Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

PEMBELAJARAN IPA DI SD
TUTOR : Dr. Adrias, S.Pd., M.Pd.

DI KERJAKAN OLEH
NAMA :CICI ELI GUSNITA
NIM : 856266242

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS TERBUKA

PAD
ANG
TUGAS TUTORIAL KE-1
MKDK4002/ PERKEMBANGAN PESERTA
DIDIK/ 2 SKS PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)
UNIVERSITAS TERBUKA

Tutor : Dr. Adrias, S.Pd., M.Pd.

No Uraian Tugas Tutorial Skor


Maksim
1. Bagaimana pandangan Saudara terhadap orang yang secara umur kronologis tidak 30
sesuai dengan umur psikologis, secara umur sudah dewasa, tetapi sikapnya tidak
menunujukkan orang yang dewasa, berikan tanggapan disertai dengan landasan teori
dan
cantumkan referensi rujukan jawaban!
2. Seorang guru dalam menjalankan tugasnya tidak hanya mengandalkan kemampuan 35
akademik, tetapi guru juga perlu mengetahui tahap perkembangan yang dialami setiap
anak didiknya. Berikan ulasan terhadap pernyataan tersebut dalam bentuk kasus dan
disertakan dengan teori dan cantumkan referensi rujukan jawaban!
3 Bagaimana cara Bapak/Ibu menghadapi anak didik yang memiliki kecerdasan majemuk, 35
dan anak yang tidak menyukai mata pelajaran tertentu, sedangkan mata perlajaran
tersebut adalah salah satu mata pelajaran wajib, seperti matematika dan Bahasa
Indonesia. Berikan penjelasan yang disertakan dengan teori dan cantumkan referensi
rujukan jawaban!
Total 100

Note : 1. Dikumpulkan paling lambat hari Senin, 30 Oktober 2023 di halaman


https://silayar.ut.ac.id
2. Jawaban disertakan dengan teori dan mencantumkan daftar rujukan!
3. File dikirim dalam bentuk pdf.
4. Hindari jawaban Copy Paste!
Jawaban:
1. Secara umum Usia kronologis yaitu lama hidup seseorang sejak tanggal, bulan, dan tahun
ia dilahirkan yang dinyatakan dalam angka-angka. Sedangkan menurut Frank spohrer
(1996) dalam bukunya yang berjudul Community Nutrition Usia kronologis adalah usia
seseorang dengan berdasarkan tahun dari lahirnya. Umur dari tiap orang dibedakan menjadi
usia muda, usia tua, dan usia sangat tua. Dan ada juga yang mengatakan Usia Kronologis
adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai dengan waktu
penghitungan usia.
Usia psikologis seseorang berkisar pada keterampilan psikologis atau kejiwaan dan
mekanisme individu dalam menangani stres atau masalah. Usia psikologis juga tidak selalu
sama dengan usia kronologis ataupun usia biologis.
Orang yang gampang marah dan selalu meledak-ledak, emosional, gampang
tersinggung diartikan sebagai usia psikologis yang muda. Usia psikologis muda identik
dengan umur anak-anak yang tidak mampu menguasai emosinya.
Pandangan terhadap seseorang yang secara umur kronologis tidak sesuai dengan
umur psikologis, khususnya jika mereka sudah dewasa namun sikap mereka tidak
mencerminkan kedewasaan, dapat dilihat melalui berbagai lensa teori psikologis yang
berbeda. Berikut adalah pandangan dan beberapa teori ahli:

a. Teori Psikososial Erikson: Menurut Erikson, setiap tahap perkembangan psikososial


memiliki konflik yang harus diatasi. Jika seseorang gagal melewati konflik pada tahap-
tahap perkembangan sebelumnya (misalnya, tahap masa kanak-kanak), mereka mungkin
akan mengalami kesulitan dalam mencapai kedewasaan psikologis. Pandangan ini akan
mencakup empati terhadap individu tersebut, mengakui bahwa mereka mungkin
mengalami kesulitan dalam mencapai identitas dan intimitas yang sehat.

b. Teori Konstruktivisme Piaget: Menurut Piaget, individu secara aktif membangun


pemahaman mereka tentang dunia. Jika seseorang gagal mengembangkan pemahaman
kognitif yang sesuai dengan usia mereka, mungkin diperlukan pendekatan yang
berfokus pada pembelajaran dan pengembangan kognitif mereka. Ini juga bisa
mencakup pemahaman bahwa individu mungkin memerlukan pengalaman yang
mendukung perkembangan kognitif mereka.

