Perforasi-Gaster
Perforasi-Gaster
PERFORASI GASTER
Dokter Pembimbing :
Disusun oleh :
Oktavianus H. E. 0710205
SMF BEDAH
2011
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada anak-anak cedera yang mengenai usus halus akibat dari trauma
tumpul perut sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Sejak 30 tahun yang lalu
perforasi pada ulkus peptikum merupakn penyebab yang tersering. Perforasi ulkus
duodenum insidensinya 2-3 kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster.
Hampir 1/3 dari perforasi lambung disebabkan oleh keganasan pada lambung.
Sekitar 10-15 % penderita dengan divertikulitis akut dapat berkembang menjadi
perforasi bebas. Pada pasien yang lebih tua appendicitis acuta mempunyai angka
kematian sebanyak 35 % dan angka kesakitan 50 %. Faktor-faktor utama yang
berperan terhadap angka kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut
adalah kondisi medis yang berat yang menyertai appedndicitis tersebut.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami
stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus
peptikum. Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula terjadi pada bayi. Stenosis
pilorus atau piloro spasme terjadi bila serabut otot di sekelilingnya mengalami
hipertrofi atau spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan
3
makanan dari lambung ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan
tersebut dan tidak mencerna serta menyerapnya. Keadaan ini mungkin dapat
diperbaiki melalui operasi atau pemberian obat adrenergik yang menyebabkan
relaksasi serabut otot.
Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar
merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis
menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus
memanjang ke hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritonium yang keluar
dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi omentum
minus (disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau hepatoduodenalis)
menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura
mayor, peritonium terus ke bawah membentuk omentum majus, yang menutupi
usus halus dari depan seperti sebuah apron besar. Sakus omentum minus adalah
tempat yang sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat
penyulit pankreatitis akut.
Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas
tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar,
4
lapisan sirkular di tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot
yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang
diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikel-partikel yang kecil,
mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan
mendorongnya ke arah duodenum.
5
yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan
di daerah epigastrium abdomen. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat
motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf mienterikus (Auerbach) dan
submukosa (Meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan
mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan
limpa) terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang
mempercabangkan cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor dan major.
Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan
arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus
posterior duodenum. Ulkus pada dinding posterior duodenum dapat mengerosi
arteri ini dan menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah vena dari lambung dan
duodenum, serta yang berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran
gastrointestinal, berjalan ke hati melalui vena porta.
6
2. Fisiologi Lambung
Fungsi lambung:
1) Fungsi motorik
7
otot yang mengelilingi lambung. Konstraksi peristaltik diatur oleh suatu
irama listrik dasar.
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastrik, dan
intestinal. Fase sefalik sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk lambung,
yaitu akibat melihat, mencium, memikirkan, atau mengecap makanan. Fase ini
diperantarai seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal
8
neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat
nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke
lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastrik terangsang untuk menyekresi
HCL, pepsinogen, dan menambah mukus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10%
dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan.
9
pengosongan lambung. Adanya asam (PH kurang dari 2,5), lemak, dan hasil-hasil
pemecahan protein menyebabkan lepasnya beberapa hormon usus. Sekretin,
kolesitokinin, dan peptida penghambat gastrik (Gastric-inhibiting peptide, GIP),
semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung.
Pada periode interdigestif (antara dua waktu pencernaan) sewaktu tidak ada
pencernaan dalam usus, sekresi asam klorida terus berlangsung dalam kecepatan
lambat yaitu 1 sampai 5 mEq/jam. Proses ini disebut pengeluaran asam basal
(basal acid output, BAO) dan dapat diukur dengan pemeriksaan sekresi cairan
lambung selama puasa 12 jam. Sekresi lambung normal selama periode ini
terutama terdiri dari mukus dan hanya sedikit pepsin dan asam. Tetapi,
rangsangan emosional kuat dapat meningkatkan BAO melalui saraf parasimpatis
(vagus) dan diduga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ulkus
peptikum.
