Anda di halaman 1dari 69

MAKALAH

PRAKTIK IBADAH : ASPEK ZAKAT, HAJI DAN UMROH, PENYEMBELIHAN,


PENGURUSAN JENAZAH, DAN WARIS
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas praktik ibadah

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Adon Nasurullah Jamaluddin, M.Ag

Disusun Oleh :
Intan Savitri 1238030018

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
limpahan Rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah menunjukkan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas Praktik Ibadah dan juga untuk
khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang semoga dapat
bermanfaat.

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin.
Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan
masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini
mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama Dosen
Pengampu Praktik Ibadah yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.

Wa’alaikumsalam Wr.Wb

Bandung, 28 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

................................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1


1.2 Perumusan Masalah........................................................................................... 2
1.3 Tujuan Masalah ................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4


2.1 Zakat ..................................................................................................... 4
2.1.1 Pengertian zakat ................................................................................ 4
2.1.2 Macam macam zakat .......................................................................... 5
2.1.3 Pengertian Muzakki dan syarat-syaratnya ........................................ 15
2.1.4 Tujuan Zakat .................................................................................... 19
2.1.5 Hikmah dan manfaat Zakat .............................................................. 20
2.1.6 Zakat berdasarkan Undang-undang No. 38 Tahun 1999 .................. 20

2.2 Haji dan Umroh ................................................................................... 21


2.2.1 Pengertian Haji dan Umroh .............................................................. 21
2.2.2 Tujuan Haji dan Umroh .................................................................... 21
2.2.3 Dasar hukum perintah Haji dan Umroh ........................................... 22
2.3.4 Syarat, Rukun, dan Wajib Haji dan Umroh ...................................... 22
2.3.5 Hal-hal yang membatalkan Haji ....................................................... 27
2.3.6 Hikmah Pelaksanaan Haji dan Umroh ............................................. 28

2.3 Penyembelihan .................................................................................... 29


2.3.1 Pengertian Qurban dan Aqiqah ........................................................ 29
2.3.2 Hukum Qurban ................................................................................. 30
2.3.3 Kriteria hewan Qurban ..................................................................... 30
2.3.4 Syarat dan ketentuan Qurban ........................................................... 31

ii
2.3.5 Hikmah Qurban ................................................................................ 33
2.3.6 Syarat-syarat Aqiqah ........................................................................ 33
2.3.7 Hikmah Aqiqah ................................................................................ 35

2.4 Pengurusan Jenazah............................................................................. 36


2.4.1 Pengertian Jenazah ........................................................................... 36
2.4.2 Kewajiban memandikan jenazah ...................................................... 36
2.4.3 Memandikan Jenazah ....................................................................... 36
2.4.4 Mengkafani Jenazah ......................................................................... 41
2.4.5 Mengshalatkan Jenazah .................................................................... 43
2.4.6 Menguburkan jenazah ...................................................................... 47
2.4.7 Hikmah Pengurusan Jenazah ............................................................ 50

2.5 Waris ................................................................................................... 51


2.5.1 Pengertian Waris ............................................................................... 51
2.5.2 Syarat dan rukun Waris ................................................................... 52
2.5.3 Golongan Ahli Waris ...................................................................... 53
2.5.4 Bagian - Bagian Ahli Waris .............................................................. 55
2.5.5 Sebab-sebab tidak mendapatkan ahli waris ...................................... 57
2.5.6 Hal-hal yang menghalangi Waris .................................................... 59
2.5.7 Pengertian Wasiat ............................................................................. 61

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 63


3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 63
3.2 Saran ................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 64
........................................................................................................................ 65

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Ibadah merupakan rangkaian ritual yang dilakukan manusia dalam rangka


pengabdian atau kepatuhan kepada sang Pencipta. Ibadah dalam Islam tidak hanya
terbatas pada hubungan manusia dengan Allah semata, melainkan juga terdapat
hubungan antara manusia dengan manusia lainnya serta antara manusia dengan
alam (Razak, 1993: 18).

Ibadah, sebagai ekspresi ketakwaan dan hubungan manusia dengan Sang


Pencipta, menjadi pilar fundamental dalam kehidupan beragama. Dalam menjalani
kehidupan ini, manusia tidak hanya dihadapkan pada dinamika perubahan sosial dan
teknologi, tetapi juga menghadapi tantangan moral dan spiritual yang semakin
kompleks.Perkembangan pesat masyarakat kontemporer membawa implikasi
terhadap praktik ibadah. Globalisasi, teknologi, dan perubahan nilai-nilai sosial
memberikan dampak pada cara umat beragama menjalankan ibadahnya. Kondisi ini
memunculkan pertanyaan tentang relevansi, makna, dan implementasi ibadah
dalam konteks kehidupan modern.

Dalam mengemban tugas sebagai umat beragama, praktik ibadah memiliki


peran sentral dalam membentuk kehidupan spiritual dan sosial. Namun, dalam
konteks kehidupan kontemporer, terdapat sejumlah permasalahan yang perlu
dipahami dan diatasi dalam praktik ibadah, khususnya dalam aspek zakat, haji dan
umrah, penyembelihan, pengurusan jenazah, serta waris.

Pertama, aspek zakat menjadi fokus esensial dalam praktik keagamaan, namun
masih terdapat kekurangan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya zakat
sebagai bentuk kepedulian sosial dan kesejahteraan umat. Sementara itu,
pelaksanaan haji dan umrah menghadapi tantangan terkait regulasi, keamanan, dan
tata kelola yang memerlukan perhatian lebih. Penyembelihan hewan dalam rangka
ibadah juga, seperti qurban, menimbulkan pertanyaan seputar etika, kesejahteraan
hewan, dan keberlanjutan lingkungan. Pengurusan jenazah, pada gilirannya,
melibatkan prosedur yang kompleks, dan pemahaman masyarakat terhadap aspek

1
ini dapat bervariasi, menciptakan kebutuhan akan pedoman yang jelas dan terkait
dengan aspek waris, permasalahan muncul dalam distribusi harta warisan dengan
adil sesuai ketentuan agama, sekaligus mempertimbangkan aspek legal dan sosial
dalam masyarakat modern.

Dalam latar belakang ini, penting untuk merenung tentang bagaimana umat
dapat menjaga kedalaman spiritualitas mereka di tengah kesibukan dan tekanan
kehidupan sehari-hari. Seiring waktu, muncul permasalahan seputar pemahaman,
praktik, dan nilai-nilai yang melandasi ibadah. Oleh karena itu, makalah ini
berusaha menyorot aspek-aspek tersebut dengan harapan dapat memberikan
wawasan mendalam dan solusi praktis bagi umat dalam menjalani ibadahnya di era
kontemporer.
Dengan memahami latar belakang masalah ini, diharapkan makalah ini dapat
memberikan wawasan yang mendalam dan solusi praktis bagi umat dalam
menjalani kehidupan keagamaan sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka disini peneliti merumuskan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana zakat, haji dan umroh, penyembelihan, pengurusan jenazah serta waris
dari segi pengertian islam ?
2. Bagaimana kaifiyah dan hikmahnya beribadah dari aspek yang meliputi zakat, haji
dan umroh, penyembelihan, pengurusan jenazah, dan waris ?
3. Bagaimana macam-macam zakat ?
4. Bagaimana proses Haji dan umroh ?
5. Bagaimana proses penyembelihan hewan qurban dan aqiqah ?
6. Bagaimana proses pengurusan jenazah ?
7. Bagaimana proses pembagian ahli waris serta wasiat ?

2
1.3 Tujuan Masalah
2. Untuk mengetahui pengertian ibadah dari aspek zakat, haji dan umroh,
penyembelihan, pengurusan jenazah, dan waris.
3. Untuk mengetahui kaifiyah dan hikmah beribadah dalam aspek zakat, haji dan
umroh, penyembelihan, pengurusan jenazah dan waris.
4. Untuk mengetahui macam-macam zakat.
5. Untuk mengetahui proses pelaksanaan Haji dan umroh.
6. Untuk mengetahui proses pelaksanaan penyembelihan hewan qurban dan
aqiqah.
7. Untuk mengetahui proses pelaksanaan dalam pengurusan jenazah.
8. Untuk mengetahui proses pelaksanaan dalam pembagian ahli waris serta wasiat.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Zakat

2.1.1 Pengertian Zakat

Setiap orang muslim mengakui bahwa zakat merupakan salah satu


penyangga tegaknya islam yang wajib ditunaikan 1. Zakat adalah rukun islam
yang ketiga, diwajibkan di Madinah pada tahun kedua hijriah. Namun, ada juga
yang berpendapat bahwa perintah ini diwajibkan bersama dengan perintah
kewajiban shalat ketika Nabi masih berada di Makkah2.
Zakat menurut Bahasa yaitu tumbuh dan tambah. Kata “ zakat “ juga
digunakan untuk ungkapan pujian, suci, keshalehan, dan berkah3. Taqiyudin
berkata, “Lafadz zakat secara bahasa menunjukkan arti tumbuh4. Di dalam buku
Al Mughni karangan Ibnu Qudamah Abu Muhammad bin Abu Qutaibah
mengatakan bahwa zakat berasal dari kata zakat (bersih), namaa ( tumbuh dan
berkembang) dan ziadah ( pengembangan harta)5.
Dalam bahasa Arab, kata zakah secara harfiah berarti berkembang atau
tumbuh. Kadang diartikan bersih atau suci. Adapun dalam pembahasan fiqih,
istilah zakat diartikan sebagai sejumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan
dan diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya6.
Pengertian yang lain, zakat adalah salah satu ibadah pokok dan termasuk
salah satu rukun islam. Dan secara arti kata zakat berasal dari bahasa arab dari
akar kata zaka mengandung beberapa arti seperti membersihkan, bertumbuh dan
berkah. Dalam terminologi hukum (syara’) zakat diartikan : “pemberian tertentu
dari harta tertentu kepada orang tertentu menurut syarat-syarat yang
ditentukan”7.

1
Muhammad, Aspek Hukum Dalam Muamalat (Depok: Graha Ilmu, 2007), Cet. 1, h.153
2
Gusfahmi, Pajak Syari’ah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Cet. 1, h.103
3
Sa’ad Yusuf Abdul Aziz, Sunnah dan Bid’ah, alih Bahasa oleh H. Masturi Irham Lc,dkk, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar,2008), Cet.4,h. 345
4
Abdullah bin Abdurrahman, Syarah Bulughul Marom, alih Bahasa oleh Thahirin Suparta dkk, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2006), Cet.1, h. 308
5
Ibnu Qudamah, Al Mughni, alih Bahasa oleh Amir Hamzah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), Cet. 3, h.433
6
Indi Aunullah, Ensiklopedi Fikih untuk Remaja, (Yogyakarta: Pustaka Insan Mandani,2008), h.314
7
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana, 2003), h.37

4
2.1.2 Macam-Macam Zakat
1. Zakat Fitrah
a. Pengertian Zakat Fitrah
pengertian fitrah ialah sifat asal, bakat, perasaan keagamaan dan perangai.
Sedangkan zakat fitrah adalah zakat yang berfungsi mengembalikan manusia muslim
dalam keadaan fitrahnya, dengan menyucikan jiwa mereka dari kotoran-kotoran (dosa-
dosa) yang disebabkan oleh pengaruh pergaulan dan sebagainya. Adapun dalil zakat
fitrah dalam QS. Al-A’la/87 : 14

‫َقد اَفلَ َح َمن ت َ َزكّٰى‬

Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan


beriman)8.

Zakat fitrah adalah sejumlah harta yang wajib ditunaikan oleh setiap mukallaf
dan setiap orang yang nafkahnya ditanggung olehnya dengan syarat-syarat tertentu.
Zakat fitrah dikeluarkan oleh setiap umat islam yang hidup Sebagian bulan Ramadhan
dan Sebagian bulan Syawal,. Hukum zakat fitrah wajib bagi umat Islam baik laki-laki
maupun perempuan, besar kecil, merdeka maupun hamba9. Yang dikeluarkan dalam
zakat fitrah adalah makanan pokok (yang mengenyangkan) menurut tiap-tiap tempat
(negeri)sebanyak 3,1 liter atau 2,5kg, atau bisa diganti dengan uang senilai 3,1 liter atau
2,5kg makanan pokok yang harus dibayarkan.

b. Syarat Wajib Zakat Fitrah


1. Beragama Islam.

2. Lahir dan hidup sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan Ramadhan.

3. Mempunyai kelebihan harta dari keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan wajib
dinafkahi, baik manusia atau Binatang, pada malam hari raya dan siang harinya. Yang
tidak mempunyai kelebihan seperti itu, maka boleh menerima dari orang lain sehingga
dia dapat membayar zakat dan mempunyai persediaan makanan10.

8
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta:Sahifa, 2014), h.591
9
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Bandung: Al-Ma’arif, 1997), h.126
10
Tim KKG PAI Kota Surabaya, Pendidikan Agama Islam SD (Surabaya: CV Citra Cemara, 2006), h.58

5
c. Waktu Zakat Fitrah

Waktu wajib membayar zakat fitrah adalah ketika terbenam matahri pada malam Idul
Fitri. Adapun beberapa waktu dan hukum membayar zakat fitrah pada waktu itu
adalah :

1) Waktu mu’bah, awal bulan Ramadhan sampai hari penghabisan Ramadhan.


2) Waktu wajib, mulai terbenamnya matahari diakhir bulan Ramadhan.
3) Waktu sunnah, sesudah sholat shubuh sebelum sholat Idul Fitri.
4) Waktu makruh, sesudah sholat Idul Fitri tetapi sebelum terbenam matahari pada
hari raya Idul Fitri.
5) Waktu haram, sesudah terbenam matahari pada hari raya Idul Fitri11.

Zakat ini wajib dikeluarkan dalam bulan Ramadhan sebelum sholat ‘ied,
sedangkan bagi orang yang mengeluarkan zakat fitrah setelah dilaksanakan shalat ’ied
maka apa yang diberikan bukanlah termasuk zakat fitrah tetapi merupakan sedekah,
hal ini sesuai dengan hadis Nabi saw dari ibnu Abbas, ia berkata,“Rasulullah Saw
mewajibkan zakat fitrah itu sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari
perbuatan sia-sia dan perkataan yang kotor dan sebagai makanan bagi orang yag
miskin. Karena itu, barang siapa mengeluarkan sesudah shalat maka dia itu adalah
salah satu shadaqah biasa.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majjah).

Melewatkan pembayaran zakat fitrah sampai selesai shalat hari raya hukumnya
makruh karena tujuan utamanya membahagiakan orang-orang miskin pada hari
raya,dengan demikian apabila dilewatkan pembayaran hilanglah separuh
kebahagiannya pada hari itu.

2. Zakat Mal (harta)


a. Pengertian zakat mal
Dalam bahasa Arab, Mal berarti harta. Jadi, zakat mal adalah zakat kekayaan
yang harus dikeluarkan dalam jangka satu tahun sekali yang sudah memenuhi nishab

11
Ibnu Mas’ud, Fiqh Madzhab Syafi’I, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), h. 485

6
mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta
temuan, emas dan perak serta hasil kerja (profesi). Masing-masing tipe memiliki
perhitungannya sendiri-sendiri12.

b. Syarat wajib zakat mal


1) Islam.
2) Merdeka (bukan budak).
3) Hak milik yang sempurna.
4) Telah mencapai nisab.
5) Masa memiliki sudah sampai satu tahun / haul (selain tanaman dan buah-
buahan).
6) Lebih dari kebutuhan pokok. Orang yang berzakat hendaklah orang yang
kebutuhan minimal / pokok untuk hidupnya terpenuhi terlebih dahulu.
7) Bebas dari hutang, bila individu memiliki hutang yang bila dikonversikan ke
harta yang dizakatkan mengakibatkan tidak terpenuhinya nishab, dan akan
dibayar pada waktu yang sama maka harta tersebut bebas dari kewajiban zakat.

c. Jenis-Jenis Harta/Maal yang Wajib di Zakatkan


Pada umumnya dalam fikih Islam ialah harta kekayaan yang wajib dizakati atau
dikeluarkan zakatnya digolongkan ke dalam kategori
1. emas, perak dan uang (simpanan)
Emas dan perak merupakan logam mulia ialah merupakan tambang elok, sering
dijadikan perhiasan dan juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu.
Semua ulama sepakat bahwa harta yang berupa emas dan perak dikeluarkan zakatnya,
karena secara syariat Islam memandang emas dan perak potensial hidup dan
berkembang,sesuai dengan Firman Allah SWT, "Dan orang-orang yang menyimpan
emas dan perak dan tidak menafkahkan pada jalan Allah maka beritahukanlah kepada
mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih pada hari dipanaskan emas
dan perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dari mereka, lambung
dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, "Inilah harta bendamu yang

12
Dr. Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’ly, Ekonomi Zakat : Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Syari’ah
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2006), hal.3

