Anda di halaman 1dari 9

PUSAT ADVOKASI

KONSORSIUM HAK ASASI MANUSIA


(POSKOHAM)

POSKO PENGADUAN, PELAYANAN DAN KONSULTASI


HAK ASASI MANUSIA (HAM) KABUPATEN KONAWE

DRAF ASPIRASI
Pembentukan Peraturan Daerah
KABUPATEN KONAWE RAMAHHAK ASASI MANUSIA
TAHUN 2023

1
PENDAHULUAN

Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri setiap manusia,
bersifat universal dan langgeng, karena itu harus dimajukan, dipenuhi, dilindungi, ditegakkan dan
dihormati oleh negara, hukum, terlebih lagi oleh pemerintah sebagaimana telah diatur dalam
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia.

Salah satu upaya untuk melaksanakan kewajiban tersebut adalah dengan melaksanakan ketentuan
pasal 27 undang-undang tersebut yakni dengan melakukan langkah implementasi yang efektif
dibidang hukum, politik, ekonomi, social, budaya, pertahanan keamanan negara dan bidang
lainnya.

Langkah implementasi hak asasi manusia dibidang peraturan perundang-undangan antara lain
dapat dilakukan dengan penyusunan peraturan perundang-undangan yang memuat nilai-nilai hak
asasi manusia termasuk produk hukum daerah. Hal tersebut pula telah dilegitimasi oleh ketentuan
Peraturan Bersama Menteri Hukum & HAM dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 20
dan 77 tahun 2012 tentang Parameter HAM dalam Pembentukan Produk Hukum Daerah.

Selain itu, diketahui bahwa Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 juga
menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah provinsi, wilayah kabupaten, dan kota berhak mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dari asas otonomi serta tugas pembantuan. Dalam hal
ini, pemerintahan bias melaksanakan otonomi daerah seluas-luasnya, salah satunya dengan
memutuskan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain buat melaksanakan otonomi serta
tugas pembantuan tersebut.

Wewenang Pemerintah Daerah untuk melaksanakan otonomi daerah diharapkan dapat


meningkatkan kecepatan terwujudnya kesejahteran masyarakat yang merata melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan partisipasi warga. Selain bahwa pemda diharapkan dapat
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan serta keadilan
terhadap potensi dan keanekaragaman daerah pada sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Seiring berkembangny aotonomi oleh Pemerintah Daerah, maka diperlukan pengakuan,


perlindungan serta supervise Hak Asasi Manusia (HAM) Pemerintah Daerah. Karenanya
pembentukan dan perumusan kebijakan-kebijakan oleh pemda dalam bentuk perda
(Peraturan Daerah) ataupun kebijakan-kebijakan lainnya tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berada diatasnya.

Pada titik ini, Partisipasi masyarakat dalam konteks pembentukan Peraturan Daerah, sebenarnya
adalah juga merupakan hak asasi selain bahwa hal tersebut adalah wujud pemberdayaan
masyarakat itu sendiri, dimana masyarakat mendapatkan kesempatan yang luas dan akses untuk
menyampaikan aspirasi yang menjadi hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya sebagai warga
masyarakat di Kabupaten Konawe.

Disamping itu, partisipasi dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam hal pengawasan
publik. Pengawasan publik ini bertujuan agar pengambil kebijakan tidak bertindak sewenang-
wenang dalam menggunakan kekuasaan dan kewenangannya.
2
Karenanya, sudah menjadi keharusan bagi pemerintah, termasuk Pemerintah Kabupaten Konawe
untuk memberikan ruang yang cukup bagi partisipasi masyarakat dan meningkatkan peran
aktifnya di dalam proses pembentukan peraturan daerah. Masyarakat berhak memberikan
masukan dalam Peraturan Daerah sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Undang-undang No
12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Titik tolak dari penyusunan peraturan daerah adalah efektivitas dan efisiensi pada masyarakat.
Tujuan dasar dari peran serta masyarakat adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang
berguna dari masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas pengambilan kebijakan, karena
dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak akibat kebijakan, Pihak eksekutif maupun
legislatif dapat menangkap pandangan dan kebutuhan dari masyarakat yang kemudian dituangkan
dalam suatu peraturan daerah.

