Anda di halaman 1dari 8

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2021/22.2 (2022.1)

Nama Mahasiswa : Muhamad Yuliani

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 042691022

Tanggal Lahir : 22 Juli 1994

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4201/ Hukum Tata Negara

Kode/Nama Program Studi : 311/Ilmu Hukum

Kode/Nama UPBJJ : 74/ UPBJJ Malang

Hari/Tanggal UAS THE : Sabtu/25 Juni 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menanda tangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN,KEBUDAYAAN,RISET,DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS
TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Muhamad Yuliani


NIM : 042691022
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4201/ Hukum Tata Negara
Fakultas : FHISIP
Program Studi : Ilmu Hukum
UPBJJ-UT :Malang

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari
aplikasi THE pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam
pengerjaan soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan
mengakuinya sebagai pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan
hukuman sesuai dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan,dan integritas akademik
dengan tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS
THE melalui media apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan
dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila dikemudian hari
terdapat pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan
menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Blitar, 25 Juni 2022

Yang Membuat Pernyataan

MuhamadYuliani
BUKUJAWABANUJIANUNIVERSITASTERBUKA

1. A. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
mengamanatkan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Untuk melaksanakan
kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan maka perlu mewujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga
perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah. Amandemen terhadap UUD1945 sebagai
konstitusi di Indonesia telah mengakibatkan banyak perubahan pada desain sistem ketatanegaran
Indonesia, termasuk pengaturan mengenai lembaga permusyawaratan/perwakilan tersebut. UUD
1945 hasil amandemen telah merubah kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang
semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Sebelum amandemen UUD
1945, kedudukan MPR berdasarkan UUD 1945 merupakan lembaga tertinggi negara dan sebagai
pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. MPR diberi kekuasaan tak terbatas (Super
Power), karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR
adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN,
memilih, dan mengangkat Presiden dan/atau Wakil Presiden. Meskipun kedudukan MPR saat ini
merupakan lembaga negara, namun tidak dapat dikesampingkan kewenangan MPR untuk melantik
Presiden dan Wakil Presiden serta memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden untuk
keadaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945. Hal ini berimplikasi perlu
ditegaskannya kedudukan MPR dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sehubungan dengan hal itu, untuk mewujudkan lembaga
permusyawaratan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, perlu menata Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Penataan dimaksud bisa menyangkut kelembagaannya dan bisa juga
menyangkut mekanisme pelaksanaan fungsi dan kewenangannya.

B. Keinginan mewujudkan pemerintahan yang demokratis dengan mekanisme checks and


balances, atau setara dan seimbang antara cabang-cabang kekuasaan negara, terwujudnya
supremasi hukum dan keadilan, serta menjamin, melindungi, dan terpenuhinya hak asasi manusia,
telah tertata dengan cukup baik dalam UUD 1945 hasil amandemen yang dilakukan sejak 1999-
2002. Mekanisme checks and balances bertujuan mewujudkan pemerintahan yang demokratis.
Checks and balances adalah saling mengontrol, menjaga keseimbangan antara lembaga-lembaga
negara atau yang biasa kita sebut dengan cabang-cabang kekuasaan negara yang terbentuk karena
adanya separation of power.
Checks and balances diwujudkan sebab bangsa Indonesia secara tegas sudah menyatakan bahwa
Indonesia adalah negara demokratis yang berdasarkan atas hukum. Pelaksanaan prinsip checks and
balances diperlukan untuk menjaga agar tidak terjadi overlapping antara kewenangan yang ada.
Dengan mendasarkan pada prinsip negara hukum, maka sistem kontrol yang relevan adalah sistem
kontrol judisial.

