Anda di halaman 1dari 28

CRITICAL BOOK REVIEW

MK.HUKUM TATA NEGARA


JURUSAN PPKn-FIS

SKOR Nilai :

PENGANTAR ILMU HUKUM TATA NEGARA


(Jimly Asshoddiqie, 2015)

NAMA MAHASISWA : ALDIAN WIJAYA


NIM : 3182111002
DOSEN PENGAMPU : Dra. Yusna Melianti, MH
MATA KULIAH : Hukum Tata Negara
KELAS : REGULER C/2018

JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL – UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
MARET 2019

1
EXCECUTIVE SUMMARY
Mengkritisasi sebuah buku adalah kemampuan yang harus dimiliki
mahasiswa untuk dapat membuat pola pikir seseorang menjadi lebih kritis. Kita
tahu bahwa di tingkat Sekolah Menengah Atas sudah melakukan kritisasi buku
dengan istililah “resensi buku”. Namun jika sudah berada di lingkungan kampus,
proses mengkritisasi akan berbeda dengan di tingkat sekolah. Jika di tingkat
Sekolah Menengah Atas, melakukan kritik terhadap buku dengan menulis
identitas dari buku dan memasukkan sinopsis dari buku, lalu melakukan analisis
buku. Tetapi berbeda jika dikalangan mahasiswa terkhusus yang mendapati KKNI
(Kerangka Kualifkasi Nasional Indonesia) akan menghadapi salah satu tugas dari
enam tugas yaitu Critical Book Review yang harus di selesaikan pada setiap mata
kuliah. Kembali pada kritisasi buku, di kalangan mahasiswa membuat tugas
seperti Critical Book Review adalah tingkat atas dari resensi buku. Terdapat
perbedaan sistematika pengerjaan dengan meresensi buku, yaitu memiliki BAB
seperti didalam buku.
Pada kesempatan ini, saya akan melakukan kritisasi pada sebuah buku
dengan judul “PENGANTAR ILMU HUKUM TATA NEGARA” ditulis oleh Prof.
Dr. Jimly Asshiddiqie, SH untuk dianalisis dan dicari sampai mana kualitas dari
buku tersebut. Dengan dilakukan kritikalisasi dapat menambah sebuah wawasan
berupa pengetahuan tentang bagaimana menjadi pemimpin yang memiliki
kepemimipan berkarakter dan hal ini harus dijadikan dasar jika menjadi sebuah
pemimpin.

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kepada Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa
dengan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Critical
Book Review yang berjudul “PENGANTAR ILMU HUKUM TATA
NEGARA”. Critical Book ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas rutin
yaitu tugas rutin dari Mata Kuliah Hukum Tata Negara.

Dalam penulisan Critical Book ini tidak terlepas dari berbagai kelemahan,
namun berkat bantuan, bimbinan, dan motivasi baik secara moral, material
maupun spritual dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menuliskan makalah
ini dengan selesai.

Untuk itu penulis dalam kesempatan iini mengucapkan terima kasih


kepada: Ibu Dra. Yusna Melianti, MH, selaku dosen pengampu mata kuliah
hukum tata negara dan telah mengajarkan penulis tentang berbagai materi yang
dikuasainya.

Dan yang ter-istimewa kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Karmin
dan Ibu Dariati yang telah membesarkan dan mendidik serta banyak memberikan
doa, dukungan, semangat, motivasi, nasehat, serta dukungan material sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Saudara-saudaraku sekalian penulis
ucapkan terima kasih kepada teman-teman kelas PPKn C-Reguler 2018 yang telah
membantu penulis dalam menjalankan aktivitas dunia kampus di Universitas
Negeri Medan.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai
bahan literatur yang baik bagi penulis dan pembaca lainnya untuk itu semua,
penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

COVER (SAMPUL) ..................................................................................... 1


EXECUTIVE SUMMARY............................................................................ 2
KATA PENGANTAR ................................................................................. 3
DAFTAR ISI ................................................................................................ 4
BAB I PENDAHULUAN
A. Rasionalisasi Pentinngnya CBR ....................................................... 5
B. Tujuan Penulisan CBR ..................................................................... 5
C. Manfaat CBR .................................................................................... 5
D. Identitas buku yang Direview .......................................................... 6
BAB II RINGKASAN BUKU
1. BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 8
2. BAB II DISIPLIN ILMU HUKUM TATA NEGARA ................ 10
3. BAB III KONSTITUSI SEBAGAI KAJIAN HTN ....................... 10
4. BAB IV SUMBER HUKUM TATA NEGARA ........................... 12
5. BAB V PENAFSIRAN DALAM HUKUM TATA NEGARA ..... 13
6. BAB VI PRAKTIK HUKUM TATA NEGARA .......................... 14
7. BAB VII ORGAN DAN FUNGSI KEKUASAAN NEGARA ...... 16
8. BAB VIII HAM DAN MASALAH KEWARGANEGARAAN ... 18
9. BAB IX PARTAI POLITIK DAN PEMILU ................................. 20
BAB III PEMBAHASAN
A. Pembahasan isi Buku ..................................................................... 23
B. Kelebihan & kekurangan buku ........................................................ 24
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 27
B. Saran ............................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 28

4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Rasionalisasi Pentingnya CBR
Critical Book Review (CBR) adalah salah satu tugas yang harus
diselesaikan mahasiswa. Tugas ini juga dapat membantu mahasiswa dalam
menemukan materi mata kuliah yang sangat berguna untuk dijadikan sebuah
pengetahuan. Tetapi pengetahuan ini akan dapat dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari.

Kajian didalam buku tidak ada sia-sia justru menjadikan sebuah wawasan
pengetahuan. Belum tentu sesuatu hal itu dapat ditemukan dari luar, melainkan
banyak hal-hal yang dituangkan dalam bentuk buku. Dengan inilah kita dapat
mengetahui kehidupan yang sesungguhnya, sesuai istilah Buku adalah Gudang
Ilmu, banyak ilmu yang bisa kita dapat dan tak terbatas lingkupnya, karena semua
orang bebas membaca buku dalam meningkatkan pemahaman membaca.

