Anda di halaman 1dari 20

Ketentuan Kepabeanan di Bidang Ekspor

155/PMK.04/2022

Menetapkan dalam Bab 2 Pasal 2 Pemberitahuan Pabean Ekspor


● Menjelaskan kewajiban
● Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan ke Kantor Pabean dengan
menggunakan Pemberitahuan Pabean Ekspor.
● Kewajiban untuk memberitahukan ke Kantor Pabean dengan menggunakan
Pemberitahuan Pabean Ekspor berlaku terhadap Ekspor:
a. Barang yang pada saat impornya telah diberitahukan sebagai impor sementara
b. Barang yang akan diimpor kembali, sehingga pada saat impornya dapat
diperlakukan sebagai barang impor kembali
c. Barang yang dikenakan Bea Keluar melebihi batas pengecualian pengenaan
Bea Keluar sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
● Pemberitahuan Pabean Ekspor dapat digunakan:
a. Untuk setiap pengeksporan atau
b. Secara Berkala
● Penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor secara berkala dilakukan atas Ekspor
barang berupa:
a. Tenaga Listrik
b. Barang Cair
c. Gas, yang pengangkutannya dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa
● Penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor secara berkala dilaksanakan dengan
periode paling lama 1 (satu) bulan.
● Pemberitahuan Pabean Ekspor disampaikan oleh Eksportir atau kuasanya melalui
SKP ke Kantor Pabean pemuatan:
a. Paling cepat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal perkiraan ekspor
b. Paling lambat sebelum barang dimasukkan ke Kawasan Pabean di tempat
pemuatan.
● Pemberitahuan Pabean Ekspor dapat disampaikan paling lambat sebelum
keberangkatan sarana pengangkut atas ekspor :
a. Barang Curah
b. Kendaraan bermotor bentuk jadi (Completely Built Up) tanpa peti kemas
c. Barang yang pembuatannya dilakukan di luar Kawasan Pabean dengan izin
kepala Kantor Pabean.
● Dalam hal pengurusan Pemberitahuan Pabean Ekspor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dilakukan sendiri, Eksportir dapat menguasakannya kepada PPJK.

Pasal 5
● Kewajiban untuk menyampaikan Pemberitahuan Pabean Ekspor tidak berlaku atas
Ekspor berupa:
a. barang pribadi penumpang;
b. barang awak sarana pengangkut;
c. barang pelintas batas; atau
d. barang kiriman dengan berat tidak melebihi 30 (tiga puluh) kilogram.

Menetapkan dalam Bab 3 Pasal 6 Konsolidasi Barang Ekspor


Pasal 6
● Terhadap barang ekspor yang dapat dikonsolidasikan, pemeriksaan fisik dapat
dilakukan sebelum barang dikonsolidasikan. Konsolidasi terhadap:
a. Barang Ekspor dari tempat penimbunan berikat;
b. Barang Ekspor yang pada saat impornya mendapat" fasilitas pembebasan atau
fasilitas pengembalian bea masuk;
c. Barang Ekspor yang akan diimpor kembali; atau
d. Barang re-ekspor, dilakukan pengawasan pada saat pemasukan barang ke
dalam peti kemas.
● Pihak yang melakukan konsolidasi diantaranya :
a. Konsolidator;
b. Eksportir yang melakukan sendiri Konsolidasi barang ekspornya; atau
c. Eksportir dalam satu kelompok perusahaan (holding company).
● Konsolidasi dapat dilakukan diluar Kawasan Pabean.
● Terhadap Barang Ekspor yang berada di gudang atau lapangan Konsolidasi, dapat
dilakukan kegiatan kekarantinaan sebelum Barang ekspor dikonsolidasikan.
● Pada saat pemasukan Barang Ekspor ke Kawasan Pabean, Barang Ekspor basil
Konsolidasi harus diberitahukan oleh pihak yang melakukan konsolidasi ke Kantor
Pabean dengan menggunakan pemberitahuan Konsolidasi Barang Ekspor.
● Barang Ekspor yang telah diajukan Pemberitahuan Pabean Ekspor dapat:
a. Dikeluarkan dari gudang atau lapangan Konsolidator untuk dibatalkan
ekspornya setelah dilakukan pembatalan Pemberitahuan Pabean Ekspor
b. Diekspor melalui Konsolidator lainnya, setelah dilakukan pembatalan
pemberitahuan Konsolidasi Barang Ekspor.
● Dalam hal Barang Ekspor dari tempat penimbunan berikat atau mendapat fasilitas
pembebasan dan/atau fasilitas pengembalian bea masuk pada saat impornya, status
pembatalan Pemberitahuan Pabean Ekspor disampaikan ke Kantor Pabean pengawas
melalui SKP.

