Anda di halaman 1dari 14

Ku Seorang Pelukis Diktator

“ Jalan dan pemikiran berpacu pada kenyataan, namun hidup pada landasan tiada sama akan keinginan ”

Perkenalkan, ini adalah diriku "Adlit" , aku yang lahir dari keluarga yang tak kaya namun cukup
untuk makan. Banyak orang dari masa depan yang membenciku, banyak pula kaum-kaum muda
yang menginginkan ketiadaan ku akan dunia ini. Ku kan ceritakan cerita hidupku dan bagaimana
masa laluku sehingga banyak yang membenci diriku.

Berawal dari sebuah keluarga, yang dimana ada ayahku, ibuku, aku, dan saudara perempuanku.
Ayahku adalah seorang yang kejam. Sekali, pernah kulihat ia dari dalam jendela, namun dengan
cepat ia juga melihatku, ia mendatangiku karena ku memata-matai kegiatan yang ia lakukan. Ia
memukul wajahku dan menyiksaku!, bagai bentuk ku harus taat padanya.

Ketika di meja makan aku menatap sebuah makanan dengan dendam karena harus duduk
bersamanya. Beberapa suapan mencapai mulut, ketika ku kunyah nasi yang disajikan. Ibu ku, cecok
kecil dengan ayahku, ayahku yang kesal dan mempunyai penyakit itu pun meninggalkan meja.
Sesampainya ia pada pintu, jiwanya tak lagi berada di dunia ini.

Pada saat itu, aku tak merasakan apa artinya kehilangan. aku hanya bisa bersenang diri dengan
wajah renung bagai anak yang tak tahu apa-apa. Tapi ku tak tau gejolak jiwa dalam diri apa yang
membuatku bagai seorang yang bebas dari rantai besi.

Ibu ku berteriak pada saudari ku.

“GELIT!!, cepat tolong ayah mu!!. Bantu ibu mengangkatnya” teriak suara ibuku bagai dalam hampa

“Baik bu!!” Jawab Gelit dengan suara lantang dalam ekspresi terkejut nya

Mereka segera membawa ayahku ke rumah sakit terdekat, Tapi apalah daya bagi seorang
manusia ingin melawan malaikat maut. Besok paginya aku dibawa ke sebuah makam dengan satu
buah lubang tak terisi, orang-orang datang dengan pakaian serba hitam sama seperti diriku.

Dari arah samping ku datanglah sebuah peti disertai tangis sedih saudari dan ibuku.

Aku bertanya dalam hati.

“Apa yang kalian tangisi, sebenarnya?, bukankah justru kebahagiaanlah yang kalian tunjukkan?.”

BEBERAPA TAHUN BERLALU…

Aku mulai memasuki masa remaja. Kini umurku sudah mencapai 16 tahun. aku bersekolah di
sekolah seni, memang meski banyak pertentangan akan hal itu dari ibuku namun pada akhirnya ia
setuju walau dengan wajah penuh paksa dariku.

KILAS BALIK…

Percakapan ku dengan ibu ku saat di meja makan.


“Ibu, aku akan daftar di kelas seni dan aku mau itu.”

“Lit, sudah beberapa kali ku katakan padamu. Hal itu tak


cocok denganmu.” ucap Ibu ku dengan wajah asih nya.

“Tidak ibu!!, aku akan tetap masuk kelas seni bagaimanapun caranya” teriak ku tolak dengan
lantang.

Setelah percakapan itu aku meninggalkan meja makan.

Di Kelas seni aku mulai belajar. Belajar dengan emosi dalam wajah, tak mampu ku berfikir akan
beratnya terutama ibu ku yang sakit-sakitan, "apakah kalian akan berpikir aku peduli akan sakit itu?
Tidak, melainkan betapa merepotkannya karena ia selalu mengusikku dengan mengirim orang agar
aku pulang". Aku mulai meninggalkan kelas seni pada saat itu.

Ketika aku keluar dari halaman kelas. Ada seorang dokter yang menungguku dan memberiku
kabar, Bahwa ibuku tidak akan lama lagi.

“Tuan Adlit. Maaf mengganggu waktu anda, namun ibu mu ingin agar dirimu segera pulang. Karena
umurnya tak akan lama lagi”.

“Apa?, APA AKU PEDULI AKAN HAL ITU!?. Baiklah aku akan pulang namun sekali, hanya sekali
saja.”

Dokter itu pergi dengan wajah penuh kasihan akan nasib ibuku. Ya, besoknya aku pulang ke
rumah untuk melihat ibuku terakhir kalinya sebelum malaikat kematian kembali untuk gilirannya.

Sampainya aku di sana, aku melihat ibuku dengan wajah pucat dan senyum di wajahnya karena
melihatku kembali ke rumah. Ibu tersenyum sambil berucap

“Kau sudah besar sekarang. Bagaimana hari-hari mu? Apakah persis seperti yang kau inginkan?”.
Suara pelan tak jelas yang muncul dari ibuku.

Aku hanya bisa terdiam sambil menatapnya. Ya, hanya menatap saja, aku tak melakukan hal lain
seperti adegan drama lainnya, yang akan merasa kehilangan. Akan, tetapi itu semua tidak untukku.

Di acara pemakaman ibuku, aku tak hadir dalam acara itu. Aku memilih untuk tetap mengikuti
kelas seni ku. Guru mendatangiku dan menggiring ku menuju pintu keluar yang dimana ia
menyatakan bahwasannya aku tak mempunyai nilai seni dan bakat sama sekali.

“Maaf tuan Adlit, kau harus meninggalkan kelas ini kau sama sekali tak mempunyai bakat dan nilai
seni sama sekali.”