7
kamu simpan untuk dirimu sendiri maka rasakanlah sekarang(akibat dari) apa yang
kamu simpan itu" (QS.at Taubah [9]:34-35).
Hadis Nabi SAW, "Tiadalah bagi pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan hak
(zakat)nya, melainkan di hari kiamat ia di dudukkan di atas pedang batu yang lebar
dalam neraka. Maka dibakar di dalam jahanam, disetrika dengannya pipi, kening, dan
punggung-nya. Setiap api itu padam, maka dipersiapkan lagi baginya (hal serupa)
untuk jangka waktu 50 ribu tahun, hingga selesai pengadilan umat manusia semuanya.
Maka ia melihat jalannya, apakah ke surga atau ke neraka" (HR. Muslim dari Abu
Hurairah).
Nishab zakat emas adalah 20 dinar, yakni setara dengan 85 gram emas murni,
sedangkan untuk nishab zakat perak adalah 200 dirham yaitu setara dengan 672 gram
perak, artinya jika seseorang telah memiliki emas atau perak yang nilainya mencapai
20 dinar atau 200 dirham dan telah memiliki selama satu tahun maka sudah terkena
kewajiban membayar zakat sebesar 2, 5%, sesuai dengan Hadis Nabi SAW, "Apabila
kamu telah memiliki 200 dirham (perak) dan telah mengalami ulang tahun (haul),
maka zakatnya 5 dirham. Dan kamu tidak mempunyai kewajiban apa-apa (maksudnya
mengenai emas) sehingga kamu telah memiliki 20 dinar dan telah mengalami ulang
tahun, maka zakatnya ½ dinar. Jika lebih, maka diperhitungkanlah seperti itu"
(HR.Abu Daud dari Ali Bin Abi Thalib ra).
Perhiasan wanita yang khsusus untuk pemakaian pribadi tidak wajib dizakati
selama tidak melebihi batas kewajaran antara wanita- wanita lain yang berada dalam
status sosial yang sama, sedangkan perhiasan yang melebihi batas kewajaran harus
dibayar zakatnya karena kepemilikan perhiasan sama dengan menimbun dan
menyimpan sesuatu harta. Seorang wanita harus membayar zakat perhiasan yang
sudah tidak di pakai lagi karena sudah lama atau sebab- sebab lainnya.
Perhiasan emas yang dipakai atau dimiliki oleh lelaki harus di- lakukan
pembayaran zakatnya, seperti gelang dan jam tangan, begitu pula wanita yang
memakai perhiasan lelaki harus membayar zakatnya karena haram bagi dirinya,
sementara cincin perak tidak dikenakan kewajiban zakat karena halal dipakai oleh
lelaki. Banyaknya zakat untuk perhiasan emas dan perak 2,5%.
Untuk segala macam bentuk simpanan uang seperti tabungan, deposito, cek,
obligasi, saham atau surat berharga lainnya termasuk dalam kategori penyimpanan
emas dan perak, sehingga penetapan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan
ketentuan zakat pada emas dan perak. Artinya jika seseorang memiliki bermacam-
8
macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama dengan nishab
(85 gram emas/672 gram) maka ia telah terkena kewajiban zakat (2,5%).
Demikian pula terhadap harta kekayaan lainnya seperti rumah, villa, tanah,
kendaraan, dan lain-lain yang melebihi keperluan menurut syara' atau dibeli atau
dibangun dengan tujuan investasi dan sewaktu-waktu dapat diuangkan. Pada emas dan
perak atau yang lain jika dipakai dalam bentuk perhiasan, asal tidak berlebihan maka
tidak diwajibkan zakat.
Para ulama sepakat bahwa tiada wajib zakat pada segala macam batu berharga
seperti berlian, akik, zamrud, mutiara, yakut, pirus, dan sebagainya tidak wajib
dizakati, kecuali jika diperdagangkan. Demikian juga rumah tempat kediaman dan
berbagai macam perabot- nya seperti mebel, radio televisi, lemari es, kendaraan, alat
industri, dan sebagainya semuanya itu tidak wajib dizakati kecuali bila diper-
dagangkan. Apabila perkakas dapur seperti sendok, garpu, piring, baki, cangkir, cerek,
dan sebagainya yang terbuat dari emas atau perak semuanya wajib dizakati.
Harta benda yang bersifat tetap seperti rumah sewa, losmen, ho- tel, taksi dan
sebagainya, semuanya itu tidak wajib dizakati, tetapi hasilnya jika telah sampai
senishab wajib dizakati.

2. barang yang diperdagangkan/harta perniagaan


Yang termasuk harta perdagangan ialah semua yang dapat diperjual- belikan dalam
rangka mendapatkan keuntungan baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian,
makanan, hewan ternak, mobil, perhiasan, dan lain-lain yang diusahakan oleh
perseorangan maupun oleh usaha persekutuan seperti CV, firma, koperasi, yayasan,
perseroan terbatas, dan sebagainya sesuai dengan Firman Allah SWT, "Hai orang-
orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha- mu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu" (QS. Al
Baqarah [2]: 267).
Hadis Nabi SAW, Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami agar
mengeluarkan shadaqah (zakat) dari segala yang kami maksudkan untuk dijual
(HR.Daruquthni dan Abu Daud).
Adapun nishab harta perdagangan/perniagaan sama dengan nishab emas dan
perak, sedangkan kadar zakat untuk perdagangan/perniaga- an 2,5% atau 1/40. Tahun
perdagangan/perniagaan dihitung dari mulai berniaga. Pada tiap-tiap akhir tahun

9
perniagaan dihitunglah perniagaan/perdagangan itu, apabila cukup satu nishab maka
wajib dibayarkan zakatnya.
Bentuk-bentuk kekayaan yang dimiliki oleh suatu badan usaha tidak akan lepas
dari salah satu atau lebih dari tiga hal adalah
1. kekayaan dalam bentuk barang,
2. uang tunai atau simpanan di bank, dan
3. piutang.
Jadi, yang termasuk harta perniagaan yang wajib dizakati adalah ketiga bentuk
harta di atas setelah dikurangi dengan kewajibannya seperti pajak dan hutang yang
harus dibayar ketika sudah jatuh tempo.

3. hasil pertanian

Adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti


padi; biji-bijian (jagung, kedelai); umbi-umbian (ubi kentang, ubi kayu, ubi jalar,
jahe); sayur-sayuran (bawang, mentimun, kol, bit, wortel, petai, bayam, sawi, cabai);
buah-buahan (kelapa, pisang, durian, rambutan, duku, salak, apel, jeruk, pepaya,
nanas, kelapa sawit, mangga, alpukat, pala, lada, pinang); tanaman hias (anggrek,
segala jenis bunga termasuk cengkeh); rumput-rumputan (sere/minyak sere, bambu,
tebu); daun-daunan (teh, tembakau, vanili); kacang-kacangan (kacang hijau, kedelai,
kacang tanah) sesuai dengan Firman Allah SWT, "Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (ke jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu" (QS.Baqarah [2]: 267).

"Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam- macam buahnya, zaitun,
dan delima yang serupa (bentuk dan warna- nya), serta tidak sama (rasanya).
Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah dan tunaikanlah
haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang berlebih-
lebihan" (QS. Al An'am [6]:141).

Nishab zakat hasil pertanian adalah lima wasq yang setara dengan 653 kg gabah/
520 kg beras. Jika hasil pertanian merupakan makanan pokok seperti beras, jagung,
gandum, kurma, dan lain-lain maka nishabnya setara dengan 653 kg gabah/520 kg

10
beras dari hasil per- tanian tersebut, tetapi jika hasil pertanian berupa buah-buahan,
sayur- sayuran, daun, bunga, dan lain-lain maka nishab disetarakan dengan harga
nishab makanan pokok yang paling utama di negara yang bersangkutan.
Untuk kadar zakat hasil pertanian jika diairi dengan air hujan, sungai, dan mata
air maka kadar zakatnya adalah 10% (sepuluh persen), sedangkan diairi dengan sistem
irigasi karena memerlukan biaya tambahan maka kadar zakatnya adalah 5% (lima
persen) sesuai dengan Hadis Nabi SAW, "Tidak ada sedekah(zakat) pada biji dan buah-
buahan sehingga sampai banyaknya lima wasaq" (Riwayat Muslim).
Dari Jabir, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Pada biji yang diairi dengan air
hujan maka zakatnya 1/10 bagian dan yang diairi dengan kincir atau ditarik oleh
binatang, zakatnya 1/20 (HR. Ahmadi, Mus- lim da Nasa'i).
Dalam sistem pertanian dewasa ini komponen biaya yang dikeluarkan oleh
petani tidak hanya sekedar air tetapi biaya-biaya lain seperti insektisida, pupuk,
perawatan, dan lain-lain. Oleh karena itu,kadar zakat tanaman dan buah-buahan yang
wajib dikeluarkan berbeda-beda mengikuti sistem yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan air (pengairan) adalah :
1. apabila pengairannya dilaksanakan tanpa mengeluarkan pem- biayaan, kadar zakat
yang wajib dikeluarkan 10%;
2. jika pengairannya dilaksanakan dengan mengeluarkan pembiayaan yang tinggi, seperti
mengikutsertakan tenaga manusia untuk mengatur sirkulasi airnya dengan
menggunakan peralatan atau harus membeli air, kadar zakat yang wajib dikeluarkan
5%;
3. jika pengairan dilaksanakan dengan menggunakan kedua sistem di atas, kadar zakat
wajib dikeluarkan adalah berdasarkan sistem yang lebih banyak digunakan, yaitu
7,5%;
4. jika sistem pengairannya tidak diketahui maka kadar zakat yang wajib dikeluarkan
sebanyak 10%.

Untuk memudahkan penghitungan zakatnya, biaya-biaya lain seperti


insektisida, pupuk, perawatan, dan lain-lain diambil dari hasil panen, kemudian
sisanya (jika telah melebihi nishabnya) baru dikeluarkan zakat.
Pemilik tanaman dan buah-buahan tidak wajib mengeluarkan zakat dari hasil-hasil
tanaman sebagai berikut.

11
a. Tanaman atau buah-buahan hijau dan kecil yang dimakan oleh pemilik tanaman sendiri
dan anggota keluarganya.
b. Tanaman yang dimakan oleh ternaknya yang digunakan untuk membajak tanah
pertanian.
c. Tanaman yang dimakan oleh orang yang melintasi daerah tanah pertanian.
d. Tanaman yang dihibahkan (dishadaqahkan) pemiliknya seperti memberikan buah-
buahan kepada orang fakir sepanjang tahun (yang disebut ariah).

4. hasil perternakan

Dasar hukum wajib zakat bagi binatang ternak berdasarkan Hadis Nabi yang
diriwayatkan oleh HR. Bukhari. Yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah ternak yang
telah dipelihara setahun di tempat penggembalaan dan tidak dipekerjakan sebagai
tenaga pengangkutan dan sebagainya. Sesuai dengan Hadis Nabi SAW, "Sapi-sapi yang
dipekerjakan tidak ada zakatnya" (HR.Ath Thabarani). Ditambahkan juga Hadis Nabi
SAW, "Unta dan sapi yang dipekerjakan di tanah pertanian dan sapi yang dipekerjakan
di ladang tidak ada zakatnya, karena ternak tersebut sebagai pekerja-pekerja tanah
pertanian dan ladang" (HR. Abu Ubaid). Jadi, ternak yang wajib dizakati antara lain
unta, sapi, kerbau, kuda (kecuali kuda tunggangan), kambing, domba, biri-biri, serta
jenis lainnya.

Sementara itu, di Indonesia terhadap ternak yang wajib dizakati adalah


kambing/biri-biri/domba, sapi, dan kerbau.

1. Kambing/Domba/Biri-biri
Nishab kambing/domba/biri-biri ialah 40 ekor, artinya bila sese- orang telah
memiliki 40 ekor kambing/domba/biri-biri maka ia telah terkena kewajiban zakat.
Berdasarkan Hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh HR. Bukhari dari Anas
bin Malik, dapat dirinci menjadi sebagai berikut:
a. dari jumlah 40 sampai 120 ekor, zakatnya satu ekor kambing;
b. dari jumlah 121 sampai 200 ekor, zakatnya dua ekor kambing;
c. dari jumlah 201 sampai 300 ekor, zakatnya tiga ekor kambing;
d. selanjutnya, setiap pertambahan 100 ekor, zakatnya satu ekor kambing.

12
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, "Tentang zakat kambing yang
digembalakan apabila ada 40 ekor sampai 120 ekor, zakat- nya seekor kambing;
apabila lebih dari itu sampai 200 ekor, zakatnya 2 ekor kambing; apabila lebih dari
200 sampai 300 ekor, zakatnya 3 ekor kambing; apabila lebih dari 399 ekor maka tiap-
tiap 100 ekor zakatnya seekor kambing" (Riwayat Ahmad Bukhari, dan Nasa'i).

2. Sapi, Kerbau, dan Kuda


Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi, yaitu 30 ekor, artinya
bila seorang telah memiliki 30 ekor sapi (kerbau atau kuda) maka ia telah terkena
kewajiban zakat.
Berdasarkan Hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh At tirmidzi dan Abu
Daud dari Muadz bin Jabbal RA dapat dirinci sebagai berikut:
a. dari jumlah 30 sampai 39 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina ataujantan berumur
setahun lebih, yang diberi nama tabii';
b. dari jumlah 40 sampai 59 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina atau jantan berumur dua
tahun lebih, yang diberi nama musinnah;
c. dari jumlah 60 sampai 69 ekor, zakatnya 2 ekor sapi betina atau jantan tabii';
d. dari jumlah 70 sampai 79 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina, musinnah;
e. dari jumlah 80 sampai 89 ekor, zakatnya 2 ekor sapi betina, musinnah;
f. dari jumlah 90 sampai 99 ekor, zakatnya 3 ekor sapi betina, tabii;'
g. dari jumlah 100 sampai 119 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina tabii' dan 2 ekor sapi
musinnah;
h. dari jumlah 120 sampai 129 ekor, zakatnya 4 ekor sapi betina tabii' dan 3 ekor sapi
musinnah;
i. 130 ekor, zakatnya 3 ekor sapi betina, tabii' atau 4 ekor sapi musinnah;
j. selanjutnya, setiap pertambahan 30 ekor, zakatnya satu ekor sapi tabii', dan setiap ada
tambahan 40 ekor, zakatnya 1 ekor sapi musinnah, sesuai dengan Sabda Rasulullah
SAW, dari Mu'adz bin Jabal, katanya, "Saya telah diutus Rasulullah SAW ke kota
Yaman dan beliau menyuruh saya memungut zakat, dari tiap 30 sapi (kerbau) seekor
anaknya yang betina atau yang jantan umur 1 tahun dan tiap-tiap 40 ekor (kerbau)
seekor anaknya yang berumur 2 tahun" (riwayat lima ahli hadis).

13
2. Ternak Unggas (Ayam, Bebek, Burung, dan Lain-Lain) dan Perikanan
Mengenai nishab zakat ialah pada peternakan unggas dan perikanan yang tidak
ditetapkan berdasarkan jumlah (ekor) seperti sapi, kambing, domda, dan biri-biri,
tetapi dihitung berdasarkan skala usaha. Nishab zakat ternak unggas dan perikanan
ialah setara dengan 85 gram emas maka berkewajiban mengeluarkan zakat sebesar
2,5%. Dengan demikian, usaha beternak unggas atau perikanan dapat digolongan ke
dalam zakat perniagaan.

5. Hasil Tambang (Ma'din) dan Barang Temuan (Rikaz)


1. Hasil Tambang (Ma'din)
Ma'din (menurut bahasa) ialah tempat asal tiap-tiap sesuatu, tempat
pertambangan emas, perak, besi, intan, belerang, timah, minyak, hidrogen, ter, batu
bara, kapur, dan sebagainya, sedangkan menurut istilah syara' adalah benda-benda
yang telah diciptakan oleh Allah di dalam bumi seperti emas, perak, tembaga, timah,
intan, minyak, belerang, ter, batu bara, kapur, dan sebagainya.
Barang tambang dapat dibagi tiga macam adalah :
a. benda padat yang dapat dibentuk (dicairkan dan diolah) seperti emas, perak,
aluminium, besi, tembaga, timah;
b. benda padat yang tidak dapat dibentuk seperti kapur, batu bara, dan batu permata;
c. benda cair seperti minyak bumi dan gas.
Kewajiban untuk menunaikan zakat pada barang-barang tambang ialah setiap
barang itu selesai diolah dan tidak perlu berlaku satu tahun, asalkan telah mencapai
nishab.
Nishab pada barang tambang sama dengan emas (85 gram) dan perak (672
gram), sedangkan kadarnya pun sama, yaitu 2,5%.

2. Barang Temuan (Rikaz)


Menurut istilah (bahasa) bahwa emas, perak, dan sebagainya ialah barang yang
terbenam di bawah lapisan tanah, sedangkan menurut istilah ahli ulama adalah barang-
barang yang disimpan di dalam tanah yang berupa emas, perak, dan sebagainya sejak
zaman purbakala atau sering disebut dengan "harta karun" termasuk di dalamnya
barang atau harta yang ditemukan dan tidak ada pemiliknya (luqathah).

