Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Adon Nasurullah Jamaluddin, M.Ag
Disusun Oleh :
Intan Savitri 1238030018
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
limpahan Rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah menunjukkan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas Praktik Ibadah dan juga untuk
khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang semoga dapat
bermanfaat.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin.
Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan
masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini
mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama Dosen
Pengampu Praktik Ibadah yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.
Wa’alaikumsalam Wr.Wb
Penulis
i
DAFTAR ISI
................................................................................................................................ iii
ii
2.3.5 Hikmah Qurban ................................................................................ 33
2.3.6 Syarat-syarat Aqiqah ........................................................................ 33
2.3.7 Hikmah Aqiqah ................................................................................ 35
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertama, aspek zakat menjadi fokus esensial dalam praktik keagamaan, namun
masih terdapat kekurangan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya zakat
sebagai bentuk kepedulian sosial dan kesejahteraan umat. Sementara itu,
pelaksanaan haji dan umrah menghadapi tantangan terkait regulasi, keamanan, dan
tata kelola yang memerlukan perhatian lebih. Penyembelihan hewan dalam rangka
ibadah juga, seperti qurban, menimbulkan pertanyaan seputar etika, kesejahteraan
hewan, dan keberlanjutan lingkungan. Pengurusan jenazah, pada gilirannya,
melibatkan prosedur yang kompleks, dan pemahaman masyarakat terhadap aspek
1
ini dapat bervariasi, menciptakan kebutuhan akan pedoman yang jelas dan terkait
dengan aspek waris, permasalahan muncul dalam distribusi harta warisan dengan
adil sesuai ketentuan agama, sekaligus mempertimbangkan aspek legal dan sosial
dalam masyarakat modern.
Dalam latar belakang ini, penting untuk merenung tentang bagaimana umat
dapat menjaga kedalaman spiritualitas mereka di tengah kesibukan dan tekanan
kehidupan sehari-hari. Seiring waktu, muncul permasalahan seputar pemahaman,
praktik, dan nilai-nilai yang melandasi ibadah. Oleh karena itu, makalah ini
berusaha menyorot aspek-aspek tersebut dengan harapan dapat memberikan
wawasan mendalam dan solusi praktis bagi umat dalam menjalani ibadahnya di era
kontemporer.
Dengan memahami latar belakang masalah ini, diharapkan makalah ini dapat
memberikan wawasan yang mendalam dan solusi praktis bagi umat dalam
menjalani kehidupan keagamaan sehari-hari.
2
1.3 Tujuan Masalah
2. Untuk mengetahui pengertian ibadah dari aspek zakat, haji dan umroh,
penyembelihan, pengurusan jenazah, dan waris.
3. Untuk mengetahui kaifiyah dan hikmah beribadah dalam aspek zakat, haji dan
umroh, penyembelihan, pengurusan jenazah dan waris.
4. Untuk mengetahui macam-macam zakat.
5. Untuk mengetahui proses pelaksanaan Haji dan umroh.
6. Untuk mengetahui proses pelaksanaan penyembelihan hewan qurban dan
aqiqah.
7. Untuk mengetahui proses pelaksanaan dalam pengurusan jenazah.
8. Untuk mengetahui proses pelaksanaan dalam pembagian ahli waris serta wasiat.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Zakat
1
Muhammad, Aspek Hukum Dalam Muamalat (Depok: Graha Ilmu, 2007), Cet. 1, h.153
2
Gusfahmi, Pajak Syari’ah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Cet. 1, h.103
3
Sa’ad Yusuf Abdul Aziz, Sunnah dan Bid’ah, alih Bahasa oleh H. Masturi Irham Lc,dkk, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar,2008), Cet.4,h. 345
4
Abdullah bin Abdurrahman, Syarah Bulughul Marom, alih Bahasa oleh Thahirin Suparta dkk, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2006), Cet.1, h. 308
5
Ibnu Qudamah, Al Mughni, alih Bahasa oleh Amir Hamzah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), Cet. 3, h.433
6
Indi Aunullah, Ensiklopedi Fikih untuk Remaja, (Yogyakarta: Pustaka Insan Mandani,2008), h.314
7
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana, 2003), h.37
4
2.1.2 Macam-Macam Zakat
1. Zakat Fitrah
a. Pengertian Zakat Fitrah
pengertian fitrah ialah sifat asal, bakat, perasaan keagamaan dan perangai.
Sedangkan zakat fitrah adalah zakat yang berfungsi mengembalikan manusia muslim
dalam keadaan fitrahnya, dengan menyucikan jiwa mereka dari kotoran-kotoran (dosa-
dosa) yang disebabkan oleh pengaruh pergaulan dan sebagainya. Adapun dalil zakat
fitrah dalam QS. Al-A’la/87 : 14
Zakat fitrah adalah sejumlah harta yang wajib ditunaikan oleh setiap mukallaf
dan setiap orang yang nafkahnya ditanggung olehnya dengan syarat-syarat tertentu.
Zakat fitrah dikeluarkan oleh setiap umat islam yang hidup Sebagian bulan Ramadhan
dan Sebagian bulan Syawal,. Hukum zakat fitrah wajib bagi umat Islam baik laki-laki
maupun perempuan, besar kecil, merdeka maupun hamba9. Yang dikeluarkan dalam
zakat fitrah adalah makanan pokok (yang mengenyangkan) menurut tiap-tiap tempat
(negeri)sebanyak 3,1 liter atau 2,5kg, atau bisa diganti dengan uang senilai 3,1 liter atau
2,5kg makanan pokok yang harus dibayarkan.
2. Lahir dan hidup sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan Ramadhan.
3. Mempunyai kelebihan harta dari keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan wajib
dinafkahi, baik manusia atau Binatang, pada malam hari raya dan siang harinya. Yang
tidak mempunyai kelebihan seperti itu, maka boleh menerima dari orang lain sehingga
dia dapat membayar zakat dan mempunyai persediaan makanan10.
8
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta:Sahifa, 2014), h.591
9
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Bandung: Al-Ma’arif, 1997), h.126
10
Tim KKG PAI Kota Surabaya, Pendidikan Agama Islam SD (Surabaya: CV Citra Cemara, 2006), h.58
5
c. Waktu Zakat Fitrah
Waktu wajib membayar zakat fitrah adalah ketika terbenam matahri pada malam Idul
Fitri. Adapun beberapa waktu dan hukum membayar zakat fitrah pada waktu itu
adalah :
Zakat ini wajib dikeluarkan dalam bulan Ramadhan sebelum sholat ‘ied,
sedangkan bagi orang yang mengeluarkan zakat fitrah setelah dilaksanakan shalat ’ied
maka apa yang diberikan bukanlah termasuk zakat fitrah tetapi merupakan sedekah,
hal ini sesuai dengan hadis Nabi saw dari ibnu Abbas, ia berkata,“Rasulullah Saw
mewajibkan zakat fitrah itu sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari
perbuatan sia-sia dan perkataan yang kotor dan sebagai makanan bagi orang yag
miskin. Karena itu, barang siapa mengeluarkan sesudah shalat maka dia itu adalah
salah satu shadaqah biasa.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majjah).
Melewatkan pembayaran zakat fitrah sampai selesai shalat hari raya hukumnya
makruh karena tujuan utamanya membahagiakan orang-orang miskin pada hari
raya,dengan demikian apabila dilewatkan pembayaran hilanglah separuh
kebahagiannya pada hari itu.
11
Ibnu Mas’ud, Fiqh Madzhab Syafi’I, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), h. 485
6
mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta
temuan, emas dan perak serta hasil kerja (profesi). Masing-masing tipe memiliki
perhitungannya sendiri-sendiri12.
12
Dr. Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’ly, Ekonomi Zakat : Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Syari’ah
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2006), hal.3
7
kamu simpan untuk dirimu sendiri maka rasakanlah sekarang(akibat dari) apa yang
kamu simpan itu" (QS.at Taubah [9]:34-35).
Hadis Nabi SAW, "Tiadalah bagi pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan hak
(zakat)nya, melainkan di hari kiamat ia di dudukkan di atas pedang batu yang lebar
dalam neraka. Maka dibakar di dalam jahanam, disetrika dengannya pipi, kening, dan
punggung-nya. Setiap api itu padam, maka dipersiapkan lagi baginya (hal serupa)
untuk jangka waktu 50 ribu tahun, hingga selesai pengadilan umat manusia semuanya.
Maka ia melihat jalannya, apakah ke surga atau ke neraka" (HR. Muslim dari Abu
Hurairah).
Nishab zakat emas adalah 20 dinar, yakni setara dengan 85 gram emas murni,
sedangkan untuk nishab zakat perak adalah 200 dirham yaitu setara dengan 672 gram
perak, artinya jika seseorang telah memiliki emas atau perak yang nilainya mencapai
20 dinar atau 200 dirham dan telah memiliki selama satu tahun maka sudah terkena
kewajiban membayar zakat sebesar 2, 5%, sesuai dengan Hadis Nabi SAW, "Apabila
kamu telah memiliki 200 dirham (perak) dan telah mengalami ulang tahun (haul),
maka zakatnya 5 dirham. Dan kamu tidak mempunyai kewajiban apa-apa (maksudnya
mengenai emas) sehingga kamu telah memiliki 20 dinar dan telah mengalami ulang
tahun, maka zakatnya ½ dinar. Jika lebih, maka diperhitungkanlah seperti itu"
(HR.Abu Daud dari Ali Bin Abi Thalib ra).
