Anda di halaman 1dari 30

Dadang Arif Prabowo

Divisi Pembinaan Etika Profesi


MKEK IDI Cab. Kab. Magelang
Ethics  Ethos (Yunani)  akhlak, adat kebiasaan,
watak, perasaan, sikap, yang baik dan layak

Etika adalah pengetahuan tentang perilaku yang benar


dalam suatu profesi

Etik kedokteran adalah Seperangkat perilaku dokter dan


dokter gigi dalam hubungannya dengan pasien,

keluarga, sejawat dan mitra kerja

25 / 03 / 20 23 D IV I SI PE MB INAAN ET IK MK E K ID I K AB . MAG EL AN G 2
RESPECT FOR
AUTONOM NON MALEFICIENCE
• Menghormati hak pasien • Tidak melakukan perbuatan
yang memperburuk
(Beuchamp & Childress, 2001) pasien(do no harm, prium
non noccere)

BENEFECIENCE JUSTICE

• Melakukan Tindakan • Tidak diskriminatif


untuk kebaikan pasien • Keadilan distributif
(maksimalkan manfaat
sambil minimalkan risiko)

8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 3
PENEGAKAN OLEH PENGUASA
1800 SM SAAT ITU
Code of Hammurabi dan code of Hitties

BERISI KEWAJIBAN KEWAJIBAN


460-370 SM DOKTER DALAM BERPERILAKU DAN
Sumpah Hipocrates BERSIKAP

1948 TUGAS DAN PRINSIP ETIK PROFESI


Deklarasi Geneva DOKTER
Sumpah Dokter (dunia) dan Kode etik
Kedokteran Internasional UUNO. 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTEK
KEDOKTERAN
1969, 1981, 1993, 2001 UU NO. 36 TAHUN 2009TENTANG KESEHATAN
UU NO. 44 TAHUN 2009 TENTANG RS
KODEKI 2012
UU NO. 40 TAHUN 2004 TENTANG SJSN
UUNO.24 TAHUN 2011 TENTANG BPJS
8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 4
Kondisi apapun yang menurut pendapat pasien, keluarganya, atau siapapun GAWAT
yang memikul tanggungjawab membawa pasien ke rumah sakit memerlukan DARURAT
perhatian medis segera  sampai ditentukan oleh professional Kesehatan
bahwa hidup atau kesejahteraan pasien tidak terancam.
GAWAT TIDAK
The American Hospital Association DARURAT

Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan Tindakan


medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih DARURAT
lanjut. TIDAK GAWAT
UU No. 44 tahun 2009 ttg Rumah sakit
TIDAK GAWAT
TIDAK
DARURAT

8/ 03/ 20X X 5
HUKUM KESEHATAN
HUKUM KESEHATAN

K S
O U
M M
P B
E E
T R
E D
N A
S Y
I A

KODE ETIK KEDOKTERAN

SUMPAH DOKTER
8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 6
Demi Allah saya bersumpah, bahwa :
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.
2. Saya akan menjalankan tugas dengan cara yang terhormat dan bersusila sesuai dengan martabat
pekerjaan saya sebagai dokter.
3. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran.
4. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya.
5. Saya tidak akan menggunakan pengetahuan saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan
perikemanusiaan, sekalipun diancam
6. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan.
7. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan memperhatikan kepentingan
masyarakat.

8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 7
8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh
pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial
dan jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien.
9. Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima
kasih yang selayaknya.
10. Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara kandung.
11. Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran
Indonesia.
12. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan
kehormatan diri saya.

8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 8
PASAL 17 KODEKI : PERTOLONGAN
DARURAT

