidesma sp., Brugmansia
suaviolens dan Scleria ciliari.
Keberadaan katak yang beristirahat atau berada pada substrat daun diduga
karena substrat tersebut lebih lembab, karena sepanjang pengamatan baik daun
tumbuhan Strobilantes sp., Curculigo capitulata dan Cyathea sp. cenderung basah
sepanjang malam hingga pagi menjelang siang. Dalam suatu pengamatan pernah
ditemukan kasus empat katak ordo Anura yang terletak tepat di dalam air pada
saat siang hari, penyebab terjadinya hal ini adalah saat siang hari katak ditemukan
tepat di dalam air karena cuaca saat sedang panas dan ordo Anura sama seperti
amfibi lainnya bersifat ektotermik yang suhu tubuhnya mempunyai
ketergantungan terhadap kondisi lingkungan (Mistar, 2003) sehingga ketika cuaca
panas atau suhu tubuhnya berlebihan ordo Anura masuk tepat ke dalam air untuk
menjaga suhu tubuhnya.
29
Jumlah
No Nama Spesies Famili Status IUCN
Individu
Rhacoporus Least Concern
1. Rhacophoridae 34
margaritifer (LC)
Near
Rhacoporus
2. Rhacophoridae 31 Threatened
reinwardtii
(NT)
30
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat data ini menunjukkan bahwa spesies
Anura yang ditemukan di Kawasan Ranca Upas Ciwidey, Jawa Barat ada 6
spesies, yang terdiri dari 4 familia. Famili Rhacoporidae terdapat 2 spesies yaitu
Rhacoporus margaritifer sebanyak 34 individu dan Rhacoporus reinwardtii
sebanyak 31 individu. Famili Megophryidae terdapat 2 spesies yaitu
Leptobrachium hasseltii sebanyak 53 individu dan Megophrys montana sebanyak
4 individu. Famili Microhylidae terdapat 1 spesies yaitu Microhyla achatina,
jumlah individu sebanyak 48 individu, sedangkan famili Ranidae ditemukan 1
spesies yaitu Hylarana chalconota dengan jumlah individu terbanyak yaitu 64
individu.
tympanum coklat tua. Katak ini biasanya ditemukan pada batu dan vegetasi di
sepanjang sungai kecil di hutan atau dataran tinggi serta sekitar kolam. Jenis ini
hidup di hutan primer dan terdegradasi dengan kanopi yang cukup tertutup dan
sumber air yang mengalir tidak deras. Katak dewasa menyebar secara luas di
hutan dan bahkan ditemukan di kebun. Katak ini tersebar di bagian Selatan
Sumatera, Jawa, dan Bali pada ketinggian 1.571 mdpl. (Kurniawan dan Kusrin,
2019).
Spesies katak lain yang dijumpai, seperti Rhacoporus margaritifer,
Rhacoporus reinwardtii, Leptobrachium hasseltii, Megophrys montana, dan
Microhyla achatina merupakan merupakan jenis Anura yang ditemukan di
sebagian besar tipe habitat, namun keberadaannya selalu terdapat dekat atau pada
aliran sungai. Selain itu, juga umum dijumpai pemukiman warga, atau pada lantai
hutan, yang terletak cukup dekat dengan aliran sungai.
2. Rhacophorus reinwardtii
Klasifikasi ilmiah dari Katak pohon hijau (Rhacophorus reinwardtii)
berdasarkan Goin et al., (1978) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Amfibia
Ordo : Anura
34
Famili : Rhacophoridae
Genus : Rhacophorus
Spesies : Rhacophorus reinwardtii
hijau pada bagian samping, tangan dan kaki berwarna kuning atau oranye.
Pada spesimen awetan dalam alkohol akan berubah warna menjadi ungu.
Jari tangan dan jari kaki berselaput sepenuhnya sampai kepiringan kecuali
pada jari tangan yang pertama. Selaput berwarna hitam dengan garis-garis
berwarna kuning dan biru (Liem, 1971). Sebuah lipatan halus terdapat di
atas tumit dan anus serta lipatan kulit yang melebar di sepanjang lengan
(Iskandar, 1998; Inger dan Stuebing, 1997).
