Anda di halaman 1dari 11

LKPD

(Lembar Kerja Peserta Didik)


Teks Biografi
Memahami penulisan biografi diri (autobiorafi)

Nama : Surya Kurnia Ibrahim


Kelas : X9
Absen : 32

Nama Tokoh Terkenal yang Kamu Kagumi


( )
“Perhatikan Petunjuk Berikut!”

Tuliskan identitas kalian dengan lengkap!

Bacalah petunjuk dan langkah-langkah LKPD berikut!

Lakukan tugas 1 dengan membaca petunjuk


pengerjaan dan soal yang diberikan!

Kumpulkan LKPD berikut sesuai dengan batas waktu


yang telah diberikan!
Pramoedya Ananta Toer (1925—2006)

Pramoedya Ananta Toer (1925—2006) Pengarang Sumber foto:


ngadiyolove.blogdetik.com Pramoedya Ananta Toer terkenal sebagai pengarang novel tahun
1940-an dengan novelnya, antara lain, Keluarga Gerilya dan Perburuan. Dia lahir di Blora, Jawa
Tengah, tanggal 6 Februari 1925 dan meninggal di Jakarta 30 April 2006. Nama asli Pramoedya
adalah Pramoedya Ananta Mastoer, sebagaimana yang tertulis dalam koleksi cerita pendek
semi-otobiografinya yang berjudul Cerita Dari Blora. Oleh karena nama keluarga Mastoer (nama
ayahnya) dirasakan terlalu aristokratik, ia menghilangkan awalan Jawa "Mas" dari nama tersebut
dan menggunakan "Toer" sebagai nama keluarganya. Ayahnya adalah seorang guru yang mula-
mula bertugas di HIS Rembang, kemudian menjadi guru sekolah swasta Boedi Oetomo dan
menjadi kepala sekolah. Ibunya adalah anak penghulu di Rembang. Dalam "Memoar-Hikayat
Sebuah Nama" (1962) dikemukakan, bahwa dalam lingkungan keluarganya ia dipanggil sebagai
Mas Moek karena menjadi anak sulung 8 bersaudara (5 lelaki dan 3 perempuan). Atas "perintah"
abang tertua itu, adiknya meletakkan nama belakang Toer sehingga nama keluarga, yakni
Pradito Toer, Koenmarjatoen Toer, Oemisapatoen Toer, Koesaisah Toer, Koesalah Soebagyo
Toer, Soesilo Toer, dan Soesetyo Toer.

Pramoedya Ananta Toer menamatkan sekolah rendah (sekolah dasar) Instituut Boedi
Oetomo di Blora lalu melanjutkan pendidikannya selama satu setengah tahun di sekolah teknik
radio Surabaya (Radiovakschool Surabaya) tahun 1940—1941. Dia tidak memiliki ijazah dari
sekolah itu karena ijazah yang dikirimkannya ke Bandung untuk disahkan tidak pernah diterima
kembali akibat kedatangan Jepang ke Indonesia pada awal tahun 1942.

Bulan Mei 1942 Pramoedya Ananta Toer meninggalkan Rembang dan Blora untuk pergi
ke Jakarta. Dia bekerja di Kantor Berita Domei. Sambil bekerja, ia mengikuti pendidikan di
Taman Siswa (1942—1943), kursus di Sekolah Stenografi (1944—1945) lalu menempuh kuliah di
Sekolah Tinggi Islam Jakarta (1945) untuk mata kuliah Filsafat, Sosiologi, dan Sejarah.
Tahun 1945 ia keluar dari Kantor Berita Domei dan pergi menjelajahi Pulau Jawa. Bulan
Agustus 1945, saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, ia sedang berada di Kediri. Tahun
1946 ia ikut menjadi prajurit resmi sampai mendapat pangkat Letnan II Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) yang ditempatkan di Cikampek, dengan sekutu Front Jakarta Timur. Dia kembali ke
Jakarta tahun 1947 melalui penyusupan, tetapi ditangkap militer Belanda yang berada di
Cipinang. Tanggal 22 Juli 1947 ia ditangkap marinir Belanda karena menyimpan dokumen
gerakan bawah tanah menentang Belanda. Dia dipenjarakan tanpa diadili di penjara Bukit Duri
sampai tahun 1949. Tahun 1950—1951 ia bekerja sebagai redaktur Balai Pustaka. Tahun 1950 ia
menerima hadiah sastra dari Balai Pustaka atas novelnya yang berjudul Perburuan. Pada tahun
yang sama ia menikah dengan wanita yang sering datang ke penjara ketika Pram berada di
penjara, yang masih keluarga dekat, Husni Thamrin.

