Anda di halaman 1dari 3

Indonesia terletak di jalur gempa aktif di dunia karena dikelilingi oleh Cincin Api Pasifik

(Ring of Fire) atau sering disebut sebagai sabuk gempa Pasifik dan terletak di atas pertemuan
antara tiga lempeng benua, yaitu Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Kondisi geografis ini
menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang rawan bencana letusan gunung api, gempa bumi,
dan tsunami. Tetapi di sisi lain menjadikan Indonesia sebagai wilayah subur dan kaya secara
hayati (Latief, 2000). Ketiga lempeng ini bergerak hingga menumbuk, menujam, dan terjun dari
satu lempeng dengan lempeng lainnya. Pergerakan tersebut yang dinamakan gempa bumi.
Kondisi bergeraknya lempeng ini memberi pengaruh terhadap permukaan bumi.

Gempa yang terjadi dipermukaan bumi tergantung dari jarak titik gempa terhadap manusia.
Besarnya pergerakan akan memengaruhi kemampuan bangunan di bumi ini. Dampak yang
dialami oleh masyarakat akibat dari kejadian gempa bumi seperti kerugian harta benda,
infrastruktur, bangunan gedung, dan korban jiwa. Bencana gempa bumi tidak dapat dihindari dan
harus dihadapi dengan baik, seperti kesiapan dalam menghadapi bencana dan bangunan gedung
gempa bumi. Banyak daerah di Indonesia yang merupakan daerah yang termasuk rawan gempa.
Sebagian besar dari wilayahnya terletak di daerah gempa yang cukup tinggi, sehingga besar pula
resiko bangunan yang mengalami kerusakan struktur, disebabkan perencanaan ataupun
penerapan kurang baik ataupun belum mempertimbangkan keatahanan terhadap gempa.

Dalam perencanaan struktur gedung mencakup banyak hal, sehingga dalam merencanakan
maupun menganalisa diperlukan pemahaman dan penerapan ilmu secara tepat. Konstruksi
bangunan tahan gempa merupakan bangunan yang bisa merespon adanya gempa dengan
menunjukkan tetap bertahan dari keruntuhan yang disebabkan oleh gempa dan memiliki sifat
fleksibel dalam meredam getaran gempa. Bangunan ini dirancang dan diperhitungkan secara
detail, dari kombinasi beban, penggunaan material, dan struktur bangunan tersebut. Di Indonesia
sudah ada SNI mengenai tata cara perencanaan bangunan tahan gempa untuk bangunan yang
terus diperbaiki mengikuti frekuensi bencana gempa yang terjadi.

Bangunan tahan gempa adalah bangunan yang mampu bertahan dan tidak runtuh jika
terjadi gempa. Bangunan tahan gempa bukan berarti tidak boleh mengalami kerusakan sama
sekali namun bangunan tahan gempa boleh mengalami kerusakan asalkan masih memenuhi
persyaratan yang berlaku. Menurut Widodo (2012) filosofi bangunan tahan gempa adalah
sebagai berikut:
1. Pada gempa kecil (light, atau minor earthquake) yang sering terjadi, maka struktur utama
bangunan harus tidak rusak dan berfungsi dengan baik. Kerusakan kecil yang masih dapat
ditoleransi pada elemen non struktur masih dibolehkan.

2. Pada gempa menengah (moderate earthquake) yang relatif jarang terjadi, maka struktur utama
bangunan boleh rusak/retak ringan tapi masih dapat diperbaiki. Elemen non struktur dapat saja
rusak tetapi masih dapat diganti yang baru.

3. Pada gempa kuat (strong earthquake) yang jarang terjadi, maka bangunan boleh rusak tetapi
tidak boleh runtuh total (totally collapse). Kondisi seperti ini juga diharapkan pada gempa besar
(great earthquake), yang tujuannya adalah melindungi manusia/penghuni bangunan secara
maksimum.

Level-level kerusakan bangunan di atas disajikan dalam gambar-gambar berikut.

Gambar 1. 1 Level-level kerusakan bangunan gedung


(Sumber : Google, 2023)
Letak geologis Indonesia yang berada di pertemuan lempeng tektonik aktif menyebabkan
Indonesia sering mengalami bencana alam, salah satunya gempa bumi. Fenomena ini tentunya
diperlukan antisipasi dengan pertimbangan yang matang dalam perancangan gedung dan
infrastruktur. Bangunan gedung di Indonesia relatif kurang memperhatikan konsep ketahanan
terhadap bencana terutama gempa bumi. Konsep ketahanan bangunan gedung dimana bangunan
gedung mampu menghadapi bencana gempa bumi dengan memperhitungkan kemampuan
pengurangan risiko (risk reduction), kerentanan (vulnerability), pemulihan (recovery), dan
resiliensi (recilience) dalam lingkup paling kecil (struktur) sampai lingkup provinsi.
Ketahanan sebuah bangunan gedung dimulai dari pra-rancangan, penyusunan program,
dan perencanaan pembangunan. Dalam hal ini, perencanaan menghadapi bencana dalam konteks
ketahanan dimulai dari memperkirakan bencana yang kemungkinan terjadi pada daerah tersebut,
mencoba melakukan penilaian kerentanan lingkungan dan bangunan gedung, menganalisa
dampak yang akan terjadi akibat bencana, perkiraan kerentanan bangunan gedung serta perkiraan
waktu recovery, dan memperhitungkan secara detail setiap langkah pembangunan. Tinjauan
ketahanan termasuk biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan. Bangunan selain menjadi
tempat kita beraktivitas juga menjadi tempat setiap memori baru yang akan dibuat. Hal ini
menjadikan pentingnya perencanaan matang dalam membangun suatu bangunan agar bisa
meminimalisir dampak yang terjadi akibat bencana yang tidak diperkirakan.

Permodelan fisik atau numerik pada gedung Sanggabuana diwakilkan dengan pembuatan
model berskala 1: . Komponen struktur dan material dibuat semirip mungkin sehingga
diharapkan dapat memproyeksikan yang terintegrasi antara permodelan fisik, numerik, dan kosep
desain sesungguhnya.

Anda mungkin juga menyukai