Anda di halaman 1dari 23

PENDAHULUAN

Kanker otak sekunder merupakan kanker otak yang paling sering terjadi. Kanker
otak sekunder disebabkan oleh keberadaan kanker lain pada bagian tubuh lain, seperti
kanker paru-paru, kanker ginjal, kanker payudara, kanker prostat dan kanker kulit yang
menyebar ke otak. Kanker otak sekunder juga disebut sebagai kanker otak metastatik

Tumor otak metastasis merupakan lesi otak yang cukup sering dijumpai.
Metastasis ke otak merupakan komplikasi sistemik kanker yang paling ditakuti dan
merupakan tumor intrakranial yang paling umum pada orang dewasa. Sekitar 15-20%
pasien kanker akan didiagnosis dengan tumor otak metastasis. Insiden dari tumor ini
diperkirakan 4,1 – 11,1 per 100.000 populasi/tahun. Insiden tumor otak metastasis
meningkat sejalan dengan semakin majunya terapi sistemik yang memperpanjang angka
harapan hidup, semakin banyaknya populasi lanjut usia, meningkatnya insiden kanker
paru dan melanoma dan kemampuan MRI dalam mendeteksi metastasis berukuran
kecil. Pada orang dewasa, sumber metastasis utama adalah kanker paru, payudara dan
melanoma.Metastasis ke parenkim otak merupakan bentuk keterlibatan SSP yang
tersering dari kanker sistemik. Penyebaran terutama secara hematogen. Selain itu
penyebaran ke parenkim bisa juga terjadi sebagai akibat perluasan dari metastasis tulang
yang berdekatan. Metastasis cenderung berada di gray-white matter junction karena
pada daerah ini pembuluh darah berubah ukuran sehingga emboli metastatik dapat
terperangkap. Penatalaksanaan tumor otak metastasis hingga saat ini masih terus
menjadi tantangan karena asal metastasis otak yang sangat beragam dan waktu survival
yang relatif singkat.

1
I. DEFINISI

Tumor otak metastasis merupakan neoplasma yang berasal pada jaringan


diluar sistem saraf pusat dan menyebar secara sekunder ke otak.

II. EPIDEMIOLOGI

Tumor otak metastasis merupakan tumor intraserebral yang paling sering


dijumpai walaupun insidensi pastinya tidak diketahui. Studi dari Percy et al
menemukan insidensi metastasis otak sebesar 11.1 per 100.000. Studi lain
menemukan insidensi metastasis otak sebesar 3.4 per 100.000. Metastasis otak
dijumpai pada 20-40% pasien kanker dan memiliki perbandingan 10:1 dengan tumor
otak primer. Diperkirakan 98.000 hingga 170.000 pasien didiagnosis dengan tumor
otak metastasis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Jenis kanker yang paling sering
bermetastasis ke otak adalah kanker paru, yaitu 30-60% dari seluruh metastasis otak.

Tabel 1. Jenis tumor primer pada tumor otak metastasis


Dikutip dari : Schiff D, Wen PT. Cancer Neurology in Clinical Practice. New Jersey.
2003.

2
III. PATOFISIOLOGI

Metastasis merupakan proses dinamis yang melibatkan berbagai proses.


Mekanisme spesifik dan urutan kejadian yang menyebabkan metastasis otak belum
sepenuhnya dimengerti. Baik sel kanker yang bermetastasis ke otak maupun
lingkungan pada otak itu sendiri memainkan peranan yang penting. Agar sel
metastatik dapat meninggalkan tumor primer, sel-sel ini harus memiliki kemampuan
untuk melepaskan diri, bersirkulasi dan menginvasi. Penyebaran sel tumor terjadi
melalui sistem vaskular atau limfatik. Sebagian besar sel tumor menyebar melalui
pembuluh darah atau limfatik (hipotesis hemodinamik) dan tertahan secara mekanik
pada kapiler atau nodus limfarik yang pertama kali dijumpai. Sel-sel ini kemudian
menjadi lokasi perkembangan tumor. Walaupun begitu, mekanisme ini tidak berlaku
untuk seluruh fenomena metastasis. Walaupun otot, ginjal dan kulit merupakan
struktur dengan vaskularisasi yang banyak, organ ini jarang menjadi tempat
metastasis. Pada tahun 1889, Stephen Paget menganalisa hasil autopsi dari 735
kasus kanker payudara dan menemukan bahwa walaupun aliran darah ke ginjal dan
limpa lebih banyak, namun organ hepar merupakan tempat metastasis yang lebih
sering. Ia menunjukkan bahwa tampaknya ada karakteristik organ host itu sendiri
yang mempengaruhi dimana sel-sel tumor ini akan berkembang. Ini menghasilkan
hipotesis “seed and soil”. Ia menyatakan bahwa sel-sel tumor (seed) hanya dapat
berkembang jika berada pada organ yang tepat (soil).

Banyak bukti yang mendukung hipotesis seed and soil atau molecular
recognition. Sel-sel tumor mencapai organ melalui jalur vaskular dan limfatik.
Setelah mencapai organ tertentu, sukses tidaknya sel-sel ini berkembang menjadi
tumor bergantung pada kesesuaian ‘soil’. Satu studi otopsi memprediksi bahwa
hipotesis hemodinamik berperan pada 66% metastase, sedangkan 20% mungkin
disebabkan hipotesis molecular recognition. Metastasis lokal tampaknya disebabkan
oleh proses hemodinamik, sedangkan penyebaran yang lebih jauh tampaknya
disebabkan oleh molecular recognition antara sel-sel tumor dan host organ.