Katak pohon hijau dewasa memiliki perbedaan warna dengan katak
pohon hijau setengah dewasa. Warna hijau sangat dominan pada katak
pohon hijau dewasa sedangkan abu-abu dengan bintik-bintik hitam di
sekujur punggung sangat dominan pada katak yang masih setengah
dewasa (baru menyelesaikan tahapan larva/berudu). Berudu katak pohon
hijau berukuran besar. Warna berudu hitam keabu-abuan dan sirip ekor
tanpa warna (Iskandar, 1998). Namun terkadang dapat ditemukan berudu
yang setengah ekornya berwarna hitam.
Katak pohon hijau dapat ditemukan pada hutan primer dataran
rendah (Inger dan Stuebing, 1997), hutan primer atau sekunder pada
ketinggian antara 250-1200 m dpl (Iskandar, 1998), sedangkan di Pulau
Jawa menurut Liem (1971) katak pohon hijau ditemukan dekat dengan
tempat tinggal manusia, biasanya pada lokasi yang teduh (berpohon) dan
basah. Di Jawa Barat katak pohon hijau dapat ditemui di beberapa
kawasan masih memiliki vegetasi hutan alami. Katak pohon hijau dapat
ditemukan di sekitar kolam berlumpur di tepi hutan dan di dekat air yang
tergenang (Schijfsma, 1932). Katak pohon hijau tersebar mulai dari Cina
Selatan sampai Malaysia, Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan dan Pulau
Jawa (Iskandar, 1998).
Ancaman utama jenis ini adalah hilangnya habitat hutan hujan dan
potensi pencemaran air. Penebangan hutan di dataran rendah untuk
perluasan lahan pertanian dan pemukiman telah mengurangi ketersediaan
habitat secara signifikan untuk jenis ini.
B. Famili Megophrydae
36
2. Megophrys montana
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Amfibia
Ordo : Anura
Famili : Megophryidae
Genus : Megophrys
Spesies : Megophrys montana
(Kuhl and van Hasselt, 1822)
perpanjangan dari dermal yang terlihat jelas dan unik. Tekstur kulit
berbintil-bintil. Warna spesimen muda mungkin berwarna merah
keoranyean, spesimen dewasa biasanya memiliki kulit dengan warna
coklat, coklat kemerahan sampai coklat tua dan jarang yang berwarna
coklat kekuningan. Suatu bercak segitiga berwarna lebih gelap terdapat di
belakang mata. Biasanya terdapat sepasang benjolan atau bercak gelap di
belakang dekat lekukan lengan. Bagian bawah campuran antara coklat dan
krem kotor. Terdapat garis-garis hitam pada bagian kaki, yang berseling
dengan warna dasar tubuh. Memiliki ujung jari berbentuk lancip dan
terdapat selaput renang di setengah jari kaki. Betina dewasa dapat tumbuh
mencapai 90 mm dan pejantan sedikit lebih kecil. Ukuran SVL ±6 cm
dengan berat ±10 gram.
Megophrys montana biasanya terdapat di hutan dan diam tanpa
bergerak di antara serasah dedaunan. Katak ini tidak akan bergerak jika
tidak disentuh atau diganggu. Megophrys montana merupakan katak
endemik di Jawa. Persebarannya di Jawa Timur pernah diketahui di
Pegunungan Tengger dan di kawasan wisata alam Coban Putri, Batu.
Ancaman utama jenis ini adalah pembabatan hutan untuk
pembukaan lahan pertanian baru. Terkadang jenis ini juga ditemukan di
perdagangan hewan secara internasional.
C. Famili Microhylidae
Famili Microhylidae mempunyai ciri-ciri yaitu badan yang licin
serta selalu basah, ukuran tubuh kecil serta mulut yang sempit. rata-rata
tubuhnya yaitu sekitar 12- 45 mm. Persebaran dari Famili Microhylidae ini
yaitu Jepang, Cina bagian Selatan, India, Srilangka, Asia Tenggara,
termasuk Indonesia (Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali) (Pradana,
2017).
