Anda di halaman 1dari 4

Jangan panggil aku “DORO PUTERI !!!


Suara binatang penghuni malam hari, melengkapi keheningan malam di sebuah desa
kecil yang tak banyak berpenghuni.Lampu cempor atau sering mereka sebut dengan
sebutan lampu damar pun, masih kurang dan masih belum mampu menerangi kegelapan
yang sedang menyelimuti desa kecil yang terletak di pedalaman kota solo ini. Tiba-tiba
saja... suara tangisan kecil di balik jendela rumah yang hanya di lapisi bilik kayu saja,
terdengar tak begitu keras oleh penduduk sekitar.Nampaknya, terlihat sosok wanita yang
memakai pakaian kebaya merah, terduduk di sebuah kursi yang ia letakkan di depan jendela
kamar, seraya memandang langit malam dari dalam kamar dengan tatapan kosong, ia pun
terus-menerus menangis tersendak-sendak seperti orang yang sedang ketakutan. Tak lama
kemudian, terdengar suara langkah kaki di luar kamar.Perlahan-perlahan, langkah kaki pun
berhenti tepat di depan pintu kamar. Tiba-tiba, pintu pun terbuka tak begitu lebar.

“doro..., dari tadi doro belum juga makan,kalau tidak... nanti doro bisa jatuh sakit dan
kelaparan. Karena makanan ini, makanan terakhir kita untuk menetap di sini. Jadi mohon di
makan dulu doro, sebelum fajar nanti menyongsong tiba.” Ujar pria yang berdiri di depan
pintu, terlihat pria itu memakai pakaian perang, pertanda kalau pria ini adalah prajurit.

“ aku tidak mau makan!, biarkan saja aku mati kelaparan disini. Walaupun aku makan,
belum tentu nanti hidupku bisa berguna!.” Ujar shinta , si tuan putri kraton solo yang masih
tertunduk sedih di depan jendela kamar.

“kalau doro mati disini. Sia-sia saja perjuangan kita untuk menyelamatkan doro dan juga
istana doro.”

“cukup!!!, jangan panggil aku doro!, panggil saja aku shinta!. aku bukan lagi doro puteri mu!.
Aku telah di pandang hina di mata para dutch itu!!!.” Bentak shinta yang beranjak dari
tempat duduknya. Nampaklah sesosok wajah yang di selimuti linangan air mata kesedihan
dan juga amarah yang terpancar jelas dari raut wajah cantiknya.

“ada apa ini!!!.” Bentak salah seorang pria, yang tiba-tiba datang begitu saja menghampiri
mereka. Suasana pun hening seketika, ketika shinta kembali duduk di depan jendela lagi.
Pria ini pun sama halnya dengan pria yang satunya lagi, dia memakai pakaian prajurit
perang, dengan senapan panjang yang ia kaitkan di depan dadanya yang gagah membidang.
“tinggalkan kami berdua disini!.” Ujar andi, si pria yang baru saja datang ini. Prajurit itu pun
pergi keluar meninggalkan mereka berdua di dalam sana.Dengan tatapan kosongnya, shinta
menghiraukan prajurit andi yang sedang berdiri di belakangnya. Suasana pun terasa tegang,
ketika mereka tak saling berkomunikasi satu sama lain,namun... andi sangat kesal ketika
shinta tak menggubris kedatangannya ini.

“kenapa kamu tidak mau makan!, dan kenapa dari tadi kamu hanya diam dan diam saja!,
kenapa!?. Apakah masih kurang untuk semua ini!, untuk semua tempat tinggal, makanan,
dan juga nyawa kita hanya untuk mempertaruhkannya demi nyawamu!, apakah masih
kurang!!!.”

“bicara pelan saja anda sudah bisa kan!?, lagi pula anda ini seorang prajurit yang sedang
tidak bertugas. Apa salahnya kalau anda berhenti membentak ku. Kalau seperti ini, selera
makan ku benar-benar sudah hilang!. Memang benar apa kata teman-teman anda, anda ini
memang prajurit imperialis yang sok tahu, yang naif akan kemenangan yg belum juga
datang!.”

Dengan tatapan tajamnya, shinta pun berbalik arah ke hadapan andi si prajurit yang selalu
cemas akan keadaan shinta si tuan puteri yang dari tadi hanya menangis dan menangis saja
ini. Nampaknya shinta sangat kesal akan semua prajurit yang berusaha menyelematkannya
dari tangan penjajahan belanda yang berusaha merebut kekuasaan kraton solo keluarga
shinta. Shinta pun kembali duduk dan menangis tersendak-sendak di depan jendela.Andi
merasa bersalah akan perkataannya tadi, apalagi andi kasihan akan kondisi shinta sekarang
ini yang sudah tidak punya siapa-siapa lagi.

“maafkan saya doro puteri, tadi saya membentakimu.” Ujar andi seraya duduk di samping
shinta yang masih tertunduk sedih.

