Anda di halaman 1dari 20

CRITICAL JURNAL REVIEW

“Batalnya Surat Dakwaan Menurut Hukum Acara Pidana”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Acara pada Jurusan Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Dosen Pengampu: 1. Parlaungan G Siahaan, SH., M. Hum

2. Dewi Pika Lumban Batu, SH., M.H

Disusun Oleh:

Veronika Br Pinem (3203111002)

PPKn Reguler VII E

JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
kemurahan-Nya Critical Journal Review ini dapat saya selesaikan tepat pada waktunya.
Makalah Critical Journal Review ini berjudul “Batalnya Surat Dakwaan Menurut
Hukum Acara Pidana.”

Critical Journal Review ini dibuat untuk memperdalam pemahaman penulis


mengenai hukum acara perdata baik teori maupun praktiknya dan sekaligus melakukan
apa yang menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti mata kuliah “Hukum Acara.”

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan Critical Journal Review ini sudah
dibuat sebaik mungkin, namun jika masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Maka dari
itu, saya menerima saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi
kemajuan Critical Journal Review ini. Atas perhatiannya saya ucapkan banyak terima
kasih.

Medan, 11 september 2023

Veronika Br Pinem

NIM. 3203111002

1
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 3
A. Rasionalisasi pentingnya CJR ............................................................................................ 3
B. Tujuan penulisan CJR ........................................................................................................ 3
C. Manfaat CJR ...................................................................................................................... 4
D. Identitas Jurnal ................................................................................................................... 5
1. Jurnal Pertama ................................................................................................................ 5
2. Jurnal Kedua .................................................................................................................. 5
3. Jurnal Ketiga .................................................................................................................. 5
BAB II RINGKASAN ISI JURNAL ............................................................................................. 6
I. Jurnal Utama ...................................................................................................................... 6
II. JURNAL PEMBANDING I ............................................................................................ 10
III. JURNAL PEMBANDING 2 ........................................................................................ 11
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................................ 14
A. Latar belakang .................................................................................................................. 14
B. Permasalahan yang dikaji ................................................................................................. 14
C. kajian teori/ konsep yang digunakan ................................................................................ 14
D. metode yang digunakan.................................................................................................... 15
E. analisis kritikal jurnal repor (kelebihan dan kekurangan ................................................. 16
BAB IV PENUTUP ..................................................................................................................... 17
A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 17
B. Saran................................................................................................................................. 17
BAGIAN AKHIR ........................................................................................................................ 18
a. Daftar Pustaka .................................................................................................................. 18
b. Lampiran Laporan CJR .................................................................................................... 18

2
BAB I PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi pentingnya CJR


Dalam membuat suatu CJR atau critical journal review adalah untuk menguji
bagaimana kemampuan kita sebagai mahasiswa untuk bersikap kritis, di mana kita
dituntut dari salah satu tugas Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia untuk
menimbang artikel yang satu dengan dua artikel lainnya. Baik dari segi isi bacaan,
materi, bagaimana penyusunan artikel itu diselesaikan oleh pihak penulis yang membuat
artikel tersebut.
Membaca atikel memang bukan satu-satunya cara untuk membuka jendela ilmu
pengethuan yang luas untuk seluruh masyarakat, terkhusus bagi mahasiswa itu adalah
tugas yang sudah kita lakukan sehari-hari. Keterampilan membuat CJR pada penulis
dapat menguji kemampuan dalam meringkas dan menganalisi sebuah artikel serta
membandingkan artikel yang dianalisis dengan artikel yang lain, mengenal dan memberi
nilai serta mengkritik sebuah karya tulis yang dianalisis, tidak lupa juga memberi saran
dan sanggahan atas isi bacaan yang dibaca melalui referensi lain yang sudah dibaca.
Sering kali kita dihadapkan dalam situasi bingung dalam membaca materi bacaan
dalam artikel, namun ketika kita sudah dihadapka dalam pengerjaan tugas critical
journal review kita tidak boleh lagi kebingungan, melainkan harus paham bagaimana
makna dalam artikel utama yang kita analisis, begitu juga dengan kedua artikel
pembanding yang sedikit-banyaknya harus memiliki persamaan dengan materi yang kita
bahas, agar ketika kita mengkritisinya terdapat rasionalitas anatara artikel utama
maupun artikel pembanding yang kita pilih dan gunakan. Karena kalau berbeda dan
tidak terdapat persamaan akan menyulitkan reviewer yang akan mengerjakan tugas
Critical journal review ini.