Pasal 7
● Konsolidator dapat melaksanakan kegiatan Konsolidasi setelah mendapatkan
penetapan sebagai Konsolidator oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
● Untuk mendapatkan penetapan sebagai Konsolidator pengusaha mengajukan
permohonan penetapan sebagai Konsolidator kepada Kepala Kantor Pabean.
● Pengajuan paling sedikit memuat data mengenai :
a. identitas penanggung jawab;
b. badan pengusaha pengelola;
c. lokasi dan denah gudang dan/atau lapangan Konsolidasi; dan
d. ukuran luas dan/atau daya tampung (volume) serta batas gudang dan/atau
lapangan Konsolidasi.
● Permohonan disampaikan secara elektronik melalui SKP dan dilampiri dengan:
a. nomor induk berusaha;
b. surat kepemilikan atau surat kontrak sewa dan denah lokasi gudang dan/ atau
lapangan Konsolidasi;
c. denah atau tata letak yang menunjukkan luas dan/atau daya tampung (volume)
serta batas gudang· dan/ atau lapangan Konsolidasi;
d. perizinan berusaha lainnya yang dipersyaratkan oleh instansi lain;
e. surat pernyataan bermaterai yang menyatakan telah menyelenggarakan
pembukuan; dan
f. sertifikat ahli kepabeanan.
● Penetapan diberikan dalam hal pengusaha telah memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. menyelenggarakan pembukuan;
b. menyediakan ruang kerja untuk Pejabat Bea dan Cukai;
c. mempunyai pegawai yang berkualifikasi ahli kepabeanan;
d. mempunyai batas lokasi yang jelas;
e. mempunyai batas dan pintu keluar/masuk area usaha yang dimintakan
penetapan sebagai lokasi gudang dan/atau lapangan Konsolidasi; dan
f. mempunyai tempat untuk kegiatan pemuatan (stuffing).

Pasal 8
● Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap permohonan penetapan sebagai
Konsolidator.
● Dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut dalam penelitian Kepala Kantor Pabean
dapat meminta:
a. keterangan;
b. dokumen; dan/ atau
c. bukti tambahan.
● Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan
paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung setelah:
a. permohonan diterima secara lengkap; atau
b. keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diterima secara lengkap.
● Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2):
a. disetujui, Kepala Kantor Pabean menerbitkan keputusan mengenai penetapan
sebagai Konsolidator;
b. ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat pemberitahuan penolakan
dengan menyebutkan alasan penolakan.
● Keputusan mengenai penetapan sebagai Konsolidator berlaku:
a. selama 5 (lima) tahun; atau
b. sampai dengan berakhirnya masa penguasaan, dalam hal masa penguasaan
kurang dari 5 (lima) tahun.
● Keputusan mengenai penetapan sebagai Konsolidator dapat dilakukan perpanjangan
dengan mengajukan permohonan perpanjangan penetapan Konsolidator paling lambat
5 (lima) hari kerja sebelum masa berlaku penetapan berakhir.
Pasal 9
● Eksportir yang bertanggung jawab atas Konsolidasi harus memberitahukan kepada
Kantor Pabean pemuatan tentang:
a. perusahaan yang barang ekspornya akan dikonsolidasikan; dan/atau
b. perubahan atas data perusahaan yang barang ekspornya akan dikonsolidasikan.

Pasal 12
● Penelitian dokumen dilakukan oleh SKP dan/atau Pejabat Bea dan Cukai setelah
Pemberitahuan Pabean Ekspor diajukan ke Kantor Pabean.
● Penelitian dokumen meliputi:
a. kelengkapan pengisian data Pemberitahuan Pabean Ekspor dan dokumen
pelengkap pabean yang diwajibkan;
b. kebenaran perhitungan Bea Keluar yang tercantum dalam bukti pelunasan Bea
Keluar dalam hal Barang Ekspor dikenakan Bea Keluar;
c. pemenuhan ketentuan umum di bidang Ekspor; dan
d. pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan.
● Dokumen pelengkap pabean berupa:
a. invoice;
b. packing list;
c. bill of lading/ airway bill; dan
d. dokumen pelengkap lainnya, yang diwajibkan sebagai pemenuhan ketentuan
di bidang Ekspor.
● Eksportir harus melengkapi data bill of lading/ airway bill pada Pemberitahuan
Pabean Ekspor paling lama 3 (tiga) hari sejak keberangkatan sarana pengangkut
menuju ke luar Daerah Pabean.
● Bukti pelunasan Bea Keluar merupakan bukti bayar Bea Keluar.

