Anda di halaman 1dari 31

PENGELOLAAN ZAKAT DAN WAKAF DI MASJID AN-NUR

CIJAMBE KOTA BANDUNG JAWA BARAT

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Akhir Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti Tahun Ajaran 2023/2024

Oleh :

Kelompok 3

X MIPA 8

Muhamad Rizky Nur Ikhsan Muhammad Haikal El Khatami

Muhammad Rizky Pasya Arifin Salman Rasyid Albany

Reza Abdul Fikri

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 24 BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah berjudul “Pengelolaan Zakat dan Wakaf Di Masjid An-Nur Cijambe
Kota Bandung Jawa Barat” yang diperuntukkan sebagai tugas akhir Pendidikan Agama Islam
dan Budi Pekerti ( PABP ) dapat berjalan dengan lancar dan dapat di kumpulkan tepat waktu
sesuai tenggat yang telah di tentukan.

Pada pembuatan makalah ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Neneng
Maemunah, S.Ag., M M Pd selaku guru pembimbing mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam dan Budi Pekerti, seluruh anggota kelompok 3 yang bersedia meluangkan waktunya
untuk memenuhi tugas ini dan beberapa sumber di internet yang penulis kutip, dan Bapak
Latief selaku DKM An-Nur yang ikut serta dalam proses wawancara mengenai Wakaf dan
Zakat.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini belum memenuhi kriteria
sempurna. Oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun ke
arah sempurna.

Akhir kata penulis sampaikan terimakasih yang sebanyak banyaknya kepada berbagai
pihak yang terlibat serta semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan yang tengah
mempelajari bab wakaf dan zakat.

Bandung, Juni 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2. Tujuan Pembuatan Makalah........................................................................................2
1.3. Manfaat Makalah.........................................................................................................3
BAB II KAJIAN PUSTAKA....................................................................................................4
2.1. Zakat........................................................................................................................4
2.1.1. Pengertian.............................................................................................................4
2.1.2. Dalil......................................................................................................................7
2.1.3. Peraturan Zakat....................................................................................................8
2.1.4. Mustahik Zakat.........................................................................................................9
2.2. Wakaf........................................................................................................................11
2.2.1. Pengertian...........................................................................................................11
2.2.2. Dalil....................................................................................................................13
2.2.3. Unsur-Unsur dan Syarat-Syarat Wakaf..............................................................14
2.2.4. Syarat dan Ketentuan Wakaf..............................................................................18
BAB III HASIL KAJIAN.......................................................................................................20
2.3. Metode Kajian..............................................................................................................20
2.3.1. Hasil Wawancara...................................................................................................20
I. Siapa saja pengurus Zakat dan Wakaf di Masjid An-Nur?....................................20
II. Gongan apa saja yang berhak menerima Zakat dan Wakaf dari masjid An-Nur?.20
III. Bagaimana proses penyerahan Zakat dan Wakaf kepada golongan Asnaf dan
Mauquf ‘alaih...................................................................................................................21
IV. Bagaimana bentuk Zakaf dan Wakaf di masjid An-Nur? Apakah dalam bentuk
nominal harta atau materi?...............................................................................................21
V. Menurut pandangan Bapak Latief, mengapa kita sebagai umat islam melakukan
Wakaf? Karena yang hanya termasuk ke dalam rukun islam hanyalah Zakat.................21
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................22
3.1. Kesimpulan............................................................................................................22
LAMPIRAN.............................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................26

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Anggota Kelompok 3..............................................................................25


Gambar 1.2. Anggota Kelompok 3..............................................................................25
Gambar 1.3. Proses Wawancara Bersama Pak Latief..................................................26
Gambar 1.4. Tampak Dalam........................................................................................26
Gambar 1.5. Tampak Dalam........................................................................................26
Gambar 1.5. Area Wudu Pria.......................................................................................27
Gambar 1.6. Area Wudu Wanita..................................................................................27
Gambar 1.7. Tampak Luar...........................................................................................27
Gambar 1.8. Tampak Luar...........................................................................................28

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada dasarnya persoalan ekonomi, kemiskinan dan kesenjangan sosial yang dihadapi
masyarakat pada hari ini adalah disebabkan karena kesalahan dalam melihat konsep harta.
Mereka mengira bahwa pemilik harta secara hakikat adalah manusia, sehingga tidak ada
kekuasaan lebih tinggi darinya yang berhak menyuruh atau melarang dalam menggunakan
harta. Padahal hakikat pemilik harta sebenarnya adalah Tuhan (Allah), sedangkan manusia
hanya sebagai pekerja dan orang yang menguasainya. Allah pun menurunkan syariat Islam
untuk mengatur masalah harta tersebut yang di antaranya dengan adanya syariat zakat dan
wakaf. Bagi seorang Muslim kajian tentang zakat dan wakaf merupakan perkara penting.
Zakat merupakan hak harta yang harus ditunaikan oleh setiap Muslim pemilik harta, telah
sampai pada nisab dan terpenuhi syarat-syaratnya. Ia juga merupakan salah satu rukun dari
lima rukun Islam. Sedangkan wakaf merupakan sarana utama dalam pendistribusian aset atau
kekayaan umat serta sebagai pengganti fasilitas publik. Keduanya merupakan syariat Islam
yang hadir untuk tujuan mulia, mendatangkan kebaikan baik di dunia maupun di akhirat.

Zakat adalah salah satu pilar utama dalam Islam yang menuntut umat Muslim untuk
memberikan sebagian dari harta mereka kepada yang berhak menerimanya. Kata "zakat"
berasal dari bahasa Arab yang berarti "pembersihan," dan dalam konteks agama Islam, zakat
berfungsi untuk menyucikan harta dan membersihkan jiwa pemiliknya. Zakat tidak hanya
merupakan kewajiban sosial, tetapi juga bagian penting dalam upaya menciptakan keadilan
dan persaudaraan dalam masyarakat Muslim. Zakat pertama kali diperintahkan dalam Al-
Qur'an dan menjadi praktik yang ditetapkan secara resmi pada masa pemerintahan Rasulullah
saw. Zakat mengambil berbagai bentuk, termasuk zakat fitrah (zakat yang dikeluarkan saat
hari raya Ramadan), zakat maal (zakat harta), dan zakat lainnya yang ditentukan berdasarkan
jenis harta dan kondisi keuangan individu. Tujuan zakat adalah untuk mengurangi
kesenjangan sosial dan memperkuat solidaritas dalam masyarakat Muslim. Dengan
memberikan zakat, umat Muslim diharapkan untuk membantu mereka yang membutuhkan,
seperti fakir miskin, yatim piatu, janda, orang-orang yang terlilit utang, dan orang-orang yang
dalam perjalanan.