B. Tujuan penulisan CJR


Adapun tujuan dalam penulisan critical artikel report ini adalah untuk :

3
1. Penyelesaian tugas Mata kuliah Hukum Acara, sebagaimana ketentuan tugas yang
sudah ada.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan terkait dengan materi kajian yang dibaca
dalam artikel sesuai dengan salah satu mata kuliah, khusunya mata kuliah Hukum
Acara.
3. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menimbang artikel, dimana kita
akan dituntut untuk mengkritisi atau membandingkan sebuah artikel dengan dua
artikel lainnya mengenai materi Batalnya Surat Dakwaan Menurut Hukum Acara
Pidana mulai dari pendahuluan yang terdapat dalam ketiga artikel yang berbeda,
mulai dari aspek tampilan artikel (face value) artikel yang direview, layout dan
tata letak, tata tulis, termasuk penggunaan font, aspek isi artikel, hingga tata
bahasa artikel dalam pembahasan.
4. Menguatkan mahasiswa lebih kritis lagi bila dihadapkan dengan kedua artikel
yang berbeda, namun memiliki materi yang serupa.

C. Manfaat CJR
Adapun manfaat untuk mahasiswa setelah mengerakan tugas critical jurnal
review adalah sebagai berikut:
1. Menambah wawasan dan pengetahuan terkait dengan materi kajian cerai gugat
yang dibaca dalam artikel sesuai dengan salah satu mata kuliah, yakni mata kuliah
Hukum Acara.
2. Melatih mahasiswa untuk bersikap kritis sesuai dengan fakta –fakta yang ada
dalam membandingkan ketiga artikel yang berbeda.
3. Mempermudah mahasiswa dalam menilai secara keseluruhan artikel mana yang
lebih baik untuk dibaca.
4. Menjadi patokan ataupun arahan untuk pemaca lain yang akan membaca artikel.
Mereka akan lebih mudah memilih artikel mana yang bagus dan layak untuk
dibaca sesuai keperluan mereka.

4
D. Identitas Jurnal

1. Jurnal Pertama
A. Judul : Batalnya Surat Dakwaan Menurut Hukum Acara Pidana
B. Penulis : Valentino Yoel Tendean
C. Nama Jurnal : Lex Crimen
D. Vol/No : VII/ No. 5
E. Halaman : 1-8
F. ISSN :-
G. Penerbit :-
H. Tahun Terbit : 2018

2. Jurnal Kedua
A. Judul : Batalnya Surat Dakwaan Menurut Hukum Acara Pidana
B. Penulis : Novsias Rompis, Dientje Rumimpunu, Max Sepang
C. Nama Jurnal : Lex Crimen
D. Vol/No : Vol IX/ No. 4
E. Halaman : 1-6
F. ISSN :-
G. Penerbit :-
H. Tahun Terbit : 2020
3. Jurnal Ketiga
A. Judul : Akibat Hukum Surat Dakwaan Batal dan Surat Dakwaan
Dinyatakan Tidak dapat diterima dalam perkara pidana
B. Penulis : Wihelmus Taliak
C. Nama Jurnal : Lex Crimen
D. Vol/No : Vol IV/ No. 1
E. Halaman : 1-8
F. ISSN :-
G. Penerbit :-
H. Tahun Terbit : 2015

5
BAB II RINGKASAN ISI JURNAL
I. Jurnal Utama
Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan suatu perkara pidana
dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan
mempertimbangkan dan menilai apa yang tertera dalam surat dakwaan tersebut
mengenai benar atau tidaknya terdakwa melakukan suatu tindak pidana yang
didakwakan kepadanya, di dalam hal akan menjatuhkan keputusannya. TanggalTanggal
31 Desember 1981 telah di Undang-undangkan ketentuan Undang-Undang No.08 Tahun
1981 yaitu tentang Hukum Acara Pidana yang sifatnya sudah dilakukan suatu unifikasi,
maka secara resmi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku
sebelumnya telah dicabut, yaitu misalnya HIR (Het Herzeine Inlandsch Reglement)
tidak berlaku lagi sebab tidak sesuai lagi dengan cita-cita hukum nasional (Ariana, 2016)

Hakim tidak dapat menjatuhkan pidana di luar batas-batas dakwaan. Mr. IA.
Nederburgh dalam bukunya ’Hoofdstukken O ver Strafverordering deell, halaman 14-15
menyatakan: ”seseorang terdakwa tidak boleh dihukum karena suatu perbuatan yang
tidak dituduhkan, begitu juga tidak dapat dihukum terhadap suatu perbuatan yang hanya
dapat dipidana dalam keadaan tertentu dimana keadaan tertentu tersebut tidak masuk
dalam surat tuduhan atau terhadap suatu perbuatan pokok yang berbeda dengan apa yang
dituduhkan”.