Dilakukannya tugas critical book review terdapat sesuatu yang dianggap


sepele padahal ini merupakan tuntuan dari mahasiwa yang dilatih untuk mengetik
dan menuliskan argument masing-masing.

Lalu, tujuan dibuat tugas ini adalah meningkatkan pemahaman mahasiswa


dalam mengkritik buku yang dikemudian hari mahasiswa tersebut sudah ada bekal
untuk membuat atau menulis sebuah karya ilmiah, seperti Literatur, jurnal, buku,
dan lain sebagainya,

B. Tujuan Penulisan CBR

Untuk mengatahui pemahaman di dalam mengkritasasi sebuah buku


dengan judul Pegantar Ilmu Hukum Tata Negara.

C. Manfaat Buku yang Direview


A. Menambah wawasan berupa pengetahuan;
B. Meningkatkan pemahaman mahasiswa dalam mengkritasasi;
C. Memnuhi salah satu tugas dari mata kuliah Hukum Tata Negara.

5
D. Identitas buku yang direview
1. Buku Utama

1) Judul : PENGANTAR ILMU HUKUM TATA NEGARA


2) Edisi : Tujuh
3) Pengarang : Jimly Asshiddiqie
4) Penerbit : Rajagrafindo Persada
5) Kota terbit : Jakarta
6) Tahun terbit : 2015
7) ISBN : 978-979-769-210-0

6
2. Buku Pembanding

1) Judul : HUKUM TATA NEGARA INDONESIA


2) Edisi : Sembilan
3) Pengarang : Dr. Ni’Matul Huda, S.H., M.Hum
4) Kota terbit : Jakarta
5) Tahun terbit : 2014
6) Penerbit : Rajawali Pers
7) Tebal buku : xiv, 338 hlm, 21 cm
8) ISBN : 978-979-769-012-1

7
BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

1. BAB I PENDAHULUAN

Ada beberapa sebab yang mendorong saya menulis buku ini. Pertama,
dunia pustaka di tanah air sangat miskin dengan buku-buku yang berisi informasi
yang luas dan mendalam dengan perspektif yang bersifat alternatif.

Kedua, dari sejumlahnya, buku-buku yang tersedia di perpustakaan dan di


toko buku juga sangat terbatas. Oleh sebab itu, dibutuhkan lebih banyak buku
untuk mendorong peningkatan pengkajian-pengkajian yang lebih intensif oleh
para mahasiswa dan peminat masalah ketatanegaraan.

Ketiga,perkembangan ketatanegaraan indonesia sendiri sesudah terjadinya


reformasi nasional sejak 1998 yang kemudian diikuti oleh terjadinya Perubahan
UUD 1945 secara sangat mendasar sebanyak empat kali, yaitu pada 1999, 2000,
2001, dan 2002, telah mengubah secara mendasar pula cetak biru (bule-print)
ketatanegaraan Indonesia di masa yang akan datang.

Namun, sebagai akibat oerubahan yang sangat mendasar dan bersifat


besar-besaran itu, tidak ada jalan lain, harus ada upaya sengaja untuk
menyebarluaskan pengertian-pengertian baru dalam UUD 1945, terutama di
kalangan para calon ahli hukum sendiri, yaitu para mahasiswa hukum di seluruh
tanah air.

Keempat, keadaan dunia dewasa ini juga telah mengalami perubahan yang
sangat pesat dan mendasar, apabila dibandingkan dengan keadan di masa-masa
lalu pada abad ke-20. Kehiduan kenagaaraan di suluruh dunia dewasa ini juga
berubah dengan sangat fundamental sehigga teori-teori dan konsep-konsep hukum
yang berlaku di masa lalu juga banyak yang menjadi tidak relevan lagi denga
kebutuhan zaman sekarang.

Kelima, sebagai akibat dari gelombang globalisasi ekonomi dan


kebudayaan umat manusia, meluas pula hubungan saling memengaruhi mengenai

8
pola-pola kehidupan bernegara dan aspek-aspek ketatanegaran di berbagai negara
sehingga hukum tata negara sebagai bidang ilmu pengetahuan juga tidak lagi
terkungkung dalam ruang-ruang nasionalisme norma konstitusi masing-masing
negara.

Dalam buku ini akan diuraikan beberap aspek pembahasan yang berkenaan
dengan: (i) disiplin ilmu hukum tata negara sebagai salah satu cabang ilmu
pengetahuan hukum kenagaraan; (ii) gagasan umum tentang konstitusi; (iii)
sumber-sumber hukum tata negara atau the laws of the constitution; (iv) konvensi
ketatanegaraan atau the conventions of the constitution; (v) metode-mteode
penafsiran yang dikenal dalam hukum tata negara; dan (vi) berbagai aspek
mengenai praktik hukum tata negara; dan (vi) berbagai aspek mengenai praktik
hukum tata negara. Kemudian, juga diuraikan mengenai; (vii) organ dan fungsi
kekuasaan; (viii) hak asasi manusia dan masalah kewarganegaraan; serta (ix)
partai politik dan pemilihan umum. Sebagai sebuah buku pengantar, pembahasan
masalah-masalah tersebut dilakukan secara umum dengan perspektif teoretis.

Dalam menyusun buku ini, penulis sangat menyadari bahwa banyak buku-
buku teks yang biasa dipakai sehari-hari sebagai buku wajib oleh mahasiswa dan
dosen hukum di tanah air kita, banyak yang sudah ketinggalan atau obsolute.
Akan tetapi, saya sendiri tidak bermaksud meniadakan atau menafikan sumbangan
yang telah diberikan oleh buku-buku tersebut sebelumnya. Buku-buku lama itu
menurut saya masih tetap berguna dan bagi mereka yang memilikinya masih tetap
dapat menggunakannya sebagai bahan perbandigan.

Di samping itu, pembahasan dalam buku ini tidak dilakukan semata-mata


secara normatif ataupun menurut peraturan hukum positif, melainkan melalui
deskrpitif-analitis. Pembahasan dilakukan melalui pendeskripsian pendapat para
ahli mengenai persoalan yang dibahas dengan contoh-contoh yang dipraktikkan di
berbagai negara. Baru setlah itu, pembahasan dikatikan pula dengan pengalaman
praktik ketatanegaraan di Indonesia.

9
2. BAB II DISIPLIN ILMU HUKUM TATA NEGARA

Negara merupakan gejala kehidupan umat manusia di sepanjang sejarah


umat manusia. Konsep negara berkembang mulai dari bentuknya yang paing
sederhana sampai ke yang paling kompleks di zaman sekarang. Sebagai bentuk
organisasi kehidupan bersama dalam masyarakat, negara selalu menjadi pusat
perhatian dan objek kajian bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
umat manusia.

Namun demikian, apa sebenarnya yang diartikan orang sebagai negara


tentulan tidak mudah untuk didefenisikan, O. Hood Phiips, Paul Jackson, dan
Praticia Leopold mengartikan negara atau state sebagian.

Secara sederhana, oleh para sarjana sering diuraikan adanya empat unsur
pokok dalam setiap negara, yaitu: (i) a definite territory; (ii) population; (iii) a
government; dan (iv) sovereignty. Namun demikian, untuk menguraikan
pengertian negara dalam tataran yang lebih filofis dapat pula merujuk kepada
pendapat Hans Kelsen dalam bukunya General Theory of Law and State. Yang
menguraikan pandangannya tentang negara atau state a juristic entity dan state
aas a politically organized society atau state as power.

3. BAB III KONSTITUSI SEBAGAI OBJEK KAJIAN HUKUM TATA


NEGARA

Dari catatan sejarah klasik terdapat dua perkataan yang berkaitan erat
dengan penegrtian kita sekarang tentang konstitusi, yaitu dalam pernyataan
Yunani Kuno politeia dan perkataan bahasa latin constituio yang juga berkaitan
dengan jus. Dalam kedua perkataan tersebut, itulah awal mula gagasan
konstitualisme diekspresikan oleh umat manusia beserta hubungan kedua istilah
dalam sejarah. Menurut charles howard mcllwain dalam bukunya
constitutionalism: aciene and modern (1947), perkataan constitution di zaman ke
kaisaran romawi (roman empire), dalam bentuk bahasa latinnya, mula-mula
digunakan sebagai istilah teknis untuk menyebut the acts of legislation by the

10
emperor, bersamaan dengan banyaknya aspek hukum romawi yang dipinjam
kedalam sistem pemikiran hukum dikalangan gereja.

Plato mengakui kenyataan-kenyataan yang harus dihadapi oleh negara


sehingga ia menerima negara dalam bentuknya sebagai the second best dengan
menekankan pentingnya hukum yang bersifat membatasi. Adanya perbedaan
tajam antara idealisme negara yang tergambar dalam “Republic” dan apa yang
diuraikan Plato dalam “Namoi” terlebih dahulu Plato menyelesaikan “Politicus”.
Aristoteles membayangkan keberadaan seorang pemimpin negara ideal yang
bersifat supermen dan berbudi luhur karena sejarah kenegaraan Yunani pada
zamannya tergolong sangat labil. Cicero mengembangkan karyanya “De Re
Publica” dan “De Lagibus”, adalah pemikiran tentang hukum yang berbeda sama
sekalid ari tradisi yang sudah dikembangkan sebelumnya oleh para filosof Yunani.
Bagi para filosof Romawi, terutama Ulpian. Disamping itu, para filosof Romawi
membedakan dan memisahkan antara pengertian hukum publik (jus publicum)
dan hukum privat (jus privatum), sesuatu hal baru yang dikembangkan
sebelumnya oleh filosof Yunani.

Konstitusionalisme dan Piagam Atas pengaruh Nabi Muhammad SAW,


banyak sekali inovasi-inovasi baru dalam kehidupan umat manusia yang
dikembangkan menjadi pendorong kemajuan peradaban. Salah satunya adalah
ialah penyusunan dan penandatanganan persetujuan bersama diantara kelompok-
kelompok penduduk kota madina untuk membangun kehidupan bersama yang
berkembang menjadi kehidupan kenegaraan. Naskah tersebut dikenal dengan
Piagam Madinan (Madinah Charter). Pada tahun 1876 lahir Konstitusi Usmani
yang diberi nama al-Masyrutiyah al-Ula (UUD Pertama dunia Islam).

Terminologi Konstitusi Konsep konstitusi mencakup pengertian peraturan


tertulis, kebiasaan, dan konvensi-konvensi kenegaraan (ketatanegaraan) yang
menentukan susunan dan kedudukan organ-organ negara. Berlakunya suatu
konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan
tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara.

11
Konstitusi tidak saja aturan yang tertulis, namun yang dipraktikkan dalam
kegiatan penyelenggaraan negara, konstitusi tidak saja berkenaan dengan organ
negara beserta komposisi dan fungsinya, baik ditingkat pusat maupun ditingkat
daerah.

4. BAB IV SUMBER HUKUM TATA NEGARA

Sumber Hukum Dalam Hukum Tata Negara Indonesia, yang disebut


sumber hukum, yaitu : Undang-Undang Dasar, Undang-Undang dan Peraturan
Perundang-Undangan, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan
Daerah. Contoh Sumber Hukum Tata Negara, yaitu :

a. Legislation (enacted law), merupakan peraturan perundang-undangan


tertulis tertulis, peraturan perundang-undangan tertulis yang ditetapkan
oleh pemerintah serta lembagalembaga lainnya yang mendapat
delegasi kewenangan regulasi dari parlemen.

b. Judicial Precedent (Case Law), merupakan putusan pengalidan yang


lebih tinggi atau putusan pengadilan terdahulu.