B. PERFORASI GASTER
10
C. Etiologi
Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh:
trauma tertusuk pisau)
Appendicitis akut: kondisi ini masih menjadi salah satu penyebab umum
perforasi usus pada pasien yang lebih tua dan berhubungan dengan hasil
akhir yang buruk.
Luka usus yang berhubungan dengan endoscopic : luka dapat terjadi oleh
ERCP dan colonoscopy.
Penyakit inflamasi usus: perforasi usus dapat muncul pada paien dengan
colitis ulceratif akut, dan perforasi ileum terminal dapat muncul pada
pasien dengan Crohn’s disease.
11
Perforasi sekunder dari iskemik usus (colitis iskemik) dapat timbul.
Benda asing (misalnya tusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan
perforasi oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra
abdomen, peritonitis, dan sepsis.
D. Patofisologi
E. Banyak faktor yang dapat berkontribusi terhadap terjadinya ulkus
peptikum. Walau telah diyakini bahwa ulkus gaster dan duodenum
disebabkan oleh infeksi H. pylori dan penggunaan NSAID, jalur akhir
dari pembentukan ulkus ialah perlukaan karena asam yang dihasilkan
terhadap barier mukosa gastroduodenum. 5
F. Eliminasi infeksi H. pylori atau penggunaan NSAID penting untuk
penyembuhan ulkus yang optimal dan mungkin bahkan lebih penting
untuk mencegah ulkus berulang dan/atau komplikasi yang
ditimbulkannya. Beberapa penyakit lain yang dipercaya menimbulkan
ulkus peptikum antara lain sindroma Zollinger Ellison (gastrinoma),
hiperfungsi sel G antrum dan/atau hiperplasia, mastositosis sistemik,
trauma, luka bakar, dan stress psikologis berat. Faktor penyebab lain
termasuk obat-obatan (NSAID, aspirin, dan kokain), merokok, alkohol
dan stres psikologis.
G.
12
H. A. Infeksi Helicobacter pylori
I. Dipercaya bahwa 90% ulkus duodenum dan 75% ulkus peptikum
berhubungan dengan infeksi H. pylori. Ketika organisme ini dimusnahkan
sebagai bagian dari perawatan ulkus peptikum, rekurensi ulkus peptikum
sangat langka. Morfologi H. pylori ialah batang spiral gram negatif
dengan 4 – 6 flagel dan bersarang pada epitel lambung atau dibawah
lapisan mukosa yang merupakan tempat yang aman untuk berlindung dari
asam dan antibiotik. Bentuknya dan flagel membantu pergerakan H.
pylori melalui lapisan mukosa dan menghasilkan beraneka enzim yang
membantunya untuk beradaptasi terhadap suasana yg hostile. Yang
terpenting, ialah bahwa H. pylori memproduksi urease yang mampu
memecah urea menjadi amonia dan bikarbonat yang mana menghasilkan
suatu suasana yang alkali dalam suasana gaster yang asam, yang
memfasilitasi diagnosis dari kuman ini dengan pemeriksaan laboratorium.
Organisme ini bersifat mikroaerofilik dan temperatur optimal untuk
isolasinya berkisar 35oC hingga 37oC, dengan perkembangbiakan setelah
2 hingga 5 hari. Yang lebih menarik lagi, H. pylori hanya dapat hidup
pada epitel gaster karena epitel gaster mengekspresikan suatu reseptor
spesifik secara in vivo yang dapat dikenali oleh organisme tersebut.4
J.
K. Berikut ialah tiga mekanisme untuk perlukaan GI yang diinduksi oleh H.
pylori:
L. 1. Produksi toksik yang menyebabkan kerusakan lokal pada jaringan
M. 2. Induksi respons imun mukosa lokal.
N. 3. Peningkatan gastrin dengan peningkatan resultan dalam sekresi asam
O.
P. Beberapa dari mediator toksik yang diproduksi secara lokal termasuk
produk dari aktivitas urease (contohnya amonia), sitotoksin, musinase
yang mendegradasi mukus dan glikoprotein, fosfolipase yang mencederai
sel epitel dan sel mukus, dan platelet activating factor yang dapat
mengakibatkan luka pada mukosa dan trombosis pada mikrosirkulasi.