Jadi pemeriksaan pada persidangan pengadilan sesungguhnya didasarkan kepada


dakwaan. Atau surat dakwaan merupakan dasar dan menentukan batas-batas bagi
pemeriksaan hakim. Memang pemeriksana tersebut tidak batal jika batas-batas itu
dilampaui, tapi putusan hakim hanyalah boleh mengenai peristiwa-peristiwa yang
terletak dalam batas-batas itu. Oleh karena itu terdakwa tidaklah dapat dihukum karena
suatu tindak pidana disebut dalam dakwaan juga tidak tentang tindak pidana yang
walaupun disebut di dalamnya, tapi tindak pidana tersebut hanya dapat dihukum dalam
suatu keadaan tertentu yang ternyata memang ada, tapi tidak didakwakan. Dengan
demikian terdakwa hanya dapat dipidana jika terbukti telah melakukan delik yang
disebut dalam dakwaan. Jika demikian maka jaksa penuntut umum telah menghindari
diri dari ancaman kebatalan surat dakwaan sebagai suatu tindakan yang tidak diinginkan
dalam tugas kepenuntutan.Berbagai pokok pikiran yang terungkap di atas, beralasanlah
diangkat judul ”Batalnya Surat Dakwaan Menurut Hukum Acara Pidana”.

Dengan Perubahan Kemungkinan menambah ataupun mengubah surat dakwaan


baik atas inisiatif penuntut umum ataupun atas saran hakim legalitasnya dibenarkan oleh
ketentuan penjelasan Pasal 30 Ayat (1) Huruf e Undang-undang No. 16 tahun 2004

6
dalam kaitannya yang in haerent dengan materi ketentuan pasal 144 KUHAP yang
berbunyi : - Pasal 30 Ayat (1) Huruf e : Dalam hal surat dakwaan kurang memenuhi
syarat-syarat jaksa wajib memperhatikan saran-saran yang diberikan oleh hakim
sebelum pemeriksaan dipersidangan dimulai.- Pasal 144 KUHAP :

(1) Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadikan menetapkan
hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak
melanjutkan penuntutannya.
(2) Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-
lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai. Dalam hal penuntut umum mengubah
surat dakwaan ia menyampaikan turunannya kepada tersangka atau penasehat
hukum dan penyidik.
Penambahan serta perubahan surat dakwaan dalam sistem HIR dapat terjadi
manakala dalam pemeriksaan persidangan diketahui beberapa hal yang tidak
didakwakan dalam surat dakwaan tetapi menurut Undang-undang ada alasan untuk
memberatkan hukuman. Secara umum Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
mengenal tiga jenis alasan-alasan pemberatan hukuman, yaitu : Kedudukan pelanggar
delik sebagai pegawai negeri (Pasal 52 KUHP), Perbuatan yang dilakukan merupakan
gabungan dari beberapa tindak pidana (samenloop) (Pasal 63-71 KUHP), Pelaku tindak
pidana adalah residivis (Pasal 486-488 KUHP).

Alasan dari pada Batalnya Surat Dakwaan Berdasarkan Kitab Undang-Undang


Hukum Acara Pidana Batalnya surat dakwaan adalah manifestasi dari suatu
keadaan/kelakuan yang tidak mengindahkan/menghiraukan ketentuan pasal 143 ayat (2)
b KUHAP selaku syarat materil surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum. Ketentuan
pasal 143 ayat (3) KUHAP secara expresis verbis telah mengancam bahwa surat
dakwaan yang tidak lengkap memuat syarat materil dakwaan mengakibatkan surat
dakwaan ‟batal demi‟ hukum.

Jadi surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat materil adalah merupakan surat
dakwaan yang ”null dan void” atau van rechtswege nietig. M. Yahya Harahap
menuliskan : Namun demikian sifat batal demi hukum yang ditentukan dalam KUHAP
adalah tidak murni secara mutlak. Masih diperlukan adanya pernyataan batal dari hakim
yang memeriksa perkara. Sehingga isi surat dakwaan yang batal demi hukum pada
hakekatnya dalam praktek tiada lain dari pada ‟dinyatakan batal‟ atau vernietig baar
atau ‟annullment.

Selama belum ada putusan pengadilan yang menyatakan surat dakwaan batal,
surat dakwaan yang batal demi hukum tersebut secara formil masih tetap sah dijadikan

7
landasan memeriksa dan mengadili terdakwa” Jadi untuk menentukan dakwaan batal
demi hukum sebagaimana maksud pasal 143 ayat (3) yo pasal 156 ayat (1) KUHAP
didasarkan atas permintaan yang diajukan terdakwa atau penasehat hukum dalam
ekspesi maupun atas wewenang hakim karena jabatannya. Terdakwa atau penasehat
hukum berpendapat surat dakwaan tidak memenuhi ketentuan pasal 143 ayat 2 huruf b
KUHAP, mereka dapat mengajukan bantahan atau eksepsi berupa ’exceptio obscurie
libeli’ yakni berupa eksepsi yang menyatakan surat dakwaan ‟kabur‟ karena tidak
lengkap memuat syarat yang ditentukan pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP. Eksepsi ini
diajukan terdakwa atau penasehat hukum sesaat sesudah penuntut umum selesai
membacakan surat dakwaan.

