NIM : 18042132
Pandemi covid-19 yang berdampak pada bidang kesehatan, sosial, maupun ekonomi
sebagai bencana non alam, membawa Presiden untuk melakukan upaya penanganannya
dengan kebijakan keuangan negara, sebagai implementasi kewenangan diskresi dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis dan hasilnya dianalisis secara
kualitatif. Hasil penelitian menampakkan bahwa Perpu Nomor 1 Tahun 2020, yang
kemudian disetujui DPR dan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 merupakan
diskresi konstitusional. Dalam tataran teknis operasional pemerintah juga mengeluarkan
berbagai peraturan kebijakan sebagai tindak lanjut dari Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang
digunakan sebagai upaya dalam menangani keadaan genting sebagai akibat pandemi covid19,
oleh karena itu pejabat pemerintahan mendapatkan imunitas dalam melaksanakan
tugasnya jika didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
A. Pendahuluan
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 mengatur bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Hal tersebut dimaksudkan bahwa
kekuasaan pemerintahan yang dimiliki oleh Presiden Republik Indonesia adalah
untuk mencapai tujuan negara dalam menyejahterakan rakyat sebagaimana
diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Tugas Presiden tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 33 dan 34 yang
menjadi dasar pelaksanaan tugas konstitusional negara/pemerintah
Tugas negara/pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya
tersebut tidak bisa dilepaskan dari perkembangan kenegaraan dan pemerintahan
setelah Perang Dunia II yaitu dengan adanya konsep negara hukum yang baru yang
dikenal sebagai konsep negara kesejahteraan (welfare state). Konsep ini
menempatkan pemerintah untuk berperan aktif dalam kehidupan sosial ekonomi
masyarakatnya dalam mewujudkan kesejahteraan umum (bestuurszorg), di
samping tentunya tetap berperan dalam menjaga keamanan dan ketertiban. Oleh
karena itu maka peran pemerintah semakin lama semakin luas.
Ridwan HR mengutip pendapat E. Utrecht, yang menyatakan bahwa
diberinya tugas “bestuurszorg” itu membawa bagi administrasi negara suatu
konsekuensi yang khusus. Agar dapat menjalankan tugas menyelenggarakan
kesejahteraan rakyat, menyelenggarakan pengajaran bagi semua warga negara, dan
sebagainya secara baik, maka administrasi negara memerlukan kemerdekaan untuk
dapat bertindak atas inisiatif sendiri, terutama dalam penyelesaian soal-soal genting
yang timbul dengan sekonyong-konyong dan yang peraturan penyelenggaraannya
belum ada, yaitu belum dibuat oleh badan-badan kenegaraan yang diserahi fungsi
legislatif.
Freies Ermessen atau diskresi dimiliki oleh setiap pemegang jabatan atau
pejabat pemerintahan untuk mengambil kebijakan strategis berupa keputusan atau
tindakan dalam mengatasi persoalan konkrit yang mendesak yang membutuhkan
penanganan segera. Kebijakan pejabat pemerintahan yang diimplementasikan
dalam wujud diskresi tersebut dilindungi oleh payung hukum, sehingga setiap
pejabat pemerintahan yang melakukan tindakan atas nama jabatannya dan
digunakan untuk kepentingan publik akan mendapatkan perlindungan hukum.
Pada awal bulan Maret 2020 Pemerintah Indonesia dihadapkan pada
kenyataan bahwa pandemi covid-19 telah menimbulkan korban bagi masyarakat
Indonesia, dari waktu ke waktu jumlah korban yang terpapar covid-19 semakin
bertambah, semakin membahayakan dan mengancam kesehatan masyarakat. Hal
tersebut menimbulkan dampak tidak hanya bagi kesehatan masyarakat, tetapi juga
berdampak pada sektor-sektor yang lain, termasuk sektor perekonomian sehingga
mendorong pemerintah untuk mengambil tindakan secara cepat, tepat, dan akurat
dalam penanganan pandemi covid-19. Langkah-langkah pemerintah dalam
penanganan pandemi covid-19 tersebut dilakukan dengan memadukan penggunaan
kewenangan peraturan perundang-undangan, peraturan kebijakan, tindakan badan dan pejabat
pemerintahan, serta dukungan birokrasi sebagai organ pelaksana
kebijakan.
