Anda di halaman 1dari 8

The Lovely Princess and The Blue Whale

Pada zaman dahulu hiduplah seorang putri yang malang bernama Larissa Calista, yang
lahir di kerajaan Elmire. Dia merupakan anak dari raja yang sangat bengis bernama William De
Elmire. Dia adalah seorang putri yang memiliki nasib yang buruk karena diusianya yang masih
muda di sudah kehilangan sosok sang ibu. Ditambah lagi dia tinggal dengan ayahnya yang
sangat bengis dan dingin serta sikap acuh tak acuh dari ayahnya yang membuat nasibnya menjadi
lebih buruk.

Setiap harinya Larissa selalu berusaha untuk mengambil perhatian dan kasih sayang dari
ayahnya, kerena sejak di kecil ayahnya tidak pernah datang untuk menemuinya bahkan dia
ditempatkan di istana Ruby, istana terbengkalai yang jauh dari istana utama. Larissa sangatlah
kesepian dia hanya tinggal bersama dengan seorang pelayan yang sudah merawatnya sejak kecil
bernama Rosalina York.

Pada suatu pagi Larissa yang merasa bosan berdiam diri di kamarnya, berencana untuk
berjalan-jalan di taman sekitar istananya.

“ Rosa aku mau berjalan-jalan sebentar yaa …”

“ Ah! Baiklah tuan putri…. Hati-hati yaa ..”

Larissa keluar dan berjalan-jalan menikmati udara segar di sekitar istana. Akibat terlalu
fokus dan menikmati keindahan taman, Larissa tidak menyadari bahwa dia sudah berjalan terlalu
jauh. Larissa tersesat dan masuk ke dalam istana yang menurunya asing. Namun karena rasa
penasarannya yang besar dia tetap melanjutkan langkahnya hingga ada sederet patung emas yang
menarik perhatiannya.

“Wah indah sekali patungnya. Bentuknya sangat mirip dengan malaikat kecil. Tapi apa ini
emas asli?” Ujarnya sambil mendekat dan mengamati patung itu.

“SEJAK KAPAN ADA SEORANG GADIS DI ISTANAKU?”. Suara pria dingin itu
mengagetkan Larissa. Larissa membeku di tempatnya. Perlahan ia pun menoleh ke asal suara
dengan tenang dan santai, meski dalam hati merutuki ‘pria itu’ karena tiba-tiba muncul.
“Wajah ini… Kau terlihat familiar, oh.. Wanita itu ya..”

WILLIAM DE ELMIRE

“Ya.. Wajahmu mirip dengan wanita itu..”

Lagi-lagi William berbicara… Larissa hanya diam, dan tak menyahut, tatapannya seperti
ketakutan, raut wajahnya pucat. William sedikit tersentak.

“.. Aku jadi ingat nama yang di berikan wanita Mirandels itu,.. LARISSA kan??..”

“Kau sekarang sudah besar ya” ujar William menatap Larissa tajam.

“sedang apa kau di istanaku?”. Tanya William.

“Istanaku katanya, lalu kenapa istana kaisar lebih sederhana daripada istana Ruby” Batin
Larissa.

“Sepertinya kau kesasar saat bermain dari istana Ruby, Felix bawa dia!” perintah William
pada pengawalnya sir Felix Raymond.

“Setidaknya kita harus menjamu tamu yang datang kan” ujar William sambil berlalu
masuk ke istananya. Saat ini William sedang duduk berhadapan dengan Larissa dengan tatapan
dan wajah dinginnya. Membuat suasana menjadi canggung dan menegangkan.

“Aku tidak pernah mendengar kalau kau bisu, pendiam sekali tidak seru” keluh William
dengan nada dingin.

“jadi maksudnya aku akan membunuhmu karena tidak seru?” batin Larissa merinding.

“Kau memang tidak bisa bicara ya?”

“lissa bisa bicara” sambil tersenyum yang dibuat-buat dan kembali diam menatap
William takut.

“kenapa diam saja? Makan..”

“Aku sengaja memesan makanan yang disukai anak-anak, jika kau tidak memakannya
tidak ada pilihan lain selain menghukum orang yang sudah membawakannya” ucap William
sambil menatap tajam gadis kecil di depannya. Larissa tersentak dan langsung memakan
makanan yang ada di depannya.

