Anda di halaman 1dari 6

A.

B. Diskriminasi harga adalah kebijakan untuk memberlakukan harga jual yang berbeda-beda
untuk satu jenis barang yang sama di segmen pasar yang berbeda Diskriminasi harga terjadi jika
produk yang sama dijual kepada konsumen yang berbeda dengan harga yang berbeda, atas dasar
alasan yang tidak berkaitan dengan biaya.
Kasus Diskriminasi Harga Derajat I

Diskriminasi harga derajat I dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda-beda

untuk setiap konsumen berdasarkan reservation price (Willingness To Pay) masing-masing

konsumen dibedakan pada kemampuan daya beli masing-masing konsumen. Walaupun harga

yang ditetapkan berbeda-beda, tetapi biaya yang dikeluarkan oleh produsen adalah sama.

Contoh dari diskriminasi harga adalah pelayanan dokter dan tiket pesawat terbang. Jika si

dokter mengetahui bahwa tingkat ekonomi pasien lemah, dokter bisa meminimalkan biaya bahkan

bisa menggratiskan biaya. Harga yang ditetapkan untuk pasien yang mampu secara ekonomi dapat

dikenakan tarif. Biaya yang dikeluarkan oleh dokter untuk menangani setiap pasien sama. Tetapi

karena mempertimbangkan kemampuan ekonomi pasien, dokter tidak menerapkan beban biaya

yang sama kepada setiap pasiennya.

Tiket pesawat pun memakai konsep diskriminasi harga derajat I. Harga Tiket Pesawat

Sriwijaya Air dari Jakarta menuju Banjarmasin kelas ekonomi berangkat tanggal 5 Febuari 2013

pukul 10.10 jika dipesan tanggal 4 Febuari 2013, harga tiketnya adalah Rp. 500.000,00. Sedangkan

jika dipesan pada hari H yaitu tanggal 5 Febuari 2013 (pesawat yang sama) harganya menjadi Rp.

1.400.000,00. Kenaikan harganya hampir 150%. Dalam satu pesawat yang sama, kemungkinan

setiap orang membayar berbeda untuk harga tiket pesawatnya, padahal biaya yang dikeluarkan

produsen untuk setiap konsumen sama. Inilah contoh-contoh kasus diskriminasi harga derajat I,

ketika perbedaan harga dibedakan berdasarkan daya beli setiap konsumen.


Kasus Diskriminasi Harga Derajat II

Diskriminasi harga derajat 2 dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda-beda

pada jumlah batch atau lot produk yang dijual. Diskriminasi harga ini dilakukan karena perusahaan

tidak memiliki informasi mengenai reservation price konsumen. Contoh: perbedaan harga per unit

pada pembelian grosir dan pembelian eceran, pembeli yang membeli mie instan 1 bungkus dan 1

kardus akan berbeda harganya.

Berikut adalah contoh diskriminasi produk, pada produk mie instan produksi PT. Indofood

sukses makmur, yang di jual di Carrefour Indonesia, sebagai berikut :

Tabel 1. Perbandingan Harga Indomie Pada Pembelian Kardus Dan Eceran

Nama produk Harga per Harga satuan Harga satuan Selisih


Kardus bila membeli eceran Harga
(Rp) 1 Kardus ( Rp ) (Rp)
(Rp)
Indomie Ayam bawang 51.500 1.287,5 1.400 112,5

Indomie Soto 51.500 1.287,5 1.400 112,5

Indomie Kari ayam 57.500 1.437,5 1.600 162,5

Indomie Goreng 56.500 1.412,5 1.600 187,5

Indomie Goreng 56.500 1.412,5 1.600 187,5

rendang

Keterangan :. 1 Kardus mie instan isi 40 pcs

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat perbedaan harga pembelian eceran dan

pembelian banyak (kardusan). Selisih harga yang terjadi berkisar antara Rp 112,5 sampai dengan