Pasal 13
● Pemeriksaan fisik barang dilakukan terhadap:
a. Barang Ekspor yang akan diimpor kembali;
b. Barang Ekspor yang pada saat impornya ditujukan untuk diekspor kembali;
c. Barang Ekspor yang mendapat fasilitas:
1. kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan;
2. kemudahan impor tujuan ekspor pengembalian; dan/atau ·
3. kemudahan impor tujuan ekspor industri kecil dan menengah.
d. Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar;
e. Barang Ekspor yang berdasarkan rekomendasi dari kementerian/lembaga
terkait atau unit internal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri;
f. Barang Ekspor yang berdasarkan hasil analisis dari unit pengawasan yang
menunjukkan adanya indikasi yang kuat akan terjadi pelanggaran atau telah
terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
g. Barang Ekspor selain sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan
huruf f yang ditetapkan berdasarkan manajemen risiko.

Pasal 16
● Pemuatan Barang Ekspor ke sarana pengangkut dilakukan setelah mendapat
persetujuan, dengan menggunakan:
a. dokumen pelayanan Ekspor;
b. dokumen Konsolidasi Barang Ekspor dan dokumen pelayanan Ekspor, dalam
hal Barang Ekspor merupakan barang Konsolidasi; atau
c. permohonan pemuatan Ekspor barang curah yang telah diberikan persetujuan
oleh Kepala Kantor Pabean pemuatan, dalam hal menggunakan prosedur
Ekspor barang curah.

Pasal 17
● Pemuatan Barang Ekspor di tempat lain di luar Kawasan Pabean dapat diberikan
antara lain dalam hal:
a. tidak tersedia Kawasan Pabean;
b. Barang Ekspor tersebut bersifat khusus dengan memperhatikan sifat, ukuran,
dan/ atau bentuknya yang menyebabkan tidak dapat dimuat di Kawasan
Pabean;
c. sarana pengangkut tidak dapat sandar langsung ke dermaga;
d. adanya kendala teknis di Kawasan Pabean, seperti tidak tersedianya atau
kerusakan alat untuk melakukan pemuatan; dan/ atau
e. pertimbangan lainnya dengan memperhatikan optimalisasi pelayanan dan/atau
pengawasan Ekspor.
● Permohonan untuk melakukan pemuatan di tempat lain di luar Kawasan Pabean
diajukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum pemuatan dengan melampirkan
dokumen pendukung berupa:
a. shipping instruction/shipping order; dan
b. denah lokasi pemuatan dan tata letak (layout) tempat pemuatan di tempat lain.
● Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan
paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dan
benar.

Bagian Ketiga tentang Pemuatan atas Ekspor Barang Curah


Pasal 19
● Pemuatan Barang Ekspor dengan menggunakan prosedur Ekspor barang curah
dilakukan dengan mengajukan:
a. permohonan pemuatan Ekspor barang curah; dan
b. Pemberitahuan Pabean Ekspor setelah selesai pemuatan, sebelum
keberangkatan sarana pengangkut.
● Permohonan disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean dengan melampirkan
dokumen pendukung berupa:
a. shipping instruction/ shipping order,
b. invoice; dan
c. packing list.
● Dalam rangka pengawasan pemuatan Barang Ekspor Curah, Pejabat Bea dan Cukai
dapat meminta dokumen pemuatan Barang Ekspor Curah kepada Eksportir.
● Dalam hal terdapat permintaan oleh Pejabat Bea dan Cukai, Eksportir wajib
menyampaikan dokumen pemuatan berupa:
a. stowage plan;
b. ship particulars; atau
c. time sheet.
● Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau penolakan atas
permohonan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara
lengkap dan benar.
Bagian Kelima tentang Penimbunan Barang Ekspor
Pasal 21
● Jangka waktu penimbunan Barang Ekspor di:
a. TPS, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai TPS; atau
b. Tempat Penimbunan Lainnya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal
Pemberitahuan Pabean Ekspor.