“Tapi pak. aku pasti bisa, aku bisa, izinkan aku mengulang sekali lagi dan aku akan menunjukkan
sebuah karya lukis indah yang tak pernah kau lihat”

“Maaf tuan Adlit, mohon keluar”

Guru seni ku membuka pintu sambil mendorongku keluar dari sekolah seni. Ia membuka pintu
dengan dering suara dari bel pintu "ditelingaku itu bagaikan terompet kegagalanku".
Aku mulai membenci kota ku sendiri, aku meninggalkan kota dan memilih tinggal di kota lain
dengan harapan akan ada hal baru dalam hidupku. Namun kepergianku dari kota hanya mengubahku
dari orang tak berada menjadi orang tiada, aku terdampar di pinggir jalanan.

Di dekat tempat ibadah aku melihat orang membagikan bubur. Wangi bubur menggugah selera
makanku, orang yang membagikan bubur bercerita akan propaganda yang tak kuketahui namun ku
percayai.

“Lihatlah tuan kita seorang ras asli di negara ini justru menjadi pengemis yang terlantar, hidup miskin
tak punya apapun untuk diharapkan dan hanya meminta belas kasihan para perampok”. Ucap si
pembagi bubur.

“Maaf tuan, bolehkah aku tau siapa perampok yang kau maksud itu?” tanya ku pada si pembagi

“Tentu saja para kaum YADRIN!,lihatlah mereka, mereka bisa berpesta pora di klub malam dengan
banyak wanita dan minum-minuman keras.”. Ucap pembagi dengan marah

Dari belakang terdengar suara teriakan

“Heii!! Cepatlah kami juga ingin bubur itu!!”

Aku menyingkir dari barisan antri bubur itu. Aku yakin apa yang dikatakan oleh orang itu pastilah
hal benar dan aku yakin akan hal itu.

Aku menemui beberapa pengemis jalanan lainnya, aku mencoba untuk meyakinkan mereka
bahwa kaum YADRIN lah yang membuat negara mereka mengalami kelaparan. tapi respon apa yang
ku dapat? Aku justru ditertawakan olehnya.

“Tuan, apakah kau tau? kita dibuat tidur dijalanan seperti ini, dikarenakan apa?.. Ya, kaum YADRIN
lah yang membuat kita seperti ini.”. Ucapku dengan wajah tawa ketika menceritakan para kaum
Yadrin.

“Hahaha, tapi tuan wajahmu lah yang hampir mirip dengan mereka” tawa dari seorang pengemis
yang bernasib jalanan sepertiku

Aku yang mendengar hal itu, tentu saja aku marah, ya aku benar benar marah. Aku meninggalkan
dia, aku mencari telepon umum untuk menghubungi kakak ku dan meminta uang kepadanya. Aku
bertemu dia di stasiun dia datang dengan anak nya yang cantik dan imut.

Aku mulai basa basi.

“Bagaimana kak hari ini, cerah bukan?.. lalu, bisakah aku mengambil uang yang ku minta kemarin?”

“Baiklah Adlit, ini uang nya. Apakah tidak lebih baik jika kau pulang saja ke rumah?”

“Tidak kak, maaf aku sudah membenci kota itu”

Aku mulai meninggalkan kakak ku setelah aku mengelus kepala keponakan ku yang cantik.
Setelah mendapat uang, aku mulai ke tukang cukur terlebih dahulu untuk memperbaiki penampilan
dan pergi ke toko baju dengan tujuan yang sama.
Setelah aku keluar dari toko baju, aku menghampiri seseorang yang berteriak dengan kencang
sambil memberi informasi pada para penduduk lainnya. Desakan muncul informasi panjang yang
penuh gairah menggugah semangat warga Genres.

“Hallo!! Wahai para warga Genres lihat lah ke depan, lihatlah luasnya lapangan yang akan terisi oleh
kemenangan atas darah para pejuang. Hari ini Kaisar Genres dengan Kanselir nya menyetujui akan
ada perang!!”
Seru seorang informan.

“Apa ini? Yaps, ini adalah hal benar. Hahahahha!! Kita akan mengubah nasib kita semua” seru hati
ku ketika mendengar informasi itu.

Sontak semua warga Genres yang mendengar hal itu, berteriak gembira dan mengganggal perang
adalah hal bijak untuk memulihkan kelaparan mereka.

“Perang!, perang!, perang!!” teriakan para pendengar

Sejak mendengar kabar itu, wajib militer pun diberlakukan oleh Kaisar, Kaisar menyetujui akan
adanya perang. Aku masuk di sebuah sekolah militer, memulai karir ku dilandasan medan latihan
yang berujung pada pertempuran. Di barisan yang panjang bagai ular yang di temui semut, kami
berbaris mengikuti alur medan.

Sebuah cahaya kilau tak berbentuk terlihat dari atas. Cepatnya besi yang terbang menjatuhkan api
yang memanas di medan tempur, seketika barisan yang membentuk ular itu pun menyebar,
berkurang, menunduk, dan tiarap hanya untuk menghindari api tersebut.

Aku menghindari api tersebut dengan berlari ke arah samping dari barisan, dari sanalah aku
mencoba, aku berusaha untuk menembaki besi terbang tersebut. Kecepatan tak mampu dicapai oleh
peluru ku.

BEBERAPA SAAT SETELAH PERTEMPURAN BERLALU…

Di camp tentara, aku bertemu banyak teman baru. Kami bersembunyi di antara parit-parit
menghindari musuh berharap untuk bersembunyi. di sana aku menghina para kaum Yadrin, tak
kusadari ternyata di antara mereka ada yang merupakan keturunan dari kaum Yadrin.

“Hahaha!! Kalian lihat lah para orang-orang tercela itu, ya mereka kita mengalami kekalahan juga
karena mereka. Yap tentu saja kaum Yadrin yang tak berakal, Orang-orang licik yang peduli pada diri
sendiri.” ucap ku dalam kesendirian agar terdengar oleh orang di sekitar.