14
Tiap-tiap orang yang mendapat harta rikaz, yakni harta milik orang-orang
dahulu kala yang di tanam di dalam tanah dan wajib dikeluarkan zakatnya pada ketika
itu juga.
Adapun nishab harta rikaz tidak terbatas, wajiblah dikeluarkan zakatnya sebesar
seperlima (20%), sesuai dengan Hadis Nabi SAW. Rasul ditanya tentang barang
temuan dan beliau menjawab, "Apabila ditemukan pada jalan yang ramai atau pada
daerah yang berpenghuni maka umumkanlah selama satu tahun. Jika pemiliknya
datang maka harta itu menjadi haknya, jika pemiliknya tidak ada maka menjadi
milikmu. Tetapi, jika harta itu ditemukan pada jalan mati (tanah yang tidak bertuan)
atau daerah tak berpenghuni maka barang temuan tersebut tahanlah dan juga pada
rikaz wajib dikeluarkan seperlima (20%)" (H.R.Nasaai).
Untuk orang sebagai menggali tanah, yang merupakan pekerjaan sehari-hari
untuk mencari emas atau perak di gunung-gunung atau di tempat-tempat lain maka ia
wajib mengeluarkan zakat hanya 2.5%13

2.1.3 Pengertian Muzakki dan Syarat-Syaratnya

Muzakki adalah seseorang yang berkewajiban mengeluarkan zakat14.Menurut


Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat pasal 1, muzakki
adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban
menunaikan zakat15.Zakat hanyalah diwajibkan atas orang yang telah memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Islam
Seorang Islam yang telah memenuhi syarat wajib zakat kemudian ia
murtad sebelum membayarkan zakatnya maka menurut fuqaha
Syafi’iyah, wajib baginya mengeluarkan zakat yang dimilikinya sebelum
murtad. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat, murtadnya seseorang
menggugurkan semua kewajibannya sebelum murtad, sebab setelah
murtad ia sudah menjadi kafir asli dalam pengertian semua amal
ibadahnya yang lalu tidak ada gunanya16.

13
Elsi Kartika Sari, S.H., M.H., Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta: PT Grasindo, 2006), h.24-34
14
Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern: Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat (Malang: UIN-
Maliki Press, 2010), h.37
15
Kementrian Agama, “UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat” ,https:/kemenag.go.id. diakses pada
Sabtu, 12 September 2015,12:33 WIB
16
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah,(Jakarta: Gaya Media Pratama,2002), h. 178

15
2. Merdeka
Keharusan merdeka bagi wajib zakat menafikan kewajiban zakat terhadap
hamba sahaya. Hal ini sebagai konsekuensi dari ketiadaan hak milik yang diberikan
kepadanya. Hamba sahaya dan semua yang ada padanya menjadi milik tuannya.
Demikian halnya hamba sahaya yang telah diberikan kesempatan untuk
memerdekakan dirinya dengan tebusan, karena ini belum secara sempurna memiliki
apa yang ada padanya.

3. Baligh dan berakal sehat


Ahli fiqh mazhab Hanafi menetapkan baligh dan berakal sebagai syarat wajib
zakat. Menurut mereka, harta anak kecil dan orang gila tidak dikenakan wajib zakat
karenakan keduanya tidak dituntut membayarkan zakat hartanya seperti halnya shalat
dan puasa. Mayoritas ahli fiqh selain Hanafiyah tidak menetapkan baligh dan berakal
sebagai syarat wajib zakat. Oleh karena itu, menurut mereka harta anak kecil dan orang
gila wajib dikeluarkan zakatnya, dan yang mengeluarkannya adalah walinya,

4. Memiliki harta atau kekayaan yang cukup nisab


Orang tersebut memiliki sejumlah harta yang telah cukup jumlahnya
untuk dikeluarkan zakatnya.

5. Memiliki harta atau kekayaan yang sudah memenuhi haul


Harta atau kekayaan yang dimiliki telah cukup waktu untuk mengeluarkan zakat
yang biasanya kekayaan itu telah dimilikinya dalam waktu satu tahun.

6. Memiliki harta secara sempurna


Maksudnya adalah bahwa orang tersebut memiliki harta yang tidak ada di
dalamnya hak orang lain yang wajib dibayarkan. Atas dasar syarat ini,seseorang yang
memiliki harta yang cukup satu nisab, tetapi karena ia masih mempunyai hutang pada
orang lain yang jika dibayarkan sisa hartanya tidak lagi mencapai satu nisab, maka
dalam hal ini tidak wajib zakat padanya; karena hartanya bukanlah miliknya secara
sempurna. Orang tersebut tidak dapat disebut orang kaya melainkan orang miskin17.

17
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama,2002), h.179

16
7. Muzakki adalah orang yang berkecukupan atau kaya
Zakat itu wajib atas si kaya yaitu orangyang mempunyai kelebihan dari
kebutuhan-kebutuhan yang vital bagi seseorang, seperti untuk makan, pakaian, dan
tempat tinggal. Zakat tersebut dibagikan kepada fakir miskin atau orang yang berhak
menerima zakat.

Pengertian Mustahiq dan Syarat-syaratnya


Menurut Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat pasa1,
mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat. Para fuqaha
menetapkan lima syarat atas orang yang berhak menerima zakat sebagai berikut :18
1. Kefakiran atau kekurangan pemenuhan kebutuhannya
Kefakiran adalah keadaan ekonomi seseorang yang serba kekurangan
atau yang benar-benar membutuhkan.
2. Penerima zakat harus muslim
Orang yang menerima zakat dipersyaratkan harus orang Muslim,
kecuali orang-orang yang baru masuk Islam. Menurut mazhab Maliki
dan Hambali, zakat tidak boleh diberikan kepada orang kafir, apa pun
alasannya. berdasarkan firman Allah SWT surat al-Baqarah ayat 271 di mana menurut
mereka penjelasan ayat ini masih sangat umum. Dalam hal ini menurut mereka
tidak boleh membeda-bedakan antara orang miskin yang satu dengan
yang lainnya, kecuali orang-orang al-harbiy dengan alasan bahwa bila
kita memberikan sedekah itu kepada mereka, berarti kita membantu
mereka untuk memerangi kita. Abu Yusuf, Zafar, Syafi’i, dan jumhur menyatakan,
“Kita tidak boleh memberikan sedekah di luar zakat kepada orang-orang dzimmiy
dan orang-orang harbiy, jika dikiaskan dengan zakat.”
3. Penerima zakat bukan berasal dari keturunan Bani Hasyim
Keturunan Bangi Hasyim (Ahl al-Bayt) diharamkan menerima zakat.
Mereka diperbolehkan mengambil khumus dari Baitul Mal untuk
mencukupi kebutuhan mereka.

18
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat: Kajian Berbagai Mazhab (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2008),h.294-308

17
4. Penerima zakat bukan orang yang lazim diberi nafkah
Zakat tidak boleh diberikan kepada karib kerabat dan istri walaupun berada pada
masa ‘iddah, karena tindakan seperti ini akan menghalangi pemberian kepada orang
fakir dari satu segi, dan dari segi yang lain zakat itu akan kembali kepada dirinya
sendiri.
5. Penerima zakat akil dan baligh
Menurut mazhab Hanafi, zakat tidak boleh diterima oleh anak kecil yang
umurnya belum tujuh tahun dan tidak boleh diterima oleh orang gila, kecuali bila anak
kecil dan orang gila itu ada yang mengasuhnya. Mazhab Syafi’i mempersyaratkan
bahwa orang yang menerima zakat itu hendaknya yang sudah baligh, akil dan waras
pikirannya. Oleh karena itu, zakat tidak boleh diberikan kepada anak kecil, orang gila,
orang yang kurang waras pikirannya, kecuali jika orang-orang itu ada yang
mengasuhnya.
Mustahik adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat. Pada ayat 60
surat at-Taubah, dijelaskan kelompok-kelompok yang berhak menerima zakat, yaitu
firman Allah SWT:

ِ ‫الر َقا‬
َ ‫ب َوالغَ ِارمِ ينَ َوفِي‬
‫سبي ِل‬ ِ ‫علَيهَا َوالم َؤلَّفَ ِة قلوبهم وفِي‬
َ َ‫ِين َوالعَامِ ِلين‬
ِ ‫ساك‬َ ‫ص َد َقات لِلفقَ َراءِ َوال َم‬
َّ ‫ِإنَّ َما ال‬
‫علِيم َحكِيم‬ َ ‫ّللا‬ ِ َ‫س ِبي ِل َف ِريضَة مِ ن‬
َّ ‫للا َو‬ َّ ‫ّللا َواب ِن ال‬
ِ َّ

Artinya:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-
orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At- Taubah 60).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa penyaluran zakat itu hanya diserahkan kepada
delapan golongan, yaitu:
1. Fakir
2. Miskin
3. Amil
4. Mu'allaf
5. Riqab (budak)

18
6. Gharim (orang berhutang)
7. Sabilillah (jihad dijalan Allah)
8. Ibnu sabil (musafir, orang yang bepergian).

2.1.4 Tujuan Zakat

Zakat merupakan ibadah yang mengandung dua dimensi, ialah dimensi hablum
minallah dan dimensi minannas. Ada beberapa tujuan yang ingin di capai oleh Islam di balik
kewajiban zakat adalah sebagai berikut :

1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya ke luar dari kesulitan hidup dan
penderitaan.

2. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh gharim, ibnussabil dan mustahiq dan
lain-lainnya.

3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada
umumnya.

4. Menghilangkan sifat kikir dan atau loba pemilik harta kekayaan.

5. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin.

6. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat.
7. Mengembangkan rasa tanggungjawab sosial pada diri seseorang,terutama pada mereka yang
mempunyai harta.

8. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain
yang ada padanya.

9. Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial.

Berdasarkan uraian di atas maka secara umum zakat bertujuan untuk menutupi
kebutuhan pihak-pihak yang memerlukan dari harta ke- kayaan sebagai perwujudan dari rasa
tolong-menolong antara sesama manusia beriman.

19
2.1.5 Hikmah dan Manfaat Zakat

Zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan umat manusia terutama Islam. Zakat
banyak hikmah, baik yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun
hubungan sosial kemasyarakatan di antara manusia adalah

1. menyucikan diri dari kotoran dosa, memurnikan jiwa, menumbuh- kan akhlak mulia menjadi
murah hati, memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, dan mengikis sifat bakhil (kikir), serta
serakah sehingga dapat merasakan ketenangan batin, karena terbebas dari tuntutan Allah dan
tuntutan kewajiban kemasyarakat;

2. menolong, membina, dan membangun kaum yang lemah untuk memenuhi kebutuhan pokok
hidupnya, sehingga mereka dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya terhadap Allah
SWT;

3. memberantas penyakit iri hati dan dengki yang biasanya muncul ketika melihat orang-orang
sekitarnya penuh dengan kemewahan, sedangkan ia sendiri tak punya apa-apa dan tidak ada
uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya;

4. menuju terwujudnya sistem masyarakat Islam yang berdiri di atas prinsip umat yang satu
(ummatan wahidatan), (persamaan derajat, hak, dan kewajiban (musawah), persaudaraan Islam
(ukhuwah islamiah), dan tanggung jawab bersama (takaful ijtimai);

5. mewujudkan keseimbangan dalam distribusi dan kepemilikan harta serta keseimbangan


tanggung jawab individu dalam masyarakat;

6. mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan adanya hubungan seorang dengan
yang lainnya rukun, damai, dan harmonis, sehingga tercipta ketenteraman dan kedamaian lahir
dan batin.

2.1.6 Zakat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999

Dalam Pasal 1 butir 2, zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim
atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada mereka yang berhak menerimanya. Setiap warga negara Indonesia yang beragama
Islam dan mampu atau badan yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan
zakat19.

19
Elsi Kartika Sari, S.H., M.H., Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf (Jakarta: PT Grafindo: 2006), h.12-14

20
2.2 Haji dan Umroh

2.2.1 Pengertian Haji dan Umroh

Asal mula arti haji menurut lughah atau arti bahasa (etimologi) adalah "al-qashdu" atau
"menyengaja". Sedangkan arti haji dilihat dari segi istilah (terminologi) berarti bersengaja
mendatangi Baitullah (ka'bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara yang
tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh
syara', semata-mata mencari ridho Allah. Adapun umrah menurut bahasa bermakna ziarah.
Sedangkan menurut syara' umrah ialah menziarahi ka'bah, melakukan tawaf di sekelilingnya,
bersa'yu antara Shafa dan Marwah dan mencukur atau menggunting rambut.

2.2.2Tujuan Haji dan Umroh

َ َّ . َ‫ِي قل اْل َ ِهلَّ ِة ع َِن سأَلونَك‬


‫ّللا َواتَّقوا أَب َوا ِبهَا مِ ن البيوتَ َوأتوا اتَّقَى َم ِن‬ َ ‫اس َم َواقِيت ه‬ ِ َّ‫َج لِلن‬ َ ‫تَأتوا ِبأَنَّ ال ِبر َولَي‬
ِ ‫س َوالح‬
‫ور َها مِ ن البيوتَ تفلِحونَ َل َع َّلكم‬ِ ‫ال ِب َّر َولَ ِكنَّ ظه‬

Artinya :

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah
tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki
rumah-rumah dari belakangnya(116), akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang
bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada
Allah agar kamu beruntung. (QS. 2:189)

Pada ayat ini Allah mengajar Nabi Muhammad saw. menjawab pertanyaan sahabatnya
tentang guna dan hikmah "bulan" bagi umat manusia, yaitu untuk keperluan perhitungan waktu
dalam melaksanakan urusan ibadah mereka seperti salat, puasa, haji dan sebagainya dan juga
urusan dunia yang diperlukan. Allah menerangkan perhitungan waktu itu dengan perhitungan
bulan Qamariah, karena lebih mudah dari perhitungan menurut peredaran matahari (Syamsiah)
dan lebih sesuai dengan tingkat pengetahuan bangsa Arab pada zaman itu.

Para ulama tafsir menjelaskan bahwa banyak dari golongan kaum Ansar apabila mereka
telah mengerjakan ihram haji, maka mereka tidak mau lagi memasuki rumah dari pintunya yang
biasa tetapi memasukinya dari belakang. Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa kebaktian
atau kebajikan itu bukanlah menuruti perasaan dan tradisi yang berbau khurafat, seperti

21
memasuki rumah dari belakang tetapi kebaktian atau kebajikan itu ialah bertakwa kepada Allah
swt. Dan ditetapkan kepada mereka agar memasuki rumah dari pintunya.

2.2.3 Dasar Hukum Perintah Haji dan Umroh

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji),
Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. Ayat di
atas merupakan dalil nagli dari diwajibkannya ibadah haji bagi setiap muslim yang memiliki
kemampuan untuk mengerjakannya. Haji hanya diwajibkan satu kali dalam seumur hidup,
sebagaimana yang telah dilakukan oleh nabi Muhammad SAW yang terkenal dengan sebutan
haji wada' pada tahun ke-10 hijriah.

2.2.4 Syarat, Rukun dan Wajib Haji dan Umroh

1. Syarat-Syarat Melakukan Haji

Adapun syarat-syarat wajib melakukan ibadah haji dan umrah adalah:

a) Islam

b) Baligh

c) Berakal

d) Orang Merdeka

e) Mampu (Istitha'ah)

Berikut pengertian dari syarat-syarat yang sudah disebutkan diatas:

a) Islam
Beragama Islam merupakan syarat mutlak bagi orang yang akan melaksanakan
ibadah haji dan umrah. Karena itu orang-orang kafir tidak mempunyai kewajiban haji
dan umrah. Demikian pula orang yang murtad.

22
b) Baligh

Anak kecil tidak wajib haji dan umrah. Sebagaimana dikatakan oleh nabi Muhammad
SAW: yang artinya "Kalam dibebaskan dari mencatat atas anak kecil sampai ia menjadi baligh,
orang tidur sampai la bangun, dan orang yang gila sampai ia sembuh.

c) Berakal

Orang yang tidak berakal, seperti orang gila tidak diwajibkan berhaji ) Merdeka Budak
tidak wajib melakukan ibadah haji karena ia bertugas melakukan kewajiban yang dibebankan
oleh tuannya. Padahal menunaikan ibadah haji memerlukan waktu. Disamping itu budak itu
termasuk orang yang tidak mampu dari segi biaya, waktu dan lain-lain.

e) Kemampuan (Isthitho'ah)

Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan dalam hal kendaraan, bekal,


pengongkosan, dan keamanan di dalam perjalanan. Demikian pula kesehatan badan tentu saja
bagi mereka yang dekat dengan makkah dan tempat-tempat sekitarnya yang bersangkut paut
dengan ibadah haji dan umrah, masalah kendaraan tidak menjadi soal. Dengan berjalan kaki
pun bisa dilakukan. Pengertian mampu, istitha'ah atau juga as-sabil (jalan, perjalanan), luas
sekali, mencakup juga kemampuan untuk duduk di atas kendaraan, adanya minyak atau bahan
bakar untuk kendaraan.

Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ad-Daru Quthni Anar ra. Terdapat percakapan
sebagai berikut: yang artinya Rasulullah SAW ditanya: Apa yang dimaksud jalan (as-sabil,
mampu melakukan perjalanan) itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: Yaitu bekal dan
kendaraan.

Sedangkan yang dimaksud bekal dalam Fat-Hul Qorib disebutkan: Dan diisyaratkan
tentang bekal untuk pergi haji (sarana dan prasarananya) hal mana telah tersebut di atas tadi,
hendaklah sudah (cukup) melebihi dari (untuk membayar) hutangnya, dan dari (anggaran)
pembiayaan orang-orang, dimana biaya hidupnya menjadi tanggung jawab orang yang hendak
pergi haji tersebut. Selama masa keberangkatannya dan (hingga sampai) sekembalinya (di
tanah airnya).

Dan juga diisyaratkan harus melebihi dari (biaya pengadaan) rumah tempat tinggalnya
yang layak buat dirinya, dan (juga) melebihi dari (biaya pengadaan) seorang budak yang layak
buat dirinya (baik rumah, dan budak disini, apabila benar-benar dibuktikan oleh orang tersebut).