Menetapkan dalam Bab 8 Rekonsiliasi Ekspor


Pasal 24
● Rekonsiliasi dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. mencocokkan elemen data dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Ekspor
dengan pemberitahuan pabean keberangkatan sarana pengangkut; atau
b. mencocokkan elemen data dalam dokumen pemberitahuan Konsolidasi
Barang Ekspor dengan pemberitahuan pabean keberangkatan sarana
pengangkut dalam hal merupakan Ekspor Konsolidasi.
● Dalam hal pengangkutan Barang Ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut,
rekonsiliasi dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. mencocokkan elemen data dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Ekspor,
atau pemberitahuan Konsolidasi Barang Ekspor dengan pemberitahuan pabean
keberangkatan sarana pengangkut pertama sebagai rekonsiliasi awal;
b. mencocokkan elemen data kelompok pos pada dokumen inward manifest dan
outward manifest yang diberitahukan pada setiap Kantor Pabean transit; dan
c. mencocokkan elemen data dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Ekspor,
atau pemberitahuan Konsolidasi Barang Ekspor dengan pemberitahuan pabean
keberangkatan sarana pengangkut yang menuju ke luar Daerah Pabean sebagai
rekonsiliasi final.
● Rekonsiliasi dilakukan oleh SKP dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja
terhitung setelah keberangkatan sarana pengangkut yang tercantum dalam
pemberitahuan pabean keberangkatan sarana pengangkut yang akan menuju ke luar
Daerah Pabean.
● SKP dan/ atau Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan notifikasi status rekonsiliasi
kepada:
a. Eksportir atau kuasanya;
b. Konsolidator; dan
c. pengangkut yang bersangkutan.

Menetapkan dalam BAB 9 tentang Pembetulan dan Pembatalan Data Pemberitahuan


Pabean Ekspor
Pasal 25
● Pembetulan data Pemberitahuan Pabean Ekspor berupa data mengenai jumlah barang
atas Barang Ekspor yang diangkut dengan pesawat udara selain Barang Ekspor dapat
dilayani paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal keberangkatan sarana
pengangkut, sepanjang pembetulan data tersebut disebabkan karena adanya perbedaan
data dalam Pemberitahuan Pabean Ekspor dengan hasil penimbangan yang dilakukan
oleh pengangkut.
● Pembetulan data Pemberitahuan Pabean Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang berupa data mengenai nilai free on board (FOB) dan jenis valuta dapat dilakukan
paling lama:
a. 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak tanggal Pemberitahuan Pabean
Ekspor didaftarkan atas Ekspor minyak dan gas bumi, dan bahan bakar
minyak; atau
b. 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Pemberitahuan Pabean Ekspor
didaftarkan atas Ekspor selain minyak dan gas bumi, dan bahan_ bakar
minyak.
Aturan Baru tentang NPWP
PMK Nomor 112/PMK.03/2022

Berdasarkan PMK tersebut, terdapat tiga format baru NPWP, diantaranya :


● Pertama, untuk wajib pajak orang pribadi (WP OP) yang merupakan penduduk
menggunakan NIK. Penduduk adalah warga Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia.
● Kedua, bagi WP OP bukan penduduk, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi
pemerintah menggunakan NPWP format 16 (enam belas) digit.
● Ketiga, bagi wajib pajak cabang menggunakan Nomor Identitas Tempat Kegiatan
Usaha.

Pasal 2
1. Terhitung sejak tanggal 14 Juli 2022:
1) Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Penduduk menggunakan Nomor
Induk Kependudukan; dan
2) Wajib Pajak orang pribadi bukan Penduduk, Wajib Pajak Badan, dan Wajib
Pajak Instansi Pemerintah menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan
format 16 (enam belas) digit, sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Penduduk dan Wajib Pajak orang pribadi
bukan Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk Wajib Pajak
Warisan Belum Terbagi.
3. Selain dipergunakan untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya, Wajib Pajak juga menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kepentingan administrasi yang
diselenggarakan oleh pihak lain selain Direktorat Jenderal Pajak yang mensyaratkan
penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak.
4. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Penduduk, Direktur Jenderal Pajak
memberikan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan mengaktivasi Nomor Induk
Kependudukan:
a. berdasarkan permohonan pendaftaran Wajib Pajak; atau
b. secara jabatan.
5. Bagi Wajib Pajak orang pribadi bukan Penduduk, Wajib Pajak Badan, dan Wajib
Pajak instansi Pemerintah, Direktur Jenderal Pajak memberikan Nomor Pokok Wajib
Pajak dengan format 16 (enam belas) digit:
a. berdasarkan permohonan pendaftaran Wajib Pajak; atau
b. secara jabatan.
6. Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) digunakan pada
layanan administrasi perpajakan secara terbatas sampai dengan tanggal 31 Desember
2023.