Jari secara normal terpisah, ujung jari mungkin tidak membentuk
piringan dan tidak membentuk cakar. Sebagian besar anggota Famili ini
tidak memiliki gigi. Sacral diapophysis sedikit melebar. Hewan ini hidup
meliang di tanah atau tinggal dalam lubang tumbuhan. Anggota famili ini
40
Microhyla achatina
Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Amfibia
Ordo : Anura
Famili : Microhylidae
Genus : Microhyla
Species : Microhyla achatina
(Tschudi, 1838)
menyeluruh dari Jawa Barat hingga Jawa Timur. Di Jawa Timur katak
jenis ini pernah tercatat ditemukan di Kabupaten Malang, Banyuwangi,
Kediri, Pegunungan Tengger dan Bondowoso.
Jenis ini cukup toleran terhadap perubahan habitat. Jenis ini
dianggap tidak terlalu terancam meskipun terjadi kerusakan habitat karena
pembukaan lahan pertanian ataupun penebangan hutan.
D. Famili Ranidae
Famili ini termasuk dalam superfamili Ranoidea. Hewan ini dikenal
dengan nama “Katak” yang mudah dikenal dengan mempunyai kaki yang
berkembang baik, kaki belakang lebih panjang daripada kaki depan, yang
berfungsi untuk melompat. Katak ini penyebarannya luas, dapat dijumpai pada
setiap benua, kecuali Antartika. Hewan ini mempunyai gelang bahu yang
berkembang baik, tanpa tulang rawan, epicoracoidnya saling bertemu di tengah
(firmisternal). Sacral diapophysis silindris. Jari-jari kaki lebar atau bebas, ujung
jari lancip atau membentuk piringan (discs), tetapi jarang membentuk cakar dan
tidak mempunyai tambahan intercalary (Iskandar, 2002). Famili Ranidae (katak
sejati) merupakan salah satu famili yang paling melimpah keberadaannya di alam.
Famili ini banyak dijumpai di sekitar aliran sungai (Mistar, 2003).
Ranidae ini diperkirakan terdiri dari 700 lebih spesies yang
diklasifikasikan dalam 46 genus. Persebaran geografisnya kosmopolit kecuali di
daerah ekstrem (Pough et al., 1998). Menurut Mistar (2003) Famili Ranidae
merupakan katak yang persebarannya sangat luas di Indonesia yang diwakili oleh
sepuluh marga dan kelima marga terdapat dalam kawasan ekosistem leuser.
Habitat Famili Ranidae sangat beragam dari hutan mangrove sampai hutan
pegunungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kawasan Ranca Upas
Ciwidey, Jawa Barat ditemukan satu genus yaitu Chalcorana dengan satu spesies
yaitu Chalcorana chalconota.
Chalcorana chalconota
Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
43
Filum : Chordata
Kelas : Amfibia
Ordo : Anura
Famili : Ranidae
Genus : Chalcorana
Spesies : Chalcorana chalconota
(Schlegel, 1837)
Keterangan:
a. N = Jumlah total anggota populasi.
b. Ct = Jumlah individu yang tertangkap pada sampel t.
c. Rt = Jumlah individu yang sudah ditandai ketika tertangkap dalam
sampel t.
d. Tt = Jumlah individu yang ditandai untuk pertama kalinya (tidak
dirilis dalam sampel t).
e. Mt = Jumlah individu yang ditandai untuk pertama kalinya (dirilis
dalam sampel t) (Krebs, 2014).
46
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan,
habitat ordo anura di kawasan hutan Ranca Upas berupa tumbuhan yang memiliki
jarak dekat dengan sumber air bersubstrat lumpur pada ketinggian 1630–1670
mdpl dengan rerata suhu udara 14 – 17 oC, rerata temperatur air berkisar 18,4 –
21,4 oC, pH air cenderung asam lemah ke arah netral (5.4-6.8), rerata kelembaban
udara 91%, air jernih. Keragaman Anura yang ditemukan di Kawasan Ranca Upas
Ciwidey, Jawa Barat ada 6 spesies, yang terdiri dari 4 familia. Famili
Rhacoporidae terdapat 2 spesies yaitu Rhacoporus margaritifer sebanyak 34
individu dan Rhacoporus reinwardtii sebanyak 31 individu. Famili Megophryidae
terdapat 2 spesies yaitu Leptobrachium hasseltii sebanyak 53 individu dan
Megophrys montana sebanyak 4 individu. Famili Microhylidae terdapat 1 spesies
yaitu Microhyla achatina, jumlah individu sebanyak 48 individu, sedangkan
famili Ranidae ditemukan 1 spesies yaitu Hylarana chalconota dengan jumlah
individu terbanyak yaitu 64 individu. Kepadatan rata-rata persatuan luas 100 m2
untuk kawasan hutan heterogen Ranca Upas dengan panjang transek 300 meter
dan lebar 10 meter (3000 m2) didapatkan kepadatan sebesar 1 individu ordo
Anura/100 m2. Data ini menunjukkan bahwa kepadatan di kawasan Ranca Upas
kurang baik, artinya kondisi lingkungan kurang mendukung perkembangan katak.