C. Hukum Tata Negara dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah staatsrecht atau hukum
negara (state law) yang meliputi 2 pengertian, yaitu staatsrecht in ruimere zin (dalam arti luas), dan
staatsrecht in engere zin (dalam arti sempit). Staatsrecht in engere zin atau Hukum Tata Negara
dalam arti sempit itulah yang biasanya disebut Hukum Tata Negara atau Verfassungsrecht yang
dapat dibedakan antara pengertian yang luas dan yang sempit. Hukum Tata Negara dalam arti luas
(in ruimere zin) mencakup Hukum Tata Negara (verfassungsrecht) dalam arti sempit dan Hukum
Administrasi Negara (verwaltungsrecht). Pembagian ini kemudian diikuti oleh ahli hukum
Indonesia sampai sekarang. Maksud untuk pembagian tersebut adalah :
1. Hukum Tata Negara meliputi hukum mengenai susunan (struktur) umum dari negara yaitu
terdapat dalam UUD dan Undang-undang organiknya.
2. Hukum Administrasi Negara melipui hukum yang mengatur susunan dan wewenang khusus dari
alat-alat perlengkapan (badan) kenegaraan seperti kepegawaian, peraturan-peraturan wajib militer,
peraturan-peraturan jaminan sosial, peraturan-peraturan perumahan, peraturan perburuhan dan
sebagainya. Oleh karena itu sulit mengadakan garis pemisah yang tegas antara Hukum Tata Negara
dengan Hukum Administrasi Negara, karena keduanya saling berkaitan satu sama lain.

2. A. Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan menyatakan bahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Jika dilihat dari hierarki peraturan perundang-undangan di atas, dapat diketahui bahwa Perpu
memiliki kedudukan yang sejajar/sederajat dengan Undang-Undang. Sehingga fungsi maupun
materi muatan Perpu adalah sama dengan fungsi maupun materi muatan Undang-Undang.

B. Seperti diketahui, secara umum tujuan Perppu tersebut adalah sebagai dasar hukum
pengangkatan 3 Plt Pimpinan KPK. Namun selengkapnya ada 4 pertimbangan penerbitan Perppu
itu, yang tercantum dalam bagian 'Menimbang'. Berikut bunyi 'Menimbang' Perppu tersebut :
a. bahwa terjadinya kekosongan keanggotaan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi
telah mengganggu kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. bahwa untuk menjaga keberlangsungan dan kesinambungan upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi perlu pengaturan mengenai pengisian keanggotaan
sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi;
c. bahwa ketentuan mengenai pengisian keanggotaan sementara Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c, serta untuk mengatasi timbulnya kegentingan yang diakibatkan terjadinya
kekosongan keanggotaan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1
Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK);

Dari keempat poin pertimbangan tersebut, jelas sudah dipaparkan bahwa ditetapkannya
Perppu ini adalah karena adanya keadaan genting dan bahaya akibat kekosongan
keanggotaan pimpinan KPK yang dapat mengganggu kinerja KPK dalam hal
pemberantasan korupsi.

C. Pasal 12 dan 22 UUD 1945 memuat ketentuan aktivasi keadaan darurat secara konstitusional
yang memungkinkan Negara terbebas dari tindakan sewenang-wenang yang berakibat pada
pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini lah yang tidak ditemukan dalam berbagai UU yang
digunakan selama keadaan darurat Covid-19 di Indonesia. Oleh karenanya perlu adanya
penyesuaian berbagai UU yang mengatur kedaruratan dengan prinsip-prinsip baik menurut doktrin
hukum tata negara darurat maupun insturmen hukum internasional. melakukan penyimpangan
terhadap konstitusi dan menangguhkan kewajiban negara dalam pemenuhan HAM dalam jangka
waktu tertentu. Akan tetapi dalam memandang situasi darurat yang diakibatkan oleh Covid-19,
pemerintah lebih memilih untuk menerapkan keadaan Darurat Bencana menurut UU 24 Tahun
2007 dan Kedaruratan Kesehatan menurut UU 6 Tahun 2018 yang justru tidak sama sekali
melibatkan Pasal 12 UUD 1945 dalam pembentukannya. Alhasil dua status kedaruratan yang
ditetapkan pemerintah bukan termasuk keadaan darurat sebagaimana dalam kajian Hukum Tata
Negara Darurat dikatakan sebagai state of emergency yang membolehkan tindakan luar biasa
ataupun status darurat dimaksud ialah sebatas darurat secara de facto bukan de jure. Walapun pada
kenyataanya pemerintah melakukan berbagai tindakan yang berakibat pada pembatasan dan/atatu
pengurangan HAM selama pandemi Covid-19, hal tersebut hanya boleh dilakukan terhadap hak-
hak yang bersifat formil dalam artian tidak boleh menyangkut hak-hak yang bersifat mendasar
apalagi terhadap hak-hak yang masuk dalam kelompok non derogable rights. Selain itu, dua status
darurat tersebut tidak memuat berbagai syarat yang sudah diamanatkan International Convenant on
Civil and Political Rights (ICCPR) sebagai instrumen hokum internasional. Oleh karenanya
perlindungan HAM harus tetap dipenuhi.

