Anda di halaman 1dari 1

Maria Pauline Lumowa

Kas Bank BNI dibobol senilai Rp1,7 triliun pada 2003 lewat letter of credit (L/C) fiktif. Dalam kasus ini,
buronan pembobol Maria Pauline Lumowa melarikan diri selama 17 tahun dan ditangkap di Serbia.
Pada Juli 2020, pemerintah telah mengekstradisi Maria dan dipastikan menjalani proses hukum di
Indonesia. Proses ekstradisi Maria hingga akhirnya bisa kembali ke tanah air menempuh proses
cukup panjang. Pasalnya setelah melakukan aksi pembobolan tersebut Maria pergi ke Singapura. Dia
juga tercatat bolak-balik Belanda - Singapura. Diketahui, dalam menjalankan aksinya Maria
membobol kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Pada periode
Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai US$136 juta dan 56 juta
euro atau sama dengan Rp1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki
Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu. Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat
bantuan dari 'orang dalam' lantaran bank plat merah itu tetap meneken jaminan L/C dari Dubai Bank
Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp
yang bukan merupakan bank korespondensi BNI. Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan
transaksi keuangan PT Gramarindo Group dan mulai melakukan penyelidikan dan mendapati
perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke
Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada
September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk
Mabes Polri.

Penyebab

Penyebab dari kasus ini adalah kelemahan dalam sistem pengawasan dan keamanan perbankan
yang dapat dimanipulasi oleh orang dalam dan kelemahan dalam proses penerbitan letter of credit
(L/C) yang tidak dilakukan secara teliti oleh pihak bank. Selain itu, kurangnya kerja sama antar bank
dalam melakukan verifikasi transaksi juga menjadi faktor penyebab terjadinya kasus ini.

Cara Mencegah

Untuk mencegah terjadinya kasus serupa, diperlukan peningkatan sistem pengawasan dan
keamanan perbankan dengan memperkuat sistem identifikasi dan verifikasi nasabah, serta
mengintensifkan pelatihan dan pengawasan staf bank. Pemerintah juga dapat memperkuat regulasi
dan hukuman bagi pelaku kejahatan perbankan.

Selain itu, perlu adanya peningkatan kerja sama antar bank dalam melakukan verifikasi transaksi,
termasuk memastikan bahwa letter of credit (L/C) yang diterbitkan adalah sah dan valid. Bank juga
perlu memastikan bahwa pihak yang terlibat dalam transaksi benar-benar melakukan bisnis yang sah
dan tidak terlibat dalam aktivitas ilegal.

Dalam menangani kasus seperti ini, penting untuk meningkatkan kerja sama antara lembaga
penegak hukum dalam dan luar negeri untuk memudahkan proses ekstradisi dan penegakan hukum
terhadap pelaku kejahatan perbankan. Selain itu, diperlukan adanya sistem monitoring dan
pengawasan yang lebih baik untuk mencegah pelaku kejahatan perbankan melarikan diri dan
menghindari penegakan hukum.

Anda mungkin juga menyukai