Respon imun mukosa terhadap H. pylori juga mungkin berkontribusi
13
terhadap perlukaan GI. H. pylori diketahui dapat menyebabkan reaksi
inflamasi lokal pada mukosa gaster dan memproduksi faktor kemotaktik
yang menarik neutrofil dan monosit. Monosit teraktivasi dan neutrofil
secara bergiliran memproduksi sitokin proinflamasi dan metabolit oksigen
radikal.
Q. Pada pasien dengan infeksi H. pylori, gastrin awal dan yang terstimulasi
meningkat secara signifikan, mungkin merupakan proses sekunder
terhadap reduksi pada sel D antrum yang diakibatkan infeksi H. pylori.
Bagaimanapun, asosiasi terhadap sekresi asam oleh H. pylori tidak terjadi
secara langsung.
R. Ulkus peptikum juga secara kuat berkaitan dengan gastritis antral. Pada
kebanyakan kasus, infeksi dipastikan bermula dari antrum dan
menyebabkan inflamasi antral.
S.
T. B. Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs
U. Konsumsi NSAID ialah penyebab tersering dari ulkus peptikum setelah
infeksi H. pylori. Konsumsi NSAID tidak hanya menyebabkan perlukaan
pada lambung dan duodenum, tapi juga berkaitan dengan proses kronis.
Lesi gastroduodenal akut biasanya terjadi dalam 1 – 2 minggu konsumsi
NSAID dari hiperemi mukosa saja hingga erosi mukosa superfisial.
Sebaliknya perlukaan kronis terjadi biasanya setelah 1 bulan dan mungkin
terlihat di gaster sebagai erosi atau ulserasi di antrum atau duodenum.
Sebagai perbandingan terhadap ulkus H. pylori, yang sering ditemukan di
duodenum, ulkus NSAID biasanya ditemukan di gaster. Ulkus H pylori
juga hampir selalu diasosiasikan dengan gastritis kronis aktif, dimana
riwayat gastritis jarang ditemukan pada ulkus NSAID. Selain itu, bila
penggunaan NSAID dihentikan, biasanya ulkus tidak berulang, sedangkan
pada ulkus H. pylori, ada 50 – 80 % rekurensi dalam 1 tahun, kecuali
kuman tersebut dimusnahkan.5,6
V.
W. C. Sekresi Asam
14
X. Pada pasien dengan masalah saluran cerna atas, terjadi perubahan dalam
sekresi asam lambung. Kecepatan sekresi asam lambung normalnya 1 – 8
mmol/jam dan respon terhadap pentagastrin berkisar 6 – 40 mmol/jam. Di
penyakit seperti anemia pernisiosa, atrofi gaster, dan keganasan gaster,
baik kecepatan sekresi basal dan pentagastrin menurun. Sebaliknya,
kecepatan sekresi asam lambung meningkat pada pasien dengan ulkus
duodenum dan gastrinoma. Untuk ulkus gaster tipe I dan IV yang tidak
berhubungan dengan sekresi asam yang banyak, asam bekerja sebagai
kofaktor yang penting, memperparah kerusakan ulkus dan menurunkan
kemampuan gaster untuk sembuh sendiri. Pada pasien dengan ulkus
gaster tipe II atau tipe III, hipersekresi asam lambung lebih sering terjadi.
Ulkus juga dapat disebabkan oleh kelainan non-asam lambung seperti
penyakit Crohn, sifilis, infeksi Candida maupun keganasan.5
Y.
Z. 3.4. Patofisiologi Ulkus Gaster
AA. Ulkus gaster dapat terjadi dimana saja di gaster, namun biasanya
terjadi pada kurvatura minor dekat insisura. Sekitar 60% ulkus terjadi
pada lokasi ini dan diklasifikasikan sebagai ulkus gaster tipe I. Ulkus ini
secara umum tidak berhubungan dengan sekresi asam lambung yang
berlebihan dan dapat terjadi bahkan dengan jumlah asam lambung yang
normal atau sedikit. Sebagian besar ulkus gaster terjadi pada 1,5 cm dari
zona transisional histologis antara mukosa fundus dan antrum dan tidak
berhubungan dengan abnormalitas duodenum, pilorus atau prepilorus.