Dalam kaitannya yang in haerent dengan kebatalan surat dakwaan, perlu


mempersentir hal-hal berikut ini : Putusan-putusan Mahkamah Agung yang menyatakan
batalnya dakwaan demi hukum didasarkan pada pertimbangan :

A.1. dakwaan tidak dirumuskan secara cermat dan lengkap seperti yang dikehendaki
oleh pasal 143-2, karena alpa menyebut : ‟hal mempergunakan surat itu dapat
mendatangkan kerugian‟ seperti yang dimaksud 263-1 KUHP (No. 33K/MIL/1988
tanggal 15-2-86 YI 1985/II).

2. Putusan yudex facti tidak dapat dipertahankan karena salah menerapkan hukum,
karena tidak meneliti surat dakwaan yang tidak menyebut „luka berat‟ dalam uraian
dakwaannya seperti yang dimaksud pasal yang didakwakan yaitu 360-1 KUHP (162
K/Pid/1986 tanggal 30-11-1987). VP April 1988.

B.1. Putusan PT dan PN salah menerapkan hukum karena dakwaan primair tidak
memuat uraian tentang perbuatan materil dari pada terdakwa yang memperinci
sebagaimana caranya mereka melakukan penggelapan itu (808 K/Pid/1984 tanggal 29-6-
1985-YI 1985/I).

2. Karena dalam dakwaan kedua tidak dirumuskan secara jelas dan terperinci seperti
yang dikehendaki 143-2 khususnya mengenai lukisan dari perbuatan terdakwa yang
dianggap sebagai tindak pidana pencemaran atau pencemaran tertulis yang didakwakan.
(6 K/Mil/1985)”.Lebih lanjut berdasarkan putusan Mahkamah Agung disimpulkan
bahwa suatu dakwaan harus memenuhi tiga syarat yaitu : 1). Rumusan yuridis yaitu
mengutip secara cermat dan lengkap unsur tindak pidana dari pasal yang didakwakan.
2). Rumusan perbuatan materil yaitu uraian secara cermat, jelas dan lengkap tentang
perbuatan apakah konkritnya yang telah dilakukan (berbuat atau tidak berbuat) oleh
terdakwa yang dianggap telah mencocoki unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan.
3). Angka pasal dari tindak pidana yang didakwakan.

8
Dalam hal lebih maka haruslah berhati-hati/teliti oleh karena apabila:

a) Rumusan yuridisnya yang lebih dan ternyata unsur yang lebih itu adalah unsur dari
tindak pidana lain yang tidak didakwakan, maka persoalannya akan kembali pada
soal jelas oleh karena masih menimbulkan pertanyaan tindak pidana manakala yang
sebenarnya yang didakwakan. Lihat Putusan Mahkamah Agung 71 K/Kr/1968
tanggal 10-5-1969 antara pemerasan (368) dan penipuan (378) YI – 1969/I-IV dan
MA 15 K/Kr/1969 tanggal 13-2-71 YI antara menyuruh melakukan dan
menganjurkan/ membujuk.
b) Rumusan perbuatan materilnya yang lebih maka hal itu berarti mengadakan.

Apabila surat dakwaan dinyatakan batal demi hukum, sikap yang paling tepat
dan singkat :

- Tidak perlu mengajukan upaya hukum banding perlawanan (verzet) atau banding.

- Tetapi langsung menyempurnakan rumusan surat dakwaan untuk segera dalam waktu
singkat kembali ke pengadilan.

Putusan pengadilan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum secara yuridis
tidak menghilangkan kewenangan jaksa untuk mengajukan terdakwa kembali ke
pengadilan jarang sekali penuntut umum yang mengajukan kembali terdakwa manakala
dakwaan dinyatakan batal demi hukum, seolah-olah di kalangan penunut umum terdapat
suatu sikap yang berpendirian untuk tidak mengajukan terdakwa kembali ke pengadilan.
Sikap dan pendapat sedemikian adalah keliru dan bertentangan dengan tujuan
penegakkan hukum yang menuntut pertanggung jawaban hukum dari setiap pelaku
tindak pidana. Pada visie yang lain, sikap sedemikian juga bertentangan dengan asas
perlindungan kepentingan umum karena membiarkan pelaku tindak pidana bebas
berkeliaran tanpa diajukan kesidang pengadilan. Malah sikap yang demikian
menimbulkan citra yang tercela bagi masyarakat yang akan berprasangka penuntut
umum sengaja merumuskan surat dakwaan yang tidak sempurna guna melindungi secara
terselubung pelaku tindak pidana.