Rp187,5. Perbedaan harga antara penjualan secara kardus dan secara eceran sebenarnya

menguntungkan baik bagi produsen maupun konsumen. Ketika membeli secara kardus, produsen

mendapatkan keuntungan pembelian 40 pcs secara langsung walaupun secara nominal lebih sedikit
dengan keuntungan pembelian 40 pcs secara eceran. Konsumen pun merasa diuntungkan dengan

harga yang lebih murah bila membeli banyak (kardus). Bagi konsumen yang tidak memerlukan

mie instan dalam jumlah banyak, pembelian secara eceran sangat menguntungkan konsumen. Bagi

produsen pun, penjualan secara eceran akan menambah keuntungan.

Kebijakan diskriminasi harga derajat II dapat meningkatkan kesejahteraan konsumen

karena jumlah output bertambah dan harga jual semakin murah. Hal ini dikarenakan pelaku usaha

menggunakan sistem perbedaan harga per unit pada pembelian grosir dan pembelian eceran. Harga

eceran lebih tinggi dari pada harga per kardus, sehingga konsumen lebih baik membeli barang

langsung per kardus daripada membeli barang eceran.

Kasus Diskriminasi Harga Derajat III

Diskriminasi harga derajat 3 dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda untuk

setiap kelompok konsumen berdasarkan reservation price masing-masing kelompok konsumen.

Diskriminasi harga derajat 3 dilakukan karena perusahaan tidak mengetahui reservation price

masing-masing konsumen, tapi mengetahui reservation price kelompok konsumen.

Contoh kasus dari diskriminasi harga derajat ketiga adalah perbedaan harga yang

ditawarkan oleh pedagang minuman dan makanan ringan. Untuk jenis produk yang sama, harga

makanan yang di jual di warung pinggir jalan dan di Bandara Soekarno Hatta mengalami

perbedaan sebesar Rp 5.000,00, sedangkan untuk harga minuman berbeda Rp. 2.000,00.

Perbedaan harga ini disebabkan karena menurut produsen, terjadi perbedaan kemampuan atau

daya beli antara dua lokasi tersebut. Produsen menganggap bahwa bandara merupakan kawasan

yang cukup elit, sehingga produsen menganggap bahwa konsumen mampu membeli dengan harga

yang lebih tinggi. Dari segi biaya variabel, beban biaya antara di warung klontongan dan di
Bandara Soekarno Hatta adalah sama. Tetapi karena daya belinya yang berbeda, harga yang

ditawarkan pun berbeda.

Tiga asumsi dasar persaingan monopolistik adalah :

- Produk yang terdiferensiasi (differentiated product)


- Jumlah perusahaan banyak dalam industri (large number of firms)
- Bebas masuk keluar pasar (free entry and exit)

a. Produk yang terdiferensiasi (Differentiated product)

Yang dimaksud dengan produk terdiferensiasi adalah produk dapat dibedakan oleh
konsumen dengan melihat siapa produsenya. Jika dalam persaingan sempurna konsumen
membeli barang tanpa perlu membedakan siapa produsen, dalam persaingan monopolistik
yang menjadi pertimbangan adalah siapa produsenya. Barang-barang tersebudapat
diperbedakan oleh kualitas barangnya,model,bentuk,warna, bahkan oleh kemasan, merek
dan pelayanannya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu memiliki pilihan yang tetap untuk produk-
produk sabun mandi,pakaian jadi, sepatu, dan lain-lain. Seorang gadis yang biasa
menggunakan sabun mandi bermerek “sutera”, sulit untuk pindah kemerek lain.dia dapat
membedakan produk sabun kesukaanya dari produk perusahaan yang lain. Hal ini
menyebabkan perusahaan memeliki daya monopoli, walau terbatas.