Perhiasan wanita yang khsusus untuk pemakaian pribadi tidak wajib dizakati
selama tidak melebihi batas kewajaran antara wanita- wanita lain yang berada dalam
status sosial yang sama, sedangkan perhiasan yang melebihi batas kewajaran harus
dibayar zakatnya karena kepemilikan perhiasan sama dengan menimbun dan
menyimpan sesuatu harta. Seorang wanita harus membayar zakat perhiasan yang
sudah tidak di pakai lagi karena sudah lama atau sebab- sebab lainnya.
Perhiasan emas yang dipakai atau dimiliki oleh lelaki harus di- lakukan
pembayaran zakatnya, seperti gelang dan jam tangan, begitu pula wanita yang
memakai perhiasan lelaki harus membayar zakatnya karena haram bagi dirinya,
sementara cincin perak tidak dikenakan kewajiban zakat karena halal dipakai oleh
lelaki. Banyaknya zakat untuk perhiasan emas dan perak 2,5%.
Untuk segala macam bentuk simpanan uang seperti tabungan, deposito, cek,
obligasi, saham atau surat berharga lainnya termasuk dalam kategori penyimpanan
emas dan perak, sehingga penetapan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan
ketentuan zakat pada emas dan perak. Artinya jika seseorang memiliki bermacam-
8
macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama dengan nishab
(85 gram emas/672 gram) maka ia telah terkena kewajiban zakat (2,5%).
Demikian pula terhadap harta kekayaan lainnya seperti rumah, villa, tanah,
kendaraan, dan lain-lain yang melebihi keperluan menurut syara' atau dibeli atau
dibangun dengan tujuan investasi dan sewaktu-waktu dapat diuangkan. Pada emas dan
perak atau yang lain jika dipakai dalam bentuk perhiasan, asal tidak berlebihan maka
tidak diwajibkan zakat.
Para ulama sepakat bahwa tiada wajib zakat pada segala macam batu berharga
seperti berlian, akik, zamrud, mutiara, yakut, pirus, dan sebagainya tidak wajib
dizakati, kecuali jika diperdagangkan. Demikian juga rumah tempat kediaman dan
berbagai macam perabot- nya seperti mebel, radio televisi, lemari es, kendaraan, alat
industri, dan sebagainya semuanya itu tidak wajib dizakati kecuali bila diper-
dagangkan. Apabila perkakas dapur seperti sendok, garpu, piring, baki, cangkir, cerek,
dan sebagainya yang terbuat dari emas atau perak semuanya wajib dizakati.
Harta benda yang bersifat tetap seperti rumah sewa, losmen, ho- tel, taksi dan
sebagainya, semuanya itu tidak wajib dizakati, tetapi hasilnya jika telah sampai
senishab wajib dizakati.
9
perniagaan dihitunglah perniagaan/perdagangan itu, apabila cukup satu nishab maka
wajib dibayarkan zakatnya.
Bentuk-bentuk kekayaan yang dimiliki oleh suatu badan usaha tidak akan lepas
dari salah satu atau lebih dari tiga hal adalah
1. kekayaan dalam bentuk barang,
2. uang tunai atau simpanan di bank, dan
3. piutang.
Jadi, yang termasuk harta perniagaan yang wajib dizakati adalah ketiga bentuk
harta di atas setelah dikurangi dengan kewajibannya seperti pajak dan hutang yang
harus dibayar ketika sudah jatuh tempo.
3. hasil pertanian
"Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam- macam buahnya, zaitun,
dan delima yang serupa (bentuk dan warna- nya), serta tidak sama (rasanya).
Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah dan tunaikanlah
haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang berlebih-
lebihan" (QS. Al An'am [6]:141).
Nishab zakat hasil pertanian adalah lima wasq yang setara dengan 653 kg gabah/
520 kg beras. Jika hasil pertanian merupakan makanan pokok seperti beras, jagung,
gandum, kurma, dan lain-lain maka nishabnya setara dengan 653 kg gabah/520 kg
10
beras dari hasil per- tanian tersebut, tetapi jika hasil pertanian berupa buah-buahan,
sayur- sayuran, daun, bunga, dan lain-lain maka nishab disetarakan dengan harga
nishab makanan pokok yang paling utama di negara yang bersangkutan.
Untuk kadar zakat hasil pertanian jika diairi dengan air hujan, sungai, dan mata
air maka kadar zakatnya adalah 10% (sepuluh persen), sedangkan diairi dengan sistem
irigasi karena memerlukan biaya tambahan maka kadar zakatnya adalah 5% (lima
persen) sesuai dengan Hadis Nabi SAW, "Tidak ada sedekah(zakat) pada biji dan buah-
buahan sehingga sampai banyaknya lima wasaq" (Riwayat Muslim).
Dari Jabir, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Pada biji yang diairi dengan air
hujan maka zakatnya 1/10 bagian dan yang diairi dengan kincir atau ditarik oleh
binatang, zakatnya 1/20 (HR. Ahmadi, Mus- lim da Nasa'i).
Dalam sistem pertanian dewasa ini komponen biaya yang dikeluarkan oleh
petani tidak hanya sekedar air tetapi biaya-biaya lain seperti insektisida, pupuk,
perawatan, dan lain-lain. Oleh karena itu,kadar zakat tanaman dan buah-buahan yang
wajib dikeluarkan berbeda-beda mengikuti sistem yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan air (pengairan) adalah :
1. apabila pengairannya dilaksanakan tanpa mengeluarkan pem- biayaan, kadar zakat
yang wajib dikeluarkan 10%;
2. jika pengairannya dilaksanakan dengan mengeluarkan pembiayaan yang tinggi, seperti
mengikutsertakan tenaga manusia untuk mengatur sirkulasi airnya dengan
menggunakan peralatan atau harus membeli air, kadar zakat yang wajib dikeluarkan
5%;
3. jika pengairan dilaksanakan dengan menggunakan kedua sistem di atas, kadar zakat
wajib dikeluarkan adalah berdasarkan sistem yang lebih banyak digunakan, yaitu
7,5%;
4. jika sistem pengairannya tidak diketahui maka kadar zakat yang wajib dikeluarkan
sebanyak 10%.
11
a. Tanaman atau buah-buahan hijau dan kecil yang dimakan oleh pemilik tanaman sendiri
dan anggota keluarganya.
b. Tanaman yang dimakan oleh ternaknya yang digunakan untuk membajak tanah
pertanian.
c. Tanaman yang dimakan oleh orang yang melintasi daerah tanah pertanian.
d. Tanaman yang dihibahkan (dishadaqahkan) pemiliknya seperti memberikan buah-
buahan kepada orang fakir sepanjang tahun (yang disebut ariah).
4. hasil perternakan
Dasar hukum wajib zakat bagi binatang ternak berdasarkan Hadis Nabi yang
diriwayatkan oleh HR. Bukhari. Yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah ternak yang
telah dipelihara setahun di tempat penggembalaan dan tidak dipekerjakan sebagai
tenaga pengangkutan dan sebagainya. Sesuai dengan Hadis Nabi SAW, "Sapi-sapi yang
dipekerjakan tidak ada zakatnya" (HR.Ath Thabarani). Ditambahkan juga Hadis Nabi
SAW, "Unta dan sapi yang dipekerjakan di tanah pertanian dan sapi yang dipekerjakan
di ladang tidak ada zakatnya, karena ternak tersebut sebagai pekerja-pekerja tanah
pertanian dan ladang" (HR. Abu Ubaid). Jadi, ternak yang wajib dizakati antara lain
unta, sapi, kerbau, kuda (kecuali kuda tunggangan), kambing, domba, biri-biri, serta
jenis lainnya.
1. Kambing/Domba/Biri-biri
Nishab kambing/domba/biri-biri ialah 40 ekor, artinya bila sese- orang telah
memiliki 40 ekor kambing/domba/biri-biri maka ia telah terkena kewajiban zakat.
Berdasarkan Hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh HR. Bukhari dari Anas
bin Malik, dapat dirinci menjadi sebagai berikut:
a. dari jumlah 40 sampai 120 ekor, zakatnya satu ekor kambing;
b. dari jumlah 121 sampai 200 ekor, zakatnya dua ekor kambing;
c. dari jumlah 201 sampai 300 ekor, zakatnya tiga ekor kambing;
d. selanjutnya, setiap pertambahan 100 ekor, zakatnya satu ekor kambing.
12
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, "Tentang zakat kambing yang
digembalakan apabila ada 40 ekor sampai 120 ekor, zakat- nya seekor kambing;
apabila lebih dari itu sampai 200 ekor, zakatnya 2 ekor kambing; apabila lebih dari
200 sampai 300 ekor, zakatnya 3 ekor kambing; apabila lebih dari 399 ekor maka tiap-
tiap 100 ekor zakatnya seekor kambing" (Riwayat Ahmad Bukhari, dan Nasa'i).
13
2. Ternak Unggas (Ayam, Bebek, Burung, dan Lain-Lain) dan Perikanan
Mengenai nishab zakat ialah pada peternakan unggas dan perikanan yang tidak
ditetapkan berdasarkan jumlah (ekor) seperti sapi, kambing, domda, dan biri-biri,
tetapi dihitung berdasarkan skala usaha. Nishab zakat ternak unggas dan perikanan
ialah setara dengan 85 gram emas maka berkewajiban mengeluarkan zakat sebesar
2,5%. Dengan demikian, usaha beternak unggas atau perikanan dapat digolongan ke
dalam zakat perniagaan.
14
Tiap-tiap orang yang mendapat harta rikaz, yakni harta milik orang-orang
dahulu kala yang di tanam di dalam tanah dan wajib dikeluarkan zakatnya pada ketika
itu juga.
Adapun nishab harta rikaz tidak terbatas, wajiblah dikeluarkan zakatnya sebesar
seperlima (20%), sesuai dengan Hadis Nabi SAW. Rasul ditanya tentang barang
temuan dan beliau menjawab, "Apabila ditemukan pada jalan yang ramai atau pada
daerah yang berpenghuni maka umumkanlah selama satu tahun. Jika pemiliknya
datang maka harta itu menjadi haknya, jika pemiliknya tidak ada maka menjadi
milikmu. Tetapi, jika harta itu ditemukan pada jalan mati (tanah yang tidak bertuan)
atau daerah tak berpenghuni maka barang temuan tersebut tahanlah dan juga pada
rikaz wajib dikeluarkan seperlima (20%)" (H.R.Nasaai).
Untuk orang sebagai menggali tanah, yang merupakan pekerjaan sehari-hari
untuk mencari emas atau perak di gunung-gunung atau di tempat-tempat lain maka ia
wajib mengeluarkan zakat hanya 2.5%13
13
Elsi Kartika Sari, S.H., M.H., Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta: PT Grasindo, 2006), h.24-34
14
Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern: Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat (Malang: UIN-
Maliki Press, 2010), h.37
15
Kementrian Agama, “UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat” ,https:/kemenag.go.id. diakses pada
Sabtu, 12 September 2015,12:33 WIB
16
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah,(Jakarta: Gaya Media Pratama,2002), h. 178
15
2. Merdeka
Keharusan merdeka bagi wajib zakat menafikan kewajiban zakat terhadap
hamba sahaya. Hal ini sebagai konsekuensi dari ketiadaan hak milik yang diberikan
kepadanya. Hamba sahaya dan semua yang ada padanya menjadi milik tuannya.
Demikian halnya hamba sahaya yang telah diberikan kesempatan untuk
memerdekakan dirinya dengan tebusan, karena ini belum secara sempurna memiliki
apa yang ada padanya.
17
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama,2002), h.179
16
7. Muzakki adalah orang yang berkecukupan atau kaya
Zakat itu wajib atas si kaya yaitu orangyang mempunyai kelebihan dari
kebutuhan-kebutuhan yang vital bagi seseorang, seperti untuk makan, pakaian, dan
tempat tinggal. Zakat tersebut dibagikan kepada fakir miskin atau orang yang berhak
menerima zakat.
18
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat: Kajian Berbagai Mazhab (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2008),h.294-308
17
4. Penerima zakat bukan orang yang lazim diberi nafkah
Zakat tidak boleh diberikan kepada karib kerabat dan istri walaupun berada pada
masa ‘iddah, karena tindakan seperti ini akan menghalangi pemberian kepada orang
fakir dari satu segi, dan dari segi yang lain zakat itu akan kembali kepada dirinya
sendiri.
5. Penerima zakat akil dan baligh
Menurut mazhab Hanafi, zakat tidak boleh diterima oleh anak kecil yang
umurnya belum tujuh tahun dan tidak boleh diterima oleh orang gila, kecuali bila anak
kecil dan orang gila itu ada yang mengasuhnya. Mazhab Syafi’i mempersyaratkan
bahwa orang yang menerima zakat itu hendaknya yang sudah baligh, akil dan waras
pikirannya. Oleh karena itu, zakat tidak boleh diberikan kepada anak kecil, orang gila,
orang yang kurang waras pikirannya, kecuali jika orang-orang itu ada yang
mengasuhnya.
Mustahik adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat. Pada ayat 60
surat at-Taubah, dijelaskan kelompok-kelompok yang berhak menerima zakat, yaitu
firman Allah SWT:
ِ الر َقا
َ ب َوالغَ ِارمِ ينَ َوفِي
سبي ِل ِ علَيهَا َوالم َؤلَّفَ ِة قلوبهم وفِي
َ َِين َوالعَامِ ِلين
ِ ساكَ ص َد َقات لِلفقَ َراءِ َوال َم
َّ ِإنَّ َما ال
علِيم َحكِيم َ ّللا ِ َس ِبي ِل َف ِريضَة مِ ن
َّ للا َو َّ ّللا َواب ِن ال
ِ َّ
Artinya:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-
orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At- Taubah 60).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa penyaluran zakat itu hanya diserahkan kepada
delapan golongan, yaitu:
1. Fakir
2. Miskin
3. Amil
4. Mu'allaf
5. Riqab (budak)
18
6. Gharim (orang berhutang)
7. Sabilillah (jihad dijalan Allah)
8. Ibnu sabil (musafir, orang yang bepergian).
Zakat merupakan ibadah yang mengandung dua dimensi, ialah dimensi hablum
minallah dan dimensi minannas. Ada beberapa tujuan yang ingin di capai oleh Islam di balik
kewajiban zakat adalah sebagai berikut :
1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya ke luar dari kesulitan hidup dan
penderitaan.
2. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh gharim, ibnussabil dan mustahiq dan
lain-lainnya.
3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada
umumnya.
5. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin.
6. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat.
7. Mengembangkan rasa tanggungjawab sosial pada diri seseorang,terutama pada mereka yang
mempunyai harta.
8. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain
yang ada padanya.
Berdasarkan uraian di atas maka secara umum zakat bertujuan untuk menutupi
kebutuhan pihak-pihak yang memerlukan dari harta ke- kayaan sebagai perwujudan dari rasa
tolong-menolong antara sesama manusia beriman.
19
2.1.5 Hikmah dan Manfaat Zakat
Zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan umat manusia terutama Islam. Zakat
banyak hikmah, baik yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun
hubungan sosial kemasyarakatan di antara manusia adalah
1. menyucikan diri dari kotoran dosa, memurnikan jiwa, menumbuh- kan akhlak mulia menjadi
murah hati, memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, dan mengikis sifat bakhil (kikir), serta
serakah sehingga dapat merasakan ketenangan batin, karena terbebas dari tuntutan Allah dan
tuntutan kewajiban kemasyarakat;
2. menolong, membina, dan membangun kaum yang lemah untuk memenuhi kebutuhan pokok
hidupnya, sehingga mereka dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya terhadap Allah
SWT;
3. memberantas penyakit iri hati dan dengki yang biasanya muncul ketika melihat orang-orang
sekitarnya penuh dengan kemewahan, sedangkan ia sendiri tak punya apa-apa dan tidak ada
uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya;
4. menuju terwujudnya sistem masyarakat Islam yang berdiri di atas prinsip umat yang satu
(ummatan wahidatan), (persamaan derajat, hak, dan kewajiban (musawah), persaudaraan Islam
(ukhuwah islamiah), dan tanggung jawab bersama (takaful ijtimai);
6. mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan adanya hubungan seorang dengan
yang lainnya rukun, damai, dan harmonis, sehingga tercipta ketenteraman dan kedamaian lahir
dan batin.
Dalam Pasal 1 butir 2, zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim
atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada mereka yang berhak menerimanya. Setiap warga negara Indonesia yang beragama
Islam dan mampu atau badan yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan
zakat19.
19
Elsi Kartika Sari, S.H., M.H., Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf (Jakarta: PT Grafindo: 2006), h.12-14
20
2.2 Haji dan Umroh
Asal mula arti haji menurut lughah atau arti bahasa (etimologi) adalah "al-qashdu" atau
"menyengaja". Sedangkan arti haji dilihat dari segi istilah (terminologi) berarti bersengaja
mendatangi Baitullah (ka'bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara yang
tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh
syara', semata-mata mencari ridho Allah. Adapun umrah menurut bahasa bermakna ziarah.
Sedangkan menurut syara' umrah ialah menziarahi ka'bah, melakukan tawaf di sekelilingnya,
bersa'yu antara Shafa dan Marwah dan mencukur atau menggunting rambut.
Artinya :
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah
tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki
rumah-rumah dari belakangnya(116), akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang
bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada
Allah agar kamu beruntung. (QS. 2:189)
Pada ayat ini Allah mengajar Nabi Muhammad saw. menjawab pertanyaan sahabatnya
tentang guna dan hikmah "bulan" bagi umat manusia, yaitu untuk keperluan perhitungan waktu
dalam melaksanakan urusan ibadah mereka seperti salat, puasa, haji dan sebagainya dan juga
urusan dunia yang diperlukan. Allah menerangkan perhitungan waktu itu dengan perhitungan
bulan Qamariah, karena lebih mudah dari perhitungan menurut peredaran matahari (Syamsiah)
dan lebih sesuai dengan tingkat pengetahuan bangsa Arab pada zaman itu.
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa banyak dari golongan kaum Ansar apabila mereka
telah mengerjakan ihram haji, maka mereka tidak mau lagi memasuki rumah dari pintunya yang
biasa tetapi memasukinya dari belakang. Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa kebaktian
atau kebajikan itu bukanlah menuruti perasaan dan tradisi yang berbau khurafat, seperti
21
memasuki rumah dari belakang tetapi kebaktian atau kebajikan itu ialah bertakwa kepada Allah
swt. Dan ditetapkan kepada mereka agar memasuki rumah dari pintunya.
