Di suatu pagi, sekira jam delapan tiga puluh menit, si Penyair sudah tiba kembali
di Losmen setelah keluar untuk mencari berita tentang keadaan di luar sejak pagi-pagi.
Dia mengambil tempat duduk seenaknya di ruang tamu Losmen yang terletak di
bagian depan. Tatkala dia sedang enak mencari nada-nada dan lirik syair lagunya,
Muncullah si Pemilik Losmen dari pintu luar dalam dia yang dibalas senyum oleh
Penyair. Dengan senyum sejuk serta anggukan kepala sambil menerima hidangannya.
:
:
:
:
:
:
:
Ya.. Mengapa ??
Hikmahnya terasa begitu puitis.
PEREMPUAN :
PENYAIR
:
PEREMPUAN :
PENYAIR
PEREMPUAN
PENYAIR
PEREMPUAN
PENYAIR
PEREMPUAN
PENYAIR
PEREMPUAN
:
PENYAIR
PEREMPUAN
:
Penyair menaruh buku dan harmonikanya lalu minum wedang beberapa teguk.
Kemudian, pandangannya terarah pada si Pemilik Losmen, dengan sorot mata penuh
arti, di tandai dengan senyumannya.
PENYAIR
PEREMPUAN :
PENYAIR
:
PEREMPUAN :
PENYAIR
:
PEREMPUAN :
PENYAIR
PEREMPUAN :
PENYAIR
PEREMPUAN :
PENYAIR
:
PEREMPUAN :
PENYAIR
:
PEREMPUAN :
PENYAIR
:
PENYAIR
PEREMPUAN :
PENYAIR
PEDAGANG
PEREMPUAN
PENYAIR
PEDAGANG
:
:
:
:
PENYAIR
PEDAGANG
PEREMPUAN :
PEDAGANG
PENYAIR
PEREMPUAN :
PEDAGANG
PEREMPUAN :
PENYAIR
PEDAGANG
PEREMPUAN :
PEDAGANG :
PEREMPUAN :
PEDAGANG :
PEREMPUAN :
PEDAGANG :
PEREMPUAN :
barang itu, Kau jual pada tentara musuh, maka mereka akan
menguasai kota Tengah dan mengalahkan tentara-tentara kita.
Menguasai kota Tengah, musuh jelas merugikan tak lebih baik
dari penguasa yang sekarang. Maka tempat ini. . . Losmen ini. . .
Tak tahu aku akan diapakan.
Itu. . . .
Ya. Itu tak pernah terpikir olehmu ! Karena, Kau . Oh tuhan. . .
Pedagang terdiam . . . . . . . .
PENYAIR
PEREMPUAN :
PEDAGANG :
PEREMPUAN :
PENYAIR
PEREMPUAN
PEDAGANG
PEREMPUAN
PEDAGANG
:
:
:
:
:
PENYAIR
Suara Bom, tembakan, derap langkah Tentara membuka pintu Losmen terbuka
dengan kerasnya. . . . . . . .