Sebaliknya ulkus gaster tipe II (15%) terdapat di korpus gaster bersamaan
dengan ulkus duodenum. Tipe ulkus ini biasanya berhubungan dengan
sekresi asam yang berlebihan. Ulkus gaster tipe III adalah ulkus prepilorik
dengan prevalensi 20 % dari seluruh lesi. Ulkus ini juga bersifat seperti
ulkus duodenum dan juga berhubungan dengan hipersekresi dari asam
lambung. Ulkus gaster tipe IV sering terjadi pada kurvatura minor dekat
gastroesophageal junction. Insiden dari ulkus gaster tipe IV kurang dari
10% dan tidak berhubungan dengan sekresi asam. Beberapa ulkus dapat
15
berada pada kurvatura mayor dari gaster, namun dengan insidensi kurang
dari 5%.
BB.
CC. Gambar 6 : Tipe Ulkus Gaster
DD.
EE. Ulkus gaster jarang terjadi sebelum usia 40 tahun, dan puncak
insidensi berada antara usia 55 dan 65 tahun. Ulkus gaster lebih sering
terjadi pada kelas sosioekonomi rendah, dan sedikit lebih prevalen pada
populasi non-kaukasoid. Patogenesis ulkus gaster jinak tetap masih belum
diketahui secara pasti. Beberapa kondisi dapat menjadi predisposisi untuk
terjadinya ulkus gaster, yaitu usia lebih dari 40 tahun, jenis kelamin
(wanita : pria (2:1)), konsumsi dari obat yang merusak barier lambung
seperti aspirin maupun NSAID, abnormalitas pada sekresi asam dan
pepsin, stasis gaster saat pengosongan lambung, ulkus duodenum yang
16
sudah ada, gastritis, dan infeksi H. pylori. Beberapa kondisi klinis dapat
menjadi predisposisi terhadap ulserasi gaster, termasuk konsumsi alkohol
yang lama, merokok, terapi kortikosteroid jangka panjang, infeksi, terapi
intraarterial.5
FF.
GG. 3.5. Patofisiologi dan Stadium Perforasi Gaster
HH. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan
terjadinya peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak
kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak,
terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum
oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Cairan lambung
dan duodenum akan mengalir ke kelok parakolika kanan menimbulkan
nyeri diseluruh perut.6
II. Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase
peritonitis kimia. Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum di bagian bawah diafragma. Reaksi peritoneum berupa
pengenceran zat asam yang merangsang itu, akan mengurangi keluhan
untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria. Bila telah
terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan meningkat dan
terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik.
17
LL. Perdarahan terjadi sekitar 35 – 40 % pada seluruh ulserasi gaster.
Biasanya pasien yang mengalami perdarahan yang signifikan dari ulkus
gaster ialah pasien lanjut usia dan sulit untuk berhenti berdarah.
Perdarahan sering terjadi pada ulkus gaster tipe II dan III, dan pasien
dengan ulkus gaster tipe IV.
MM. Komplikasi tersering dari ulkus gaster ialah perforasi. Kebanyakan
perforasi terjadi sepanjang aspek anterior dari kurvatura minor. Secara
umum, pasien lansia lebih sering mengalami perforasi, dan ulkus
berukuran besar diasosiasikan dengan angka kesakitan dan kematian yang
lebih tinggi.
NN. Obstruksi outlet gaster dapat terjadi pada pasien dengan ulkus
gaster tipe II atau III. Obstruksi jinak dengan obstruksi sekunder karena
karsinoma antrum harus dibedakan. Riwayat ulkus peptikum dan
penggunaan NSAID, memperkuat kemungkinan ulkus peptikum. Gejala
lain yang dapat terjadi antara lain mual, muntah, berat badan turun, buang
air besar hitam, dan anemia.