Wakaf adalah tindakan memberikan sebagian harta atau aset yang dimiliki oleh
seseorang untuk kepentingan umum atau tujuan amal. Wakaf dalam Islam merupakan

1
instrumen yang kuat untuk memobilisasi sumber daya dan membangun lembaga sosial seperti
masjid, sekolah, rumah sakit, dan pusat kegiatan lainnya. Konsep wakaf berasal dari kata
Arab "waqf", yang berarti "menghentikan" atau "menahan". Praktik wakaf telah dianjurkan
dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw., dan menjadi semakin populer selama periode
kekhalifahan Umar bin Khattab. Wakaf telah menjadi bagian integral dari budaya Muslim,
dan banyak institusi sosial dan keagamaan di dunia Muslim didirikan melalui wakaf. Wakaf
memiliki peran penting dalam membantu memenuhi kebutuhan masyarakat. Melalui wakaf,
sumber daya dapat diinvestasikan dalam proyek-proyek jangka panjang yang memberikan
manfaat berkelanjutan, seperti penyediaan pendidikan, perawatan kesehatan, pemberdayaan
ekonomi, dan bantuan sosial.

Sebagai orang awam tentunya ingin mengetahui bagaimana sistematika suatu zakat
dan wakaf dalam daerah tertentu seperti masjid atau lainnya. Oleh karena itu makalah ini
bertujuan untuk membedah bagaimana sistematika wakaf dan zakat dimulai dari pengurus
wakaf dan zakat hingga pembagian zakat dan wakaf di masjid An-Nur yang berlokasi di Jalan
Terusan Sukup Baru No.32, Pasir Endah Kecamatan Ujung Berung, Kota Bandung, Jawa
Barat 40612. Adapun salah satu anggota DKM An-Nur adalah Bapak Latief turut ikut serta
dalam menjawab beberapa pertanyaan yang telah kami tentukan.

1.2. Tujuan Pembuatan Makalah


Makalah ini dibuat untuk menjawab beberapa pertanyaan mengenai sistematika zakat
dan wakaf di masjid An-Nur yang berlokasi di Jalan Terusan Sukup Baru No.32, Pasir Endah
Kecamatan Ujung Berung, Kota Bandung, Jawa Barat 40612. Berikut adalah rumusan
masalah yang telah kami tentukan:

1. Siapa saja pengurus Zakat dan Wakaf di masjid An-Nur?


2. Golongan apa saja yang berhak menerima Zakat dan Wakaf dari masjid An-Nur?
3. Bagaimana proses penyerahan Zakat dan Wakaf kepada golongan Asnaf dan Mauquf
‘alaih
4. Bagaimana bentuk Zakaf dan Wakaf di masjid An-Nur? Apakah dalam bentuk nominal
harta atau materi?
5. Menurut pandangan Bapak Latief, mengapa kita sebagai umat islam melakukan Wakaf?
Karena yang hanya termasuk ke dalam rukun islam hanyalah Zakat.

2
1.3. Manfaat Makalah
Makalah ini memiliki fungsi sebagai bahan ajaran bagi rekan-rekan yang tengah
mempelajari Zakat dan Wakaf serta ingin memahami bagaimana proses sistematika Zakat
dan Wakaf di Masjid An-Nur yang berlokasi di Jalan Terusan Sukup Baru No.32, Pasir
Endah Kecamatan Ujung Berung, Kota Bandung, Jawa Barat 40612.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Zakat
2.1.1. Pengertian
Secara istilah, zakat berasal dari bahasa Arab, (zakah atau zakat), yang mengandung
arti harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan
kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya). Dari segi bahasa,
zakat berarti bersih, suci, subur, berkat, dan berkembang. Menurut syariat Islam, zakat
merupakan rukun ketiga dari rukun Islam. Zakat adalah pertumbuhan, pertambahan, dan
pembersihan. Harta yang dikeluarkan menurut hukum syariat adalah zakat karena yang kita
keluarkan adalah kelebihan dari hak kita yang menjadi hak orang lain. Sementara menurut
syariat, zakat adalah sebagian harta yang wajib kita keluarkan dari harta yang Allah berikan
kepada kita, yang telah mencukupi nisab dan haulnya untuk orang yang berhak menerimanya.

Kata zakat memiliki arti “yang menyucikan dan yang menumpuk”, baik yang berasal
dari matahari, bulan, bintang, awan pembawa hujan, angin yang menggerakkan awan, dan
seluruh karunia dari Allah kepada seluruh umat manusia. Apa pun jenis harta atau bendanya,
asalkan diperoleh secara halal dan baik serta sampai nisab, wajib dikeluarkan zakatnya.
Yusuf Al-Qardhawi (2007: 35) menjelaskan bahwa zakat ialah sejumlah harta tertentu yang
diserahkan kepada orang-orang yang berhak mendapatkannya dan diwajibkan oleh Allah.
Empat mazhab fikih besar pun mengartikan zakat dengan berbeda. Menurut mazhab Hanafi,
zakat adalah pemilikan bagian harta tertentu dari harta tertentu yang dimiliki seseorang
berdasar ketetapan Allah Swt. Menurut mazhab Maliki, zakat adalah mengeluarkan bagian
tertentu dari harta tertentu yang telah mencapai satu nisab bagi orang yang berhak
menerimanya, dengan ketentuan harta tersebut milik sempurna, telah haul, dan bukan
merupakan barang tambang. Menurut mazhab Syafi’i, zakat adalah sesuatu yang dikeluarkan
dari harta atau jiwa dengan cara tertentu. Sedangkan menurut mazhab Hambali, zakat ialah
hak wajib pada harta tertentu, bagi kelompok orang tertentu, pada waktu yang tertentu pula.
Berdasarkan pengertian tersebut, bisa disimpulkan bahwa zakat adalah pemberian sebagian
harta kepada yang berhak menerimanya.

