Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

ACARA II
KOPERASI DAN KELEMBAGAAN PERTANIAN
SISTEM PERTANIAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL
PROVINSI RIAU

Disusun Oleh :

1. Eva Ulhafifa (2340403062)


2. Arya Nanda Satria (2340403070)
3. M. Abiyyu Zaedan (2340403081)

Kelompok/Kelas : 13/2
Asisten Praktikum : Syahnanda Nurfahrizal P.

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kearifan lokal merupakan warisan nenek moyang kita dalam tata nilai
kehidupan yang menyatu dalam bentuk religi, budaya dan adat istiadat. Dalam
perkembangannya masyarakat melakukan adaptasi terhadap lingkungannya dengan
mengembangkan suatu kearifan yang berwujud pengetahuan atau ide, peralatan,
dipadu dengan norma adat, nilai budaya, aktivitas mengelola lingkungan guna
mencukupi kebutuhan hidupnya.
Kebudayaan yang dimiliki suatu daerah dinamakan budaya lokal, untuk itu ada
berbagai ragam budaya lokal yang dimiliki masyarakat yang dapat dijadikan suatu kearifan
lokal. Karena, pada umumnya setiap daerah, suku, masyarakat memiliki cara sendiri dalam
menjalin hubungan timbal balik dengan masyarakat lain di lingkungannya. Hal ini yang
menjadi warisan yang diturunkan dari generasi ke generasi sebagai pengetahuan tradisional
agar dapat di kembangkan lagi oleh masyarakat di lokasi tertentu. (Nongko, dkk, 2021).

1.2. Tujuan
Tujuan diadakannya praktikum ini adalah:
 Mengetahui kelembagaan pertanian berbasis kearifan lokal yang ada di
provinsi Riau.
 Mengetahui tujuan dan manfaat kelembagaan pertanian berbasis kearifan lokal
yang ada di Riau.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Kearifan Lokal
Dalam pengertian kebahasaan kearifan lokal, berarti kearifan setempat (local wisdom)
yang dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,
bernilai yang tertanam dan diikuti oleh warga masyarakatnya. Dalam konsep antropologi,
kearifan lokal dikenal pula sebagai pengetahuan setempat atau kecerdasan setempat yang
menjadi dasar identitas kebudayan (cultural identity). Masyarakat mengembangkan suatu
sistem pengetahuan dan teknologi yang asli suatu kearifan lokal yang mencakup berbagai
macam cara untuk mengatasi kehidupan seperti pengolahan pangan. (Nasruddin, 2011).
Guntur (2016) Menyebutkan bahwa kearifan lokal adalah suatu tata nilai dalam
menjalani kehidupan masyarakat lokal terutama dalam melakukan interaksi pada lingkungan
tempat tinggal yang damai. Adapun bentuk dari kearifan lokal seperti penggunaan alat
tradisional dalam pengolahan lahan.
Kearifan lokal adalah kebijaksanaan dalam pengetahuan asli suatu masyarakat yang
berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat, dalam
hal ini kearifan lokal bukan hanya suatu nilai budaya akan tetapi nilai budaya yang dapat
dimanfaatkan untuk dapat menata kehidupan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan dan
kedamaian (Sibarani,2014).
Sedangkan menurut Reval Mardiansyah (2022) Kearifan lokal adalah salah satu produk
kebudayaan yang lahir karena kebutuhan akan nilai-nilai, norma, serta aturan yang menjadi
model untuk melakukan sebuah tindakan termasuk dalam sumber pengetahuan kebudayaan
bagi masyarakat yang ada dalam tradisi dan sejarah.
Kearifan lokal adat adalah suatu kondisi sosial dan budaya yang didalamnya
terkandung khazanah nilai-nilai budaya yang menghargai dan adaptif dengan alam sekitar,
dan tertata secara ajeg dalam suatu tatanan adat istiadat suatu masyarakat walaupun sering
dianggap kuno, nilai-nilai yang mereka ajarkan serta praktikkan merupakan cara terbaik untuk
memelihara lingkungan di zaman post-modern (Indrawardana,2012).