c. Teori Sosiokultural Vygotsky: Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dan


budaya dalam perkembangan individu. Jika seseorang masih menunjukkan tingkat
kedewasaan yang rendah, pendekatan ini akan menyoroti pengaruh lingkungan sosial
dan budaya mereka. Mungkin diperlukan perubahan dalam lingkungan mereka atau
dukungan yang lebih kuat dari lingkungan sosial untuk membantu mereka berkembang.

d. Teori Belajar Sosial Bandura: Bandura menekankan peran penting pemodelan dan
belajar melalui observasi. Jika seseorang tidak mengembangkan sikap dewasa, hal ini
mungkin disebabkan oleh kurangnya model peran dewasa dalam hidup mereka. Oleh
karena itu, penting untuk memberikan kesempatan untuk belajar melalui pengamatan
dan berinteraksi dengan individu yang memiliki sikap yang lebih dewasa.

e. Teori Sistem Ekologi Bronfenbrenner: Teori ini mengakui pengaruh berbagai lapisan
lingkungan pada perkembangan individu. Jika seseorang tidak mencerminkan
Penting untuk diingat bahwa pandangan terhadap individu yang mengalami
ketidaksesuaian antara umur kronologis dan psikologis mereka harus didasarkan pada
pemahaman yang mendalam tentang pengalaman dan konteks individu tersebut.
Pendekatan yang menggabungkan elemen-elemen dari berbagai teori psikologi dapat
membantu dalam memberikan dukungan yang sesuai dan membantu individu tersebut
mencapai kedewasaan psikologis yang lebih seimbang.

Dari penjelasan di atas menurut pandangan saya terhadap orang yang secara umur
kronologis tidak sesuai dengan umur psikologis yang mana kita ketahui usia kronologis
yaitu lama hidup seseorang sejak tanggal, bulan, dan tahun ia dilahirkan yang dinyatakan
dalam angka-angka. Sedangkan psikologis seseorang berkisar pada keterampilan
psikologis atau kejiwaan dan mekanisme individu dalam menangani stres atau masalah.
Mungkin karna ada timbulnya masalah keoada seseorang tersebut sehingga dia tidak bisa
mengendalikan amarah, rasa kecewa dan bahkan emosi nya tidak terkontrol padahal di
usianya seharusnya bisa mengendalikan itu semua. Jadi dapat disimpulkan mungkin
alangkah baiknya kita harus bisa mengendalikan diri kita agar terhindar dari stres yang
menyebabkan kita tidak gampang tersinggung dengan perkataan orang-orang disekitar
kita.
SUMBER: -https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
-Buku Perkembangan Peserta didik oleh Nisa Felicia MKDK4002 Edisi 3
Penerbit Ubniversitas Terbuka

2. Gardner menyatakan dalam salah satu bukunya, bahwa konsep kecerdasan majemuk
melibatkan faktor biologi dan faktor budaya. Buku tersebut berjudul The Theory in
Practice.