3
Kaskade Metastatik

Kaskade metastatik adalah rangkaian proses yang terjadi pada proses


penyebaran kanker. Tidak semua mekanisme dan faktor yang berperan telah
teridentifikasi, namun sejumlah growth factors, sitokin, mediator imunologis dan
jalur molekular tampaknya memainkan peran. Urutan kejadiannya meliputi:
detachment, intravasation, transpor embolisasi, ekstravasasi, kolonisasi dan
angiogenesis.

Tabel 2. Langkah-langkah Metastasis


Dikutip dari : Raizer JJ, Abrey LE. Brain Metastases. New York ; Springer; 2007

Detachment

Setelah sel normal mengalami perubahan genetik yang mengubahnya


menjadi sel tumor, agar dapat bermetastasis, sel tersebut pertama kali harus
melepaskan diri sendiri dari massa tumor. Seperti pada sel normal, perlekatan antar
sel sebagian besar dimediasi oleh cadherins. Cadherins merupakan bagian dari
kelompok protein permukaan sel yang disebut cellular adhesion molecules
(CAMS). CAMS adalah protein permukaan sel yang memungkinkan perlekatan sel
satu sama lain, atau ke extracelluler matrix (ECM). Dari berbagai jenis cadherins,
epitel cadherin (E-chaderin) adalah protein penting yang terlibat dalam interaksi

4
antar sel, pada dasarnya molekul ini merupakan ‘lem’ yang merekatkan sel-sel ini
bersama-sama. Sel-sel tumor menonaktifkan E-chaderin, fase penting pada
detachment. Selain hilangnya E-chaderin, sel-sel tumor mengaktifkan N-cadherin,
yang meningkatkan motilitas dan invasi dengan memungkinkan sel tumor untuk
melekat dan menginvasi stroma di bawahnya. Kehilangan adhesi adalah langkah
penting pada epithelial-mesenchymal transition (EMT). Down-regulation E-
chaderin dan up-regulation N-chaderin merupakan dua peristiwa kunci yang terjadi
selama EMT. Dengan demikian, sel dengan penurunan ekspresi E-chaderin
memiliki potensi metastasis yang lebih tinggi. Beberapa bukti terakhir menunjukkan
bahwa up-regulation dari N-cadherin dengan sendirinya dapat menyebabkan
detachment dan motilitas.

Intravasasi

Setelah memisahkan diri dari tumor primer, sel-sel tumor yang bermetastasis
akan bergerak menuju pembuluh darah kemudian menembus membran endotel dan
ECM. ECM berfungsi tidak hanya sebagai penopang untuk sel atasnya, namun juga
terlibat dalam signaling, proliferasi dan mengkoordinasi migrasi. Sel-sel ini
memulai proses dengan melepaskan beberapa faktor untuk menghancurkan
membran basal. Matrix metalloproteins (MMPs) adalah salah satu enzim proteolitik
kunci yang terlibat dan dirancang untuk menghancurkan sejumlah protein seperti
kolagen, laminin dan fibronektin. Dalam sel non-neoplastik yang secara aktif
bermitosis, ini memungkinkan remodelling dari ECM untuk mengakomodasi sel
progeni. MMPs telah diklasifikasikan sesuai dengan kemampuan mereka untuk
mendegradasi protein tertentu.

MMP-2 dan MMP-9 dianggap yang paling menonjol dalam perkembangan


metastasis. Enzim-enzim ini diklasifikasikan sebagai gelatinases karena kemampuan
khusus mereka untuk menghancurkan denaturated kolagen. Peningkatan ekspresi
MMP-9 telah ditemukan pada metastasis otak dan tumor otak primer. MMPs
menunjukkan keragaman fungsi dan dapat bekerja pada banyak tepat di sepanjang
kaskade metastatik termasuk proliferasi , migrasi, diferensiasi, angiogenesis, dan
apoptosis sel. Misalnya, MMPs adalah salah satu kekuatan pendorong EMT dan

5
merekajuga dapat bertindak untuk menghancurkan E-chaderin. Urokinase
plasminogen activator (UPA) merupakan protease aktif lainnya. Jika terikat ke
molekul permukaan sel, urokinase aktivator plasminogen reseptor (uPAR), UPA
yang aktif mengkonversi zymogens lainnya menjadi protease aktif. Yang paling
penting dari ini adalah plasminogen, yang dipecah menjadi plasmin. Plasmin
kemudian dapat mengaktifkan MMPs lainnya, terutama jenis 1,2,3,9 dan 14, atau
bisa langsung mencerna fibrin. Seperti MMP-2, kadar uPAR yang timggi dapat
menunjukkan perjalanan yang lebih agresif dan prognosis yang buruk. Selain
meningkatkan degradasi membran basal, kedua protease juga dianggap dapat
mengaktifkan faktor pertumbuhan dan kemokin yang pada akhirnya mendorong
tumorigenesis. Studi dari Rojiani et al (2010) pada 28 kasus tumor otak metastasis
menemukan bahwa 57.14% tumor metastatik menunjukkan immunoreaktivitas
untuk MMP-2, sedangkan 42.86% negative.