MAKSUD DAN TUJUAN

Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, bahwa
diantara model partisipasi yang dapat dilakukan dalam pembentukan peraturan antara lain:

a. Mengikutsertakan anggota masyarakat yang dianggap ahli dan independen dalam team
atau kelompok kerja dalam penyusunan peraturan perundang-undangan;
b. Melakukan public hearing melalui seminar, lokakarya atau mengundang pihakpihak
yang berkepentingan dalam rapat-rapat penyusunan peraturan perundang-undangan,
musyawarah rencana pembangunan;
c. Melakukan uji sahih terhadap peraturan daerah;
d. Melakukan jejak pendapat, kontak public melalui media massa.

Selain itu, Pasal 96 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juga telah
mengatur mengenai partisipasi masyarakat yakni :
(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
(2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
melalui:
a. rapat dengar pendapat umum;
b. kunjungan kerja;
c. sosialisasi; dan/atau
d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok
orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-
undangan.
(3) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan
harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Atas dasar hal tersebut diatas, maka penyerahan Draf Aspirasi Pembentukan Peraturan Daerah
“Kabupaten Konawe Berbasis Hak Asasi Manusia” ini adalah dengan maksud mewujudkan upaya
peran strtaegis tersebut dalam hal penyaluran aspirasi serta sebagai dukungan terhadap
pemerintah daerah Kabupaten Konawe dalam proses penyusunan dan pembentukan peraturan
daerah sebagai penjabaran Visi, Misi dan Arah Kebijakan Kepala Daerah agar tetap
mengedepankan prinsip-prinsip pembangunan daerah yang berbasis hak asasi manusia serta
menghindari kecenderung mengesampingkan aspek HAM yang berpotensi mengeliminasi keadilan
substansial.

Dengan demikian, materi muatan dan konsepsi rancangan peraturan daerah Kabupaten Konawe
3
yang hendak disusun tidak hanya berisi hasil pemikiran, pendapat dan penalaran atas konsep, teori
dan peraturan perundang-undangan, melainkan mampu menjawab aspirasi, permasalahan, dan
kebutuhan regulasi dari masyarakat Kabupaten Konawe.

1.1. PEMBAHASAN

1.1.1. KewajibanPemerintahDaerah dalamHAM


Pada hukum nasionalIndonesia, HAM dilindungi oleh konstitusi(Undang-
Undang Dasar1945). Hak-hak yang diatur konstitusi, diantaranya adalah sebagai
berikut:
• Hak atas lingkungan serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
• Hak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui pernikahan
yang legal.
• Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup ,tumbuh ,serta berkembang
serta berhak atas proteksi dari kekerasan dan diskriminasi.
• Hak membuatkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan serta memperoleh manfaat berasal ilmu pengetahuan
serta tehnologi, seni serta budaya, demi menaikkan kualitas hidupnya dan
demi kesejahteraan umat manusia.
• Hak memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk membangun masyarakat, bangsa, serta negaranya.
• Hak atas pengakuan, agunan, proteksi, serta kepastian aturan yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum.
• Hak buat bekerja dan menerima imbalan dan perlakuan yang adil dan layak
pada korelasi kerja.
• Hak memperoleh kesempatan yang sama atas pemerintahan.
• Hak atas status kewarganegaraan. Bebas memeluk agama serta beribadat
berdasarkan agamanya, memilih pendidikan dan pekerjaan, menentukan
kewarganegaraan, memilih rumah di wilayah Negara dan meninggalkannya,
serta berhak balik.
• Hak atas kebebasan meyakini agama, menyatakan pikiran dan perilaku,sesuai
menggunakan hati nuraninya.
• Hak atas kebebasan berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
• Hak atas berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, serta menyampaikan isu dengan memakai
segala jenis saluran yang tersedia.
• Hak atas proteksi diri langsung, keluarga, kehormatan, martabat, serta mal
yang dibawa kekuasaannya, dan berhak atas rasa aman serta proteksi atas
ancaman ketakutan buat berbuat atau tak berbuat sesuatu yang ialah hak
asasi.
• Hak buat bebas berasal penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan
derajat prestise manusia serta berhak memperoleh suaka politik dari Negara
lain.
• Hak hidup sejahtera lahir serta batin, berdomisili, dan mendapatkan
lingkungan hayati yang baik dan sehat dan berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.
• Hak menerima kemudahan dan perlakuan spesifik buat memperoleh
kesempatan serta manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan.
• Hak atas jaminan social yang memungkinkan pengembangan dirinya secara
4
utuh menjadi manusia yang bermartabat.
• Hak mempunyai hak milik pribadi serta hak milik tadi tidak boleh diambil
alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
• Hak bebas asal perlakuan yg bersifat diskriminatif atas dasar apa pun serta
berhak mendapatkan proteksi terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu.

Dengan demikian, hak-hak tersebut adalah hak konstitusional yang dijamin Negara pada
setiap masyarakat negara. Semua penyelenggara Negara termasuk pemda berkewajiban
untuk melaksanakan ketentuan konstitusi tersebut.

Selain itu, Pemenuhan hak-hak asasi manusia juga diatur secara lebih rinci di pada
UU No. 39 Tahun1999 tentang Hak Asasi Manusia. UU itu memuat sejumlah hak-hak asasi
manusia ,diantaranya:
a. Hak lingkungan hidup, dan mempertahankan lingkungan serta mempertinggi
tingkat kehidupannya.
b. Hak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang
secara layak.
c. Hak buat memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara eksklusif
juga kolektif, buat menciptakan masyarakat, bangsa serta negaranya.
d. Hak buat secara bebas berkecimpung, berpindah, danberdomisili pada daerah
Negara Republik Indonesia.
e. Hak atas perlindungan diri eksklusif, keluarga, kehormatan, martabat, serta
hak miliknya.
f. Hak atas rasa aman dan tenteram dan perlindungan terhadap ancaman
ketakutan buatberbu atatau tidak berbuat sesuatu.
g. Hak atas milik, baik sendiri maupun beserta-sama menggunakan orang lain
demi pengembangan dirinya, famili, bangsa, serta masyarakat, dengan cara
yang tak melanggar hukum.
h. Hak untuk bebas memilih pekerjaan yang disukainya.
i. Hak buat berdomisili dan kehidupan yang layak.
Disebutkan pada Undang-Undang tersebut bahwa Negara mengakui dan menjunjung
tinggi hak-hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia menjadi yang secara kodrati
melekat diserta tidak terpisahkan dari diri manusia, yang harus dilindungi, dihormati, serta
ditegakkan demi peningkatan prestise kemanusiaan, kesejahteraan, kecerdasan dan
keadilan.
Selain memutuskan instrumen hukum HAM nasional, Indonesia juga telah
mengesahkan beberapa instrument aturan HAM internasional untuk memperkuat hokum
HAM nasional yang sudah ada. Dipertengahan 2005 Indonesia telah meratifikasi Kovenan
Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenanton Economic, Social
and Culture Rights (ICESCR)) serta Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik
(International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) melalui Undang-Undang
No.11/2005 serta Undang-Undang No.12/2005.
Sebelum itu, Indonesia pula telah meratifikasi empat instrument utama HAM
internasional lainnya, yaitu konvensi Internasional Menentang Penyiksaan melalui UU No. 5
Tahun1998, konvensi Internasional Penghapusan segala Bentuk subordinat Rasial melalui
UU No. 29 Tahun 1999, kesepakatan Internasional tentang Penghapusan segala Bentuk
subordinat terhadap perempuan melalui UU No. 7 Tahun 1984, serta kesepakatan
Internasional tentang Hak-Hak Anak melalui KeppresNo.36 Tahun 1990.
Dengan diratifikasinya enam instrument utama tadi, norma-istiadat hak asasi yang
tercantum pada instrumen-instrumen utama tadi, mengikat Negara Indonesia serta berlaku
menjadi hokum nasional (supreme law of the land). Pemerintah Indonesia selanjutnya
mempunyai kewajiban untuk menjalankan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam
aturan HAM internasional tadi dan sekaligus mengakui bahwa hak-hak yang terkandung
dalam instrument tadi dimiliki oleh seluruh individu.
Pada hukum HAM, negara c.q. pemerintah memiliki kedudukan menjadi pemangku
kewajiban (duty bearer). Kewajiban yang diemban Negara terdiri atas tiga bentuk, yaitu
5
menghormati (torespect), melindungi (toprotect) serta memenuhi (tofulfil). Kewajiban
untuk menghormati (obligation to respect) adalah kewajiban negara buat menahan diri
agar tidakmelakukan hegemoni, kecuali atas aturan yang legal (legitimate). menjadi contoh,
negara tidak melakukan intervensi terhadap hak pilih rakyat ketika pemilu. Kewajiban ini
harus diterapkan di semua hak, baik hak hidup, integritas personel, privasi juga hak untuk
bekerja, hak atas pangan, kesehatan dan pendidikan. Kewajiban buat memenuhi (the
obligation tofulfill) merupakan kewajiban Negara untuk mengambil langkah-langkah
legislatif, administratif, yudisial, serta mudah, yang perlu untuk mengklaim pelaksanaan
HAM.