c. The Common Law, yaitu hukum kebiasaan

d. Interpretation of the Statude Law, yaitu pengadilan tidak berwanang


untuk memutus atau menentukan keberlakuan UU buatan perlemen
Sumber Hukum Tata Negara Indonesia, diantaranya :
1. Sumber Materiil dan Formal
2. Peraturan Dasar dan Norma Dasar
3. Peraturan Perundang-undangan, terdiri dari, Undang-Undang, Perpu
(Peraturan Pemerintah Pengganti UU), Ketetapan MPR/S, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah (Perda), Peraturan
Pelaksanaan Lainnya.
4. Konvensi Ketatanegaraan
5. Traktat (Perjanjian)
Konvensi Ketatanegaraan, terdiri atas :

12
1. Hakekat Konvensi Ketatanegaraan, merupakan pembicaraan mengenai
masalah-masalah praktik kewarganegaraan dan dalam ilmu hukum tata
negara (constitutional law).
2. Pengakuan Hakim Terhadap Konvensi (Judicial Recognition)
Konvensi ketatanegaraan mengalami proses pertumbuhan dan
transformasi.
3. Fungsi Konvensi Ketatanegaraan Konvensi dapat dipakai sebagai alat
penunjang penafsiran terhadap peraturan tertulis atau untuk
mendukung keputusan-keputusan hakim.
Beberapa Contoh Konvensi di Indonesia, yakni :
a. Setiap tanggal 16 Agustus, Presiden selalu mengucapkan pidato
kenegaraan didepan rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat.
b. Dalam praktik ketatanegaraan pada 1945 ketentuan mengenai Menteri
Negara bertanggungjawabb kepada presiden tersebut, disimpangi
dengan dasar konvensi ketatanegaraan. Ketentuan tersebut diubah
sehingga menteri harus bertanggung jawab kepada Badan Pekerja
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang merupakan lembaga
semacam DPR pada masa sekarang.

5. BAB V PENAFSIRAN DALAM HUKUM TATA NEGARA

Penafsiran merupakan kegiatan yang sangat penting dalam hukum dan


ilmu hukum. Penafsiran merupakan metode untuk memahami makna yang
terkandung dalam teks-teks hukum untuk di pakai menyelesaikan kasus-kasus
atau mengambil keputusan dalam hal-hal yang di hadapi secara konkret. Terdapat
sembilan teori penafsiran, diantaranya, yaitu :

1. Teori Penafsiran letterlijk atau harafiah, yang menekankan pada arti atau makna
kata-kata yang tertulis.

2. Teori Penafsiran Gramatikal atau Interpretasi bahasa, yang menekankan pada


makna teks yang di dalamnya kaidah hukum di nyatakan.
3. Teori Penafsiran Historis, terbagi atas dua pengertian, yaitu :

13
a. Penafsiran Sejarah UU, memfokuskan diri pada latar belakang sejarah perumusan
naskah, yaitu bagaimana perdebatan yang terjadi ketika naskah itu hendak di
rumuskan
b. Penafsiran Sejarah Hukum, mencari makna yang dikaitkan dengan konteks
kemasyarakatan masa lampau.
4. Teori Penafsiran Sosiologis, konteks sosial ketika suatu naskah dirumskan dapat
di jadikan perhatian untuk menafsirkan naskah yang bersangkutan.
5. Teori Penafsiran Sosio-Historis, memfokuskan pada konteks sejarah masyarakat
yang mempengaruhi rumusan naskah hukum.
6. Teori Penafsiran Filosofis, memfokuskan perhatian pada aspek filosofis.
7. Teori Penafsiran Teologis, difokuskan pada penguraian atau formulasi kaidah-
kaidah hukum menurut tujuan dan jangkauannya.
8. Teori Penafsiran Holistik, mengaitkan suatu naskah hukum dengan konteks
keseluruhan jiwa dari naskah tersebut.
9. Teori Penafsiran Holistik Tematis-Sistematis

Hermeneukia atau metode interperensi dilakukan terhadap teks secara


holistik dalam bingkai keterkaitan antara teks, konteks, dan kontekstualisasi.
Memahami sesuatu adalah menginterpretasi sesuatu agar memahaminya. Titik
tolaknya adalah kehidupan manusiawi dan produk budayanya, termasuk teks-teks
hukum yang di hasilkan olehnya. Ilmu hukum kontemprer sebenarnya telah
membawa dalam dirinya sendiri kelemahan-kelemahan yang bersifat bawaan.
Kegiatan interpretasi atau penafsiran, merupakan aktivitas yang inheren terdapat
dalam keseluruhan sistem bekerjanya hukum dan ilmu hukum itu sendiri. Akan
tetapi, dalam pengembangannya sejak zaman dahulu sampai sekarang, ilmu
hukum belum juga berusaha memberikan tempat yang khusus kepada kegiatan
interpretasi itu sebagai pusat perhatian yang utama.

6. BAB VI PRAKTIK HUKUM TATA NEGARA


Selama lebih dari 50 tahun sejak Indonesia merdeka, atau tepatnya dari
1945 sampai 1998 ketika terjadinya reformasi nasional (53 tahun sejak

14
kemerdekaan) bidang Ilmu Hukum Tata Negara atau Constitutional Law agak
kurang mendapat pasaran di kalangan mahasiswa di Indonesia. Bidang kajian
hukum tata negara ini di anggap sebagai lahan yang kering, tidak begitu jelas
lapangan kerja yang dapat dimasuki. Itulah sebabnya setelah kurikulum fakultas
hukum menyediakan program studi hukum ekonomi.
Hukum Tata Negara dapat pula disebut dengan istilah Hukum Konstitusi.
Oleh sebab itu, bidang kegiatannya selalu berkaitan dengan konstitusi. Namun,
dalam praktiknya selama ini, bentuk konkret aktivitas Hukum Tata Negara atau
Hukum Konstitusi itu biasanya selalu berhubungan dengan kegiatan-kegiatan
politik di sekitar Majelis Permusyawaratan Rakyat atau di sekitar pembentukan
UU atau kegiatan legislasi yang di lakukan Dewan Perwakilan Rakyat bersama-
sama dengan Presiden.

