155/PMK.04/2022
Pasal 5
● Kewajiban untuk menyampaikan Pemberitahuan Pabean Ekspor tidak berlaku atas
Ekspor berupa:
a. barang pribadi penumpang;
b. barang awak sarana pengangkut;
c. barang pelintas batas; atau
d. barang kiriman dengan berat tidak melebihi 30 (tiga puluh) kilogram.
Pasal 7
● Konsolidator dapat melaksanakan kegiatan Konsolidasi setelah mendapatkan
penetapan sebagai Konsolidator oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
● Untuk mendapatkan penetapan sebagai Konsolidator pengusaha mengajukan
permohonan penetapan sebagai Konsolidator kepada Kepala Kantor Pabean.
● Pengajuan paling sedikit memuat data mengenai :
a. identitas penanggung jawab;
b. badan pengusaha pengelola;
c. lokasi dan denah gudang dan/atau lapangan Konsolidasi; dan
d. ukuran luas dan/atau daya tampung (volume) serta batas gudang dan/atau
lapangan Konsolidasi.
● Permohonan disampaikan secara elektronik melalui SKP dan dilampiri dengan:
a. nomor induk berusaha;
b. surat kepemilikan atau surat kontrak sewa dan denah lokasi gudang dan/ atau
lapangan Konsolidasi;
c. denah atau tata letak yang menunjukkan luas dan/atau daya tampung (volume)
serta batas gudang· dan/ atau lapangan Konsolidasi;
d. perizinan berusaha lainnya yang dipersyaratkan oleh instansi lain;
e. surat pernyataan bermaterai yang menyatakan telah menyelenggarakan
pembukuan; dan
f. sertifikat ahli kepabeanan.
● Penetapan diberikan dalam hal pengusaha telah memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. menyelenggarakan pembukuan;
b. menyediakan ruang kerja untuk Pejabat Bea dan Cukai;
c. mempunyai pegawai yang berkualifikasi ahli kepabeanan;
d. mempunyai batas lokasi yang jelas;
e. mempunyai batas dan pintu keluar/masuk area usaha yang dimintakan
penetapan sebagai lokasi gudang dan/atau lapangan Konsolidasi; dan
f. mempunyai tempat untuk kegiatan pemuatan (stuffing).
Pasal 8
● Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap permohonan penetapan sebagai
Konsolidator.
● Dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut dalam penelitian Kepala Kantor Pabean
dapat meminta:
a. keterangan;
b. dokumen; dan/ atau
c. bukti tambahan.
● Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan
paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung setelah:
a. permohonan diterima secara lengkap; atau
b. keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diterima secara lengkap.
● Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2):
a. disetujui, Kepala Kantor Pabean menerbitkan keputusan mengenai penetapan
sebagai Konsolidator;
b. ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat pemberitahuan penolakan
dengan menyebutkan alasan penolakan.
● Keputusan mengenai penetapan sebagai Konsolidator berlaku:
a. selama 5 (lima) tahun; atau
b. sampai dengan berakhirnya masa penguasaan, dalam hal masa penguasaan
kurang dari 5 (lima) tahun.
● Keputusan mengenai penetapan sebagai Konsolidator dapat dilakukan perpanjangan
dengan mengajukan permohonan perpanjangan penetapan Konsolidator paling lambat
5 (lima) hari kerja sebelum masa berlaku penetapan berakhir.
Pasal 9
● Eksportir yang bertanggung jawab atas Konsolidasi harus memberitahukan kepada
Kantor Pabean pemuatan tentang:
a. perusahaan yang barang ekspornya akan dikonsolidasikan; dan/atau
b. perubahan atas data perusahaan yang barang ekspornya akan dikonsolidasikan.
Pasal 12
● Penelitian dokumen dilakukan oleh SKP dan/atau Pejabat Bea dan Cukai setelah
Pemberitahuan Pabean Ekspor diajukan ke Kantor Pabean.
● Penelitian dokumen meliputi:
a. kelengkapan pengisian data Pemberitahuan Pabean Ekspor dan dokumen
pelengkap pabean yang diwajibkan;
b. kebenaran perhitungan Bea Keluar yang tercantum dalam bukti pelunasan Bea
Keluar dalam hal Barang Ekspor dikenakan Bea Keluar;
c. pemenuhan ketentuan umum di bidang Ekspor; dan
d. pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan.
● Dokumen pelengkap pabean berupa:
a. invoice;
b. packing list;
c. bill of lading/ airway bill; dan
d. dokumen pelengkap lainnya, yang diwajibkan sebagai pemenuhan ketentuan
di bidang Ekspor.
● Eksportir harus melengkapi data bill of lading/ airway bill pada Pemberitahuan
Pabean Ekspor paling lama 3 (tiga) hari sejak keberangkatan sarana pengangkut
menuju ke luar Daerah Pabean.
