Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA HIPOTERMIA NEONATORUM

DI RSUD TONGAS

Disusun Oleh:

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN DAN PENDIDIKAN PROFESI


KEBIDANAN MALANG

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Konsep Manajemen
Kebidanan Pada Hipotermia Neonatorum” untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis mendapatkan banyak bantuan


sehingga makalah ini bisa terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Erni selaku pembimbing dalam proses pembuatan makalah ini.


2. Kedua orang tua yang telah memberikan segala bentuk dukungan
moral selama proses pembuatan makalah ini.
3. Semua pihak yang telah memberikan berbagai bentuk bantuan
guna makalah ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
sebab itu penulis mengharapkan saran, kritik yang bersifat konstruktif demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi semua
pihak yang membaca makalah ini pada umumnya.

Malang, 6 Februari 2022

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA 1
1.1 Definisi Hipotermia Neonatorum 1
1.2 Etiologi Hipotermia Neonatorum 1
1.3Predisposisi Hipotermia Neonatorum 2
1.4 Patofisiologi Hipotermia Neonatorum 2
1.5 Mekanisme Kehilangan Panas 3
1.6 Klasifikasi Hipotermia Neonatorum 4
1.7 Diagnosis Hipotermia Neonatorum 6
1.8 Penatalaksanaan Hipotermia Neonatorum 6
1.9 Pencegahan Hipotermia Neonatorum 7
1.10 Komplikasi Hipotermia Neonatorum 8
1.11 Prognosis Hipotermia Neonatorum 8
BAB II
KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN PADA HIPOTERMIA NEONATORUM 9
2.1 Subjektif 9
2.2 Objektif 10
2.3 Assesment 11
2.4 Penatalaksanaan 12
BAB III
ANALISIS ARTIKEL ILMIAH 15
BAB IV
PEMBAHASAN 25
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN ……………………………………………………………..……………...28

2
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Ada beberapa definisi mengenai hipotermia antara lain:
1. Hipotermia adalah turunnya suhu tubuh bayi di bawah 30° C
(Sembiring, 2019).
2. Hipotermia adalah pengeluaran panas akibat paparan terus menerus
terhadap dingin mempengaruhi kemampuan tubuh untuk
memproduksi panas. Hipotermi pada BBL adalah suhu di bawah 36,5°
C.
3. Hipotermia merupakan keadaan dimana seorang individu mengalami
atau berisiko mengalami penurunan suhu tubuh terus menerus di
bawah 35,5° C per rektal karena peningkatan kerentanan terhadap
faktor-faktor eksternal (Maryuni, 2013).

1.2 Etiologi
Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu di sekeliling bayi rendah
dan upaya mempertahankan suhu tubuh tetap hangat tidak diterapkan secara
tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu 6-12 jam pertama, setelah lahir.
Misalnya bayi baru lahir dibiarkan basah dan telanjang selama menunggu
plasenta lahir atau meskipun lingkungan sekitar bayi cukup hangat namun
bayi dibiarkan telanjang atau segera dimandikan (Sembiring, 2019).
Terjadi perubahan termoregulasi dan metabolik sehingga:
1. Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat setelah kelahiran
karena lingkungan eksternal lebih dingin daripada lingkungan di
dalam uterus.
2. Suplai lemak subkutan yang terbatas dan area permukaan kulit yang
besar dibandingkan dengan berat badan menyebabkan bayi mudah
menghantarkan panas pada lingkungan.

1
3. Kehilangan panas yang cepat dalam lingkungan yang dingin terjadi
melalui konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi.
4. Trauma dingin cold stress (hipotermia) pada bayi baru lahir, dalam
hubungannya dengan asidosis metaboli dapat bersifat mematikan
bahkna pada bayi cukup bulan yang sehat.

1.3 Predisposisi
Faktor risiko dari hipotermia neonatorum yaitu
1. Ruang bersalin dan ruang rawat gabung yang memiliki suhu yang
kurang hangat.
2. Asuhan yang tidak tepat Tidak melakukan proses pengeringan bayi
dengan segera setelah lahir
3. Bayi baru lahir tidak segera dikeringkan, terlalu cepat dimandikan,
setelah dikeringkan tidak segera diberi pakaian, tidak segera didekap
pada tubuh ibu, bayi baru lahir dipisahkan dari ibunya, tidak segera
dilakukan IMD.
4. Berat badan lahir yang rendah, prematur, ataukah disebabkan karena
keadaan lingkungan di ruang bersalin ketika bayi lahir.

1.4 Patofisiologi
Patofisiologi hipotermia, bisa dijelaskan sebagai berikut:
1. Suhu normal pada neonatus berkisar antara 36° C - 37,5° C pada
suhu ketiak.
2. Gejala awal hipotermia apabila suhu <36° C atau kedua kaki dan
tangan teraba dingin.
3. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami
hipotermia sedang suhu (32° C - <36° C).
4. Disebut hipotermia berat apabila suhu tubuh <32° C.
5. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan thermometer
ukuran rendah (low reading thermometer) sampai 25° C.
6. Di samping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal
penyakit yang berakhir dengan kematian.
7. Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akibat hipotermia adalah
meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya

2
metabolik asidosis sebagai kensekuensi glikosis anaerobik, dan
menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia.
8. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat
ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori (Maryuni, 2013).

Menurut Setiati (2014) dalam Rahyani; dkk (2020) hukum menghasilkan


panas melalui metabolisme makanan dan minuman, metabolisme toot dan
reaksi kimia. Sewaktu kulit bayi menjadi dingin, saraf afferent menyampaikan
pada sentral pengatur panas di hipotalamus. Saraf dari hipotalamus sewaktu
mencapai rown fat memacu pelepasan noradrenalin local sehingga
trigliserida dioksidasi menjadi gliserol dan asam lemak. Blood gliserol level
meningkat, tetapi asam lemak secara lokal dikonsumsi untuk menghasilkan
panas. Daerah brown fat atau lemak coklat menjadi panas, kemudian
didistribusikan ke beberapa bagian tubuh melalui aliran darah ini
menunjukkan bahwa bayi memerlukan oksigen tambahan dan glukosa
sebagai metabolisme yang digunakan untuk menjaga tubuh tetap hangat.