23
2. Rukun-rukun Ibadah Haji dan Umrah

Rukun haji dan umrah merupakan ketentuan-ketentuan/perbuatan perbuatan yang wajib


dikerjakan dalam ibadah haji apabila ditinggalkan, meskipun hanya salah satunya, ibadah haji
atau umrahnya itu tidak sah. Adapun rukun-rukun haji dan umrah itu adalah sebagai berikut:

Rukun Haji:

1) Ihram

Melaksanakan ihram disertai dengan niat ibadah haji dengan memakai pakaian
ihram.Pakaian ihram untuk pria terdiri dari dua helai kain putih yang tak terjahit dan tidak
bersambung semacam sarung. Dipakai satu helai untuk selendang panjang serta satu helai
lainnya untuk kain panjang yang dililitkan sebagai penutup aurat. Sedangkan pakaian ihram
untuk kaum wanita adalah berpakaian yang menutup aurat seperti halnya pakaian biasa
(pakaian berjahit) dengan muka dan telapak tangan tetap terbuka.

2) Wukuf di Padang Arafah

Yakni menetap di Arafah, setelah condongnya matahari (kea rah Barat) jatuh pada hari
ke-9 bulan dzulhijjah sampai terbit fajar pada hari penyembelihan kurban yakni tanggal 10
dzulhijjah.

3) Thawaf

Yang dimaksud dengan Thawaf adalah mengelilingi ka'bah sebayak tujuh kali, dimulai
dari tempat hajar aswad (batu hitam) tepat pada garis lantai yang berwarna coklat, dengan posisi
ka'bah berada di sebelah kiri dirinya (kebalikan arah jarum jam).

Macam-macam Thawaf :

a. Thawaf Qudum yakni thawaf yang dilaksanakan saat baru tiba di Masjidil Haram dari
negerinya.

b. Thawaf Tamattu' yakni thawaf yang dikerjakan untuk mencari keutamaan (thawaf sunnah)

c. Thawaf Wada' yakni thawaf yang dilaksanakan ketika akan meninggalkan Makkah menuju
tempat tinggalnya.

24
d. Thawaf ifadha yakni thawaf yang dikerjakan setelah kembali dari wukuf di Arafah. Thawaf
ifadha merupakan salah satu rukun dalam ibadah haji.

4) Sai antara Shafa dan Marwah

Sai adalah lari-lari kecil sebayak tujuh kali dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di
bukit Marwah yang jaraknya sekitar 400 meter.Sai dilakukan untuk melestarikan pengalaman
Hajar, ibunda nabi Ismail yang mondar-mandir saat ia mencari air untuk dirinya dan putranya,
karena usaha dan tawakalnya kepada Allah, akhirnya Allah memberinya nikmat berupa
mengalirnya mata air zam-zam.

5) Tahallul

Tahallul adalah menghalalkan pada dirinya apa yang sebelumnya diharamkan bagi
dirinya karena sedang ihram. Tahallul ditandai dengan memotong rambut kepala beberapa helai
atau mencukurnya sampai habis (lebih afdol)

6) Tertib Berurutan

Sedangkan Rukun dalam umrah sama dengan haji yang membedakan adalah dalam
umrah tidak terdapat wukuf.

3. Wajib Haji dan Umrah

Wajib haji dan umrah adalah ketentuan-ketentuan yang wajib dikerjakan dalam ibadah
haji dan umrah. tetapi jika tidak dikerjakan haji dan umrah tetap sah namun harus mambayar
dam atau denda. Adapun Wajib wajib haji adalah sebagai berikut:

a. Ihram dari miqat

Dalam melaksanakan ihram ada ketentuan kapan pakaian ihram itu dikenakan dan dari
tempat manakah ihram itu harus dimulai. Persoalan yang membicarakan tentang kapan dan
dimana ihram tersebut dikenakan disebut miqat atau batas yaitu batas-batas peribadatan bagi
ibadah haji dan atau umrah.

25
Macam-macam migat menurut Fah-hul Qarib

1. Miqat zamani (batas waktu) pada konteks (yang berkaitan untuk memulai niat ibadah
haji, adalah bulan Syawal, Dzulqa'dah dan 10 malam dari bulan dzilhijjah (hingga
sampai malam hari raya qurban). Adapun (miqat zamani) pada konteks untuk niat
melaksanakan "Umrah" maka sepanjang tahun itu, waktu untuk melaksanakan ihram
umrah.
2. Miqat makany (batas yang berkaitan dengan tempat) untuk dimulainya niat haji bagi
hak orang yang bermukim (menetap) di negeri makkah, ialah kota makkah itu sendiri.
Baik orang itu penduduk asli makkah, atau orang perantauan. Adapun bagi orang yang
tidak menetap di negeri makkah, maka:
a. Orang yang (datang) dari arah kota Madinah as-syarifah, maka miqatnya ialah
berada di (daerah) "Dzul Halifah"Orang yang (datang) dari arah negeri Syam
(syiria), Mesir dan Maghribi, maka miqatnya ialah di (daerah) "Juhfah"
b. Orang yang (datang) dari arah Thihamatil Yaman, maka miqatnya berada di daerah
"Yulamlam".
c. Orang yang (datang) dari arah daerah dataran tinggi Hijaz dan daerah dataran tinggi
Yaman, maka miqatnya ialah berada di bukit "Qaarn".
d. Orang yang (datang) dari arah negeri Masyrik, maka miqatnya berada di desa
"Dzatu "Irq".

b. Melempar Jumrah

Wajib haji yang ketiga adalah melempar jumrah "Aqabah", yang dilaksanakan pada
tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah bermalam di Mudzalifah, Jumrah sendiri artinya bata kecil atau
kerikil, yaitu kerikil yang dipergunakan untuk melempar tugu yang ada di daerah Mina. Tugu
yang ada di Mina itu ada tiga. buah, yang dikenal dengan nama jamratul Aqabah, Al-Wustha,
dan ash-Shughra (yang kecil). Ketiga tugu ini menandai tepat berdirinya 'Ifrit (iblis) ketika
menggoda nabi Ibrahim sewaktu akan melaksanakan perintah menyembeliih putra
tersayangnya Ismail as, di jabal-qurban semata-mata karena mentaati perintah Allah SWT.

Di antara ketiga tugu tersebut maka tugu jumratul 'Aqabah atau sering juga disebut
sebagai jumratul kubra adalah tugu yang terbesar dan terpenting yang wajib untuk dilempari
dengan tujuh buah kerikil pada tanggal 10 Dzulhijjah.

26
c. Mabit di Mudzalifah

Wajib haji yang kedua adalah bermalam (mabit) di mudzalifah pada malam tanggal 10
Dzulhijjah, sesudah menjalankan wuquf di Arafah.

d. Mabid di Mina

Wajib haji keempat adalah bermalam (mabid) di mina pada hari Tasyrik, yaitu pada
tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah. Sedangkan wajib umrah adalah sebagai berikut:

1. Ihram dari tempat yang telah ditentukan (miqat makani). Sedang miqat zamaninya tidak
ditentukan karena ibadah umrah dapat dikerjakan sepanjang tahun.

2. Menjauhkan diri dari segala yang diharamkan bagi orang yang sedang melaksanakan umrah
atau haji.

2.2.5 Hal-Hal yang Membatalkan Haji

Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fighis Sunnah Wal
Kitabil 'Aziz, atau Al- Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-
Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), him. 503-504.

Ibadah haji bisa batal disebabkan oleh salah satu dari kedua hal berikut:

a. Jima, senggama, bila dilakukan sebelum melontar jamrah 'aqabah..

Adapun jima' yang dilakukan pasca melontar jamrah 'aqabah dan sebelum thawaf
ifadhah, maka tidak dapat membatalkan ibadah haji, sekalipun yang bersangkutan berdosa.
Namun sebagian di antara mereka berpandapat bahwa ibadah haji tidak bisa dianggap batal
karena melakukan jima', sebab belum didapati dalil yang menegaskan kesimpulan ini.

b. Meninggalkan salah satu rukun haji.

Manakala ibadah haji kita batal disebabkan oleh salah satu dari dua sebab ini, maka
pada tahun berikutnya masih diwajibkan menunaikan ibadah haji, bila mampu20.

20
Pasha, Mustafa Kamal, Fiqih Islam (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri,2003)

27
2.2.6 Hikmah Pelaksanaan Haji dan Umroh

1. Setiap perbuatan dalam ibadah haji sebenarnya mengandung rahasia, contoh


seperti ihromsebagai upacara pertama maksudnya adalah bahwa manusia harus
melepaskan diri dari hawanafsu dan hanya mengahadap diri kepada Allah Yang
Maha Agung.

2. Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT karena dalam ibadah tersebut
diliputi dengan penuh kekhusyu’an

3. Ibadah haji menambahkan jiwa tauhid yang tinggi.

4. Ibadah haji adalah sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap mental dan
akhlak yangmulia.5.

5. Ibadah haji adalah merupakan pernyataan umat islam seluruh dunia menjadi
umat yang satukarena mempunyai persamaan atau satu akidah.6.

6. Ibadah haji merupakan muktamar akbar umat islam sedunia, yang peserta-
pesertanya berdatangan dari seluruh penjuru dunia dan Ka’bahlah yang menjadi
symbol kesatuan dan persatuan.

7. Memperkuat fisik dan mental, kerena ibadah haji maupun umrah merupakan
ibadah yang berat memerlukan persiapan fisik yang kuat, biaya besar dan
memerlukan kesabaran sertaketabahan dalam menghadapi segala godaan dan
rintangan.

8. Menumbuhkan semangat berkorban, karena ibadah haji maupun umrah, banyak


meminta pengorbanan baik harta, benda, jiwa besar dan pemurah, tenaga serta
waktu untuk melakukannya.

9. Dengan melaksanakan ibadah haji bisa dimanfaatkan untuk membina persatuan


dankesatuan umat Islam sedunia21.

21
Zarkasyi, Imam.Pelajaran Fiqih (Ponorogo: Trimurti press, 1995)

28
2.3 Penyembelihan

2.3.1 Pengertian Qurban dan Aqiqah


1. Pengertian Qurban
Qurban merupakan salah satu upaya manusia untuk mendekatkan diri kepada
Allah dengan cara menyembelih hewan tertentu pada hari raya haji (Idul Adha) dan
tiga hari tasyrik sesuai dengan ketentuan syara22. Pada hari raya idul adha Allah
mensyariatkan penyembelihan hewan qurban sebagai mana yang dijelaskan pada Al-
qur'an surat Al- Kautsar ayat 2 berikut :
‫صل ل َربكَ َوا ْن َح ْر‬
َ َ‫ف‬
Artinya:
maka dirikanllah shalat karena tuhanmu, dan berqurbanlali yang dimaksud
dengan "berqurbanlah" pada ayat diatas adalah menyembelih hewan sembelihan (Al-
Hadyu) berupa ternak seperti unta, sapi, kambing dan domba23. Untuk itu selain ketiga
hewan tersebut tidak dapat disebut sebagai qurban. Menyembelih hewan qurban
mengandung nilai-nilai ketaqwaan, kesabaran dan penuh dengan keikhlasan dalam
melaksanakan ketaatan kepada Allah swt.
Menyelenggarakan qurban dimaksudkan agar kegembiran dirasakan semua
kalangan sehingga merasakan suasana hari raya itu. Oleh karena itu, dengan
memberikan daging qurban tersebut, diharapkan mencapai makna dan hikmah dari
berqurban 24. Dengan berqurban seseorang dapat membangun mentalitas kepedulian
sosial tinggi terhadap sesama terutama dengan memberi kelapangan kepada fakir
miskin, memberi manfaat kepada keluarga, menyambung silaturahmi, berbuat baik
kepada tetangga, serta menebar kebahagiaan pada hari raya25.

2. Pengertian Aqiqah
Menurut bahasa, Aqiqah berati menyembelih atau memotong, sedangkan
menurut istilah, aqiqah adalah menyembelih hean sebagai rasa syukur kepada Allah
atasa kelahiran anak. Penyembelihan hewan aqiqah ini disertai dengan pencukuran
rambut anak dan pemberian nama jika dilaksanakan sebelum diberi nama. Aqiqah
hukumnya sunnah bagi orang tua hal ini sesuai dengan sebuah hadist Nabi
Muhammad saw. Besabda sebagai berikut yang artinya "anak yang baru lahir itu
tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih baginya pada hari ke 7, yang dicukur
rambutnya, dan diberi nama." (HR Ahmad dan Timidzi).

22
H.E. Hasan Saleh. Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer,(Jakarta: Raja Gravindo Persada, 2008), h. 250
23
Syaikh Hasan Muhammad Ayyub, Panduan Beribadah Khusus Pria,(Jakarta: Al Mahira, 2008), h.768
24
Ali Ghufron, Tuntunan Berqurban & Menyembelih Hewan (Jakarta: Amzah, 2011), h.26
25
Ibid 23

29
Hukum aqiqah adalah sunnah muakad. Aqiqah bagi anak laki-laki dengan dua
ekor kambing, sedangkan bagi wanita dengan seekor kambing. Apabila mencukupkan
diri dengan seekor kambing bagi anak laki-laki, itu juga diperbolehkan. Anjuran
aqiqah ini menjadi kewajiban ayah (yang menanggung nafkah anak). Apabila ketika
waktu dianjurkannya aqiqah misalnya tujuh hari kelahiran, orang tua dalam keadaan
fakir (tidak mampu), maka ia tidak diperintahkan untuk aqiqah karena Allah
berfirman yang artinya: "bertawalah kepada Allah semampu kalian. (QS. At
taghobun:16).

2.3.2 Hukum Qurban


Nabi Muhammad saw dan para sahabat beliau senantiasa berqurban, bahkan
nabi bersabda bahwa qurban merupakan kaum muslimin. Oleh karena itu, umat islam
bersepakat bahwa berqurban itu disyariatkan, sebagaimana keterangan beberapa
ulama ada yang mengatakan wajib bagi yang memiliki kelapangan rezeki, ada pula
yang mengatakan sunnah muakkad. Karena dengan berqurban akan lebih
menenangkan hati dan melepaskan tanggungan26.
Hukum menyembelih qurban menurut madzhab imam syafi'i dan jumhur
ulama adalah sunnah yang sangat di harap dan di kukuhkan. Ibadah qurban adalah
termasuk syiarkan agama dan yang memupuk makna kasih sayang dan peduli kepada
sesama yang harus di galakkan.

Dan sunnah disini ada 2 macam :

1. Sunnah Ainiyah yaitu: Sunnah yang di lakukan oleh setiap orang yang
mampu.
2. Sunnah Kifayah, yaitu: Disunnahkan dilakukan oleh sebuah keluarga
dengan menyembelih 1 ekor atau 2 ekor untuk semua keluarga yang ada
di dalam rumah.
Hukum Qurban menurut imam abu hanifah adalah wajib bagi yang mampu.
Perintah qurban datang pada tahun ke-2 (dua) Hijriyah. Adapun qurban bagi Nabi
Muhammad SAW adalah wajib, dan ini adalah hukum khusus bagi beliau.

2.3.3 Kriteria Hewan Qurban


Tidak semua hewan bisa di jadikan sembelihan qurban, sebab, ini adalah ibadah
yang sudah memiliki petunjuk bukunya dalam syariat yang tidak boleh diubah, baik
dikurang atau di tambah. Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata tentang hal ini:

26
Abdullah. Mulyana, “Wujud Kedekatan Seseorang hamba dengan Tuhannya”,Jurnal Pendidikan Agama Islam
Ta’lim, Vol. 14, No. 1 (2016)

30
Ulama telah Ijma' (sepakat) bahwa hewan qurban itu hanya dapat diambil dari
hewan. ternak. Mereka juga sepakat bahwa yang lebih utama adalah unta, sapi kerbau,
kambing/domba demikianlah urutanya. Alasanya adalah karena unta lebih banyak
manfaatnya (karna lebih banyak dagingnya) bagi fakir miskin, dan demikianlah juga
sapi lebih banyak manfaanya dibanding kambing27.
Dari ungkapan tersebut dapat disimpulkan bahwa hewan qurban yang paling
utama adalah unta kemudian sapi untuk jatah qurban satu orang, bukan untuk
patungan, kemudian domba, lalu kambing lokal, baru kemudian satu unta untuk
patungan tujuh orang (sepertujuh unta), lalu sepertujuh sapi.
Hewan hewan tersebut dianggap memadai untuk berqurban "dari Jabir bahwa
Rasulullah saw bersabda, janganlah kalian menyembelih (qurban) kecuali musinnah.
Kecuali apabila itu menulitkan bagi kalian boleh menyembelih domba Berikut ini
adalah umur minimal hewan yang diperbolehkan untuk qurban.

No Jenis Hewan Umur Minimal


1 Unta 5 Tahun
2 Sapi 2 Tahun
3 Kambing dan Domba 1 Tahun / 6Bulan

2.3.4 Syarat dan ketentuan Qurban


1. Syarat berkurban bagi orang islam:
a) Muslim
Salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan
berqurban. Oleh sebab itu, hanya orang muslim yang wajib untuk berqurban,
sedangkan orang yang non-muslim tidak memiliki kewajiban untuk berqurban.
b) Mampu

Perintah berqurban lebih dianjurkan pada umat muslim yang memiliki


finansial atau mampu untuk membeli hewan qurban. Seseorang dianggap
mampu untuk berqurban ketika dirinya telah menyelesaikan kewajiban nafkah
terhadap keluarganya.

c) Baligh dan Berakal

Ibadah qurban yang paling utama yaitu bagi orang dewasa atau
seseorang yang telah baligh dan berakal sehat. Oleh karena itu, seseorang yang
belum baligh atau tidak berakal sehat tidak memiliki beban untuk berqurban.