● Bukti pelunasan Bea Keluar merupakan bukti bayar Bea Keluar.
Pasal 13
● Pemeriksaan fisik barang dilakukan terhadap:
a. Barang Ekspor yang akan diimpor kembali;
b. Barang Ekspor yang pada saat impornya ditujukan untuk diekspor kembali;
c. Barang Ekspor yang mendapat fasilitas:
1. kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan;
2. kemudahan impor tujuan ekspor pengembalian; dan/atau ·
3. kemudahan impor tujuan ekspor industri kecil dan menengah.
d. Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar;
e. Barang Ekspor yang berdasarkan rekomendasi dari kementerian/lembaga
terkait atau unit internal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri;
f. Barang Ekspor yang berdasarkan hasil analisis dari unit pengawasan yang
menunjukkan adanya indikasi yang kuat akan terjadi pelanggaran atau telah
terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
g. Barang Ekspor selain sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan
huruf f yang ditetapkan berdasarkan manajemen risiko.
Pasal 16
● Pemuatan Barang Ekspor ke sarana pengangkut dilakukan setelah mendapat
persetujuan, dengan menggunakan:
a. dokumen pelayanan Ekspor;
b. dokumen Konsolidasi Barang Ekspor dan dokumen pelayanan Ekspor, dalam
hal Barang Ekspor merupakan barang Konsolidasi; atau
c. permohonan pemuatan Ekspor barang curah yang telah diberikan persetujuan
oleh Kepala Kantor Pabean pemuatan, dalam hal menggunakan prosedur
Ekspor barang curah.
Pasal 17
● Pemuatan Barang Ekspor di tempat lain di luar Kawasan Pabean dapat diberikan
antara lain dalam hal:
a. tidak tersedia Kawasan Pabean;
b. Barang Ekspor tersebut bersifat khusus dengan memperhatikan sifat, ukuran,
dan/ atau bentuknya yang menyebabkan tidak dapat dimuat di Kawasan
Pabean;
c. sarana pengangkut tidak dapat sandar langsung ke dermaga;
d. adanya kendala teknis di Kawasan Pabean, seperti tidak tersedianya atau
kerusakan alat untuk melakukan pemuatan; dan/ atau
e. pertimbangan lainnya dengan memperhatikan optimalisasi pelayanan dan/atau
pengawasan Ekspor.
● Permohonan untuk melakukan pemuatan di tempat lain di luar Kawasan Pabean
diajukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum pemuatan dengan melampirkan
dokumen pendukung berupa:
a. shipping instruction/shipping order; dan
b. denah lokasi pemuatan dan tata letak (layout) tempat pemuatan di tempat lain.
● Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan
paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dan
benar.
Pasal 2
1. Terhitung sejak tanggal 14 Juli 2022:
1) Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Penduduk menggunakan Nomor
Induk Kependudukan; dan
2) Wajib Pajak orang pribadi bukan Penduduk, Wajib Pajak Badan, dan Wajib
Pajak Instansi Pemerintah menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan
format 16 (enam belas) digit, sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Penduduk dan Wajib Pajak orang pribadi
bukan Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk Wajib Pajak
Warisan Belum Terbagi.
3. Selain dipergunakan untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya, Wajib Pajak juga menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kepentingan administrasi yang
diselenggarakan oleh pihak lain selain Direktorat Jenderal Pajak yang mensyaratkan
penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak.
4. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Penduduk, Direktur Jenderal Pajak
memberikan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan mengaktivasi Nomor Induk
Kependudukan:
a. berdasarkan permohonan pendaftaran Wajib Pajak; atau
b. secara jabatan.
5. Bagi Wajib Pajak orang pribadi bukan Penduduk, Wajib Pajak Badan, dan Wajib
Pajak instansi Pemerintah, Direktur Jenderal Pajak memberikan Nomor Pokok Wajib
Pajak dengan format 16 (enam belas) digit:
a. berdasarkan permohonan pendaftaran Wajib Pajak; atau
b. secara jabatan.
6. Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) digunakan pada
layanan administrasi perpajakan secara terbatas sampai dengan tanggal 31 Desember
2023.
Pasal 7
1. Wajib Pajak orang pribadi bukan Penduduk, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak
Instansi Pemerintah yang telah terdaftar dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
dengan format 15 (lima belas) digit sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku,
menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan format 16 (enam belas) digit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat ( 1).
2. Nomor Pokok Wajib Pajak dengan format 16 (enam belas) digit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menambahkan angka 0 (nol) di depan
Nomor Pokok Wajib Pajak dengan format 15 (lima belas) digit.
3. Dalam penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan format 16 (enam belas) digit,
Direktur Jenderal Pajak menyampaikan permintaan klarifikasi kepada:
a. Wajib Pajak orang pribadi bukan Penduduk, berupa:
1. data alamat pos elektronik dan nomor telepon seluler;
2. data alamat tempat tinggal Wajib Pajak berdasarkan keadaan yang
sebenarnya;
3. data Klasifikasi Lapangan Usaha; dan
4. data unit keluarga;
b. Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah, berupa:
1. data alamat pos elektronik dan nomor telepon seluler;
2. data alamat tempat kedudukan Wajib Pajak berdasarkan keadaan yang
sebenarnya; dan
3. data Klasifikasi Lapangan Usaha.
Penyampaian tanggapan berupa persetujuan dan perubahan data dilakukan oleh Wajib Pajak
melalui:
a. laman Direktorat Jenderal Pajak;
b. alamat pos elektronik Wajib Pajak;
c. contact center Direktorat Jenderal Pajak; dan/ atau
d. saluran lainnya yang ditentukan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 11
1. Terhitung sejak tanggal 1 Januari 2024:
a. Wajib Pajak menggunakan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor
Pokok Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan format 16 (enam
belas) digit dalam layanan administrasi yang diselenggarakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak dan pihak lain;
b. Wajib Pajak menggunakan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha sebagai
identitas tempat kegiatan usaha yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat
kedudukan; dan
c. pihak lain yang menyelenggarakan layanan administrasi yang mencantumkan
Nomor Pokok Wajib Pajak harus menggunakan Nomor Induk Kependudukan
sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan
format 16 (enam belas) digit dalam layanan dimaksud.
2. Layanan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf c terdiri atas:
a. layanan pencairan dana pemerintah;
b. layanan ekspor dan impor;
c. layanan perbankan dan sektor keuangan lainnya;
d. layanan pendirian badan usaha dan perizinan berusaha;
e. layanan administrasi pemerintahan selain yang diselenggarakan Direktorat
Jenderal Pajak; dan
f. layanan lain yang mensyaratkan penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak.
PMK 144/2022
Tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk
Kementerian Keuangan menerbitkan aturan terbaru terkait dengan nilai pabean untuk
penghitungan bea masuk. Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) No. 144/2022. PMK 144/2022 mengenai nilai pabean untuk penghitungan bea masuk
itu merevisi PMK sebelumnya, yaitu PMK 160/2010 s.t.d.t.d PMK 62/2018. Untuk lebih
memberikan kepastian hukum dalam rangka penetapan nilai pabean perlu melakukan
penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai nilai pabean, bunyi salah satu pertimbangan
PMK 144/2022. Nilai Pabean untuk penghitungan Bea Masuk ditentukan berdasarkan nilai
transaksi dari barang impor yang bersangkutan, sepanjang barang impor tersebut berasal dari
suatu transaksi jual beli dan nilai transaksi dimaksud memenuhi persyaratan tertentu.
Merujuk pada Pasal 2 PMK 144/2022, nilai pabean merupakan nilai transaksi dari barang
impor yang bersangkutan yang memenuhi syarat tertentu. Nilai Pabean tersebut merupakan
nilai Pabean yang merujuk pada Pasal 2 yaitu International Commercial Terms (incoterms)
cost, insurance, dan freight (CIF). Jika nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak
dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi maka nilai pabean akan ditentukan berdasarkan
nilai transaksi barang identik, nilai transaksi barang berupa yang merujuk pada pasal Pasal 3
- Metode deduksi (Metode Penentuan Nilai Pabean Barang Impor berdasarkan harga
satuan yang terjadi dari penjualan oleh Importir di pasar dalam Daerah Pabean)
- Metode komputasi (Metode Penentuan Nilai Pabean dengan cara menjumlahkan
unsur pembentuk nilai pabean dari barang Impor yang bersangkutan)
- Metode Pengulangan (Fallback Method)
Pasal 6
● Biaya dan/atau nilai yang harus ditambahkan pada nilai transaksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), harus:
a. berdasarkan Bukti Nyata atau Data yang Objektif dan Terukur
b. belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya
dibayar.
● Biaya dan/atau nilai selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), tidak
ditambahkan dalam nilai transaksi.
Pasal 7
● Nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat diterima sebagai
nilai pabean sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. tidak terdapat pembatasan atas pemanfaatan atau pemakaian barang impor selain
pembatasan yang:
1. diberlakukan oleh peraturan perundang undangan yang berlaku di dalam
Daerah Pabean;
2. membatasi wilayah geografis tempat penjualan kembali barang yang
bersangkutan
3. tidak mempengaruhi nilai barang secara substansial;
b. tidak terdapat persyaratan atau pertimbangan yang diberlakukan terhadap transaksi
atau nilai barang impor yang mengakibatkan nilai barang impor yang bersangkutan
tidak dapat ditentukan nilai pabeannya
c. tidak terdapat proceeds sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf d yang
harus diserahkan oleh Pembeli kepada Penjual, kecuali proceeds tersebut dapat
ditambahkan pada harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar
d. tidak terdapat hubungan antara Penjual dan Pembeli, yang mempengaruhi harga
barang.