4
Zakat bisa dinyatakan sebagai musuh yang tidak kenal kompromi terhadap
penimbunan dan merupakan pembunuh kapitalisme. Zakat merupakan pajak wajib bagi
kalangan muslim yang kaya, yang bertujuan untuk melenyapkan perbedaan pendapatan dan
mengembalikan daya beli kepada rakyat miskin. Menurut ajaran kitab suci Al-Quran, tidak
ada salahnya untuk memperoleh uang. Tugas negara muslim adalah mengusahakan tidak ada
seorang pun dari warga negaranya yang tidak memperoleh kebutuhan hidup yang paling
sederhana. Tujuan tersebut bisa dicapai dengan mudah melalui pembagian uang zakat secara
tepat di kalangan orang miskin dan orang yang kekurangan. Dengan memberikan daya beli
kepada mereka, zakat bisa menghasilkan keseimbangan antara permintaan dan suplai barang.
Dengan demikian, zakat diharapkan bisa memberikan peluang besar bagi pengembangan
usaha mikro dalam rangka mewujudkan kesejahteraan nasional. Oleh karena itu, zakat
menguntungkan orang kaya maupun orang miskin. Mereka membayar dan menerimanya.
Seperti dinyatakan dalam Al-Quran, “Zakat membawa kesejahteraan bagi orang yang
membayarnya maupun orang yang menerimanya” (QS. At-Taubah [9]: 103).

Zakat juga berarti jalinan persekutuan antara orang miskin dan orang kaya.
Persekutuan tersebut diperbarui setiap tahunnya dengan zakat. Saat orang kaya menunaikan
zakatnya, bukan berarti berbuat baik kepada orang fakir yang bersifat sesuka hati, atau
dengan niat berharap imbalan dari orang fakir yang bersifat sesuka hati, atau dengan niat
berharap imbalan dari orang fakir atau dengan motif lainnya. Orang yang menunaikan zakat
berarti ia terbebas dari sifat kikir dan dosa. Dosa dalam arti ia tidak memakan harta yang
bukan miliknya. Ia terlepas dari sifat kikir karena zakat menumbuhkan rasa solidaritas dan
kebersamaan untuk saling membantu antarsesama.

Zakat mempunyai beberapa istilah, antara lain:

1. Zakat

Dalam surah Al-Baqarah ayat 43 disebutkan:

“Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk”.

2. Sedekah

5
Dalam surah At-Taubah ayat 104 disebutkan:

“Tidaklah mereka mengetahui bahwa Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan
menerima zakat, dan Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.

3. Haq

Dalam surah Al-An’am ayat 141 disebutkan:

“Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung,
pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun, dan delima yang
serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buah-buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haq-nya di hari memetik hasilnya
(dengan dikeluarkan zakatnya) dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.

6
4. Nafaqah

Dalam surah At-Taubah ayat 34 disebutkan:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim
Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan
mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan
emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.”

5. Afuw

Dalam surah Al-A’raf ayat 199 disebutkan:

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah
daripada orang-orang yang bodoh”.

2.1.2. Dalil
Beberapa ayat Al-Quran juga menjelaskan tentang perintah melaksanakan zakat, di
antaranya.

7
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan salat, dan
menunaikan zakat mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (Q.S. Al-Baqarah 2: 277).

Berdasarkan ayat tersebut, zakat memiliki makna sebagai tazkiyat al-maal dan
tazkiyat al-nafs. Tazkiyat al-maal ialah zakat yang bisa membersihkan harta seseorang dari
hal-hal yang secara tidak sadar telah dilakukan untuk mendapatkan harta tersebut. Intinya,
zakat ialah membersihkan harta yang diperoleh seseorang dari noda-noda yang mungkin
dilakukannya ketika dia mencari harta tersebut. Sementara itu, tazkiyat al-nafs berarti zakat
bisa membersihkan diri yang menunaikannya, yakni membersihkan dirinya dari sifat-sifat
yang tidak terpuji, seperti sifat bakhil dan kikir kepada orang lain serta sifat dengki kepada
keberhasilan orang lain.

2.1.3. Peraturan Zakat


Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
terdiri atas 10 Bab dan 25 pasal dengan rincian sebagai berikut:

1. Bab I tentang Ketentuan Umum terdiri atas 3 pasal (Pasal 1-3)


2. Bab II tentang Asas dan Tujuan terdiri atas 2 pasal (Pasal 4-5)
3. Bab III tentang Organisasi Pengelolaan Zakat terdiri atas 5 pasal (Pasal 6-10)
4. Bab IV tentang Pengumpulan Zakat terdiri atas 5 pasal (Pasal 11-15)
5. Bab V tentang Pendayagunaan Zakat terdiri atas 2 pasal (Pasal 16-17)
6. Bab VI tentang Pengawasan terdiri atas 3 pasal (Pasal 18-20)
7. Bab VII tentang Sanksi terdiri atas 1 pasal yaitu pasal 21
8. Bab VIII tentang Ketentuan Lain-lain terdiri atas 2 pasal (Pasal 22-23)
9. Bab IX tentang Ketentuan Peralihan terdiri atas 1 pasal yaitu Pasal 24
10. Bab X tentang Penutup terdiri atas 1 pasal yaitu Pasal 25

Pada umumnya peraturan daerah tentang pengelolaan zakat tidak berbeda dengan undang-
undang pengelolaan zakat yang menitikberatkan pada pengelolaan zakat oleh badan amil

8
zakat termasuk pendistribusiannya. Ada di antara peraturan daerah yang telah menetapkan
zakat profesi bagi pegawai negeri sipil di wilayahnya yang diambil zakatnya sebesar 2,5%.
Beberapa peraturan daerah lahir merespon lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat yang terdiri atas 11 Bab dan 47 Pasal
dengan rincian sebagai berikut:

1. Bab I tentang Ketentuan Umum terdiri atas 4 Pasal (Pasal1-4)


2. Bab II tentang Badan Amil Zakat Nasional terdiri atas 16 Pasal (Pasal 5-20)
3. Bab III tentang Pengumpulan, Pendistribusian, Pendayagunaan dan Pelaporan terdiri atas
9 pasal (Pasal 21-29)
4. Bab IV tentang Pembiayaan terdiri atas 4 pasal (Pasal 30-33)
5. Bab V tentang Pembinaan dan Pengawasan terdiri atas 1 pasal (Pasal 34)
6. Bab VI tentang Peran Serta Masyarakat terdiri atas 1 pasal (Pasal 35)
7. Bab VII tentang Sanksi Administratif terdiri atas 1 pasal (Pasal 36)
8. Bab VIII tentang Larangan terdiri atas 2 pasal (Pasal 37-38)
9. Bab IX tentang Ketentuan Pidana terdiri atas 4 pasal (Pasal 39-42)
10. Bab X tentang Ketentuan Peralihan terdiri atas 1 pasal (Pasal 43)
11. Bab XI tentang Ketentuan Penutup terdiri atas 4 pasal (Pasal 44-47

2.1.4. Mustahik Zakat


Pada awal sejarah pertumbuhan islam di Mekah, orang-orang yang berhak menerima
zakat (infak) itu adalah orang miskin saja. Setelah tahun ke-9 Hijriah Allah SWT Imam Al-
Ghazali mengartikannya dengan orang yang tidak memiliki harta dan tidak mampu berusaha
jika ia mampu terbatas pada pekerjaan sekedar di luar kehormatannya. Rumah tempat tinggal,
pakaian, sekedar penutup tubuh yang dimilikinya tidak mengeluarkan statusnya dari
golongan fakir.

1. Fakir dan Miskin

Para ulama fiqih yang berpendapat bahwa fakir dan miskin adalah dua kata yang
mempunyai arti satu yaitu orang yang serba kekurangan atau yang benar-benar
membutuhkan. Orang yang fakir adalah orang yang sama sekali tidak memiliki harta dan
pekerjaan. Jika pun ada hanya dapat menutupi sekitar dua puluh lima persen dari kebutuhan
pokoknya dan kebutuhan pokok keluarga yang wajib dinafkahinya. Sedangkan orang miskin
adalah orang yang memiliki harta atau pekerjaan, tetapi hanya dapat menutupi sekitar lima

9
puluh persen atau lebih dari kebutuhannya dan kebutuhan keluarga yang wajib dinafkahinya,
namun tetap juga tidak mencukupi.

2. Amil

Orang yang disebut amil dalam konteks zakat adalah orang-orang yang ditugaskan oleh
pemerintah atau imam untuk memungut zakat dari orang-orang yang wajib mengeluarkan
zakat, memelihara dan kemudian mendistribusikannya kepada orang-orang yang berhak
menerima zakat.

3. Mu’allaf

Kelompokan non-muslim yang digolongkan kepada muallaf qulubuhum yang berhak


menerima zakat ialah kelompok non-muslim yang diijinkan hatinya dengan memberi zakat,
dengan zakat itu diharapkan terbuka hatinya untuk menerima Islam sebagai agamanya. Nabi
SAW pernah memberikan 100 ekor unta kepada Shafwan ibn Umayyah, sehingga kemudian
Shafwan berkata: “Sesungguhnya Nabi SAW adalah orang yang paling benci kepadaku,
tetapi ia selalu memberi kepadaku sehingga ia menjadi manusia yang paling sayang kepadaku
(HR Abu Daud).

4. Riqab

Yang dimaksud dengan Riqab adalah usaha memerdekakan hamba sahaya dengan cara
membelinya dengan uang zakat kemudian memerdekannya. Jadi zakat digunakan untuk
membebaskan dirinya agar ia merdeka. Mayoritas ahli fiqih mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan Riqab itu adalah hamba-hamba sahaya yang telah diberikan tuanya
kesempatan untuk menembus dirinya, sehingga jika tidak dibantu kemungkinan ia tetap saja
menjadi hamba sahaya. Untuk membebaskan dirinya dari perbudakan, maka dibantu dengan
memberi zakat kepadanya.

5. Gharimin

Gharimin adalah orang-orang yang sedang dijerat oleh utang yang banyak dan tidak dapat
melepaskan dirinya dari lilitan utang itu kecuali dengan pemberian bantuan orang lain. Para
ahli fiqih dari kalangan Hanifah mengatakan bahwa gharim yang berhak menerima zakat
meskipun ia berutang, karena pada hakekatnya ia masih mampu melunasi nya dan dengan
melunasi itu tidak sampai menjadi orang miskin, fuqaha ialah orang yang dililit utang yang

10
bukan karena boros dan maksiat, melainkan tidak mempunyai harta pembayarannya, dan
bukan pula sengaja berutang untuk mendapatkan zakat.

6. Fi sabilillah

Fi sabilillah diartikan sebagai sekelompok orang yang berjuang, berperang menegakkan


agama Allah SWT. Zakat digunakan sebagai dana atau biaya angkatan perangnya pengertian
ini wajar, karena penggunaan jatah fi sabilillah mutlak digunakan untuk peperangan, sebab
Allah SWT sering mengaitkannya dengan kemaslahatan umat manusia seperti membangun
madrasah, tempat-tempat peribadatan, dan sebagainya. Fi Sabilillah dalam keadaan tidak
perang, dapat diartikan semua usaha yang bertujuan untuk kesejahteraan umat manusia,
termasuk usaha membangun manusia seutuhnya atau membangun kehidupan beragama dan
bernegara.