OO. Ulkus peptikum yang mengalami perforasi biasanya bermanifestasi
sebagai suatu akut abdomen. Pasien dapat mengalami nyeri abdomen
yang luar biasa. Awalnya peritonitis kimia terjadi dari keluarnya sekresi
gaster ke rongga abdomen, kemudian dalam beberapa jam terjadi pula
peritonitis bakterial. Sekuestrasi cairan ke rongga ketiga dari peritoneum
yang mengalami inflamasi dapat terjadi dan resusitasi cairan menjadi
sangat penting.
PP.Pasien dengan perforasi gaster muncul dan keadaan umum yang sakit
berat, dan pemeriksaan abdomen menunjukkan adanya tanda rangsang
peritoneal. Biasanya ditandai dengan defans muskulare dan rebound
tenderness yang dicetuskan dengan penekanan yang lembut pada
abdomen. Pekak hati bisa hilang akibat adanya udara bebas di bawah
diafragma. Peristalsis usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan
sementara usus.
QQ. Rangsangan peritoneum menimbulkan rasa nyeri pada setiap
gerakan yang menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum.
18
Nyeri subjektif dirasakan saat bergerak, bernafas, menggerakkan badan,
batuk dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti
pada palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas dan tes obturator.
RR. Pemeriksaan X-Ray thoraks menunjukkan udara bebas pada lebih
dari 80% pasien. Ketika diagnosis telah ditegakkan dapat diberikan
analgesia dan antibiotik, resusitasi dengan cairan isotonik, dan dibawa ke
ruang operasi. Terkadang, perforasi telah disegel secara spontan begitu
terjadi, dan pembedahan dapat dihindari. Terapi nonoperatif hanya tepat
apabila ada bukti objektif bahwa kebocoran telah disegel (dengan
pemeriksaan kontras) dan dengan tidak ditemukannya tanda klinis
peritonitis.5
Diagnosis
Pada pasien dengan perforasi gaster, keadaan umum yang terlihat ialah
kesakitan dan gelisah. Hal yang harus segera dilakukan ialah memeriksa jalan
nafas dan tanda-tanda vital. Pernafasan pasien dangkal dan cepat karena restriksi
pergerakan diafragma, sedangkan jalan nafas biasanya bukan menjadi masalah
pada perforasi gaster. Kadang-kadang takikardia ringan juga dapat terjadi, tetapi
hanya pada fase awal perforasi. Hipotensi seharusnya tidak terjadi, dan bila
terjadi, hendaknya diagnosis banding seperti rupturnya aneurisma aorta
abdominalis, pankreatitis akuta yang berat, dan gangguan pada pembuluh darah
mesenterika harus diwaspadai. Pemeriksaan awal biasanya juga memperlihatkan
tanda-tanda akut abdomen atau peritonitis dengan rigiditas abdomen dengan
tekstur seperti “papan kayu”, nyeri tekan dan nyeri lepas, serta bising usus yang
menurun atau menghilang. Pasien biasanya berusaha untuk meminimalisir
pergerakan dan sering ditemukan dalam posisi meringkuk.
Begitu pemeriksaan awal telah selesai dilakukan, resusitasi cairan
intravena dan pemasangan NGT untuk dekompresi dan mencegah aspirasi harus
segera dilakukan (kurang dari 1 – 2 menit). Kemudian, secondary survey yang
termasuk anamnesa lengkap dan pemeriksaan fisik lengkap harus segera
dilakukan. Nyeri yang dirasa pasien biasanya bersifat tiba-tiba, sangat nyeri, dan
bersifat konstan. Penjalaran nyeri ke regio skapular biasa terjadi dengan
19
pengumpulan isi gaster di subphrenik kanan. Riwayat ulkus peptikum hendaknya
ditanyakan, walaupun tidak semua pasien perforasi gaster datang dengan riwayat
ulkus berulang.
Dalam beberapa kondisi tertentu, tanda-tanda akut abdomen dapat bersifat
samar atau bahkan tidak ada, kondisi-kondisi tersebut antara lain:
1. Pasien yang sangat tua atau sangat muda
2. Pasien yang menerima dosis steroid yang sangat tinggi
3. Pasien-pasien paraplegi, yang mungkin nyeri yang dirasakan hanya pada
ujung skapula.