Tahun 1952 Pramoedya Ananta Toer mendirikan dan memimpin Literary dan Features
Agency Duta sampai tahun 1954. Tahun 1953 ia pergi ke Negeri Belanda sebagai tamu Sticusa
(Yayasan Belanda Kerja Sama Kebudayaan) dan tahun 1956 berkunjung ke Peking, Tiongkok,
untuk menghadiri peringatan hari kematian Lu Shun. Dia terkagum-kagum terhadap kejayaan
Revolusi Tiongkok dalam segala bidang.

Tahun 1958 Pramoedya Ananta Toer masuk anggota Pimpinan Pusat Lembaga Kesenian
Rakyat (Lekra) yang berada di bawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI). Keterlibatannya
dengan Lekra memperhadapkannya dengan seniman golongan lain yang tidak sealiran,
terutama kelompok seniman penanda tangan Manifesto Kebudayaan (Manikebu) yang
menentang PKI.

Tahun 1962 ia menjabat redaktur Lentera. Dia juga bekerja sebagai dosen di Fakultas
Sastra Universitas Res Publika, Jakarta, sebagai dosen Akademi Jurnalistik Dr. Abdul Rivai.
Meletusnya gerakan 30 September 1965 (Gestapu/PKI) menghadirkan kenangan pahit dalam
kehidupan Pramoedya Ananta Toer.

Pada penangkapan yang dilakukan oleh gerombolan pemuda bertopeng tanggal 13


Oktober 1965, ia mendapatkan penghinaan dan perlakuan yang kejam. Pendengarannya rusak
karena dipukul dengan tommygun pada bagian kepalanya. Setelah itu, ia dipenjarakan di
Tangerang, Salemba, Cilacap, dan selama sepuluh tahun ia hidup dalam pengasingan di Pulau
Buru. Selepas dari pengasingan di Pulau Buru, Pram menghasilkan beberapa buku yang pada
umumnya dilarang oleh Kejaksaan Agung. Namun, di luar negeri buku-buku itu terbit dan
beredar luas. Bahkan, buku-buku tersebut diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing,
terutama bahasa Inggris dan Belanda. Buku-buku yang dilarang ialah Bumi Manusia (1980),
Anak Semua Bangsa (1980), Jejak Langkah (1985), Rumah Kaca (1988), Nyanyi Sunyi Seorang
Bisu I (1995) II (1996), Arus Balik (1995), Arok Dedes (1999), dan Larasati (2000). Beberapa tahun
terakhir ini sejumlah buku Pramoedya Ananta Toer yang semula dilarang beredar oleh Kejaksaan
Agung diterbitkan kembali oleh penerbit Hasta Mitra. Buku-buku tersebut, antara lain, adalah
Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa, serta buku-buku Pramoedya yang ditulis tahun 1950-
an, seperti Cerita dari Blora, Perburuan, Korupsi, Keluarga Gerilya, dan Panggil Aku Kartini Saja.
Karya-karyanya yang terbit pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, antara lain 1) Mangir (2000),
2) Kronik Revolusi I, II (1999), III (2000), 3) Cerita-Cerita dari Digul (2001), dan 4) Perawan Remaja
dalam Cengkeraman Militer (2001).

Pramoedya Ananta Toer memperoleh 16 penghargaan, antara lain Penghargaan Balai


Pustaka (1951) dan tahun 1995 menerima Hadiah Magsaysay dari Filipina. Pengukuhan
Pramoedya Ananta Toer sebagai penerima hadiah tersebut menimbulkan pro dan kontra di
kalangan masyarakat pada saat itu, mengingat sejarah masa silamnya. Hal itu yang menjadi
dasar Mochtar Lubis mengembalikan hadiah yang sama yang diterimanya tahun 1958.
Sementara itu, Yayasan Magsaysay memberikan penghargaan kepada Pramoedya dengan
alasan bahwa Pram dinilai berhasil melakukan pencerahan dengan cerita yang bernas tentang
sejarah kebangkitan dan kehidupan modern masyarakat Indonesia. Pram juga mendapat
penghargaan PEN International (1998), Dia mendapat gelar kehormatan Doctor of Humane
Letters dari Universitas Michigan tahun (1999), Fukuoka Cultural Grand Prize (Hadiah Budaya
Asia Fukuoka), Jepang, (2000), dan pada 2004 Norwegian Authors' Union Award untuk
sumbangannya pada sastra dunia.
Sumber: http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Pramoedya_Ananta_Toer | Ensiklopedia Sastra Indonesia - Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Tugas 1!
1. Perhatikan Biografi Pramoedya Ananta Toer di atas!
2. Tentukan Struktur Teks Biografi!