2.2. Nilai-Nilai Kearifan Lokal


Nilai kearifan lokal merupakan nilai-nilai yang masih dipertahankan dan
diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari untuk kemudian diwariskan
kepada generasi selanjutnya. Berikut beberapa nilai-nilai kearifan lokal:
1. Nilai religius mempunyai sifat hakiki dan datang dari Tuhan YME dan juga
kebenarannya diakui mutlak oleh penganut agama tertentu. Nilai religius
tampak dalam setiap do’a yang ditujukan kepada Tuhan YME, baik dalam
latihan maupun pagelaran untuk memohon kelancaran dan dijauhkan dari
hambatan.

2. nilai estetika atau nilai keindahan sering dikaitkan dengan benda, orang dan
peristiwa yang dapat menyenangkan hati (perasaan). Nilai estetika adalah nilai
yang berkaitan dengan nilai indah atau jelek yang diberikan oleh seni. Nilai
tersebut memiliki sistem yang secara bersamaan menyatu dengan gagasan,
tindakan, dan hasil karya

3. nilai gotong royong yang merupakan merupakan kegiatan yang dilakukan


secara bersama-sama dan bersifat suka rela dengan tujuan agar kegiatan yang
dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, mudah dan ringan (Rahman, 2016).
Nilai gotong royong adalah nilai yang muncul bentuk kerja-sama kelompok
masyarakat untuk mencapai suatu hasil positif dari tujuan yang ingin dicapai
secara mufakat dan musyawarah. Nilai gotong royong tercermin pada
kerbergantungan antar individu, kebersamaan, musyawarah, dan kerjasama

4. nilai moral yang merupakan nilai mengatur tindakan individu dalam


membedakan baik dan buruk dalam hubungannya antar individu dalam
masyarakat. Moral yang dimiliki individu tercermin dalam sikap jujur, suka
menolong, adil pengasih, kasih sayang, ramah dan sopan. Sanksi bagi individu
yang tidak menerapkan nilai moral adalah teguran, caci maki, pengucilan
bahkan hingga pengusiran dari masyarakat. Nilai moral yang ada di kehidupan
masyarakat dibagi menjadi dua bentuk, diantaranya nilai moral vertikal dan
nilai moral horizontal. Nilai moral vertikal adalah hubungan yang terjalin
secara spiritual yakni antara manusia dan Tuhan. Selanjutnya, nilai moral
horizontal adalah hubungan positif yang terjalin antara manusia dengan
manusia, manusia dengan hewan dan manusia dengan alam.
2.3 Kelembagaan Pertanian Berbasis Kearifan Lokal

Lembaga adalah berisi norma, nilai, regulasi, pengetahuan, dan lainnya. Menjadi
pedoman dalam berperilaku aktor (individu atau organisasi). Kelembagaan adalah hal-
hal yang berkenaan atau berhubungan dengan lembaga(syahyuti 2016)

Kelembagaan pertanian adalah norma atau kebiasaan yang terstruktur dan terpola
serta dipraktekkan terus menerus untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat
yang terkaitan erat dengan penghidupan dari bidang pertanian di pedesaan.Dalam
kehidupan komunitas petani,posisi dan fungsi kelembagaan petani merupakan bagian
pranata sosial yang memfasilitasi interaksi sosial dalam komunitas