7. Ibnu Sabil

Ibnu sabil adalah orang yang sedang dan yang akan melaksanakan perjalanan dengan
tujuan kebaikan, tetapi ia kekurangan biaya untuk mencapai tujuan dari perjalanan itu.
Dengan zakat diharapkan ia sampai ke tujuan, Termasuk ke dalam pengertian ini orang Islam
yang meninggalkan negaranya untuk menghindari penganiayaan orang kafir atau pemerintah
yang zalim. Mereka keluar meninggalkan negaranya mencari perlindungan di Negara Islam
lainnya. Kepada mereka diberi zakat sebagai bekal hidup di Negara orang lain. Termasuk
juga dalam pengertian umum ibn sabilillah perjalanan yang membutuhkan dana untuk
menyiarkan agama Islam ke daerah-daerah lain.

2.2. Wakaf
2.2.1. Pengertian
Kata sadaqah dalam Alquran dan Hadis bisa berarti pemberian wajib atau pemberian
sukarela. Hal ini bisa dilihat pada surat Al-Taubah ayat 60 dan 103. Sedangkan dalam Hadis,
makna ini di antaranya terlihat pada hadis ketika Nabi SAW. berbicara mengenai nisab
kewajiban mengeluarkan sebagian harta menggunakan kata sadaqah, sebagai padanan kata
zakat (Al-Bukhari, t.th./V: 429). Bahkan untuk zakat fitrah, beberapa hadis menggunakan
kata sadaqah, sadaqah Al-fitri, seperti hadis Al-Bukhari (t.th./ VI: 41) riwayat Ibn Umar.

Untuk yang kedua, yang berarti pemberian sukarela, bisa ditemukan pada surat Al-
Baqarah ayat 263. Ayat ini menyatakan bahwa perkataan yang baik dan pemberian maaf

11
lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan. Demikian juga
dengan Al-Baqarah ayat 271 (Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik
sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir,
maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu) dan An-Nisa` ayat 114 (Tidak ada kebaikan
pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh
(manusia) memberi sedekah).

Sedangkan dalam hadis, makna ini bisa ditemukan dalam hadis riwayat Al-Bukhari
dari Anas. Hadis tersebut menyatakan bahwa sebagian hasil tanaman yang dimakan oleh
burung, manusia, atau binatang merupakan sadaqah bagi orang yang menanamnya (Al-
Bukhari, t.th., VIII: 385). Pemberian ini pun tidak mesti berbentuk uang, benda atau barang,
tetapi bisa juga berbentuk jasa atau perbuatan, seperti menyingkirkan duri dari jalan (Al-
Bukhari, t.th., IX: 132), menolong orang yang teraniaya, mengerjakan kebaikan, dan
menjauhi keburukan (Al-Bukhari, t.th., V: 425). Bentuk pemberian yang terakhir ini mungkin
lebih tepat jika dinamakan sebagai perbuatan baik. Makna yang terakhir ini akan lebih jelas
terlihat pada hadis Al-Bukhari (t.th., II: 9) riwayat dari Abu Hurairah yang menyatakan
bahwa setiap persendian manusia bisa memberikan sadaqah. Lalu hadis ini merinci, atau
lebih tepatnya memberikan contoh, sebanyak lima macam perbuatan manusia, yaitu berbuat
adil dalam memberi keputusan kepada dua orang saudaranya, membatu orang lain menaiki
atau menaikkan barang bawaan ke atas kendaraannya, bertutur kata yang baik, langkah
menuju shalat, dan menyingkirkan duri di jalan.

Ada jenis khusus dari sadaqah yang berarti pemberian sukarela ini, yaitu sadaqah
Jariyah. Kata Jariyah menurut bahasa semakna dengan kata darah, yang berarti mengalir, dan
dawam yang berarti abadi atau langgeng (Ibn Manzur, t.th., IV: 139). Jika sadaqah diartikan
sebagai pemberian kepada yang membutuhkan dengan maksud mengharap rida Allah (al-
Zuhaili, t.th., V: 380), maka tambahan kata Jariyah dimaksudkan sebagai suatu pemberian
yang manfaatnya masih terus mengalir. sehingga kebaikan berupa pahala dari Allah bagi
pemberi sadaqah Jariyah pun terus mengalir.

Istilah ini berasal dari sebuah hadis yang populer yang diriwayatkan oleh banyak ahli
hadis tentang tiga macam perbuatan orang yang sudah meninggal dunia yang pahala
kebaikannya tetap mengalir. Al-Nawawi (t.th., XI: 85), dalam syarahnya terhadap kitab Hadis
Sahih Muslim, menyatakan bahwa pahala ketiga macam perbuatan tersebut tetap mengalir
karena pada dasarnya ketiganya merupakan hasil perbuatan orang yang bersangkutan. Salah

12
satu dari ketiga macam perbuatan tersebut adalah sadaqah Jariyah. Para ulama memahami
sadaqah Jariyah sebagai wakaf. Dengan demikian, wakaf merupakan bagian dari sadaqah.

Hadis lain yang kemudian menjadi doktrin konseptualisasi wakaf adalah hadis Ibnu
Umar yang mengisahkan dialog antara Umar bin Khattab dan Nabi Saw. Ketika itu Umar
memperoleh sebidang tanah subur di Khaibar dan hendak bersedekah dengan tanah tersebut.
Lalu Nabi Saw bersabda: “in syi’ta habbasta aslaha wa tashaddaqta biha.” Berdasar pada
pernyataan Nabi Saw ini, Umar pun mewakafkan tanah tersebut (al-Bukhari, t.th., X: 87).
Dari hadis ini dapat diambil beberapa prinsip wakaf, yaitu, (1) wakaf merupakan sedekah
sunnah yang berbeda dengan zakat; (2) wakaf bersifat langgeng karena wakaf tidak boleh
diperjualbelikan, diwariskan, atau dihibahkan; (3) wakaf harus dikelola secara produktif; (4)
keharusan menyedekahkan hasil benda wakaf untuk tujuan yang baik sebagaimana
dikehendaki wakaf; dan (5) pengelola wakaf atau nazir memperoleh bagian yang wajar dari
hasil wakaf.