1.5 Mekanisme Kehilangan Panas

1. Konduksi
Panas dihantarkan dari tubuh bayi pada benda sekitarnya yang
kontak langsung dengan tubuh bayi. Pemindahan panas dari
tubuh bayi ke objek lain melalui kontak langsung. Sebagai contoh
konduksi bisa terjadi ketika menimbang bayi tanpa alas
timbangan, memegang bayi saat tangan dingin, dan
menggunakan stetoskop dingin untuk pemeriksaan BBL.
2. Konveksi
Panas hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya yang sedang
bergerak (jumlah panas yang hilang bergantung pada kecepatan

3
dan suhu udara). Sebagai contoh, konveksi dapat terjadi ketika
membiarkan atau menempatkan BBL dekat jendela, atau
membiarkan BBl di ruangan yang terpasang kipas angin.
3. Radiasi
Panas dipancarkan dan tubuh BBL keluar di lingkungan yang lebih
dingin (pemindahan panas antara 2 objek yang mempunyai suhu
berbeda. Sebagai contoh, membiarkan BBl dalam ruangan AC
tanpa diberikan pemanas (radiant warner), membiarkan BBLdalam
keadaan telanjang, dan menidurkan BBL berdekatan dengan
ruangan yang dingin (dekat tembok).
4. Evaporasi
Evaporasi adalah cara kehilangan panas yang utama pada tubuh
bayi. Kehilangan panas terjadi karena menguapnya cairan
ketuban pada permukaan tubuh bayi setelah lahir karena bayi
tidak cepat dikeringkan atau terjadi setelah bayi dimandikan.
Panas hilang melalui proses penguapan yang tergantung pada
kecepatan dan kelembapan udara (perpindahan panas dengan
cara mengubah cairan menjadi uap). Evaporasi ini dipengaruhi
oleh jumlah panas yang dipakai, tingkat kelembapan udara, dan
aliran udara yang melewati (Sembiring, 2019).

1.6 Klasifikasi
1. Tanda-tanda Hipotermia Sedang (stress dingin)

● Aktivitas berkurang, letargis

● Tangisan lemah

● Kulit berwarna tidak rata (cutis marmorata)

● Kemampuan menghisap lemah

● Kaki teraba dingin

2. Tanda tanda Hipotermia Berat (cedera dingin)

● Sama dengan hipotermia sedang

4
● Bibir dan kuku kebiruan

● Pernafasan lambat

● Pernafasan tidak teratur

● Bunyi jantung lambat

Anamnesis Pemeriksaan Klasifikasi

a) Bayi terpapar suhu a) Suhu tubuh 32° C - Hipotermi sedang


lingkungan yang 36,4° C
rendah
b) Gangguan nafas
b) Waktu timbul
c) Denyut jantung
kurang dari 2 hari
<100x/m

d) Malas minum

e) Letargi

a) Bayi terpapar suhu a) Suhu tubuh 32° C Hipotermi berat


lingkungan yang
b) Tanda lain
rendah
hipotermia sedang
b) Waktu timbul
c) Kulit teraba keras
kurang dari 2 hari
d) Nafas pelan dan
dalam

Tidak terpapar dengan a) Suhu tubuh Suhu stabil (lihat


dingin atau panas berfluktuasi antara dugaan sepsis)
yang berlebihan 36° C - 39° C
meskipun berada di
suhu lingkungan
yang stabil

b) Fluktuasi terjadi
sesudah periode

5
suhu stabil

Bayi berada di a) Suhu tubuh 37,3° C Hipotermia


lingkungan yang
b) Tanda dehidrasi
sangat panas,
(elastisitas kulit
terpapar sinar
turun, ubun-ubun
matahari, berada di
besar dan cekung,
incubator, atau di
lidan dan
bawah pemancar
membrane mukosa
panas
kering

c) Malas minum

d) Frekuensi nafas
>60x/menit

e) Denyut jantung
>160x/menit

f) Letargi

Sumber: Sembiring, 2019.

1.7 Diagnosis
1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik.
2. Pemeriksaan penunjang lain sesuai dengan penyakit primer
a. Darah rutin
b. Elektrolit
c. Analisa gas darah
d. EKG

1.8 Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan neonatus dengan hipotermia, dapat dilakukan
sebagai berikut (Maryuni, 2013).
1. Untuk mempertahankan suhu tubuh bayi dalam mencegah hipotermia
adalah:
a. Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering dan bersih.
b. Mengeringkan tubuh bayi yang baru lahir/ air ketuban segera
segera setelah lahir dengan handuk yang kering dan bersih.

6
c. Menjaga bayi hangat dengan cara mendekap bayi di dada ibu dan
keduanya di selimuti (metode kanguru).
d. Memberi ASI sedini mungkin segera setelah melahirkan agar dapat
merangsang rooting reflex dan bayi dapat memperoleh kalori/ panas
tubuh dengan: menyusui, (pada bayi kurang bulan yang belum bisa
menetek ASI di berikan dengan pipet atau sendok), selama
pemberian ASI bayi didekap agar tetap hangat.
e. Mempertahankan suhu tubuh bayi agar tetap hangat selama dalam
perjalanan pada waktu rujukan.
f. Memberikan penghangatan pada bayi baru lahir secara mandiri.
g. Melatih semua orang yang terlibat dalam persalinan. Menunda
memandikan bayi sampai suhu tubuh normal untuk mencegah
terjadinya serangan dingin, ibu/ keluarga dan penolong persalinan
harus menunda memandikan bayi.
2. Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal.
a. Tindakan segera yang harus dilakukan adalah menghangatkan bayi
di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu.
b. Cara lain yang sederhana dan mudah dikerjakan tiap orang adalah
metode dekap, yaitu bayi ditelungkupkan di dada ibu dan keduanya
di selimuti agar tetap hangat.
3. Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang
disetrika terlebih dahulu yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan
ibu.
a. Lakukan berulang kali sampai tubuh bayi hangat.
b. Tidak boleh memakai buli-buli panas, bahaya luka bakar.
c. Biasanya bayi dengan hipotermi menderita hipoglikemia sehingga
bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit dan sesering mungkin.
d. Bila bayi tidak dapat menghisap, beri infus glukosa 10% sebanyak
60-80 ml/ kg per hari.

Melakukan rujukan jika terdapat salah satu keadaan sebagai berikut.

1. Jika telah menghangatkan 1 jam tidak ada kenaikan suhu.


2. Bila bayi tidak dapat minum.
3. Terdapat gangguan nafas atau kejang.

7
4. Bila disertai salah satu tanda mengantuk/ letargis atau bagian tubuh
yang mengeras.

1.9 Pencegahan dan Penanganan


Pencegahan dan penanganan neonatus dengan hipotermia, dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan berikut ini (Maryuni, 2013).
1. Pemberian panas mendadak berbahaya karena dapat terjadi apnea
sehingga direkomendasikan penghangatan 0,5 - 1 °C tiap jam (pada
bayi < 1000gram penghangatan maksimal 0,6 °C).
2. Untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya diletakkan dalam inkubator. Bayi-
bayi tersebut akan dikeluarkan dari inkubator apabila suhu tubuhnya
dapat tahan terhadap suhu lingkungan 30 °C.
3. Radiant warmer adalah alat yang digunakan untuk bayi yang belum
stabil atau untuk tindakan-tindakan. Dapat menggunakan servo controle
(dengan menggunakan probe untuk kulit) atau non servo controle
(dengan mengatur suhu yang dibutuhkan secara manual).

1.10 Komplikasi
Hipotermia pada neonatus antara lain bisa menyebabkan gangguan pada
sistem anggota tubuh berikut ini:
1. Gangguan sistem saraf pusat: koma, menurunnya reflex mata,
(seperti mengedip)
2. Kardiovaskular: Penurunan tekanan darah secara berangsur,
menghilangnya tekanan darah sistolik.
3. Pernafasan: Menurunnya konsumsi oksigen
4. Saraf dan otot: Tidak adanya gerakan, menghilangnya reflex perifer.