Pasal 7
1. Wajib Pajak orang pribadi bukan Penduduk, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak
Instansi Pemerintah yang telah terdaftar dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
dengan format 15 (lima belas) digit sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku,
menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan format 16 (enam belas) digit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat ( 1).
2. Nomor Pokok Wajib Pajak dengan format 16 (enam belas) digit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menambahkan angka 0 (nol) di depan
Nomor Pokok Wajib Pajak dengan format 15 (lima belas) digit.
3. Dalam penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan format 16 (enam belas) digit,
Direktur Jenderal Pajak menyampaikan permintaan klarifikasi kepada:
a. Wajib Pajak orang pribadi bukan Penduduk, berupa:
1. data alamat pos elektronik dan nomor telepon seluler;
2. data alamat tempat tinggal Wajib Pajak berdasarkan keadaan yang
sebenarnya;
3. data Klasifikasi Lapangan Usaha; dan
4. data unit keluarga;
b. Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah, berupa:
1. data alamat pos elektronik dan nomor telepon seluler;
2. data alamat tempat kedudukan Wajib Pajak berdasarkan keadaan yang
sebenarnya; dan
3. data Klasifikasi Lapangan Usaha.
Penyampaian tanggapan berupa persetujuan dan perubahan data dilakukan oleh Wajib Pajak
melalui:
a. laman Direktorat Jenderal Pajak;
b. alamat pos elektronik Wajib Pajak;
c. contact center Direktorat Jenderal Pajak; dan/ atau
d. saluran lainnya yang ditentukan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 11
1. Terhitung sejak tanggal 1 Januari 2024:
a. Wajib Pajak menggunakan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor
Pokok Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan format 16 (enam
belas) digit dalam layanan administrasi yang diselenggarakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak dan pihak lain;
b. Wajib Pajak menggunakan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha sebagai
identitas tempat kegiatan usaha yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat
kedudukan; dan
c. pihak lain yang menyelenggarakan layanan administrasi yang mencantumkan
Nomor Pokok Wajib Pajak harus menggunakan Nomor Induk Kependudukan
sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan
format 16 (enam belas) digit dalam layanan dimaksud.
2. Layanan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf c terdiri atas:
a. layanan pencairan dana pemerintah;
b. layanan ekspor dan impor;
c. layanan perbankan dan sektor keuangan lainnya;
d. layanan pendirian badan usaha dan perizinan berusaha;
e. layanan administrasi pemerintahan selain yang diselenggarakan Direktorat
Jenderal Pajak; dan
f. layanan lain yang mensyaratkan penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak.
PMK 144/2022
Tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk

Kementerian Keuangan menerbitkan aturan terbaru terkait dengan nilai pabean untuk
penghitungan bea masuk. Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) No. 144/2022. PMK 144/2022 mengenai nilai pabean untuk penghitungan bea masuk
itu merevisi PMK sebelumnya, yaitu PMK 160/2010 s.t.d.t.d PMK 62/2018. Untuk lebih
memberikan kepastian hukum dalam rangka penetapan nilai pabean perlu melakukan
penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai nilai pabean, bunyi salah satu pertimbangan
PMK 144/2022. Nilai Pabean untuk penghitungan Bea Masuk ditentukan berdasarkan nilai
transaksi dari barang impor yang bersangkutan, sepanjang barang impor tersebut berasal dari
suatu transaksi jual beli dan nilai transaksi dimaksud memenuhi persyaratan tertentu.