Sementara mengenai definisi wakaf menurut istilah terdapat perdebatan yang cukup
luas di kalangan ahli fikih. Hal ini karena mereka berbeda pendapat mengenai sifat dasar
wakaf. Setelah al-Kabisi (2004: 38-62) merekam perdebatan ulama mengenai hal ini, ia tiba
pada satu pilihan bahwa tindakan yang paling tepat adalah mengembalikan definisi wakaf
kepada apa yang terdapat pada hadis Nabi Saw, sebagaimana yang dilakukan oleh Ibn
Qudamah, seorang ulama mazhab Hambali, yaitu: “tahbis al-asl wa tasbil tsaratihi (menahan
asa dan mengalirkan hasilnya).”

2.2.2. Dalil
Beberapa ayat Al-Quran juga menjelaskan tentang perintah melaksanakan wakaf, di
antaranya:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Q.S. Ali 'Imran 3:92)

13
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal
kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya.
Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.S. Al-Baqarah 2:267).

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di


jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah 2:261)

2.2.3. Unsur-Unsur dan Syarat-Syarat Wakaf


Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, disebutkan ada enam
unsur wakaf, yaitu wakif, nazir, harta wakaf, tujuan wakaf, akad wakaf, dan jangka waktu
wakaf.

14
I. Wakif (Orang yang Berwakaf)
Wakif, atau pihak yang mewakafkan hartanya, bisa perseorangan, badan hukum,
maupun organisasi. Jika perseorangan, ia boleh saja bukan muslim karena tujuan
disyariatkannya wakaf adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan orang non-Muslim
tidak dilarang berbuat kebajikan.

Syarat bagi wakif adalah balig dan berakal. Selain itu, ada juga syarat-syarat wakif
berdasarkan pemberi wakaf nya, antara lain:

1. Wakif perseorangan
a. Dewasa
b. Berakal sehat
c. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
d. Pemilih sah harta benda wakaf

2. Wakif badan hukum


Memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan
hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.

3. Wakif organisasi
Memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik
organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan

II. Nazir (Pengelola Wakaf)


Nazir adalah orang yang memegang amanat untuk memelihara dan menyelenggarakan
harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafan. Mengurus atau mengawasi harta wakaf pada
dasarnya menjadi hak wakif, tetapi boleh juga wakif menyerahkan hak pengawasan wakafnya
kepada orang lain, baik perseorangan maupun organisasi. Adapun syarat-syarat seorang nazir,
antara lain:

1. WNI.
2. Islam.
3. Dewasa.
4. Sehat jasmani dan rohani.
5. Tidak berada di bawah pengampuan.
6. Tinggal di kecamatan tempat tanah yang diwakafkan.

15
Apabila nazir berbentuk badan hukum, syarat-syarat yang harus dipenuhi, antara lain:

1. Berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.


2. Mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan.

Selain itu, nazir juga harus didaftarkan dan mendapat pengesahan di Kantor Urusan
Agama kecamatan setempat. Bila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, wakif bisa menunjuk
orang lain yang mempunyai hubungan kerabat dengannya agar terjalin keserasian dengan
prinsip hak pengawasan. Bila orang yang mempunyai hubungan dengan wakif tidak ada,
diperbolehkan menunjuk orang lain. Dalam pasal 11 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004
tentang Wakaf, tugas seorang nazir meliputi:

1. Melakukan administrasi harta benda wakaf.


2. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi,
serta peruntukannya.
3. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
4. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI)

Nazir bisa diberhentikan dan diganti dengan nazir lain bila yang bersangkutan:

1. Meninggal dunia bagi nazir perseorangan.


2. Bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
untuk nazir organisasi badan hukum.
3. Atas permintaan sendiri.
4. Tidak melaksanakan tugasnya dengan baik dan/atau melanggar ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
5. Dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.

III. Mauquf (Harta yang Diwakafkan)


Syarat-syarat yang berkaitan dengan harta yang diwakafkan ialah harta yang bernilai,
milik wakif, dan tahan lama untuk digunakan. Harta wakaf juga bisa berupa uang yang di
modalkan, seperti saham, yang harus dikelola semaksimal mungkin sehingga mendapatkan

16
kemaslahatan atau keuntungan bagi orang banyak. Dalam pasal 16 Undang-Undang No. 41
Tahun 2004 tentang Wakaf, harta benda yang bisa diwakafkan, antara lain:

1. Benda bergerak (harta yang tidak bisa habis karena dikonsumsi)


a. Uang.
b. Logam mulia.
c. Surat berharga.
d. Kendaraan.
e. Hak atas kekayaan intelektual.
f. Hak sewa.
g. Benda bergerak lain yang sesuai dengan ketentuan syariat dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2. Benda tidak bergerak


a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah, sebagaimana
dimaksud pada huruf
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
e. Benda tidak bergerak lain yang sesuai dengan ketentuan syariat.
f. Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

IV. Mauqul’alaih (Tujuan Wakaf)


Tujuan wakaf (mauqul’alaih) harus sejalan (tidak bertentangan) dengan nilai-nilai
ibadah sebab wakaf merupakan salah satu amalan sedekah. Tujuan wakaf harus termasuk
kategori ibadah atau sekurang-kurangnya merupakan perkara-perkara mudah menurut ajaran
Islam, misalnya menjadi sarana ibadah. Harta wakaf yang diperuntukkan membangun
tempat-tempat ibadah umum, hendaklah ada badan yang menerimanya.

