Anda di halaman 1dari 8

Psikologi Komunikasi

PENDAHULUAN

Klithih/ klitih dalam bahasa Jawa dan Yogyakarta, berarti keluar rumah di malam hari
tanpa tujuan. Alternatifnya, mungkin hanya jalan-jalan, mencari dan membeli makanan,
nongkrong di suatu tempat, dan sebagainya. Kata klitih mirip dengan kata keluyuran jika
dimasukkan ke dalam kosa kata bahasa Indonesia.

Awalnya klitih adalah hal positif tapi semakin berganti tahun klitih semakin mengerikan
karena menyerang, menganiaya, dan mengeroyok orang asing dengan tiba - tiba dan itu membuat
masyarakat terganggu. Fenomena klitih sudah dijumpai sekitar tahun 1990-an, tepatnya pada 7
Juli 1993 ketika pihak kepolisian telah memiliki informasi akurat seputar geng remaja dan
kelompok anak muda yang melakukan kejahatan di Yogyakarta (Aditya, 2022).

Salah satu jenis kenakalan jalanan remaja yang paling umum di Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah klithih. Polda DIY menangani 59 kasus klitih jalanan sepanjang 2018; kasus-
kasus ini menyebabkan korban mengalami luka ringan atau luka berat (Casmini & Supardi,
2020). Sementara itu, kasus klitih meningkat pada tahun 2021. Catatan Jogja Police Watch
mencatat 58 kasus klitih jalanan dengan 102 pelaku, meningkat dari 52 kasus pada tahun 2020.
Dari kasus-kasus tersebut, 102 pelaku telah ditangkap, menjalani persidangan, dan kemudian
ditahan. Sebanyak 80 pelaku klitih masih sekolah, dan sisanya menganggur (Kusuma, 2022).

Martono (2012) mengenalkanperilaku kenakalan remaja tersebut sebagai perilaku


menyimpang remaja. Perilaku menyimpang remaja adalah bagian dari proses pembentukan jati
diri remaja. Seiring dengan proses pencarian identitas remaja, kenakalan remaja sering dikaitkan
dengan kebingungan, kekhawatiran, frustasi, tindakan anarkis, menyulut konflik, perilaku stres,
dan ketegangan (Casmini & Supardi, 2020).
DESKRIPSI KASUS

REMAJA 16 TAHUN PELAKU KLITHIH DI GAMPING-SEYEGAN,


2 KORBAN LUKA BACOK

Polresta Sleman menangkap orang yang melakukan kejahatan jalanan atau klithih di dua
tempat. Tiga pelaku yang ditangkap masih di bawah umur. AR (16), FA (17), dan GAF (17)
adalah inisial tiga pelaku. Menurut AKP Made Wira Suhendra, Kasus Reskrim Polresta Sleman,
AR beraksi di dua lokasi dari ketiga pelaku. Dia menjelaskan kasus pertama, yang terjadi pada
26 Juli lalu di Kapanewon Gamping. Di dekat simpang empat Pelem Gurih, AR dan FA
melakukan pembacokan."Korban awalnya habis nongkrong di burjo daerah Tugu. Lalu
mengantarkan pulang temannya. Saat perjalanan menuju kos, korban merasa dibuntuti oleh
kendaraan di belakangnya," kata Made kepada wartawan di Mapolresta Sleman, Senin
(21/8/2023). Made menjelaskan para pelaku kemudian mendekati korban dan melakukan
pembacokan dengan golok. "Korban dibacok tiga kali di punggung," bebernya.

Berdasarkan hasil penyelidikan, kedua pelaku diamankan pada Kamis (17/8) lalu. Kepada
polisi, keduanya mengaku melakukan pembacokan karena menganggap korban merupakan
kelompok lawan. "Motif bahwa awalnya terjadi perselisihan di kampung sekitar tempat tinggal
pelaku sehingga mereka menganggap target yang dibacok adalah lawan," jelasnya. Lebih lanjut,
kejadian pembacokan juga terjadi di Kapanewon Seyegan pada tanggal 13 Agustus dini hari.
Made bilang, dua kasus ini memiliki keterkaitan. Sebab, salah satu pelaku juga yang melakukan
pembacokan di Gamping. "Pelaku AR dan GAF. Dari dua orang yang kita amankan di Gamping
ternyata salah satu orang itu sebagai eksekutor di Seyegan yakni AR dengan jongki yang
berbeda," jelasnya. Dijelaskannya, pembacokan di Seyegan dilakukan secara acak. Made
menyebut dari dua kejadian itu para pelaku mengonsumsi pil dan dalam pengaruh minuman
keras. “Kami lakukan pendalaman bahwa yang jelas posisinya sebelum melakukan itu keduanya
mengonsumsi miras dan pil," bebernya. Berdasarkan temuan pil itu, Polresta Sleman kemudian
mengembangkan kasus dan ditangkap pemasok pil tersebut. Kasat Resnarkoba Polresta Sleman
AKP Irwan menuturkan polisi menangkap seorang pengedar berinisial WP (20) warga Kasihan,
Bantul."Jadi dari kasus ini dilakukan penggeledahan ditemukan pil. Kami kembangkan
kemudian tangkap WP. Dalam kasus ini kami tetapkan AR dan WP sebagai tersangka," kata
Irwan. Adapun dari kasus ini polisi menyita puluhan pil obat terlarang, sejumlah uang, golok
sepanjang 45 sentimeter yang digunakan untuk membacok, pakaian, dan kendaraan pelaku.
Polisi menjerat pelaku AR, FA, dan GAF Pasal 170 ayat (2) KUHP dengan ancaman 7 tahun
penjara atau Pasal 351 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara.
Selanjutnya, WP dan AR dijerat Pasal 196 UU Kesehatan dengan ancaman hukuman 10 tahun
penjara.