“apa kau datang kesini dengan tau siapa aku”

KLANG. Sendok yang dipegang ku jatuh.

Celaka!. Jangan hindari tatapannya, ini adalah ujian . Apa aku akan dibiarkan hidup atau
mati.

“A-ayahanda” celetuk Larissa gemetar. William tersenyum miring mendengarnya.

Setelah kejadian itu William menjadi lebih sering menemui Larissa. Awalnya William
memang membenci anak itu karena dialah istrinya meninggal, ya Margareta seorang wanita asal
Mirandels yang meninggal setelah melahirkan Larissa. Namun William mulai merasa nyaman
saat merasa dekat dengan putrinya, menurutnya ia seperti milihat margareta karena mereka
memang sangat mirip. Hari demi hari berganti rasa sayang William pada Larissa pun bertambah.
Larissa juga sudah menyayangi William sebagaimana mestinya, walaupun ia masih takut dengan
sikap dingin ayahnya. Larissa juga mendapatkan hak-hak yang sudah semestinya ia dapatkan
sebagai seorang putri, dia sudah tidak tinggal di istana Ruby dan mulai tinggal di istana utama
bersama ayahnya.

Hingga Suatu hari, saat pesta ulang tahunnya yang ke-17 diadakan. Seorang bangsawan
bernama Roger Lawrance memperkenalkan Charlotte dan mengatakan bahwa Charlotte adalah
anak lain dari William. Larissa merasa sangat terkejut mendengar penuturan dari bangsawan
tersebut. Menurut sepengetahuannya ayahnya William hanya memiliki satu hanya memiliki satu
anak perempuan dan Margaret adalah istri satu-satunya.

Sejak hari itu, Charlotte mulai tinggal di istana atas perintah William. Semenjak Charlotte
tinggal di istana William perlahan kembali bersikap acuh pada Larissa. Perhatikan dan kasih
sayang yang sudah susah payah dia dapatkan perlahan mulai melebur. Perhatikan dan kasih
sayang will kini berpusat pada Charlotte. Bahkan semua haknya sebagai seorang putri sulungnya
telah diambil oleh Charlotte dan dia dikembalikan lagi ke istana Ruby. Saat ini sikap ayahnya
berubah menjadi sangat kejam padanya. William bahkan tak segan untuk menghukum Larissa
juga dia tak sengaja melukai Charlotte. Sekarang dia benar-benar seperti seorang putri yang tidak
dianggap.

“Apa yang harus saya lakukan agar Yang Mulia menyayangiku?”

Larissa menatap seseorang yang duduk dihadapannya dengan wajah penuh air mata.
Ayahnya Yang Mulia William hanya menunduk menatapnya tanpa emosi.

“Apa saya harus menjadi seperti Charlotte? Jika begitu, akankah ayah menyayangiku?
Seperti yang ayah lakukan kepada Charlotte, memanggil namaku dengan penuh kasih sayang
seperti dulu? Jika aku berusaha lebih keras lagi….”

Saudara tirinya yang cantik, Charlotte mendapatkan segala kemewahan yang tidak pernah
Larissa miliki sebelumnya. Tidak cukup sampai disitu, ia juga mencuri Ayah Larissa. Gugup
karena menyebutkan nama itu didepan ayahnya, Larissa terlihat sangat kacau sekarang.

“Daripada membuangku, bisakah ayah menyambutku dengan kedua tanganmu?”

“Tidak akan pernah, bahkan sampai aku mati sekalipun”

“Bagaimana mungkin?”

William menjawab tanpa ragu, dia tidak terkejut melihat putrinya yang bisanya tenang
menjadi ingin dikasihani olehnya.

“Aku juga putrimu Ayah. Aku bahkan sudah disini jauh sebelum Charlotte datang”.
Larissa mengerahkan seluruh keberaniannya untuk mengucapkan permohonan pertama dan
terakhirnya. Yang Mulia, Ayahnya tidak berkutik barang sedikitpun hingga akhir.

“Dasar bodoh..”

Tangan yang memegangi kaki William kehilangan kekuatannya dan jatuh ke lantai. Kata-
kata itu membuat hati dan pikiran Larissa seketika hancur. Kata itu membuat hati Larissa remuk
hingga bisa membuat telinganya berdarah saat itu juga.