Bentuk-bentuk dari surat dakwaan tidaklah dimuat dalam satu ketentuan yang
ada pada KUHAP, namun berdasarkan ilmu hukum pidana bahwa Jaksa Penuntut
Umum dalam menangani perkara pidana, memahami dalam membuat surat dakwaan
dalam bentuk tunggal, alternatif, subsidair, dan kumulatif tergantung dari perbuatan
pidana yang dilakukan oleh terdakwa karena adakalanya terdakwa hanya melakukan
satu perbuatan saja pada suatu tempat ataupun melakukan beberapa perbuatan di tempat-
tempat yang berbeda. Untuk menghindari kebatalan surat dakwaan maka atas inisiatif

9
penuntut umum ataupun atas saran hakim dimungkinkan untuk menambah ataupun
mengubah surat dakwaan.

Manakala Jaksa Penuntut Umum dalam membuat surat dakwaan tidak


menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
serta tidak menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan maka surat
dakwaan teracam dengan kebatalan. Kebatalan surat dakwaan pada hakekatnya
merugikan kepentingan kepenuntutan pada satu pihak sedang di lain pihak melindungi
secara terselubung perbuatan terdakwa. Jadi manakala jaksa penuntut umum melalaikan
syarat-syarat penyusunan surat dakwaan in casu syarat materiil (pasal 143 ayat 2 (b)
yakni : ”Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan”, maka
surat dakwaan in casu terancam dengan kebatalan. Selain syarat materiil, maka surat
dakwaan juga harus memuat syarat formil berupa : Identitas terdakwa (pasal 143 ayat (2)
a KUHAP).

II. JURNAL PEMBANDING I


Pentingnya kedudukan dan fungsi surat dakwaan sehinggga penuntut umu harus
sangat berhati hati dan cermat untuk menyusun suatu surat dakwaan yang baik sebab :
surat dakwaan sehinggga penuntut umum harus sangat berhati-hati dan cermat untuk
menyusun surat dakwaan yang baik sebab: surat dakwaan merupakan Dasar hukum
acara pidana karena dengan berdasarkan surat dakwaan Itulah seseorang akan diperiksa
dan di adili di muka sidang pengadilan Negeri(Pidana, 2020)

Bentuk-bentuk surat dakwaan dengan perubahan kemungkinan menambah


ataupun mengubah dakwaan baik atas Inisitif penuntut umum ataupun atas saran hakim
legalitasnya dibenarkan oleh ketentuan penjelasan pasal 30 ayat (1) huruf e Undang –
undang No. 16 tahun 2004 dalam kaitannya in haerant dengan Materi ketentuan pasal
144 KUHAP yang berbunyi: - Pasal 30 ayat (1) Huruf e : dalam hal surat dakwaan
kurang Memenuhi syarat syarat jaksa wajib memperhatikan saran-saran yang di berikan
oleh hakim sebelum pemeriksaan di persidangan di mulai. - Pasal 144 KUHAP : 1.
Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan Sebelum pengadilan menetapkan hari
siding. Baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan
penuntutannya. 2. Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat di lakukan satu kali
selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang di mulai dalam hal ini penuntut umum
mengubah surat dakwa ia menyampaikan tuntutannya kepada tersangka atau penasehat
kepada tersangka atau penasehat hukum dan penyidik. Penambahan serta perubahan
surat surat dakwaan dalam sisten HR dapat terjadi manakala dalam pemeriksaan

10
persidangan di ketahui beberapa hal yang tidak di dakwakan dalam surat tetapi menurut
undang-undang ada alasan untuk memberatkan hukuman.

Batalnya surat dakwaan adalah manifestasi dari satu keadaan /Kelakuan yang
tidak mengindahkan atau menghiraukan ketentuan pasal 143 Ayat (2) b KUHAP selaku
syarat materil surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut umum. Ketentuamn pasal 143 ayat (3)
KUHAP secara Express verbs telah mengancam bahwa surat dakwaan yang tidak
lengkap memuat syarat materil mengakibatkan surat dakwaan batal demi hukum. Jadi
surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat materil adalah merupakan surat dakwaan
yang “null dan void “ yahya Harahap menuliskan: namun demikian sifat batal demi
hukum yang di tentukan dalam KUHAP adalah tidak murni secara mutlak.

III. JURNAL PEMBANDING 2


Membicarakan prinsip surat dakwaan harus disesuaikan dengan ketentuan
KUHAP sebab prinsip yang diatur dalam HIR dengan KUHAP terdapat beberapa
perbedaan terutama yang menyangkut Pasal 83 HIR, yang menegaskan surat tolakan
Jaksa bukan merupakan surat tuduhan dalam arti kata yang sebenarnya. Yang membuat
surat tuduhan menurut HIR adalah Ketua Pengadilan Negeri, yang mempunyai
wewenang untuk mengubah isi surat tolakan Jaksa. Ketua Pengadilan Negeri tidak
terikat pada isi surat tolakan Jaksa. Itu sebabnya, sistem pembuatan surat dakwaan
menurut HIR, Jaksa sebagai Penuntut Umum belum sempurna berdiri sendiri, masih
berada di bawah pengawasan Ketua Pengadilan Negeri(Taliak, 2015)