Pernyataan bahwa seorang guru perlu memiliki pemahaman tentang tahap perkembangan
yang dialami setiap anak didiknya sangat relevan dalam konteks pendidikan. Ini adalah
aspek kunci dalam memahami dan membantu perkembangan anak. Untuk memberikan
ulasan lebih lanjut, mari kita tinjau kasus berikut:
Kasus:
Seorang guru di sebuah sekolah dasar memiliki dua siswa yang memiliki perbedaan
signifikan dalam perkembangan kognitif mereka. Siswa A, yang berusia 8 tahun, menunjukkan
kemampuan kognitif yang sesuai dengan usianya. Dia dapat dengan mudah memahami konsep-
konsep matematika dasar dan mengikuti instruksi dengan baik. Di sisi lain, Siswa B, yang juga
berusia 8 tahun, tampaknya memiliki kesulitan dalam memahami materi matematika yang
sama. Siswa B tampak frustrasi dan cenderung menunjukkan perilaku tidak sabar.
Ulasan:
Dalam kasus ini, perbedaan dalam perkembangan kognitif kedua siswa mencerminkan
pentingnya guru untuk memahami tahap perkembangan individu. Ini terkait dengan Teori
Perkembangan Kognitif oleh Jean Piaget. Teori ini menyatakan bahwa anak-anak melalui
serangkaian tahap perkembangan kognitif yang berbeda, dan kemampuan mereka untuk
memahami konsep-konsep tertentu akan berbeda pada setiap tahap. Siswa A mungkin
telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang lebih tinggi daripada Siswa B, sehingga
lebih mudah bagi Siswa A untuk memahami materi matematika.
Untuk mengatasi situasi ini, guru perlu mengakui perbedaan perkembangan antara dua
siswa ini. Siswa B mungkin berada dalam tahap yang lebih awal dalam perkembangan
kognitifnya, sehingga memerlukan pendekatan yang lebih mendukung dan lebih bertahap
dalam pembelajaran matematika. Guru harus memberikan dukungan ekstra, kesabaran, dan
strategi pengajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan kognitif Siswa B.
Dengan pemahaman tentang tahap perkembangan individu, guru dapat merancang
pengajaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing siswa,
sehingga memungkinkan mereka untuk berkembang dengan lebih baik dalam bidang akademik
dan sosial mereka. Ini juga mendukung pendekatan pendidikan inklusif yang memperhitungkan
kebutuhan individu dalam kelas yang beragam.
SUMBER: -https://www.google.com/url?sa
-Buku Perkembangan Peserta didik oleh Nisa Felicia MKDK4002 Edisi 3
Penerbit Ubniversitas Terbuka
3. Menghadapi anak didik yang memiliki kecerdasan majemuk (multiple intelligences) dan anak
yang tidak menyukai mata pelajaran tertentu, seperti matematika dan Bahasa Indonesia,
merupakan tantangan dalam pendidikan. Untuk mengatasi hal ini, perlu memahami prinsip-
prinsip teori kecerdasan majemuk dan strategi untuk mengatasi ketidakminatan terhadap mata
pelajaran tertentu.
Menghadapi Anak dengan Kecerdasan Majemuk :
Teori Kecerdasan Majemuk oleh (Gardner, 1983, dalam Shaffer & Kipp, 2014)
menekankan bahwa setiap individu memiliki jenis kecerdasan yang berbeda-beda, dan
keberagaman kecerdasan ini harus diakui dalam pendidikan. Untuk menghadapi anak dengan
kecerdasan majemuk, berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:
a) Identifikasi Kecerdasan : Kenali kecerdasan utama atau dominan pada setiap anak.
Misalnya, seorang anak mungkin memiliki kecerdasan linguistik yang kuat, sementara
yang lain mungkin memiliki kecerdasan kinestetik atau visual-ruang.
b) Berikan Pengalaman Variatif : Dalam pengajaran, berikan kesempatan untuk
mengembangkan berbagai jenis kecerdasan. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan yang beragam dalam pengajaran dan penilaian.
c) Fasilitasi Pembelajaran yang Terpadu : Buat koneksi antara mata pelajaran yang
berbeda. Misalnya, mengintegrasikan seni ke dalam pembelajaran matematika atau
menggunakan cerita dan penelitian untuk memahami Bahasa Indonesia.
Menghadapi Anak yang Tidak Menyukai Mata Pelajaran Tertentu :
Ketika seorang anak tidak menyukai mata pelajaran tertentu, seperti matematika atau Bahasa
Indonesia, penting untuk mengidentifikasi penyebab ketidakminatan ini dan mengambil
tindakan yang sesuai:
a) Komunikasi Terbuka : Berbicaralah dengan anak tersebut untuk memahami alasan di
balik ketidakminatannya. Mungkin ada faktor-faktor tertentu yang membuatnya tidak
menyukai mata pelajaran tersebut.
b) Temukan Relevansi : Tunjukkan kepada anak bagaimana mata pelajaran tersebut
memiliki relevansi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya, bagaimana
matematika digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau bagaimana Bahasa Indonesia
membantu dalam komunikasi.
c) Berikan Dukungan Tambahan : Jika anak mengalami kesulitan dalam mata pelajaran
tertentu, berikan dukungan tambahan seperti guru tambahan atau bimbingan.
d) Berikan Pengalaman Positif : Ciptakan pengalaman positif dalam mata pelajaran yang
tidak disukai. Ini dapat meningkatkan minat anak dan memberikan dorongan positif.
Dalam kedua situasi, penting untuk memahami bahwa setiap anak unik, dan pendekatan
yang efektif mungkin berbeda-beda untuk masing-masing individu. Melibatkan anak dalam
proses pengambilan keputusan dan memberikan dukungan yang sesuai adalah kunci untuk
mengatasi tantangan ini dalam pendidikan.
SUMBER : Buku Perkembangan Peserta didik oleh Nisa Felicia MKDK4002 Edisi 3
Penerbit Ubniversitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai