Anda di halaman 1dari 3

1.

Asal Mula Pulau-Pulau di Tobelo

Imam Jafar Nuh adalah penguasa Kesultanan Ternate yang hidup pada zaman
dahulu. Sultan Jafar beristrikan seorang hidadari dari Kahyangan yang kecantikan
wajahnya tidak ada yang menandinginya.

Pada suatu hari datanglah adik permaisuri Sultan Jafar Nuh dari Kahyangan.
Gajadean namanya. Ia bermaksud menjenguk kakaknya. Beberapa saat tinggal di
istana Kesultanan Ternate, Gajadean merasa betah. Akhirnya, Gajadean bahkan
enggan kembali ke Kahyangan. Mendapati sikap adik iparnya itu Sultan Jafar Nuh
lantas berkehendak mengangkat Gajadean sebagai sangaji (artinya : Penguasa
suatu wilayah yang berada di hawah kekuasaan kesultanan atau kerajaan)

Kata Sultan Jafar Nuh, “Aku hendak mengangkatmu sebagai sangaji di Tobelo.
Engkau berhak menyandang gelar selaku sultan.”

“Terima kasih, Kanda,” jawab Gajadean,

“Namun yang perlu engkau perhatikan, sebag ai sangaji engkau berkewajiban


nnenyerahkan upeti ke Kesultanan Ternate seperti halnya para sangaji lainnya.”

Gajadean menyatakan kesanggupannya untuk mematuhi pesan Sultan Jafar Nuh.


Tidak herapa lama kemudian Gajadean pun menuju Tobelo dan segera membenahi
daerah kekuasaan barunya itu. la mendirikan sebuah istana yang megah dan
memperkuat pertahanan tobelo dengan mengangkat para prajurit juga menunjuk
dua orang yang telah ternama kesaktian dan ketangguhannya selaku kapitan.
Keduanya adalah Kapitan Metalomo dan Kapitan Malimadubo. Dalam pemerintahan
Gajadean yang adil dan bijaksana, Tobelo pun menjadi daerah yang maju. Rakyat
Tobelo lebih makmur dan sejahtera dibandingkan sebelumnya. Rakyat Tobelo
sangat menghormati dan mematuhi perintah Gajadean. Terlebih-lebih mereka juga
mengetahui jika sangaji mereka itu berasal dari Kahyangan.

Sesuai janji yang diucapkannya pada Sultan Jafar Nuh, setiap tahun Gajadean
senantiasa mengirimkan upeti ke Kesultanan Ternate. Upeti itu berupa beras,
kelapa, dan hasil pertanian lainnya. Gajadean langsung memimpin penyerahan upeti
itu.
Syandan, Gajadean kembali memimpin penyerahan upeti ke Kesultanan Ternate.
Setelah menyerahkan upeti, Gajadean berniat kembali ke Tobelo. Sangatlah marah
Gajadean ketika mendapati terompah2 yang semula dikenakannya tidak lagi ada di
tempatnya semula. la telah memerintahkan pengawal dan prajurit pengiringnya
untuk mencari, namun terompah kesayangannya itu tidak juga ditemukan. Tanpa
lagi mengenakan alas kakinya, Gajadean kembali pulang ke Tobelo. Ia sangat yakin,
Sultan Jafar Nuh telah mengambil terompah kesayangannya. Ia sangat marah dan
ingin membalas perlakuan kakak iparnya yang diyakininya mengambil terompah
kesayangannya itu.

Setibanya di Tobelo, Gajadean terus memikirkan terompah indah kesayangannya


itu. Setiap kali la memikirkan, kebenciarnya pada Sultan Jafar Nuh kian membesar.
Dendamnya pada kakak iparnya itu kian menjadi-jadi. Tersulut oleh dendam dan
kemarahannya. Gajadean lantas memerintahkan segenap rakyat Tobelo untuk
mengumpulkan kotoran mereka dan memasukkannya pada guci-guci besar.
Perintah tersebut sesungguhnya membuat rakyat Tobelo keheranan, kebingungan,
dan serasa tidak habis mengerti. Namun demikian, mereka patuh menjalankan
perintah Sultan Gajadean tersebut.

Selama setahun segenap rakyat Tobelo mengisi guci-guci besar itu dengan kotoran
mereka yang bau lagi menjijikkan tersebut. Hingga waktu penyerahan upeti ke
Kesultanan Ternate pun tiba. Gajadean kembali ke Kesultanan Ternate untuk
menyerahkan upeti. Bukan beras, kelapa, dan aneka hasil pertanian rakyat Tobelo
seperti biasanya yang dikirimkan ke Kesultanan Ternate, melainkan guci-guci besar
berisi kotoran rakyat Tobelo.