Namun demikian di antara produk-produk tersebut sebenarnya dapat saling


menjadi subtitusi. Misalnya (sedang berada di desa), sabun mandi merek kesayangan tidak
ada, maka merek lain dapat menggantikan tanpa menimbulkan dampak negatif secara
teknis (kesehatan terganggu). Karena itu, permintaan tersebut sangat elastis (highly elastic
demmand). Elastitas permintaan pasar persaingan monopolistik berada di antara pasar
persaingan sempurna dan monopoli, seperti di gambarkan dalam diagram 10.1 di bawah
ini.

Diagram 10.1
Kurva permintaan perusahaan
Dalam pasar persaingan monopolistik
Rp

D persaingan sempurna
D perusahaan persaingan monopolistic

D monopoli = D industri

KuantitaS

b. Jumlah Produsen Banyak Dalam Industri (large number of firms)


Jumlah perusahaan (produsen) dalam pasar persaingan monopolistik banyak.
Diinfdonesia dapat di lihat dari begitu banyaknya merek pakaian, dan sepatu. Banyaknya
perusahaan menyebabkan keputusan perusahaan tentang harga dan output tidak perlu harus
memperhitungkan reaksi perusahaan lain dalam industri (independence decision of price
and output), karena setiap perusahaan menghadapi kurva permintaan masing-masing.
c. Bebas Masuk Dan Keluar (Free Entry and Exit)
Laba supernoval yang dinikmati perusahaan (Existing firm) mengundang perusahaan
pendatang perusahaan pendatang untuk memasuki industri. Jika mereka mampu bertahan,
dalam jangka panjang dapat mengalahkan perusahaan yang lain, tetapi jika kalah mereka
harus keluar, agar kerugian tidak menjadi lebih besar. Sama halnya dalam pasar persaingan
sempurna, dalam pasr persaingan monopolistik proses masuk keluar akan terhenti bila
semua perusahaan hanya memperoleh laba normal.

Keseimbangan Perusahaan Dalam Jangka Pendek


Perusahaan mencapai keseimbangan dalam jangka pendek dan panjang . dalam jangka
pendek pereusahaan dapat menikmati laba supernoval. Dalam jang panjang perusahaan hanya
menikmati laba normal.
Keseimbangan jangka pendek perusahaan tercapai bila MR = MC. Karena daya
monopoli, walau terbatas, kondisi keseimbangan perusahaan yang bergerak dalam pasar
persaingan monopolistik sama dengan perusahaan yang bergerak dalam pasar monopoli
(Diagram 10.2).
Diagram 10.2 menunjukkan perusahaan mencapai laba maksimum pada saat MR = MC
dan titik E. sama halnya dengan perusahaan monopolis. Harga jual beli besar dari biaya
marjinal (P > MC). Tetapi kemampuan eksploitasi laba relatif terbatas, karena kurva
permintaan yang di hadapi sangat landai. Laba supernoval yang di nikmati perusahaan sebesar
laus segi empat APBC, di mana harga P0’ dan jumlah output yang di produksi Q*.

Pasar Persaingan Monolpolistik Dan Efisiensi Ekonomi


Laba supernoval yang dinikmati perusahaan (Diagram 10.2) mengundang perusahaan
pendatang memasuki industri. Masuknya pendatang memberikan dua kemungkinan terhadap
p[ermintaan perusahaan lama. Yang pertama, pelanggan makin setia, secara grafis terlihat dari
kurva permintaan jangka panjang lebih curam dari jangka pendek, (Diagram 10.3.a). Atau
pelanggan makin bersifat memilih, di mana permintaan jangka panjang menjadi lebih landai
di banding jangka pendek ( Diagram 10.3.b). bagaimanapun pengaruhnya, perusahaan hanya
akan dapat bertahan dalam jangka panjang jika mampu menikmaTI Laba normal, pada saat
harga jual sama dengan biaya rata-rata (P = AC). Dalam diagram 10.3 keseimbangan tersebut
terjadi di titik A (Diagram 10.3.a) atau B (Diagram 10.3.b).

Anda mungkin juga menyukai