sumber: (https://www.detik.com/jogja/berita/d-6887981/remaja-16-tahun-pelaku-klithih-di-
gamping-seyegan-2-korban-luka-bacok)
IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan kasus diatas terdapat beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi:

1. Perilaku Agresi: Perilaku agresi adalah perilaku yang negatif. Tingkah laku ini
merupakan tingkah laku yang berbahaya karena dapat melukai, menyakiti, mecelakakan,
menyebabkan penderitaan pada orang lain yang sebenarnya tidak ingin terjadi hal
tersebut. Dalam kasus ini perilaku agresi yang terlihat adalah tindakan kriminalitas yang
dilakukan oleh remaja di bawah umur. Ketiga pelaku, AR (16), FA (17), dan GAF (17),
terlibat dalam serangan dengan senjata tajam, yang menimbulkan korban luka-luka.
2. Penggunaan Narkoba dan Minuman Keras: Kasus ini mengungkapkan bahwa para pelaku
mengonsumsi pil dan minuman keras sebelum melakukan tindakan kekerasan. Ini
menunjukkan adanya masalah penyalahgunaan narkoba dan alkohol di kalangan remaja,
yang dapat memengaruhi perilaku mereka.
3. Kemampuan Pengambilan Keputusan yang Belum Matang: Remaja mungkin belum
sepenuhnya mengembangkan kemampuan pengambilan keputusan yang matang dan
kemampuan untuk memahami konsekuensi jangka panjang dari tindakan mereka. Pelaku
pada kasus ini tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang menyerang korban
menggunakan senjata tajam karena menganggap korban sebagai kelompok “lawan”.
KERANGKA TEORI

Pengertian dan Teori Perilaku (Behavioristic)

Perilaku adalah seperangkat seseorang dalam bentuk respon, aksi dan aktivitas. Perilaku
adalah serangkaian tindakan yang dibuat oleh individu, organisme, sistem buatan dalam
hubungannya dengan dirinya sendiri atau lingkungannya yang mencakup sistem atau organisme
lain di sekitarnya serta lingkungan fisik. Perilaku dapat berubah kapan saja jika di dalam nya
terdapat kesenjangan di diri seseorang. Bentuk perilaku di bagi menjadi 2 bagian yaitu :

• Respon Pasif

Respon pasif adalah respon yang tidak bisa di lihat secara langsung oleh orang lain
seperti berfikir, batin, dan pengetahuan

• Respon Aktif

Respon aktif adalah respon yang bisa di lihat secara langsung oleh orang lain seperti
melakukan sesuatu, sifat

Behaviorisme muncul sebagai respon terhadap introspeksi (menganalisis jiwa manusia


berdasarkan laporan subyektif). Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diterima dari
lingkungan, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan terhadap stimulus yang diberikan.

Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi
dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi

dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi - konsekuensi inilah yang
nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000).
PEMBAHASAN

Klitih menjadi salah satu bentuk kenakalan remaja yang kerap terjadi di Daerah Istimewa
Yogyakarta (Kartono, 2014). Perilaku kenakalan remaja tersebut diidentifikasi sebagai perilaku
menyimpang remaja (juvenile delinquent) yang merupakan bagian dari suatu proses
pembentukan jati diri remaja (Martono, 2012). Penyimpangan perilaku pada remaja ini dapat
didasari oleh banyak hal. Dalam hal ini penyimpangan perilaku ditinjuau berdasarkan teori
perilaku (behvaiorisme).

Behaviorisme merupakan salah satu aliran dalam psikologi. Behaviorisme berangapan


perilaku merupakan hasil dari belajar. Skinner mengungkapkan hubungan antara stimulus dan
respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan
perubahan tingkah laku. Stimulus Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan
belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal - hal lain yang ditangkap melalui panca indra.
Sedangkan respon adalah reaksi yang dihasilkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula
berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan.

Pada kasus ini, pelaku mendapatkan stimulus dari lingkungan dimana terjadi konflik dan
perselisihan di lingkungan sekitar tempat tinggal pelaku. Penggunaan obat-obatan terlarang dan
minuman keras di lingkungan juga merupakan stimulus tambahan yang memengaruhi perilaku
remaja. Selain itu, tekanan dan pengaruh dari teman kelompok pelaku yang juga menunjukkan
perilaku agresi menjadi stimulus lainnya.

