Anda di halaman 1dari 2

BUKU JAWABAN TUGAS UNIVERSITAS TERBUKA

1.
Latar belakang lahirnya Perppu ini karena adanya pandemik covid 19 yang membawa pengaruh terhadap
perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, peningkatan belanja negara
dan pembiayaan, pemburukan sistem keuangan maka perlunya penyelamatan kesehatan dan
perekonomian nasional berupa belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial, pemulihan perekonomian
dan mitigasi. Untuk pemulihan keadaan maka perlu dilakukan relaksasi pelaksanaan APBN. Terkait
penanganan pendemik covid 19 dan ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan stabilitas
sistem keuangan, pemerintah melakukan perubahan regulasi diantaranya regulasi APBN dan Perpajakan,
Bank Indonesia, OJK dan ketenagakerjaan.

Sejak dikeluarkannya Perppu ini, berbagai tanggapan oleh seluruh lapisan masyarakat baik dari pengamat
hukum, ekonomi, politik, maupun masyarakat umum. Beberapa masyarakat memberikan tanggapan positif
karena perppu ini menjadi dasar yang kuat bagi pemerintah untuk memulihkan instabilitas ekonomi
nasional. Namun tak sedikit para ahli, pakar hukum, dan pengamat konstitusi yang mengecam keberadaan
perppu ini terutama terhadap ketentuan pasal 27 yang seakan memberikan impunitas bagi Komite
Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dan juga keberadaan Pasal 27 tersebut rentan dimanfaatkan sebagai
penyalahgunaan wewenang. Hal ini dikarenakan Pasal 27 perppu tersebut menegaskan beberapa
ketentuan, yaitu:
- Ketentuan dalam Pasal 27 ayat (1),
“Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka
pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan
belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan
stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari
biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian
negara.”

Kalimat kerugian yang diakibatkan disebut bukan kerugian negara berpotensi menimbulkan korupsi
di dalam kebijakan-kebijakan tersebut.

- Ketentuan dalam Pasal 27 ayat (2),


“Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian
Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan
pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan
tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Frasa “itikad baik” dalam Pasal 27 ayat (2) sulit dibuktikan. Sebab pembuktiannya tentu sangat
subjektif andaikan terjadi permasalahan hukum nantinya. Sehingga tidak ada alasan yang dapat
dibenarkan bagi pembuat kebijakan untuk seakan mendapat impunitas, ketentuan ini bertentangan
dengan asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law).

- Ketentuan dalam Pasal 27 ayat (3),


“Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata
usaha negara.”
BUKU JAWABAN TUGAS UNIVERSITAS TERBUKA

2.
Klausul Pasal 27 Perppu No. 1 Tahun 2020 merupakan suatu kepastian hukum dan perlindungan bagi
pejabat pemerintah dalam pengambilan kebijakan terkait dengan penanganan pendemik covid 19 terutama
dalam hal melakukan percepatan refocusing anggaran termasuk penyedian jaring pengaman sosial sebagai
dampak Covid- 19 bagi individu/masyarakat yang terdampak atau memiliki resiko sosial.

3.
Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 berbunyi:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). ”

Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 adalah sebagai
berikut:
a. dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
b. menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan;
c. yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

Sehingga indikator untuk menentukan perbuatan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh
pejabat atau pemerintah masuk kedalam kategori tindak pidana korupsi menurut ketentuan Pasal 3 UU No.
31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 adalah:
- Adanya tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi
- Mengakibatkan kerugian terhadap keuangan Negara atau perekeonomian Negara.

Anda mungkin juga menyukai