Setelah masa reformasi, sistem pemerintahan yang kita anut berdasarkan


UUD NKRI 1945 telah mengalami perubahan yang fundamental. Dalam semua
wilayah kehidupan kita, baik dalam ranah negara, maupun dalam ranah
masyarakat madani dan bahkan dalam dinamika pasar, dibutuhkan banyak
dukungan sarjana hukum tata negara yang dapat mengawali aspek-aspek
konstitusionalitasnya.
Peradilan Tata Negara dapat di bedakan dalam beberpa pengertian yaitu :
1. Dalam artian yang paling luas dimana mencakup peradilan tata negara yang di
lakukan oleh MK dan peradilan tata usaha negara yang di lakukan oleh MA
serta badan-badan peradilan tata usaha negara
2. Dalam artian yang lebih sempit tetapi masih luas merupakan peradilan tata
negara yang di lakukan oleh MK di tambah peradilan pengujian Perpu di
bawah UU yang di lakukan oleh MA menurut pasal 24A ayat (1) UUD 1945
Peradilan Tata Negara itu tidak hanya berkaitan dengan MK, dimana
proses peradilan Tata Usaha Negara, proses pengujian Perpu dan proses peradilan
di MK sama-sama merupakan lahan praktik bagi kajian ilmu Hukum Tata Negara.
Jika UU bertentangan dengan UUD, UU itu baik sebagian materinya atau
seluruhnya dapat dinyatakan hanya terdiri atas 5 dari 9 orang hakim pada MK.

15
Kewenangan konstitusional lembaga negara adalah kewenangan-
kewenangan yang di tentukan oleh atau dalam UU dasar berkenaan dengan
subjek-subjek kelembagaan negara yang di atur dalam UUD 1945. Kepentingan
yang di pertaruhkan dalam persidangan di MK bukanlah kepentingan pribadi
orang perorangan seperti dalam peradilan biasa, melainkan kepentingan umum
dan ketatanegaraan berdasarkan UUD NKRI 1945.

7. BAB VII ORGAN DAN FUNGSI KEKUASAAN NEGARA

Fungsi–fungsi Kekuasaan Salah satu ciri negara hukum, yang dalam


bahasa inggris disebut legal state atau state based on the rule of law, dalam bahasa
Belanda dan Jerman disebut rechtsstaat, adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan
dalam penyelengaraan kekuasaan negara. Konsep negara hukum disebut sebagai
negara konstitusional atau constitutional state, yaitu negara yang dibatasi oleh
konstitusi. Dalam hubungan ini, yang dapat dianggap paling berpengaruh
pemikirannya dalam mengadakan pembedaan fungsi-fungsi kekuasaan itu adalah
Montesquieu dengan teori trias politica-nya, yaitu :

1. Cabang kekuasaan legislatif sebagai pembuat UU

2. Cabang kekuasaan eksekutif atau administratif yang melaksanakan UU,

3. Cabang kekuasaan yudisial untuk menghakimi. Sebelumnya John Locke,

Serta membagi fungsi-fungsi kekuasaan negara meliputi, fungsi legislatif,


fungsi eksekutif, fungsi federatif. Seorang Sarjana Belanda, Van Vollenhoven
membagi fungsi kekuasaan juga dalam empat fungsi, yang biasa disebut dengan
“catur praja”, yaitu:
a. Regeling (pengaturan) identik dengan fungsi legislatif menurut Montesquieu.
b. Bestuur identik dengan fungsi pemerintahan eksekutif.
c. Rechtspraak (peradilan).
d. Politie, fungsi menjaga ketertiban dalam masyarakat dan peri kehidupan
bernegara.

16
Dalam konteks yang vertikal, pemisahan kekuasaan atau pembagian
kekuasaan itu dimaksudkan untuk membedakan antara kekuasaan pemerintahan
atasan dan kekuasaan pemerintahan bawahan, yaitu dalam hubungan antara
pemerintahan federal dan negara bagian dalam negara federal (federal state), atau
antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah provinsi dalam negara
kesatuan. Sistem yang dianut oleh UUD 1945 adalah sistem pemisahan kekuasaan
(seperation of power) berdasarkan prinsip checks and balances).
Setelah UUD 1945 mengalami empat kali perubahan, dapat dikatakan
bahwa sistem konstotusi kita telah menganut doktrin pemisahan kekuasaan secara
nyata yang dibuktikan dengan adanya pergeseran kekuasaan legislatif dan tangan
presiden ke DPR, diadopsikannya sistem pengujian konstitusional atas undang-
undang sebagai produk legislatif oleh MK, diakuinya bahwa lembaga pelaku
kedaulatan rakyat tidak hanya terbatas pada MPR, melainkan semua lembaga
negara baik secara langsung maupun tidak langsung meupakan penjelmaan
kedaulatan rakyat, MPR tidak lagi berstatus sebagai lembaga tertinggi negara, dan
hubungan antarlembaga negara bersifat saling mengendalikan satu sama lain
sesuai prinsip checks and balances.
Menurut Hoogerwarf, desentralisasi merupakan pengakuan atau
penyerahan wewenang oleh badan-badan publik yang lebih tinggi kepada badan-
badan publik yang lebih rendah kedudukannya untuk secara mandiri dan
berdasarkan kepentingan sendiri mengambil keputusan di bidang pengaturan dan
pemerintahan. Desentralisasi dapat dibedakan ke dalam dua kelompok besar, yaitu
dekonsentrasi yang merupakan abmtelijke decentralisatie atau desentralisasi
administratif dan desentralisasi politik.
Karakteristik desentalisasi ada enam, yaitu desentralisasi teritorial,
desentralisasi fungsional, desentralisasi politik, desentralisasi budaya,
desentralisasi ekonomi, desentralisasi administratif. Tujuan dan manfaat dengan
kebijakan desetralisasi dan dekonsentrasi antar lain, dapat mencegah terjadinya
penumpukan dan pemusatan kekuasaan yang dapat menimbulkan tirani,
merupakan wahana untuk pendemokratisasian kegiatan pemerintahan, dapat
menciptakan pemerintahan yang lebih efektif dan efisien, dapat membuka peluang

17
partisipasi dari bawah yang lebih aktif dan berkembangnya kaderisasi
kepemimpinan yang bertanggungjawab, keanekaragaman budaya dapat terpelihara
dan sebagi modal pendorong kemajuan pembangunan di bidang lainnya,
pembangunan ekonomi dapat terlaksana dengan lebih tepat dan dengan biaya
yang lebih murah.