Sedangkan yang menjadi respon aktif dari stimulus adalah tindakan kekerasan yang
dilakukan oleh pelaku, yaitu pembacokan terhadap korban. Tindakan ini merupakan respons
terhadap stimulus lingkungan, khususnya konflik, tekanan emosional, dan konsumsi zat
terlarang.

Pelaku yang masih dalam rentang usia remaja (16 tahun) masih belum mampu
mengambil keputusan dengan baik. Pada masa remaja ini merupakan masa dimana anak
mengembangkan sikap, emosi dan pikiran (Widanignsih, I, 2017:1). Ketidak matangan pelaku
dalam mengambil keputusan menyebabkan pelaku merespon stimulus tanpa memikirkan
konsekuensi jangka panjang. Pelaku menyerang korban karena korban dianggap sebagai
“lawan”.
Selain stimulus, pelaku juga mendapatkan reinforcement / penguatan dari lingkungan
sehingga pelaku mengulangi perilakunya. Perasaan identitas kelompok yang kuat dan dukungan
serta pengakuan positif dari teman sebaya setelah terlibat dalam tindakan kekerasan bisa
berfungsi sebagai penguatan sosial yang memperkuat kecenderungan pelaku untuk mengulangi
perilaku kekerasan tersebut. Ketika pelaku terlibat dalam tindakan kekerasan, mereka mungkin
merasa diterima dan dihormati oleh kelompok mereka sebagai bentuk penguatan sosial. Perasaan
ini bisa memperkuat perilaku mereka dan mendorong mereka untuk mengulangi tindakan
tersebut. Hal ini sejalan dengan teori piramida kebutuhan yang diungkapkan Abraham Maslow.
Dalam hal ini pelaku ingin memenuhi kebutuhan akan sosialnya dan penghargaan. Seperti
diterima dan diakui dalam kelompok pertemanannya. Keinginan ini menjadi motivasi bagi
pelaku untuk berperilaku agresi.
KESIMPULAN

Klitih, sebagai salah satu bentuk kenakalan jalanan remaja adalah perilaku yang dapat
diidentifikasi sebagai perilaku menyimpang remaja. Pelaku klitih mendapatkan stimulus dari
lingkungan berupa konflik, perselisihan, penggunaan obat-obatan terlarang, dan tekanan teman
sebaya, yang memengaruhi perilaku mereka. Respon dari stimulus ini adalah tindakan kekerasan,
seperti pembacokan terhadap korban.

Pelaku klitih, yang masih dalam rentang usia remaja, seringkali tidak mampu mengambil
keputusan dengan baik dan merespon stimulus tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang.
Masa remaja merupakan periode di mana individu mengembangkan sikap, emosi, dan pikiran
mereka, dan ketidakmatangan dalam pengambilan keputusan dapat menjadi faktor yang
mendorong perilaku agresif.

Selain stimulus, pelaku klitih juga mendapatkan reinforcement atau penguatan dari
lingkungan. Perasaan identitas kelompok yang kuat dan dukungan positif dari teman sebaya
setelah terlibat dalam tindakan kekerasan dapat berperan sebagai penguatan sosial yang
mendorong pelaku untuk mengulangi perilaku kekerasan tersebut. Motivasi pelaku untuk
memenuhi kebutuhan sosial dan penghargaan mereka dapat menguatkan perilaku agresif mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Asfar, A. M. I. T., Asfar, A. M. I. A., & Halamury, M. F. (2019). Teori Behaviorisme. Makasar:
Program Doktoral Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Makassar.

Widaningsih, I. 2017. Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta Barat: Campustaka

Jarvis, M. 2017. Teori-Teori Psikologi: Pendekatan Modern Untuk Memahami Perilaku,


Perasaan, Dan Pikiran Manusia. London:Nusa Media.

Aditya, R. (2022). Sejarah Klitih: Asal-Usul, Arti Istilah dan Aksi Kejahatan Jalanan yang Kerap
Terjadi di Jogja. https://www.suara.com/news/2022/04/06/073225/ sejarah-klitih-asal-usul-
arti-istilah-dan-aksi-kejahatan-jalanan-yang-kerap-terjadidi-jogja
Casmini, C., & Supardi, S. (2020). Family Resilience: Preventive Solution of Javanese Youth
Klithih Behavior. The Qualitative Report 25(4), 947-961.
Kartono. (2014). Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Press.
Martono, N. (2012). Kekerasan Simbolik di Sekolah: Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre
Bourdieu. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Utomo, S. (2015, June 24). Teori Belajar Stimulus dan Respon - Kompasiana.com.
KOMPASIANA.

Kusuma, Y. W. (2022, April). Klitih di Yogya Tewaskan Anak Anggota DPRD Kebumen, Apa
Itu Klitih? Kompas.Com. https://www.kompas.com

Anda mungkin juga menyukai