Anda di halaman 1dari 1

Ketika malu telah pergi, harga diri tiada lagi

Labudda alal mukminin, min arba'ati asy'ya'a. Darul wasi’ah, wadabbatin farihah, wasaubun jamilah,
washirajum muziyah.

Harus ada pada diri orang mukmin itu 4 perkara. Pertama negeri yang luas, kedua kendaraan yang
lekas, ketiga pakaian yang bagus dan ke empat pelita yang menerangi. Adapun negeri yang luas ialah
hati tempat ilmu, kendaraan yang lekas ialah amal, pakaian yang bagus ialah malu, dan pelita yang
menerangi ialah ilmu.

Manusia hadir ke bumi ini sebagai makhluk yang berfikir, merasa dan mengerti. Setiap insan yang
lahir dari rahim ibu yang tercinta, dia tidak membawa harta benda, apalagi emas permata.
Jangankan berpakaian sutra, sehelai benang pun tiada. Tetapi didalam tubuhnya Allah telah
menanamkan berbagai macam rasa.

Adakala rasa kasih sayang dan cinta, dan adakala rasa malu. Rasa malu tidak pernah dimiliki oleh
makhluk Allah selain manusia. Di karenakan sempurnanya Allah ciptakan manusia, maka Allah
memberikan pangkat dan kedudukan yang istimewa yaitu sebagai khalifah dibumi ini. Namun,
dibalik kekhalifahan nya, manusia sering ingkar terhadap tugas dan kewajibannya. Ia terlena dengan
pangkat dan kedudukannya, padahal hawa nafsu telah menguasai nya. Rasa malu yang Allah
ciptakan dalam dirinya sebagai benteng untuk mempertahankan harga dirinya, telah luluh lantakkan
oleh dirinya sendiri. Jikalau hal ini terjadi, maka tak segan-segan harga diri pun ikut digadaikan.
Padahal harga diri tidak dapat ditukar dengan rupiah, tidak juga dengan emas permata. Tetapi
dizaman sekarang ini, disaat dunia semakin tua, tali dunia semakin rapuh, harga diri telah diperjual
belikan dengan tawar yang sangat murah.

Teman-teman semuanya....

Hilang nya rasa malu sama saja menghilangkan kehormatan dalam diri kita. Fakta yang terjadi
sekarang, kita merasa malu untuk melakukan kebaikan. Namun, kita tidak malu melakukan
kesalahan. Contoh yang sangat dekat adalah ketika kita berjumpa dengan guru, teman dan lainnya,
kita malu untuk memberikan salam, malu untuk menyapa. Padahal itu merupakan suatu kebaikan.

Kemudian ketika ada sampah yang berserakan, kita hanya melihat saja dan merasab malu untuk
mengambilnya. Kenapa bisa demikian? Jawabannya ada dalam diri kita masing-masing.

Demikianlah tausiah singkat dari saya, lebih dan kurang saya mohon maaf.

Pat ranup yang hana geutah

Pat peuneurah yang hana bajo

Pat tuto yang hana salah

Hana bak awai na bak dudo.

Wa akhiran akulu lakum, waaaa mualaikum Wr. Wb.

Anda mungkin juga menyukai