“Hei tuan!!, maaf tapi aku juga kaum Yadrin, salahkah?.. Tuan lebih baik kau sadar pada dirimu
sendiri dasar keparat!” jawab tentara dari ras Yadrin

Mendengar hal itu aku mulai menghindari semeja dengan mereka, aku menghina mereka dalam
hati. Benci ku pada kaum Yadrin merupakan hal terdalam di antara kebencian orang-orang jahat di
dunia.

KEESOKAN HARINYA…

Kami berperang, ya hal sama terjadi namun kini kami tidak akan menyerah begitu saja, kami
memberikan perlawanan pada armada musuh. Pemimpin yang memimpin barisan ku, memintaku
untuk mengantarkan surat kepada petinggi agar mengirim bala bantuan untuk kami. Tentu saja aku
setuju.

“Hei! Adlit kemarilah, antarkan kan surat ini pada petinggi. Minta mereka untuk segera mengirimkan
bala bantuan, segera!” ucap dari pemimpin

“, Siap pak!”

“Baguslah, jalankan!”

Diantara bara api yang bergejolak, ledakan, teriakan, rintihan sakit, aku melalui semua itu.
Menggunakan sepeda aku dapat mencapai camp petinggi, sesampainya disana aku langsung
menyampaikan surat itu.

PERTEMPURAN BERAKHIR…

Tak ku duga, aku dipanggil oleh pemimpin dan ternyata pangkat ku telah dinaikkan dikarenakan
perjuanganku meskipun itu tidak tinggi, namun itu adalah hal berharga.

“Selamat tuan Adlit, kamu mendapat kenaikan pangkat.”

“Ya pak!, terimakasih.” jawabku sebelum aku berjabat tangan.

KEESOKAN HARINYA…

Ya, seperti yang kalian ketahui, perang belum berakhir bahkan sampai hari esok. Ketika orang
dimulai kami mendapat tekanan besar dari armada musuh. Pemimpin segera mengumumkan untuk
siapa yang ingin menyampaikan surat kepada petinggi, akan diberikan sebuah lencana emas tinggi
angkatan perang (Hal yang sangat berjasa).

Sontak aku yang mendengar kabar itu langsung berdiri dari posisi tiarap ku, aku menyerahkan
diriku untuk misi itu. Ya, pemimpin sangat senang, ia mempercayakan surat itu padaku. Aku mulai
menyusuri medan tempur melewati segala mara bahaya hanya untuk secarik kertas.

Di Perjalanan aku bertemu seekor anjing, ya aku tidak membiarkannya begitu saja. Aku langsung
mengambil nya dari medan tempur untuk ku adopsi. Setelah ku menyerahkan surat di camp para
petinggi, aku kembali ke markas ku untuk istirahat. Di markas aku ingin mencoba melatih anjing yang
baru ku pungut, namun anjing itu justru tidak mematuhi perintahku.

Para orang-orang di markas menertawakan diriku dengan puas nya. Aku tidak tinggal aku
membentak mereka dan aku juga memukul anjing itu karena tidak mendengarkan perintahku.

“Dasar kau anjing nakal!!” ucap ku dengan marah

Anjing itu pun kabur dari markas, tanpa diketahui ternyata hal buruk yang akan menimpaku justru
diketahui oleh anjing itu, keluarnya anjing itu dari markas membuat ku mengetahui akan datang nya
sebuah gas beracun. Ya, aku mengenakan masker gas yang di kalungkan di leherku. Para tentara
bertebaran dari markas, berlari menjauhi kabut hijau terang yang membawa hawa kematian.

Anjing yang ku pungut, jatuh di antara kabut hijau itu. Aku tidak menyesali itu, ketika aku sampai di
tempat yang aman. Aku pun berteriak riang gembira.
“Hahahaha.. Kalian lihat itu, ya anjing itu lah yang menolongku, aku tau itu pasti takdir yang
dikirimkan untuk diriku.”

Orang-orang yang mendengar itu berpikir bahwa aku sudah gila. Lalu apa peduliku?, aku hanya
berpikir bahwa yang terpenting adalah aku "selamat" . Setelah meninggalkan area yang rawan akan
terkena kabut hijau itu. Aku kembali ke markas untuk menenangkan diriku.

Di markas aku beristirahat. Istirahat yang hanya akan menantikan hari esok yang tak akan pernah
ku bayangkan. Pastinya akan ada tetesan air mata dari semua warga genres dan diriku sendiri..
Tetesan yang tak mampu membentuk muka.

KEESOKAN HARINYA…

Aku berada di medan tempur dengan lencana kebanggaan ku, di antara parit-parit pertempuran,
aku mengambil segala tindakan untuk mendapat kemenangan atas Genres. Aku berlari menuju
markas musuh untuk menyerangnya secara langsung.

Tanpa diketahui kilau api membara jatuh di antara langit-langit. Tepat di sebelahku, jika ku berjarak
mungkin itu adalah jarak diriku dengan kekalahan. ledakan itu menyilaukan mataku aku bingung tak
tau arah mana dunia, aku hanya melihat bagaimana akan jadinya hari ini untuk besok.

Sekilas semua terasa berdengung di telingaku. Aku dilarikan ke sebuah rumah sakit. Disana aku
dirawat, mataku membengkak dikarenakan kilau itu. dokter yang memeriksa ku memberi ku sebuah
kabar buruk, ya benar-benar buruk.