3. A. Pasal 28 B (2) yang berisi "setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi". Menurut saya ini
adalah perlindungan HAM yang paling sering di langgar oleh masyarakat. Karena masih
banyaknya orang yang melakukan pembunuhan, kekerasan, dan tidak menghargai pendapat orang
lain/tidak adil terhadap seseorang.
Setiap anak sejak lahir memiliki hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Jadi, sejak lahir anak tersebut harus di asuh dan
diperlakukan selayaknya manusia. tidak boleh ada yang melakukan kekerasan atau pun
diskriminasi, walaupun hal tersebut dilakukan oleh keluarganya sendiri. Jika terjadi kekerasan atau
diskriminasi atas anak tersebut oleh keluarga sendiri, apalagi orang lain, maka orang yang
melakukan kekerasaan atas anak tersebut harus menerima hukuman sesuai hukum yang berlaku di
negara Indonesiani. Kekerasan terhadap anak merupakan bagian dari bentuk kejahatan manusia
yang bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia.
Contoh saja seorang anak jalanan yang dipaksa oleh keluarganya untuk berjualan, mengemis, atau
mencari uang lainnya. Hak anak secara umum adalah belajar, tetapi disini seorang anak bekerja.
Contoh kekerasan pada anak bisa juga terjadi karena keadaan kedua orang tuanya yang sedang
bertengkar, anak akan menjadi sarana kekerasan orang tua. Pembunuhan sadis anak tidak bersalah
juga di Indonesia masih sering terjadi.

B. Dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 2 menjelaskan tentang kewajiban warga negara untuk
menempuh atau mendapatkan pendidikan dasar dan berhak mendapatkan pembiayaan pendidikan
dasar sebagai implementasi dari kewajiban pemerintah. Artinya pemerintah berkewajiban untuk
membiayai pendidikan dasar bagi setiap warga negara Indonesia. Untuk anggaran pendidikan,
negara memprioritaskan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), guna memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.
Karena pendidikan merupakan hak asasi, maka tidak diperbolehkan adanya pembatasan kepada
setiap warga negara untuk mendapatkannya. Tidak ada diskriminasi apakah warga itu tinggal di
kota atau di pedalaman, apakah mereka orang miskin atau orang mampu, negara wajib
menyediakan layanan pendidikan ini.
Menjadi kewajiban negara pula untuk mengalokasikan anggaran guna bisa terselenggaranya
amanah tersebut dengan baik. Bagaimana bisa negara membiayai dana pendidikan? Tentu saja dari
dana yang diperoleh dari sumber daya alam yang dimiliki oleh negeri ini. Dengan sumber daya
alam yang ada, baik itu yang berada di daratan seperti tambang, maupun sumber daya laut, yang
ikannya melimpah, hingga dicuri negara lain, lebih dari cukup untuk membiayai pendidikan dengan
gratis. Tentu saja jika semua sumber daya alam tersebut dikelola dan miliki oleh negara sendiri.