“Aku tak pernah sekalipun menganggapmu sebagai anakku.” Mata biru laut Larissa
tenggelam dalam keputusasaan…
Larissa yang perasaannya hancur kemudian berlari meninggalkan istana, dia pergi
menuju ke pantai di dekat istana Ruby dan menangis tersedu-sedu. Gelap dan sunyinya malam
menemani Larissa yang sedang kacau itu. Sampai suatu suara menginterupsi…

“Wahai putri yang cantik.. mengapa engkau menangis sendirian disini?”

Larissa yang mendengar suara itu menjadi terkejut . Dia mencari di sekitarnya dari mana
suara itu berasal.

“Siapa kau? Tunjukkan dirimu padaku?”

“Lihatlah ke arah laut tuan putri..”

Larissa dengan segera memfokuskan pandangannya pada lautan yang luas. Betapa
kagetnya dia melihat seekor paus yang besar disana. Pikirnya kenapa bisa ada seekor paus yang
berbicara pada manusia?

“Lalu kenapa tadi putri ini menangis?” kata paus itu melihat Larissa yang melamun.

“aku hanya sedang merindukan ibuku” jawab Larissa dengan tersenyum sendu.

“Benarkah…kalau begitu bagaimana kalau kamu ikut denganku, melihat kerajaan laut”

Mendengar tawaran si paus Larissa sungguh bingung dan menaruh curiga namun karena
rasa penasarannya serta si paus yang juga telah meyakinkan bahwa dia bukanlah paus jahat,
menerima tawaran paus itu. Larissa kemudian mendekati sang paus dan menaiki punggungnya.
Mereka lalu menyelam ke dalam lautan. Saat berada di bawah laut Larissa merasa kagum
melihat keindahan bawah laut yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Namun di tengah rasa
kagumnya itu, Larissa merasa heran dia baru menyadari bahwa dia bisa bernafas di bawah air
padahal dia itu manusia. Larissa pun bertanya kepada si paus untuk menjawab rasa herannya itu.

“Omong-omong paus, kau belum menjawab pertanyaanku tadi siapa sebenarnya kau?
Siapa namamu? Dan bagaimana aku bisa bernafas didalam air padahal aku kan manusia?”

“Ternyata putri ini sangat cerewet yaa… seperti putri Margaret hahaha” jawab si paus
sambil tertawa.

“Hah!!..kau kenal ibuku?”, tanya Larissa kembali dengan terkejut


“Yaa…Perkenalkan Aku adalah Bruno, aku ini adalah teman baik sekaligus pengawal
dari ibumu dan kerajaan yang sekarang ini kita tuju adalah tempat tinggal ibumu dulu. Lalu
bagaimana kamu bisa bernafas didalam air. Tentu saja karena kamu adalah keturunan dari
seorang putri dari kerajaan laut”. Jelas Bruno pada Larissa

“Lalu kenapa tuan putri tadi menangis, apa benar hanya karena merindukan putri
Margaret atau adakah masalah lainnya?...jika tuan putri mempunyai masalah kamu bisa bercerita
padaku tak perlu merasa sungkan” Tambah Bruno

Larissa yang mendengar pertanyaan Bruno tanpa pikir panjang langsung menceritakan
semua hal yang dialaminya, karena bagaimanapun Larissa butuh seorang teman untuk berbagi
cerita. Bruno mendengarkan setiap cerita Larissa dengan seksama, dia merasa sangat iba kepada
sang tuan putrinya itu. Dia merasa bersalah karena tidak bisa menjaga Larissa lebih awal sesuai
keinginan ibunya. Bruno pun akhirnya menceritakan juga tentang identitas asli dari Charlotte
yang sebenarnya merupakan sepupu dari Larissa yang berniat untuk merebut kekuatannya dan
tahta kerajaan dari ayahnya yang seharusnya menjadi milik dari ayah Charlotte yaitu Lucas De
Elmire, dengan cara memanipulasi William menggunakan sihir hitam milik Charlotte.
Mendengar cerita dari Bruno Larissa sungguh terkejut, dia tidak menyangka bahwa selama ini
ayahnya telah dimanipulasi oleh sihir milik Charlotte.