“aku mohon sekali lagi kepadamu... aku mohon...!, jangan panggil aku dengan sebutan doro
puteri!, karena aku sudah tak pantas di panggil seperti itu lagi!. Panggil saja aku shinta, itu
pun sudah cukup untuk menenangkanku.” Ucap shinta yang beranjak bicara. Andi hanya
bisa memandangi wajah cantik shinta yang terlihat di linangi oleh air mata kesedihan.
“maaf shinta, bukan maksudku ikut campur dengan urusan mu. Tapi sebaiknya, kamu hapus
dulu air matamu itu, dan berhentilah menangis.” Ujar andi yang membuat shinta terdiam
sejenak.

“tidak akan ada orang yang bisa menghapus air mata kesedihanku ini, termasuk kamu!. aku
sudah tidak kuat lagi menahan penderitaan hidupku sekarang ini.” Jawab shinta si gadis 22
th yang tak berhenti menangis ini.

“menangis tidak akan bisa merubah apapun. karena menangis itu,tidak akan merubah
sesuatu yang sedang terjadi di kehidupanmu sekarang ini. Lagi pula... kamu adalah seorang
puteri yang seharusnya tabah bila ada masalah datang dalam hidup mu.” Ujar andi yang
mencoba menenangkan shinta.

“bagaimana aku bisa tabah!, bila diriku sekarang hidup sendiri,sebatangkara seperti ini.
Ibu,romo,mba dewi, mereka sudah meninggalkanku untuk selama-lamanya, dan aku sudah
tidak punya lagi tempat tinggal untuk berkumpul dengan orang-orang tercinta. Mungkin
sekarang atau besok dan seterusnya, aku tidak akan lagi melihat senyuman dan
kegembiraan rakyat-rakyat ku, tidak akan terjadi ,tidak akan!. Dan ini semua karena para
penjajah dutch yang tak punya hati.Mereka seenaknya saja merebut istanaku, menyiksa
membabi buta semua rakyat-rakyat ku!, dan yang paling aku benci, prajurit dutch itu
membunuh romo dan ibu, serta menculik dan melecehkan mba dewi. Apa salah kami!,
apa!!! ,kenapa mereka begitu!.” teriak shinta yang tak henti-hentinya menangis tersendu-
sendu. Andi pun segera menenangkannya.

“Kamu tidak sendirian, kamu tidak akan kesepian, karena aku dan semua teman-temanku
sudah menganggapmu sebagai keluarga. Aku tahu kamu kehilangan semuanya, keluargamu,
istanamu, rakyat-rakyat mu, aku tahu itu semua sudah di renggut oleh penjajah belanda
yang tak punya hati itu. jadi... hapuslah air matamu, karena aku dan teman-temanku, akan
menyelamatkan mu dari bahaya.“ ujar andi. Shinta pun menghapus air matanya dan
kembali terdiam tanpa kata.

Waktu pun berlalu menunjukkan tengah malam, begitu lama andi menunggu shinta untuk
berbicara kembali.

“shinta... .” tanya andi.


“iya, kamu benar. Aku harus menerima semua ini. Aku harus tabah, karena aku tidak mau
terus-menerus seperti ini. Dan terimakasih atas semuanya, karena kamu dan teman-teman
prajurit mu, sudah menyelamatkanku dari penyerangan belanda di kemarin hari. Aku tidak
tahu harus berbuat apa.” Ucap shinta tersenyum kecil kepada andi.

“yang kamu lakukan hanyalah, tetap berada di tempat kami, dan ketika perang tiba, kamu
harus selalu ada di samping kami. Karena kami disini untuk menyelamatkan desa dari
penyerangan belanda, dan juga menyelamatkan hidupmu, karena kamulah satu-satunya
pemimpin yang masih bertahan di kraton solo ini. Mengerti...” ujar andi yang panjang lebar.

“baik..., aku mengerti.” Jawab shinta dengan senyumannya yang memikat hati.

“kalau begitu. makanlah, karena dari kemarin hari aku belum melihatmu makan, dan setelah
itu bergegaslah tidur. dan besok, tepatnya pukul 04.00 subuh, kita segera pergi dari sini,
karena kalau tidak pergi secepatnya, pasukan belanda akan menemukan kita semua disini.”
Ujar andi si prajurit yang berusia 27 tahun ini. Pada saat andi keluar, tiba-tiba saja...

“andi!, terimakasih atas semuanya. Dan maafkan aku, karena aku telah mengata-ngataimu
prajurit imprelialis yang sok tahu. Tapi kenyataannya, itu sama sekali tidak benar, jadi ...
maafkan aku.” Ucap shinta yang tertunduk.

“iya..., aku maafkan kamu. kalau begitu, aku permisi dulu.” jawab andi seraya keluar dari
tempat shinta.shinta pun akhirnya mau makan dan bergegas tidur, agar besok dia tidak
terlambat untuk bangun, dan berharap besok tidak terjadi apa-apa.

Created by : inne

Anda mungkin juga menyukai