1.11 Prognosis
Hipotermi menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah, yang
mengakibatkan terjadinya metabolik anaerobik, meningkatkan kebutuhan
oksigen, mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut dengan kematian (Rukiyah
dan Yulianti, 2013:287).
Penelitian menunjukkan bahwa 50% kematian bayi terjadi dalam periode
neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya penanganan
bayi baru lahir yang sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang

8
mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian. Sebagai contoh bayi
yang mengalami hipotermi akan menyebabkan hipoglikemia dan akhirnya
dapat terjadi kerusakan otak.

BAB II

Konsep Manajemen Kebidanan Pada Hipotermia Neonatorum

2.1 Subjektif
1. Identitas Pasien
a. Nama: Nama jelas dan lengkap untuk memudahkan dalam
pendokumentasian.
b. Umur: Dicatat dalam jam/ hari untuk mengetahui ada risiko atau tidak,
terutama bayi yang mengalami hipotermia < 2 hari.
2. Keluhan utama
Untuk mengetahui masalah yang sedang terjadi pada bayi. Keluhan pada
bayi hipotermia adalah warna kulit bayi tampak kebiruan, bayi lemas dan
tampak pucat.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan ibu: Untuk mengetahui riwayat penyakit kronis
yang dapat menyebabkan hipotermia.
b. Riwayat kesehatan sekarang: Untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit yang diderita bayi saat ini.
4. Riwayat obstetri
Riwayat persalinan sekarang seperti tanggal persalinan, jenis perslainan,
BB, PB, jenis kelamin. Hal tersebut perlu dikaji karena untuk mengetahui
apakah dalam proses persalinan bayi mengalami kelainan seperti BBLR
yang dapat menyebabkan hipotermia.

9
5. Pola kebutuhan sehari-hari
a. Pola nutrisi
Nutrisi yang boleh masuk ke neonatal hanya ASI. Pada BBLR kurang
mampu mengisap ASI pada hari-hari pertama, sehinga bayi bisa diberi
ASI lewat sonde lambung. Bayi yang mengalami hipotermia tidak mau
menetek.
b. Pola eliminasi
Bayi cukup bulan mengeluarkan urine 15-16ml/ kg/ hari, sedangkan
bayi yang mengalami hipotermia yang ada hubungannya bayi dengan
BBLR mempunyai masalah pada sistem perkemihannya karena ginjal
bayi belum matang maka tidak berfungsi dengan baik.
c. Pola aktivitas
Pada bayi yang mengalami hipotermia bayi tampak lesu, mengantuk,
dan aktivitas berkurang.
d. Pola istirahat
Bayi dengan hipotermia memiliki pola istirahat yang sering tidur karena
bayi akan sering mengantuk.

2.2 Objektif
1. Keadaan umum
Keadaan bayi yang mengalami hipotermia yaitu letargis, tonus otot
rendah, dan tidak ada gerakan.
2. Tingkat kesadaran
Bayi yang mengalami hipotermia, tingkat kesadarannya rendah dengan
ditandai sering mengantuk, tidak responsif terhadap rangsangan ringan,
dan masih responsif terhadap rangsangan kuat.
3. Tanda-tanda vital
a. Pernafasan
Pada bayi normal frekuensi pernafasannya yaitu 30-60 kali/ menit,
sedangkan pada bayi hipotermia frekuensi pernafasannya bisa kurang
dari 30 kali/ menit atau kesulitan untuk bernafas.
b. Suhu
Suhu pada bayi normal yaitu 36,5 °C-37,5 °C, sedangkan bayi
hipotermia suhunya < 36,5 °C.
c. Nadi

10
Nadi bayi normal yaitu 120-160x/ menit sedangkan bayi hipotermia
nadinya < 100x/ menit.
4. Antropometri
a. Berat badan
Berat badan normal bayi baru lahir yaitu 2500gram-3500gram
sedangkan pada bayi hipotermia yang biasanya terjadi pada BBLR
yaitu < 2500 gram.
b. Panjang badan

Panjang badan normal bayi baru lahir yaitu 48-52 cm, sedangkan pada bayi hipotermia yang biasa

c. Lingkar dada
Lingkar dada normal bayi baru lahir yaitu 30-33 cm, sedangkan pada
bayi hipotermia yang biasa terjadi pada bayi BBLR ukuran lingkar
dadanya < 30 cm.
d. Lingkar kepala
Lingkar kepala normal bayi baru lahir yaitu 33-35 cm, sedangkan pada
bayi hipotermia yang biasa terjadi pada bayi BBLR ukuran lingkar
kepalanya < 33 cm
5. Pemeriksaan fisik
Untuk menentukan kelainan yang segera memerlukan pertolongan.
a. Wajah : Pada bayi hipotermia sedang wajah terlihat pucat,
sedangkan bayi hipotermia berat muka berwarna merah terang.
b. Mulut : Pada bayi hipotermia berat warna mulutnya kebiruan
c. Ekstremitas: Pada bayi hipotermia sedang warna ekstremitasnya
teraba dingin.
d. Kulit : Kulit bayi hipotermia sedang kulitnya berwarna tidak rata.
e. Reflek : Pada bayi hipotermia reflek menghisapnya lemah

2.3 Assesment
Menggambarkan hasil Analisa dan interpretasi data subjektif dan data
objektif dalam suatu identifikasi.
1. Diagnosa/ Masalah
Menggambarkan penilaian klinis tentang respon individu. Diagnosa
berdasarkan hasil Analisa yang diperoleh. Diagnosa Hipotermia

11
Neonatorum dapat ditegakkan dengan melihat tanda dan gejala dari
hipotermia.
2. Diagnosa/ Masalah potensial
Mengidentifikasi bidang-bidang yang dapat ditingkatkan mengenai
kesehatan. Masalah potensial pada hipotermia neonatal adalah
hipotermia berat, hipoglikemia, asidosis metabolik, apnue, perdarahan
intra ventrikuler.
3. Kebutuhan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan
atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan aggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Tindakan yang
harus dilakukan segera pada hipotermia neonatal adalah pantau suhu
bayi, jaga kehangatan, dan pemberian ASI.

2.4 Penatalaksanaan
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan
langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manejemen
terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau di antisipasi,
pada langkah ini informasi atau data dasar yang tidak lengkap dapat di
lengkapi.
Setelah dilakukan perencanaan langsung ke tahap pelaksanaan.
Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian
dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab
untuk mengarahkan pelaksanaannya, memastikan langkah-langkah tersebut
benar-benar terlaksana. Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi denga
dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan
bidan dalam manejemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab
terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut.
Penilaian atau evaluasi dilakukan segera setelah selesai melaksanakan
asuhan sesuai dengan kondisi ibu kemudian dicatat, dikomunikasikan
dengan ibu dan atau keluarga serta ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi
bayi.
Berikut penatalaksanaan bayi dengan hipotermia.