“Tuan, maaf anda adalah seorang pejuang. Aku tau itu, tapi anda harus mendengarkan berita
ini….Genres mengalami kekalahan perang, Kekaisaran Genres mengalami kerugian besar.” ucap
dokter itu dengan penuh duka

“Apakah itu benar tuan?,” jawabku dengan lesu diantara bibir

“Ya tuan, Kekaisaran mengalami kerugian atas perang, Kekaisaran dituntut pula untuk ganti rugi
atas perang yang terjadi, kemungkinan kita akan mengalami inflasi yang benar-benar parah
nantinya.” ucap dokter demi meyakinkan diriku

“Tidak, itu tidak benar, tidak mungkin!!. Hah! Apa yang kau maksud?! Itu semua tidak mungkin.
Biarkan aku pergi ke medan perang dan akan kuhancurkan para musuh-musuh ku!” aku berteriak tak
mampu menerima segala keadaan.

Malam harinya aku berjalan menuju pintu keluar, aku mencoba mencari dan terus mencari, arti
dari sebuah kemenangan. Tapi apa yang ku dapatkan? Hampa, semua penduduk kota Genres bagai
hilang dari perdaban. Ku telusuri sepanjang jalan tak ada lagi canda kota.

Kaisar pada saat itu pasti hanya terduduk diam di singgahsana nya, patung nya yang ada di jalan
di cemooh oleh pemuda Genres. Para tentara tidak tinggal diam mereka langsung mendatangi,
memukul dan menembaki semua pemuda yang ada saat itu.

Tak mampu ku sangka, di situlah aku memahami. Jiwa nasionalis dan kekuasaan adalah hal yang
paling diperlukan untuk di harga ia oleh dunia. Aku kembali ke kantor pusat tempat pelatihan ku.
Dikantor pusat aku berusaha mempengaruhi petinggi ku bahwa yang membuat mereka
mengalami kekalahan perang adalah orang-orang kaum Yadrin. Tapi pemimpin ku tak
mendengarkanku dan berkata bahwasannya pasti diriku sedang bercanda.

Usahaku untuk meyakinkannya sia-sia dan malah, aku di kirim ke sebuah misi untuk menyelidiki
aktivitas Partai Buruh Genres. Aku menuruti perintah itu dan pada malam harinya aku mendatangi
Partai tersebut untuk mendengarkan pidato.

Disana, aku hanya mendengarkan sebuah pidato yang tak memiliki arti apapun, pidato yang
hanya mampu memuji orang-orang kaum Yadrin, betapa hinanya itu di telingaku. Aku memasuku
jalan hidup tak berarti jika harus mendengarkan pidato itu.

Tak lama setelah mendengar pujian tidada arti itu, aku berteriak marah dan aku pun meninggalkan
tempat itu dengan melempar kertas dan hinaan pada si pemidato.

KEESOKAN HARINYA…

Aku kembali lagi ke tempat hina itu, meninggalkan bekas akan kesenangan mereka terhadap
kehadiran kaum-kaum Yadrin. Tak lama setelah mendengar pidato buruk itu, aku pun mengambil alih
meja pidato yang dinaikinya.

Aku mulai berpidato dengan yakin, aku menjelaskan bahwa yang membuat kita sebagai ras asli
Genres mengalami kekalahan dalam perang Dunia Pertama adalah kaum Yadrin, merek yang
membocorkan segala informasi pada negara musuh (Fraces), dan aku meyakinkan mereka bahwa ini
adalah hal memalukan jika ada kaum Yadrin di Kekaisaran Genres. Yang menghadiri pidato itu
tidaklah banyak, setidaknya ada 4-5 orang yang duduk di meja makan.

“Selamat malam semua nya,... "Diam sejenak", Genres.. Mengalami kekalahan, kita ras asli dari
Genres tentunya merasa malu, kita merasa rugi.. Lalu, apa artinya para nyawa yang telah gugur di
medan tempur?.. Pada hari pertama berita disebar, sorak kita bagai menemukan berlian di antara
lumpur, kita setuju akan adanya perang, kita tersenyum. Tapi.. Senyum kita bukanlah untuk
KEKALAHAN!!, kita tersenyum bukan untuk menerima segala hal memalukan dari pihak musuh!! Ya,
aku juga berjuang, dan aku yakin diantara kalian pasti banyak yang berjuang!.. lantas perjuangan
seperti apa yang kalian dambakan jika pada akhirnya kita hancur, kita rugi, kita mati di negara sendiri,
kita ditekan oleh keadaan?.”

aku percaya diri, dengan pidato ku, ternyata pidato yang ada telah menggugah semangat para
pendengar.. Seketika para pendengar perlahan-lahan, datang mereka bertumpuk, seperti kawanan
semut.

“Kalian tau?, ya tentu saja kalian bukan tidak tahu, tapi kalian belum menyadarinya.. Kita mengalami
kekalahan tidak lain adalah karena para kaum Yadrin yang telah mengkhianati negara kita. Mereka
membocorkan segala informasi perang yang kita miliki. Apa yang mereka pikirkan? Tentu saja
kesenangan mereka sendiri, kalian tahu bukan? Kalau selama ini kita hanya bisa makan di pinggir
jalan namun mereka bisa makan di restoran-restoran mewah sesuka mereka.”

“Kehadiran kaum Yadrin hanya akan membawa dampak buruk untuk kita semua. Kita harus
menghancurkan mereka, hancurkan segala dari mereka, mulai dari pemikiran mereka, akal busuk
mereka, ya.. Apapun tentang mereka, karena kehadiran mereka di kota Genres hanya membawa kita
pada suatu kehancuran yang tak berakhir dan tak berujung!!”
“Ya!!! hancurkan para kaum Yadrin itu!!!” Sontak suara yang dilontarkan salah satu pendengar

“Aku tau, para kaum Yadrin itu lah yang pasti telah membawa kita pada sebuah kehancuran.
Kehadiran mereka hanya menyebabkan kita semua lenyap!!!” Ucap salah satu pendengar

Semenjak saat itu, aku sering menyampaikan pidato ku di sana, ketua partai Buruh Genres
berteman cukup baik denganku. Aku banyak menghasilkan uang untuknya dikarenakan pidato ku, dia
sering menjadwal akan kehadiran ku di acara pidato.