Transpor dan Embolisasi

Sel-sel kanker, seperti semua sel-sel lain, bergantung pada kontak dengan
elemen stroma agar dapat bertahan hidup. Biasanya, begitu sel-sel berada dalam
pembuluh darah dan tidak lagi terikat ke matriks yang mendasarinya, sel-sel ini
mengalami apoptosis, yang disebut anoikis, bahasa Yunani untuk "tunawisma". Sel-
sel metastatik bersifat resisten terhadap anoikis. Over-ekspresidari integrin-linked
kinase (ILK), suatu protein yang terlibat dalam dow-regulation dari E-chaderin,
diperkirakan berkontribusi terhadap resistensi terhadap anoikis. Baru-baru ini,
sebuah molekul anti-apoptosis baru, TrkB, juga telah diidentifikasi.TrkB adalah
reseptor untuk beberapa protein faktor pertumbuhan yang menginduksi
kelangsungan hidup dan diferensiasi selpopulasi sel. Sel-sel tumor yang terlepas
juga harus menahan serangan dari sel natural killer, makrofag dan elemen lain dari
sistem kekebalan tubuh serta bertahan dari kerusakan mekanik dari velocity-related
shear forces. Untuk mengatasi ini, sel-sel tumor sering merekatkan dirinya dengan
trombosit dan leukosityang bertindak sebagai pendamping. Selectins, subset lain
dari CAMS milik leukosit (L-selectin), platelet (P-selectin) dan sel endotel (E-
selectin), memungkinkan sel tumor untuk melekat pada trombosit dan leukosit,

6
sehingga memudahkan transportasi mereka. Sebagian besar metastase mencapai
otak melalui pembuluh darah, yaitu, menyebar hematogen. Setelah berjalan melalui
sirkulasi vena dan melewati jantung, sel tumor akan menetap dikapiler bed pertama
kali dijumpai, yaitu paru-paru. Darisini, mereka mengikuti sirkulasi kejantung
kiridan kemudian ke organ lain. Sekitar 20% dari cardiac output adalah ke otak,
karena itu, tidak mengejutkan bahwa tumor paru-paru, baik primer atau sekunder,
seringkali merupakan sumber metastasis otak. Penyebaran melalui CSS dapat
dijumpai pada beberapa kasus penyebaran lepto meningeal, dan metastasis dural
atau parenkim dapat terjadi melalui ekstensi langsung dari tumorbasis kranii.

Metastase otak yang paling ditemukan di perbatasan grey-white matter,


dimana pembuluh darah menyempit hingga ke titik kritis untuk menjebak emboli
tumor. Selain itu, distribusi aliran darah serebral sebagian besar adalah ke hemisfer
otak (80%), kemudian ke serebelum dan batang otak. Dengan demikian, 85% dari
metastase otak ditemukan dalam cerebrum, 10-15% di serebelum dan 3% di batang
otak. Temuan ini mendukung penyebaran hemodinamik sebagai mekanisme primer
yang terlibat. Namun, untuk alasan yang tidak diketahui, tumor gastrointestinal dan
pelvis memiliki kecenderungan yang tidak biasa untuk bermetastasis kefosa
posterior; sekitar 50% dari metastase tunggal dari tumor ini dijumpai pada
serebelum. Hal ini tampaknya disebabkan oleh karena afinitas molekul antara sel-sel
tumor dan lingkungan. Jadi, di otak, pola metastasis dapat dijelaskan dengan
hipotesis hemodinamik dan molecular recognition.

Adhesi

Mikroemboli tumor yang bersirkulasi akhirnya berhenti di suatu vascular


bed, proses tertahannya ini berhubungan dengan untuk ukuran tumor, tetapi juga
dengan pengikatan sel tumor ke molekul permukaan pada endotel yang disebut
addressins endotel. Molekul-molekul ini unik untuk kapiler organ tertentu. Protein
ini bertindak sebagai pertahanan untuk sel-sel tumor yeng bersirkulasi yang
mengekspresikan protein pelengkap, seperti integrin. Integrin, subset lain dari
CAMS, adalah protein integral tertanam dalam membran plasma sel. Peran
utamanya terkait dengan perlekatan sitoskeleton selular ke ECM serta transduksi

7
sinyal dari ECM ke sel. Beberapa bukti menunjukkan mereka terlibat dalam adhesi
sel tumor ke trombosit selama embolisasi, serta induksi protease seperti MMPs
selama intravasasi. CD44 adalah protein membran integral yang memediasi adhesi
sel tumor ke endotel di lokasi sekunder. Ekspresinya meningkat pada hampir 50%
dari metastase otak, terutama pada payudara, tiroid dan melanoma. E-selektin yang
diekspresikan pada sel endotel juga dapat membantu dalam adhesi sel tumor.

Ekstravasasi

Proses ini, seperti halnya intravasasi, membutuhkan degradasi ECM. Dengan


demikian, beberapa faktor yang sama yang terlibat dalam intravasasi, termasuk
MMPs dan UPA, juga terlibat di sini. Salah satu langkah yang lebih penting dalam
ekstravasasi melibatkan degradasi proteoglikan heparan sulfat (HSPG) dalam
membran basal dan ECM oleh endoglycosidase heparinase yang mencerna rantai
HSPG. Normalnya diekspresikan oleh trombosit dan leukosit, heparinase juga dapat
dihasilkan oleh sel termasuk astrosit dan kanker tertentu seperti prostat. Kompleks
UPA-uPAR juga aktif dalam restrukturisasi basement membran dan mengaktifkan
protease lainnya. Sel tumor dapat memperoleh akses ke jaringan sekitarnya dengan
gaya geser (shear force). Sebuah fokus tumor yang kecil, sekali tertahan di
pembuluh darah, dapat mulai berproliferasi dan tumbuh menjadi massa yang
memungkinkannya mendorong melalui lapisan sel endotel pembuluh darah untuk
berkontak dengan membran basal.

Kolonisasi

Setelah berhasil menyerang jaringan parenkim, sel-sel kanker sekarang dapat


tumbuh untuk membentuk massa. Ini adalah titik krusial yang menentukan nasib sel
ini. Jika mereka tidak mampu tumbuh, mereka akan tetap berada dalam keadaan
dorman sebagai suatu micrometastasis. Micrometastases didefinisikan sebagai fokus
tumor kurang dari atau sama dengan 2 mm dalam dimensi terbesar. Dapat dijumpai
jumlah yang tak terhitung dari selini yang tersebar di seluruh tubuh, tetap dorman
sampai mereka mencapai kemampuan untuk berproliferasi. Beberapa bukti
menunjukkan bahwa langkah awal dari metastasis relatif mudah, dan langkah

8
terakhir dari kolonisasi ini yang tidak mudah. oleh karenaitu, hal ini dianggap
sebagai rate-limiting step dari kaskade ini. Satu penelitian menunjukkan bahwa 80%
dari sel melanoma disuntikkan ke tikus bertahan sampai titik dimana mereka
mencapai ekstravasasi. Namun begitu, kurang dari 3% mikrometastases, dan hanya
1% yang terus membentuk metastase klinis jelas yang jelas.

Angiogenesis

Semua jaringan, baik neoplastik atau tidak, tergantung pada suplai darah
yang cukup. Suatu tumor tidak dapat tumbuh melebihi 1 sampai 2 mm3 jika tidak
memperoleh suplai darah sendiri, biasanya melalui angiogenesis. Sejumlah factor
yang menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru termasuk vascular
endothelial growth factor (VEGF), basic fibroblast growth factor (bFGF), platelet
derived growth factor (PDGF), dan epidermal growth factor (EGF). VEGF
tampaknya adalah yang paling signifikan. VEGF juga disebut vascular
permeabilitas factor (VPF), memainkan peran penting dalam edema otak yang
berhubungan tumor. VEGF berikatan dengan reseptor pada sel endotel dan
menginduksi neovaskularisasi, meningkatkan permeabilitas dan mengaktifkan UPA.
Hal ini juga tampaknya merupakan penanda untuk pertumbuhan dan perkembangan
tumor dan dapat berfungsi sebagai suatu penanda prognostik. Angiogenesis adalah
proses dengan berbagai langkah. Pertama, sel-sel endotel berproliferasi dan
menembus ECM host. Mereka kemudian berkumpul menjadi pembuluh darah yang
sangat ireguler dibandingkan dengan jaringan normal. Migrasi dan transformasisel
endotel dapat dimediasi oleh bFGF, yang juga dapat merangsang produksi protease.
Pembuluh darah yang baru ini memiliki bentuk yang tidak normal, ukuran
bervariasi, dan memiliki orientasi yang tidak teratur. Mereka tidak memiliki barrier
endotel yang tipikal. Sel-sel endotel ini tidak kohesif, dan memiliki tight junction
yang jarang. Faktor-faktor ini menyebabkan pembuluh darah baru menjadi lebih
permeabel. Keuntungan dari neovaskularisasi dua kalilipat, karena tidak hanya
memungkinkan sel tumor untuk berkembang, tetapi pembuluh darah ini lebih
permeabel memungkinkan sel untuk memasuki sirkulasi dengan mudah dan
menyebabkan metastasis. Hypoxic ischemic factor (HIF) merupakan mediator

9
penting lain pada angiogenesis. HIF-1 terkait erat dengan oksigenasi jaringan.
Dalam kondisi sel hipoksia, sepertiyang terlihat pada sel tumor yang terlalu aktif
metabolismenya, HIF-1 meningkat. Hal inikemudian memicu up-regulation
faktorlain yang penting untuk meningkatkan oksigenasitermasuk VEGF dan
eritropoietin.Pertumbuhan mikrometastasis yang dorman tampaknyaditekan oleh
faktoranti-angiogenesis yang dilepaskan dari kanker primer. Saat tumor primer
dibuang, mediator anti-angiogenesis mediator dihilangkan dan menyebabkan
pertumbuhan metastasis jauh. Sel-sel stroma di sekitarnya juga dapat berfungsi
sebagai faktor pro-angiogenesis. Ini termasuk selendotel yang dapat mengeluarkan
angiopoietin, yang merangsang diferensiasi sel, serta makrofag host yang
mengekspresikan beberapa faktor pertumbuhan sepertiVEGF, TGF-α, dan
interleukin-8.4

IV. GAMBARAN KLINIS

Gejala dan tanda dari tumor metastase ke otak terdiri dari : tanda-tanda
akibat peninggian tekanan intrakranial dan tanda-tanda dari iritasi/ destruksi fokal
neuron. Tanda-tanda dari peninggian tekanan intrakranial meliputi : sakit kepala,
muntah dan confusion. Tanda-tanda dari irritasi neuron meliputi: hemiparese, kejang
fokal dan ataxia. Nyeri kepala merupakan gejala yang paling sering dijumpai dan
lebih sering pada metastasis multipel. Nyeri bersifat menekan dan sering berlokasi
di bifrontal. Kelemahan fokal adalah gejala tersering kedua. Seizure fokal atau
umum dapat dijumpai pada 10% pasien.

Gejala dan tanda tumor otak metastasis tidak berbeda secara signifikan
dengan tumor otak primer. Terdapat edema yang cukup nyata di sekeliling
metastasis, yang sering menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial walaupun
lesinya masih kecil. Perbedaan utama tanda klinis tumor primer dan metastasis
adalah bahwa metastasis biasanya tumbuh lebih cepat, menimbulkan gejala yang
berkembang selama beberapa minggu. Tumor metastasis multipel dapat
menunjukkan gejala dan tanda yang unik. Pasien dengan tumor metastasis multipel
dapat mengalami penurunan kesadaran yang subakut tanpa tanda lateralisasi. Secara
klinis, pasien ini menyerupai pasien dengan ensefalopati metabolik danhanya dapat

10
dibedakan dengan pemeriksaan neuroimejing. Beberapa tumor metastasis bahkan
dapat tidak menunjukkan gejala. Oleh sebab itu, pasien dengan kanker paru atau
melanoma harus dievaluasi dengan pemeriksaan imejing.

V. PROSEDUR DIAGNOSTIK

Prosedur diagnostik utama adalah pemeriksaan neuroimejing. Pada


pemeriksaan CTscan tanpa kontras, metastasis biasanya tampak isodens dan
berbatas tegas. (gambar). Lesi hiperdens menunjukkan adanya perdarahan atau
kalsifikasi. Hipodensitas ekstrim dapat menggambarkan lemak. Pemeriksaan CT
scan tanpa kontrasjuga bermanfaat untuk mendeteksi efek massa sepertimidline
shiftatau hidrosefalus. Edema peritumoral akan terlihat sebagai hipodensitas di
sekitar tumor hingga kewhite matter. Pada pemeriksaan CTscan dengan kontraslesi
menjadi hiperdens yang menggambarkan kerusakan sawar darah otak, neovaskular
dan peningkatan permeabilitas kapiler. Penyangatan disekitarnya juga dapat
dijumpai (gambar) Lesi biasanya bulat, terutama jika berukuran kecil, dan berbatas
tegas. Pada MRI, sebagian besar lesi menunjukkan hipointens pada T1, dengan
hiperintensitas pada T2 dan FLAIR.

Gambar 2. Gambar lesi Gambar 3. Gambaran MRI


metastasis paru pada tumor otak metastasis

11
pemeriksaan CT scan dengan kontras lesi menjadi hiperdens yang
menggambarkan kerusakan sawar darah otak, neovaskular dan peningkatan
permeabilitas kapiler. Penyangatan di sekitarnya juga dapat dijumpai (gambar) Lesi
biasanya bulat, terutama jika berukuran kecil, dan berbatas tegas. Pada MRI,
sebagian besar lesi menunjukkan hipointens pada T1, dengan hiperintensitas pada
T2 dan FLAIR.

VI. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding tumor otak metastasis cukup luas, mencakup tumor


primer (glioma, meningioma, limfoma), infeksi (abses serebri, ensefalitis), lesi
demielinasi, infark serebral dan perdarahan intraserebral. Sebagian besar tumor
metastasis berupa lesi multipel yang menyangat kontras.

Tabel 3. Penyebab Multiple Enhancing Lesion pada Otak

VII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pasien dengan metastasis otak selalu difokuskan pada


pilihan terapi seperti pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Namun begitu
manajemen gejala dan perawatan suportif juga sama pentingnya, termasuk
pemberian kortikosteroid, penatalaksanaan kejang dan nyeri, penilaian gangguan
menelan, penatalaksanaan kejadian tromboemboli, penggunaan antikoagulan yang

12
tepat dan aman, serta evaluasi masalah psikiatrik. Penatalaksaaan suportif yang baik
akan meningkatkan kualitas hidup dan memungkinkan pasien untuk berkonsentrasi
pada terapinya.

Seizure dan Terapi Antikonvulsan

Seizure merupakan komplikasi tumor otak yang sering dijumpai dan dapat
mengganggu kualitas hidup karena membatasi aktivitas pasien.

Tabel 5. Obat Anti Epilepsi pada Tumor Otak


Dikutipdari:SchiffD,WenPT.CancerNeurologyinClinicalPractice.NewJersey.2003.

13
Selain itu juga, dapat menimbulkan cedera yang terkait seizure, mengurangi
waktu kerja dan menambah kecemasan pasien, juga akibat efek samping, interaksi
obat dan biaya akibat penggunaan obat anti epilepsi (OAE). Sekitar 20 hingga 40%
pasien dengan tumor otak metastasis mengalami seizure.

Terdapat konsensus yang menyatakan bahwa tiap pasien dengan tumor otak
metastase yang mengalami seizure harus mendapatkan OAE. (tabel 3). Monoterapi
dengan fenitoin, karbamazepin, atau valproat merupakan pilihan awal pada sebagian
besar pasien.Pada beberapa pasien, obat kedua harus ditambahkan jika obat pertama
dengan konsentrasi yang tinggi tidak dapat mengontrol aktivitas seizure. Pilihan lain
terdiri dari antikonvulsan generasi baru (misalnya levetiracetam, gabapentin,
topiramat, zonisamide

Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid seringkali dibutuhkan pada pasien tumor otak


metastasis untuk mengendalikan gejala yang disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial. Edema peritumoral merupakan penyebab utama peningkatan tekanan
intrakranial dan dimediasi oleh berbagai mekanisme, termasuk peningkatan
permeabilitas yang dinduksi oleh faktor-faktor yang disekresi oleh tumor dan
jaringan sekitar, sepertiradikal bebas, asam arakidonat, glutamat, histamin,
bradikinin, atrial natriuretic peptide, dan VEGF. Dexamethasone merupakan steroid
potensi tinggi yang paling sering digunakan untuk mengatasi edema yang
berhubungan dengan tumor otak. Mekanisme dexamethasone dan glukokortikoid
lain dalam mengurangi edema masih belum jelas. Seperti diketahui bahwa tumor
otak metastasis memiliki konsentrasi reseptor glukokortikoid yang tinggi. Efek obat-
obatan ini tampaknya dimediasi melalui pengikatan dengan reseptorini yang
akhirnya menyebabkan ekspresi gen baru. Inhibisi produksi dan pelepasan faktor
vasoaktif yang disekresi oleh sel-sel tumor dan sel-sel endotel, seperti VEGF dan
prostasiklin, tampaknya terlibat dalam proses ini. Debagai tambahan, glukokortikoid
tampaknya menghambat reaktivitas sel-sel endotel terhadap beberapa substansi yang
menginduksi permeabilitas kapiler.

14
Pada pasien tumor otak metastase dengan gejala ringan akibat efek
massa, direkomendasikan pemberian kortikosteroid dengan dosis 4-8 mg per
hari, sedangkan untuk pasien dengan gejala menengah hingga berat
direkomendasikan dosis 16 mg atau lebih perhari (level 3). Dexamtehasone
merupakan kortikosteroid pilihan dan sebaiknya diturunkan perlahan selama2
minggu. (level 3). Dexamethasone diturunkan setelah pemberian selamasatu
minggu dan dihentikan setelah 2 miggu jika memungkinkan.

Terapi Nyeri Kanker

Nyeri dapat timbul pada tumorotak metastasis. Metastasis pada parenkim


otak menyebabkan nyeri dengan meningkatkan tekanan intra kranial (TIK) dan
menyebabkantraksi dura. Nyeri kepala biasanya tidak terlokalisasi dengan baik
dan sering dirasakan diseluruh kepala. WHO telah menetapkan pendekatan
farmakologis dalam tatalaksana nyeri kanker, yang bergantung pada intensitas
nyeri, apakah ringan, sedang atau berat.

Langkah 1 adalah untuk pasien dengan nyeri ringan atau menengah dan
terdiri dari penggunaan analgetik nonopioid, yaitu asetaminofen, salisilat dan
nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID).

Langkah 2 ditujukan pada pasien dengan nyeri ringan hiingga menengah


yang tidak teratasi dengan analgesik nonopioid dan untuk pasien dengan nyeri
menengah hingga berat saat onset yang terdiri dari opioid potensi rendah yaitu
kodein, oxycodone, hydrocodone, dan propoxyphene.

Langkah 3 merupakan opioid potensi tinggi, mencakup morfin,


oxycodone, hydromorphone, levorphanol, methadonedan fentanyl. Ditujukan
pada pasien dengan nyeri berat atau yang tidak teratasi dengan opioid potensi
rendah. Analgetik ajuvan dapat diberikan bersamaan dengan obat-obat pada
langkah 1,2.

15
Tindakan Bedah

Tindakan bedah pada metastasis intrakranial memberikan beberapa


keuntungan. Pertama, reseksi total menghilangkan efek massa, iritasi otak, dan
edema. Karena lesi metastatik tumbuh dengan cara ekspansi dan bukannya
invasi ke jaringan otak, maka eksisi dapat memperbaiki disfungsi neurologis
yang disebabkan oleh kompresi ke jaringan otak. Kedua, tindakan bedah
memungkinkan diagnosis patologis pada kasus dimana kanker primernya belum
diketahui. Keuntungn tindakan bedah harus ditimbang dengan risikonya pada
tiap pasien. Operasi harus dipertimbangkan hanya pada pasien yang akan
mendapat manfaat dari tindakan bedah. Manfaat dari operasi dalam pengobatan
fokus metastasis tunggal telah divalidasi oleh data dari berbagai studi. Tindakan
bedah tetap menjadi terapi utama pada pasien dengan metastasis tunggal yang
terlalu besar jika hanya diterapi dengan radiosurgery. Peran tindakan bedah
pada pasien dengan metastasis multipel masih belum jelas. Tindakan bedah
dilakukan jika terdapat efek massa yang signifikan dan /atau debulking
diiperlukan untuk menghilangkan gejala dengan segera dan atau meningkatkan
kualitas hidup.

16
Tujuan dari gross total resection (GTR) adalah untuk mengangkat
seluruh jaringan tumor dan jaringan normal sekitarnya seminimal mungkin
untuk memperoleh batas yang jelas. Ini biasa dilakukan dengan reseksi
mikorsurgikal agar dapat membedakan jaringan tumor dan jarungan normal
dengan jelas. Harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mencederai pembuluh
darah di sekitarnya yang dapat melalui atau berdekatan dengan tumor namun
memberikan perfusi ke jaringan otak normal.