Kedudukan Jaksa sebagai Penuntut Umum dalam KUHAP semakin dipertegas


dalam posisi sebagai instansi yang berwenang melakukan penuntutan Pasal 1 butir 7 dan
Pasal 137. Dalam posisi sebagai aparat Penuntut Umum, Pasal 140 ayat (1) menegaskan
wewenang Penuntut Umum untuk membuat surat dakwaan tanpa campur tangan instansi
lain. Penuntut Umum ^berdiri sendiri_ dan sempurna volwaardig dalam pembuatan surat
dakwaan. Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1 butir 1 dan Pasal 137 serta Pasal 140 ayat
(1), kedudukan Penuntut Umum dalam pembuatan surat dakwaan dapat dijelaskan.
Tujuan dan guna surat dakwaan adalah sebagai dasar atau landasan pemeriksaan perkara
di dalam sidang pengadilan.

Mengubah surat dakwaan diatur dalam Pasal 144 KUHAP yang berbunyi: (1)
Penuntut Umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari
sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan
penuntutannya. (2) Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali
selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum sidang dimulai. (3) Dalam hal Penuntut
umum mengubah surat dakwaan, ia menyampaikan turunannya kepada tersangka atau

11
penasihat hukum dan penyidik. Penuntut Umum dapat mengubah surat dakwaan pada
setiap saat sebelum Penuntut Umum tersebut mengajukan tuntutan pidana. Sedangkan
ketua majelis berwenang untuk membuat perubahan surat dakwaan untuk disesuaikan
dengan keadaan-keadaan yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan. Hal tersebut
tentu saja sangat merugikan bagi seorang terdakwa dalam melakukan pembelaannya.
Setiap saat seorang terdakwa dapat didakwa melakukan suatu perbuatan yang
sebelumnya tidak didakwakan oleh Penuntut Umum. Sehingga seolah-olah terdakwa
yang diajukan ke muka pengadilan haruslah dipidana.

Akibat Hukum Surat Dakwaan Batal Demi Hukum Berdasarkan ketentuan dalam
Pasal 143 ayat (3) KUHAP, dinyatakan bahwa surat dakwaan yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP syarat
materil adalah batal demi hukum van rechtswege nietig/null end void. Meskipun istilah
yang digunakan dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP adalah batal demi hukum, tetapi
dalam praktik peradilan kualifikasi/sifat/keadaan batal demi hukum tersebut tidak terjadi
dengan sendirinya karena adanya eksepsi obscuur libel yang diterima oleh Hakim.
Melainkan masih diperlukan adanya tindakan formal dari hakim dalam bentuk
Penetapan atau Putusan. Dengan perkataan lain prosesinya sama dengan surat dakwaaan
yang dapat dibatalkan vernietigbaar / annullment.

Akibat hukum surat dakwaan dinyatakan tidak dapat diterima penetapan atau
putusan Hakim tersebut hanya didasarkan atas alasan bahwa surat dakwaan tidak sah
atau tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP,
jadi bukan merupakan putusan hakim/final mengenai pokok perkara/tindak pidana yang
didakwakan sebagaimana diatur dalam Pasal 191 jo 193,194 jo 197 KUHAP dalam arti
bahwa penetapan atau putusan yang berkaitan dengan surat dakwaan tersebut bukan
didasarkan pada pemeriksaan pokok perkara yang didakwakan terhadap terdakwa.

Akibat hukum dari pembatalan surat dakwaan atau pernyataan surat dakwaan
tidak dapat diterima (NO) hanya berlaku terhadap surat dakwaannya saja, dalam arti
bahwa surat dakwaan yang dibatalkan atau yang dinyatakan batal demi hukum atau
dinyatakan tidak dapat diterima masih dapat diperbaiki/disempurnakan sesuai dengan
persyaratan yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP untuk selanjutnya beserta
berkas perkaranya dilimpahkan kembali ke pengadilan Negeri.

Dalam hal Penuntut Umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan


turunanya kepada tersangka atau penasehat hukum dan penyidik. Surat dakwaan dapat di
ubah oleh Jaksa Penuntut Umum dalam hal-hal tertentu yang meliputi, kesalahan
mencantumkan waktu dan tempat terjadinya delik dalam surat dakwaan. Perbaikan kata-

12
kata atau redaksi sehingga mudah dimengerti dan dipahami serta di sesuaikan dengan
perumusan perundang-undangan yang berlaku, dan perubahan dakwaan yang tunggal
menjadi dakwaan alternatif asal saja perubahan itu merupakan perbuatan yang sama
dengan demikian, perubahan Surat Dakwaan meliputi: waktu, materi dan tujuan. bahwa
perubahan Surat Dakwaan dalam penerapan Kejaksaan adalah sesuai dengan ketentuan
Pasal 144 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang
menentukan 7 (tujuh) sebelum di mulai dipersidangkan perkara pidana umum.