Pasal 8
Dalam hal biaya transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf e belum
termasuk dalam nilai transaksi dan Bukti Nyata atau Data yang Objektif dan Terukur
mengenai besaran biaya transportasi tidak tersedia, besaran biaya transportasi yang
digunakan dalam penentuan nilai pabean ditentukan sebagai berikut:
1. Pengangkutan melalui laut:
a. 5% (lima persen) dari nilai free on board (FOB) untuk barang yang berasal
dari ASEAN
b. 10% (sepuluh persen) dari nilai free on board (FOB) untuk barang yang
berasal dari Asia-non ASEAN dan Australia
c. 15% (lima belas persen) dari nilai free on board (FOB) untuk barang yang
berasal dari negara selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2
2. Pengangkutan melalui udara ditentukan berdasarkan tarif international air transport
association (IATA).
Pasal 9
● Dalam hal biaya asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf g
belum termasuk dalam nilai transaksi dan Bukti Nyata atau Data yang Objektif dan
Terukur mengenai besaran biaya asuransi tidak tersedia, besaran biaya asuransi yang
digunakan dalam penentuan nilai pabean sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari
nilai cost and.freight (CFR).
● Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) jenis barang dalam 1 (satu) pemberitahuan
pabean impor, besaran biaya asuransi untuk setiap jenis barang ditentukan dengan
cara sebagai berikut:
a. perbandingan antara berat atau volume barang dimaksud dengan berat atau
volume keseluruhan barang, dikalikan besaran keseluruhan biaya asuransi
b. dalam hal penentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak dapat
dilakukan, ditentukan berdasarkan perbandingan antara harga barang
dimaksud dengan harga keseluruhan barang, dikalikan besaran keseluruhan
biaya asuransi.
● Dalam hal biaya asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf g
ditutup di dalam Daerah Pabean dengan didasarkan Bukti Nyata atau Data yang
Objektif dan Terukur, besaran biaya asuransi yang digunakan dalam penentuan nilai
pabean dianggap 0 (nol).
Pasal 20
Metode pengulangan (fallback method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, tidak
diizinkan dengan mendasarkan pada:
a. harga jual barang produksi dalam negeri
b. suatu sistem yang menentukan nilai yang lebih tinggi apabila terdapat dua atau lebih
alternatif nilai pembanding
c. harga barang di negara pengekspor;
d. biaya produksi, selain nilai yang dihitung berdasarkan metode komputasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 yang telah ditentukan untuk Barang Identik
atau Barang Serupa
e. harga barang yang diekspor ke suatu negara selain ke dalam Daerah Pabean
f. harga patokan
g. nilai yang ditetapkan dengan sewenang-wenang atau fiktif.
Berdasarkan BAB IV Bagian Kesatu dalam Penentuan Nilai Pabean oleh Importir atau
Pemilik Barang
Bagian Kesatu Pasal 21
● Importir atau Pemilik Barang menentukan secara mandiri nilai pabean untuk
penghitungan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
● Penentuan nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan faktor yang menentukan nilai transaksi
barang impor yang bersangkutan, berupa:
a. objek suatu transaksi jual beli
b. persyaratan diterimanya nilai transaksi sebagai nilai pabean sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat ( 1);
c. unsur biaya dan/atau nilai yang harus ditambahkan pada nilai transaksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dan Pasal 5 ayat (5); dan
d. unsur biaya dan/atau nilai yang tidak ditambahkan atau dikurangkan pada nilai
transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dan Pasal 5 ayat (7).
● Penentuan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus
berdasarkan Bukti Nyata atau Data yang Objektif dan Terukur serta memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
● Selain menentukan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Importir atau
Pemilik Barang menentukan secara mandiri nilai impor untuk penghitungan pajak
dalam rangka impor berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Bagian Kesatu Pasal 22
● Importir atau Pemilik Barang menentukan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi
barang impor yang bersangkutan apabila nilai transaksi memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7.
● Dalam hal nilai transaksi tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7, Importir atau Pemilik Barang menentukan nilai pabean
berdasarkan nilai transaksi Barang Identik sampai dengan metode pengulangan
(fallback method) yang diterapkan secara berurutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (6).
● Importir atau Pemilik Barang menentukan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berdasarkan Bukti Nyata atau Data yang Objektif dan Terukur yang
dimilikinya.