Merujuk pada Pasal 2 PMK 144/2022, nilai pabean merupakan nilai transaksi dari barang
impor yang bersangkutan yang memenuhi syarat tertentu. Nilai Pabean tersebut merupakan
nilai Pabean yang merujuk pada Pasal 2 yaitu International Commercial Terms (incoterms)
cost, insurance, dan freight (CIF). Jika nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak
dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi maka nilai pabean akan ditentukan berdasarkan
nilai transaksi barang identik, nilai transaksi barang berupa yang merujuk pada pasal Pasal 3
- Metode deduksi (Metode Penentuan Nilai Pabean Barang Impor berdasarkan harga
satuan yang terjadi dari penjualan oleh Importir di pasar dalam Daerah Pabean)
- Metode komputasi (Metode Penentuan Nilai Pabean dengan cara menjumlahkan
unsur pembentuk nilai pabean dari barang Impor yang bersangkutan)
- Metode Pengulangan (Fallback Method)

Berdasarkan BAB III Bagian Kesatu Metode Penentuan Nilai Pabean


Pasal 5 ayat 5
Biaya dan/atau nilai yang harus ditambahkan pada nilai transaksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa:
a. Biaya yang dibayar oleh Pembeli yang belum termasuk dalam harga yang sebenarnya
dibayar atau yang seharusnya dibayar berupa:
1. komisi dan jasa perantara, kecuali komisi pembelian
2. biaya pengemas, yang untuk kepentingan pabean, pengemas tersebut menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dengan barang yang bersangkutan
3. biaya pengepakan meliputi biaya material dan upah tenaga kerja pengepakan
b. Nilai dari barang dan jasa berupa :
1. material, komponen, bagian, dan barang-barang sejenis yang terkandung
dalam barang impor
2. peralatan, cetakan, dan barang-barang yang sejenis yang digunakan untuk
pembuatan barang impor
3. material yang digunakan dalam pembuatan barang impor
4. teknik, pengembangan, karya seni, desain, perencanaan, dan sketsa yang
dilakukan dimana saja di luar Daerah Pabean dan diperlukan untuk pembuatan
barang impor, yang dipasok secara langsung atau tidak langsung oleh Pembeli
Pasal 5 ayat 6
Nilai dari barang dan jasa (assist) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b harus
ditambahkan pada nilai transaksi sepanjang barang dan jasa (assist) tersebut:
a. dipasok dengan cuma-cuma atau dengan harga diturunkan
b. untuk kepentingan produksi dan penjualan untuk ekspor barang impor yang dibelinya
c. harganya belum termasuk dalam harga yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar
dari barang impor yang bersangkutan
Pasal 5 ayat 7
Nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak meliputi:
a. biaya yang terjadi dari kegiatan yang dilakukan oleh Pembeli untuk kepentingannya
sendiri
b. biaya-biaya yang secara tegas dapat dibedakan dari harga yang sebenarnya dibayar
atau seharusnya dibayar dan biaya dan/atau nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
yang terjadi setelah pengimporan barang
c. biaya pajak internal di negara pengekspor
d. bunga
e. dividen.

Pasal 6
● Biaya dan/atau nilai yang harus ditambahkan pada nilai transaksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), harus:
a. berdasarkan Bukti Nyata atau Data yang Objektif dan Terukur
b. belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya
dibayar.
● Biaya dan/atau nilai selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), tidak
ditambahkan dalam nilai transaksi.

Pasal 7
● Nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat diterima sebagai
nilai pabean sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. tidak terdapat pembatasan atas pemanfaatan atau pemakaian barang impor selain
pembatasan yang:
1. diberlakukan oleh peraturan perundang undangan yang berlaku di dalam
Daerah Pabean;
2. membatasi wilayah geografis tempat penjualan kembali barang yang
bersangkutan
3. tidak mempengaruhi nilai barang secara substansial;
b. tidak terdapat persyaratan atau pertimbangan yang diberlakukan terhadap transaksi
atau nilai barang impor yang mengakibatkan nilai barang impor yang bersangkutan
tidak dapat ditentukan nilai pabeannya
c. tidak terdapat proceeds sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf d yang
harus diserahkan oleh Pembeli kepada Penjual, kecuali proceeds tersebut dapat
ditambahkan pada harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar
d. tidak terdapat hubungan antara Penjual dan Pembeli, yang mempengaruhi harga
barang.