8. BAB VIII HAM DAN MASALAH KEWARGANEGARAAN


Selintas Sejarah HAM Sejak abad ke-13, perjuangan untuk mengukuhkan
ide hak asasi manusia sudah dimulai. Penandatanganan Magna Charta pada 1215
oleh Raja John Lackland bisa dianggap sebagai permulaan sejarah perjuangan hak
asasi manusia, meskipun sebenarnya, piagam ini belumlah merupakan
perlindungan hak asasi manusia seperti yang dikenal sekarang. Dari segi isinya,
Magna Charta hanya melindungi orang-orang yang masuk kategori freeman
sehingga kaum budak tidak termasuk di dalamnya.
Dilihat dari segi perjuangan hak-hak asasi manusia, Magna Charta
menurut orang Eropa diakui sebagai yang pertama dalam sejarah perjuangan hak
asasi manusia seperti yang dikenal sekarang. Setelah Magna Charta (1215),
tercatat pula penandatanganan petition of rights pada 1628 oleh Raja Charles I.
Apabila pada 1215 raja berhadapan dengan kaum bangswan dan gereja sehingga
lahirlah Magna Charta, pada 1628, raja berhadapan dengan parlemen yang terdiri
dari utusan rakyat. Perjuangan lebih nyata terlihat dalam bill of rights yang
ditandatangani oleh Raja Williem III pada 1689 sebagai hasil dari pergolakan
politik yang dashyat yang biasa disebut the glorious revolution. Pada 13
September 1789 lahirlah konstitusi prancis pertama. Oleh karena itu, kedua
naskah deklarasi, yaitu declaration of independence AS dan declaration des droit
de l’homme et du citoyen Prancis sangat berpengaruh dan merupakan peletak
dasar bagi perkembangan universal perjuangan hak asasi manusia. UUD yang
secara lengkap memuat ketentuan yang terdapat dalam the universal declaration of
human rights tersebut adalah UUDS RI thaun 1950 dan konstotusi RIS.
Gagasan HAM Dalam UUD 1945 UUD 1945 ebelum diubah dengan
perubahan kedua pada tahun 2000, hanya memuat sedikit yang dapat dikaitkan

18
dengan pengertian hak asasi manusia. Pasal-pasal tersebut antara lain pasal 27
ayat 1, 2, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, pasal 31 ayat 1,pasal 34.
Ketentuan yang benar-benar memberikan jaminan konstitusional atas hak asasi
manusia, yaitu pasal 29 atay 2 yang menyatakan, “negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Oleh karena itu, tidak boleh ada dikotomi antara negara dan individu
warga negara, dan tidak boleh ada konflik diantara keduanya sehingga tidak
diperlukan jaminan apa pun hak-hak dan kebebasan fundamental warga negara
terhadap negara. Pemahaman demikian itulah yang kemudian mendasari
pandangan filosofis penyusunan UUD 1945 yang mempengaruhi pula perumusan
pasal-pasal hak asasi manusia. Lahirnya petition of right dan bill of right di
Inggris adalah akibat kemenangan rakyat atas raja sehingga raja tidak lagi dapat
berbuat sewenang-wenang.
HAM Dalam UUD 1945 Pascareformasi hak-hak manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun atau nonderogable rights, yaitu hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
Sementara itu, keempat kelompok hak asasi manusia terdiri atas :
1. Kelompok ketentuan yang menyangkut hak-hak sipil yang meliputi diantaranya:
a. Setiap orang berhak hidup, mempertahankan hidup, dan kehidupannya.
b. Setiap orang berhak untuk bebas dari segala bentuk perbudakan.
c. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.
2. Kelompok hal-hak politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang meliputi
diantaranya:
a. Setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka lembaga
perwakilan rakyat.
b. Setiap warga negara berhak diangkat untuk menduduki jabatan publik.
c. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pekerjaan yang sah dan layak
bagi kemanusiaan

19
3. Kelompok hak-hak khusus, dan hak atas pembangunan yang meliputi diantaranya:
a. Hak perempuan dijamin dan dilindungi untuk mendapat kesetaraan gender dalam
kehidupan nasional.
b. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
c. Hak khusus yang melekat pada perempuan uang dikarenakan oleh fungsi
reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum.
4. Kelompok yang mengatur mengenai tanggung jawab negara dan kewajiban asasi
manusia meliputi diantaranya:
a. Setiap orang wajib menghargai hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b. Negara bertanggung jawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak asasi manusia.

9. BAB IX PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM


Partai dan Pelembagaan Demokrasi Partai politik merupakan salah satu
saja bentuk kelembagaan sebagai ekspresi ide-ide pemikiran pandangan dan
keyakinan bebas dalam masyarakat demokratis. Disamping partai politik bentuk
ekspresi lainnya dan sama juga dalam wujud kebebasan pers kebebasan
berkumpul ataupun kebebasan berserikat melalui organisasi organisasi non politik.
Namun dalam hubungannya dengan kegiatan bernegara peranan partai politik
sebagai media dan Wahana tentu sangatlah menonjol di samping faktor-faktor lain
sebagai pers yang bebas dan peranan kelas menengah yang terserah dan
sebagainya peran partai politik dapat dikatakan sangat menentukan dalam
dinamika kegiatan bernegara partai politik juga sangat berperan dalam proses
dinamisme perjuangan nilai kepentingan dari konstituen yang diwakilinya untuk
menentukan kebijakan dalam konteks kegiatan bernegara.
Demokrasi perwakilan atau demokrasi tidak langsung dalam praktik
menjalankan kedaulatan rakyat itu ialah wakil-wakil yang duduk di lembaga
perwakilan yang disebut dengan parlemen para wakil rakyat itu bertindak atas
nama rakyat dan wakil rakyat itulah yang menentukan corak dan cara bekerjanya
pemerintahan serta tujuan apa yang hendak dicapai dalam waktu tertentu. Agar