12
1. Tidak dulu memandikan bayinya karena suhu tubuh bayi masih
dibawah normal yaitu dibawah 36,5 °C.
R: Mencegah kehilangan panas bayi yang berlebihan.
E: Bayi tidak dimandikan terlebih dahulu sampai suhu normal.
2. Mengganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang
hangat dan kering, memakai topi dan selimut hangat.
R: Mencegah kehilangan panas pada bayi maka harus selalu
menjaga kehangatan bayi dengan cara tersebut.
E: Pakaian bayi sudah diganti dengan pakaian yang lebih hangat.
3. Menganjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya sesering mungkin
minimal 2 jam sekali atau sesuai dengan keinginan bayi.
R: Tetap memberikan ASI supaya kadar gula darah bayi tidak turun.
E: Ibu telah menyusui bayinya.
4. Memberitahu ibu untuk menjaga kehangatan bayinya dengan
melakukan metode kangguru.
R: Metode kangguru dapat mencegah hipotermia pada bayi.
E: Ibu telah mengetahui dan melakukan metode kangguru.
5. Memberitahu ibu tanda-tanda bahaya pada bayi seperti kesulitan
bernafas, warna kulit abnormal, suhu tubuh bayi lebih tinggi/ rendah
dari suhu ibu, bayi letargis, tidak mau menyusu serat diare dan
apabila hal tersebut terjadi segera ke petugas kesehatan terdekat.
R: Membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda bahaya pada bayi
supaya ibu mengerti dan dapat langsung ke petugas kesehatan jika
bayinya ada tanda-tanda bahaya tersebut.
E: Ibu telah mengetahui tanda-tanda bahaya pada bayi dan mau ke
petugas kesehatan jika itu terjadi.
6. Memeriksa ulang suhu bayi 1 jam kemudian, bila suhu naik pada
batas normal (36,5 ◦c-37,5 ◦c).
R: mengetahui suhu tubuh bayi jika pada batas normal berarti usaha
menghangatkan berhasil.
E: Setelah 1 jam kemudian suhu bayi sudah diperiksa ulang.
7. Memberitahu ibu jadwal kunjungan ulang yaitu 3 hari kemudian dan
apabila ada keluhan ibu bisa segera datang ke petugas kesehatan
terdekat.
R: Untuk memantau perkembangan penyakit yang dialami bayi.

13
E: Ibu telah mengetahui jadwal kunjungan dan mau datang kembali.
8. Melakukan pendokumentasian tindakan.
R: Sebagai rekam medis bayi untuk kepentingan selanjutnya jika
dibutuhkan
E: Tindakan sudah didokumentasikan.

Jika perlu rujukan maka penatalaksanaan dilanjutkan dengan prosedur


pelaksanaan rujukan hipotermia neonatal.

9. Tetap melakukan stabilisasi kondisi bayi pada saat di transportasi.


R: Mencegah kehilangan panas dan terjadinya kematian.
E: Telah dilakukan stabilisasi kondisi bayi selama di transportasi.
10. Menghubungi petugas di tempat rujukan untuk menyampaikan
informasi mengenai kondisi bayi.
R: Dengan adanya informasi tersebut, petugas di tempat rujukan
mempunyai cukup waktu untuk menyiapkan segala kebutuhan,
sehingga kasus rujukan hipotermia neonatal segera ditangani.
E: Petugas di tempat rujukan sudah menerima informasi.
11. Melengkapi identitas dan keterangan mengenai penyakit serta
melaporkan keadaan penderita selama dalam perjalanan.
R: Memudahkan petugas di tempat rujukan untuk mengidentifikasi
apa yang akan segera dilakukan ketika bayi sudah sampai di rumah
sakit.
E: Pendokumentasian sudah lengkap.

14
BAB III
Analisis Kritis Ilmiah

3.1 Identifikasi Jurnal


1. Judul Jurnal : Kangaroo Mother Care for The Prevention of
Neonatal Hypothermia: A Randomised Controlled Trial In
Term Neonates
2. Metode Penelitian : Randomised Controlled Trial
3. Penulis : Manimaran Ramani, Eunjoo A Choe, Meggin
Major, Rebecca Newton, Musaku Mwenechanya, Colm P Travers,
Elwyn Chomba, Namasivayam Ambalavanan, Waldemar A Carlo
4. Tanggal Publikasi : 22 Februari 2018
5. Nama Jurnal : Global Child Health
6. DOI : 10.1136/archdischild-2017-313744

3.2 Apakah desain studi dasar valid untuk uji coba terkontrol secara acak?
1. Apakah penelitian ini menjawab pertanyaan penelitian yang terfokus
dengan jelas?
a. Apakah penelitian dirancang untuk menilai hasil intervensi?
Ya, penelitian tersebut dirancang untuk menguji hipotesis bahwa
Kangaroo Mother Care (KMC) yang dimulai saat lahir atau 1 jam

15
setelah lahir mengurangi hipotermia sedang atau berat pada neonatus
cukup bulan pada 1 jam setelah kelahiran dan saat pulang jika
dibandingkan dengan perawatan termoregulasi standar.
b. Apakah pertanyaan penelitian 'terfokus' dalam hal:

● Populasi yang dipelajari

Bayi yang lahir dari ibu dengan usia kehamilan 37 minggu


memenuhi syarat. Usia kehamilan ditentukan dengan perkiraan
obstetri terbaik menggunakan periode menstruasi terakhir,
tinggi fundus dan/ atau ultrasound yang dinilai oleh tim
obstetrik. Bayi dengan defek dinding abdomen,
mielomeningokel, anomali kongenital mayor, atau kelainan kulit
yang jelas dikeluarkan.

● Intervensi yang diberikan

Pada fase 1 dan fase 2 penelitian, bayi yang diacak ke


kelompok kontrol menerima perawatan termoregulasi standar
lokal yang didasarkan pada protokol perawatan termoregulasi
WHO. Perawatan termoregulasi standar lokal termasuk
pengeringan segera, menyusui dini, beberapa atau tidak KMC,
mandi tertunda, bundling yang tepat ibu dan bayi bersama-
sama. Selain menerima perawatan yang sama seperti kontrol,
bayi yang diacak ke kelompok intervensi di kedua fase juga
menerima KMC. Pada fase 1, bayi dikeringkan dan diletakkan
telungkup di dada telanjang ibu segera setelah lahir. Popok,
topi dan kaus kaki diletakkan sementara bayi tetap di dada ibu.
Selimut tebal membungkus ibu dan bayinya. Pemberian ASI
dimulai sesegera mungkin setelah lahir, dan bayi ditimbang
pada 1 jam setelah lahir. Untuk fase 2 penelitian, bayi telanjang
atau berpakaian tipis diletakkan telungkup di dada telanjang
ibu, dan selimut tebal membungkus ibu dan bayi. Jika bayi
diberi pakaian, ibu diminta untuk menggulung pakaian bayinya
untuk memaksimalkan kontak kulit ke kulit.