27
Ibid. hlm.112

31
2. Tata cara penyembelihan kurban :
a) Membaca Bismillah.

b) Membaca Shalawat Nabi Allahumma shalli ala sayyidina muhammad wa ala ali
sayyidina Muhammad.

c) Menghadap kiblat

d) Membaca takbir (Allahuakbar, allahuakbar, allahuakbar walillailhamd) allah


maha. besar, allah maha besa,, allah maha besar, segala puji bagi-mu.

e) Membaca doa untuk menyembelih hewan kurban: Allahumma haadziki minka


wa ilaika, fataqabbal minnii ya kariim ("Ya tuhanku, hewan ini adalah nikmat
dari mu dan dengan ini aku bertaqarrub kepadamu. Karenanya hai Tuhan yang
maha pemurah, terimalah taqarrub").

f) tidak memperlihatkan alat potong pada hewan kurban.

g) Menggunakan pisau yang tajam agar tidak menyakiti hewan kurban.

h) Tidak boleh mematahkan leher hewan sebelum benar-benar mati28.

.
3. Syarat pembagian daging saat kurban
Menurut para ulama, jika kamu diwajibkan untuk melakukan ibadah kurban,
maka daging kurban harus seluruhnya diberikan kepada orang-orang yang kurang
mampu. Orang yang berkurban tersebut tidak boleh mengambil sedikit pun daging
kurbanya. Sementara itu, orang yang tidak wajib berkurban tetapi tetap melakukan
kurban atau ibadah kurbanya sunnah dianjurkan untuk memakan sebagian dari daging
kurbanya. Bagi orang yang melaksanakan ibadah kurban sunnah, berikut adalah syarat
pembagian daging kurbannya;29
a) 1/3 daging bagi orang yang berkurban.

b) 1/3 daging untuk sedekah pada seseorang yang kurang mampu berkurban.

c) 1/3 daging untuk hadiah bagi siapapun yang dia inginkan.


Perlu diperhatikan bahwa daging, bulu, atau kulit hewan kurban haram untu
dijual oleh siapapun daging yang dibagikan juga harus bersifat daging mentah dan
belum diolah.

28
Sayyid Sabig, Fiqh Sunnah 13, (Bandung: Al ma’rif, 1987), hlm.158
29
Abdurrahman, Hukum Qurban, Aqiqah dan sembelihan, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2007). hlm. 6

32
2.3.5 Hikmah Qurban

1. Dicintai Allah SWT


Kurban mengingatkan kita akan pentingnya bersyukur dari segala
macam rezeki dan kecukupan yang telah didapat selama ini. Jika sudah mampu
secara finansial, hendaknya kita jalankan ibadah ini karena Allah swt
mencintai hamba-hamba-Nya yang berbuat demikian. Sebagaimana Ibnu
Majah meriwayatkan sabda Rasulullah saw tentang ibadah saat Idul Adha yang
dicintainya.
2. Mengenang kasih sayang Nabi Ibrahim as kepada putranya
Ibadah kurban berangkat dari pengalaman Nabi Ibrahim as yang
mendapat perintah dari Allah swt untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail
as. Dengan ketaatanya kepadanya dan kasih sayangnya kepada Nabi Ismail as,
Nabi Ibrahim as menaatinya. Namun saat hendak melakukan penyembelihan,
Nabi Ismail as diganti dengan kambing gibas. Sosok Nabi Ibrahim as dan Nabi
Ismai as menjadi tauladan mulia bagi seluruh umat islam didunia tentang
bagaimana ibadah kurban ini menggambarkan keimanan dan lading kebaikan
untuk manusia.
3. Ganjaran pahala dari setiap helai bulu hewan kurban
Ganjaran tersebut termaktub dalam hadist riwayat Ahmad dan Ibnu
majjah ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah saw tentang keutamaan
berqurban. Kemudian beliau menjawab bahwa dari setiap helai bulu hewan
kurban terdapat satu kebaikan. Berdasarkan hadist ini, bisa dibayangkan
betapa besarnya pahala yang akan didapat setelah menunaikan ibadah ini.
4. Ganjaran pahala dari syiar islam
Dengan berqurban, secara tidak langsung turut menyebarkan syiar islam.
Melalui surat Al Hajj ayat 22, Allah swt telah memerintahkan hambanya untuk
senantiasa menyebarkan dan menyeruhkan syariat islam kepada hewan
banyak. Salah satunya adalah ibadah kurban bagi yang mampu.
5. Membahagiakan penerima manfaat
Kurban tak bisa lepas dari kata berbagi kepada sesama. Dengan
berkurban, kita bisa membahagiakan para penerima manfaat. Allah swt juga
menjanjikan rezeki dan pahala berlipat ganda bagi hambanya yang
membahagiakan penerima manfaat kurban.

2.3.6 Syarat-Syarat Aqiqah


1. Hewan yang digunakan untuk aqiqah
Para ahli fiqih juga berbeda pendapat tentang hewan yang dapat digunakan
untuk aqiqah, tetapi mayoritas ulama menyatakan bahwa hewan yang
digunakan untuk aqiqah adalah kambing/domba. Adapun syarat kambing atau
domba aqiqah yaitu:
a) Kambing/domba itu harus dalam keadaan sehat, tidak kurus, dan tidak cacat.
b) Kambing/domba itu sudah berumur satu tahun lebih (sudah pernah berganti
gigi).

33
2. Orang yang di aqiqahi
Para ulama sepakat bahwa orang di aqiqahi adalah anak yang baru lahir, hal
ini berdasarkan hadist yang menyatakan bahwa aqiqah itu dilakukan pada hari
ke-7 dari kelahiran anak. Orang yang melaksanakan aqiqah adalah orang tua
dari anak yang baru lahir tesebut.
3. Jumlah hewan untuk aqiqah
Jumlah hewan untuk aqiqah mayoritas ulama berpendapat bahwa untuk anak
laki- laki sebanyak 2 ekor kambing atau domba dan untuk anak perempuan
sebanyak 1 ekor kambing atau domba.
4. Waktu penyembelihan hewan aqiqah
Penyembelihan hewan aqiqah sebaiknya dilaksanakan pada hari ke 7 dari
kelahiran bayi. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa jika pada hari ke 7
tersebut sebelum mampu melaksanakan aqiqah untuk anaknya, Sayyidah
Aisyah ra dan Imam Ahmad berpendapat bahwa aqiqqah bisa dilaksanakan
pada hari ke 14, ataupun hari ke 21. Jika pada hari itu juga belum mampu,
boleh dilakukan kapan saja saat yang bersangkutan sudah mampu. Kewajiban
aqiqah menjadi gugur apabila bayi meninggal sebelum usia 7 hari.
5. Penyembelihan hewan aqiqah
Penyembelihan hewan aqiqah sama dengan penyembelihan hewan kurban,
namun tujuannya berbeda, yaitu sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang
dianugrahkan Allah swt dengan lahirnya sang anak.
6. Membaca Do’a
Selain membaca basmallah, takbir, dan shalawat, disunnahkan juga berdoa saat
menyembelih hewan aqiqah. Allahuma minka wa illa ika, allahuma inna
hadzihi aqiqotu fulan. Artinya: Ya Allah ini darimu dan untukmu, ya allah
sesungguhnya ini aqiqahnya fulan.
7. Daging aqiqah dimasak dan disedehkahkan
Sebaiknya daging aqiqah diberikan dalam kondisi yang sudah dimasak. Orang
tua yang melaksanakan aqiqah untuk anaknya boleh memakan daging aqiqah
tersebut, menghadiahkan sebagian dagingnya kepada saabat-sahabatnya, dan
menyedekahkan sebagian lagi kepada kaum muslimin. Boleh juga
mengundang kerabat dan tetangga untuk menyantapnya, serta boleh juga
disedekahkan semuanya.
8. Pemotongan rambut bayi
Penyembelihan hewan, selanjutnya upacara pemotongan rambut bayi dan
duberikan nama yang sebaik-baiknya pelaksanaan pemotongan rambut ini oleh
Rasulullah saw disunnahkan dilakukan pada hari ke 7 dari hari kelahiran. Hal
ini menurut jumhur ulama memiliki status hukum sunnah muakkad atau
sunnah yang diutamakan (semi wajib).
9. Memberi nama bayi yang baik
Untuk pemberian nama bayi dilakukan pada hari ke 7. Yaitu bersamaan dengan
aqiqah dan dicukur rambutnya. Namun diperbolehkan juga memberi nama
bayi sebelum hari ke 7 atau bahkan setelah hari ke7

34
10. Dalam Madzhab Syafi'l selain di Tahnik juga disunnahkan untuk mendoakan
sang bayi yang baru lahir setelah ditahnik.

2.3.7 Hikmah Aqiqah


Mengapa melaksanakn ibadah aqiqah untuk bayi anak sangat penting karena
yang utama adalah untuk membuat kita semakin dekat dengan Allah, sebab ibadah
aqiqah merupakan bentu syukur kita atas kehadiran buah hati. Dirangkum dari beberapa
sumber, ada 5 hikmah aqiqah yang membuat ibadah.Sunnah ini dianjurkan
pelaksanaanya:
1. Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad saw selain itu melaksanakan ibadah
aqiqah juga termasuk dalam amal meneladani Nabiyullah Ibrahim as tatkalah Allah
swt.menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismali as.21.30.
2. Dalam aqiqah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat
menganggu anak yang terlahir itu, Rasulullah saw bersabda: "setiap anak itu
tergadai dengan aqiqahnya." Sehingga anak yang telah ditunaikan aqiqahnya insya
allah lebih terlindung dari gangguan syaitan ang sering menganggu anak-anak.
3. Aqiqah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua
orang tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan:
"dia tergadai dari memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan
aqiqahnya)."
4. Aqiqah sebagai sarana menampakkan rasa gembira. Dan melaksanakan syariat
islam dan bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat
Rasulullah saw pada hari kiamat. Sekaligus juag memperkuat ukhuwah atau
persaudaraan yang diantara masyarakat.

35
2.4 Pengurusan Jenazah

2.4.1 Pengertian Jenazah


Kata jenazah diambil dari bahasa Arab yang beararti tubuh mayat dan
berarti menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh mayat
yang tertutup30.

2.4.2 Kewajiban Memandikan Jenazah


Yang wajib dalam memandikan jenazah itu ialah menyampaikan air satu
kali ke seluruh tubuhnya, walaupun ia sedang junub atau haidh sekalipun. Lebih
utama meletakan mayat di tempat yang ketinggian, di tinggalkan pakaiannya
dan ditaruh diatasnya sesuatu yang dapat menutupi auratnya. Ini jika mayat itu
bukan mayat seorang anak kecil 31.

2.4.3 Memandikan Jenazah


Mayat laki-laki dimandikan oleh orang laki-laki. Utamanya untuk
memandikan jenazah dengan orang yang terpercaya dan mengerti hukum- hukum
dan tata cara memandikan mayit karena memandikan mayit memiliki hukum syar'i
dan sifat (tata cara) yang khusus.
Diutamakan dalam memandikan mayit adalah orang yang disebutkan.
dalam wasiatnya jika mayit telah berwasiat agar dimandikan oleh orang tertentu.
Setelah wasiat itu orang berikutnya adalah ayah mayit. Dia adalahorang
yang paling utama untuk memandikan anaknya karena dia memiliki hal yang
khusus dalam menyayangi dan belas kasih (lembut) kepada anaknya.
Kemudian berkutnya adalah kakeknya karena ia sama dengan seorang
ayah hal-hal sebagai yang telah disebutkandisusul kemudian oleh orang yang lebih
dekat dan lebih dekat dari kerabatnya yang menerima ashabah dalam warisan baru
kemudian orang asing di luar kerabatnya.
Masing-masing dari sepasang suami istri boleh saling memandikkan.
Suami boleh memandikan istrinya dan istri boleh memandikan istrinya.
Dikarenakan abu bakar Radhiallahu anhu berwasiat agar jasadnya dimandikan
oleh istrinya.
Pria maupun wanita boleh memandikan mayit anak dibawah umur tujuh
tahun, baik mayit laki-laki maupun perempuan. Jika seorang perempuan
meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya laki-laki dan dia tidak
mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal sementara yang
masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka mayat

30
M. Rizal.Qosim, Pengamalan Fiqih 1(Jakarta: Tiga Serangkai,2000),hlm.209
31
Mahmud Abdul Lathif Uwaidah, Al- Jami’ ‘u al- Akhamash-shalat,(Bogor: Pustaka Thariqul Izzah,
2008),hlm.117

36
tersebut tidak dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari
mereka dengan memakai lapis tangan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW,
yakninya:

‫اذ ما تت المرأة مع الرجال ليس معجم امرأة غيرها و الرجل مع النساء ليس معهن رجل‬

(‫غيره فأنهما بيسمان و يد فنان و هما بمنزلة من لم يجد الماء ) رواه ه بو داود و البيحقی‬

Artinya: "Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan


tidak ada perempuan lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-
perempuan dan tidak ada laki-laki selainnya maka kedua mayat itu
ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena kedudukannya sama seperti tidak
mendapat air." (H.R Abu Daud dan Baihaqi)32.

1. Hal-hal yang Harus diperhatikan dalam Memandikan Jenazah


a. Syarat Memandikan Jenazah

1) Mayat itu islam

2) Lengkap tubuhnya atau ada bahagian tubuhnya walaupun sedikit

3) Jenazah tersebut bukan mati syahid (mati dalam peperangan membela agama
Allah).

b. Klasifikasi dalam Memandikan Jenazah


Klasifikasi ini bertujuan untuk memberikan perbedaan dalam memandikan
jenazah. Hal ini disebabkan bahwa tidak semua jenazah yang ada dapat atau harus
dimandikan. Berikut 2 hal yang perlu untuk diperhatikan dalam memandikan jenazah.
1) Jenazah yang boleh dimandikan
Jenazah yang wajib dimandikan adalah orang Islam dan orang yang
meninggal bukan karena mati syahid di Medan. pertempuran.

2) Jenazah yang tidak perlu dimandikan


Jenazah yang tidak boleh dimandikan adalah jenazah yang mati syahid
di medan pertempuran karena setiap luka atau setetes darah akan semerbak
dengan bau wangi pada hari Kiamat. Jenazah orang kafir tidak wajib
dimandikan. Ini pernah dilakukan Nabi saw terhadap paman beliau yang kafir.
Janin yang dibawah usia empat bulan tidak perlu dimandikan, dikafani, dan
dishalatkan. Cukup digali lubang dan dikebumikan.

32
Zeld Husein,as Salatu “alal Mazahibil Arba’ah, (Bogor: PT Pustaka Utera Antar Nusa, 1994),hlm. 429

37
c. Tempat Memandikan
Tempat yang akan dipergunakan untuk memandikan mayit hendaknya
tertutup atau amandari pandangan mata. Bisa di dalam rumah, atau di halaman rumah
namun dibatasi dengan tutup. Usahakan mayit dimandikan di atas dipan, agar mayit
tidak mudah terkena percikan air. Juga dianjurkan membakar kemenyan di sekitar
tempat memandikan untuk menolak bau yang dimungkinkan keluar dari badan
mayit. Orang yang tidak punya tugas atau kepentingan, sebaiknya dilarang
memasuki tempat memandikan mayit. Hal ini untuk menjaga kerahasiaan mayit.
d. Air untuk Memandikan
Air yang dipakai adalah air mutlak (suci menyucikan). Dianjurkan
menggunakan air laut, karena bisa memperlambat proses pembusukan. Namun, bila
berada di daerah yang sangat dingin, atau di tubuh mayit terdapat kotoran yang sulit
dihilangkan, maka lebih baik menggunakan air hangat.
e. Persiapan Sebelum Memandikan Jenazah
Sebelum memandikan jenazah, maka harus dilakukan beberapa persiapan,
adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum proses pemandian adalah:
1) Sabun atau bahan lainnya untuk membersihkan tubuh si jenazah
2) Air bersih secukupnya untuk proses memandikan. Boleh memakai air
yang dialiri oleh selang, boleh juga menyiapkan air menggunakan ember
besar asal cukup.
3) Tempat memandikan jenazah, jangan terbuka, agak tinggi, kuat serta tahan
air.
4) Handuk untuk mengeringkan tubuh dan rambut si jenazah.
5) Kapas, kapur barus, daun bidara, atau wewangian yang lain serta bedak.
6) Kain kafan, dipersiapkan tergantung jenis kelamin. Tambahan (jika
diperlukan):
Masker dan kaos tangan untuk memandikan jenazah agar terhindar dari
kuman jika si jenazah memiliki penyakit.

2. Orang yang Berhak Memandikan Jenazah

Tidak semua orang berhak dalam memandikan jenazah, hal ini


dimaksudkan untuk menjaga kerahasiaan aib atau cacat penyakit yang masih
ada di dalam tubuh jenazah tersebut. Tujuan menjaga dan membatasi bagi
orang yang ingin memandikan jenazah adalah agar tidak terjadi fitnah yang
dapat memalukan keluarga jenazah tersebut. Adapun Orang yang berhak
memandikan Jenazah adalah:
Secara umum, bila mayit laki-laki, maka yang memandikan laki- laki.
Bila perempuan, maka yang memandikan juga perempuan. Boleh bagi
pasangan suami-istri, suami memandikan istri yang meninggal, begitu pula
sebaliknya Kasın (syajaqan). Sedangkan yang paung utama memandikan
jenazan perempuan, adalah orang perempuan yang semahram dengan jenazah.