a. Pandemi covid-19 secara nyata telah mengganggu aktivitas ekonomi dan membawa
dampak bagi perekonomian sebagian besar negara-negara di seluruh dunia,
termasuk Indonesia.
b. Terganggunya aktivitas ekonomi akan berimplikasi pada perubahan dalam postur
anggaran (APBN) tahun 2020, baik dari sisi pendapatan negara, belanja negara,
maupun pembiayaan.
c. Respon kebijakan keuangan negara dan fiskal dibutuhkan untuk menghadapi risiko
pandemi covid-19, antara lain berupa peningkatan belanja untuk mitigasi risiko
kesehatan, melindungi masyarakat, dan menjaga aktivitas usaha. Tekanan sektor
keuangan berpengaruh pada APBN, terutama sisi pembiayaan.
f. menerbitkan Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara dengan
tujuan tertentu khususnya dalam rangka pandemi Corona Virus Disease 20l9
(COVID-l9) untuk dapat dibeli oleh Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), investor korporasi, danf atau investor ritel;
g. menetapkan sumber-sumber pembiayaan Anggaran yang berasal dari dalam
dan/atau luar negeri;
h. memberikan pinjaman kepada Lembaga Penjamin Simpanan;
6) Pelaporan
Penggunaan anggaran dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara
dan langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 12
Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dilaporkan Pemerintah dalam Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat.
Dalam Ketentuan Penutup Perppu Nomor 1 Tahun 2020, Pasal 27 ayat (1)
dinyatakan bahwa biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota
KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di
bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan
daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program
pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk
penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara. Ayat
(2) selanjutnya menyatakan bahwa anggota KSSK, sekretaris KSSK, anggota
sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia,
Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan Pejabat lainnya, yang
berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini,
tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas
didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
a. Kepastian hukum;
b. Kemanfaatan;
c. Ketidakberpihakan;
d. Kecermatan;
e. Tidak menyalahgunakan kewenangan;
f. Keterbukaan;
g. Kepentingan umum; dan
h. Pelayanan yang baik.
Pasal 28 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 menyatakan bahwa pada saat Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku maka terdapat beberapa
ketentuan yang berhubungan dengan kebijakan keuangan negara, antara lain bahwa:
1). Pasal 12 ayat (3) beserta penjelasannya, Pasal 15 ayat (5), Pasal 22 ayat (3), Pasal
23 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), dan Pasal 28 ayat (3) dalam Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4286)
2). Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3). Pasal 11 ayat (22), Pasal 40, Pasal 42, dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2019 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran
2020 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 198, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6410),
dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk
penanganan penyebaran Covid-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang
membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan
berdasarkan Perppu ini. Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan
menindaklanjuti dengan mengeluarkan beberapa peraturan yang antara lain sebagai
berikut:
1). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Revisi
Anggaran Tahun Anggaran 2020;
2). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.05/2020 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Anggaran Belanja atas Beban APBN dalam Penanganan Pandemi
Covid-19.
Pada dasarnya Perppu Nomor 1 Tahun 2020 merupakan implementasi hak
Presiden dalam penggunaan kewenangan diskresi konstitusional untuk penanganan pandemi
covid-19, yang kemudian disetujui DPR menjadi Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2020 dan diundangkan pada tanggal 18 Mei 2020. Dalam penanganan pandemi
covid-19 pemerintah juga mengeluarkan berbagai peraturan perundangan antara lain
Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 maupun peraturan kebijakan lainnya untuk
memperlancar penyelenggaraan kewenangan diskresi Pejabat Pemerintahan pada ranah
teknis operasional berkaitan dengan penanganan pandemi covid-19.
C. Simpulan
Darumurti, Krishna Djaya 2016, Diskresi Kajian Teori Hukum, (Yogyakarta: Genta
Publishing);
HR, Ridwan, 2013, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada);
Marbun, SF dan Moh. Mahfud MD, 1987, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara,
(
Yogyakarta: Liberty);
Soemitro, Ronny Hanitijo, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Yurimetri,
(Jakarta:
Ghalia lndonesia);
Tjandra, W Riawan, 2008, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: Penerbit
Universitas Atmajaya);
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2019 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2020