No Struktur Teks Keterangan


1. Orientasi Pramoedya Ananta Toer (1925—2006)
Pengarang Sumber foto:
ngadiyolove.blogdetik.com Pramoedya Ananta
Toer terkenal sebagai pengarang novel tahun
1940-an dengan novelnya, antara lain, Keluarga
Gerilya dan Perburuan. Dia lahir di Blora, Jawa
Tengah, tanggal 6 Februari 1925 dan meninggal
di Jakarta 30 April 2006. Nama asli Pramoedya
adalah Pramoedya Ananta Mastoer, sebagaimana
yang tertulis dalam koleksi cerita pendek semi-
otobiografinya yang berjudul Cerita Dari Blora.
Oleh karena nama keluarga Mastoer (nama
ayahnya) dirasakan terlalu aristokratik, ia
menghilangkan awalan Jawa "Mas" dari nama
tersebut dan menggunakan "Toer" sebagai nama
keluarganya. Ayahnya adalah seorang guru yang
mula-mula bertugas di HIS Rembang, kemudian
menjadi guru sekolah swasta Boedi Oetomo dan
menjadi kepala sekolah. Ibunya adalah anak
penghulu di Rembang. Dalam "Memoar-Hikayat
Sebuah Nama" (1962) dikemukakan, bahwa dalam
lingkungan keluarganya ia dipanggil sebagai Mas
Moek karena menjadi anak sulung 8 bersaudara
(5 lelaki dan 3 perempuan). Atas "perintah" abang
tertua itu, adiknya meletakkan nama belakang
Toer sehingga nama keluarga, yakni Pradito Toer,
Koenmarjatoen Toer, Oemisapatoen Toer,
Koesaisah Toer, Koesalah Soebagyo Toer, Soesilo
Toer, dan Soesetyo Toer.

2. Peristiwa Penting dalam Pramoedya Ananta Toer menamatkan


Kehidupan Tokoh sekolah rendah (sekolah dasar) Instituut Boedi
Biografi
Oetomo di Blora lalu melanjutkan pendidikannya
selama satu setengah tahun di sekolah teknik
radio Surabaya (Radiovakschool Surabaya) tahun
1940—1941. Dia tidak memiliki ijazah dari sekolah
itu karena ijazah yang dikirimkannya ke Bandung
untuk disahkan tidak pernah diterima kembali
akibat kedatangan Jepang ke Indonesia pada awal
tahun 1942.

Bulan Mei 1942 Pramoedya Ananta Toer


meninggalkan Rembang dan Blora untuk pergi ke
Jakarta. Dia bekerja di Kantor Berita Domei.
Sambil bekerja, ia mengikuti pendidikan di Taman
Siswa (1942—1943), kursus di Sekolah Stenografi
(1944—1945) lalu menempuh kuliah di Sekolah
Tinggi Islam Jakarta (1945) untuk mata kuliah
Filsafat, Sosiologi, dan Sejarah.

Tahun 1945 ia keluar dari Kantor Berita


Domei dan pergi menjelajahi Pulau Jawa. Bulan
Agustus 1945, saat kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan, ia sedang berada di Kediri.
Tahun 1946 ia ikut menjadi prajurit resmi sampai
mendapat pangkat Letnan II Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) yang ditempatkan di Cikampek,
dengan sekutu Front Jakarta Timur. Dia kembali
ke Jakarta tahun 1947 melalui penyusupan, tetapi
ditangkap militer Belanda yang berada di
Cipinang. Tanggal 22 Juli 1947 ia ditangkap
marinir Belanda karena menyimpan dokumen
gerakan bawah tanah menentang Belanda. Dia
dipenjarakan tanpa diadili di penjara Bukit Duri
sampai tahun 1949. Tahun 1950—1951 ia bekerja
sebagai redaktur Balai Pustaka. Tahun 1950 ia
menerima hadiah sastra dari Balai Pustaka atas
novelnya yang berjudul Perburuan. Pada tahun
yang sama ia menikah dengan wanita yang sering
datang ke penjara ketika Pram berada di penjara,
yang masih keluarga dekat, Husni Thamrin.