5.2 Implikasi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan keberadaan ordo anura di
kawasan hutan Ranca Upas, Ciwidey dapat terus dijaga serta dilestarikan dengan
cara mengetahui keadaan populasi dan menjaga habitatnya.
1.3 Rekomendasi
Penulis ingin memberikan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
1) Penandaan katak menggunakan benang sepatu sebaiknya diikat tidak terlalu
kencang, agar menghindari lecet pada bagian kulit katak.
49
2) Masih perlu adanya penelitian kembali untuk ordo anura di lokasi yang
berbeda.
3) Penelitian tidak hanya dilakukan pada satu musim saja.
4) Perlu pelestarian wilayah kawasan Ranca Upas Ciwiedy untuk menjaga
kelangsungan flora dan fauna yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
50
Pohon Jawa. (Skripsi). Sekolah Sarjana, Institut Pertanian Bogor
Firizki, D. 2021. Karakterisasi Suara Microhyla achatina (Tschudi, 1838) Di
Coban Kodok Kecamatan Pujon dan Coban Pelangi Kecamatan
Poncokusumo Kabupaten Malang Jawa Timue (Anura: Amphibia).
Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim.
Goin, C.J., Goin, O.B. and Zug, G.R. 1978. Introduction to Herpetology. Third
Edition. W.H. Freman and Company. San Fransisco.
Hariyadi, V. 2019. Perancangan Promosi Destinasi Wisata Ranca Upas Ciwidey
Kabupaten Bandung. e-Proceeding of Art & Design Vol.6, No.2.
Hidayah, Amiliyatul. 2018. Keanekaragaman Herpetofauna Di Kawasan Wisata
Alam Coban Putri Desa Tlekung Kecamatan Junrejo Batu Jawa Timur.
Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim.
Hofrichter.2000. The Encyclopedia of Amphibians. Augsburg: Weltbild Verlag
GmbH.
Hutchin, M., W.E. Duellman, Neil Schlager.2003.Grizimek’s Animal Life
Encyclopedia Second Edition Volume 6 Amphibians. Gale Groups :
Farmington Hill
Heyer, W. R., Donnelly, M. A., Diarmid, R. W., Hayek, L. C., & Foster M. S.
1994. Measuring and Monitoring Biological Diversity: Standard Methods
for Amphibians. Washington: Smithsonian Institution Pr.
Hofrichter. 2000. The Encyclopedia of Amphibians. Augsburg: Weltbild Verlag
GmbH. Hutchins, M., W.E. Duellman, Neil Schlager 2003.Grizimek’s Animal
Life Encyclopedia second edition Volume 6 Amphibians. Gale Group.
Farmington Hill
Ichwan, Muhammad.2009. Perencanaan Lanskap Bumi Perkemahan Ranca
Upas Berdasarkan Pendekatan Daya Dukung Ekolog. (Skripsi). Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Inger, R. F. & Stuebing, R. B. 2005. Frogs of Borne,. Second Edition. Natural
History Publications (Borneo). Kinahalu.
Iskandar, D.T., 1998. Amfibi Jawa dan Bali: Seri Panduan Lapangan. Cetakan
51
pertama, Puslitbang Biologi-LIPI, Bogor. Hal : 1 – 7.