Nama ku semakin terkenal di kota, karena pidato ku yang sering mengkritik para kaum-kaum
Yadrin. Ya, pada hari yang bertepatan aku akan menyampaikan pidato ku lagi. Ternyata seorang
atasan teman dari pemimpinku sebelumnya mengirimkan kata-kata untuk datang ke tempat ku
berpidato. Ternyata kata-kata yang dikirimkan adalah orang-orang kaum Yadrin, mereka yang
merasakan kesal mulai melempariku dengan segala benda yang ada di sekitar mereka.

Tak hanya diam, para ras asli Genres pun marah dan mulai memukuli mereka. Pada akhirnya
pidato itu berujung pada suatu perkelahian yang sangat amat ramai, di sana aku tetap melanjutkan
pidato ku, meski darah bercucuran di setiap meja.

Tak lama atasan datang dari balik pintu, dan menegurku. Ia memintaku untuk menghentikan
pidato ku, karena pidato ku hanya akan menimbulkan suatu kekacauan. Aku tidak memperdulikan itu,
justru itu yang ku inginkan. Amarah dari kaum asli Genres terhadap para kaum-kaum Yadrin.

Aku tersenyum, aku bahagia tak pernah aku merasa sebahagia ini, aku terus menerus bertanya,
hasrat apa yang bergejolak dalam jiwaku ini?.. Kenapa rasanya diriku ingin menari bersenandung..
Padahal aku hanya menyaksikan perkelahian mereka saja.

BESOK HARINYA…

Partai Buruh terancam akan ditutup oleh pemerintah, dikarenakan sering menampilkan
pidato-pidato yang tidak layak untuk ditampilkan. Pidato yang hanya akan menimbulkan kericuhan.

Mulai saat mendapat ancaman itu, pidato ku pun sering berhenti. Tak luput harapan ku, pada
saat aku berjalan menelusuri gedung partai, ada seorang pengusaha kaya raya yang memberikan ku
sebuah saran.

Ia berkata padaku, bahwa pada saat aku menampilkan pidato ku di gedung partai Buruh
Genres, ia pada saat itu sedang iseng dan mencoba datang, namun dia suka akan pidato yang ku
sampaikan sehingga hal itu memicu akan adanya dukungan darinya.

Pada awalnya aku mencoba bertanya terlebih dahulu siapa namanya dan apa tujuannya ia
datang padaku.

“Hallo tuan Adlit, kau menyampaikan sebuah pidato yang sangat mengesankan, hal itu memicu
emosi seluruh warga Genres, seakan emosi yang membangkit kan amarah api tiada padam.”
panggilan dari gelap nya jalanan

“Terimakasih atas pujiannya, tapi tuan izinkan aku bertanya, siapakah namamu?, tentu saja aku
harus mengetahui nama orang yang ku ajak bicara.” Tanya ku pada orang yang berbicara padaku
secara tiba-tiba
“Haha.., maaf tuan Adlit, perkenalkan namaku adalah Jhon, tuan Adlit apa kau tau, sebenarnya kau
masih kurang, kau sudah cakap jika dihidangkan, namun belum ada penyedap dan penghias untuk
dirimu.. Seperti kau seharusnya punya ciri khas mu sendiri. Lihatlah ketua partai lain, mereka
membuat poster dan lambang mereka sendiri.. Bagaimana jika kau mencoba hal itu?.. ” Jawab Adlit
dengan sedikit penjelasan yang membangkutkan pemikiran ku

“Ayo tuan, aku bersedia mendukungmu, jika kau ingin mendirikan sebuah ideologi mu sendiri.. Aku
mengundangmu di sebuah acara yang ada di rumahku, akan ada jamuan besok malam, silahkan
datang tuan Adlit dan bawalah semua yang akan kau tampilkan..” Jhon yang mencoba lebih
mempengaruhi pemikiran ku

“Ya, kau benar.. Aku harus punya itu semua, baiklah tuan aku pasti akan hadir dalam jamuan mu.”
jawab ku dengan percaya diri

“Bagus tuan Adlit, aku pamit mohon undur diri, aku harap kau besok akan mendapatkan sebuah
koneksi besar.” Cara Jhon untuk berpamitan dengan ku

Setelah mendengarkan pemikiran yang disampaikan oleh Jhon, akupun mulai menggambarkan
lambang ku sendiri, aku membuat sebuah lambang Swastika yang ku putar arahnya. menurut ku
lambang itu mempunyai banyak arti, mempunyai suatu arti yang luas. Aku mencukur kumis ku sendiri,
menyisir rambutku, sebagai bentuk ciri khas ku.

Malam harinya, aku datang ke acara jamuan yang diadakan Jhon, ketika aku membunyikan bel
rumah, dari pintu muncul sesosok gadis cantik, yang ternyata adalah istri dari Jhon. Aku menyapa
nya, dan Jhon juga pada saat itu. ketika aku masuk, aku membawa sebuah gulungan, dan dengan
percaya diri menunjukkan penampilan ku yang mencolok.

Di sana aku tak melihat 1 orang pun, orang susah, mereka semua adalah pengusaha kaya raya.
Orang-orang hebat yang memiliki banyak koneksi dan kemampuan memutar uang yang handal. Itu
lah mereka di pandangan ku.