38
Sebaiknya, yang bertugas memandikan tidak lebih dari 7 orang. 3 orang
memangku di atas bagian depan, sedangkan 4 orang yang lain, ada yang
menyiramkan air, ada yang menggosok tubuh jenazah dan ada pula yang
membantu menyediakan hal-hal yang diperlukan33.

3. Posisi Jenazah
Jenazah hendaknya diletakkan pada posisi yang paling memudahkan
untuk dimandikan. Namun yang sunnah adalah, jenazah didudukkan agak
miring ke belakang. Posisi ini memudahkan orang yang memandikan untuk
membersihkan kotoran yang ada pada jenazah.

4. Tata Cara Memandikan Jenazah

Cara Dalam Memandikan Jenazah34

1) Letakkan mayat di tempat mandi yang disediakan.


2) Yang memandikan jenazah hendaklah memakai sarung tangan.
3) Dipakaikan kain basahan seperti sarung agar auratnya tidak terlihat
4) Istinjakkan mayat terlebih dahulu.
5) Kemudian bersihkan giginya, lubang hidung, lubang telinga, celah
ketiaknya, celah jari tangan dan kaki dan rambutnya, sebaiknya memakai
sarung tangan.
6) Mayat didudukkan atau disandarkan pada sesuatu, lalu mengeluarkan
kotoran dalam perutnya dengan menekan perutnya secara perlahan- lahan agar
semua kotorannya keluar, lantas dibersihkan dengan tangan kirinya,
dianjurkan memakai sarung tangan yang sudah diganti. Dalam hal ini boleh
memakai wangi-wangian agar tidak terganggu bau kotoran jenazah.
7) Siram atau basuh seluruh anggota mayat dengan air sabun juga.
8) Kemudian siram dengan air yang bersih seluruh anggota mayat sambil
berniat Lafaz niat memandikan jenazah lelaki:

‫لِل تَعَالَى‬ ِ ِ‫نَ َويت الغس ِل ِل َهذَا ال َمي‬.


ِ َّ ِ ‫ت‬

"Aku sengaja (niat) memandikan mayit ini karena Alloh Ta'ala"

Lafaz niat memandikan jenazah perempuan:

‫لِل تَعَالَى‬
ِ َّ ِ ‫نَ َويت الغس ِل ِل َه ِذ ِه ال َم ِينَ ِة‬.

"Aku sengaja (niat) memandikan mayit ini karena Alloh Ta'ala"

9) Siram atau basuh dari kepala hingga ujung kaki 3 kali dengan air bersih.

10) Siram sebelah kanan 3 kali.

33
Zeid Husein, as Salatu “alal Mazahibil Arba’ah,(Bogor: PT Pustaka Utera Antar Nusa, 1994),hlm.429
34
Abdul Karim, Petunjuk Merawat Jenazah dan Shalat Jenazah,(Jakarta: Amzah, 2004),hlm.120

39
11) Siram sebelah kiri 3 kali..

12) Kemudian memiringkan mayat ke kiri basuh bagian lambung kanan


sebelah belakang.

13) Memiringkan mayat ke kanan basuh bahagian lambung sebelah kirinya.

14) Siram kembali dari kepala hingga ujung kaki.

15) Setelah itu siram dengan air kapur barus.

16) Setelah itu jenazahnya diwudukkan.

Lafaz niat mewudukkan jenazah lelaki:

‫لِل تَعَالَى‬ ِ ِ‫نَ َويت الوضو َء ِل َهذَا ال َمي‬.


ِ َّ ِ ‫ت‬

"aku berniat mewudukkan jenazah (lelaki) ini kerana Allah s.w.t"


Lafaz niat mewudukkan jenazah perempuan:

‫لِل ت َ َعالَى‬ ِ ‫نَ َويت الوضو َء ِل َه ِذ ِه ال َم ِي‬.


ِ َّ ِ ‫ت‬

"aku berniat mewudukkan jenazah (perempuan) ini kerana Allah s.w.t" Cara
mewudukkan jenazah ini yaitu dengan mencucurkan air ke atas jenazah itu
mulai dari muka dan terakhir pada kakinya, sebagaimana melaksanakan
wuduk biasanya.

17) Setelah selesai dimandikan dan diwudukkan dengan baik, dilap


menggunakan lap pada seluruh badan mayat.

Hal-hal penting yang berkaitan dengan mayit antara lain:

1) Selama memandikan, diharamkan melihat aurat mayit.

2) Hukum memandikan mayit adalah wajib, sedangkan niatnya adalah


sunnah. Sebaliknya mewudhu'i mayit hukumnya adalah sunnah sedangkan
niatnya wajib.

3) Bila melihat kelainan-kelainan pada mayit, seperti, wajahnya berseri- seri


atau mengeluarkan bau harum, maka sunnah diceritakan. Bila sebaliknya,
maka harus disimpan tidak boleh diceritakan.

40
2.4.4 Mengkafani Jenazah
Setelah mayat dimandikan, maka wajib bagi tiap-tiap mukmin untuk
mengkafaninya juga. Hukum mengkafani jenazah muslim dan bukan mati syahid
adalah fardhu kifayah. Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus
jenazah dengan sesuatu yang dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain.
Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut: "Kami hijrah bersama Rasulullah
saw. dengan mengharapkan keridhaan Allah SWT, maka tentulah akan kami terima
pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada yang meninggal sebelum memperoleh
hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mash'ab bin Umair dia tewas terbunuh
diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar kain burdah. Jika
kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup, maka tersembul
kepalanya. Maka Nabi saw, menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan menaruh
rumput izhir pada kedua kakinya." (HR. Bukhari).
Dalam mengafani jenazah ada beberapa hal yang diutamakan atau
disunnahkan mengenai kain kafannya, diantaranya:
1. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih. kering
dan menutupi seluruh tubuh mayat. Dalam sebuah hadist diriwayatkan
sebagai berikut:
Artinya: "Dari Jabir berkata, Rasulullah saw, pernah bersabda: "Apabila
salah seorang kamu mengkafani saudaranya, hendaklah dibaikkan kafannya
itu." (HR. Muslim).

2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.

3. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi
mayat perempuan 5 lapis.

4.Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah,


kain kafan hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.

5. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.

"Janganlah kamu berlebih-lebihan (memilih kain yang mahal) untuk kafan


karena sesungguhnya kafan itu akan hancur dengan segera. "(HR. Abu
Dawud).

Catatan:
Kalau kain putih tidak ada, maka boleh mengkafani mayat dengan kain
apa saja yang dapat digunakan untuk mengkafaninya, kemudian
dishalatkannya.

41
1. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Mengkafani Jenazah

a. Jenis Kain Kafan


Semua kain yang dipakai oleh mayit ketika masih hidup, boleh
dibuat kain kafan. Mayit laki-laki tidak boleh dikafani dengan kain
sutra, sedangkan perempuan diperbolehkan.
Kain kafan boleh berwarna apa saja. Tetapi yang sunnah adalah
kain putih dan yang sudah dicuci. Adapun yang dimaksud perintah,
"Hendaknya memperbagus kain kafan", adalah bukan kain yang
berharga mahal, tapi kain yang berwarna putih, tebal dan longgar.

b. Ukuran Kafan35
Ukuran kafan bagi mayit laki-laki atau perempuan, minimal satu
lembar kain yang dapat menutupi seluruh tubuhnya. Sedangkan yang
sunnah adalah: Bagi mayit laki-laki dengan tiga lapis. Untuk mayit
perempuan dengan lima lapis, terdiri dari dua lembar kain yang dapat
menutupi seluruh tubuh mayit, ditambah dengan gamis, kerudung dan
sampir.

2. Tata Cara Mengkafani Jenazah


Adapun tata cara mengkafankan jenazah, yaitu:
Untuk mayat laki-laki

a) Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih lebar
dan luas serta setiap lapisan diberi kapur barus.

b) Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas
kain kafan memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.

c) Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang


mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.

d) Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung
lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi selembar
dengan cara yang lembut.

e) Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan
tiga atau lima ikatan.

f) Jika kain kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka
tutuplah bagian kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka boleh ditutup
dengan daun kayu, rumput atau kertas. Jika seandainya tidak ada kain kafan
kecuali sekedar menutup auratnya saja, maka tutuplah dengan apa saja yang
ada.

35
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, (Bandung: PT Alma’arif,1988),hlm. 96-101

42
Untuk mayat perempuan
Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang
terdiri dari:

a) Lembar pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.

b) Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.

c) Lembar ketiga berfungsi sebagai baju kurung.

d) Lembar keempat berfungsi untuk menutup pinggang hingga kaki.

e) Lembar kelima berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.

Tata cara mengkafani mayat perempuan yaitu:

a) Susunlah kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing- masing


bagian dengan tertib. Kemudian, angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup
dengan kain dan letakkan diatas kain kafan sejajar, serta taburi dengan wangi-
wangian atau dengan kapur barus.

b) Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran


dengan kapas.

c) Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.

d) Pakaikan sarung.

e) Pakaikan baju kurung.

f) Dandani rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang.

g) Pakaikan kerudung.

h) Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua


ujung kain kiri dan kanan lalu digulungkan kedalam.

i) Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.

2.4.5 Menshalatkan Jenazah

1. Hukum Shalat Jenazah


Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah. Boleh dilakukan oleh orang
laki-laki atau perempuan. Namun, selagi ada orang laki-laki, maka yang dapat
mengugurkan kewajiban adalah orang laki-laki yang baligh.

43
2. Tempat Shalat Jenazah
Shalat jenazah bisa dilaksanakan di mana saja asalkan di tempat yang
suci. Diutamakan bertempat di mushalla. Sedangkan pengaturannya adalah
sebagai berikut:

a. Bentuk Shof Shalat Jenazah


Rasulullah bersabda SAW,: "Tidaklah orang muslim meninggal
kemudian ia dishalati oleh tiga shaf dari orang-orang muslim, kecuali ia
menghaki masuk surga" (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, At-Tirmidzi).
Dalam hal memperoleh fadhilah tiga shaf ini, ulama berbeda pendapat.
Ibnu Hajar berpendapat, satu shaf minimal 2 orang. Menurut imam Ramli satu
shaf bisa satu orang. Jadi, untuk mendapat fadhilah shaf, minimal mushalli
berjumlah 6 orang, atau 3 orang. Bentuk shaf seperti ini penting diatur bila
yang menyalati sedikit.

b. Posisi Mayit dan Orang yang Menyalati


Bila laki-laki, maka kepala mayit sunnah berada di sebelah kiri imam.
(nisbat negara Indonesia: arah selatan). Bila mayit perempuan, kepala mayit
diletakkan di sebelah kanan imam (utara). Posisi imam, bila mayit laki-laki,
maka berada didekat kepala mayit. Bila mayit perempuan, maka didekat
pantatnya.

c. Makmummasbuq
Adalah makmum yang tidak mengikuti bacaan surat al-Fatihah bersama
imam. Semisal kita baru takbiratul ihram, sedangkan imam sudah melakukan
takbir yang ketiga. Maka, kita harus langsung membaca surat al-Fatihah. Bila
imam melakukan takbir keempat, maka kita langsung takbir juga, sekalipun
bacaan al-Fatihah belum selesai. Bila imam mengucapkan salam, maka kita
melanjutkan shalat dengan takbir ketiga dan seterusnya dengan mengikuti
rukun dan bacaan yang sudah ada36.

3. Syarat-syarat Shalat Jenazah


Bagi yang menyalati, syarat-syaratnya sama seperti shalat yang lain.
Sebab pada dasarnya shalat jenazah sama seperti shalat yang lain.

a. Shalat jenazah sama halnya dengan shalat yang lain, yaitu harus menutup
aurat, suci dari hadats besar dan kecil, suci badan, pakaian dan tempatnya
serta menghadap kiblat.

b. Shalat jenazah baru dilaksanakan apabila jenazah sudah selesai


dimandikan dan dikafani.

c. Jenazah diletakkan disebelah kiblat orang yang menshalatkan., kecuali


kalau melaksanakan shalat gaib.

36
Maftuh Ahnan, Risalah Shalat Lengkap, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2002), hlm. 119-123

44
4. Rukun-rukun Shalat Jenazah :

a. Niat

b. Berdiri bagi yang mampu

c. Takbir empat kali

d. Mengucap salam

5. Tata Cara Shalat Jenazah

a. Imam berdiri di depan setentang kepala mayat, apabila mayat laki-laki.


Jika mayat perempuan, imam berdiri setentang pinggangnya.

b. Makmum berdiri di belakang imam bersaf-saf. Jama'ahnya lebih banyak


lebih utama. Jika jama'ahnya sedikit, usahakan menjadi tiga saf. Karena
Rasulullah Saw. telah bersabda, yang artinya: "Apabila seorang mukmin
mati dan dishalatkan oleh sekelompok kaum muslimin hingga tiga saf,
maka dosa-dosa si mayat diampuni". (HR. Lima ahli hadis, kecuali Nasai)

c. Setelah saf teratur.

d. Niatlah shalat jenazah disertai takbiratul ihram

Untuk seorang mayit laki-laki

‫ّللا تَعَالَى‬ َ ِ‫علَى َهذَا ال َميتَ أَربَ َع تَكب‬


ِ َّ ‫يرات َفرضَ ِكفَايَة‬ َ ‫أصلي‬

"Saya niat melaksanakan kewajiban shalat pada mayit ini"

Untuk seorang mayit Perempuan

‫ّللا تَعَالَى‬ َ ِ‫علَى َه ِذ ِه ال َميئ َة أَربَ َع تَكب‬


ِ َّ ‫يرات َفرضَ ِكفَايَة‬ َ ‫أصلي‬

Artinya :”Saya niat melaksanakan kewajiban sholat pada mayit ini”.

ِ َّ ِ ‫تكبيرات َفرضَ ِكفَا َية‬


‫لِل ت َ َعالَى‬ َ ‫أصلي على هذا الميت الطفل أربع‬

Untuk seorang mayit anak laki-laki

45
"Saya niat melaksanakan kewajiban shalat pada mayit ini"

Untuk seorang mayit anak perempuan

ِ َّ ِ ‫ت َفرضَ َكلِة‬
‫لِل تَعَلَى‬ ِ ‫أصلى على هذه البيئة الطفلة ربع تَك َرا‬

"Saya niat melaksanakan kewajiban shalat pada mayit ini"


Untuk dua orang mayit

ِ َّ ‫ت َفرضَ ِكفَا ِل ِة‬


‫ّللا تَعَلَى‬ ِ ‫أصلى على هذين المبين أربَ َع تَكب َوا‬

"Saya niat melaksanakan kewajiban shalat pada orang-orang mati ini".

Untuk mayit yang banyak

َ ‫ت السالِمِ ينَ أَربَ َع تَك ِب‬


‫يرات َف َّرضَ ِكفَايَة لِللَّ ِه ت َ َعالَى‬ ِ ‫َضر مِ ن أموا‬
َ ‫أصلي على َمن ح‬

"Saya niat melaksanakan kewajiban shalat pada orang-orang mati ini".

Lafadz Takbir

"Allah Maha Besar"

e. Takbir empat kali.