Pasal 8
Dalam hal biaya transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf e belum
termasuk dalam nilai transaksi dan Bukti Nyata atau Data yang Objektif dan Terukur
mengenai besaran biaya transportasi tidak tersedia, besaran biaya transportasi yang
digunakan dalam penentuan nilai pabean ditentukan sebagai berikut:
1. Pengangkutan melalui laut:
a. 5% (lima persen) dari nilai free on board (FOB) untuk barang yang berasal
dari ASEAN
b. 10% (sepuluh persen) dari nilai free on board (FOB) untuk barang yang
berasal dari Asia-non ASEAN dan Australia
c. 15% (lima belas persen) dari nilai free on board (FOB) untuk barang yang
berasal dari negara selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2
2. Pengangkutan melalui udara ditentukan berdasarkan tarif international air transport
association (IATA).

Pasal 9
● Dalam hal biaya asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf g
belum termasuk dalam nilai transaksi dan Bukti Nyata atau Data yang Objektif dan
Terukur mengenai besaran biaya asuransi tidak tersedia, besaran biaya asuransi yang
digunakan dalam penentuan nilai pabean sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari
nilai cost and.freight (CFR).
● Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) jenis barang dalam 1 (satu) pemberitahuan
pabean impor, besaran biaya asuransi untuk setiap jenis barang ditentukan dengan
cara sebagai berikut:
a. perbandingan antara berat atau volume barang dimaksud dengan berat atau
volume keseluruhan barang, dikalikan besaran keseluruhan biaya asuransi
b. dalam hal penentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak dapat
dilakukan, ditentukan berdasarkan perbandingan antara harga barang
dimaksud dengan harga keseluruhan barang, dikalikan besaran keseluruhan
biaya asuransi.
● Dalam hal biaya asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf g
ditutup di dalam Daerah Pabean dengan didasarkan Bukti Nyata atau Data yang
Objektif dan Terukur, besaran biaya asuransi yang digunakan dalam penentuan nilai
pabean dianggap 0 (nol).

Berdasarkan BAB III Bagian Kedua Nilai Transaksi Barang Identik


Pasal 10
Nilai transaksi Barang Identik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) digunakan
sebagai nilai pabean sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berasal dari satuan barang dalam pemberitahuan pabean impor yang nilai pabeannya
telah ditetapkan berdasarkan nilai transaksi
b. tanggal bill of lading (B/L) atau airway bill (AWB) sarana atau dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari sebelum atau sesudah tanggal bill of lading (B/L) atau airway bill (AWB)
dari barang impor yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor yang
sedang ditentukan nilai pabeannya
c. Tingkat Perdagangan dan jumlah barangnya sarna dengan Tingkat Perdagangan dan
jumlah barang impor yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor yang
sedang ditentukan nilai pabeannya
d. menggunakan moda transportasi yang sarna
Pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi
kriteria paling sedikit:
a. pemberitahuan pabean impor diajukan oleh Importir dengan bidang usaha yang jelas
b. pemberitahuan pabean impor memberitahukan dengan jelas mengenai uraian,
spesifikasi dan satuan barang;
c. pemberitahuan pabean impor tidak diajukan oleh Importir yang sama dengan
pemberitahuan pabean impor yang sedang ditentukan nilai pabeannya, kecuali:
1. berdasarkan hasil audit kepabeanan terakhir terkait nilai pabean pada
pemberitahuan pabean impor dimaksud ditentukan berdasarkan nilai transaksi
2. Importir merupakan Importir yang telah ditetapkan sebagai mitra utama
kepabeanan (MITA kepabeanan) atau Importir operator ekonomi bersertifikat
(authorized economic operator).
Pemberitahuan pabean impor yang digunakan sebagai pembanding Barang Identik, dapat
menggunakan pemberitahuan pabean impor dari Kantor Pabean selain tempat penyerahan
pemberitahuan pabean impor yang sedang ditentukan nilai pabeannya.

Berdasarkan BAB III Bagian Ketiga Nilai Transaksi Barang Serupa


Pasal 12
● Nilai transaksi Barang Serupa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
digunakan sebagai nilai pabean sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Berasal dari satuan barang pemberitahuan pabean impor yang nilai pabeannya
telah ditetapkan berdasarkan nilai transaksi
b. Tanggal Bill of Lading (B/L) atau Airway bill (AWB) sama atau dalam jangka
waktu 30 hari sebelum atau sesudah tanggal Bill of Lading (B/L) atau Airway
bill (AWB) barang impor yang sedang ditentukan pabeannya
c. Tingkat Perdagangan dan jumlah barang sama dengan Tingkat Perdagangan
dan jumlah Barang Impor yang sedang ditentukan nilai pabeannya
d. Menggunakan moda transportasi yang sama
Berdasarkan BAB III Bagian Keempat Metode Deduksi
Pasal 14
Metode deduksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) merupakan metode penentuan
nilai pabean barang impor berdasarkan harga satuan yang terjadi dari penjualan oleh Importir
di pasar dalam Daerah Pabean atas:
a. Barang impor yang bersangkutan
b. Barang Identik
c. Barang Serupa, dengan kondisi sebagaimana saat diimpor, serta dikurangi biaya yang
terjadi setelah pengimporan.