Pada saat itu, aku langsung menuju pada intinya. Aku mulai dengan celaan pada kaum Yadrin,
tak ku sangka ternyata di sana ada seorang dari kaum Yadrin. Ketika mendengar celaan itu, ia marah
padaku, membanting meja. Marah kepada tuan rumah, ya hanya dia saja yang keluar dan lainnya
tidak.. Aku tidak terlalu peduli akan hal itu.

Pada saat di sana aku menjelaskan pada mereka bahwa diriku mempunyai jiwa dan rasa
nasionalisme tinggi, bahwa aku akan membawa sebuah perubahan besar yang akan mempengaruhi
Genres dan memberi sebuah keajaiban. Merek percaya, tak lama kemudian aku menunjukkan
bendera yang ku gambar mereka suka. Lanjut tepuk tangan yang ramai, membuat ku merasa bahwa
suatu keajaiban akan terjadi.

Mereka setuju untuk mendukungku, aku mulai mendapatkan banyak koneksi yang membantuku
lebih dekat dengan tujuanku yaitu dengan menciptakan suatu jiwa nasionalisme masyarakat yang
perlu ditingkatkan.

KEESOKAN HARINYA…

Aku datang ke tempat partai Buruh Genres dan langsung mengambil alih palu pemimpin. Di sana
aku langsung mendeklarasikan bahwa aku akan menjadi sebuah pemimpin besar partai Buruh
Genres, ada beberapa orang yang tidak setuju, tapi hampir semua orang setuju bahwa aku yang
akan menjadi pemimpin. Karena banyak nya suara, aku pun diangkat menjadi kepala partai.
Aku banyak memasukkan pengusaha sebelumnya sebagai pengurus di partai Buruh Genres.
Banyak orang yang ku angkat, orang-orang yang ku percayai, adalah orang-orang hebat pastinya.

Pada saat itu aku mulai menyatakan bahwa aku sudah membuat lambang yang pas untuk Partai
Buruh Genres. Bendera besar dan lambang hebat itu kuletakkan pada lengan mereka pada meja
partai, pada depan gedung partai, dan tempat tempat strategis lainnya, seakan harus menunjukkan
kehebatan partai tersebut, pemimpin ku sebelumnya mempunyai gelar yang tinggi. Aku mencoba
mempengaruhi nya dan bernegosiasi, mengajaknya ikut ke partai Buruh Genres. Walau itu sulit, dia
pun setuju pada akhirnya.

Setelah semua itu, aku banyak mendapat dukungan persenjataan baik dari para elite politik, militer
dan para pengusaha kaya. Koneksi ku terus-menerus berlanjut sampai pada titik puncak nya pengikut
dari partai Buruh Genres sangatlah banyak.

BEBERAPA BULAN BERLALU…

Kami menjadi suatu partai besar, partai terkuat nomer 2 di wilayah Genres. Meski sulit tapi itu
semua berhasil, banyaknya pergantian dan perjuangan membangun partai menjadi sebuah partai
besar dengan banyak nya militer.

Suatu ketika, tepat setelah aku mendengar sebuah kabar bahwa akan ada partai lain yang akan
menyampaikan pidato nya. Dan ingin menggulingkan ku dengan caranya, aku memberi sebuah
amanat kepada pengikut dan orang-orang terpercaya ku untuk segera melakukan serangan balasan
pada partai yang ingin menjatuhkan ku.

Kami menggerakkan banyak pasukan bersenjata untuk mengepung sebuah gedung yang akan
digunakan untuk menyampaikan pidato tersebut. Kami berhasil pemimpin dan orator kami mampu
menahannya, diriku langsung menyatakan dengan sejelas-jelasnya bahwa kami akan melakukan
Revolusi besar-besaran terhadap Genres.

Di depan banyaknya penonton yang bersorak, mereka banyak yang setuju. Kami langsung
melakukan penyerangan terhadap pemerintahan pusat, namun itu semua berujung pada suatu
kegagalan. Dikarenakan ada seorang pengkhianat yang membocorkan segala informasi tentang
penyerangan pada kantor pusat.

Pada saat berjalan menuju ke arah tentara, armada yang ku pimpinan ditembak oleh musuh. Aku
terkena tembakan pada kaki bagian paha ku, aku berlari ke rumah Jhon dengan membawa pistol
dengan tujuan akan ku arahkan ke kepala ku sendiri, namun dengan sigap istrinya langsung
menangkap tangan ku.

Pada saat itu nyawaku diselamatkan olehnya. Aku ditahan dan diadili di sebuah sidang dengan
tuntutan sebagai pengkhianatan tingkat tinggi kepada sebuah negara. Aku tidak peduli justru tepat di
pengadilan aku berpidato, tak hanya para wartawan yang hadir namun hakim pun juga ikut tertarik
dengan pidato ku.

Aku mendapat tuntutan penjara yang tidak terlalu panjang, aku ditahan di sebuah tahanan namun
dengan fasilitas yang sangat baik, di sana disediakan sebuah mesin ketik dan aku juga diizinkan
untuk membawa ajudan ku. Di penjara, aku banyak menulis sebuah buku-buku tentang kisah
hidupku.
Aku mulai menerbitkan buku-buku ku tersebut, aku bahkan berpidato di depan banyak nya
tahanan. Sama seperti reaksi pada umumnya, mereka semua bersorak dengan pidato ku yang
dimana hal itu mampu membangkitkan semangat mereka.

BEBERAPA TAHUN BERLALU…

Aku terbebas dari tahanan ku, partai yang sebelumnya ku jalankan sama sekali tidak memiliki
pemimpin. Keluarnya aku dari penjara, aku mendatangi rumah Jhon terlebih dahulu, untuk
mengucapkan terimakasih pada istrinya, karena dirinya lah aku tidak jadi mengakhiri hidupku.