V. Shigat Waqf (Akad Wakaf)


Wakaf dishigatkan, baik dengan lisan, tulisan, maupun dengan isyarat. Wakaf
dinyatakan telah terjadi apabila ada pernyatan wakif (ijab), sedangkan kabul dari
mauquf’alaih tidak diperlukan. Isyarat hanya boleh dilakukan jika wakif tidak mampu
melakukan lisan dan tulisan. Akad wakaf harus dinyatakan secara tegas, baik lisan ataupun

17
tulisan, dengan redaksi “aku mewakafkan” atau “aku menahan” atau kalimat yang semakna
lainnya. Akad penting karena membawa implikasi gugurnya hak kepemilikan wakif dan harta
wakaf menjadi milik Allah atau milik umum yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum
yang menjadi tujuan wakaf. Karena itu, harta wakaf tidak bisa dihibahkan, diperjualbelikan,
atau diwariskan. Secara teknis, akad wakaf diatur dalam Pasal 1 ayat 1 PP No. 28 Tahun
1977 jo. Pasal 218 KHI:

1. Pihak yang mewakafkan tanahnya harus mengakadkan kehendaknya secara jelas dan
tegas kepada nazir di hadapan pejabat pembuat akta ikrar wakaf (PPIW), sebagaimana
dimaksud pasal 9 ayat 2 yang kemudian menuangkannya dalam bentuk akta ikrar
wakaf (AIW) dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi. 126 Zakat
dan Wakaf
2. Dalam keadaan tertentu, penyimpangan daripada ketentuan dimaksud dalam ayat (1)
dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Agama.
3. Adanya Jangka Waktu yang Terbatas

Dalam pasal 215 Komplikasi Hukum Islam, wakaf adalah perbuatan hukum seseorang
atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan
melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum
lainnya, sesuai dengan ajaran Islam. Berdasarkan pasal tersebut, wakaf sementara adalah
tidak sah. Sementara itu, dalam pasal 1 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu, sesuai dengan kepentingannya, guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariat. Berdasarkan pasal tersebut, wakaf sementara
diperbolehkan asalkan sesuai dengan kepentingan.

2.2.4. Syarat dan Ketentuan Wakaf


Ada beberapa syarat dan ketentuan mengenai wakaf agar wakaf tersebut bisa
dikatakan sah atau telah terjadi pewakafan. Berikut adalah syarat-syarat wakaf, antara lain:

1. Wakaf tidak dibatasi dengan waktu tertentu sebab perbuatan wakaf berlaku untuk
selamanya. Bila seseorang mewakafkan kebun untuk jangka waktu 10 tahun,
misalnya, wakaf tersebut dinyatakan gagal.
2. Tujuan wakaf harus jelas, misalnya mewakafkan sebidang tanah untuk masjid,
musala, pesantren, perkuburan (makam), dan sebagainya. Bila seseorang mewakafkan

18
sesuatu kepada lembaga hukum atau organisasi tanpa menyebut tujuannya, hal itu
dipandang sah sebab penggunaan harta wakaf tersebut menjadi wewenang lembaga
hukum atau organisasi yang menerima harta wakaf tersebut.
3. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah dinyatakan oleh yang mewakafkan, tanpa
digantungkan pada peristiwa yang akan terjadi pada masa yang akan datang sebab
pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik bagi yang mewakafkan. Bila wakaf
digantungkan dengan kematian, yang mewakafkan bertalian dengan wasiat, bukan
bertalian dengan wakaf. Dalam pelaksanaan seperti ini, berlakulah ketentuan yang
bertalian dengan wasiat.
4. Wakaf merupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa adanya hak khiyar atau
membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah dinyatakan sebab pernyataan
wakaf berlaku seketika dan untuk selamanya.

Menurut Ahmad Azhar Basyir, berdasarkan hadis dari Umar ra. yang berisi tentang
wakaf, diperoleh ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Harta wakaf harus tetap, artinya harta wakaf tidak dapat dipindahkan kepada orang
lain, baik diperjualbelikan, dihibahkan, maupun diwariskan.
2. Harta wakaf terlepas dari pemilikan orang yang mewakafkannya.
3. Tujuan wakaf harus jelas, terang, dan termasuk perbuatan baik menurut ajaran Islam.
4. Harta wakaf dapat dikuasakan kepada pengawas yang memiliki hak ikut serta dalam
harta wakaf, sekadar perlu dan tidak berlebihan. 5. Harta wakaf dapat berupa tanah
dan sebagainya, yang tahan lama serta tidak musnah sekali digunakan.

19
BAB III
HASIL KAJIAN

2.3. Metode Kajian


Kami melakukan kegiatan wawancara bersama bapak Latief selaku DKM An-Nur
pada hari Jumat tanggal 02 Juni tahun 2023. Kami memberikan beberapa pertanyaan kepada
bapak Latief mengenai Zakat dan Wakaf di masjid An-Nur. Berikut adalah hasil wawancara
kami bersama bapak Latief.
2.3.1. Hasil Wawancara
I. Siapa saja pengurus Zakat dan Wakaf di Masjid An-Nur?
Menurut bapak Latief, untuk pengurus Zakat sudah dibuat pembentukan, yaitu
anggota DKM, bendahara, dan sekretaris. Kepengurusan Zakat sudah dibuktikan dengan
Surat Keterangan atau SK dari Walikota dan Baznas Kota Bandung. Untuk pengurus wakaf
berbeda dengan zakat, karena surat bukti kepengurusan wakaf dipegang oleh nazhir. Untuk
anggota nazhir sendiri terdiri dari 5 orang yaitu ketua, bendahara, sekretaris, dan dua orang
anggota. Untuk nama anggota wakaf tercantum dalam sertifikat wakaf, dan sertifikat wakaf
tidak dipegang oleh DKM, melainkan oleh ketua nazhir tersebut. Sertifikat kepemilikan
nazhir belaku seumur hidup, jika anggota nazhir ada yang meninggal, maka harus diganti
dengan cara pemilihan ulang oleh DKM dan hasil pemilihan didaftarkan ke pemerintah.

II. Gongan apa saja yang berhak menerima Zakat dan Wakaf dari masjid An-Nur?
Menurut bapak Latief, untuk pembagian Zakat sudah ada ketentuannya yaitu 8 asnaf,
yang merupakan golongan yang berhak menerima zakat, diantaranya adalah

1. Fakir
2. Miskin
3. Amil
4. Mu’allaf
5. Hamba sahaya
6. Gharimin
7. Fi sabilillah

20
8. Ibnu Sabil

Untuk Zakat Fitrah, dibagikan juga kepada anak yatim di sekitar masjid An-Nur.
Walaupun bukan termasuk 8 asnaf, tetapi DKM An-Nur sepakat bahwa memberi zakat
kepada anak yatim dikarenakan anak tersebut termasuk ke dalam golongan fakir atau miskin,
bukan karena status anak tersebut.