13
BAB III PEMBAHASAN
A. Latar belakang

Dari jurnal utama dilatarbelakangi dari tujuan peneliti yang ingin mengetahui
bagaimana surat dakwaan dengan perubahannya dan apa yang menjadi alasan dari pada
batalnya surat dakwaan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Sedangkan jurnal pembanding 1 dilatarbelakangi oleh penjelasan bagaimana surat
dakwaan, dan hakim adalah sebagai aparatur penegak hukum yang mempertimbangkan
dan menilai apa yang tertera dalam surat dakwaan tersebut mengenai benar atau
tidaknya terdakwa melakukan suatu tindak pidana yang didakwakan kepadanya, di
dalam hal akan menjatuhkan keputusannya. Dan jurnal pembanding 2 dilatarbelakangi
dari untuk mengetahui apakah yang menjadi syarat perubahan surat dakwaan dan apa
akibat hukum surat dakwaan batal atau surat dakwaan dinyatakan tidak dapat diterima
dan harus disesuaikan dengan ketentuan KUHAP sebab prinsip yang diatur dalam HIR
dengan KUHAP terdapat beberapa perbedaan terutama yang menyangkut Pasal 83 HIR,
yang menegaskan surat tolakan Jaksa bukan merupakan surat tuduhan dalam arti kata
yang sebenarnya.

B. Permasalahan yang dikaji


Pada jurnal utama permasalahan yang dikaji adalah tentang bagaimana bentuk
surat dakwaan dengan perubahannya dan alasan dari pada batalnya surat dakwaan
berdasarkan Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana. Pada jurnal pembanding 1
permasalahan yang dikaji adalah sama seperti jurnal utama yaitu tentang bagaimana
bentuk surat dakwaan dengan perubahannya dan alasan dari pada batalnya surat
dakwaan berdasarkan Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana. Sedangkan jurnal
pembanding II mengkaji tentang Apakah yang menjadi syarat perubahan surat dakwaan
dan Apa Akibat Hukum Surat Dakwaan Batal atau Surat Dakwaan dinyatakan tidak
dapat diterima.

C. kajian teori/ konsep yang digunakan


Mengubah surat dakwaan diatur dalam Pasal 144 KUHAP yang berbunyi:

(1) Penuntut Umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan
hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak
melanjutkan penuntutannya.
(2) Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum sidang dimulai.
(3) Dalam hal Penuntut Umum mengubah surat dakwaan, ia menyampaikan turunannya
kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik.

14
Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 15 K/Kr/1969 tanggal 13
Pebruari 1971 menyatakan dengan tegas bahwa perubahan tuduhan yang dimaksud oleh
Pasal 282 HIR adalah perubahan yang tidak mengakibatkan timbulnya perbuatan pidana
lain. Sesudah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 diundangkan yang boleh
mengadakan perubahan adalah Penuntut Umum karena dalam undang-undang tersebut
hanya Penuntut Umum yang berhak membuat surat dakwaan Pasal 12 ayat (1), dan
dalam hal surat dakwaan kurang memenuhi syarat, Penuntut Umum wajib
memperhatikan saran- saran yang diberikan oleh Hakim sebelum pemeriksaan dimulai
Pasal 12 ayat (2). Demikian pada kenyataan di sana-sini kitamasih sering menemui
penyelundupan hukum frauslegis oleh sementara pengadilan dengan mengubah akta
tuduhan tanpa sepengetahuan terdakwa maupun Penuntut Umum yang justru merupakan
perumus dan yang bertanggung jawab atas isi akta tuduhan tersebut. Penuntut Umum
dapat mengubah surat dakwaan pada setiap saat sebelum Penuntut Umum tersebut
mengajukan tuntutan pidana.
Batalnya surat dakwaan adalah manifestasi dari suatu keadaan/kelakuan yang
tidak mengindahkan/menghiraukan ketentuan pasal 143 ayat (2) b KUHAP selaku syarat
materil surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum. Ketentuan pasal 143 ayat (3) KUHAP
secara expresis verbis telah mengancam bahwa surat dakwaan yang tidak lengkap
memuat syarat materil dakwaan mengakibatkan surat dakwaan ‟batal demi‟ hukum.
Sifat batalnya surat dakwaan sebagaimana maksud pasal 143 ayat 3 KUHAP
bukan berlaku dengan sendirinya tapi keadaan batal demi hukum masih memerlukan
tindakan formil dari pengadilan berupa putusan atau penetapan. Pengadilanlah lewat
para hakim yang berwenang untuk menyatakan batal atau tidaknya surat dakwaan.
Bukan terdakwa atau penasehat hukumnya, mareka hanya dapat mengajukan eksepsi
obscur libel untuk itu. Apabila pembatalan surat dakwaan didasarkan atas eksepsi
sehingga proses pemeriksaan perkara baru sampai pada tingkat pemerksaan eksepsi
maka pengadilan akan menuangkannya dalam bentuk „penetapan‟. Sebaliknya apabila
eksepsi akan diputus bersamaan dengan pokok perkaranya hal itu dituangkan dalam
bentuk „putusan‟