Aku pergi ke desa tempat aku besar, di sana aku menjalani hari-hari ku sebagai orang yang
menghindar dari segala kepentingan. Aku mencoba memperkenalkan diriku sebagai orang biasa
namun apa yang terjadi, hidup tak sama seperti pada umum nya. Di sana aku tak sendirian tentu saja
aku bertemu dengan keponakan ku dan juga Gelit saudara perempuan ku. Aku sering bercanda
dengan keponakan ku, bahkan aku berjanji padanya bahwa aku akan membawanya ke kota suatu
saat nanti.aku hanya menjalani hari-hari ku seperti biasa.

Tanpa kusadari ternyata Partai terus menerus mengalami kemunduran. Semenjak menyadari hal
itu, aku pun mulai mengambil alih partai yang kami jalankan, partai tersebut kami ubah namanya
menjadi partai Sosialis Genres, atau dengan sebutan NAGI.

Tak lama setelah partai dijalankan oleh ku, kami membuat sebuah kemajuan besar-besar an,
banyak dukungan dari pihak lain masuk lagi kepada partai kami. Dengan daya upaya kemampuan
mental dan otak kami pergunakan untuk menjalankannya.

Aku berhasil menjalankan partai tapi berat simpang pada lengan kanan ku semakin bertambah.
Tiba-tiba diriku mendengar sebuah kabar, ternyata anak perempuan dari Jhon meninggal dunia. Tentu
aku turut berduka atas kehilangan nya mereka terutama pada istri Jhon.

Tak selang lama, waktu berlalu.. Istri Jhon saat itu sedang merenung di sebuah acara perjamuan
dekat pintu, aku bertanya beberapa pertanyaan padanya.

“Maaf Nyonya, Helfes. Bagaimana kabar mu,?” tanya ku pada istri Jhon

“Oh.. Tuan Adlit, kabar baik” jawab nya dengan muka lesu setelah kepergian anaknya

“Aku turut berduka atas apa yang terjadi padamu” lanjut ku pada Helfes

“Tidak apa-apa tuan Adlit. Dia sudah tenang di sana,.. Oh ya, bagaimana aktivitas anda di partai?”
Helfes yang menjawab dengan sedikit senyuman

“Baik nyonya, tentu baik. Oh ya nyonya, aku akan memperkenalkan seorang mitra, ia adalah
penyuplai besar pada pengelolaan tata usaha kita. Bagaimana jika anda bergabung?”.
Tanya ku pada Helfes

“Tentu tuan Adlit, tentu saja.” tanpa basa-basi ia langsung menyetujui hal tersebut.

“Baguslah haha, baguslah..”

Dibawah kepemimpinan kami, kami mampu menjalankan partai dengan sebaik-baiknya. Kami
memulai era baru kekuasaan, sebagai pemimpin tertinggi pada jalan yang kami tempuh, kami
mengatur segala kekuasaan yang ada. Kami membuat sebuah gedung baru, gedung nan besar,
megah indah bagai putih awan. Terpampang bendera kebangsaan yang ku lukis sebelumnya dengan
jelas di setiap penjuru gedung.

Helfes mampu menjalankan banyak negosiasi dan pertemuan dengan sangat baik. Dan aku
mampu menjadi orator yang digemari banyak orang. Orator yang mampu membangkitkan semangat
nasionalisme dan orator yang mampu menjiwai setiap darah yang mendidih di tubuh pendengar.

BEBERAPA HARI BERLALU…

Ketika pada saat itu aku bertemu dengan seorang wanita yang tak ku sangka akan menjadi calon
istriku, memang ia adalah wanita yang cantik, wajah nya putih dengan rambut pirang yang indah,
wanita itu bernama Era. pada saat itu aku sedang mengunjungi sebuah pertemuan dengan
keponakan dan ajudan ku.

Tak ku sangka ketika aku melihat, aku merasakan ada ajak yang mencurigakan. Aku mencoba
mendatangi mobil yang ternyata berisi ajudan dan keponakan ku, di dalam sana mereka saling asik
berpelukan, dan aku tidak suka itu.

Aku menciduk mereka. Membuka pintu dan menarik ajudan ku keluar sambil menodongkan pistol
ke arah kepala nya. Ia sedikit gemetar, aku bahkan memukulnya dengan amarah besar. Sejak sesaat
aku berteriak.

“Pergi kau dasar, Brengsek!!, apa yang kau lakukan di dalam tadi hah?!” Aku berteriak dengan
emosi di dalam diriku

Dia hanya terdiam, lalu pergi meninggalkan kami dengan perasaan marah. Keponakan ku hanya
bisa menangis tersedu melihat kekasihnya ku pecat. Walau ia adalah ajudan yang menemaniku
setiap saat dan sangat percaya padaku, tapi aku tidak bisa Terima akan hal itu.

Aku mengajak keponakan ku pulang, dan menghadiri acara pesta dansa malamnya. Sepanjang
hari ia hanya menangis dan meninggalkan bekas mata hitam di kelopak matanya. hingga malam tiba,
kami diundang sebagai tamu kehormatan. Sebelum masuk ke dalam acara. Aku mencium bibir
keponakan ku sendiri dan menyatakan bahwa ia hanyalah milikku tidak dengan yang lain. Rasa puas
ku setelah melakukan hal itu di benci oleh keponakan ku sendiri. Masuknya kami ke dalam pesta, ia
diam-diam mengambil pistol yang ada di saku ku.

Aku tak menyadari hal itu, ia berlari keluar dan mencari taksi untuk mengantarnya pergi kembali
ke rumah. Di rumah ia mengunci pintu nya. Tak lama kemudian penduduk setempat mendengar suara
tembakan dari arah rumahku, ternyata keponakan ku mengakhiri hidupnya di dalam kamarnya,
dengan pistol yang ku miliki.

Berhati-hati aku menangisi kematian nya, aku memeluk baju yang kuanggap sebagai
kenang-kenangan yang indah setiap saat nya. Aku menata kamarnya dengan sangat rapi sesuai
dengan keinginannya.

Saudara perempuan ku tak marah kepadaku. ia memaklumi ku dengan menganggapku melakukan


hal memang suatu rasa cinta meskipun itu dilarang, antara keponakan dan paman.

Hari-hari berlalu, aku sudah menikahi Era, meski begitu aku tidak terlalu memperhatikannya dan
tetap percaya bahwa partai sangat lah penting. Dukungan-dukungan terus menerus bertambah. Aku
tidak mengalami kesulitan yang beruntun, ya walaupun ada wartawan yang tidak suka dengan cara
ku dan terus menerus menekanku dengan berita-berita propaganda.
Hal mudah yang dapat kulakukan, aku hanya perlu melempar kantor tersebut dan memberi sebuah
teror. Akhirnya semenjak aku melakukan hal tersebut, tidak ada lagi berita yang menyebar.

Hari-hari ku jalani dengan memimpin partai dengan baik, semakin kuat pengaruh ku, bersamaan
dengan partai sebelah (partai saingan) aku banyak mengambil peran politik dalam negeri. Salah
satunya tentang pemilihan kanselir dan aku menurut akan mendapatkan gelar kanselir terbesar pada
kaisar.

Kesulitan ku jalani setelah tuntutan ku. Berita propaganda yang awalnya hilang, kembali muncul
lagi. Banyak informasi tentang NAGI yang bocor. Ternyata ajudan ku salah satu dari komplotan
tersebut, aku tidak kaget akan hal itu, karena mengingat masa lalu pastinya dia memiliki dendam
yang mendalam untukku.

Pergerakan mereka kami batasi, aku benar-benar menekan kemampuan para wartawan dalam
propaganda untuk melawan ku. Akhirnya setelah kudapati tempat keberadaan mereka. Aku langsung
dengan sigap memerintahkan pasukan ku untuk siaga.

Di antara gempuran ingin menjadi kanselir. Aku berusaha untuk meyakinkan salah satu pemimpin
angkatan perang, tinggi yang dulunya adalah bagian dari NAGI, namun ia justru tidak setuju
denganku dan tidak sejalan dengan ku.

Ia ku lepaskan sementara untuk. Aku lebih berfokus pada hal-hal inti seperti pada posisi kanselir.
Aku berusaha terus berusaha, kanselir mengalami pergantian posisi sebanyak dua kali, kaisar
sebenarnya tak suka dengan cara ku memimpin, ia selalu ingin menggeser ku dari posisi kualifikasi.
Namun tetap gagal, akhirnya ia memberi kesepakatan agar memberi ku sebuah posisi wakil kanselir.
Namun aku tidak setuju, aku marah, paling setidaknya aku harus mendapat posisi kanselir untuk
menyatakan kekuasaan ku.

Posisi kanselir mampu mengatur sebuah kekuasaan dan angkatan militer bersenjata, memimpin
politik luar negeri dengan cepat. Maka dari itu lah aku setuju dengan posisi kanselir.

Aku masih melakukan perombakan dengan sebaik-baiknya. Pada pergantian yang ketiga lah aku
mampu memenangkan posisi kanselir, aku dinobatkan sebagai kanselir yang baru. Pada malam itu,
pasukan partai NAGI menyusur seluruh jalan kota dengan iringan musik dan nyanyian kehormatan.

Siang harinya, aku menjadi sebuah orator besar, aku memimpin banyak pergerakan, terutama kami
melakukan deklarasi perang, yang dinamakan perang Dunia ke 2 yang terkenal kala itu, perang itu
melibatkan banyak pihak. Pernah dunia ke 2 merupakan sebuah lukisan ku yang indah dalam
usahaku untuk menaklukkan Irofa. Aku tak hanya melakukan hal itu, aku mulai melakukan operasi
pembantaian terhadap orang-orang kaum Yadrin, terutama yang tidak berguna.

Aku masih memanfaatkan para kaum Yadrin yang mampu berguna untuk negara pada kala itu,
aku tak memperhitungkan siapa yang harus dibantai melainkan seluruh orang kaum Yadrin yang tidak
berguna, yang harus dibantai.

Pemerintahan diktator ku pun berjalan, pemimpin angkatan perang pada saat itu, wartawan yang
menyerangku dan ajudan ku berhasil ditangkap dan aku langsung melakukan pelenyapan tanpa
suara pada mereka besok harinya.

Aku dengan tiga Sekutu ku yang terdiri dari Genres, Jerpen, Itlatlis ingin melukis sebuah sejarah
dunia yang dimana, aku akan melukis sebuah benua Irofa.
Banyak pihak yang ku kalahkan meskipun kami Genres digempur banyak pihak namun kami
mampu bertahan dengan sangat lama.

Tapi apalah daya, sekuat apapun kami, kami hanya 1 negara yang digempur oleh belasan negara
lain terutama kekuatan besar kala itu juga. Kobaran perang, dan kami pun kalah. Pada tahun 1945
ditandai sebagai akhir perang Dunia ke 2. Tertulis kisah ini sebelum aku melakukan bunuh diri.

HIDUP GENRES!!!, HIDUP NAGI!!!

Tamat.

AMANAT :

Sifat egois memang akan selalu muncul dalam diri manusia, rasa dendam dan merasa tidak adil
adalah hal lumrah pada manusia juga. Tapi apakah kita akan selalu kalah oleh sifat itu?, tentu tidak.
Maka dari itulah jadilah orang yang akan mampu memahami orang lain, dan tidak berpikiir atas
kepentingan ambisi diri sendiri (Ego).

Anda mungkin juga menyukai