Tahun 1952 Pramoedya Ananta Toer


mendirikan dan memimpin Literary dan Features
Agency Duta sampai tahun 1954. Tahun 1953 ia
pergi ke Negeri Belanda sebagai tamu Sticusa
(Yayasan Belanda Kerja Sama Kebudayaan) dan
tahun 1956 berkunjung ke Peking, Tiongkok,
untuk menghadiri peringatan hari kematian Lu
Shun. Dia terkagum-kagum terhadap kejayaan
Revolusi Tiongkok dalam segala bidang.

Tahun 1958 Pramoedya Ananta Toer


masuk anggota Pimpinan Pusat Lembaga
Kesenian Rakyat (Lekra) yang berada di bawah
naungan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Keterlibatannya dengan Lekra
memperhadapkannya dengan seniman golongan
lain yang tidak sealiran, terutama kelompok
seniman penanda tangan Manifesto Kebudayaan
(Manikebu) yang menentang PKI.
Tahun 1962 ia menjabat redaktur Lentera.
Dia juga bekerja sebagai dosen di Fakultas Sastra
Universitas Res Publika, Jakarta, sebagai dosen
Akademi Jurnalistik Dr. Abdul Rivai. Meletusnya
gerakan 30 September 1965 (Gestapu/PKI)
menghadirkan kenangan pahit dalam kehidupan
Pramoedya Ananta Toer.

Pada penangkapan yang dilakukan oleh


gerombolan pemuda bertopeng tanggal 13
Oktober 1965, ia mendapatkan penghinaan dan
perlakuan yang kejam. Pendengarannya rusak
karena dipukul dengan tommygun pada bagian
kepalanya. Setelah itu, ia dipenjarakan di
Tangerang, Salemba, Cilacap, dan selama sepuluh
tahun ia hidup dalam pengasingan di Pulau Buru.
Selepas dari pengasingan di Pulau Buru, Pram
menghasilkan beberapa buku yang pada
umumnya dilarang oleh Kejaksaan Agung.
Namun, di luar negeri buku-buku itu terbit dan
beredar luas. Bahkan, buku-buku tersebut
diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing,
terutama bahasa Inggris dan Belanda. Buku-buku
yang dilarang ialah Bumi Manusia (1980), Anak
Semua Bangsa (1980), Jejak Langkah (1985),
Rumah Kaca (1988), Nyanyi Sunyi Seorang Bisu I
(1995) II (1996), Arus Balik (1995), Arok Dedes
(1999), dan Larasati (2000). Beberapa tahun
terakhir ini sejumlah buku Pramoedya Ananta
Toer yang semula dilarang beredar oleh Kejaksaan
Agung diterbitkan kembali oleh penerbit Hasta
Mitra. Buku-buku tersebut, antara lain, adalah
Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa, serta
buku-buku Pramoedya yang ditulis tahun 1950-
an, seperti Cerita dari Blora, Perburuan, Korupsi,
Keluarga Gerilya, dan Panggil Aku Kartini Saja.
Karya-karyanya yang terbit pada akhir 1990-an
dan awal 2000-an, antara lain 1) Mangir (2000), 2)
Kronik Revolusi I, II (1999), III (2000), 3) Cerita-
Cerita dari Digul (2001), dan 4) Perawan Remaja
dalam Cengkeraman Militer (2001).
Pramoedya Ananta Toer memperoleh 16
penghargaan, antara lain Penghargaan Balai
Pustaka (1951) dan tahun 1995 menerima Hadiah
Magsaysay dari Filipina. Pengukuhan Pramoedya
Ananta Toer sebagai penerima hadiah tersebut
menimbulkan pro dan kontra di kalangan
masyarakat pada saat itu, mengingat sejarah masa
silamnya. Hal itu yang menjadi dasar Mochtar
Lubis mengembalikan hadiah yang sama yang
diterimanya tahun 1958. Sementara itu, Yayasan
Magsaysay memberikan penghargaan kepada
3 Reorientasi Pramoedya dengan alasan bahwa Pram dinilai
berhasil melakukan pencerahan dengan cerita
yang bernas tentang sejarah kebangkitan dan
kehidupan modern masyarakat Indonesia. Pram
juga mendapat penghargaan PEN International
(1998), Dia mendapat gelar kehormatan Doctor of
Humane Letters dari Universitas Michigan tahun
(1999), Fukuoka Cultural Grand Prize (Hadiah
Budaya Asia Fukuoka), Jepang, (2000), dan pada
2004 Norwegian Authors' Union Award untuk
sumbangannya pada sastra dunia.