Kewajiban Negara buat melindungi (the obligation toprotect) ialah kewajiban buat
melindungi hak bukan hanya terhadap pelanggaran yang dilakukan negara, tetapi juga
terhadap pelanggaran atau tindakan yang dilakukan entitas atau pihak lain (non-negara)
yang akan Mengganggu proteksi hak yang diklaim.

Kewajiban Negara untuk menghormati merupakan kewajiban paling dasar. Pada


kaitan menggunakan hak ekonomi, sosial dan budaya, kewajiban negara buat menghormati
artinya menghormati asal daya milik individu. ad interim itu hal yang paling signifikan
asalkewajiban buat melindungi merupakan sejauh mana negara menjamin HAM pada
sistemhukumnya. Kewajiban buat memenuhi, pada kaitan menggunakan hak ekonomi,
sosial dan budaya, artinya kewajiban untuk menyediakan berbagai fasilitas atau penyediaan
pribadi.
Ketentuan HAM lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang No. 39/1999 tentang
HAM. Pasal 1 nomor (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM mengatur
definisi HAM sekaligus menyatakan kewajiban Negara atas HAM:

“Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan eksistensi manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang harus dihormati,
dijunjung tinggi serta dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang
demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia.”

Penegasan kembali tentang kewajiban pemerintah dalam pemajuan, perlindungan,


penegakan dan pemenuhan HAM dinyatakan pada Pasal 8 UU No. 39 Tahun 1999 tentang
HAM. Undang-undang ini merupakan payung dari semua peraturan perundang-undangan
bidang HAM tadi mengungkapkan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan
HAM terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah.

1.2. PARAMETER HAM DALAM PRODUK HUKUM DAERAH


1.2.1. Parameter HAM secara umum
Secara khusus, parameter pembentukan produk aturan daerah berbasis HAM
disebutkan secara jelas dalam Peraturan bersama Menteri hokum serta Hak Asasi
manusia serta Menteri dalam Negeri NO. 20 dan 77 Tahun 2012 tentang Parameter Hak
Asasi manusia dalam Pembentukan Produk hokum daerah.
Peraturan ini diharapkan sebagai pedoman bagi eksekutif, legislatif dan
yudikatif daerah agar produk hokum daerah yang dibuatnya tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip HAM. Substansi peraturan menteri ini berisi 4 pasal, dimana
parameter HAM menjadi acuan produk aturan daerah.
Parameter HAM terbagi ke dalam 2 katageori yakni parameter umum dan
parameter spesifik. Secara sederhana pembentukan produk aturan daerah supaya
memperhatikan prinsip-prinsip nondiskriminasi, prinsi kesetaraan gender, serta
memperhatikan pembagian urusan pemerintahan yang diperinci atau yang
dikelompokkan dalam 31 aspek, yaitu:
a. Pendidikan;
b. Kesehatan;
c. Ketenagakerjaan;
d. Perumahan;
e. Penataan Ruang;