IUCN Red List. 2008. Reinwardti’s Frog(Rhacophorusreinwardtii).https://www.i
ucnredlist.org/species/59017/11869 494. [diakses pada 1 Juni 2022] IUCN
Red List. 2014. Common Gr
Junqueira L.C., Carneiro J., Kelley R.O. 1998. Histologi dasar. Terjemahan Jan
Tambayong. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kala, C. K.2005. Indigenous Uses, Population Density, and Conservation of
Threatened Medicinal Plants in Protected Areas of the Indian Himalayas
Conservation Biology. 19 (2): 368–378.
52
Liem, D. S. S. 1971. The Frogs and Toads of Tjibodas Nasional Park, Mt.
Gede,Java, Indonesia. Phillippine Journal of Science 100 (4) : 131 - 160.
Lucianty, S. 2013. Strategi Pengembangan Objek Wisata Alam Bumi Perkemahan
Palutungan Berdasarkan Pendekatan Daya Dukung Lingkungan di
Taman Nasional Gunung Ciremai. Tesis. Semarang: Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Soegianto, A.1994. Ekologi Kuantitatif. Penerbit Usaha Nasional, Surabaya.
Undang undang No. 32 Tahun 2009.
https://referensi.elsam.or.id/2015/04/uunomor-32-tahun-2009-tentang-
perlindungan-dan-pengelolaan-lingkungan-hidup2/#:~:text=Perlindungan
%20dan%20Pengelolaan%2 0Lingkungan%20Hidup%20(PPLH)%20menurut
%20UU%20no%2 032,meliputi%20perencanaan%2C%20pemanfaatan%2C
%20pengendalian%2C (diakses 1 Juni 2022)
Schijfsma, K. 1932. Notes on Some Tadpoles, Toads and Frogs from Java.Treubia
(XIV): 43-72
53
Simon dan Schuster’s.1989. Simon & Schuster's guide to reptiles and amphibians
of the world. New York : Simon & Schuster's.
Stuarte, S., Michael, H., Janice, C., Neil, C., Richard, B., Pavithra, R. dan Bruce,
Y. 2008. Threatened Amphibians of The World. USA: Conservation
International.
Utomo, B. 2006. Karya Ilmiah Ekologi Benih. Medan: Fakultas Pertanian USU.
Repository. Warisno dan Kres Dahana. 2009. Investasi Sengon.
Jakarta:PT.Gramedia
54
Lampiran
Tabel 1.1
Estimasi Kelimpahan Populasi Ordo Anura di Kawasan Hutan Heterogen Ranca
Upas
T Ct R Tt Mt N (individu)
t
1 37 0 37 0
2 13 4 9 37
3 48 4 44 46
4 40 28 12 90
5 36 25 11 102 225
6 42 15 27 113
7 46 18 - 140
Tota 262 94 140 528
l
Keterangan:
a. N = Jumlah total anggota populasi.
b. Ct = Jumlah individu yang tertangkap pada sampel t.
c. Rt = Jumlah individu yang sudah ditandai ketika tertangkap dalam sampel t.
d. Tt = Jumlah individu yang ditandai untuk pertama kalinya (tidak dirilis dalam
sampel t).
e. Mt = Jumlah individu yang ditandai untuk pertama kalinya (dirilis dalam
sampel t) (Krebs, 2014).
55
Variance of ( N1 ) = Σ¿Rt¿ = 447195
t
94
= 2,10 x 10-4
Standar error of
1
N √ 1
= Variance = 1,05 x 10-2
N
Standar error dari data estimasi kelimpahan ordo anura di atas
memiliki nilai yang sangat kecil, artinya metode Schnabel sangat baik
dalam mempresentasikan jumlah anggota populasi ordo anura dalam
penelitian ini.
56
Lampiran 2. Kepadatan Populasi
Keterangan:
Di = Kepadatan jenis
ni = Jumlah individu
A = luas area (Krebs, 2014)
¿
Di = A
234
=
300 x 10 m2
234
= 2
3000 m
= 0,078 individu/ 10m2
57
Lampiran 3. Distribusi Populasi
Tabel 3.1
Estimasi Kelimpahan Populasi Ordo Anura (transek 0-100m) di Kawasan Hutan
Ranca Upas
T Ct Rt Tt Mt N (individu)
1 10 0 10 20
2 5 3 3 35
3 18 2 16 35
4 20 15 12 92
5 10 5 8 10
5 210
6 11 9 9 94
7 20 18 0 12
0
Tota 94 52 58 50
l 1
58
Variance of ( N1 ) = Σ¿Rt¿ = 53714241
t
52
= 9,7 x 10 -7
Standar error of
1
N √ 1
= Variance = 3,1 x 10-6
N
Standar error dari data estimasi kelimpahan ordo anura di atas
memiliki nilai yang sangat kecil, artinya metode Schnabel sangat baik
dalam mempresentasikan jumlah anggota populasi ordo anura dalam
penelitian ini.