Seperti tidak menyimpan dendam dan kemarahan, Gajadean berbincang-bincang


akrab dengan Sultan Jafar Nuh setibanya ia di Kesultanan Ternate. Setelah
penyerahan upeti itu selesai, Gajadean beserta rombongan Tobelo pun meminta diri
untuk kembali ke Tobelo.

Sepeninggal Gajadean, Sultan Jafar Nuh memerintahkan prajurit-prajuritnya untuk


membuka upeti dari Tobelo sebelum disimpan di lumbung kerajaan. Betapa
terperanjatnya Sultan Jafar Nuh setelah mendapati isi guci-guci besar itu. Seketika
itu kemarahannya pun meluap. Ia merasa kehormatannya selaku sultan sangat
dilecehkan adik iparnya.

“Ini sebuah penghinaan!” seru Sultan Jafar Nuh dengan kemarahan meninggi.
“Secara nyata Gajadean dan rakyat Tobelo telah meruntuhkan kehormatanku dan
Kesultanan Ternate. Penghinaan dan pelecehan kehormatan ini harus dibalas! Kita
akan gempur Tobelo untuk menunjukkan kehormatan dan kewibawaan Kesultanan
Ternate!”

Peperangan antara Kesultanan Ternate dan Tobelo pecah, berlangsung sangat


sengit. Seiring berlalunya sang waktu, semakin sengit peperangan itu. Dengan
mengerahkan siasat dan strategi perang tertentu, akhirnya Kesultanan Ternate
dapat mengalahkan kekuatan Tobelo pendukung Sultan Gajadean.

Setelah mengalami kekalahan, kekuatan Tobelo menjadi centang-perenang.


Sebagian dari mereka terpaksa harus berlari ke dalam hutan untuk menyelamatkan
diri. Sebagian yang lain harus bersembunyi di bukit dan gunung untuk
menghindarkan diri dari serangan prajurit-prajurit Kesultanan Ternate. Sultan
Gajadean pun turut mengungsi. Entah mengungsi ke mana adik ipar Sultan Jafar
Nuh tersebut hingga keluarga maupun para prajurit Tobelo kemudian yang berusaha
mencarinya tidak menemukannya. Berbagai usaha telah dilakukan, namun
keberadaan Sultan Gajadean tidak ditemukan.

Kapitan Metalomo dan Kapitan Malimadubo segera menggalang kekuatan.


Keduanya tetap berniat menegakkan pemerintahan di Tobelo. Karena keberadaan
Sultan Gajadean tidak juga diketemukan, keduanya memimpin pemerintahan Tobelo
secara sementara. Hingga akhirnya mereka semua kembali ke Tobelo setelah
kekuatan prajurit Kesultanan Temate kembali pulang.

Sultan Gajadean tetap juga tidak ditemukan dan juga tidak kembali ke Tobelo.
Kapitan Metalomo dan Kapitan Malirnadubo beserta rakyat Tobelo lantas bersepakat
untuk menentukan sultan baru sebagai pengganti Sultan Gajadean. Secara utuh
mereka bersepakat menunjuk Kobubu, anak lelaki Sultan Gajadean, menjadi sultan
Tobelo yang baru. Keadaan di Tobelo pun berangsur-angsur membaik setelah
Kobubu menjalankan pemerintahannya.

Syandan pada suatu hari, Mama Ua, anak perempuan Sultan Gajadean, pergi ke
pantai dengan diiringi dayang-dayang dan juga para prajurit pengawal. Setibanya di
pantai, Mama Ua melantunkan sajak:

Papa Ua nyao deo

Kabunga manyare-nyare

Toma buku molitebu

(Orang yang tidak berkeluarga, seperti ikan di tepi pantai, di pinggir pantai di kaki
gunung)

Keajaiban pun terjadi setelah Mama Ua mengakhiri sajaknya. Mendadak muncullah


gugusan pulau di depan wilayah Tobelo. Pulau-pulau itu membentang dari wilayah
Mede hingga di depan wilayah Tobelo.

Pesan Moral dari Kumpulan Cerita Rakyat Legenda Nusantara Asal Mula Pulau-
Pulau di Tobelo adalah Suatu masalah hendaklah diselidiki baik-baik dan kemudian
dicarikan jalan keluarnya secara baik-baik. Kecerobohan dalam memutuskan
sesuatu dapat menyebabkan munculnya masalah baru yang jauh lebih besar
dampak buruknya.

Anda mungkin juga menyukai