D. metode yang digunakan


Metode yang digunakan penulis artikel utama dan pembanding I adalah secara
Liberary Research dan juga melakukan comparative study yaitu dengan membanding-
bandingkan antara pendapat yang satu dengan pendapat yang lain untuk diambil suatu
kesimpulan. Sedangkan pada jurnal pembanding II menggunakan metode pendekatan
yuridis normatif, di mana penelitian yang dilakukan adalah dengan cara meneliti bahan-
bahan kepustakaan yang ada library research yang ada hubungannya dengan batalnya
surat dakwaan. Adapun bahan-bahan pustaka sebagai data sekunder antara lain UU No.

15
8 Tahun 1981 tentang KUHAP, UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,
UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan Undang-Undang tentang Kejaksaan
RI dan sebagai bahan hukum primer, ditambah dengan bahan-bahan lain yaitu buku-
buku literatur dan tulisan-tulisan lain yang ada hubungannya dengan objek penelitian.

E. analisis kritikal jurnal repor (kelebihan dan kekurangan


Berdasarkan analisis terhadap jurnal utama dan juga pembanding I dan II yang
sudah dibahas di atas, dapat lihat bahwa ketiga jurnal tersebut membahas mengenai
batalnya surat dakwaan, Surat dakwaan dapat di ubah oleh Jaksa Penuntut Umum dalam
hal-hal tertentu yang meliputi, kesalahan mencantumkan waktu dan tempat terjadinya
delik dalam surat dakwaan. Batalnya surat dakwaan adalah manifestasi dari satu keadaan
atau kelakuan yang tidak mengindahkan dan menghiraukan ketentuan pasal 143 Ayat (2)
b KUHAP selaku syarat materil surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut umum. Ketentuan
pasal 143 ayat (3) KUHAP secara Express verbs telah mengancam bahwa surat dakwaan
yang tidak lengkap memuat syarat materil mengakibatkan surat dakwaan batal demi
hukum. Jadi surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat materil adalah merupakan surat
dakwaan yang “null dan void “Dalam hal putusan pembatalan surat dakwaan masih di
barengi dengan perkara lain, penahanan dapat di teruskan berdasarkan perkara lain
dimaksud. Jadi jika pada saat pengadilan menjatuhkan putusan yang menyatakan surat
dakwaan batal demi hukum, masih ada lagi perkara lain yang dapat menyangkut diri
terdakwa dalam kasus yang demikian hakim dapat memerintahkan terdakwa tentang
berada dalam tahanan dengan mempergunakan kalimat terakhir pasal 191 ayat 3 sebagai
landasan hukum.

16
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
Bentuk-bentuk dari surat dakwaan tidaklah di muat dalam satu Ketentuan yang
ada pada KUHP namun berdasarkan ilmu hukum pidana, bahwa jaksa penuntut umum
dalam menangani perkara pidana, memahami dalam membuat surat dakwaan dalam
bentuk tunggal, alternative, subsidair dan kumulatif tergantunfg dari perbuatan pidana
yang dilakukan oleh terdakwa karena adakalanya terdakwa hanya melakukan satu
perbuatan sajatidak pada suatu tempat ataupun melakukan beberapa perbuatan di
tempat-tempat yang berbeda . Untuk menghindari kebatalan surat dakwaan maka atas
inisiatif penuntut umum ataupun atas saran hakim di mungkinkan untuk menambah
ataupun mengubah surat dakwaan.

B. Saran
Dari penjelasan dan review ketiga jurnal di atas mengenai batalnya surat
dakwaan menurut hukum acara pidana di atas, maka diharapkan supaya para masyarakat
bisa mengentahui bagaimana batalnya suatu surat dakwaan itu dan pasal berapa yang
mengatur tentang pembatalan surat dakwaan dan bagi mahasiswa juga dapat lebih
memperdalam lagi ilmu hukum acara pidananya melalui kasus kasus yang di teliti dari
berbagai referensi jurnal, supaya terhindar dari kekalutan pembuatan surat dakwaan
untuk tidak terancam dengan kebatalan.

17
BAGIAN AKHIR

a. Daftar Pustaka
Ariana, R. (2016). Batalnya Surat Dakwaan Menurut Hukum Acara Pidana. VII(5), 1–
23.
Pidana, H. A. (2020). Batalnya surat dakwaan menurut hukum acara pidana. IX(4),
118–123.
Taliak, W. (2015). Akibat Hukum Surat Dakwaan Batal Dan Surat Dakwaan Dinyatakan
Tidak Dapat Diterima Dalam Perkara Pidana. Lex Crimen, IV(1), 79–86.

b. Lampiran Laporan CJR

18
19

Anda mungkin juga menyukai