C. Dalam Pasal 7 UUD 1945, periode masa jabatan presiden dan wakil presiden sudah ditentukan
dan dibatasi, yakni selama 5 tahun dan bisa dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.
Dengan demikian, presiden dan wakil presiden hanya dapat menjabat maksimal dua kali masa
jabatan. Memang kekuasaan perlu dibatasi dan dikontrol. Sebab kecenderungan sewenang-wenang
selalu muncul kapan saja. Jadi kekuasaan presidensil pun perlu dibatasi.
Dalam realitanya, pasal ini merupakan hasil amandemen yang dulunya tidak memiliki batasan
masa jabatan presiden hingga akhirnya Soeharto dapat menduduki kursi presiden selama 32 tahun.
Lalu munculnya reformasi di tahun 1998 telah melengserkan beliau dan pasal ini di amandemen
sebagai bentuk adanya pembatasan masa jabatan presiden beserta wakilnya.
Meninjau beberapa waktu yang lalu, bergulir pula wacana Jokowi tiga periode yang tentu saja hal
ini bertentangan dengan konstitusional, khususnya Pasal 7 ini. Wacana perpanjangan masa jabatan
presiden menjadi 3 periode tak seharusnya digulirkan. Sebab, merujuk Pasal 7 UUD, masa jabatan
presiden dan wakil presiden dibatasi paling banyak dua periode, dengan lama masa jabatan 5 tahun
setiap satu periode. Oleh karenanya, mendorong perpanjangan masa jabatan presiden dinilai
sebagai bentuk tindakan melawan konstitusi dan berpotensi memunculkan ketegangan
antarkelompok masyarakat yang berujung pada perpecahan.

4. A. Status kewarganegaraan warga negara Indonesia keturunan Tionghoa sebelum berlakunya


Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 adalah dwikewarganegaraan dan wajib memiliki Surat
Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia, namun setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2006 maka warga negara Indonesia keturunan Tionghoa hanya berkewarganegaraan
Indonesia dan memiliki kedudukan yang sama dengan warga negara Indonesia asli.
Dwikewarganegaraan di Indonesia terhadap orang Tionghoa memang sempat terjadi dikarenakan
RRC pada saat itu menganut asas ius soli sedangkan Indonesia menganut asas ius sanguinis
(berdasarkan keturunan). Sehingga setiap keturunan Tionghoa yang lahir di Indonesia mempunyai
statu dwikewarganegaraan.
Namun seiring berjalannya waktu, dibentuklah UU Nomor 12 Tahun 2006 yang menyatakan
bahwa anak yang seharusnya mengikuti kewarganegaraan orang tua, ketika tidak diketahui jelas
kewarganegaraan orang tuanya, mana kewarganegaraan anak mengikuti tempat dimana dia
dilahirkan. Oleh sebab itu, setiap keturunan Tionghoa yang lahir di Indonesia otomatis dia akan
menjadi WNI.

B. Sebagaimana tertuang dalam pasal 26 ayat 1 yang berbunyi, “Orang-orang yang menjadi warga
negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan
dengan undang-undang sebagai warga negara.”
Warga negara dalam konteks yang diatur oleh pasal 26 ayat 1 UUD 1945 adalah warga negara
Indonesia dan orang asing yang tinggal di Indonesia. Serta hal-hal mengenai warga negara atau
penduduk Indonesia telah diatur dengan UU. Dalam Pasal 26, ayat (1), disebutkan bahwa yang
menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Dan pada ayat (2), syarat-syarat mengenai
kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.

C. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia,


anak-anak yang lahir dari pasangan suami istri campuran yang terdaftar dan sah, maka secara
otomatis memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
Akibat dari perkawinan campuran yang sah dapat mengakibatkan anak dari perkawinan tersebut
memiliki kewarganegaraan ganda. Indonesia mengenal asas kewarganegaraan ganda terbatas yang
diatur dalam Pasal 6 UU Kewarganegaraan. Anak dari hasil perkawinan campuran dapat memiliki
lebih dari 1 kewarganegaraan sampai umurnya mencapai 18 tahun.atau belum kawin. Setelah
umurnya mencapai 18 tahun atau sudah kawin, anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu
kewarganegaraan yang dianut.
Berdasarkan UU Kewarganegaraan, yang dimaksud Warga Negara Indonesia, diantaranya :
● anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu WNI;
● anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara
asing (WNA);
● anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNA dan ibu WNI;
● anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI, tetapi ayahnya tidak
mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan
kewarganageraan kepada anak tersebut;
● anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya WNI;
● anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak
mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
● anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum
menikah, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing, tetap diakui
sebagai WNI.
Jadi, pada poin ketiga di atas telah disebutkan bahwa anak yang lahir dari seorang ayah WNA
dan ibu WNI akan dinyatakan sebagai WNI

Anda mungkin juga menyukai