● Pembanding dipilih

16
Pada kelompok kontrol, bayi yang diacak ditempatkan
telungkup di dada telanjang ibu segera setelah lahir dan
dikeringkan. Bayi tetap di dada ibu selama kurang lebih 5-10
menit sampai selesainya kala tiga persalinan. Kemudian bayi
dipindahkan ke kamar bayi, ditimbang dan dibungkus dengan
popok kain terry. Topi dan kaus kaki diletakkan, dan bayi
dibedong dalam dua selimut yang disediakan oleh ibu
(biasanya selimut katun tipis dan selimut bulu tebal).
Pemberian ASI dimulai saat lahir atau sesegera mungkin. Di
bangsal pascapersalinan, ibu mengistirahatkan bayi di kasur
lantai sampai keluar (4-24 jam setelah lahir). Sesuai dengan
praktik lokal rutin, bayi kontrol fase 2 mendapat asuhan
bundling dengan dua selimut tebal dan durasi KMC singkat
(dengan baju berlapis) hanya selama menyusui. Suhu aksila
diukur dengan menggunakan termometer digital (allheart,
Calabasas, California, USA), dan suhu ruangan dan
kelembaban diukur dengan menggunakan thermohygrometer
saku (Cuaca Ambient, Chandler, Arizona, USA) saat lahir
(dalam 10 menit), pada 1 jam dan kemudian setiap 4 jam
sampai keluar.

● Hasil diukur?

Suhu diklasifikasikan menurut pedoman WHO dan diperoleh


dalam pengukuran tunggal di salah satu aksila yang diukur
menggunakan termometer digital. Semua data dianalisis
dengan Sigmaplot V.12.0 untuk Windows (Systat Software, San
Jose, California, USA).
2. Apakah penugasan peserta untuk intervensi diacak?
Jawab: Ya
a. Bagaimana pengacakan dilakukan? Apakah metodenya sesuai?
Ada dua fase dalam penelitian ini: dari lahir sampai 1 jam (fase 1) dan
dari 1 jam setelah lahir sampai keluar (fase 2). Pasangan ibu-bayi yang
terdaftar diacak ke PMK (kelompok intervensi: kelompok PMK) atau
(kelompok kontrol: kelompok perawatan termoregulasi standar). Dua
pengacakan (satu untuk setiap fase) dilakukan secara terpisah
menggunakan amplop bernomor urut yang disegel yang ditetapkan

17
oleh generator nomor acak menggunakan ukuran blok variabel.
Alokasinya adalah 1:1 menggunakan desain paralel. Pengacakan
dilakukan saat lahir (dalam 10 menit) untuk fase 1 dan 1 jam setelah
lahir untuk fase 2 penelitian. Pasangan ibu-bayi yang diacak di fase 1
diacak ulang untuk fase 2 percobaan. Karena KMC melibatkan ibu dan
bayi, kelahiran kembar diacak pada kelompok yang sama.
b. Apakah pengacakan cukup untuk menghilangkan bias sistematis?
Ya cukup karena dalam pengacakan yang dituliskan dalam jurnal
sudah memberikan kesempatan yang sama pada tiap satuan
percobaan untuk dikenakan perlakuan yang mana konsep pengacakan
ini dilakukan untuk menghilangkan bias.
c. Apakah urutan alokasi disembunyikan dari peneliti dan peserta?
Ya, dua pengacakan (satu untuk setiap fase) dilakukan secara terpisah
menggunakan amplop bernomor urut yang disegel yang ditetapkan
oleh generator nomor acak menggunakan ukuran blok variabel.

3. Apakah semua peserta yang memasuki penelitian diperhitungkan pada


kesimpulannya?
a. Apakah mangkir dan eksklusi setelah pengacakan diperhitungkan?
Iya, dalam jurnal dicantumkan dalam hasil sekunder yaitu pada fase 1
percobaan, satu bayi dalam kelompok kontrol dirawat di NICU karena
takipnea persisten pada 1 jam setelah lahir. Pada fase 2, dua bayi
dalam kelompok PMK mengalami hipertermia. Hipertermia tetap ada
bahkan setelah PMK dihentikan, dan bayi kemudian dirawat di NICU
untuk kemungkinan sepsis. Tidak ada kematian atau efek samping
lainnya setiap saat sebelum dipulangkan.
b. Apakah peserta dianalisis dalam penelitian? Kelompok dimana mereka
diacak (analisis niat untuk mengobati)?
Ya, di dalam jurnal dijelaskan bahwa untuk fase 1 penelitian, ukuran
sampel dihitung berdasarkan tingkat kejadian 38% hipotermia sedang
(32°C-36°C) pada bayi cukup bulan pada 1 jam setelah lahir yang
ditemukan dalam percobaan sebelumnya di University Teaching
Hospital. Sedangkan untuk fase 2 penelitian, ukuran sampel dihitung
berdasarkan tingkat kejadian 50% hipotermia sedang (32°C-36°C)

18
pada bayi cukup bulan yang ditemukan pada 6-24 jam setelah lahir
dalam percobaan lain di University Teaching Rumah Sakit.
c. Apakah penelitian dihentikan lebih awal? Jika demikian, apa
alasannya?
Tidak, penelitian dilakukan sampai selesai.
3.3 Apakah penelitian ini secara metodologis baik?
1.
a. Apakah peserta 'buta' terhadap intervensi yang diberikan?
Ya, setelah pasangan ibu-bayi yang memenuhi syarat diidentifikasi,
dan persetujuan tertulis diperoleh untuk kedua fase penelitian sebelum
tahap aktif persalinan atau dalam waktu 10 menit setelah lahir,
pengacakan (satu untuk setiap fase) dilakukan secara terpisah
menggunakan amplop bernomor urut yang disegel yang ditetapkan
oleh generator nomor acak menggunakan ukuran blok variabel.
b. Apakah para peneliti 'buta' terhadap intervensi yang mereka berikan
kepada peserta?
Tidak, setelah pasangan ibu-bayi yang memenuhi syarat diidentifikasi,
dan persetujuan tertulis diperoleh untuk kedua fase penelitian sebelum
tahap aktif persalinan atau dalam waktu 10 menit setelah lahir, peneliti
melakukan pengacakan pada pasangan ibu dan bayi tersebut. Pada
fase 1 dan fase 2 penelitian, bayi yang diacak ke kelompok kontrol
menerima perawatan termoregulasi standar lokal yang didasarkan
pada protokol perawatan termoregulasi WHO. Bayi yang diacak ke
kelompok intervensi di kedua fase juga menerima KMC dan menerima
perawatan yang sama seperti kontrol.
c. Apakah orang yang menilai/ menganalisis hasil 'dibutakan'?
Tidak, jika ditinjau dari hasil yang tertera orang yang menganalisis
sama dengan orang yang memberi intervensi.
2. Apakah kelompok studi serupa pada awal uji coba terkontrol secara
acak?
a. Apakah karakteristik dasar dari setiap kelompok studi (misalnya usia,
jenis kelamin, kelompok sosial ekonomi) ditetapkan dengan jelas?
Karakteristik ditunjukkan pada tabel 1