6
f. Perencanaan pembangunan;
g. Perhubungan;
h. Lingkunganhidup;
i. Pertanahan;
j. Kependudukan dan catatan sipil;
k. Pemberdayaan perempuan serta perlindungan anak;
l. Kesejahteraan Keluarga;
m. Sosial;
n. Ketenagakerjaan dan transmigrasian;
o. Koperasi dan usaha kecil dan menengah;
p. Penanaman modal;
q. Kebudayaan dan pariwisata;
r. Kepemudaan dan olahraga;
s. Kesatuan bangsa politik dalam negeri;
t. Otonomi Daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah,
perangkat daerah, kepegawaian dan persandian;
u. Pemberdayaan masyarakat serta desa;
v. Statistik;
w. Kearsipan;
x. Perpustakaan;
y. Komunikasi dan informatika;
z. Pertanian serta ketahanan pangan; kehutanan, sumber daya mineral,
Perdagangan dan Perindustrian.
Aspek-aspek tadi bersumber berasal Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, pemda Provinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten /Kota. Parameter HAM pada lampiran peraturan bersama menteri ini
didasarkan dijenis urusan eksklusif yang telah diserahkan pada daerah oleh Pemerintah
pusat berdasarkan PP No.38 Tahun 2007 sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.

1.2.2. Parameter HAM Spesifik


Parameter HAM ini didasarkan pada jenis urusan tertentu yang telah diserahkan
kepada daerah (Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota) yang perlu dirumuskan dalam kebijakan public berupa produk hukum
daerah.

Adapaun jenis urusan tersebut terdapat dalam lembar lampiran draf aspirasi ini.

1.3. AKIBAT HUKUM TERHADAP PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH YANG


BERTENTANGAN DENGAN HAM

Permasalahan mengenai produk hokum wilayah terutama Peraturan Daerah yang


bermasalah serta diduga melanggar HAM intinya adalah perseteruan yang wajib segera
ditangani secara serius, tidak hanya menghasilkan sebuah regulasi saja tapi seharusnya ada
prosedur yang lebih berfokus pula. Sesuai hasil temuan Kementerian Keuangan di 2009,
dari 14.000 Peraturan Daerah, ada lebih berasal 4000 Peraturan Daerah yang bermasalah
dan dinyatakan dicabut oleh Pemerintah. sementara itu asal yang akan terjadi penilaian
Peraturan Daerah yang dilakukan oleh Kementerian pada Negeri dibatalkan 1800 perda dari
jumlah yang seharusnya direkomendasikan oleh Kementerian Keuangan.
Pemerintah melalui Kemendagri, dalam rentan 2002-2009 juga sudah membatalkan
sebesar 1.878 perda. pada 2010, Kemendagri telah mengklarifikasi 3.000 Peraturan Daerah
serta menemukan sebesar 407 Peraturan Daerah yang diantaranya bermasalah.
Sepanjang tahun 2011, diklarifikasi juga 9000 perda serta ditemukan 351 yang
bermasalah. Dari data pemerintah, pemda dengan jumlah perda bermasalah terbanyak
merupakan Provinsi Sumatera Utara, yaitu sebesar 217 perda. Data-data perda yang
7
bermasalah tersebut didapatkan sebelum peraturan bersama menteri mengenai paramter
HAM disahkan (Sebelum tahun2012).
Terdapat prosedur pengujian dan pembatalan perda-Peraturan Daerah yang
bermasalah, hal ini dikarenakan produk aturan wilayah seperti Peraturan Daerah
menempati posisi hierarki terendah pada Pasal 7 Undang-Undang No.12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan. Sehingga secara konstitusional
Peraturan Daerah yang bermasalah bias diajukan pengujian di Mahkamah Agung (MA)
melalui mekanisme judicial review. Hal ini juga ditegaskan pada Pasal 20 ayat (dua) alfabet
b serta ayat (tiga) UU No. 48Tahun 2009 ihwal Kekuasaan Kehakiman junto Pasal 31 ayat
(1) UU No. lima Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. Adapun secara teknis, pengajuan
keberatan atas Peraturan Daerah yang bermasalah di MA mengacu di Perma No. 1 Tahun
2004 tentang Hak Uji Materil dimana permohonan keberatan diajukan pribadi ke MA tanpa
melalui Pengadilan Negeri.
Pada prinsipnya kontrol normatif atau sistem pengujian terhadap istiadat aturan dapat
dilakukan sendiri oleh lembaga pembuatnya (control internal) ataupun dilakukan oleh
forum lain (kontrol eksternal) tergantung di subjek yg membentuk serta objek yang diuji asal
sebuah produk hokum tadi. Begitu pula menggunakan produk hokum wilayah dimana
intinya Produk hokum daerah tidak hanya berbentuk peraturan (regeling) akan tetapi
terdapat juga Produk aturan wilayah yang bersifat penetapan (beschiking).
Buat mengetahui Peraturan Daerah-perda yg bermasalah atau melanggar prinsip HAM,
dibutuhkan supervise pemerintah guna mengevaluasi perda-perda tersebut hingga
menentukan langkah akhir apakah PeraturanDaerah-perda tadi akan dibatalkan atau
digantikan dengan perda yang lain. Secara yuridis normatif, tidak ada ketentuan pada UU
Pemerintahan daerah yang mengungkapkan secara tegas tentang bentuk supervisi
terhadappembuatan produk aturan wilayah dan implementasi produk hukum wilayah.
Meskipun tidak ada penyebutan nomenklatur perihal contoh supervisi mana yang dianut,
tetapi ada sejumlah klausa pengaturan dalam UU Pemerintahan wilayah yang secara
intrinsic mengindikasika ada dua model supervise yakni supervise preventif serta supervise
represif.
Dengan adanya beberapa parameter HAM tadi pada atas mengenai apa-apa saja yang
wajib diperhatikan pemerintah dalam membentuk sebuah Perda serta adanya beberapa
mekanisme aturan yang bias dilakukan jika sebuah Peraturan Daerah bermasalah dan
bertentangan serta bertengtangan dengan HAM, maka dibutuhkan supaya Pemerintah
Daerah lebih hati-hatipada menyusun sebuah perda. Mengingat salah satu permasalahan di
Indonesia yang dari dulu sampai waktu ini masih terus ada yakni mengenai harmonisasi
antara aturan satu menggunakan lainnya.