Klasifikasi RPA (Recursive Partitioning Analysis)

The Radiation Therapy Oncology Group mengembangkan metode


stastistik untuk mengkategorikan pasien kanker yang dikenal dengan sistem
klasifikasi Recursive Partitioning Analysis (RPA). Sistem klasifiksi ini
berdasarkan usia, skor Karnofsky Performance Scale (KPS) dan luasnya
penyakit sistemik.

 Pasien dengan RPA kelas 1 memiliki usia kurang dari 65 tahun, memiliki
skor KPS 70 atau lebih dan tidak memiliki penyakit sistemik atau memiliki
penyakit sistemik yang terkontrol.
 Pasien dengan RPA kelas 2 memiliki usia 65 tahun atau lebih dan memiliki
penyakit sistemik yang tidak terkontrol, namun nilai KPS yang lebih dari 70.
 Pasien dengan KPS kurang dari 70 dikategorikan sebagai RPA kelas 3.

Pasien dengan RPA kelas 1 dianggap sebagai kandidat yang baik untuk
tindakan kraniotomi, sedangkan pasien dengan RPA kelas 3 dianggap sebagai
kandidat yang buruk. Pemilihan pasien dengan RPA kelas 2 kurang begitu jelas,
dan membutuhkan pertimbangan yang lebih hati-hati seperti durasi dan faktor
risiko medis.

17
Radio surgery (RS)

Selama lebih dari 30 tahun, radiosurgery (RS) merupakan pilihan terapi


bagi pasien tumor otak. Pada 15 tahun terakhir, RS merupakan pilihan terapeutik
yang juga dipertimbangkan pada pasien dengan metastasis otak. Tindakan RS
relatif aman dan efektif bagi pasien dengan metastasis otak. Walaupun data kelas
I terbatas, sejumlah studi menunjukkan bahwa penambahan RS pada WBRT
meningkatkan survival pasien dengan metastasis tunggal, memperbaiki kontrol
lokal pada pasin dengan dua hingga empat metastasis dan memperbaiki outcome
fungsional pasien. Sejumlah data kelas II dan III juga mendukung penggunaan
RS dengan WBRT atau sebagai moterapi dan menunjukkan bahwa efikasinya
serupa dengan tindakan bedah.

18
Beberapa studi
retrospektif menunjukkan
bahwa RS dan tindakan
bedah memiliki efektivitas
yang sama pada metastasis
otak. Tabel berikut
menunjukkan risiko dan
manfaat tindakan bedah
dan RS. Lokasi dan ukuran
tumor dan adanya edema
merupakan perimbangan
yang penting dala
memutuskan penggunaan
RS atau tindakan bedah.
Tumor dengan ukuran
besar, pada lokasi yang
mudah dijangkau, dan
berkaitan dengan efek
massa harus dilakukan Tabel 10. Tindakan bedah vs Radiosurgery
tindakan bedah. Tindakan
bedah juga harus dieprtimbangkan pada pasien dengan lesi primer yang tidak
diketahui untuk memperoleh diagnosis. Tumor dengan ukuuran kecil (<3 cm)
harus diterapi dengan RS jika tumor ini tidak dapat direseksi..

Level Rekomendasi
Pembedahan + WBRT
Pembedahan diikuti WBRT lebih unggul
vs 1
dibanding pembedahan saja
Pembedahan saja
Pembedahan + WBRT Efektivitas sama (SRS blm utk lesi > 3 cm
vs 2 atau yg menimbulkan efek massa
SRS ± WBRT signifikan)

19
SRS saja memberikan outcome yang hampir
3 sama dengan pembedahan + WBRT untuk
metastasis tunggal
Pembedahan + WBRT Pembedahan diikuti WBRT lebih baik
vs 1 dibanding WBRT saja pada pasien dengan
WBRT saja status performanceyang baik

Radiasi

Whole brain radiation therapy (WBRT) telah menjadi terapi utama pada
tumor otak metastase selama lebih dari 50 tahun dan merupakan terapi paliatif
yang paling efektif pada sebagian besar pasien. Isu penting pada penggunaan
WBRT adalah mengoptimalkan efikasinya jika digunakan bersamaan dengan
tindakan bedah, radiosurgery, agen radiosensitizing dan agen kemoterapi.
Pendekatan multimodal ini memberikan peningkatan median survival yang
signifikan pada banyak pasien. Tindakan bedah dengan atau tanpa WBRT masih
menjadi pilihan penting pada pasien dengan metastasis otak tunggal. Walaupun
begitu reseksi bedah dikontraindikasikan pada banyak pasien karena kondisi
komorbid atau lokasi yang unresectable.

Kemoterapi

Tumor otak metastasis umumnya menunjukkan respon yang buruk


terhadap kemoterapi. Hal ini tampaknya disebabkan oleh beberapa faktor
misalnya sifat tumor yang relatif resisten obat, fakta bahwa metastasis otak
biasanya dijumpai pada pasien dimana kemoterapi sebelumnya telah gagal dan
adanya sawar darah otak.Terdapat sejumlah studi tentang penggunaan
temozolamide pada tumor otak metastasis. Agen kemoterapi oral ini telah
banyak dgunakan pada terapi highgrade glioma dan menunjukkan penetrasi
yang baik pada sawar darah otak. Sejauh ini, efek obat ini masih terbatas. Obat
ini lebih efektif jika digunakan dengan kombinasi dengan WBRT atau
radiosurgery.

