JOHN AUSTIN
MAKALAH
oleh
FIRDA UMMI KULSUM
22102021014
PENDAHULUAN
Adapun yang menjadi tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
1
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum: Pemikiran Menuju
Masyarakatan yang Berkeadilan dan Bermartabat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012. Hlm. 201.
2
Ibid. Hlm. 202.
BAB II
PEMBAHASAN
Theo Huijbers dalam bukunya Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah menyatakan
bahwa di dalam Mahzab Positivisme pada dasarnya dilandasi oleh beberapa prinsip, yaitu: 3
a. Hanya apa yang tampil alam pengalaman dapat disebut benar, prinsip ini diambil
dari filsafat empirisme Locke dan Hume,
b. Hanya apa yang sungguh-sungguh dapat dipastikan sebagai kenyataan dapat
disebut benar. Itu berarti bahwa tidak semua pengalaman dapat disebut benar,
tetapi hanya pengalaman yang mendapati kenyataan,
c. Hanya melalui ilmu-ilmu pengetahuan dapat ditentukan apakah sesuatu yang
dialami merupakan sungguh-sungguh suatu kenyataan.
Oleh karena itu, semua kebenaran didapati melalui ilmu-ilmu pengetahuan, maka
tugas filsafat tidak lain daripada pengumpulan dan mengatur hasil penyelidikan llmu-ilmu
pengetahuan. John Austin mengartikan ilmu hukum (jurisprudence) sebagai teori hukum
positif otonom dan dapat mencakupi dirinya sendiri. Ilmu hukum hanyalah untuk
menganalisa unsur-unsur yang secara nyata ada dari sistem hukum modern.4
Adapun filsafat lainnya yang pemikirannya mempengaruhi John Austin, yakni
pemikiran Jeremy Bentham (1748-1832) yang merupakan tokoh penyebar benih (seminal
figure) dalam legal positivism dan analitik yurisprudence Inggris dan Amerika. Dalam
teorinya, John Austin mulai membedakan antara law properly so called dan law improperly
so called. Law properly so called merupakan a speces of command, merupakan suatu
ekspresi dari suatu keinginan atau hasrat yang secara analitik dapat dikaitkan dengan
gagasan tentang kewajiban, tanggung jawab, menerima hukuman atau sanksi, dan
superioritas. Sanksi menurut Austin merupakan semata-mata sebagai suatu bentuk
membebankan penderitaan (punishment bukan reward). Sedangkan law improperly so
called membawa Austin pada analissnya tetang “kedaulatan” yang terkenaldan
berpengaruh. Dngan kata lain, kaidah-kaidah hukum positif adalah perintah-perntah dar
3
Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1993. Hlm. 122
4
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Op. Cit. Hlm. 202.
mereka yang secara politik berkedudukan lebih tinggi (political superiors) kepada mereka
yang secara poltik berkedudukan lebih rendah.5
Hukum dari segi sifatnya dikonsepsikan sebagai suatu sistem yang bersifat logis,
tetap dan tertutup. Konsep ini secara tegas memisahkan hukum dan norma, yang berkaitan
dengan keadilan. Implementasi aturan hukum dalam masyarakat tidak harus
mempertimbangkan dan menilai mengenai baik dan buruk, karena hal tersebuut berada di
luar kajiaan hukum. Hukum yang baik sesungguhnya adalah hukum yang memuat kaidah
perintah, larangan, sanksi, kewajiban, dan kedaulatan tanpa kaidah tersebut sebuah aturan
tidak dapat disebut hukum, tetapi hanya bisa dikataka sebagai aturan moral.6
Austin mereduksi hukum dengan menjelaskan bahwa hukum adalah perintah yang
berdaulat dengan menempatkan lembaga-lembaga yang superior merupakan suatu upaya
untuk dapat mereduksi kekuatan-kekuatan lain selain Negara, terutama kekuatan-kekuatan
yang hidup dalam masyarakat yang sangat beragam.7
5
Ibid. Hlm. 203.
6
Ibid. Hlm. 204.
7
Ibid.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
menyimpulkan bahwa hukum adalah perintah yang mengatur orang perorangan. Hukum dan
perintah lainnya sebaga perntah untuk dilaksanakan berasal dari pihak superor (penguasa)
untuk mengkat atau mengatur pihak inferior. Hukum meupakan suatu perintah yang
memaksa dan mengikat, yang dapat saja bijaksana dan adil, atau bahkan sebliknya.8
Dalam perkembanganya, Austin mulai mebedakan hukum dalam dua jenis yaitu hukum
dari Tuhan (divine laws) dan Hukum yang dibuat manusia, yang dibedakan menjadi dua,
yaitu: Hukum yang sebenarnya atau disebut sebagai hukum positif, mengikuti hukum yang
dibuat oleh penguasa dan hukum yang disusun manusia secara inividu untuk melksanakan
hak-hak yang diberikan serta hukum yang tidak sebenarnya adalah hukum yang tidak dibuat
DAFTAR PUSTAKA
Prasetyo, Teguh dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum: Pemikiran
Menuju Masyarakatan yang Berkeadilan dan Bermartabat, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2012.
Huijbers Theo, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1993.
8
Ibid.