1. KESIMPULAN
Perda yang dirancang oleh Pemerintah Daerah serta pemerintah ataupun instansi
pemerintah yang terdapat pada daerah agar tidak memiliki potensi melanggar Hak Asasi
Manusia. Karena itu perlu para pihak penyusun perda, perbup, atau pun instansi
pemerintah pada daerah pada membentuk aturan semestinya juga memperhatikan Undang-
Undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjadi salah satu acuan utama,
Parameter HAM yang diatur dalam Peraturan beserta Menteri aturan dan HAM dan Menteri
pada Negeri tentang Parameter Hak Asasi Manusia dalam Pembentukan Produk aturan
daerah.
Menggunakan adanya kebijakan pemerintah yang mendorong Pemerintah Daerah
buat terus membina serta melakukan usaha pembinaan dalam berbagai regulasi pada
daerah maupun kebijkan wilayah yg sejalan menggunakan penegakkan HAM yg berbasis
juga dengan kepentingan yang sejalan rakyat norma setempat, ialah galat satu solusi yang
dapat diwujudkan agar terdapatnya sinkronisasi peraturan pada tingkat pemerintahan local
sejalan menggunakan HAM tadi. Dengan demikian berbagai kemungkinan konflik dapat
diredam dan diantisipasi sehingga proses pembangunan bisaberjalan dinamis dan lancar.

Ucapan Terima Kasih


Puji dan syukur, kehadirat Allah SWT dan Keselamatan bagi Rasulullah Muhammad
SAW, penulis telah dapat menyelesaikan draf ini. Terimakasih kepada pihak pemerintah
daerah Kabupaten Konawe. Terimakasih juga kepada seluruh pihak yang telah mendukung
8
penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga draf beserta gagasan
dibaliknya dapat menjadi salah satu instrument dalam menegakkan dan memajukan hak
asasi manusia di Kabupaten Konawe.

Hormat kami,
Tim Penulis

Jumran,S.IP

Anda mungkin juga menyukai