Anda di halaman 1dari 3

1.

BIOGRAFI SITOR SITUMORANG


Sitor Situmorang (lahir di Harian Boho, Toba Samosir, Sumatera Utara, 2 Oktober 1923;
umur 87 tahun), dengan nama Raja Usu, adalah wartawan, sastrawan, dan penyair
Indonesia. Ayahnya adalah Ompu Babiat Situmorang yang pernah berjuang melawan
tentara kolonial Belanda bersama Sisingamangaraja XII.
Pendidikan
Sitor menempuh pendidikan di HIS di Balige dan Sibolga serta MULO di Tarutung
kemudian AMS di Batavia (kini Jakarta). Ia sempat berkelana ke Amsterdam dan Paris
(1950-1952). Tahun 1956-57 ia memperdalam ilmu sinematografi di Universitas
California. Setelah keluar dari tahanan politik, ia tinggal di Leiden (1982-1990) lalu
Islamabad (1991).
Pekerjaan
Kariernya dimulai sebagai wartawan harian Suara Nasional (Tarutung, 1945), Waspada
(Medan, 1947), Berita Indonesia, dan Warta Dunia (Jakarta, 1957). Ia pernah menjadi
dosen Akademi Teater Nasional Indonesia (Jakarta), anggota MPRS dari kalangan
seniman, Ketua Lembaga Kebudayaan Nasional (1959-65), lalu ditahan pemerintahan
Orde Baru.
Karya tulis
Karyanya antara lain kumpulan cerpen Pertempuran dan Salju di Paris (1956) mendapat
hadiah sastra nasional 1955, kumpulan sajak Peta Perjalanan memperoleh hadiah dari
Dewan Kesenian Jakarta 1976, otobiografi : Sitor Situmorang Sastrawan 45, Penyair
Danau Toba (1981); sejarah lokal: Toba na Sae (1993) dan Guru Somalaing dan
Modigliani Utusan Raja Rom (1993).
2. BIOGRAFI W.S. RENDRA

Rendra (Willibrordus Surendra Bawana Rendra), lahir di Solo, Jawa Tengah, 7


November 1935 meninggal di Depok, Jawa Barat, 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun)
adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan
Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967. Ketika kelompok teaternya kocar-kacir
karena tekanan politik, kemudian ia mendirikan Bengkel Teater Rendra di Depok, pada
bulan Oktober 1985. Semenjak masa kuliah ia sudah aktif menulis cerpen dan esai di
berbagai majalah.
Nama Pena
:WS Rendra
Nama Asal
: Willibrordus Surendra Broto Rendra
Nama Setelah Memeluk Islam :Wahyu Sulaiman Rendra
Memeluk Islam
: 12 Agustus 1970
Gelar
: Si Burung Merak
Seniman ini mengucapkan dua kalimat syahadah pada hari perkawinannya dengan
Sitoresmi pada 12 Ogos 1970, dengan disaksikan dua lagi tokoh sastra Taufiq Ismail dan
Ajip Rosidi.
Julukan si Burung Merak bermula ketika Rendra dan sahabatnya dari Australia berlibur
di Kebun Binatang Gembiraloka, Yogyakarta. Di kandang merak, Rendra melihat seekor
merak jantan berbuntut indah dikerubungi merak-merak betina. Seperti itulah saya,
tutur Rendra spontan. Kala itu Rendra memiliki dua isteri, iaitu Ken Zuraida dan
Sitoresmi.

Tempat Tanggal Lahir: Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935.


Tanggal Meninggal Dunia: Kamis, 6 Agustus 2009 pukul 22.10 WIB di RS Mitra
Keluarga, Depok.
Dimakamkan selepas solat Jumat 7 Agustus 2009 di TPU Bengkel Teater Rendra,
Cipayung, Citayam, Depok.
Agama: Islam
Istri:
Sunarti Suwandi (Menikah 31 Maret 1959 dikaruniai lima anak: Teddy Satya
Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta.
Cerai 1981)
Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat (Nikah 12 Agustus 1970, dikaruniai
empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati.
Cerai 1979)
Ken Zuraida (dikaruniai dua anak: Isaias Sadewa dan Maryam Supraba)
Pendidikan:
TK Marsudirini, Yayasan Kanisius.
SD s/d SMU Katolik, St. Yosef, Solo - Tamat pada tahun 1955.
Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta - Tidak tamat.
mendapat beasiswa American Academy of Dramatical Art (1964 - 1967).
3. AMIR HAMZAH
Lahir 28 Februari 1911 di Tanjungpura, Langkat, Sumatera Utara, terbunuh dalam
revolusi sosial 16maret 1946 di Langkat, Sumatera Utara.
Pendidikannya: tamat HIS (sekolah anak-anak Indonesia dengan bahasa pengantara
bahasa Belanda), lalu ke Medan dan ke Jakarta (mungkin 1928) sekolah di Sekolah
lanjutan Pertama Kristen (2 tahun), kemudian belajar di Sekolah Lanjutan Atas Solo,
Jawa Tengah (mungkin antara 1929-1932). Kembali ke Jakarta, masuk Sekolah Tinggi
Hukum, sampai lulus sarjana muda, tapi tidak tamat.
Selama di Jawa, dia aktif dalam kegiatan-kegiatan kebangsaan. Dengan S. Takdir
Alisjahbana dan Armijn Pane, Amir Hamzah mendirikan majalah Pujangga Baru. Tapi
dia dipanggil pulang oleh pamannya, Sultan langkat orang yang membiayai pendidikan
Amir dan diambil menantu.
Bukunya yang sudah terbit: Nyanyian Sunyi (1937), Buah Rindu(1941), Sastra Melayu
Lama
dengan
Tokoh-tokohnya (1941),
dan Esei
dan
Prosa (1982).
Terjemahannya: Bhagawad Gita (dimuat dalamPujangga Baru,1933-1934) dan Setanggi
Timur (terjemahan puisi Jepang, Arab,India, Persia dll., 1939). Berbagai karangannya
yang tersebar dihimpun H.B. Jassin dalam Amir Hamzah Raja Penyair Pujangga
Baru (1963).
Sejumlah puisnya ada dalam antologi Pujangga Baru: Prosa dan Puisi(1963) susunan
H.B. Jassin. Amir Hamzah dikenal sebagai tokoh penting pada masa Pujangga baru
dalam sastra Indonesia.
4. MUHAMMAD YAMIN
Lahir 23Agustus 1903 di Sawahlunto, Sumatra Barat, meningal 26 Oktober 1962 di
Jakarta. Dia menulis puisi dan lakon yang berlatar belakang sejarah serta menerjemahkan
sejumlah karya asing.