Manfaat adanya kelembagaan kelompok tani berikutnya adalah dapat saling


bertukar keterampilan kerja. Hal ini tampak pada jawaban responden dimana 90%
mengatakan pembentukan kelembagaan bagi petani yang ada disekitar areal kawasan
hutan Tahura Nipa-Nipa yakni sebagai sarana bertukar keterampilan kerja yang
mereka miliki. Pada awalnya petani yang sebelumnya hanya memiliki satu
keterampilan kerja tapi dengan adanya kelompok tani hutan, mereka dapat
mengetahui keterampilan kerja dari petani lainnya. Keberadaan mereka dalam
lembaga ini dirasakan merupakan kebutuhan karena mereka memiliki keterkaitan satu
sama lain untuk saling mempelajari keterampilan kerja yang dimiliki. Proses ini
sangat berkaitan erat dalam peningkatan produktivitas lahan petani.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Pertanian di daerah

Perkembangan sektor pertanian di daerah Riau sampai saat ini cukup


menggembirakan. Namun tingkat pendapatan masyarakat dari usaha pertanian
belum meningkat seperti yang diharapkan. Karena itu Pemerintah Daerah Riau
mencanangkan sasaran pembangunan Daerah Riau harus mengacu kepada Lima
Pilar Utama, yaitu: (1) pembangunan ekonomi berbasiskan kerakyatan; (2)
pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia; (3) pembangunan
kesehatan/olahraga; (4) pembangunan/kegiatan seni budaya; dan (5) pembangunan
dalam rangka meningkatkan iman dan taqwa. Pembangunan ekonomi kerakyatan
akan difokuskan kepada pemberdayaan petani terutama di pedesaan, nelayan,
perajin; dan pengusaha industri kecil.

Setiap pembangunan di daerah tidak terlepas dari kelima pilar utama


pembangunan daerah Riau. Karena pembangunan daerah sangat ditentukan oleh
potensi yang dimiliki oleh suatu daerah, maka kebijaksanaan yang dibuat oleh
pemerintah daerah harus mengacu kepada potensi daerah yang berpeluang untuk
dikembangkan, khususnya sektor pertanian. Potensi tersebut antara lain: (1) tanaman
hortikultura; (2) tanaman perkebunan; (3) usaha perikanan; (4) usaha peternakan; (5)
usaha pertambangan; (6) sektor industri; dan (7) potensi keparawisataan.
Pengembangan sektor pertanian dalam arti luas harus diarahkan kepada sistem
agribisnis dan agroindustri, karena pendekatan ini akan dapat meningkatkan nilai
tambah sektor pertanian, yang pada hakikatnya dapat meningkatkan pendapatan bagi
pelaku-pelaku agribisnis dan agroindustri di daerah. Faktor yang mendukung
prospek pengembangan agribisnis dan agroindustri di Riau adalah (Almasdi Syahza,
2015): (1) penduduk yang makin bertambah sehingga kebutuhan pangan juga
bertambah; (2) meningkatnya pendapatan masyarakat akan meningkatkan kebutuhan
pangan berkualitas dan beragam (diversifikasi). Keragaman produk menuntut
adanya pengolahan hasil (agroindustri).