20
wakil-wakil rakyat itu bertindak atas nama rakyat maka ia harus ditentukan oleh
rakyat yaitu melalui pemilihan umum dengan demikian pemilihan umum itu tidak
lain merupakan cara yang diselenggarakan untuk memilih wakil-wakil rakyat
secara demokratis. Dapat dikatakan bahwa tujuan. Penyelenggaraan pemilihan
umum itu ada 4 yaitu :
1. Untuk memungkinkan terjadinya proses peralihan kepemimpinan pemerintahan
secara tertib dan damai.
2. Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili
kepentingan rakyat dilembaga perwakilan.
3. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat dan empat untuk melaksanakan
prinsip hak asasi warga negara.
Sistem pemilihan mekanis mencerminkan pandangan yang bersifat
mekanis yang melihat rakyat sebagai masa individu-individu yang sama baik
aliran liberalisme sosialisme dan komunisme sama-sama mendasarkan diri pada
pandangan liberalisme menurut mekanisme lembaga perwakilan rakyat
merupakan lembaga perwakilan kepentingan umum rakyat seluruhnya sedangkan
menurut sistem oligarki lembaga Lembaga perwakilan rakyat itu mencerminkan
perwakilan kepentingan kepentingan khusus persekutuan persekutuan hidup
masing-masing dalam bentuknya yang paling ekstrem sistem pertama mekanisme
menghasilkan parlemen sedangkan yang kedua organisme menghasilkan dewan
korporasi kedua sistem ini sering di kombinasikan dalam struktur parlemen dua
kamar atau bikameral yaitu negara-negara yang mengenai sistem parlemen
bikameral.
Pasal 22E ayat 1 undang-undang Dasar 1945 telah menentukan bahwa
pemilihan umum dilaksanakan secara langsung umum bebas rahasia jujur dan adil
setiap lima tahun sekali, dalam pasal 22E ayat 5 ditentukan pula bahwa pemilihan
umum diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat
nasional tetap dan mandiri Oleh sebab itu menurut UUD 1945 penyelenggaraan
pemilihan umum itu haruslah suatu komisi yang bersifat nasional tetap dan
Mandiri atau independen.

21
Pengadilan Sangketa Hasil Pemilu Kadang-kadang terjadi perbedaan
pendapat antara hasil perhitungan itu antara peserta pemilihan umum dan
penyelenggara pemilihan umum baik karena kesengajaan maupun karena
kelalaian baik Karena kesalahan teknis atau kelemahan yang bersifat administratif
dalam perhitungan maupun yang disebabkan oleh human error jika perbedaan
pendapat yang demikian itu menyebabkan terjadinya kerugian bagi peserta
pemilihan umum peserta pemilihan yang dirugikan itu dapat menempuh upaya
hukum dengan mengajukan permohonan perkara perselisihan hasil pemilihan
umum kepada Mahkamah Konstitusi. Dengan kewenangannya untuk mengadili
dan menyelesaikan perkara perselisihan hasil Pemilu ini dapat dikatakan bahwa
Mahkamah Konstitusi diberi tanggung jawab untuk menyediakan Jalan konstitusi
bagi para pihak yang bersengketa yaitu antara pihak penyelenggara pemilihan
umum dan pihak peserta pemilihan umum.

22
BAB III
PEMBAHASAN
A. PEMBAHASAN ISI BUKU
BAB I PENDAHULUAN
Menurut buku yang saya review pada buku Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie,
S.H. Perkembangan ketatanegaraan Indonesia sesudah terjadinya reformasi
nasional sejak 1998 yang kemudian diikutkan oleh terjadinya perubahan UUD
1945 secara singkat mendasar sebanyak empat kali, yaitu pada 1999, 2000, 2001,
dan 2002, telah mengubah secara mendasar pula. Ketatanegaraan Indonesia di
masa yang akan datang. Hukum tata Negara positif hanya berkisar pada norma-
norma hokum dasar yang berlaku di suatu Negara, sedangkan hokum tata Negara
umum mempelajari juga fenomena Hukum Tata Negara pada umumnya. Namun
Hukum Tata Negara umum mempelajari gejala-gejala ilmiah Hukum Tata Negara
pada umumnya.
Sedangkan di dalam buku Hukum Tata Negara Indonesia karya Dr.
Ni’Matul Huda, S.H., M.Hum, menyajikan kepada para pembaca mengenai latar
belakang lahirnya negara hukum yang dikemas kedalam sejarah negara hukum.
Secara garis besar keberadaan tentang konsepsi negara hukum sudah ada
semenjak berkembangnya pemikiran cita negara hukum itu sendiri. Dalam
mengartikan hukum sebagai asas kedaulatan, terdapat dua tradisi (aliran) dalam
konsepsi negara hukum yaitu,konsep negara hukum rechstaat yang sangat identik
dengan undang-undang uncup mencapai sesuatu yang namanya “kepastian
hukum” dan konsepsi negara hukum the rule of law yang mana tidak hanya
pegakan hukum dengan sumber yang tertulis ,tetapi yang lebih pokok adalah
penegakan keadilan hukum.Tradisi negara hukum rechstaat dikenal dengan
konsep civil law system sementra negara hukum the rule of law disebut comon law
system.

23
BAB II DISIPLIN ILMU HUKUM TATA NEGARA

Menurut buku yang saya review pada buku Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie,
S.H. Negara merupakan gejala kehidupan umat manusia di sepanjang sejarah
umat manusia. Konsep negara berkembang mulai dari bentuknya yang paling
sederhana sampai ke yang paling kompleks dizaman sekarang. Ada empat unsur
pokok dalam setiap negara, yaitu, definite, territory, population, government,
sovereignty. Menurut van Vollenhoven, hukum tata negara mengatur semua
masyarakat hokum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatannya,
masing-masing menentukan badan-badan dalam lingkungan masyarakat hukum
yang bersangkutan beserta fungsinya masing-masing. Serta menentukan pula
susunan dan kewenangan badan-badan yang dimaksud.