19
b. Apakah ada perbedaan antara kelompok studi yang dapat
mempengaruhi hasil?
Semua bayi yang diacak pada fase 1 memiliki data hasil primer. Tujuh
bayi pada fase 2 meninggalkan rumah sakit lebih awal (lima pada
kelompok KMC dan dua pada kelompok kontrol) dan tidak diukur hasil
primernya. Karakteristik dasar bayi tidak berbeda antara KMC dan
kelompok kontrol.
3. Terlepas dari intervensi eksperimental, apakah setiap kelompok studi
menerima tingkat perawatan yang sama (yaitu, apakah mereka
diperlakukan sama)?
a. Apakah ada protokol penelitian yang jelas?
Ada, dalam jurnal disebutkan bahwa selain menerima perawatan yang
sama seperti kontrol, bayi yang diacak ke kelompok intervensi di kedua
fase juga menerima KMC. Pada fase 1, bayi dikeringkan dan
diletakkan telungkup di dada telanjang ibu segera setelah lahir. Popok,
topi dan kaus kaki diletakkan sementara bayi tetap di dada ibu. Selimut
tebal membungkus ibu dan bayinya. Pemberian ASI dimulai sesegera
mungkin setelah lahir, dan bayi ditimbang pada 1 jam setelah lahir.
Untuk fase 2 penelitian, bayi telanjang atau berpakaian tipis diletakkan
telungkup di dada telanjang ibu, dan selimut tebal membungkus ibu
dan bayi. Jika bayi diberi pakaian, ibu diminta untuk menggulung
pakaian bayinya untuk memaksimalkan kontak kulit ke kulit. Para
peneliti percobaan menyaksikan metode KMC berlatih dan
mendokumentasikan durasi KMC setiap 10 menit di fase 1 dan setiap
1-2 jam di fase 2 penelitian. Edukasi diberikan kepada ibu-ibu yang
belum mempraktekkan KMC dengan benar. Dukungan dan
ketenangan diberikan kepada ibu-ibu yang enggan berlatih KMC. Suhu

20
aksila, suhu kamar dan kelembaban diukur saat lahir (dalam 10 menit),
pada 1 jam dan setiap 4 jam sampai keluar.
b. Jika ada intervensi tambahan yang diberikan (misalnya tes atau
perawatan), apakah mereka serupa antara kelompok studi?
Ada intervensi tambahan pada semua kelompok yaitu bayi dikeringkan
dan diletakkan telungkup di dada telanjang ibu segera setelah lahir.
Popok, topi dan kaus kaki diletakkan sementara bayi tetap di dada ibu.
Selimut tebal membungkus ibu dan bayinya. Pemberian ASI dimulai
sesegera mungkin setelah lahir.
c. Apakah interval tindak lanjut sama untuk setiap kelompok studi?
Iya sama, setelah perlakuan selesai para peneliti percobaan
menyaksikan metode KMC berlatih dan mendokumentasikan durasi
KMC setiap 10 menit di fase 1 dan setiap 1-2 jam di fase 2 penelitian.
Edukasi diberikan kepada ibu-ibu yang belum mempraktekkan KMC
dengan benar. Dukungan dan ketenangan diberikan kepada ibu-ibu
yang enggan berlatih KMC. Suhu aksila, suhu kamar dan kelembaban
diukur saat lahir (dalam 10 menit), pada 1 jam dan setiap 4 jam sampai
keluar.
3.4 Apa hasilnya?
1. Apakah efek intervensi dilaporkan secara komprehensif?
a. Apakah perhitungan kekuatan dilakukan?
Ya dilakukan, dalam penelitian ini statistik deskriptif digunakan untuk
membandingkan karakteristik dasar dari kelompok studi. Uji-t Student
dan masing-masing digunakan untuk membandingkan variabel kontinu
dan kategoris. Untuk analisis risiko hasil utama, rasio risiko dan CI
untuk estimasi titik ini dihitung menggunakan tabel kontingensi. Semua
uji statistik dilakukan dengan menggunakan uji dua sisi, dan nilai P
<0,05 dianggap signifikan secara statistik.
b. Hasil apa yang diukur, dan apakah ditentukan dengan jelas?
Hasil yang diukur adalah hipotermia pada bayi dan sudah ditentukan
dengan jelas. Hasil utama dari penelitian jurnal ini adalah hipotermia
sedang atau berat (36 °C, suhu aksila) pada 1 jam setelah lahir dan
saat pulang.
c. Bagaimana hasilnya diungkapkan? Untuk hasil biner, apakah efek
relatif dan absolut dilaporkan?

21
Di dalam jurnal tidak dilaporkan untuk hasil biner.
d. Apakah hasil dilaporkan untuk setiap hasil di setiap kelompok studi
pada setiap interval tindak lanjut?
Iya hasil dilaporkan di setiap kelompok studi dan setiap fase yang
sesuai pengacakan dilakukan sudah dilaporkan.
e. Apakah ada data yang hilang atau tidak lengkap?
Tidak ada, data hasil yang tertera sudah lengkap.
f. Apakah ada perbedaan drop-out antara kelompok belajar yang dapat
mempengaruhi hasil?
Ada, pada fase 1 percobaan, satu bayi dalam kelompok kontrol dirawat
di NICU karena takipnea persisten pada 1 jam setelah lahir. Pada fase
2, dua bayi dalam kelompok KMC mengalami hipertermia.
g. Apakah sumber bias potensial telah diidentifikasi?
Sumber bias potensial tidak diidentifikasi
h. Uji statistik apa yang digunakan?
Semua uji statistik dilakukan dengan menggunakan uji dua sisi, dan
nilai P <0,05 dianggap signifikan secara statistik. Semua data
dianalisis dengan Sigmaplot V.12.0 untuk Windows (Systat Software,
San Jose, California, USA).

i. Apakah nilai p dilaporkan?


Iya nilai p dilaporkan setiap kelompok kontrol dan kelompok KMC.
Proporsi neonatus dengan hipotermia sedang atau berat tidak berbeda
antara KMC dan kelompok kontrol saat pulang (6/84 (7%) vs 2/81
(2%), RR=2,8, 95% CI 0,6 hingga 13,9, P= 0,16). Pada fase 2, rata-
rata durasi KMC pada kelompok KMC adalah 55%±25% (mean±SD)
dari total lama rawat inap. Bayi dalam kelompok kontrol di fase 2
menerima kontak kulit ke kulit hanya selama menyusui. Pada fase 2
percobaan, durasi KMC memiliki korelasi positif dengan suhu bayi saat
keluar (r2=0,47, P<0,0001). Hipotermia (ringan, sedang atau berat)
tidak ditemukan di antara bayi yang memiliki setidaknya 9 jam KMC
(r2=0,47, P<0,03).
2. Apakah ketepatan estimasi intervensi atau efek pengobatan dilaporkan?

● Apakah interval kepercayaan (CI) dilaporkan?