20
Pendekatan Terapi

Penatalaksanaan tumor otak metastasis terdiri dari tindakan bedah,


radiosurgery (RS), WBRT dan kemoterapi. Belum ada terapi standar, walaupun
terdapat panduan umum untuk penatalaksanaan metastasis tunggal,
oligometastases (dua atau tiga metastasis), dan multipel (empat atau lebih) dan
untuk penyakit rekuren.

Metastasis Tunggal

Pasien dengan metastasis tunggal dan penyakit sistemik yang terkontrol


atau stabil harus diterapi secara agresif dengan tindakan bedah atau RS, kecuali
jika faktor prognostik lainnya seperti skor KPS atau penyakit sistemik tidak
memungkinkan tindakan yang sangat agresif. Hasil studi menunjukkan bahwa
pada pasien dengan prognosis yang baik, tindakan bedah dan radioterapi lebih
unggul jika dibandngkan dengan radioterapi saja, begitu pula RS ditambah
WBRT lebih unggul dibandingkan WBRT saja Pada pasien dengan lesi tunggal
dan skor KPS ≥ 70 terapi dengan single-dose SRS bersamaan dengan WBRT
menunjukkan survival pasien yang lebih lama jika dibandingkan dengan WBRT
saja.

Metastasis Multipel

Penatalaksanaan pasien dengan empat lesi metastatik atau lebih masih


terbatas. Secara umum, pasien ini harus menerima terapi paliatif dengan WBRT
saja dengan dosis yang standar. Lebih kurang setengah pasien dengan metastasis
multipel akhirya meninggal karena perkembangan penyakitnya. Tindakan bedah
harus dilakukan pada tumor dengan efek massa dan RS dapat dipertimbangkan
pada pasien dengan tumor yang radioresistan.

21
Penatalaksanaan Tumor Otak Metastasis yang Berasal dan Kanker Paru

Secara umum, penatalaksanaan terdiri dari tindakan bedah, SRS dan


WBRT. Steroid diberikan pada pasien dengan gejala neurologi yang disebabkan
oleh tumor. Reseksi bedah diindikasikan untuk memperoleh diagnosis histologis
jika diagnosis belum pasti atau jika lesi nya besar dan menyebabkan efek massa,
hidrosefalus atau herniasi. Pasien dengan SCLC biasanya memiliki prognosis
yang buruk, namun metastasis otak dianggap radiosensitif. Penatalaksanaan pada
pasien dengan SCLC adalah PCI (prophylactic cranial irradiation). The
Prophylactic Cranial Irradiation Overview Collaborative Group melakukan
studi dan menunjukkan bahwa pasien SCLC yang diterapi dengan PCI
menunjukkan 3-year survival rate ( 15.3% vs 20.7%) dan insidensi metastasi
otak yang lebih rendah (58.33 vs 33.3%) jika dibandingkan dengan pasien SCLC
yang tidak mendapatkan PCI. Metastasis SCLC ke otak secara umum merpakan
lesi yang radiosensitif. Oleh sebab itu, jika pasien menunjukkan lesi tunggal
yang besar, terapi steroid diberikan. Jika gejala membaik, WBRT atau SRS
dapat diberikan dengan harapan menghindari tindaan pembedahan bahkan untuk
lesi yang besar (misalnya 3 hingga 4.5 cm). Pada pasien dengan NSCLC (seperti
adenokarsinoa atau squamous cell carcioma), pengambilan keputusan sedikit
lebih rumit. Tindakan bedah tampaknya bukan merupakan pilihan pada pasien
dengan NSCLC jika lesi otak kecil. Jika terdapat lesi tunggal dengan ukuran
lebih kecil dari 2 atau 3 mm, terapi biasanya ditunda hingga 6 atau 8 minggu dan
dilakukan imejing ulang. Penundaan ini memungkinkan lesi bertambah besar
dan memudahkan tindakan SRS dengan lebih akurat. Data juga menunjukkan
bahwa SRS adalah metode yang bermanfaat dalam tatalaksana NSCLC yang
bermetastasis ke otak, teruatam pada pasien dengan penyakit sistemik yang
lanjut, lesi kecil (3 cm atau lebih kecil), atau hingga 5 lesi yang secara medis
tidak memungkinkan dilakukan kraniotomi.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Berttolone SJ. Tumor of the central nervous system concepts in cancer medicine,
1982:649-659
2. Mahar, M., Proses Neoplasmatik di Susunan Saraf dalam Neurologi Klinis Dasar
edisi 5, Dian Rakyat, Jakarta, 2000 : 390 – 402
3. Black PB. Brain tumor, review article. The NEJM 1991 (324):1471-1472
4. Ausman. Intra cranial neoplasma in AB Berker (ed.) Clinical neurology.
Philadelphia:Harper & Row, 1987:57-66
5. Adams and Victors, Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic Disorders in
Manual of edisi 7, McGraw Hill, New York, 2002 : 258 – 263
6. Tumor Otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, 1999 : 201 – 207
7. Facts About Brain Tumors at http://www.braintumor.org/, dikutip tanggal 13
November 2004
8. John R.M., Howard K.W, A ,B, Cs of Brain Tumors – From Their Biology to
Their Treatments at http://www.brain-surgery.com/, dikutip tanggal 13
November 2004
9. What you need to Know about Brain Tumor at http://www.cancer.gov/

23

Anda mungkin juga menyukai