Berdasarkan BAB III Bagian Kelima Metode Komputasi


Pasal 18
Metode komputasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) merupakan metode
penentuan nilai pabean dengan cara menjumlahkan unsur pembentuk nilai pabean dari barang
impor yang bersangkutan, berupa:
a. Biaya atau nilai bahan baku dan proses pembuatan atau proses lainnya yang dilakukan
dalam memproduksi barang impor yang bersangkutan
b. Keuntungan dan pengeluaran umum yang besarnya sama atau mendekati keuntungan
dan pengeluaran umum penjualan barang sejenis yang dibuat oleh produsen di negara
pengekspor yang sama untuk dikirim ke dalam Daerah Pabean
c. Biaya dan/atau nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5).

Berdasarkan BAB III Bagian Keenam Metode Pengulangan (Fallback Method)


Pasal 19
Metode pengulangan (fallback method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5)
merupakan metode penentuan nilai pabean dengan menggunakan tata cara yang wajar dan
konsisten, yang diterapkan sesuai dengan kondisi yang ada dan berdasarkan data yang
tersedia di dalam Daerah Pabean dengan pembatasan tertentu.

Pasal 20
Metode pengulangan (fallback method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, tidak
diizinkan dengan mendasarkan pada:
a. harga jual barang produksi dalam negeri
b. suatu sistem yang menentukan nilai yang lebih tinggi apabila terdapat dua atau lebih
alternatif nilai pembanding
c. harga barang di negara pengekspor;
d. biaya produksi, selain nilai yang dihitung berdasarkan metode komputasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 yang telah ditentukan untuk Barang Identik
atau Barang Serupa
e. harga barang yang diekspor ke suatu negara selain ke dalam Daerah Pabean
f. harga patokan
g. nilai yang ditetapkan dengan sewenang-wenang atau fiktif.

Berdasarkan BAB IV Bagian Kesatu dalam Penentuan Nilai Pabean oleh Importir atau
Pemilik Barang
Bagian Kesatu Pasal 21
● Importir atau Pemilik Barang menentukan secara mandiri nilai pabean untuk
penghitungan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
● Penentuan nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan faktor yang menentukan nilai transaksi
barang impor yang bersangkutan, berupa:
a. objek suatu transaksi jual beli
b. persyaratan diterimanya nilai transaksi sebagai nilai pabean sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat ( 1);
c. unsur biaya dan/atau nilai yang harus ditambahkan pada nilai transaksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dan Pasal 5 ayat (5); dan
d. unsur biaya dan/atau nilai yang tidak ditambahkan atau dikurangkan pada nilai
transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dan Pasal 5 ayat (7).
● Penentuan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus
berdasarkan Bukti Nyata atau Data yang Objektif dan Terukur serta memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
● Selain menentukan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Importir atau
Pemilik Barang menentukan secara mandiri nilai impor untuk penghitungan pajak
dalam rangka impor berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Bagian Kesatu Pasal 22
● Importir atau Pemilik Barang menentukan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi
barang impor yang bersangkutan apabila nilai transaksi memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7.
● Dalam hal nilai transaksi tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7, Importir atau Pemilik Barang menentukan nilai pabean
berdasarkan nilai transaksi Barang Identik sampai dengan metode pengulangan
(fallback method) yang diterapkan secara berurutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (6).
● Importir atau Pemilik Barang menentukan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berdasarkan Bukti Nyata atau Data yang Objektif dan Terukur yang
dimilikinya.

Bagian Kedua PASAL 23


● Importir mendeklarasikan nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 dalam pemberitahuan pabean impor
● Dalam hal Importir bukan merupakan Pemilik Barang, data mengenai Pemilik Barang
hams diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor.
● Tata cara pengisian pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
pemberitahuan pabean.

Anda mungkin juga menyukai