Anda di halaman 1dari 14

DISKRIMINASI HARGA

Disusun Oleh:
Rahma Nur Praptiwi
Yulianti
Septia Handayani
Sigit Purnomo
Arif Siaha Widodo


MAGISTER MANAJEMEN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2013


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Diskriminasi harga adalah menaikkan laba dengan cara menjual barang
yang sama dengan harga berbeda untuk konsumen yang berbeda atas dasar alasan
yang tidak berkaitan dengan biaya. Diskriminasi harga terjadi saat produsen
memberlakukan harga yang sama karena alasan yang tidak ada kaitannya dengan
perbedaan biaya, tetapi tidak semua perbedaan harga mencerminkan diskriminasi
harga (Hari 2012).
Diskriminasi harga seringkali dapat meningkatkan kesejahteraan
ekonomi. Monopolis menaikkan harga jual produk mereka dan menurunkan
jumlah penjualan mereka untuk meningkatkan keuntungan. Dengan melakukan
hal tersebut, mereka mungkin bisa mendapatkan pasar untuk para pembeli yang
berkeinginan kuat dan kehilangan pasar untuk pebeli yang enggan. Dengan
memberikan harga yang berbeda untuk mereka yang mau membeli dengan harga
tinggi dan mereka yang mau membeli dengan harga yang rendah, monopolis dapat
meningkatkan keuntungan serta kepuasan pelanggannya.

Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui dan memahami materi dan konsep diskriminasi harga
2. Mempelajari kasus diskriminasi harga dan memberikan solusinya




LANDASAN TEORI

Menurut Hafida (2009) diskriminasi harga adalah menaikkan laba dengan
cara menjual barang yang sama dengan harga berbeda untuk konsumen yang
berbeda atas dasar alasan yang tidak berkaitan dengan biaya. ( William A.
McEACHERN : 2001 : 149). Diskriminasi harga terjadi saat produsen
memberlakukan harga yang sama karena alasan yang tidak ada kaitannya dengan
perbedaan biaya, tetapi tidak semua perbedaan harga mencerminkan diskriminasi
harga. ( Richard G. Lipsey : 1997 : 45 ). Syarat-syarat terjadinya diskriminasi
harga :
1. Jika monopolis mampu memisah-misahkan pasar.
Apabila monopolis dapat memisah-misahkan pasar, maka para konsumen
akan membeli di pasar yang memiliki harga rendah, yang lama kelamaan
akan menaikkan harga dan menjualnya di pasar yang memiliki harga tinggi,
ysng selanjutnya akan menurunkan harga . Sehingga harga dalam kedua
pasar tersebut menjadi sama.
2. Elastisitas permintaan pada setiap tingkat harga harus berbeda di antara
kedua pasar supaya diskriminasi harga tersebut menguntungkan.( Ida
Nuraini,SE.,M.si. : 2001 : 97 .
Menurut Hari (2012), jenis jenis diskriminasi harga adalah sebagai
berikut :
1. Diskriminasi harga derajat 1
Diskriminasi harga derajat 1 dilakukan dengan cara menerapkan harga yang
berbeda-beda untuk setiap konsumen berdasarkan reservation price


(Willingness To Pay) masing-masing konsumen dibedakan pada kemampuan
daya beli masing-masing konsumen. Contoh: seorang dokter
memberlakukan tarif konsultasi yang berbeda-beda pada setiap pasiennya.
Diskriminasi harga derajat 1 juga dijelaskan kedalam grafik yang tersaji
pada gambar 1.


Gambar 1. Grafik Diskriminasi Harga Derajat 1

Pada gambar 1 menjelaskan tentang grafik diskriminasi harga derajat 1.
Pada grafik tersebut terdapat hubungan antara P (harga) dan Q (output) yang
dimisalkan harga terdapat P1, P2 dan P3 dan output terdapat Q1, Q2 dan Q3. Pada
grafik terlihat apabila P tinggi maka Q rendah. Hal ini apabila dikaitkan pada
kemampuan daya beli konsumen berarti apabila produsen menawarkan harga
yang tinggi maka terdapat sedikit konsumen yang akan membeli produk tersebut.
Dan begitu sebaliknya, apabila produsen menawarkan harga yang rendah maka
terdapat banyak konsumen yang dapat membeli barang tersebut. Jadi, dalam hal


ini perusahaan harus mengetahui kemampuan daya beli pada masing-masing
konsumen.
Diskriminasi harga derajat 1 dapat merugikan konsumen karena terdapat
surplus konsumen yang diterima oleh produsen, biaya yang harusnya diterima
oleh konsumen namun menjadi milik konsumen. Diskriminasi harga derajat 1
juga disebut perfect price discrimination karena memperoleh surplus konsumen
paling besar.

2. Diskriminasi harga derajat 2
Diskriminasi harga derajat 2 dilakukan dengan cara menerapkan harga
yang berbeda-beda pada jumlah batch atau lot produk yang dijual. Diskriminasi
harga ini dilakukan karena perusahaan tidak memiliki informasi mengenai
reservation price konsumen. Contoh: perbedaan harga per unit pada pembelian
grosir dan pembelian eceran, pembeli yang membeli mie instan 1 bungkus dan 1
kardus akan berbeda harganya. Diskriminasi harga derajat 2 juga dijelaskan
kedalam grafik yang tersaji pada gambar 2.




Gambar 2. Grafik Diskriminasi Harga derajat 2

Pada gambar 2 diatas menjelaskan tentang diskriminasi harga derajat 2.
Pada grafik tersebut pelaku usaha menetapkan harga (P1, P2 dan P3) berdasarkan
jumlah konsumsi. Kebijakan ini dapat meningkatkan kesejahteraan konsumen
karena jumlah output bertambah dan harga jual semakin murah. Hal ini
dikarenakan pelaku usaha menggunakan sistem perbedaan harga per unit pada
pembelian grosir dan pembelian eceran. Harga eceran lebih tinggi dari pada harga
per pak, sehingga konsumen lebih baik membeli barang langsung per pak
daripada membeli barang eceran.

3. Diskriminasi harga derajat 3
Diskriminasi harga derajat 3 dilakukan dengan cara menerapkan harga
yang berbeda untuk setiap kelompok konsumen berdasarkan reservation price


masing-masing kelompok konsumen. Diskriminasi harga derajat 3 dilakukan
karena perusahaan tidak mengetahui reservation price masing-masing konsumen,
tapi mengetahui reservation price kelompok konsumen. Kelompok konsumen
dapat dibedakan atas lokasi, geografis, maupun karakteristik konsumen seperti
umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan lain-lain. Contoh : barang yang dijuala di
pedesaan dan di perkotaan akan berbda harganya. Diskriminasi harga derajat 3
juga dijelaskan kedalam grafik yang tersaji pada gambar 3.



Gambar 3. Grafik Diskriminasi Harga Derajat 3

Pada gambar 3 diatas menjelaskan tentang grafik diskriminasi harga
derajat 3. Diskriminasi harga ditetapkan berdasarkan perbedaan elastisitas harga.
Permintaan yang lebih inelastis dikenakan harga yang lebih tinggi.









PEMBAHASAN

Kasus Diskriminasi Harga Derajat I
Diskriminasi harga derajat I dilakukan dengan cara menerapkan harga
yang berbeda-beda untuk setiap konsumen berdasarkan reservation price
(Willingness To Pay) masing-masing konsumen dibedakan pada kemampuan daya
beli masing-masing konsumen. Walaupun harga yang ditetapkan berbeda-beda,
tetapi biaya yang dikeluarkan oleh produsen adalah sama.
Contoh dari diskriminasi harga adalah pelayanan dokter dan tiket pesawat
terbang. Menurut hasil wawancara, memang pada prakteknya dokter tidak
menerapkan beban biaya yang sama kepada setiap pasien nya. Jika si dokter
mengetahui bahwa tingkat ekonomi pasien lemah, dokter bisa meminimalkan
biaya bahkan bisa menggratiskan biaya. Harga yang ditetapkan untuk pasien yang
mampu secara ekonomi dapat dikenakan tarif. Biaya yang dikeluarkan oleh dokter
untuk menangani setiap pasien sama. Tetapi karena mempertimbangkan
kemampuan ekonomi pasien, dokter tidak menerapkan beban biaya yang sama
kepada setiap pasiennya.
Tiket pesawat pun memakai konsep diskriminasi harga derajat I. Harga
Tiket Pesawat Sriwijaya Air dari Jakarta menuju Banjarmasin kelas ekonomi
berangkat tanggal 5 Febuari 2013 pukul 10.10 jika dipesan tanggal 4 Febuari
2013, harga tiketnya adalah Rp. 500.000,00. Sedangkan jika dipesan pada hari H
yaitu tanggal 5 Febuari 2013 (pesawat yang sama) harganya menjadi Rp.
1.400.000,00. Kenaikan harganya hamper 150%. Dalam satu pesawat yang sama,
kemungkinan setiap orang membayar berbeda untuk harga tiket pesawatnya,


padahal biaya yang dikeluarkan produsen untuk setiap konsumen sama. Inilah
contoh-contoh kasus diskriminasi harga derajat I, ketika perbedaan harga
dibedakan berdasarkan daya beli setiap konsumen.

Kasus Diskriminasi Harga Derajat II
Diskriminasi harga derajat 2 dilakukan dengan cara menerapkan harga
yang berbeda-beda pada jumlah batch atau lot produk yang dijual. Diskriminasi
harga ini dilakukan karena perusahaan tidak memiliki informasi mengenai
reservation price konsumen. Contoh: perbedaan harga per unit pada pembelian
grosir dan pembelian eceran, pembeli yang membeli mie instan 1 bungkus dan 1
kardus akan berbeda harganya.
Berikut adalah contoh diskriminasi produk, pada produk mie instan
produksi PT. Indofood sukses makmur, yang di jual di Carrefour I ndonesia, pada
bulan Januari 2013, sebagai berikut :
Tabel 1. Perbandingan Harga Indomie Pada Pembelian Kardus Dan Eceran
Nama produk Harga per
Kardus
(Rp)
Harga satuan
bila membeli 1
Kardus
(Rp)
Harga
satuan
eceran
( Rp )
Selisih
Harga
(Rp)
Indomie Ayam bawang 51.500 1.287,5 1.400 112,5
Indomie Soto 51.500 1.287,5 1.400 112,5
Indomie Kari ayam 57.500 1.437,5 1.600 162,5
Indomie Goreng 56.500 1.412,5 1.600 187,5
Indomie Goreng rendang 56.500 1.412,5 1.600 187,5
Keterangan :. 1 Kardus mie instan isi 40 pcs
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat perbedaan harga pembelian
eceran dan pembelian banyak (kardusan). Selisih harga yang terjadi berkisar


antara Rp 112,5 sampai dengan Rp187,5. Perbedaan harga antara penjualan secara
kardus dan secara eceran sebenarnya menguntungkan baik bagi produsen maupun
konsumen. Ketika membeli secara kardus, produsen mendapatkan keuntungan
pembelian 40 pcs secara langsung walaupun secara nominal lebih sedikit dengan
keuntungan pembelian 40 pcs secara eceran. Konsumen pun merasa diuntungkan
dengan harga yang lebih murah bila membeli banyak (kardus). Bagi konsumen
yang tidak memerlukan mie instan dalam jumlah banyak, pembelian secara eceran
sangat menguntungkan konsumen. Bagi produsen pun, penjualan secara eceran
akan menambah keuntungan.
Kebijakan diskriminasi harga derajat II dapat meningkatkan kesejahteraan
konsumen karena jumlah output bertambah dan harga jual semakin murah. Hal ini
dikarenakan pelaku usaha menggunakan sistem perbedaan harga per unit pada
pembelian grosir dan pembelian eceran. Harga eceran lebih tinggi dari pada harga
per kardus, sehingga konsumen lebih baik membeli barang langsung per kardus
daripada membeli barang eceran.

Kasus Diskriminasi Harga Derajat III
Diskriminasi harga derajat 3 dilakukan dengan cara menerapkan harga
yang berbeda untuk setiap kelompok konsumen berdasarkan reservation price
masing-masing kelompok konsumen. Diskriminasi harga derajat 3 dilakukan
karena perusahaan tidak mengetahui reservation price masing-masing konsumen,
tapi mengetahui reservation price kelompok konsumen.
Contoh kasus dari diskriminasi harga derajat ketiga adalah perbedaan
harga yang ditawarkan di Restoran Solaria. Harga makanan yang ditetapkan


Restoran Solaria di Margo City, Depok dan di Bandara Soekarno Hatta berbeda
Rp 5.000,00, sedangkan untuk harga minuman berbeda Rp. 2.000,00. Perbedaan
harga ini disebabkan karena menurut produsen, terjadi perbedaan kemampuan
atau daya beli antara dua lokasi tersebut. Produsen menganggap bahwa bandara
merupakan kawasan yang cukup elit, sehingga produsen menganggap bahwa
konsumen mampu membeli dengan harga yang lebih tinggi. Dari segi biaya
variabel, beban biaya antara di Margo City dan di Bandara Soekarno Hatta adalah
sama. Tetapi karena daya belinya yang berbeda, harga yang ditawarkan pun
berbeda.
Solusi Kasus
Strategi diskriminasi harga pada umumnya memberikan keuntungan baik
bagi konsumen maupun bagi produsen. Diskriminasi harga tingkat pertama
menguntungkan konsumen maupun produsen, tetapi dengan 1 syarat, produsen
mengetahui kemampuan konsumen sehingga mampu memberikan diskriminasi
harga tepat sasaran.
Diskriminasi harga tingkat kedua memberikan keuntungan dari perbedaan
pembelian secara partai maupun eceran. Dengan melihat kebutuhan, konsumen
dapat memilih keuntungan dari pembelian partai maupun eceran. Sedangkan
untuk diskriminasi harga tingkat ketiga memberlakukan perbedaan harga
berdasarkan daya beli sekelompok konsumen. Produsen harus memperkirakan
dengan tepat kemampuan sekelompok konsumen agar strategi diskriminasi harga
tepat sasaran.
Berdasarkan penjabaran di atas, bagi produsen, informasi terutama
informasi daya beli konsumen dan sekelompok konsumen adalah data yang harus


dimiliki produsen ketika ingin menerapkan strategi diskriminasi harga. Bagi
konsumen pun penerapan strategi diskriminasi harga ternyata memuaskan
konsumen, karena konsumen dipuaskan karena kebutuhannya terpenuhi.























PENUTUP
1. Diskriminasi harga adalah menaikkan laba dengan cara menjual barang yang
sama dengan harga berbeda untuk konsumen yang berbeda atas dasar alasan
yang tidak berkaitan dengan biaya
2. Diskriminasi harga terjadi saat produsen memberlakukan harga yang sama
karena alasan yang tidak ada kaitannya dengan perbedaan biaya, tetapi tidak
semua perbedaan harga mencerminkan diskriminasi harga
3. Syarat-syarat terjadinya diskriminasi harga: Jika monopolis mampu memisah-
misahkan pasar dan elastisitas permintaan pada setiap tingkat harga harus
berbeda di antara kedua pasar supaya diskriminasi harga tersebut
menguntungkan
4. Diskriminasi harga dibedakan menjadi 3 tingkat.
5. Diskriminasi harga tingkat pertama menguntungkan konsumen maupun
produsen, tetapi dengan 1 syarat, produsen mengetahui kemampuan
konsumen sehingga mampu memberikan diskriminasi harga tepat sasaran.
6. Diskriminasi harga tingkat kedua memberikan keuntungan dari perbedaan
pembelian secara partai maupun eceran. Dengan melihat kebutuhan,
konsumen dapat memilih keuntungan dari pembelian partai maupun eceran
7. Diskriminasi harga tingkat ketiga memberlakukan perbedaan harga
berdasarkan daya beli sekelompok konsumen. Produsen harus
memperkirakan dengan tepat kemampuan sekelompok konsumen agar
strategi diskriminasi harga tepat sasaran.
8. Informasi daya beli konsumen dan sekelompok konsumen adalah data yang
harus dimiliki produsen ketika ingin menerapkan strategi diskriminasi harga.


DAFTAR PUSTAKA
Hari. 2012. Diskriminasi Harga. http://hary-
semarang.blogspot.com/2012/01/diskriminasi-harga.html. Didownload pada
tanggal 15 Januari 2013.
Hafida. 2009. Diskriminasi Harga Pasar Monopoli.
http://hafidasatya.blogspot.com/2009/12/diskriminasi-harga-pasar-
monopoli.html. Didownload pada tanggal 15 Januari 2013.
Kotler, P dan Armstrong G. 1991. Dasar-dasar Pemasaran. Jakarta: Intermedia.

Anda mungkin juga menyukai