22
Iya dilaporkan, porsi neonatus dengan hipotermia sedang atau berat
tidak berbeda antara KMC dan kelompok kontrol pada 1 jam setelah
lahir (26/101 (25%) vs 28/102 (27%), risiko relatif (RR)=0,93, 95% CI
0,79 hingga 1,48, P=0,78 (meja 3). Rata-rata durasi KMC pada
kelompok KMC pada fase 1 adalah 36±15 menit (rata-rata±SD). Bayi
dalam kelompok kontrol pada fase 1 menerima kontak kulit-ke-kulit
kurang dari 10 menit selama pengeringan rutin dan penjepitan tali
pusat saat lahir. Proporsi neonatus dengan hipotermia sedang atau
berat tidak berbeda antara KMC dan kelompok kontrol saat pulang
(6/84 (7%) vs 2/81 (2%), RR=2,8, 95% CI 0,6 hingga 13,9, P= 0,16).
Pada fase 2, rata-rata durasi KMC pada kelompok KMC adalah 55%
±25% (mean±SD) dari total lama rawat inap. Bayi dalam kelompok
kontrol di fase 2 menerima kontak kulit ke kulit hanya selama
menyusui.
3. Apakah manfaat dari intervensi eksperimental lebih besar daripada
kerugian dan biayanya?
a. Berapa ukuran intervensi atau efek pengobatan?
Untuk ukuran pastinya tidak disebutkan tetapi didalam diskusi jurnal
disebutkan bahwa KMC terus menerus sebanyak mungkin tidak
mengurangi hipotermia sedang atau berat baik pada 1 jam setelah
lahir atau saat keluar dibandingkan dengan perawatan termoregulasi
standar. Namun, hipotermia berat tidak terjadi pada bayi yang
menerima KMC yang memadai dan dibandingkan dengan perawatan
inkubator konvensional, berlatih KMC terbukti efektif dalam
mengurangi hipotermia pada bayi BBLR (<2000 gram).
b. Apakah bahaya atau efek yang tidak diinginkan dilaporkan untuk
setiap kelompok studi?
Dalam jurnal tidak disebutkan secara pasti efek atau bahaya yang
akan ditimbulkan dalam KMC tetapi hasil sekunder dalam jurnal
mengatakan bahwa Pada fase 1 percobaan, satu bayi dalam
kelompok kontrol dirawat di NICU karena takipnea persisten pada 1
jam setelah lahir. Pada fase 2, dua bayi dalam kelompok KMC
mengalami hipertermia. Hipertermia tetap ada bahkan setelah KMC
dihentikan, dan bayi kemudian dirawat di NICU untuk kemungkinan

23
sepsis. Tidak ada kematian atau efek samping lainnya setiap saat
sebelum dipulangkan.
c. Apakah analisis efektivitas biaya dilakukan? (Analisis efektivitas biaya
memungkinkan perbandingan dibuat antara berbagai intervensi yang
digunakan dalam perawatan kondisi atau masalah yang sama.)
Untuk biaya tidak dicantumkan dalam jurnal.
3.5 Apakah hasilnya akan membantu secara lokal?
1. Dapatkah hasilnya diterapkan pada populasi lokal Anda/ dalam konteks
Anda?
a. Apakah peserta penelitian serupa dengan orang-orang dalam
perawatan Anda?
Penelitian populasi sasaran adalah bayi yang lahir dari ibu dengan usia
kehamilan 37 minggu, jadi peserta penelitian adalah serupa dengan
perawatan yang seharusnya diterapkan dalam kebidanan.
b. Apakah ada perbedaan antara populasi Anda dan peserta penelitian
yang mengubah hasil yang dilaporkan dalam penelitian?
Tidak ada, populasi dan peserta penelitian sama sehingga tidak
mengubah hasil yang dilaporkan dalam penelitian.
c. Apakah hasilnya penting bagi populasi Anda?
Ya, karena hasil dalam jurnal tersebut mengatakan bahwa KMC
dapat mencegah terjadinya hipotermia sehingga intervensi KMC
sangat membantu seorang bidan.
d. Apakah ada hasil yang Anda inginkan informasinya yang belum
dipelajari atau dilaporkan?
Tidak ada, karena menurut saya hasil intervensi sudah diutarakan
dengan lengkap.
e. Apakah ada batasan studi yang akan mempengaruhi keputusan
Anda?
Jurnal yang saya analisis sangat baik sesuai juga dengan teori yang
ada dan penjelasan lengkap sehingga intervensi Kangaroo Mother
Care akan saya terapkan nanti ketika saya menjadi bidan.

2. Apakah intervensi eksperimental akan memberikan nilai yang lebih besar


kepada orang-orang dalam perawatan Anda daripada intervensi yang
ada?

24
a. Sumber daya apa yang diperlukan untuk memperkenalkan intervensi
ini dengan mempertimbangkan waktu, keuangan, dan pengembangan
keterampilan atau kebutuhan pelatihan?
Intervensi kangaroo mother care (KMC) sebagai pencegahan
hipotermia pada neonatal, perlu bidan terlatih yang mampu
mengajarkan intervensi ini. Jurnal penelitian ini akan saya sebarkan ke
teman-teman mahasiswa bidan sehingga teman-teman mengetahui
bahwa kangaroo mother care efektif untuk mengatasi atau mencegah
hipotermia neonatal.
b. Apakah Anda dapat mengeluarkan sumber daya dalam satu atau lebih
intervensi yang ada agar dapat menginvestasikan kembali pada
intervensi baru? Intervensi?
Keberhasilan penerapan intervensi di populasi lokal perlu dukungan
dan koordinasi dari tenaga kesehatan, sehingga saya sebagai
mahasiswa hanya bisa mempelajari jurnal ini untuk mengetahui
keberhasilan intervensi tersebut.

BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan konsep teori, penatalaksanaan hipotermia pada neonatal


yaitu dengan mempertahankan suhu tubuh bayi. Mempertahankan suhu tubuh
bayi ada banyak cara yaitu menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering
dan bersih, mengeringkan tubuh bayi yang baru lahir/ air ketuban segera segera
setelah lahir dengan handuk yang kering dan bersih, menjaga bayi hangat
dengan cara mendekap bayi di dada ibu dan keduanya di selimuti (metode
kanguru). Di dalam penatalaksanaan konsep manajemen kebidanan dengan
kasus hipotermia neonatal juga ada penatalaksanaan untuk stabilisasi suhu
tubuh bayi. Jika di dalam jurnal ilmiah yang saya analisis untuk menjaga suhu

25
tubuh bayi tetap normal atau mencegah hipotermia neonatal yaitu dengan
melakukan Kangaroo Mother Care (KMC) atau sama dnegan metode kanguru.

Di dalam hasil penelitian yang ada dalam jurnal ilmiah tersebut dijelaskan
secara lengkap bahwa KMC yang dimulai saat lahir atau 1 jam setelah lahir tidak
mengurangi hipotermia sedang atau berat dibandingkan dengan perawatan
termoregulasi standar menurut WHO. Total durasi KMC dan persentase lama
tinggal dengan KMC berkorelasi positif dengan suhu tubuh bayi saat keluar.
Percobaan ini menunjukkan bahwa KMC akan efektif jika dipraktekkan untuk
sebagian besar waktu seperti yang direkomendasikan.