Sedangkan di dalam buku Hukum Tata Negara Indonesia karya Dr.


Ni’Matul Huda, S.H., M.Hum membahas tentang bagaimana historis konsepsi
negara hukum dapat mempengaruhi bentuk-bentuk suatu sistem negara.sehingga
akhirnya kita sebagai pembaca dapat lebih mudah mengartikan sesuatu yang
berkaitan dengan hal-hal yang melatarbelakangi munculnya suatu bentuk sistem
negara tertentu beserta berbagai macam faktor yang mempengaruhi terciptanya
hukum didalamnya.

BAB IV SUMBER HUKUM TATA NEGARA

Menurut buku yang saya review pada buku Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie,
S.H. Sumber Hukum Dalam Hukum Tata Negara Indonesia, yang disebut sumber
hukum, yaitu : Undang-Undang Dasar, Undang-Undang dan Peraturan
Perundang-Undangan, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan
Daerah. Sedangkan di dalam buku Hukum Tata Negara Indonesia karya Dr.
Ni’Matul Huda, S.H., M.Hum sumber-sumber hukum tata negara tidak terlepas
dari pengertian sumber hukum menurut pandangan ilmu hukum pada umumnya.
Sumber hukum tata negara mencakup sumber hukum dalam arti metaril dan
sumber hukum dalam arti formal.

B. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU

24
1. Kelebihan Buku

Dari tampilan depannya (cover) sangat menarik minat pembaca karena


pada cover tersebut bergambar gedung Istana Negara dimana pemerintahan kita
itu berjalankan Hukum yang ada dan di atur dalam Tata Negara di Indonesia.

Dari tata bahasa, bahasa yang digunakan dalam buku ini menggunakan
bahasa yang ilmiah, itu bagus untuk menambah kosa kata dan pembendaharaan
kata kita.

Dari aspek layout dan tata letak, serta tata tulis ukuran tulisan yang
digunakan sudah tepat dan bisa dibaca jelas oleh pembacanya yang masih
memiliki mata yang sehat. Tanda-tanda bacanya sudah dibubuhkan sesuai dengan
yang diharapkan.

Dari aspek isi buku, buku ini sudah dilengkapi dengan identitas-
identitasnya sehingga tidak menyulitkan pembaca jika hendak meresensi buku ini,
isi dan penyampaian pada materi ini disampaikan dengan jelas dan rinci, isi dari
buku ini banyak memaparkan suatu definisi-definisi para ahli sehingga menambah
pengetahuan kita berdasarkan definisi tersebut, penulis juga memaparkan
beberapa contoh yang konkret dan seakan-akan mengajak pembaca untuk ikut
dalam keadaan yang sebenarnya.

2. Kekurangan Buku

Dari segi tampilan depannya (cover) tidak memiliki kekurangan semua


sudah jelas dipaparkan pada covernya, ada judul, nama pengarang serta
penerbitnya sehingga pembaca tidak perlu membuka halaman lainnya untuk
mencari identitas buku tersebut. Hanya saja, tahun terbit seharusnya bisa di
lengkapi pada cover, jadi apabila buku masih dalam bentuk segelan kita dapat
melihat kapan buku tersebut terbit.

Dari tata bahasa juga pas dan tidak memiliki kekurangan yang dapat
menyulitkan pembaca dalam memahaminya. Tetapi alangkah lebih baiknya
menggunakan bahasa yang sedikit lumrah di telinga masyarakat, agar tidak

25
membuat pembaca mengulang dan mencari pembendaharaan kata dalam KKBI,
mungkin dengan menambahkan pengertian atau kosa kata yang kebih ringan dan
lumrah.

Dari tata letaknya, aspek layout serta tulisan itu sudah bagus dan tidak
menyulitkan pembaca untuk membacanya. Tetapi untuk font mungkin alangkah
baiknya jika di tambah sedikit lagi ukurannya agar pembaca yang sudah di atas 50
tahun dan sudah mulai mengalami gangguan pada mata dapat membacanya
dengan jelas.

Dari aspek isi buku hanya saja kesimpulan tidak dipaparkan pada setiap
bab, dan cukup banyak memakan waktu untuk memperoleh inti dari materi
tersebut, penulis terlalu banyak menjelaskan materi yang mungkin kurang menuju
inti dari pada sub judulnya.

26
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukum Tata Negara pada dasarnya adalah hukum yang mengatur


organisasi kekuasaan suatu negara beserta segala aspek yang berkaitan dengan
organisasi negara tersebut. Perkembangan ketatanegaraan Indonesia sesudah
terjadinya reformasi nasional sejak 1998 yang kemudian diikutkan oleh terjadinya
perubahan UUD 1945 secara singkat mendasar sebanyak empat kali, yaitu pada
1999, 2000, 2001, dan 2002, telah mengubah secara mendasar pula.
Ketatanegaraan Indonesia di masa yang akan datang. Hukum tata Negara positif
hanya berkisar pada norma-norma hokum dasar yang berlaku di suatu Negara,
sedangkan hokum tata Negara umum mempelajari juga fenomena Hukum Tata
Negara pada umumnya. Namun Hukum Tata Negara umum mempelajari gejala-
gejala ilmiah Hukum Tata Negara pada umumnya.

B. Rekomendasi

Setelah kita membaca buku tersebut, serta membandingkannya dapatlah


kita ketahui bahwa Hukum Tata Negara merupakan hukum yang membahas
tentang ketatanegaraan kita di Indonesia ini. Selaku Mahasiswa PPKn mata kuliah
ini menjadi dasar kita untuk mengetahui landasan hukum yang ada di Indonesia,
bagaimanapun juga materi yang akan kita selalu bahas adalah mengenai Hukum,
Politik, dan Moral karena tiga point itu adalah poin yang terdapat di dalam study
kasus Mahasiswa PPKn dan calon tenaga pendidik (Guru) mata pelajaran PPKn.

27
DAFTAR PUSTAKA

Assiddiqie, Jimly. 2015. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta : Rajawali
Pers.

Huda, Ni’Matul, 2014. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers.

28

Anda mungkin juga menyukai