Pramoedya Ananta Toer menamatkan sekolah rendah (sekolah dasar) Instituut Boedi
Oetomo di Blora lalu melanjutkan pendidikannya selama satu setengah tahun di sekolah teknik
radio Surabaya (Radiovakschool Surabaya) tahun 1940—1941. Dia tidak memiliki ijazah dari
sekolah itu karena ijazah yang dikirimkannya ke Bandung untuk disahkan tidak pernah diterima
kembali akibat kedatangan Jepang ke Indonesia pada awal tahun 1942.
Bulan Mei 1942 Pramoedya Ananta Toer meninggalkan Rembang dan Blora untuk pergi
ke Jakarta. Dia bekerja di Kantor Berita Domei. Sambil bekerja, ia mengikuti pendidikan di
Taman Siswa (1942—1943), kursus di Sekolah Stenografi (1944—1945) lalu menempuh kuliah di
Sekolah Tinggi Islam Jakarta (1945) untuk mata kuliah Filsafat, Sosiologi, dan Sejarah.
Tahun 1945 ia keluar dari Kantor Berita Domei dan pergi menjelajahi Pulau Jawa. Bulan
Agustus 1945, saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, ia sedang berada di Kediri. Tahun
1946 ia ikut menjadi prajurit resmi sampai mendapat pangkat Letnan II Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) yang ditempatkan di Cikampek, dengan sekutu Front Jakarta Timur. Dia kembali ke
Jakarta tahun 1947 melalui penyusupan, tetapi ditangkap militer Belanda yang berada di
Cipinang. Tanggal 22 Juli 1947 ia ditangkap marinir Belanda karena menyimpan dokumen
gerakan bawah tanah menentang Belanda. Dia dipenjarakan tanpa diadili di penjara Bukit Duri
sampai tahun 1949. Tahun 1950—1951 ia bekerja sebagai redaktur Balai Pustaka. Tahun 1950 ia
menerima hadiah sastra dari Balai Pustaka atas novelnya yang berjudul Perburuan. Pada tahun
yang sama ia menikah dengan wanita yang sering datang ke penjara ketika Pram berada di
penjara, yang masih keluarga dekat, Husni Thamrin.
Tahun 1952 Pramoedya Ananta Toer mendirikan dan memimpin Literary dan Features
Agency Duta sampai tahun 1954. Tahun 1953 ia pergi ke Negeri Belanda sebagai tamu Sticusa
(Yayasan Belanda Kerja Sama Kebudayaan) dan tahun 1956 berkunjung ke Peking, Tiongkok,
untuk menghadiri peringatan hari kematian Lu Shun. Dia terkagum-kagum terhadap kejayaan
Revolusi Tiongkok dalam segala bidang.
Tahun 1958 Pramoedya Ananta Toer masuk anggota Pimpinan Pusat Lembaga Kesenian
Rakyat (Lekra) yang berada di bawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI). Keterlibatannya
dengan Lekra memperhadapkannya dengan seniman golongan lain yang tidak sealiran,
terutama kelompok seniman penanda tangan Manifesto Kebudayaan (Manikebu) yang
menentang PKI.
Tahun 1962 ia menjabat redaktur Lentera. Dia juga bekerja sebagai dosen di Fakultas
Sastra Universitas Res Publika, Jakarta, sebagai dosen Akademi Jurnalistik Dr. Abdul Rivai.
Meletusnya gerakan 30 September 1965 (Gestapu/PKI) menghadirkan kenangan pahit dalam
kehidupan Pramoedya Ananta Toer.
Tugas 1!
1. Perhatikan Biografi Pramoedya Ananta Toer di atas!
2. Tentukan Struktur Teks Biografi!
*Tuliskan keterangan struktur secara singkat dan jelas sesuai point-point yang ditemukan
1. Dia
Menggunakan kata ganti
1. Ada 2. Ia
orang ketiga tunggal
1. tertulis
2. meletakkan
3. Kata Kerja Material Ada 3. memiliki
4. menjelajahi
5. menempuh
*Dapat ditambahkan kolom dan baris baru apabila ditemukan kaidah kebahasaan yang lain!
2. Pada tahun 1942 apa alasan Pramoedya Ananta Karena Pramoedya Anata Toer untuk bekerja di
Toer meninggalkan Blora? Kantor Berita Domei, sembari bekerja dia
mengikuti pendidikan di Taman Siswa (1942-
1943), kursus di Sekolah Stenografi (1944-
1945), lalu menempuh kuliah di Sekolah Tinggi
Islam Jakarta (1945) untuk mata kuliah Filsafat,
Sosiologi, dan Sejarah.
3. Apa saja jabatan yang pernah dijalankan oleh pada tahun 1946, ia menjadi prajurit berangkat
seorang Pramoedya Ananta Toer selama letnan 2.
hidupnya? Tahun 1962 ia. menjabat sebagai redaktur
Lentera.
4. Apa saja penghargaan yang didapatkan oleh Penghargaan Balai Pustaka (1951) dan tahun
Pramoedya Ananta Toer? 1995 menerima Hadiah Magsaysay dari
Filipina.
Yayasan Magsaysay memberikan penghargaan
kepada Pramoedya dengan alasan bahwa Pram
dinilai berhasil melakukan pencerahan dengan
cerita yang bernas tentang sejarah kebangkitan
dan kehidupan modern masyarakat Indonesia.
Pram juga mendapat penghargaan PEN
International (1998), Dia mendapat gelar
kehormatan Doctor of Humane Letters dari
Universitas Michigan tahun (1999), Fukuoka
Cultural Grand Prize (Hadiah Budaya Asia
Fukuoka), Jepang, (2000), dan pada 2004
Norwegian Authors' Union Award untuk
sumbangannya pada sastra dunia.
5. Apa saja buku Pramoedya Ananta Toer yang Buku-buku yang dilarang ialah Bumi Manusia
pernah terbit, namun dilarang oleh Kejaksaan (1980), Anak Semua Bangsa (1980), Jejak
Agung? Langkah (1985), Rumah Kaca (1988), Nyanyi
Sunyi Seorang Bisu I (1995) II (1996), Arus Balik
(1995), Arok Dedes (1999), dan Larasati (2000).
Beberapa tahun terakhir ini sejumlah buku
Pramoedya Ananta Toer yang semula dilarang
beredar oleh Kejaksaan Agung diterbitkan
kembali oleh penerbit Hasta Mitra. Buku-buku
tersebut, antara lain, adalah Bumi Manusia dan
Anak Semua Bangsa, serta buku-buku
Pramoedya yang ditulis tahun 1950-an, seperti
Cerita dari Blora, Perburuan, Korupsi, Keluarga
Gerilya, dan Panggil Aku Kartini Saja. Karya-
karyanya yang terbit pada akhir 1990-an dan
awal 2000-an, antara lain 1) Mangir (2000), 2)
Kronik Revolusi I, II (1999), III (2000), 3) Cerita-
Cerita dari Digul (2001), dan 4) Perawan
Remaja dalam Cengkeraman Militer (2001)