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji),
Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. Ayat di
atas merupakan dalil nagli dari diwajibkannya ibadah haji bagi setiap muslim yang memiliki
kemampuan untuk mengerjakannya. Haji hanya diwajibkan satu kali dalam seumur hidup,
sebagaimana yang telah dilakukan oleh nabi Muhammad SAW yang terkenal dengan sebutan
haji wada' pada tahun ke-10 hijriah.
a) Islam
b) Baligh
c) Berakal
d) Orang Merdeka
e) Mampu (Istitha'ah)
a) Islam
Beragama Islam merupakan syarat mutlak bagi orang yang akan melaksanakan
ibadah haji dan umrah. Karena itu orang-orang kafir tidak mempunyai kewajiban haji
dan umrah. Demikian pula orang yang murtad.
22
b) Baligh
Anak kecil tidak wajib haji dan umrah. Sebagaimana dikatakan oleh nabi Muhammad
SAW: yang artinya "Kalam dibebaskan dari mencatat atas anak kecil sampai ia menjadi baligh,
orang tidur sampai la bangun, dan orang yang gila sampai ia sembuh.
c) Berakal
Orang yang tidak berakal, seperti orang gila tidak diwajibkan berhaji ) Merdeka Budak
tidak wajib melakukan ibadah haji karena ia bertugas melakukan kewajiban yang dibebankan
oleh tuannya. Padahal menunaikan ibadah haji memerlukan waktu. Disamping itu budak itu
termasuk orang yang tidak mampu dari segi biaya, waktu dan lain-lain.
e) Kemampuan (Isthitho'ah)
Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ad-Daru Quthni Anar ra. Terdapat percakapan
sebagai berikut: yang artinya Rasulullah SAW ditanya: Apa yang dimaksud jalan (as-sabil,
mampu melakukan perjalanan) itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: Yaitu bekal dan
kendaraan.
Sedangkan yang dimaksud bekal dalam Fat-Hul Qorib disebutkan: Dan diisyaratkan
tentang bekal untuk pergi haji (sarana dan prasarananya) hal mana telah tersebut di atas tadi,
hendaklah sudah (cukup) melebihi dari (untuk membayar) hutangnya, dan dari (anggaran)
pembiayaan orang-orang, dimana biaya hidupnya menjadi tanggung jawab orang yang hendak
pergi haji tersebut. Selama masa keberangkatannya dan (hingga sampai) sekembalinya (di
tanah airnya).
Dan juga diisyaratkan harus melebihi dari (biaya pengadaan) rumah tempat tinggalnya
yang layak buat dirinya, dan (juga) melebihi dari (biaya pengadaan) seorang budak yang layak
buat dirinya (baik rumah, dan budak disini, apabila benar-benar dibuktikan oleh orang tersebut).
23
2. Rukun-rukun Ibadah Haji dan Umrah
Rukun Haji:
1) Ihram
Melaksanakan ihram disertai dengan niat ibadah haji dengan memakai pakaian
ihram.Pakaian ihram untuk pria terdiri dari dua helai kain putih yang tak terjahit dan tidak
bersambung semacam sarung. Dipakai satu helai untuk selendang panjang serta satu helai
lainnya untuk kain panjang yang dililitkan sebagai penutup aurat. Sedangkan pakaian ihram
untuk kaum wanita adalah berpakaian yang menutup aurat seperti halnya pakaian biasa
(pakaian berjahit) dengan muka dan telapak tangan tetap terbuka.
Yakni menetap di Arafah, setelah condongnya matahari (kea rah Barat) jatuh pada hari
ke-9 bulan dzulhijjah sampai terbit fajar pada hari penyembelihan kurban yakni tanggal 10
dzulhijjah.
3) Thawaf
Yang dimaksud dengan Thawaf adalah mengelilingi ka'bah sebayak tujuh kali, dimulai
dari tempat hajar aswad (batu hitam) tepat pada garis lantai yang berwarna coklat, dengan posisi
ka'bah berada di sebelah kiri dirinya (kebalikan arah jarum jam).
Macam-macam Thawaf :
a. Thawaf Qudum yakni thawaf yang dilaksanakan saat baru tiba di Masjidil Haram dari
negerinya.
b. Thawaf Tamattu' yakni thawaf yang dikerjakan untuk mencari keutamaan (thawaf sunnah)
c. Thawaf Wada' yakni thawaf yang dilaksanakan ketika akan meninggalkan Makkah menuju
tempat tinggalnya.
24
d. Thawaf ifadha yakni thawaf yang dikerjakan setelah kembali dari wukuf di Arafah. Thawaf
ifadha merupakan salah satu rukun dalam ibadah haji.
Sai adalah lari-lari kecil sebayak tujuh kali dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di
bukit Marwah yang jaraknya sekitar 400 meter.Sai dilakukan untuk melestarikan pengalaman
Hajar, ibunda nabi Ismail yang mondar-mandir saat ia mencari air untuk dirinya dan putranya,
karena usaha dan tawakalnya kepada Allah, akhirnya Allah memberinya nikmat berupa
mengalirnya mata air zam-zam.
5) Tahallul
Tahallul adalah menghalalkan pada dirinya apa yang sebelumnya diharamkan bagi
dirinya karena sedang ihram. Tahallul ditandai dengan memotong rambut kepala beberapa helai
atau mencukurnya sampai habis (lebih afdol)
6) Tertib Berurutan
Sedangkan Rukun dalam umrah sama dengan haji yang membedakan adalah dalam
umrah tidak terdapat wukuf.
Wajib haji dan umrah adalah ketentuan-ketentuan yang wajib dikerjakan dalam ibadah
haji dan umrah. tetapi jika tidak dikerjakan haji dan umrah tetap sah namun harus mambayar
dam atau denda. Adapun Wajib wajib haji adalah sebagai berikut:
Dalam melaksanakan ihram ada ketentuan kapan pakaian ihram itu dikenakan dan dari
tempat manakah ihram itu harus dimulai. Persoalan yang membicarakan tentang kapan dan
dimana ihram tersebut dikenakan disebut miqat atau batas yaitu batas-batas peribadatan bagi
ibadah haji dan atau umrah.
25
Macam-macam migat menurut Fah-hul Qarib
1. Miqat zamani (batas waktu) pada konteks (yang berkaitan untuk memulai niat ibadah
haji, adalah bulan Syawal, Dzulqa'dah dan 10 malam dari bulan dzilhijjah (hingga
sampai malam hari raya qurban). Adapun (miqat zamani) pada konteks untuk niat
melaksanakan "Umrah" maka sepanjang tahun itu, waktu untuk melaksanakan ihram
umrah.
2. Miqat makany (batas yang berkaitan dengan tempat) untuk dimulainya niat haji bagi
hak orang yang bermukim (menetap) di negeri makkah, ialah kota makkah itu sendiri.
Baik orang itu penduduk asli makkah, atau orang perantauan. Adapun bagi orang yang
tidak menetap di negeri makkah, maka:
a. Orang yang (datang) dari arah kota Madinah as-syarifah, maka miqatnya ialah
berada di (daerah) "Dzul Halifah"Orang yang (datang) dari arah negeri Syam
(syiria), Mesir dan Maghribi, maka miqatnya ialah di (daerah) "Juhfah"
b. Orang yang (datang) dari arah Thihamatil Yaman, maka miqatnya berada di daerah
"Yulamlam".
c. Orang yang (datang) dari arah daerah dataran tinggi Hijaz dan daerah dataran tinggi
Yaman, maka miqatnya ialah berada di bukit "Qaarn".
d. Orang yang (datang) dari arah negeri Masyrik, maka miqatnya berada di desa
"Dzatu "Irq".
b. Melempar Jumrah
Wajib haji yang ketiga adalah melempar jumrah "Aqabah", yang dilaksanakan pada
tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah bermalam di Mudzalifah, Jumrah sendiri artinya bata kecil atau
kerikil, yaitu kerikil yang dipergunakan untuk melempar tugu yang ada di daerah Mina. Tugu
yang ada di Mina itu ada tiga. buah, yang dikenal dengan nama jamratul Aqabah, Al-Wustha,
dan ash-Shughra (yang kecil). Ketiga tugu ini menandai tepat berdirinya 'Ifrit (iblis) ketika
menggoda nabi Ibrahim sewaktu akan melaksanakan perintah menyembeliih putra
tersayangnya Ismail as, di jabal-qurban semata-mata karena mentaati perintah Allah SWT.
Di antara ketiga tugu tersebut maka tugu jumratul 'Aqabah atau sering juga disebut
sebagai jumratul kubra adalah tugu yang terbesar dan terpenting yang wajib untuk dilempari
dengan tujuh buah kerikil pada tanggal 10 Dzulhijjah.
26
c. Mabit di Mudzalifah
Wajib haji yang kedua adalah bermalam (mabit) di mudzalifah pada malam tanggal 10
Dzulhijjah, sesudah menjalankan wuquf di Arafah.
d. Mabid di Mina
Wajib haji keempat adalah bermalam (mabid) di mina pada hari Tasyrik, yaitu pada
tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah. Sedangkan wajib umrah adalah sebagai berikut:
1. Ihram dari tempat yang telah ditentukan (miqat makani). Sedang miqat zamaninya tidak
ditentukan karena ibadah umrah dapat dikerjakan sepanjang tahun.
2. Menjauhkan diri dari segala yang diharamkan bagi orang yang sedang melaksanakan umrah
atau haji.
Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fighis Sunnah Wal
Kitabil 'Aziz, atau Al- Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-
Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), him. 503-504.
Ibadah haji bisa batal disebabkan oleh salah satu dari kedua hal berikut:
Adapun jima' yang dilakukan pasca melontar jamrah 'aqabah dan sebelum thawaf
ifadhah, maka tidak dapat membatalkan ibadah haji, sekalipun yang bersangkutan berdosa.
Namun sebagian di antara mereka berpandapat bahwa ibadah haji tidak bisa dianggap batal
karena melakukan jima', sebab belum didapati dalil yang menegaskan kesimpulan ini.
Manakala ibadah haji kita batal disebabkan oleh salah satu dari dua sebab ini, maka
pada tahun berikutnya masih diwajibkan menunaikan ibadah haji, bila mampu20.
20
Pasha, Mustafa Kamal, Fiqih Islam (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri,2003)
27
2.2.6 Hikmah Pelaksanaan Haji dan Umroh
2. Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT karena dalam ibadah tersebut
diliputi dengan penuh kekhusyu’an
4. Ibadah haji adalah sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap mental dan
akhlak yangmulia.5.
5. Ibadah haji adalah merupakan pernyataan umat islam seluruh dunia menjadi
umat yang satukarena mempunyai persamaan atau satu akidah.6.
6. Ibadah haji merupakan muktamar akbar umat islam sedunia, yang peserta-
pesertanya berdatangan dari seluruh penjuru dunia dan Ka’bahlah yang menjadi
symbol kesatuan dan persatuan.
7. Memperkuat fisik dan mental, kerena ibadah haji maupun umrah merupakan
ibadah yang berat memerlukan persiapan fisik yang kuat, biaya besar dan
memerlukan kesabaran sertaketabahan dalam menghadapi segala godaan dan
rintangan.
21
Zarkasyi, Imam.Pelajaran Fiqih (Ponorogo: Trimurti press, 1995)
28
2.3 Penyembelihan
2. Pengertian Aqiqah
Menurut bahasa, Aqiqah berati menyembelih atau memotong, sedangkan
menurut istilah, aqiqah adalah menyembelih hean sebagai rasa syukur kepada Allah
atasa kelahiran anak. Penyembelihan hewan aqiqah ini disertai dengan pencukuran
rambut anak dan pemberian nama jika dilaksanakan sebelum diberi nama. Aqiqah
hukumnya sunnah bagi orang tua hal ini sesuai dengan sebuah hadist Nabi
Muhammad saw. Besabda sebagai berikut yang artinya "anak yang baru lahir itu
tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih baginya pada hari ke 7, yang dicukur
rambutnya, dan diberi nama." (HR Ahmad dan Timidzi).
22
H.E. Hasan Saleh. Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer,(Jakarta: Raja Gravindo Persada, 2008), h. 250
23
Syaikh Hasan Muhammad Ayyub, Panduan Beribadah Khusus Pria,(Jakarta: Al Mahira, 2008), h.768
24
Ali Ghufron, Tuntunan Berqurban & Menyembelih Hewan (Jakarta: Amzah, 2011), h.26
25
Ibid 23
29
Hukum aqiqah adalah sunnah muakad. Aqiqah bagi anak laki-laki dengan dua
ekor kambing, sedangkan bagi wanita dengan seekor kambing. Apabila mencukupkan
diri dengan seekor kambing bagi anak laki-laki, itu juga diperbolehkan. Anjuran
aqiqah ini menjadi kewajiban ayah (yang menanggung nafkah anak). Apabila ketika
waktu dianjurkannya aqiqah misalnya tujuh hari kelahiran, orang tua dalam keadaan
fakir (tidak mampu), maka ia tidak diperintahkan untuk aqiqah karena Allah
berfirman yang artinya: "bertawalah kepada Allah semampu kalian. (QS. At
taghobun:16).
1. Sunnah Ainiyah yaitu: Sunnah yang di lakukan oleh setiap orang yang
mampu.
2. Sunnah Kifayah, yaitu: Disunnahkan dilakukan oleh sebuah keluarga
dengan menyembelih 1 ekor atau 2 ekor untuk semua keluarga yang ada
di dalam rumah.
Hukum Qurban menurut imam abu hanifah adalah wajib bagi yang mampu.
Perintah qurban datang pada tahun ke-2 (dua) Hijriyah. Adapun qurban bagi Nabi
Muhammad SAW adalah wajib, dan ini adalah hukum khusus bagi beliau.
26
Abdullah. Mulyana, “Wujud Kedekatan Seseorang hamba dengan Tuhannya”,Jurnal Pendidikan Agama Islam
Ta’lim, Vol. 14, No. 1 (2016)
30
Ulama telah Ijma' (sepakat) bahwa hewan qurban itu hanya dapat diambil dari
hewan. ternak. Mereka juga sepakat bahwa yang lebih utama adalah unta, sapi kerbau,
kambing/domba demikianlah urutanya. Alasanya adalah karena unta lebih banyak
manfaatnya (karna lebih banyak dagingnya) bagi fakir miskin, dan demikianlah juga
sapi lebih banyak manfaanya dibanding kambing27.
Dari ungkapan tersebut dapat disimpulkan bahwa hewan qurban yang paling
utama adalah unta kemudian sapi untuk jatah qurban satu orang, bukan untuk
patungan, kemudian domba, lalu kambing lokal, baru kemudian satu unta untuk
patungan tujuh orang (sepertujuh unta), lalu sepertujuh sapi.
Hewan hewan tersebut dianggap memadai untuk berqurban "dari Jabir bahwa
Rasulullah saw bersabda, janganlah kalian menyembelih (qurban) kecuali musinnah.
Kecuali apabila itu menulitkan bagi kalian boleh menyembelih domba Berikut ini
adalah umur minimal hewan yang diperbolehkan untuk qurban.
Ibadah qurban yang paling utama yaitu bagi orang dewasa atau
seseorang yang telah baligh dan berakal sehat. Oleh karena itu, seseorang yang
belum baligh atau tidak berakal sehat tidak memiliki beban untuk berqurban.
27
Ibid. hlm.112
31
2. Tata cara penyembelihan kurban :
a) Membaca Bismillah.
b) Membaca Shalawat Nabi Allahumma shalli ala sayyidina muhammad wa ala ali
sayyidina Muhammad.
c) Menghadap kiblat
.
3. Syarat pembagian daging saat kurban
Menurut para ulama, jika kamu diwajibkan untuk melakukan ibadah kurban,
maka daging kurban harus seluruhnya diberikan kepada orang-orang yang kurang
mampu. Orang yang berkurban tersebut tidak boleh mengambil sedikit pun daging
kurbanya. Sementara itu, orang yang tidak wajib berkurban tetapi tetap melakukan
kurban atau ibadah kurbanya sunnah dianjurkan untuk memakan sebagian dari daging
kurbanya. Bagi orang yang melaksanakan ibadah kurban sunnah, berikut adalah syarat
pembagian daging kurbannya;29
a) 1/3 daging bagi orang yang berkurban.
b) 1/3 daging untuk sedekah pada seseorang yang kurang mampu berkurban.
28
Sayyid Sabig, Fiqh Sunnah 13, (Bandung: Al ma’rif, 1987), hlm.158
29
Abdurrahman, Hukum Qurban, Aqiqah dan sembelihan, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2007). hlm. 6
32
2.3.5 Hikmah Qurban
33
2. Orang yang di aqiqahi
Para ulama sepakat bahwa orang di aqiqahi adalah anak yang baru lahir, hal
ini berdasarkan hadist yang menyatakan bahwa aqiqah itu dilakukan pada hari
ke-7 dari kelahiran anak. Orang yang melaksanakan aqiqah adalah orang tua
dari anak yang baru lahir tesebut.
3. Jumlah hewan untuk aqiqah
Jumlah hewan untuk aqiqah mayoritas ulama berpendapat bahwa untuk anak
laki- laki sebanyak 2 ekor kambing atau domba dan untuk anak perempuan
sebanyak 1 ekor kambing atau domba.
4. Waktu penyembelihan hewan aqiqah
Penyembelihan hewan aqiqah sebaiknya dilaksanakan pada hari ke 7 dari
kelahiran bayi. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa jika pada hari ke 7
tersebut sebelum mampu melaksanakan aqiqah untuk anaknya, Sayyidah
Aisyah ra dan Imam Ahmad berpendapat bahwa aqiqqah bisa dilaksanakan
pada hari ke 14, ataupun hari ke 21. Jika pada hari itu juga belum mampu,
boleh dilakukan kapan saja saat yang bersangkutan sudah mampu. Kewajiban
aqiqah menjadi gugur apabila bayi meninggal sebelum usia 7 hari.
5. Penyembelihan hewan aqiqah
Penyembelihan hewan aqiqah sama dengan penyembelihan hewan kurban,
namun tujuannya berbeda, yaitu sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang
dianugrahkan Allah swt dengan lahirnya sang anak.
6. Membaca Do’a
Selain membaca basmallah, takbir, dan shalawat, disunnahkan juga berdoa saat
menyembelih hewan aqiqah. Allahuma minka wa illa ika, allahuma inna
hadzihi aqiqotu fulan. Artinya: Ya Allah ini darimu dan untukmu, ya allah
sesungguhnya ini aqiqahnya fulan.
7. Daging aqiqah dimasak dan disedehkahkan
Sebaiknya daging aqiqah diberikan dalam kondisi yang sudah dimasak. Orang
tua yang melaksanakan aqiqah untuk anaknya boleh memakan daging aqiqah
tersebut, menghadiahkan sebagian dagingnya kepada saabat-sahabatnya, dan
menyedekahkan sebagian lagi kepada kaum muslimin. Boleh juga
mengundang kerabat dan tetangga untuk menyantapnya, serta boleh juga
disedekahkan semuanya.
8. Pemotongan rambut bayi
Penyembelihan hewan, selanjutnya upacara pemotongan rambut bayi dan
duberikan nama yang sebaik-baiknya pelaksanaan pemotongan rambut ini oleh
Rasulullah saw disunnahkan dilakukan pada hari ke 7 dari hari kelahiran. Hal
ini menurut jumhur ulama memiliki status hukum sunnah muakkad atau
sunnah yang diutamakan (semi wajib).
9. Memberi nama bayi yang baik
Untuk pemberian nama bayi dilakukan pada hari ke 7. Yaitu bersamaan dengan
aqiqah dan dicukur rambutnya. Namun diperbolehkan juga memberi nama
bayi sebelum hari ke 7 atau bahkan setelah hari ke7
34
10. Dalam Madzhab Syafi'l selain di Tahnik juga disunnahkan untuk mendoakan
sang bayi yang baru lahir setelah ditahnik.
35
2.4 Pengurusan Jenazah
30
M. Rizal.Qosim, Pengamalan Fiqih 1(Jakarta: Tiga Serangkai,2000),hlm.209
31
Mahmud Abdul Lathif Uwaidah, Al- Jami’ ‘u al- Akhamash-shalat,(Bogor: Pustaka Thariqul Izzah,
2008),hlm.117
36
tersebut tidak dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari
mereka dengan memakai lapis tangan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW,
yakninya:
اذ ما تت المرأة مع الرجال ليس معجم امرأة غيرها و الرجل مع النساء ليس معهن رجل
(غيره فأنهما بيسمان و يد فنان و هما بمنزلة من لم يجد الماء ) رواه ه بو داود و البيحقی
3) Jenazah tersebut bukan mati syahid (mati dalam peperangan membela agama
Allah).
32
Zeld Husein,as Salatu “alal Mazahibil Arba’ah, (Bogor: PT Pustaka Utera Antar Nusa, 1994),hlm. 429
37
c. Tempat Memandikan
Tempat yang akan dipergunakan untuk memandikan mayit hendaknya
tertutup atau amandari pandangan mata. Bisa di dalam rumah, atau di halaman rumah
namun dibatasi dengan tutup. Usahakan mayit dimandikan di atas dipan, agar mayit
tidak mudah terkena percikan air. Juga dianjurkan membakar kemenyan di sekitar
tempat memandikan untuk menolak bau yang dimungkinkan keluar dari badan
mayit. Orang yang tidak punya tugas atau kepentingan, sebaiknya dilarang
memasuki tempat memandikan mayit. Hal ini untuk menjaga kerahasiaan mayit.
d. Air untuk Memandikan
Air yang dipakai adalah air mutlak (suci menyucikan). Dianjurkan
menggunakan air laut, karena bisa memperlambat proses pembusukan. Namun, bila
berada di daerah yang sangat dingin, atau di tubuh mayit terdapat kotoran yang sulit
dihilangkan, maka lebih baik menggunakan air hangat.
e. Persiapan Sebelum Memandikan Jenazah
Sebelum memandikan jenazah, maka harus dilakukan beberapa persiapan,
adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum proses pemandian adalah:
1) Sabun atau bahan lainnya untuk membersihkan tubuh si jenazah
2) Air bersih secukupnya untuk proses memandikan. Boleh memakai air
yang dialiri oleh selang, boleh juga menyiapkan air menggunakan ember
besar asal cukup.
3) Tempat memandikan jenazah, jangan terbuka, agak tinggi, kuat serta tahan
air.
4) Handuk untuk mengeringkan tubuh dan rambut si jenazah.
5) Kapas, kapur barus, daun bidara, atau wewangian yang lain serta bedak.
6) Kain kafan, dipersiapkan tergantung jenis kelamin. Tambahan (jika
diperlukan):
Masker dan kaos tangan untuk memandikan jenazah agar terhindar dari
kuman jika si jenazah memiliki penyakit.
38
Sebaiknya, yang bertugas memandikan tidak lebih dari 7 orang. 3 orang
memangku di atas bagian depan, sedangkan 4 orang yang lain, ada yang
menyiramkan air, ada yang menggosok tubuh jenazah dan ada pula yang
membantu menyediakan hal-hal yang diperlukan33.
3. Posisi Jenazah
Jenazah hendaknya diletakkan pada posisi yang paling memudahkan
untuk dimandikan. Namun yang sunnah adalah, jenazah didudukkan agak
miring ke belakang. Posisi ini memudahkan orang yang memandikan untuk
membersihkan kotoran yang ada pada jenazah.
لِل تَعَالَى
ِ َّ ِ نَ َويت الغس ِل ِل َه ِذ ِه ال َم ِينَ ِة.
9) Siram atau basuh dari kepala hingga ujung kaki 3 kali dengan air bersih.
33
Zeid Husein, as Salatu “alal Mazahibil Arba’ah,(Bogor: PT Pustaka Utera Antar Nusa, 1994),hlm.429
34
Abdul Karim, Petunjuk Merawat Jenazah dan Shalat Jenazah,(Jakarta: Amzah, 2004),hlm.120
39
11) Siram sebelah kiri 3 kali..
"aku berniat mewudukkan jenazah (perempuan) ini kerana Allah s.w.t" Cara
mewudukkan jenazah ini yaitu dengan mencucurkan air ke atas jenazah itu
mulai dari muka dan terakhir pada kakinya, sebagaimana melaksanakan
wuduk biasanya.
40
2.4.4 Mengkafani Jenazah
Setelah mayat dimandikan, maka wajib bagi tiap-tiap mukmin untuk
mengkafaninya juga. Hukum mengkafani jenazah muslim dan bukan mati syahid
adalah fardhu kifayah. Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus
jenazah dengan sesuatu yang dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain.
Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut: "Kami hijrah bersama Rasulullah
saw. dengan mengharapkan keridhaan Allah SWT, maka tentulah akan kami terima
pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada yang meninggal sebelum memperoleh
hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mash'ab bin Umair dia tewas terbunuh
diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar kain burdah. Jika
kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup, maka tersembul
kepalanya. Maka Nabi saw, menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan menaruh
rumput izhir pada kedua kakinya." (HR. Bukhari).
Dalam mengafani jenazah ada beberapa hal yang diutamakan atau
disunnahkan mengenai kain kafannya, diantaranya:
1. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih. kering
dan menutupi seluruh tubuh mayat. Dalam sebuah hadist diriwayatkan
sebagai berikut:
Artinya: "Dari Jabir berkata, Rasulullah saw, pernah bersabda: "Apabila
salah seorang kamu mengkafani saudaranya, hendaklah dibaikkan kafannya
itu." (HR. Muslim).
3. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi
mayat perempuan 5 lapis.
Catatan:
Kalau kain putih tidak ada, maka boleh mengkafani mayat dengan kain
apa saja yang dapat digunakan untuk mengkafaninya, kemudian
dishalatkannya.
41
1. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Mengkafani Jenazah
b. Ukuran Kafan35
Ukuran kafan bagi mayit laki-laki atau perempuan, minimal satu
lembar kain yang dapat menutupi seluruh tubuhnya. Sedangkan yang
sunnah adalah: Bagi mayit laki-laki dengan tiga lapis. Untuk mayit
perempuan dengan lima lapis, terdiri dari dua lembar kain yang dapat
menutupi seluruh tubuh mayit, ditambah dengan gamis, kerudung dan
sampir.
a) Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih lebar
dan luas serta setiap lapisan diberi kapur barus.
b) Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas
kain kafan memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
d) Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung
lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi selembar
dengan cara yang lembut.
e) Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan
tiga atau lima ikatan.
f) Jika kain kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka
tutuplah bagian kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka boleh ditutup
dengan daun kayu, rumput atau kertas. Jika seandainya tidak ada kain kafan
kecuali sekedar menutup auratnya saja, maka tutuplah dengan apa saja yang
ada.
35
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, (Bandung: PT Alma’arif,1988),hlm. 96-101
42
Untuk mayat perempuan
Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang
terdiri dari:
d) Pakaikan sarung.
g) Pakaikan kerudung.
43
2. Tempat Shalat Jenazah
Shalat jenazah bisa dilaksanakan di mana saja asalkan di tempat yang
suci. Diutamakan bertempat di mushalla. Sedangkan pengaturannya adalah
sebagai berikut:
c. Makmummasbuq
Adalah makmum yang tidak mengikuti bacaan surat al-Fatihah bersama
imam. Semisal kita baru takbiratul ihram, sedangkan imam sudah melakukan
takbir yang ketiga. Maka, kita harus langsung membaca surat al-Fatihah. Bila
imam melakukan takbir keempat, maka kita langsung takbir juga, sekalipun
bacaan al-Fatihah belum selesai. Bila imam mengucapkan salam, maka kita
melanjutkan shalat dengan takbir ketiga dan seterusnya dengan mengikuti
rukun dan bacaan yang sudah ada36.
a. Shalat jenazah sama halnya dengan shalat yang lain, yaitu harus menutup
aurat, suci dari hadats besar dan kecil, suci badan, pakaian dan tempatnya
serta menghadap kiblat.
36
Maftuh Ahnan, Risalah Shalat Lengkap, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2002), hlm. 119-123
44
4. Rukun-rukun Shalat Jenazah :
a. Niat
d. Mengucap salam
45
"Saya niat melaksanakan kewajiban shalat pada mayit ini"
ِ َّ ِ ت َفرضَ َكلِة
لِل تَعَلَى ِ أصلى على هذه البيئة الطفلة ربع تَك َرا
Lafadz Takbir
علَى محمد
َ علَى ِإب َراهِيم وعلى آ ِل ِإب َراهِي َم َو َب ِارك
َ َصلَّيت
َ اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما
وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم في العَالَمِ ينَ إِنَّكَ حَمِ يد َم ِجيد
Untuk Laki-laki:
Untuk Perempuan:
46
اللهم اغفر لها وارحتها وعافيها واعف عنها
اللهم اجعة )ها( لَه َمات َرطا واجعه )ها( نهما سننا واجعه )ها( لَه َما ذخرا َونَقل به )ها(
موازنهذا وأفرع الصبر على قلوبهما وال تقبلهما بعده )ها( وال تَح َرمه َما أَج َرة )ها(
اللهم ال تحرمنا أج َره ) َها( َو َال تَفتِنَا بَعدَه )ها( َواغفِرننا وله )نها( وإلخواننا الذين سبقونا باإليمان
وال تجعل في قنوبِنَا غ َِال ِللَّ ِذينَ آ َمنوا َربَّنَا إِنَّكَ َرؤوف َّرحِ يم
ب العالمين وصلى للا وسلم على سيدنا محمد وعلى أنه َوصَح ِب ِه أَج َم ِعينَ أَنهم َربَّ َنا لِل َر ِ
الحَمد ِ َّ ِ
ح الدنيَا وسعتها و محبوبها قبل منا إنك أنت السميع العليم اللهم هذا عَبدكَ َوابن عَبدِكَ َخ َر َ
ج مِ ن َرو ِ
وأحبائه فيها إلى ظلمة القبر وما هو القيه كان يشهد أن ال إله إال أنت وحدك اْلشريك لك وأن محمدا
عبدك ورسولك وأنت أعلم بين اللهم إنه نزل بك وأَنتَ َخير مِ نزول به وأصبح فقيرا إلى َرح َمتِكَ وأنتَ
عنِي عَن عَذابِ ِه َو َقد ِجئنَاكَ َرا ِغبِينَ إِلَيكَ شفَعَاء لَه النَّهم إِن كان محسنا فزد في إحسانه وإن كان َ
عذابِكَ َحتَّى تبعثه إلى جنبك يا أرحم الراحمين وصلى للا َ مسيئا فتجاوز عله للا برحمتك اْلمن مِ ن َ
على سيدنا محمد وعلى أنه وصحبه وسلم )دعاء اپنی اونتو ميت الکی 2اونتو فرمفوان لفظ مذكر
دان ضمير مذکر دی کنتی مؤنث
47
b. Mayit dibawa dengan memakai keranda (Madura: kathel), dan dibawa
oleh beberapa orang sesuai dengan kebutuhan, minimal dua orang.
Diutamakan yang membawanya berjumlah ganjil.
Artinya: "Dengan menyebut nama Allah dan atas nama agama Rasulullah".
e. Ikatan kain kafan bagian kepala dibuka, lalu wajah dan pipi mayit
ditempelkan ke tanah.
48
f. Tubuh mayit sunnah diberi penupang (Madura: lubelu) (bisa dengan
batu atau kayu), untuk menjaga agar mayit tidak berubah terlentang
atau telungkup.
j. Kuburan disiram dengan air dingin, sekalipun tanah telah basah oleh
air hujan
49
Artinya: "Barang siapa yang ikut menyaksikan jenazah terus menyalatinya
maka ia mendapat pahala satu qirath. Jika sampai menyaksikan
penguburannya, maka mendapat pahala dua qirath. Nabi ditanyakan apa
maksud dua qirath? Nabi menjawab satu qirath seperti dua gunung yang
besar". (HR. Imam Bukhari-Muslim).
5. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga
apabila salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-
baiknya menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.
50
2.5 Waris
2.5.1 Pengertian waris
Pengertian waris menurut bahasa ini tidak terbatas hanya pada hal-hal
yang berkaitan dengan harta, akan tetapi mencakup harta benda dan non harta
benda. Sedangkan secara terminologi hukum, kewarisan dapat diartikan sebagai
hukum yang mengatur tentang pembagian harta warisan yang ditinggalkan ahli
waris, mengetahui bagian-bagian yang diterima dari peninggalan untuk setiap
ahli waris yang berhak menerimanya,
Selain kata waris tersebut, kita juga menemukan istilah lain yang
berhubungan dengan warisan, diantaranya adalah:
1. Waris, adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan.
2. Muwaris, adalah orang yang diwarisi harta bendanya (orang yang meninggal)
baik secara haqiqy maupun hukmy karena adanya penetapan pengadilan.
3. Al-Irsi, adalah harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli waris yang
berhak setelah diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi hutang dan
menunaikan wasiat.
4. Warasah, yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris.
5. Tirkah, yaitu seluruh harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum
diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi hutang, menunaikan wasiat.
51
2.5.2 Syarat dan rukun waris
Terdapat tiga syarat warisan yang telah disepakati oleh para ulama, tiga
syarat tersebut adalah:
a) Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara haqiqy, hukmy (misalnya
dianggap telah meninggal) maupun secara taqdiri.
b) Adanya ahli waris yang hidup secara haqiqy pada waktu pewaris meninggal
dunia.
c) Seluruh ahli waris diketahui secara pasti baik bagian masing-masing Adapun
rukun waris dalam hukum kewarisan Islam, diketahui ada tiga macam, yaitu:
1) Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang
mewariskan hartanya. Syaratnya adalah muwaris benar-benar telah
meninggal dunia. Kematian seorang muwaris itu, menurut ulama dibedakan
menjadi 3 macam:
52
pada saat meninggalnya muwaris, ahli waris diketahui benarbenar dalam
keadaan hidup. Termasuk dalam hal ini adalah bayi yang masih dalam
kandungan (al-haml). Terdapat juga syarat lain yang harus dipenuhi, yaitu:
antara muwaris dan ahli waris tidak ada halangan saling mewarisi.
1) Anak laki-laki.
2) Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu) dari pihak anak laki-laki, terus
kebawah, asal pertaliannya masih terus laki-laki.
4) Bapak.
4) Kakek dari pihak bapak, dan terus ke atas pertalian yang belum putus dari
pihak bapak.
10) Saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak bapak yang seibu sebapak.
12) Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak.
13) Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang sebapak saja.
14) Suami.
53
15) Laki-laki yang memerdekakannya (mayat).
Apabila 10 orang laki-laki tersebut di atas semua ada, maka yang mendapat harta
warisan hanya 3 orang saja, yaitu:
1) Bapak.
2) Anak laki-laki.
3) Suami.
1) Anak perempuan.
3) Ibu.
5) Ibu dari ibu terus ke atas pihak ibu sebelum berselang laki-laki.
9) Istri.
Apabila 10 orang tersebut di atas ada semuanya, maka yang dapat mewarisi dari
mereka itu hanya 5 orang saja, yaitu:
1) Isteri.
2) Anak perempuan.
4) Ibu.
54
5) Saudara perempuan yang seibu sebapak.
Sekiranya 25 orang tersebut di atas dari pihak laki-laki dan dari pihak perempuan
semuanya ada, maka yang pasti mendapat hanya salah seorang dari dua suami
isteri, ibu dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan. Anak yang berada
dalam kandungan ibunya juag mendapatkan warisan dari keluarganya yang
meninggal dunia sewaktu dia masih berada di dalam kandungan ibunya
✔ Biaya untuk mengururs mayat, seperti harga kafan, upah menggali tanah
kubur, dan sebagainya. Sesudah hak yang pertama tadi di selesaikan, sisanya
barulah di pergunakan untuk biaya mengurus mayat.
✔ Wasiat si mayat. Namun banyaknya tidak lebih dari sepertiga dari harta
penginggalan si mayat.
1. Suami yang dapat seperdua (dari harta peninggalan isteri), bila si mayyit tidak
meninggalkan anak.
55
4. dan 5. Saudara perempuan seibu dan sebapak dan saudara perempuan
sebapak.
1 dan 2. Dua anak perempuan dan cucu perempuan (dari anak laki-laki).
3 dan 4. Dua saudara perempuan seibu sebapak dan dua saudara perempuan
sebapak.
56
4. Cucu perempuan, jika si mayyit meninggalkan seorang anak perempuan:
1. Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), tidak mendapat harta waris karena
ada ibu, sebab ibu lebih dekat pertaliannya kepada yang meninggal dari pada
nenek. Begitu juga kakek, tidak mendapat harta waris selama bapaknya
masih ada, karena bapak lebih dekat pertaliannya kepada yang meninggal
dari pada kakek. jelaskan orang-orang yang mendapat harta waris, atau
bagiannya menjadi kurang karena ada yang lebih dekat pertaliannya kepada
si mayit dari pada mereka.
2. Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), tidak mendapat harta waris karena
ada ibu.sebab ibu lebih dekat pertaliannya kepada yang meninggal dari pada
nenek. Begitu juga kakek, tidak mendapat harta waris selama bapaknya
masih ada, karena bapak lebih dekat pertaliannya kepada yang meninggal
dari pada kakek.
Saudara seibu, tidak mendapatkan harta waris karena adanya orang yang di sebut
dibawah ini:
c. Bapak.
d. Kakek.
Saudara sebapak, saudara sebapak tidak mendapat harta waris dengan adanya
salah seorang dari empat orang berikut:
57
a. Bapak.
b. Anak laki-laki.
Saudara seibu sebapak. Saudara seibu sebapak tidak akan mendapatkan harta
waris apabila terhalang oleh salah satu dari tiga orang yang tersebut di bawah
ini:
a. Anak laki-laki.
b. Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu laki-laki)
c. Bapak
Tiga laki-laki berikut ini mendapatkan harta waris namun saudara perempuan
mereka tidak mendapat harta waris, yaitu:
Pengertian Aulu
"Aulu artinya jumlah beberapa ketentuan lebih banyak daripada satu
bilangan, atau berarti jumlah pembilang dari beberapa ketentuan lebih banyak
dari pada kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut-penyebutnya.
Umpamanya ahli waris adalah suami dan dua saudara seibu sebapak,
maka suami mendapat ketentuan 1/2, dua saudara perempuan mendapat 2/3
sedangkan kelipatan persekutuan terkecil dari 2 dan 3 adalah 6. Kita jadikan 3/6
untuk suami dan 4/6 untuk kedua saudara perempuan. Jadi jumlah pembilang
keduanya adalah 7, sedangkan penyebut keduanya hany 6. Disini nyata bahwa
pembilang lebih banyak dari penyebut. Apabila terdapat masalah seperti ini,
harta hendaknya kita bagi tujuh bagian: tiga bagian untuk suami dan empat
bagian untuk kedua saudara perempuan. Sebenarnya keduan macam ahli waris
ini tidak mengambil seperti ketentuan masing-masing, tetapi keadilan memaksa
menjalankan seperti tersebut.
Contoh yang kedua: Ahli waris adalah istri, ibu, dua saudara perempuan
seibu sebapak atau sebapak, dan seorang saudara seibu(baik laki-laki maupun
58
perempuan). Ketentuan masing-masing adalah intri mendapar 1/4, ibu mendapat
1/6, dua saudara perempuan mendapat 2/3 dan seorang saudara seibu mendapat
1/6. Kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut beberapa ketentuan tersebut
adalah 12, kita atur sebagai berikut: 1/4+1/6+2/3+1/6-3/12+2/12+8/12+2/12-
15/12. Jadi, harta perlu di bagi 15 bagian: 3 bagian dari 15 bagian untuk istri, 2
bagian untuk ibu, 8 bagian untuk dua orang saudara perempuan, 2 bagian untuk
saudara seorang seibu. Berarti tiap-tiap bagian itu di hitung dari 15, bukan dari
12, sedangkan ketentuan masing-masing hendaknya di ambil dari 12, tetapi
dalam masalah 'aulu masing-masing hanya mengambil dari 15. inilah yang
dimaksud dengan 'aulu. Terjadinya karena banyaknya ahli waris sehingga
jumlah ketentuan mereka lebih banyak dari pada satu bilangan, buktinya
pembilang lebih banyak dari penyebut.
a. Hakim yang menjatuhkan hukuman mati, tidak dapat mewarisi harta orang
yang telah dijatuhi hukuman mati.
B. Berbeda Agama.
Adapun yang dimaksudkan dengan berbeda agama adalah agama yang
dianut antara waris dengan muwaris itu berbeda. Sedangkan yang dimaksud
dengan berbeda agama dapat menghalangi kewarisan adalah tidak ada hak saling
59
mewarisi antara seorang muslim dan kafir (non Islam), orang Islam tidak
mewarisi harta orang non Islam demikian juga sebaliknya.
C Perbudakan.
Secara umum, mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak terhalang
menerima warisan, karena budak (hamba sahaya) secara yuridis tidak cakap
dalam melakukan perbuatan hukum, sedangkan hak kebendaannya dikuasai oleh
tuannya. Sehingga ketika. tuannya meninggal, maka seorang budak tidak berhak
untuk mewarisi, karena pada hakekatnya seorang budak juga merupakan "harta"
dan sebagai harta maka dengan sendirinya benda itu bisa diwariskan.
D Berlainan Negara
Perbedaan negara dilihat dari segi ilmu waris adalah perbedaan negara
jika telah memenuhi 3 kriteria sebagai berikut:
E. Tidak ada ikatan satu dengan yang lainnya, artinya tidak ada kerjasama
diplomatik yang terjalin antar keduanya.
"Ahli waris ialah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan
darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak
terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris."
Dan sebagai indikasi bahwa ahli waris tersebut beragama Islam, telah dijelaskan
dalam pasal 172 KHI yang berbunyi:
60
"Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari kartu identitas atau
pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau
anak yang belum dewasa beragama menurut ayahnya atau lingkungannya."
"Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:
61
Wasiat hanya di tujukan kepada orang yang bukan ahli waris. Adapun kepada
ahli waris, wasiat tidak sah kecuali apabila di ridhoi oleh semua ahli waris yang
lain sesudah meninggalnya yang berwasiat
1. Beragama Islam.
2. Baligh.
3. Berakal.
4. Merdeka.
5. Amanah
6. Cakap untuk menjalankan sebagaimana yang di kehendaki oleh yang
berwasiat
62
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan makalah ini menegaskan pentingnya praktik ibadah
dalam aspek zakat, haji, umrah, penyembelihan, pengurusan jenazah, dan
waris dalam membangun spiritualitas dan keadilan sosial umat Islam.
Melalui pemahaman mendalam dan pelaksanaan yang konsisten terhadap
aspek-aspek tersebut, umat Islam dapat menguatkan ikatan keagamaan dan
kemanusiaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa praktik ibadah dalam
aspek zakat, haji dan umrah, pengurusan jenazah, penyembelihan, dan waris
membentuk landasan kuat dalam kehidupan spiritual dan sosial umat Islam.
Melalui ketaatan dalam menjalankan kewajiban-kewajiban tersebut,
diharapkan kita tidak hanya mendapatkan keberkahan dalam hidup ini, tetapi
juga membangun fondasi keadilan, kasih sayang, dan solidaritas di antara
sesama. Semoga kesadaran akan nilai-nilai ini dapat terus tumbuh, dan
praktik ibadah kita menjadi ladang amal yang membawa kebaikan bagi diri
sendiri dan Masyarakat selain itu semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan dan inspirasi untuk lebih mendalami nilai-nilai spiritual dalam
menjalani kehidupan sehari-hari.
3.2 Saran
Saran yang dapat diambil dari pembahasan ini adalah pentingnya
edukasi yang lebih intensif mengenai kewajiban-kewajiban ibadah tersebut,
baik melalui pendekatan formal di lembaga-lembaga pendidikan maupun
melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Selain itu, mendorong kolaborasi
antara pemerintah, lembaga keagamaan, dan organisasi masyarakat civil
untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pelaksanaan praktik ibadah
dengan baik.
63
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Aspek Hukum Dalam Muamalat (Depok: Graha Ilmu, 2007), Cet. 1, h.153
Gusfahmi, Pajak Syari’ah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Cet. 1, h.103
Sa’ad Yusuf Abdul Aziz, Sunnah dan Bid’ah, alih Bahasa oleh H. Masturi Irham Lc,dkk,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2008), Cet.4,h. 345
Abdullah bin Abdurrahman, Syarah Bulughul Marom, alih Bahasa oleh Thahirin Suparta dkk,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), Cet.1, h. 308
Ibnu Qudamah, Al Mughni, alih Bahasa oleh Amir Hamzah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007),
Cet. 3, h.433
Indi Aunullah, Ensiklopedi Fikih untuk Remaja, (Yogyakarta: Pustaka Insan Mandani,2008),
h.314
64
Syaikh Hasan Muhammad Ayyub, Panduan Beribadah Khusus Pria,(Jakarta: Al Mahira,
2008), h.768
Ali Ghufron, Tuntunan Berqurban & Menyembelih Hewan (Jakarta: Amzah, 2011), h.26
Abdullah. Mulyana, “Wujud Kedekatan Seseorang hamba dengan Tuhannya”,Jurnal
Pendidikan Agama Islam Ta’lim, Vol. 14, No. 1 (2016)
Sayyid Sabig, Fiqh Sunnah 13, (Bandung: Al ma’rif, 1987), hlm.158
Abdurrahman, Hukum Qurban, Aqiqah dan sembelihan, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2007). hlm. 6
M. Rizal.Qosim, Pengamalan Fiqih 1(Jakarta: Tiga Serangkai,2000),hlm.209
Mahmud Abdul Lathif Uwaidah, Al- Jami’ ‘u al- Akhamash-shalat,(Bogor: Pustaka Thariqul
Izzah, 2008),hlm.117
Zeid Husein, as Salatu “alal Mazahibil Arba’ah,(Bogor: PT Pustaka Utera Antar Nusa,
1994),hlm.429
Abdul Karim, Petunjuk Merawat Jenazah dan Shalat Jenazah,(Jakarta: Amzah,
2004),hlm.120
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, (Bandung: PT Alma’arif,1988),hlm. 96-101
Maftuh Ahnan, Risalah Shalat Lengkap, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2002), hlm. 119-123
65