4. Pasien koma, dimana kecurigaan perforasi gaster dapat berdasar pada
terjadinya sepsis
5. Pasien yang sedang pemulihan dari operasi di regio abdomen.
Dasar diagnosis pasien dengan perforasi gaster ialah dari anamnesa dan
pemeriksaan fisik. Pasien mungkin mengalami leukositosis dengan pergeseran
hitung jenis ke kiri dan urinalisis yang normal. Foto BNO tiga posisi dan foto
thorax juga hendaknya dilakukan. Adanya udara bebas intraperitoneal terlihat
pada sekitar 75% pasien.
Ketika ada kecurigaan perforasi, tetapi tidak terlihat udara bebas pada
peritoneum, pemeriksaan Gastrografin swallow mungkin berguna. Endoskopi
harus dihindari. Diagnosis banding lain antara lain pankreatitis akut, kolesistitis
akut, appendisitis akut, dan bahkan myocardial infark. Bila serum amilase
meningkat pada perforasi ulkus peptikum terjadi, biasanya peningkatan tersebut
tidak melebihi 3 kali dari angka normal. Sedangkan leukositosis pada pankreatitis
akut biasanya lebih tinggi. USG abdomen berguna dalam menyingkirkan
kolesistitis akut sedangkan EKG dan serum enzim (CKMB, Troponin) dapat
digunakan untuk menyingkirkan diagnosis infark jantung.
Ketika diputuskan bahwa operasi akan dilakukan, obat-obatan analgesik
dan antibiotik spektrum luas untuk profilaksis dapat segera diberikan.5,6,7
20
SS. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen.
Isi yang keluar dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung
dan duodenum, empedu, makanan, dan bakteri. Udara bebas atau
pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem gastrointestinal.
Hal ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral duodenum, dan usus
besar. Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak
mengandung udara, jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara
bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi.
Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting,
karena keadaan ini biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis
memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur
diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi
pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen
karena perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam
status kegawatdaruratan abdomen. Seorang dokter yang berpengalaman,
dengan menggunakan teknik radiologi, dapat mendeteksi jumlah udara
sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, ia menggunakan teknik foto
abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.
21
pengambilan foto, maka, pada saat pengambilan udara bebas dapat
mencapai titik tertinggi di abdomen. Banyak peneliti menunjukkan
kehadiran udara bebas dapat terlihat pada 75-80% kasus. Udara bebas
tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus lateral kiri.
Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan
tertutup oleh kondisi bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan
pneumoperitoneum pada hanya 56% kasus. Sekitar 50% pasien
menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah
subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran oval
kecil atau linear. Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak
di antara lekukan usus. Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk
seperti kubah atau bentuk bulan setengah di bawah diafragma pada posisi
berdiri. Football sign menggambarkan adanya udara bebas di atas
kumpulan cairan di bagian tengah abdomen.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut
abdomen. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan
berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena
terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk
mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik kandung
kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara
bebas.
3. CTscan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk
mendeteksi udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti
gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh
karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster.
Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat
membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai
22
area hipodens dengan densitas negatif. Jendela untuk parenkim paru
adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT scan dilakukan
dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di
depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika
pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih
baik dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan
retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu
diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya.
Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak
terlihat pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras
nonionik untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah
dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum
scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut
secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu
untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak
dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan
pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis
menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.
TT. Penatalaksanaan
23
menghambat fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah,
makanan, sekresi lambung).
Perforasi gaster spontan pernah dilaporkan terjadi pada bayi yang sehat, biasanya
dalam minggu pertama kehidupan terutama antara hari ke 2 sampai ke 7. Istilah
spontan menyatakan penyebab yang bukan akibat enterokolitis nekrotikan atau
iskemia, trauma dari intubasi gastrik, obstruksi intestinal atau insuflasi aksidental
selama bantuan ventilasi. Meskipun stress perinatal dan prematuritas tidak umum
24
dihubungkan, tidak ada faktor predisposisi yang dapat diidentifikasi pada
setidaknya20% kasus.