Untuk Wakaf sendiri, pembagiannya mengatasnamakan lembaga masjid dan


dibagikan hanya kepada warga sekitar, tidak mengatasnamakan perorangan untuk
menghindari hal yang tidak di inginkan seperti sengketa tanah.

III. Bagaimana proses penyerahan Zakat dan Wakaf kepada golongan Asnaf dan
Mauquf ‘alaih
Menurut bapak Latief, pembagian zakat dan wakaf melalui pendataan yang dilakukan
oleh RT dan RW setempat lalu disesuaikan dengan pendapatan zakat yang dimiliki oleh
masjid An-Nur dan dibagi oleh orang yang masuk ke dalam data dari pihak RT dan RW
setempat. Sebanyak 62,5 persen diserahkan kepada golongan fakir dan miskin yang berada
dalam kawasan masjid An-Nur. Lalu sisanya diberikan kepada pihak kelurahan dan
kecamatan untuk diserahkan kepada golongan 8 asnaf yang berada pada kawasan luar masjid
An-Nur. Untuk pembagian zakat secara materi, pihak DKM mengantarkan langsung ke
rumah-rumah orang yang berhak mendapatkan zakat tersebut.
IV. Bagaimana bentuk Zakaf dan Wakaf di masjid An-Nur? Apakah dalam bentuk
nominal harta atau materi?
Menurut bapak Latief, untuk wakaf sendiri, masjid An-Nur mayoritas memberikan
materi berupa karpet atau Al-Qur’an. Lalu untuk zakat sendiri mayoritas memberikan harta
dan beras.

V. Menurut pandangan Bapak Latief, mengapa kita sebagai umat islam


melakukan Wakaf? Karena yang hanya termasuk ke dalam rukun islam
hanyalah Zakat.
Menurut bapak Latief, untuk zakat sudah tidak perlu ditanyakan lagi, karena sebagai
umat muslim kita wajib untuk melaksanakan zakat Fitrah. Untuk zakat Maal memiliki syaray
yaitu apabila mampu atau tidak tergolong dalam 8 asnaf, serta memiliki suatu harta yang
disimpan selama satu tahun, wajib dikeluarkan sebanyak 3,5 persen. Untuk wakaf hanya
berbentuk benda yang diterima oleh pihak DKM, memang tidak diwajibkan tetapi tidak ada
salahnya kita mengeluarkan beberapa benda yang layak pakai seperti Al-Quran maupun
karpet untuk kepentingan masjid agar mendapatkan Ridha Allah.

21
BAB IV
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari hasil wawancara kami bersama bapak Latief adalah bahwa
pengurus zakat dan wakaf di masjid An-Nur beranggotakan ketua sekretaris dan bendahara,
untuk wakaf sendiri ditambah dua orang anggota dan juga terdapat sertifikat keanggotaannya
dan sudah terdaftar di dalam instansi pemerintah. Mayoritas penerima zakat dari masjid An-
Nur adalah golongan 8 asnaf dan untuk wakaf mayoritas dari warga sekitar untuk
kelangsungan masjid An-Nur tersebut. Adapun jika masjid An-Nur mengeluarkan wakaf,
maka mengatasnamakan lembaga masjid bukan mengatasnamakan perorangan. Proses
penyerahan zakat dan wakaf melalui sistem pendataan yang dilakukan oleh RT dan RW
setempat serta mayoritas memberikan zakat berupa harta atau materi dan hanya materi bagi
wakaf. Dan menurut bapak Latief, kita sebagai umat muslim diwajibkan melakukan zakat
fitrah, untuk zakar maal hanya dilakukan bagi mereka yang mampu serta memiliki harta yang
tersimpan selama kurang lebih satu tahun dan dikeluarkan sebanyak 3,5 persen. Lalu untuk
wakaf sendiri kita memang tidak diharuskan tetapi demi mendapatkan Ridha Allah tidak ada
salahnya kita melakukan wakaf

22
LAMPIRAN

Gambar 1.1. Anggota Kelompok 3 Gambar 1.2. Anggota Kelompok 3

23
Gambar 1.3. Proses Wawancara Bersama Pak Latief

Gambar 1.4. Tampak Dalam Gambar 1.5. Tampak Dalam

24
Gambar 1.5. Area Wudu Pria Gambar 1.6. Area Wudu Wanita

Gambar 1.7. Tampak Luar

25
Gambar 1.8. Tampak Luar

DAFTAR PUSTAKA

Amir Sahidin. 2021. Pendayagunaan Zakat dan Wakaf untuk Mencapai Maqashid al-
Syari’ah. Jurnal Wakaf dan Ekonomi Islam, Volume 14 No. 2. 97-98. Diakses pada tanggal
12 Juni 2023

Dr. H. Khoirul Abror, M.H. 2018. Fiqih Zakat dan Wakaf. Bandar Lampung: Permata
Percetakan. Diakses pada tanggal 12 Juni 2023

Abdurrahman Kasdi. 2014. PERAN NADZIR DALAM PENGEMBANGAN WAKAF. Ziswaf


Jurnal Zakat dan Wakaf, Volume 1 No. 214-223. Diakses pada tanggal 13 Juni 2023

Departemen Agama, 2007, Fiqih Wakaf, Jakarta: Direktorat Wakaf.

Departemen Agama, 2008, Model Pengembangan Wakaf Produktif, Jakarta: Direktorat


Wakaf.

26
Djunaidi, Achmad dkk, 2005, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Direktorat
Wakaf. Hasymi, Sherafat Ali, 1987, “Management of Waqf: Past and Present,” dalam
Hasmat Basyar (ed.), Management and Development of Auqaf Properties, Jeddah: Islamic
Research and Training Institute and Islamic Development Bank.

Qahaf, Mundzir, 2006, al-Waqf al-Islami; Tat}awwuruhu, Idaratuhu, Tanmiyyatuhu, Syiria:


Dar al-Fikr Damaskus, cet. II.

PP. No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan

UU. No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. UU. No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Dr. H. Aden Rosadi, M.Ag. 2019. Zakat dan Wakaf. Kota Bandung: Simbiosa Rekatama
Media.

27

Anda mungkin juga menyukai