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya

8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 9
1. Seorang dokter wajib menilai diperlukannya Bantuan Hidup Dasar atau tidak bagi setiap
pasien saat panggilan pertolongan darurat yang diterimanya di lingkungan sekitarnya
2. Dalam hal pasien membutuhkan Bantuan Hidup Dasar, dokter wajib bersedia melaksanakannya
kepada pasien dimaksud segera setiba di tempat kejadian sesuai standar prosedur
operasional yang berlaku.
3. Dalam hal kondisi gawat darurat tertentu yang tidak membutuhkan Bantuan Hidup
Dasar , dokter wajib berperan sesuai kewenangan klinisnya menangani kondisi dimaksud,
serta segera merujuk dan memandu transportasi ke Rumah Sakit/klinik/fasilitas
pelayanan kesehatan lain yang lebih memadai serta dengan syarat pasien
memungkinkan dilakukan transportasi.
4. Dalam hal kondisi sebagaimana dimaksud Pasal 17 cakupan pasal butir (3)di atas pasien tidak
memungkinkan dilakukan transportasi, dokter bersangkutan harus segera menghubungi ambulans
sambil mengusahakan pertolongan terbaik selama ambulans datang.
8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 10
5. Setiap dokter yang melakukan pertolongan darurat maka
kewajiban etis ini mengalahkan pertimbangan-pertimbangan
etika lainnya .
dilindungi dan dibela oleh
6. Dala m m enjalankan kewajiban etis ini, dokter tersebut harus
teman sejawat, mitra bestari dan/atau organisasi profesi, pemerintah
dan/atau masyarakat .
7. Jika terdapat kasus yang membutuhkan gawat darurat, maka dokter dapat menghentikan
layanannya pada pasien lain yang non-gawat darurat atau gawat darurat dengan kondisi
saat itu memiliki prioritas secara pertimbangan medik lebih rendah dari saat ini.
8. Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran kondisi darurat antara penderita dengan
dokter sebagaimana dimaksud pada Pasal 17, dokter seyogyanya dengan tulus berupaya
menjelaskan kepada penderita/keluarganya untuk sedapat mungkin menyamakan
penafsiran tersebut.

8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 11
9. Kewajiban sebagaimana cakupan pasal 8 dimaksud hanya dapat gugur dalam syarat dan
kondisi tertentu yaitu:
a. Dalam saat yang sama, dokter tersebut dalam kondisi terancam jiwanya.
b. Dokter tersebut memiliki kecacatan sedemikian rupa yang tidak memungkinkan melakukan
pertolongan darurat.
c. Ada dokter/tenaga medis khusus yang lebih kompeten, dengan acuan kompetensi sesuai
dengan kewenangan klinis yang didapatkan melalui kolegium/sertikasi pelatihan penanganan
kedaruratan yang ada di sekitar tempat kejadian dan sanggup menolong pasien.
d. Kejadian kedaruratan berada di suatu klinik/RS dimana dokter penanggungjawab/tenaga
medis yang terlatih tersedia pada saat itu, sehingga berikutnya penanganan itu menjadi
tanggungjawab pihak klinik/RS dan dokter penanggungjawabnya.
e. Pada pasien telah mendapat keputusan medis “Do Not Rescucitate” (DNR) yang diberikan
pada pasien paliatif.
f. Kondisi-kondisi yang menurut prosedur Bantuan Hidup Dasar, pertolongan tersebut dapat
diakhiri.

8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 12
KOMPETENSI DIBANGUN DARI

1. Profesionalitas yang Luhur


2. Mawas Diri dan Pengembangan Diri
3. Komunikasi Efektif
4. Pengelolaan Informasi
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
6. Keterampilan Klinis
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan

Sumber: Standar kompetensi dokter Indonesia , KKI 2012

8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 13
CONTOH TINGKAT KOMPETENSI DOKTER UMUM DALAM
KEGAWATDARURATAN BIDANG SARAF, PARU DAN JANTUNG

Sumber: Standar kompetensi dokter Indonesia , KKI 2012


8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 14
Oleh karena itu, setiap
kegiatan dan upaya
PASAL 28 H AYAT 1 UUD 1945
meningkatkan derajat
Kesehatan masyarakat yang
PASAL 34 AYAT 3 UUD 1945
setinggi tingginya dilaksanakan
berdasarkan prinsip
KESEHATAN MERUPAKAN HAK nondiskriminatif, partisipatif,
ASASI MANUSIA DAN SALAH SATU
UNSUR KESEJAHTERAAN YANG perlindungan dan
HARUS DIWUJUDKAN SESUAI berkelanjutan yang sangat
DENGAN CITA CITA BANGSA
penting artinya bagi
INDONESIA SEBAGAIMANA
DIMAKSUD DALAM PANCASILA DAN pembentukan sumber daya
PEMBUKAAN UUD 1945.
manusia Indonesia,
peningkatan ketahanan dan
daya saing bangsa, serta
pembangunan nasional

8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 15
UU no. 29 tahun 2004 ttg praktik kedokteran pasal 52
• Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang Tindakan
medis
• Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain
• Mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan
• Menolak Tindakan medis
• Mendapatkan isi rekam medis

8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 16
Permenkes No. 4 tahun 2018 pasal 32
• Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi;
• Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional ;
• Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi;
• Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
• Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya;
8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 17
Permenkes No. 4 tahun 2018 pasal 32
• Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;\
• Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
• Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
• Menggugat dan/atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
baik secara perdata ataupun pidana; dan

8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 18
UU no. 29 tahun 2004 ttg praktik kedokteran pasal 53
• Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya
• Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi
• Mematuhi ketentuan yang berlaku di saran Kesehatan
• Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima

8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 19
Permenkes No. 4 tahun 2018 pasal 26
• Memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai dengan
kemampuan dan penegetahuannya tentang masalah kesehatannya
• Mematuhi rencana terapi yang direkomendaasikan oleh tenaga kesehatan di
rumah sakit dan disetujui oleh pasien yang bersangkutan setelah
mendapatkan penjelasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
• Menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak
rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan dan/atau tidak
mematuhi petunjuk yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk
penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan
• Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 20
Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya

UU No. 29 tahun 2004 pasal 51


Ayat 1 Dalam keadaan gawat darurat, untuk penyelamatan jiwa
pasien dan atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan
Tindakan kedokteran

Ayat 2 keputusan untuk melakukan Tindakan kedokteran


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diputuskan oleh dokter atau
dokter gigi dan dicatat di dalam rekam medik

Ayat 3 dalam hal dilakukannya Tindakan kedokteran sebagaimana


dimaksud ayat 1 dokter atau dokter gigi wajib memberikan
penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah pasien sadar
atau kepada keluarga terdekat

Permenkes
8/ 03/ 20X X No. 290 Tahun 2008 pasal 4
P IT CH D E C K
21
Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan Kesehatan, baik
pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan Kesehatan
bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih
dahulu

UU no. 36 tahun 2009 Pasal 32 ayat 1

Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan Kesehatan, baik


pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/ atau
meminta uang muka.

UU no. 36 tahun 2009 Pasal 32 ayat 2

Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan


kemampuan pelayanannya

UU no. 44 tahun 2009 Pasal 29 ayat 1


8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 22
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional

UU No. 29 tahun 2004 pasal 50

b. Menerima imbalan jasa pelayanan…


f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan
pelayanan Kesehatan

UU No. 44 pasal 30 ayat 2

8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 23
Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya

Pasal 29 ayat 1 UU no. 44 tahun 2009

2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak


berlaku bagi tenaga Kesehatan yang melakukan tindakanan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat

UU No. 36 tahun 2009 pasal 58 ayat 2

8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 24
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan
yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan
pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

UU No. 36 tahun 2009 pasal 190 ayat 1

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

UU No. 36 tahun 2009 pasal 190 ayat 2


8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 25
PERMENKES NO. 1 TAHUN 2012

Pasal 13
Perujuk sebelum melakukan rujukan harus:
a. melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi
pasien sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk
tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan;
b. melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan
bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan
pasien gawat darurat; dan
c. membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima
rujukan.
Pasal 14
Dalam komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, penerima
rujukan berkewajiban:
a. menginformasikan mengenai ketersediaan sarana dan prasarana serta
kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan; dan
b. memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien.
8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 26
PERMENKES NO. 1 TAHUN 2012

Pasal 15
Surat pengantar rujukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c
sekurang-kurangnya memuat:
a. identitas pasien;
b. hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang) yang telah dilakukan;
c. diagnosis kerja;
d. terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan;
e. tujuan rujukan; dan
f. nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan.

8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 27
PERMENKES NO. 1 TAHUN 2012
Pasal 16
(1) Transportasi untuk rujukan dilakukan sesuai dengan kondisi pasien dan
ketersediaan sarana transportasi.
(2) Pasien yang memerlukan asuhan medis terus menerus harus dirujuk
dengan ambulans dan didampingi oleh tenaga kesehatan yang
kompeten.
(3) Dalam hal tidak tersedia ambulans pada fasilitas pelayanan kesehatan
perujuk, rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan
dengan menggunakan alat transportasi lain yang layak.

Pasal 17
(1) Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh
penerima rujukan.
(2) Penerima rujukan bertanggung jawab untuk melakukan pelayanan
kesehatan lanjutan sejak menerima rujukan.
(3) Penerima rujukan wajib memberikan informasi kepada perujuk
mengenai perkembangan keadaan pasien setelah selesai memberikan
pelayanan.
8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 28
Tenaga medis dalam memberikan HUKUM KESEHATAN
pelayanan Kesehatan kegawatdaruratan K
S
O
dilindungi oleh hukum dengan tetap M
U
M
P
memahami dan menerapkan kaedah etik E
B
E
T R
dan legal sehingga bisa mencegah tuntutan E D
N A
hukum dari pasien atau keluarga pasien S Y
A
I

KODE ETIK KEDOKTERAN

SUMPAH DOKTER

8/ 03/ 20X X P IT C H D E C K 29
DADANG ARIF PRABOWO

8/ 03/ 20X X P IT CH D E C K 30

Anda mungkin juga menyukai