Tabel 3.2
Estimasi Kelimpahan Populasi ordo anura (Transek 100 – 200 m) di Kawasan
Hutan Ranca Upas
N
t Ct Rt Tt Mt
(individu)
1 10 2 8 11
2 3 1 2 38
3 20 4 15 46
4 10 18 8 88
5 16 15 11 85 189
6 21 15 19 115
7 16 14 2 124
96 69 65 507
Total
59
7783
N= = 112,79 ᵙ 113
69
Variance yang diperoleh berdasarkan pada data ordo anura di Kawasan
Hutan Ranca Upas dengan metode Schnabel adalah:
Standar error of
1
N √ 1
= Variance = 1,06 x 10-3
N
Standar error dari data estimasi kelimpahan ordo anura di atas
memiliki nilai yang sangat kecil, artinya metode Schnabel sangat baik
dalam mempresentasikan jumlah anggota populasi ordo anura dalam
penelitian ini.
Tabel 3.3
Estimasi Kelimpahan Populasi ordo anura (Transek 200 – 300 m) di Kawasan
Hutan Ranca Upas
N
t Ct Rt Tt Mt
(individu)
1 17 0 17 0
2 5 4 1 32
3 10 4 8 26
4 10 8 7 82
5 10 5 6 38 135
6 10 6 5 96
7 10 8 2 102
72 35 46 376
Total
60
N=
∑ ( 7 x 0 ) +( 10 x 7 ) +( 7 x 13 ) +( 6 x 17 ) +( 10 x 20 ) +¿ ( 9 x 23 )+ ( 5 x 27 ) +( 5 x 31 ) +( 7 x 33 ) +(9 x 38)
32
∑ ( 17 x 0 ) +( 5 x 32 ) +( 10 x 26 ) +¿ ( 10 x 82 ) +( 10 x 38 ) +( 10 x 96 )+(10 x 102)
72
∑ ( 17 x 0 ) +( 5 x 32 ) +( 10 x 26 ) +¿ ( 10 x 82 ) +( 10 x 38 ) +( 10 x 96 )+(10 x 102)
35
1533 3600
N = 32 35 = 102,85 ᵙ 103
Standar error of
1
N √ 1
= Variance = 1,64 x 10-3
N
Standar error dari data estimasi kelimpahan ordo anura di atas
memiliki nilai yang cukup, artinya metode Schnabel cukup baik dalam
mempresentasikan jumlah anggota populasi ordo anura dalam penelitian
ini.
Tabel. 3.4
Pola Distribusi ordo anura berdasarkan Indeks Penyebaran Morisita di Kawasan
Hutan Ranca Upas
Kawasan Id Pola Sebaran
Hutan
1,02 Mengelompok
Ranca
Upas
Id = ¿ ¿ ¿
Dimana Id adalah indeks penyebaran morisita, ni adalah jumlah plot,
N adalah jumlah total individu, ∑ X 2adalah penjumlahan kuadrat individu
plot. Hasil penyebaran ini dikelompokkan menjadi 3 kriteria yaitu:
a. Id < 1 = Penyebaran katak bersifat merata
b. Id = 1 = Penyebaran katak bersifat acak
c. Id > 1 = Penyebaran katak bersifat mengelompok
61
Id = ¿ ¿ ¿
3 ( Σ 1412+113 2+103 2) −3
Id =
141+113+ 103(141+113+103−1)
3 (19881+12769+10609 ) −3
Id =
357(357−1)
3 ( 43259 )−3
Id =
357 (356 )
129777−3
Id =
127092
129774
Id =
127092
Id = 1,02
62
63