Dua buku puisnya masing-masing terdiri dari satu judul, Tanah Air (9 Desember 1922,
berupa manuskrip di Pusat Dokumentasi H.B. Jassin) terdiri dari 30 bait dan tiap bait
terdiri 9 baris; Indonesia, Tumpah Darahku (26 Oktober 1928) terdiri dari 88 bait dan
tiap bait terdiri dari 7 baris.
Muhammad Yamin (dan Rustam Effendi) terkenal sebagai pembawa puisi berpola soneta
dari Belanda asli Italia itu ke Indonesia. Antara tahun 1920-1922, dia banyak menulis
lirik. Yamin sendiri banyak menulis soneta, tapi belum dibukukan.
Lakonnya, Ken Angrok dan Ken Dedes (1934), Kalau Dewi Tara Sudah
Berkata (1932), Gajah Mada (1946), Pangeran Dipanegara (1950). Terjemahannya
antara lain: Julius Caesar (1952) karya William Shakespeare, 1564-1616; Menantikan
Surat dari Raja dan Di Dalam dan di Luar Lingkungan Rumah Tangga karya
Rabindranath Tagore (1861-1941).
Sejumlah puisinya ada dalam antologi Pujangga Baru: Prosa dan Puisi(1963) susunan
H.B. Jassin.
Oleh beberapa pengamat dan peninjau sastra, Muhammad Yamin dianggap sebagai
pemula penyair dalam khasanah sastra Indonesia modern. Setelah dewasa dan matang,
dia terjun ke gelanggan politik dan tidak mencipta karya sastra lagi.
5. USMAR ISMAIL
Lahir 20 Maret 1921 di Bukittinggi, Sumatera Barat, meninggal tahun 1971 di Jakarta.
Pendidikannya: AMS-A II Yogyakarta dan Sekolah Menengah Tinggi Jakarta sampai
tamat (1943).
Dia muncul pada zaman pendudukan Jepang. Menulis puisi, cerita pendek, esei, dan
drama. Kemudian kegiatannya mengarah pada dunia film: dia menjadi sutradara dan
menulis skenario film, terkadang juga menjdai juri festival film.
Pada masa pendudukan Jepang, dia mendirikan sandiwara Maya (awal tahun 1944)
sebagai imbangan terhadap badan propaganda Pusat Kebudayaan. Sesudah Indonesia
merdeka, dia pindah dari Jakarta ke Yogya dan mendirikan majalah Tentara dan Patriot.
Majalah-majalah ini berubah menjadi surat kabar harian dan majalah kebudayaan dan
kesusastraan Arena. Sesudah Aksi Militer II Desember 1948, dia sebagai wartawanpolitik Antara datang ke Jakarta, ditahan Belanda empat bulan atas tuduhan ambil bagian
dalam aksi subversif.
Keluar dari tahanan dia memperdalam pengetahuannya dalam dunia film, dengan masuk
South Pacific Film Corporation. Dia pun mendirikan Perusahaan Film Nasional
Indonesia (Perfini, 1950). Dia mengikuti kuliah di fakultet Theatre Arts pada university
of California di Los Angeles atas biaya Rockefeller Foundation (awal tahun 1952)
selama delapan bulan. Kemudian meninjau Eropa Barat, terutama Italia.
Karyanya yang sudah terbit: Tempat yang Kosong, Mutiara dari Nusa Laut (1944), Sedih
dan Gembira (1948), Puntung Berasap (1950), danMengupas Film (1983, editor J.E.
Siahaan). Sejumlah karyanya ada dalam antologi Gema Tanah Air (1949) susunan H.B.
Jassin dan Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang(1948) susunan H.B. Jassin pula.

Anda mungkin juga menyukai