3.2 Kondisi Sosial, Budaya, Ekonomi Masyarakat

1. Sosial Budaya

Riau termasuk daerah dengan tingkat heterogenitas etnis yang tinggi. Selain
penduduk asli, maka suku bangsa lain yang cukup dominan di Riau ialah
Minangkabau, Jawa, Mandailing, Bugis dan Tionghoa. Penduduk asli merupakan
mayoritas di provinsi ini dan terdapat pada setiap kabupaten dan kota. Etnis Jawa
dan Sunda pada umumnya banyak berada pada kawasan transmigran. Etnis
Minangkabau dan Tionghoa umumnya menjadi pedagang dan banyak bermukim
pada kawasan perkotaan. Sementara etnis Mandailing umumnya banyak terdapat di
kabupaten Rokan Hulu.
Mayoritas penduduk Riau diklasifikasikan sebagai Melayu, sosial budaya yang
berkembang adalah Budaya Melayu. Setelah beberapa puak Melayu memeluk agama
Islam, maka alur kehidupan masyarakat mulai berjalan dalam garis yang Islami.
Jalan kehidupan yang demikian menyebabkan sistem nilai Islam menjadi anutan
dalam peri kehidupan masyarakat. Dalam perkembangan berikutnya kebudayaan
Melayu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Islam, bahkan nilai-nilai
Islam ikut mewarnai dan mengisi kebudayaan tersebut. Walaupun hakekatnya adat
istiadat yang berlaku adalah Adat resam (tradisi) Melayu, namun dalam
pertumbuhan dan perkembangannya terdapat pula variasi-variasi adat yang ditandai
dengan adanya wilayah adat-wilayah adat. Tumbuh dan berkembangnya kerajaan-
kerajaan Melayu di daerah Riau ini pada masa lalu, diikuti dengan tumbuh dan
berkembangnya adat istiadat yang berlaku di kerajaan itu, yang dalam waktu
berabad-abad, menyebabkan terjadinya variasi-variasi adat antara satu wilayah
kerajaan dengan kerajaan lainnya. Kemudian setelah kerajaan-kerajaan itu berakhir,
maka berbagai wujud adat dan tradisi yang diwariskannya tetap mewarnai adat
istiadat masyarakatnya.

2. Sosial Ekonomi

Provinsi Riau mempunyai potensi pertambangan yang besar. Lipatan buminya


banyak mengandung bahan mineral, seperti minyak bumi, gas bumi, batu bara,
timah, bauksit, batu granit, gas alam, pasir uruk, pasir bangunan, pasir kuarsa dan
lain-lain . Selain potensi pertambangan, Riau juga kaya akan potensi sumber daya
alam berupa hasil hutan, pertanian, perkebunan, peternakan, dan hasil laut
(perikanan)39. Dengan demikian, mata pencaharian penduduk Riau cukup beragam
sejalan dengan perkembangan ekonomi daerah. Komposisi mata pencaharian
terbesar dari bidang usaha penduduk setempat adalah sektor pertanian dan
perkebunan. Kebijaksanaan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan usaha tani
dan perkebunan di wilayah Riau cukup baik, akan tetapi etos kerja dan kemampuan
petani sendiri yang menjadi kendala dalam mengembangkan produktifitas pertanian
dan perkebunan itu, hal ini dapat dilihat, terdapat lahan pertanian/ perkebunan yang
berkurang dari tahun ketahun. Lahan pertanian/ perkebunan yang diolah oleh
penduduk setempat pada umumnya adalah tanah warisan dari nenek moyang dan
orang tua mereka. Areal pertanian/perkebunan yang dikuasai oleh penduduk
setempat sangat terbatas, karena lahan pertanian/perkebunan yang dapat diolah tidak
seimbang dengan jumlah penduduk. Perkebunan mempunyai kedudukan yang amat
penting di dalam pengembangan pertanian baik di tingkat nasional maupun regional.
Tanaman perkebunan yang merupakan tanaman perdagangan yang cukup potensial
di daerah ini ialah kelapa sawit, kelapa, karet dan kopi.

3.3 Kelembagaan Pertanian Lokal di Riau


Berikut adalah beberapa macam kelembagaan lokal berbasis kearifan lokal di provinsi
Riau:

1. Lembaga Adat Melayu (LAM)

Lembaga adat melayu LAM Riau adalah sebuah lembaga adat daerah yang di
prakarsai oleh tokoh tokoh melayu riau dario berbagai latar dan kepakaran yaitu
enjawat pemerintahan ulama ilmuwan atau cendekiawan dari perguruan tinggi di
riau budayawan seniman sasterawan dan orang patut patut yang berasal dari
lingkungan kekuasaan tradisional melayu riau.
Daftar Pustaka

https://core.ac.uk/download/pdf/234800659.pdf

http://diakronika@ppj.unp.ac.id

https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/atthulab/article/view/3391

https://jurnal.unpad.ac.id/agricore/article/view/26509

http://repository.uni.ac.id/

https://www.gramedia.com/literasi/kearifan-lokal/

Anda mungkin juga menyukai