Di dalam jurnal disebutkan bahwa KMC terbukti lebih efektif dalam


mengurangi hipotermia pada bayi BBLR (<2000gram) jika dibandingkan dengan
perawatan inkubator konvensional. Di dalam teori, inkubator juga merupakan
tindakan segera untuk mengatasi hipotermia. Tindakan menggunakan inkubator
atau KMC semua tergantung apa yang sedang tersedia dalam pelayanan
kesehatan. Tetapi di dalam jurnal juga disebutkan bahwa KMC terus menerus
sebanyak mungkin tidak mengurangi hipotermia sedang atau berat baik pada 1
jam setelah lahir atau saat keluar dibandingkan dengan perawatan termoregulasi
standar. KMC tidak mengurangi hipotermia selama jam-jam pertama setelah lahir
dalam pengaturan peningkatan kepatuhan dengan protokol 'rantai hangat'.

Penatalaksanaan dalam teori sama dengan konsep manajemen


kebidanan pada bayi hipotermia dan dalam jurnal penatalaksanaan tersebut
dilakukan kepada seluruh kelompok intervensi dan Kontrol. Sehingga
penatalaksaan untuk mencegah kehilangan panas pada bayi antara teori, konsep
manajemen, dan jurnal adalah sama.

26
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, Sih Rini, Utami, Sri. 2017. Dokumentasi Kebidanan. Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia.

Maryuni Anik. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. CV.


Trans Info Media: Jakarta.

Rahyani, Ni Komang Yuni; dkk. 2020. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Patologi
bagi Bidan. Penerbit Andi: Yogyakarta.

Ramani, Manimaran. 2018. Kangaroo mother care for the prevention of neonatal
hypothermia: a randomised controlled trial in term neonates. Jurnal
Global Child Health, 0: 1-6.

27
Sembiring, Julina Br. 2019. Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah.
Deepublish: Yogyakarta.

Zulala, Nuli Nuryanti; dkk. 2018. Asuhan Bidan dan Perawat Yang Tepat
Mengurangi Risiko Kejadian Hipotermi Pada Bayi Baru Lahir. Jurnal
Keperawatan dan Kebidanan Aisyiyah, 14 (1), 49-58.

LAMPIRAN

RUBRIK PENILAIAN MAKALAH

Nama : Nina Sefia Sari

NIM : P17311193029

Kelas :3

Judul Makalah: Konsep Manajemen Kebidanan Pada Hipotermia Neonatorum

Laporan Kriteria Nilai

A. Isi Aspek 4 3 2 1

60%

28
1. Sistimatis. Tidak Sistimatis. Tidak
Pendahuluan Latar belakang sistimatis. Latar belakang sistimatis.
dan tujuan Latar dan tujuan Latar
penulisan belakang dan penulisan tidak belakang dan
sesuai. tujuan sesuai. tujuan
penulisan penulisan
sesuai. tidak sesuai.

2. Lengkap, Lengkap, Tidak lengkap, Tidak


Pembahasan sesuai dan tidak sesuai, tidak sesuai, lengkap dan
Materi menyeluruh tidak menyeluruh tidak sesuai,
menyeluruh tidak
menyeluruh

3. Simpulan Menjawab Menjawab Tidak Tidak


tujuan, singkat tujuan tidak menjawab menjawab
dan padat singkat dan tujuan, singkat tujuan, tidak
padat dan padat singkat dan
padat

4. Daftar Penyusunan Penyusunan Penyusunan Penyusunan


Pustaka alfabetis alfabetis tidak alfabetis tidak
(sistem (sistem (sistem alfabetis
Harvard), Harvard), Harvard), (sistem
referensi 10 referensi referensi 10 Harvard),
tahun terakhir, lebih dari 10 tahun terakhir, referensi
disertakan 3 tahun disertakan 1 lebih dari 10
jurnal terakhir, jurnal tahun
disertakan 2 terakhir, tidak
jurnal disertakan
jurnal

Skor A

Nilai A (60%) = Skor A x 60%

B. Umum 1. Sistematik dan Lengkap, Sistematik, Tidak


40% Sistematika lengkap tidak tidak lengkap sistematik,

29
Laporan sistematik tidak lengkap

2. Isi Laporan Pembahasan Pembahasan Pembahasan Pembahasan


mendetail, mendetail, tidak tidak
ahasa ahasa tidak mendetail, mendetail,
komunikatif, komunikatif ahasa ahasa tidak
komunikatif komunikatif

3. Ketepatan Sesuai dengan Terlambat 1 Terlambat 2- 3 Terlambat >3


Waktu waktu yang hari dari hari dari waktu hari dari
Pengumpula ditentukan waktu yang yang waktu yang
n Laporan ditentukan tditentukan ditentukan
Penelitian

Skor B

Nilai B (40%) = Skor B x 40%

Nilai Akhir = ((Nilai A + Nilai B) / 14,4) x 100

Dosen Pengampu

NIP.

RUBRIK PENILAIAN PRESENTASI

Nama : Nina Sefia Sari

NIM : P17311193029

Kelas :3

30
Judul Makalah: Konsep Manajemen Kebidanan Pada Hipotermia Neonatorum

No Aspek Kriteria Nilai

Penguasaan materi 3. Menunjukkan penguasaan materi presentasi dengan


yang dipresentasikan baik, didukung referensi terbaru

2. Menunjukkan penguasaan materi presentasi dengan


baik, tidak didukung referensi terbaru

1. Menunjukkan penguasaan materi presentasi dengan


tidak baik

Sistematika 3. Materi presentasi disajikan secara runtut dan sistematis


presentasi

2. Materi presentasi disajikan secara runtut tetapi tidak


sistematis

1. Materi presentasi disajikan secara tidak runtut dan tidak


sistematis

Penggunaan bahasa 3. Bahasa yang digunakan mudah dipahami dan


komunikatif

2. Bahasa yang digunakan mudah dipahami, tidak


komuniktif

1. Bahasa yang digunakan sulit dipahami, tidak


komunikatif

Ketepatan intonasi 3. Penyampaian materi disajikan dengan intonasi yang


dan kejelasan tepat dan artikulasi/lafal yang jelas
artikulasi
2. Penyampaian materi disajikan dengan intonasi yang
tepat dan artikulasi/lafal yang tidak jelas

1. Penyampaian materi disajikan dengan intonasi yang


tidak tepat dan artikulasi/lafal yang tidak jelas

31
Kemampuan 3. Media yang dimanfaatkan sangat jelas, menarik, dan
memanfaatkan media menunjang seluruh sajian
presentasi
2. Media yang dimanfaatkan jelas tetapi kurang menarik

1. Media yang dimanfaatkan kurang jelas dan tidak


menarik

Kemampuan 3. Mampu mempertahankan dan menanggapi


mempertahankan dan pertanyaan/sanggahan dengan arif dan bijaksana
menanggapi
2. Mampu mempertahankan dan menanggapi
pertanyaan atau
pertanyaan/sanggahan dengan cukup baik
sanggahan
1. Tidak mampu mempertahankan dan menanggapi
pertanyaan atau sanggahan

Jumlah Skor

Nilai = (Jumlah Skor: 18) x 100

Dosen Pengampu

NIP.

32
33
34
35
36
37
38
39

Anda mungkin juga menyukai