*Tuliskan keterangan struktur secara singkat dan jelas sesuai point-point yang ditemukan

3. Tentukan kaidah kebahasaan yang terdapat pada tokoh biografi tersebut!


No Kaidah Kebahasaan Keterangan Contoh Pada Teks

1. Dia
Menggunakan kata ganti
1. Ada 2. Ia
orang ketiga tunggal

2. Kata Kerja Pasif Ada 1. Dirasakan


2. Dikemukakan
3. Dipanggil
4. Dikirimkannya
5. Disahkan
6. Diproklamasikan
7. Ditempatkan
8. Ditangkap
9. Dipenjarakan
10. Diadili
11. Dilakukan
12. Dipukul
13. Dilarang
14. Diterjemahkan
15. Diterbitkan
16. Ditulis
17. Diterimanya
18. Dinilai

1. tertulis
2. meletakkan
3. Kata Kerja Material Ada 3. memiliki
4. menjelajahi
5. menempuh

4. Kata Adjektiva tidak ada

*Dapat ditambahkan kolom dan baris baru apabila ditemukan kaidah kebahasaan yang lain!

4. Jawablah pertanyaan berikut!


No Pertanyaan Jawaban
1. Kapan dan di mana Pramoedya Ananta Toer Di Blora Jawa Tengah, tanggal 6 Februari 1925
dilahirkan?

2. Pada tahun 1942 apa alasan Pramoedya Ananta Karena Pramoedya Anata Toer untuk bekerja di
Toer meninggalkan Blora? Kantor Berita Domei, sembari bekerja dia
mengikuti pendidikan di Taman Siswa (1942-
1943), kursus di Sekolah Stenografi (1944-
1945), lalu menempuh kuliah di Sekolah Tinggi
Islam Jakarta (1945) untuk mata kuliah Filsafat,
Sosiologi, dan Sejarah.
3. Apa saja jabatan yang pernah dijalankan oleh pada tahun 1946, ia menjadi prajurit berangkat
seorang Pramoedya Ananta Toer selama letnan 2.
hidupnya? Tahun 1962 ia. menjabat sebagai redaktur
Lentera.

4. Apa saja penghargaan yang didapatkan oleh Penghargaan Balai Pustaka (1951) dan tahun
Pramoedya Ananta Toer? 1995 menerima Hadiah Magsaysay dari
Filipina.
Yayasan Magsaysay memberikan penghargaan
kepada Pramoedya dengan alasan bahwa Pram
dinilai berhasil melakukan pencerahan dengan
cerita yang bernas tentang sejarah kebangkitan
dan kehidupan modern masyarakat Indonesia.
Pram juga mendapat penghargaan PEN
International (1998), Dia mendapat gelar
kehormatan Doctor of Humane Letters dari
Universitas Michigan tahun (1999), Fukuoka
Cultural Grand Prize (Hadiah Budaya Asia
Fukuoka), Jepang, (2000), dan pada 2004
Norwegian Authors' Union Award untuk
sumbangannya pada sastra dunia.

5. Apa saja buku Pramoedya Ananta Toer yang Buku-buku yang dilarang ialah Bumi Manusia
pernah terbit, namun dilarang oleh Kejaksaan (1980), Anak Semua Bangsa (1980), Jejak
Agung? Langkah (1985), Rumah Kaca (1988), Nyanyi
Sunyi Seorang Bisu I (1995) II (1996), Arus Balik
(1995), Arok Dedes (1999), dan Larasati (2000).
Beberapa tahun terakhir ini sejumlah buku
Pramoedya Ananta Toer yang semula dilarang
beredar oleh Kejaksaan Agung diterbitkan
kembali oleh penerbit Hasta Mitra. Buku-buku
tersebut, antara lain, adalah Bumi Manusia dan
Anak Semua Bangsa, serta buku-buku
Pramoedya yang ditulis tahun 1950-an, seperti
Cerita dari Blora, Perburuan, Korupsi, Keluarga
Gerilya, dan Panggil Aku Kartini Saja. Karya-
karyanya yang terbit pada akhir 1990-an dan
awal 2000-an, antara lain 1) Mangir (2000), 2)
Kronik Revolusi I, II (1999), III (2000), 3) Cerita-
Cerita dari Digul (2001), dan 4) Perawan
Remaja dalam Cengkeraman Militer (2001)

Anda mungkin juga menyukai