1) Takbir Pertama: membaca Surat Al-Fatihah

2) Takbir Kedua: membaca sholawat Nabi

‫علَى محمد‬
َ ‫علَى ِإب َراهِيم وعلى آ ِل ِإب َراهِي َم َو َب ِارك‬
َ َ‫صلَّيت‬
َ ‫اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما‬
‫وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم في العَالَمِ ينَ إِنَّكَ حَمِ يد َم ِجيد‬

1) Sesudah takbir ketiga membaca:

Untuk Laki-laki:

‫لله َّم اغفِرلَه َوارحَمه َوعَا ِف ِه َواعف عَنه‬

Untuk Perempuan:

46
‫اللهم اغفر لها وارحتها وعافيها واعف عنها‬

‫‪Lebih sempurnanya ditambah dengan :‬‬

‫طايَا َك َما ينَقَّى الثَّوب‬


‫وأكرم نزله ووسع مدخله واغسله بالماء والثلج والبرد وهلل مِ نَ ال َخ َ‬
‫اْلبيض من اندلس والدله دارا خيرا من داره واهال خيرا من أه ِل ِه َو َزوجا َخيرا مِ ن َزو ِج ِه وأدخله‬
‫عذَا ِ‬
‫ب النَّ ِار‬ ‫وومِ ن فِتنَتِ ِه َومِ ن َ‬
‫الجنة وأعذه من عذاب القبر َ‬

‫‪Jika mayit anak kecil ditambah dengan do'a:‬‬

‫اللهم اجعة )ها( لَه َمات َرطا واجعه )ها( نهما سننا واجعه )ها( لَه َما ذخرا َونَقل به )ها(‬
‫موازنهذا وأفرع الصبر على قلوبهما وال تقبلهما بعده )ها( وال تَح َرمه َما أَج َرة )ها(‬

‫‪2) Sesudah takbir keempat sebelum salam sunnah membaca:‬‬

‫اللهم ال تحرمنا أج َره ) َها( َو َال تَفتِنَا بَعدَه )ها( َواغفِرننا وله )نها( وإلخواننا الذين سبقونا باإليمان‬
‫وال تجعل في قنوبِنَا غ َِال ِللَّ ِذينَ آ َمنوا َربَّنَا إِنَّكَ َرؤوف َّرحِ يم‬

‫‪f. Kemudian salam:‬‬

‫علَيكم َو َرح َمة ِ‬


‫للا َو َب َركاته أسألك‬ ‫السالم عليكم ورحمة للا وبركاته أسألك الفوز بالجنة السالم َ‬
‫)التجاة من النَّ ِار َواتَّعَلو عِن َد الحِ َ‬
‫ساب‬

‫‪g. Doa setelah Shalat jenazah‬‬

‫ب العالمين وصلى للا وسلم على سيدنا محمد وعلى أنه َوصَح ِب ِه أَج َم ِعينَ أَنهم َربَّ َنا‬ ‫لِل َر ِ‬
‫الحَمد ِ َّ ِ‬
‫ح الدنيَا وسعتها و محبوبها‬ ‫قبل منا إنك أنت السميع العليم اللهم هذا عَبدكَ َوابن عَبدِكَ َخ َر َ‬
‫ج مِ ن َرو ِ‬
‫وأحبائه فيها إلى ظلمة القبر وما هو القيه كان يشهد أن ال إله إال أنت وحدك اْلشريك لك وأن محمدا‬
‫عبدك ورسولك وأنت أعلم بين اللهم إنه نزل بك وأَنتَ َخير مِ نزول به وأصبح فقيرا إلى َرح َمتِكَ وأنتَ‬
‫عنِي عَن عَذابِ ِه َو َقد ِجئنَاكَ َرا ِغبِينَ إِلَيكَ شفَعَاء لَه النَّهم إِن كان محسنا فزد في إحسانه وإن كان‬ ‫َ‬
‫عذابِكَ َحتَّى تبعثه إلى جنبك يا أرحم الراحمين وصلى للا‬ ‫َ‬ ‫مسيئا فتجاوز عله للا برحمتك اْلمن مِ ن َ‬
‫على سيدنا محمد وعلى أنه وصحبه وسلم )دعاء اپنی اونتو ميت الکی ‪ 2‬اونتو فرمفوان لفظ مذكر‬
‫دان ضمير مذکر دی کنتی مؤنث‬

‫‪2.4.6‬‬ ‫‪Menguburkan Jenazah‬‬

‫‪1. Pemberangkatan Jenazah‬‬


‫‪Minimal jenazah dibawa dengan cara yang tidak mengandung arti‬‬
‫‪penghinaan pada mayit. Adapun cara membawa yang sempurna adalah:‬‬
‫‪a. Ketika mayit siap diberangkatkan, memberi kesaksian bahwa mayit adalah‬‬
‫‪orang baik. Namun tidak semua mayit boleh disaksikan baik. Untuk mayit‬‬
‫‪yang jelas fasiq, maka tidak boleh disaksikan baik.‬‬

‫‪47‬‬
b. Mayit dibawa dengan memakai keranda (Madura: kathel), dan dibawa
oleh beberapa orang sesuai dengan kebutuhan, minimal dua orang.
Diutamakan yang membawanya berjumlah ganjil.

c. Seperti halnya saat dilahirkan, mayit diberangkat-kan dengan kepala di


depan (menghadap ke arah tujuan).

d. Sunnah mempercepat langkah kaki lebih dari sekedar berjalan biasa.


Namun tidak dengan berlari.

e. Membawa mayit hendaknya dengan sopan dan penuh penghormatan.

f. Hukum mengantar jenazah ke kuburan sunnah bagi laki-laki, makruh bagi


perempuan.

2. Bentuk lubang kubur


Bentuk lubang kubur ada 2 macam :
a. Apabila tanahnya keras, maka lebih baik berbentuk liang lahad. Yaitu,
menggali bagian sisi barat dari lubang kubur, sekitar cukup untuk tempat
membaringkan mayit.

b. Apabila tanahnya lunak (mudah longsor) atau berpasir, maka berbentuk


liang cempuri. Yaitu, menggali sisi tengah dari lubang kubur, dengan
ukuran bisa membaringkan mayit, dan di sisi kanan kirinya diberi batu
bata.

3. Cara Meletakkan Jenazah kedalam Kubur

a. Keranda diletakkan diarah kaki lubang kubur (nisbat negara Indonesia:


Selatan).
b. Mayit dimasukan kedalam lubang kubur dengan perlahan-lahan.
Sedangkan yang menerima, bila mayit perempuan, maka mahram si
mayit. Bila laki-laki, maka yang paling dekat hubungannya dengan si
mayit.
c. Ketika memasukkan mayit, sunnah membaca do'a:

ِ َّ ‫علَى مِ لَّ ِة َرسو ِل‬


‫ّللا‬ َ ‫ّللا َو‬
ِ َّ ‫بسم‬
ِ

Artinya: "Dengan menyebut nama Allah dan atas nama agama Rasulullah".

d. Mayit diletakkan pada tempat yang telah dipersiapkan dan wajib


dihadapkan ke arah kiblat.

e. Ikatan kain kafan bagian kepala dibuka, lalu wajah dan pipi mayit
ditempelkan ke tanah.

48
f. Tubuh mayit sunnah diberi penupang (Madura: lubelu) (bisa dengan
batu atau kayu), untuk menjaga agar mayit tidak berubah terlentang
atau telungkup.

g. Sebelum ditimbuni tanah, tubuh mayit wajib ditutupi dengan papan


kayu atau lainnya, agar tanah timbunan tidak langsung mengena mayit.

h. Mayit dibacakan adzan dan iqamah.

i. Lalu lubang kubur ditimbun, dan tanah timbunan ditinggikan satu


jengkal atau 25 cm.

j. Kuburan disiram dengan air dingin, sekalipun tanah telah basah oleh
air hujan

k. Juga sunnah ditanami atau diberi bunga.

l. Kuburan diberi batu nisan

m. Setelah proses penguburan selesai, sunnah dibacakan talqin dengan


bahasa Arab, dan sunnah diterjemah dengan bahasa yang dimengerti
oleh para pengantar jenazah

n. Setelah proses pemakaman selesai, para pengantar jenazah sunnah


tidak langsung pulang, tetapi diam dulu dan berdzikir atau membaca
al-Qur'an mendoakan mayit.

4. Etika orang yang mengantarkan jenazah

a) Tafakkur, meresapi arti sebuah kematian.

b) Berjalan di depan dan di dekat mayit.

c) Dimakruhkan ramai-ramai dan bersuara keras serta membicarakan masalah


dunia.

d) Sunnah dengan jalan kaki. Megantarkan jenazah ke pekuburan dengan naik


kendaraan hukumnya makruh.

e) Mengantarkan jenazah sampai proses penguburan selesai secara sempurna.


Rasulullah SAW bersabda:

‫ان َقب َل َو َما‬


ِ ‫ط‬ َ ‫من شهد الجنازة حتى يصلي عليها فله قيراط ومن شهدها حتى تد َفنَ َفلَه ق‬
َ ‫ِيرا‬
(‫ان َقا َل مِ ثل ال َج َبلَين العظيمين ) متفق عليه‬
ِ ‫ط‬َ ‫ِيرا‬
َ ‫الق‬

49
Artinya: "Barang siapa yang ikut menyaksikan jenazah terus menyalatinya
maka ia mendapat pahala satu qirath. Jika sampai menyaksikan
penguburannya, maka mendapat pahala dua qirath. Nabi ditanyakan apa
maksud dua qirath? Nabi menjawab satu qirath seperti dua gunung yang
besar". (HR. Imam Bukhari-Muslim).

2.4.7 Hikmah Pengurusan Jenazah


Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat
diambil beberapa hikmah, antara lain:

1. Memperoleh pahala yang besar.

2. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.

3. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan


belasungkawa atas musibah yang dideritanya.

4. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati


dan masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.

5. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga
apabila salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-
baiknya menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.

50
2.5 Waris
2.5.1 Pengertian waris
Pengertian waris menurut bahasa ini tidak terbatas hanya pada hal-hal
yang berkaitan dengan harta, akan tetapi mencakup harta benda dan non harta
benda. Sedangkan secara terminologi hukum, kewarisan dapat diartikan sebagai
hukum yang mengatur tentang pembagian harta warisan yang ditinggalkan ahli
waris, mengetahui bagian-bagian yang diterima dari peninggalan untuk setiap
ahli waris yang berhak menerimanya,

Adapun dalam istilah umum, waris adalah perpindahan hak kebendaan


dari orang yang meninggal dunia kepada ahli waris yang masih hidup. Seperti
yang disampaikan oleh Wiryono Projodikoro, definisi waris adalah soal apakah
dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang
kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain
yang masih hidup.

Dengan demikian secara garis besar definisi warisan yaitu perpindahan


berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang yang meninggal dunia
kepada orang lain yang masih hidup dengan memenuhi syarat dan rukun dalam
mewarisi.

Selain kata waris tersebut, kita juga menemukan istilah lain yang
berhubungan dengan warisan, diantaranya adalah:

1. Waris, adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan.

2. Muwaris, adalah orang yang diwarisi harta bendanya (orang yang meninggal)
baik secara haqiqy maupun hukmy karena adanya penetapan pengadilan.

3. Al-Irsi, adalah harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli waris yang
berhak setelah diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi hutang dan
menunaikan wasiat.

4. Warasah, yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris.

5. Tirkah, yaitu seluruh harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum
diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi hutang, menunaikan wasiat.

Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam


(KHI) adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta
peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli
waris dan berapa bagiannya (Pasal 171 huruf a KHI).

51
2.5.2 Syarat dan rukun waris
Terdapat tiga syarat warisan yang telah disepakati oleh para ulama, tiga
syarat tersebut adalah:
a) Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara haqiqy, hukmy (misalnya
dianggap telah meninggal) maupun secara taqdiri.

b) Adanya ahli waris yang hidup secara haqiqy pada waktu pewaris meninggal
dunia.

c) Seluruh ahli waris diketahui secara pasti baik bagian masing-masing Adapun
rukun waris dalam hukum kewarisan Islam, diketahui ada tiga macam, yaitu:

1) Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang
mewariskan hartanya. Syaratnya adalah muwaris benar-benar telah
meninggal dunia. Kematian seorang muwaris itu, menurut ulama dibedakan
menjadi 3 macam:

1. Mati Haqiqy (mati sejati).


Mati haqiqy (mati sejati) adalah matinya muwaris yang diyakini tanpa
membutuhkan putusan hakim dikarenakan kematian tersebut disaksikan
oleh orang banyak dengan panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat
bukti yang jelas dan nyata.

2. Mati Hukmy (mati menurut putusan hakim atau yuridis)


Mati hukmy (mati menurut putusan hakim atau yuridis) adalah suatu
kematian yang dinyatakan atas dasar putusan hakim karena adanya beberapa
pertimbangan. Maka dengan putusan hakim secara yuridis muwaris
dinyatakan sudah meninggal meskipun terdapat kemungkinan muwaris
masih hidup. Menurut pendapat Malikiyyah dan Hambaliyah, apabila lama
meninggalkan tempat itu berlangsung selama 4 tahun, sudah dapat
dinyatakan mati. Menurut pendapat ulama mazhab lain, terserah kepada
ijtihad hakim dalam melakukan pertimbangan dari berbagai macam segi
kemungkinannya.

3. Mati Taqdiry (mati menurut dugaan).


Mati taqdiry (mati menurut dugaan) adalah sebuah kematian (muwaris)
berdasarkan dugaan keras, misalnya dugaan seorang ibu hamil yang dipukul
perutnya atau dipaksa minum racun. Ketika bayinya lahir dalam keadaan
mati, maka dengan dugaan keras kematian itu diakibatkan oleh pemukulan
terhadap ibunya.

2) Waris (ahli waris), yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan


kekerabatan baik hubungan darah (nasab), hubungan sebab semenda atau
perkawinan, atau karena memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya adalah

52
pada saat meninggalnya muwaris, ahli waris diketahui benarbenar dalam
keadaan hidup. Termasuk dalam hal ini adalah bayi yang masih dalam
kandungan (al-haml). Terdapat juga syarat lain yang harus dipenuhi, yaitu:
antara muwaris dan ahli waris tidak ada halangan saling mewarisi.

3) Maurus atau al-Miras, yaitu harta peninggalan si mati setelah dikurangi


biaya perawatan jenazah, pelunasan hutang, dan pelaksanaan wasiat.

2.5.3 Golongan ahli waris


Orang-orang yang berhak menerima harta waris dari seseorang yang
meninggal sebanyak 25 orang yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan
10 orang dari pihak perempuan.
Golongaan ahli waris dari pihak laki-laki, yaitu:

1) Anak laki-laki.

2) Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu) dari pihak anak laki-laki, terus
kebawah, asal pertaliannya masih terus laki-laki.

4) Bapak.

4) Kakek dari pihak bapak, dan terus ke atas pertalian yang belum putus dari
pihak bapak.

5) Saudara laki-laki seibu sebapak.

6) Saudara laki-laki sebapak saja.

7) Saudara laki-laki seibu saja.

8) Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak.

9) Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja.

10) Saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak bapak yang seibu sebapak.

11) Saudara laki-laki bapak yang sebapak saja.

12) Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak.

13) Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang sebapak saja.

14) Suami.

53
15) Laki-laki yang memerdekakannya (mayat).

Apabila 10 orang laki-laki tersebut di atas semua ada, maka yang mendapat harta
warisan hanya 3 orang saja, yaitu:

1) Bapak.

2) Anak laki-laki.

3) Suami.

Golongan dari pihak perempuan, yaitu:

1) Anak perempuan.

2) Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, asal


pertaliannnya dengan yang meninggal masih terus laki-laki.

3) Ibu.

4) Ibu dari bapak.

5) Ibu dari ibu terus ke atas pihak ibu sebelum berselang laki-laki.

6) Saudara perempuan seibu sebapak.

7)Saudara perempuan yang sebapak.

8) Saudara perempuan seibu.

9) Istri.

10) Perempuan yang memerdekakan si mayat.

Apabila 10 orang tersebut di atas ada semuanya, maka yang dapat mewarisi dari
mereka itu hanya 5 orang saja, yaitu:

1) Isteri.

2) Anak perempuan.

3) Anak perempuan dari anak laki-laki.

4) Ibu.

54
5) Saudara perempuan yang seibu sebapak.

Sekiranya 25 orang tersebut di atas dari pihak laki-laki dan dari pihak perempuan
semuanya ada, maka yang pasti mendapat hanya salah seorang dari dua suami
isteri, ibu dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan. Anak yang berada
dalam kandungan ibunya juag mendapatkan warisan dari keluarganya yang
meninggal dunia sewaktu dia masih berada di dalam kandungan ibunya

Beberapa hak yang bersangkutan dengan harta waris

Sebelum di lakukan pembagian harta waris terdapat beberapa hak yang


harus di dahulukan. Ha-hak tersebut adalah:

✔ Biaya untuk mengururs mayat, seperti harga kafan, upah menggali tanah
kubur, dan sebagainya. Sesudah hak yang pertama tadi di selesaikan, sisanya
barulah di pergunakan untuk biaya mengurus mayat.

✔ Hutang yang di tinggalkan oleh si mayat.

✔ Wasiat si mayat. Namun banyaknya tidak lebih dari sepertiga dari harta
penginggalan si mayat.

2.5.4 Bagian-bagian ahli waris


Dalam fiqih mawaris ada ilmu yang digunakan untuk mengetahui tata
cara pembagian dan untuk mengetahui siapa-siapa saja yang berhak mendapat
bagian, siapa yang tidak mendapat bagian dan berapa besar bagiannya
adalahilmu faroidl. Al- Faraaidh ) ‫ ( الفرائض‬adalah bentuk jamak dari kata Al-
Faridhoh) ‫ ( الفريضه‬yang oleh para ulama diartikan semakna dengan lafazh
mafrudhah, yaitu bagian-bagian yang telah ditentukan kadarnya. Ketentuan
kadar bagian masing-masing ahli waris adalah sebagai berikut:

Yang dapat 1/2:

1. Suami yang dapat seperdua (dari harta peninggalan isteri), bila si mayyit tidak
meninggalkan anak.

2. Seorang anak perempuan.

3. Cucu perempuan, karena ia menempati kedudukan anak perempuan menurut


ijma (kesepakatan) ulama'. Ibnu Mundzir berkata, "Para ulama sepakat bahwa
cucu laki-laki dan cucu perempuan menempati kedudukan anak laki-laki dan
anak perempuan. Cucu laki-laki sama dengan anak laki-laki, dan cucu
perempuan sama dengan anak perempuan, jika si mayyit tidak meninggalkan
anak kandung laki- laki."

55
4. dan 5. Saudara perempuan seibu dan sebapak dan saudara perempuan
sebapak.

Yang dapat 1/4: dua orang:


1. Suami dapat seperempat, jika isteri yang wafat meninggalkan anak.
2. Isteri, jika suami tidak meninggalkan anak

Yang dapat 1/8; hanya satu (yaitu):


dengan anak perempuan, jika si mayyit tidak meninggalkan anak kandung laki-
laki."

4. dan 5. Saudara perempuan seibu dan sebapak dan saudara perempuan


sebapak.

Yang dapat 1/4; dua orang:


1. Suami dapat seperempat, jika isteri yang wafat meninggalkan anak.

3. Isteri, jika suami tidak meninggalkan anak

Yang dapat 1/8; hanya satu (yaitu):


Istri dapat seperdelapan, jika suami meninggalkan anak
.

Yang dapat 2/3; empat orang

1 dan 2. Dua anak perempuan dan cucu perempuan (dari anak laki-laki).

3 dan 4. Dua saudara perempuan seibu sebapak dan dua saudara perempuan
sebapak.

Yang dapat 1/3; dua orang:


1. Ibu, jika ia tidak mahjub (terhalang).

2. Dua saudara seibu (saudara tiri) dan seterusnya.

Yang dapat 1/6; ada tujuh orang:


1. Ibu dapat seperenam, jika si mayyit meninggalkan anak atau saudara lebih
dari seorang.

2. Nenek, bila si mayyit tidak meningalkan ibu.

3. Seorang saudara seibu, baik laki-laki ataupun perempuan.

56
4. Cucu perempuan, jika si mayyit meninggalkan seorang anak perempuan:

5. Saudara perempuan sebapak, jika si mayat meninggalkan seorang saudara


perempuan seibu sebapak sebagai pelengkap dua pertiga (2/3), karena dikiaskan
kepada cucu perempuan, bila si mayyit meninggalkan anak perempuan.

6. Bapak dapat seperenam, jika si mayyit meninggalkan anak.


7. Datuk (kakek) dapat seperenam, bila si mayyit tidak meninggalkan bapak.

2.5.5 Sebab-sebab tidak mendapatkan harta waris


Ahli waris yang telah di sebutkan di atas semua tetap mendapatkan harta
waris menurut ketentuan-ketentuan yang telah di sebutkan, kecuali apabila ada
ahli waris yang lebih dekat pertaliannya kepada si mayit dari pada mereka.
Berikut akan di jelaskan orang-orang yang mendapat harta waris, atau bagiannya
menjadi kurang karena ada yang lebih dekat pertaliannya kepada si mayit dari
pada mereka.

1. Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), tidak mendapat harta waris karena
ada ibu, sebab ibu lebih dekat pertaliannya kepada yang meninggal dari pada
nenek. Begitu juga kakek, tidak mendapat harta waris selama bapaknya
masih ada, karena bapak lebih dekat pertaliannya kepada yang meninggal
dari pada kakek. jelaskan orang-orang yang mendapat harta waris, atau
bagiannya menjadi kurang karena ada yang lebih dekat pertaliannya kepada
si mayit dari pada mereka.
2. Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), tidak mendapat harta waris karena
ada ibu.sebab ibu lebih dekat pertaliannya kepada yang meninggal dari pada
nenek. Begitu juga kakek, tidak mendapat harta waris selama bapaknya
masih ada, karena bapak lebih dekat pertaliannya kepada yang meninggal
dari pada kakek.

Saudara seibu, tidak mendapatkan harta waris karena adanya orang yang di sebut
dibawah ini:

a. Anak, baik laki-laki maupun perempuan.

b. Anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan.

c. Bapak.

d. Kakek.

Saudara sebapak, saudara sebapak tidak mendapat harta waris dengan adanya
salah seorang dari empat orang berikut:

57
a. Bapak.

b. Anak laki-laki.

c. Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu laki-laki).

d. Sudara laki-laki yang seibu sebapak.

Saudara seibu sebapak. Saudara seibu sebapak tidak akan mendapatkan harta
waris apabila terhalang oleh salah satu dari tiga orang yang tersebut di bawah
ini:

a. Anak laki-laki.
b. Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu laki-laki)
c. Bapak

Tiga laki-laki berikut ini mendapatkan harta waris namun saudara perempuan
mereka tidak mendapat harta waris, yaitu:

a. Saudara laki-laki bapakipaman) mendapatkan harta waris. Namun, saudara


perempuan bapak (bibi) tidak mendapatkan harta waris.
b. Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki(anak laki-laki paman dari
bapak) mendapat harta waris. Namun , anak perempuannya tidak
mendapatkan harta waris.
c. Anak laki-laki saudara laki-laki mendapatkan harta waris. Namun, anak
perempuannya tidak mendapatkan harta waris.

Pengertian Aulu
"Aulu artinya jumlah beberapa ketentuan lebih banyak daripada satu
bilangan, atau berarti jumlah pembilang dari beberapa ketentuan lebih banyak
dari pada kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut-penyebutnya.

Umpamanya ahli waris adalah suami dan dua saudara seibu sebapak,
maka suami mendapat ketentuan 1/2, dua saudara perempuan mendapat 2/3
sedangkan kelipatan persekutuan terkecil dari 2 dan 3 adalah 6. Kita jadikan 3/6
untuk suami dan 4/6 untuk kedua saudara perempuan. Jadi jumlah pembilang
keduanya adalah 7, sedangkan penyebut keduanya hany 6. Disini nyata bahwa
pembilang lebih banyak dari penyebut. Apabila terdapat masalah seperti ini,
harta hendaknya kita bagi tujuh bagian: tiga bagian untuk suami dan empat
bagian untuk kedua saudara perempuan. Sebenarnya keduan macam ahli waris
ini tidak mengambil seperti ketentuan masing-masing, tetapi keadilan memaksa
menjalankan seperti tersebut.

Contoh yang kedua: Ahli waris adalah istri, ibu, dua saudara perempuan
seibu sebapak atau sebapak, dan seorang saudara seibu(baik laki-laki maupun

58
perempuan). Ketentuan masing-masing adalah intri mendapar 1/4, ibu mendapat
1/6, dua saudara perempuan mendapat 2/3 dan seorang saudara seibu mendapat
1/6. Kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut beberapa ketentuan tersebut
adalah 12, kita atur sebagai berikut: 1/4+1/6+2/3+1/6-3/12+2/12+8/12+2/12-
15/12. Jadi, harta perlu di bagi 15 bagian: 3 bagian dari 15 bagian untuk istri, 2
bagian untuk ibu, 8 bagian untuk dua orang saudara perempuan, 2 bagian untuk
saudara seorang seibu. Berarti tiap-tiap bagian itu di hitung dari 15, bukan dari
12, sedangkan ketentuan masing-masing hendaknya di ambil dari 12, tetapi
dalam masalah 'aulu masing-masing hanya mengambil dari 15. inilah yang
dimaksud dengan 'aulu. Terjadinya karena banyaknya ahli waris sehingga
jumlah ketentuan mereka lebih banyak dari pada satu bilangan, buktinya
pembilang lebih banyak dari penyebut.

2.5.6 Hal-hal yang menghalangi waris


Pada umum hal-hal yang bisa menjadi penghalang mewarisi itu ada tiga
macam, yaitu:
A. Pembunuhan.
Pembunuhan adalah sesuatu perbuatan yang mutlak menjadi penghalang
waris, karena adanya dalil yang kuat dari hadis Rasulullah SAW, Yang Artinya:"
Tidak berhak sipembunuh mendapat sesuatupun dari harta warisan (Hadis
Riwayat an-Nasa'i dengan isnad yung sahihj".[22]

Imam Syafi'i memberikan contoh pembunuhan yang dapat menjadi


penghalang
sipembunuh mendapat sesuatupun dari harta warisan (Hadis Riwayat an-Nasa'
dengan isnad yang sahih)".1221

Imam Syafi'i memberikan contoh pembunuhan yang dapat menjadi


penghalang mewarisi sebagai berikut:

a. Hakim yang menjatuhkan hukuman mati, tidak dapat mewarisi harta orang
yang telah dijatuhi hukuman mati.

b. Algojo yang menjalankan tugas membunuh tidak dapat mewarisi harta


orang peninggalan pesakitan yang dibunuhnya.

c. Seseorang yang memberikan persaksian (sumpah) palsu, tidak dapat


mewarisi harta peninggalan orang yang menjadi korban persaksian palsunya
1231

B. Berbeda Agama.
Adapun yang dimaksudkan dengan berbeda agama adalah agama yang
dianut antara waris dengan muwaris itu berbeda. Sedangkan yang dimaksud
dengan berbeda agama dapat menghalangi kewarisan adalah tidak ada hak saling

59
mewarisi antara seorang muslim dan kafir (non Islam), orang Islam tidak
mewarisi harta orang non Islam demikian juga sebaliknya.

C Perbudakan.
Secara umum, mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak terhalang
menerima warisan, karena budak (hamba sahaya) secara yuridis tidak cakap
dalam melakukan perbuatan hukum, sedangkan hak kebendaannya dikuasai oleh
tuannya. Sehingga ketika. tuannya meninggal, maka seorang budak tidak berhak
untuk mewarisi, karena pada hakekatnya seorang budak juga merupakan "harta"
dan sebagai harta maka dengan sendirinya benda itu bisa diwariskan.

D Berlainan Negara
Perbedaan negara dilihat dari segi ilmu waris adalah perbedaan negara
jika telah memenuhi 3 kriteria sebagai berikut:

1. Angkatan bersenjata yang berbeda, artinya masing-masing di bawah


komando yang berbeda.Kepala negara yang berbeda.
2. Tidak ada ikatan satu dengan yang lainnya, artinya tidak ada Kerjasama
diplomatik yang terjalin antar keduanya.
3. Angkatan bersenjata yang berbeda, artinya masing-masing di bawah
komando yang berbeda.Kepala negara yang berbeda.

E. Tidak ada ikatan satu dengan yang lainnya, artinya tidak ada kerjasama
diplomatik yang terjalin antar keduanya.

Sedangkan yang menjadi penghalang mewarisi dalam Kompilasi


Hukum Islam (KHI), yaitu beda agama (pasal 171 hurufe dan pasal 172 KHI),
membunuh, percobaan pembunuhan, penganiayaan berat terhadap pewaris dan
memfitnah (pasal 173 KHI). Adapun persoalan agama menjadi sangat esensial
sehingga harus ada penegasan bahwa perbedaan agama akan menghilangkan
hak waris, namun hal ini juga tidak kita temukan dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI) buku kedua. Sedangkan pewaris dalam ketentuan hukum kewarisan Islam
adalah bergama Islam, maka secara otomatis ahli waris juga beragama Islam.
Sebagaimana Pasal 171 huruf e Kompilasi Hukum Islam (KHI) berbunyi:

"Ahli waris ialah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan
darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak
terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris."

Dan sebagai indikasi bahwa ahli waris tersebut beragama Islam, telah dijelaskan
dalam pasal 172 KHI yang berbunyi:

60
"Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari kartu identitas atau
pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau
anak yang belum dewasa beragama menurut ayahnya atau lingkungannya."

Sedangkan penghalang mewarisi yang berupa pembunuhan, percobaan


pembunuhan, penganiayaan berat pewaris dan memfitnah telah dijelaskan
dalam pasal 173 KHI yang berbunyi:

"Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:

1. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya


berat pada pewaris.

2. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa bahwa


pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5
tahun.penjara atau hukuman yang lebih berat."

3. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya


berat pada pewaris.

4. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa bahwa


pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5
tahun penjara atau hukuman yang lebih berat."

2.5.7 Pengertian Wasiat


Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan di
jalankan sesudah seseorang meninggal dunia. Hukum wasiat adalah
sunnah.

Rukun wasiat adalah sebagai berikut:

a. Ada orang yang berwasiat.

b. Ada yang menerima wasiat.

c. Sesuatu yang di wasiatkan.

d. Lafadz(kalimat) wasiat, yaitu kalimat yang dapat dipahami untuk wasiat.


Sebanyak-banyak wasiat adalah sepertiga dari harta, tidak boleh lebih
kecuali apaila di izinkan oleh semua ahli waris sesudah orang yang berwasiat
meninggal.

61
Wasiat hanya di tujukan kepada orang yang bukan ahli waris. Adapun kepada
ahli waris, wasiat tidak sah kecuali apabila di ridhoi oleh semua ahli waris yang
lain sesudah meninggalnya yang berwasiat

Syarat orang yang di serahi menjalankan wasiat, yaitu:

1. Beragama Islam.
2. Baligh.
3. Berakal.
4. Merdeka.
5. Amanah
6. Cakap untuk menjalankan sebagaimana yang di kehendaki oleh yang
berwasiat

62
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan makalah ini menegaskan pentingnya praktik ibadah
dalam aspek zakat, haji, umrah, penyembelihan, pengurusan jenazah, dan
waris dalam membangun spiritualitas dan keadilan sosial umat Islam.
Melalui pemahaman mendalam dan pelaksanaan yang konsisten terhadap
aspek-aspek tersebut, umat Islam dapat menguatkan ikatan keagamaan dan
kemanusiaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa praktik ibadah dalam
aspek zakat, haji dan umrah, pengurusan jenazah, penyembelihan, dan waris
membentuk landasan kuat dalam kehidupan spiritual dan sosial umat Islam.
Melalui ketaatan dalam menjalankan kewajiban-kewajiban tersebut,
diharapkan kita tidak hanya mendapatkan keberkahan dalam hidup ini, tetapi
juga membangun fondasi keadilan, kasih sayang, dan solidaritas di antara
sesama. Semoga kesadaran akan nilai-nilai ini dapat terus tumbuh, dan
praktik ibadah kita menjadi ladang amal yang membawa kebaikan bagi diri
sendiri dan Masyarakat selain itu semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan dan inspirasi untuk lebih mendalami nilai-nilai spiritual dalam
menjalani kehidupan sehari-hari.

3.2 Saran
Saran yang dapat diambil dari pembahasan ini adalah pentingnya
edukasi yang lebih intensif mengenai kewajiban-kewajiban ibadah tersebut,
baik melalui pendekatan formal di lembaga-lembaga pendidikan maupun
melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Selain itu, mendorong kolaborasi
antara pemerintah, lembaga keagamaan, dan organisasi masyarakat civil
untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pelaksanaan praktik ibadah
dengan baik.

63
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Aspek Hukum Dalam Muamalat (Depok: Graha Ilmu, 2007), Cet. 1, h.153

Gusfahmi, Pajak Syari’ah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Cet. 1, h.103

Sa’ad Yusuf Abdul Aziz, Sunnah dan Bid’ah, alih Bahasa oleh H. Masturi Irham Lc,dkk,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2008), Cet.4,h. 345

Abdullah bin Abdurrahman, Syarah Bulughul Marom, alih Bahasa oleh Thahirin Suparta dkk,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), Cet.1, h. 308

Ibnu Qudamah, Al Mughni, alih Bahasa oleh Amir Hamzah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007),
Cet. 3, h.433

Indi Aunullah, Ensiklopedi Fikih untuk Remaja, (Yogyakarta: Pustaka Insan Mandani,2008),
h.314

Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana, 2003), h.37


Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta:Sahifa, 2014), h.591
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Bandung: Al-Ma’arif, 1997), h.126
Tim KKG PAI Kota Surabaya, Pendidikan Agama Islam SD (Surabaya: CV Citra Cemara,
2006), h.58
Ibnu Mas’ud, Fiqh Madzhab Syafi’I, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), h. 485
Dr. Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’ly, Ekonomi Zakat : Sebuah Kajian Moneter dan
Keuangan Syari’ah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2006), hal.3
Elsi Kartika Sari, S.H., M.H., Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta: PT Grasindo,
2006), h.24-34
Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern: Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat
(Malang: UIN-Maliki Press, 2010), h.37
Kementrian Agama, “UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat”
,https:/kemenag.go.id. diakses pada Sabtu, 12 September 2015,12:33 WIB
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah,(Jakarta: Gaya Media Pratama,2002), h. 178
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat: Kajian Berbagai Mazhab (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya,2008),h.294-308
Elsi Kartika Sari, S.H., M.H., Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf (Jakarta: PT Grafindo: 2006),
h.12-14
Pasha, Mustafa Kamal, Fiqih Islam (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri,2003)
H.E. Hasan Saleh. Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer,(Jakarta: Raja Gravindo Persada,
2008), h. 250

64
Syaikh Hasan Muhammad Ayyub, Panduan Beribadah Khusus Pria,(Jakarta: Al Mahira,
2008), h.768
Ali Ghufron, Tuntunan Berqurban & Menyembelih Hewan (Jakarta: Amzah, 2011), h.26
Abdullah. Mulyana, “Wujud Kedekatan Seseorang hamba dengan Tuhannya”,Jurnal
Pendidikan Agama Islam Ta’lim, Vol. 14, No. 1 (2016)
Sayyid Sabig, Fiqh Sunnah 13, (Bandung: Al ma’rif, 1987), hlm.158
Abdurrahman, Hukum Qurban, Aqiqah dan sembelihan, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2007). hlm. 6
M. Rizal.Qosim, Pengamalan Fiqih 1(Jakarta: Tiga Serangkai,2000),hlm.209
Mahmud Abdul Lathif Uwaidah, Al- Jami’ ‘u al- Akhamash-shalat,(Bogor: Pustaka Thariqul
Izzah, 2008),hlm.117
Zeid Husein, as Salatu “alal Mazahibil Arba’ah,(Bogor: PT Pustaka Utera Antar Nusa,
1994),hlm.429
Abdul Karim, Petunjuk Merawat Jenazah dan Shalat Jenazah,(Jakarta: Amzah,
2004),hlm.120
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, (Bandung: PT Alma’arif,1988),hlm. 96-101
Maftuh Ahnan, Risalah Shalat Lengkap, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2002), hlm. 119-123

65

Anda mungkin juga menyukai