Satu hipotesis adalah bahwa perforasi spontan berkaitan dengan defek kongenital
dinding muskuler gaster. Namun penemuan patologis yang sama belum pernah
dilaporkan. Perforasi gastroduodenal telah dihubungkan dengan terapi steroid
postnatal untuk mencegah atau terapi BPD. Kebanyakan bayi diberi makan secara
normal sampai saat terjadi perforasi. Gambaran patologis dan klinis konsisten
dengan overdistensi mekanik daripada iskemia sebagai penyebab perforasi. Tanda
dan gejala perforasi gaster biasanya mereka dengan gejala akut abdomen disertai
sepsis dan gagal napas. Pemeriksaan abdominal adanya distensi abdominal yang
signifikan. Vomitus adalah gejala yang tidak konsisten. Konfirmasi radiografi
akan pneumoperitoneum masif adalah sugestif dan studi kontras untuk
mengkonfirmasi diagnosis tidak diindikasikan. Tanda-tanda syok hipovolemik
dan sepsis melengkapi gambaran klinik. Perforasi pada bayi baru lahir merupakan
kegawatdaruratan bedah. Karena ukuran yang besar dan tempat perforasi yang
proksimal, bayi-bayi ini dapat mendapat pneumoperitoneum dengan progresifitas
cepat yang dihubungkan dengan bahaya kardiopulmoner.
Sebelum intervensi bedah, selama evaluasi dan resusitasi bayi, dekompresi jarum
abdomen dengan kateter intravena besar mungkin diperlukan. Pipa nasogastrik
sebaiknya dipasang ketika resusitasi cepat dikerjakan. Pada bayi dengan berat
lahir yang sangat rendah yang mengalami perforasi terisolasi, drainse peritoneal
saja dapat tercukupi. Udara bebas persisten atau asidosis berkelanjutan dan bukti
peritonitis mengamanatkan eksplorasi bedah. Perbaikan bedah kebanyakan
perforasi terdiri dari debrideman dan penutupan dua lapis gaster. Suatu
gastrostomi mungkin menjamin. Reseksi lambung signifikan sebaiknya dihindari.
kerusakan sering melibatkan dinding posterior lambung sepanjang kurvatura
mayor membuat pembagian omentum gastrokolik dan eksplorasi dinding lambung
posterior diperlukan bahkan jika gangguan ditemukan juga di dinding anterior.
Area multipel dari cedera harus dikecualikan. Terapi suportif yang baik post
operatif bersama dengan penggunaan antibiotik spektrum luas secara intravena
diperlukan.
25
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi angka ketahanan hidup
tampaknya adalah interval antara onset gejala dan dimulainya terapi definitif, luas
kontaminasi peritonel, derajat prematuritas dan keparahan konsekuensi asfiksia.
Berkaitan dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan sepsis dan gagal
napas sering ditemukan pada bayi prematur, angka mortalitas perforasi gaster
menjadi tinggi, berkisar antara 45% sampai 58%.
UU.Komplikasi
1) Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada
gaster
2) Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka
operasi) dapat terjadi segera atau lambat.
26
manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia
gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada
septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.
b) Ketergantungan obat
c) Demensia
d) Abnormalitan metabolik
e) Infeksi
f) Riwayat delirium sebelumnya
g) Hipoksia
h) Hipotensi Intraoperatif/postoperative
27
VV.Prognosis
BAB III
KESIMPULAN
28
Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit
seperti ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, divertikulitis,
sindroma arteri mesenterika superior, trauma.
DAFTAR PUSTAKA
29
3. Sylvia A.Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis proses-
proses penyakit volume 1, Edisi 6, EGC : Jakarta, 2006
4. http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/g/gastric_ruptu
re Gharehbaghy, Manizheh M., Rafeey, Mandana., Acute Gastric
Perforation in Neonatal Period, available from www.medicaljournal-
ias.org/14_2/Gharehbaghy.pdf
30