“Lalu apakah ada cara yang bisa aku lakukan untuk mencegah dan mengahadapi
Charlotte untuk memecahkan sihir itu?”, tanya Larissa pada Bruno.

“Saat ini tuan putri belum menguasai kemampuan sihirnya, kita perlu untuk melatihnya
dan merencanakan cara untuk memecahkan sihir itu…jadi mohon tuan putri untuk bersabar
sebentar”, jelas Bruno.

Keesokan harinya, Larissa yang sedang berjalan-jalan disekitar taman istana utama
berpapasan dengan Charlotte, lalu Charlotte menyapanya.

“Hai kak!... Sedang apa disini kenapa berjalan sendiri? Lebih baik kita minum teh
bersama” sapa Charlotte dengan nada mengejek. Ia memaksa Larissa untuk bergi bersama,
Larissa yang merasa geram dan tak suka tanpa sengaja menghempaskan tangan Charlotte hingga
terjatuh. William yang sedang dalam pengaruh sihir hitam dan melihat kejadian itu, langsung
menyerang Larissa dengan kekuatan miliknya. Larissa jatuh terhempas dan tangannya pun
terluka.

Setelah kejadian itu Larissa tidak lagi berkunjung ke istana utama, dia lebih memilih
untuk melatih kemampuan sihirnya bersama Bruno agar rencana mereka segera terlaksana. Hari
demi hari dilalui Larissa dengan sabar, ia akhirnya bisa menguasai kekuatannya secara penuh.
Ikatan batinnya dengan biota laut pun juga semakin kuat, Bruno kemudian memberikan kekuatan
tambahan berupa kalung mutiara yang akan digunakan untuk memecahkan sihir hitam pada
William.

Pada suatu malam, akhirnya mereka mulai menjalankan misinya. Bruno yang dengan
kekuatan sihir miliknya menyamar menjadi seorang prajurit, menemani Larissa untuk menemui
William dan memasang kalung mutiara padanya.

“Ayo tuan putri!! kita harus segera untuk menemui Yang Mulia dan memasang kalungnya
sebelum seseorang memergoki kita”, desak Bruno

“baiklah Bruno ayoo!!”. Mereka segera berlari menuju kamar William. Setelah masuk
kedalam kamar Larissa langsung memasangkan kalung mutiara itu pada ayahnya, Bruno
kemudian langsung membacakan mantra untuk menghilangkan sihir hitam tersebut.

Beberapa saat kemudian, raja William pun akhirnya bangun dari tidurnya dan melihat
Larissa dan Bruno berdiri di pinggir tempat tidurnya.

“Sedang apa kau malam-malam disini, kenapa belum tidur?” tanya William pada Larissa

“Apa ayah ingat siapa aku?”, tanya Larissa memastikan bahwa sihir hitamnya sudah
terlepas.

“Apa maksudmu?... Tentu saja aku ingat, kau adalah putriku satu-satunya”, jawab
William keheranan dengan pertanyaan Larissa.

“Lalu siapa kau?... aku tidak merasa punya prajurit seperti mu? Dan apa yang sebenarnya
terjadi disini?”, tambah William ketika melihat ada orang asing disamping putrinya.

Bruno yang ditanya demikian kemudian langsung memperkenalkan diri dan


menceritakan semua kejadian yang dialami mereka, khususnya kejadian yang dialami oleh
Larissa. William yang mendengarkan penuturan dari Bruno sekitika menjadi murka dan di saat
itu juga ia datang mencari Charlotte lalu mengusir pergi jau dari istana itu.

Akhirnya kehidupan Larissa kembali seperti semula. Semua kasih sayang Ayahnya
kembali dilimpahkan padanya dan semua haknya sebagai seorang putri juga telah dikembalikan.
Larissa kini juga sering berkunjung ke kerajaan Mirandels tempat ibunya berasal dan menemui
Bruno. Seiring dengan Larissa yang sudah beranjak dewasa ia kemudian dinobatkan menjadi ratu
di dua kerajaan sekaligus yaitu kerajaan Elmire dan kerajaan Mirandels. Larissa pun berakhir
hidup bahagia dengan ayah, Bruno dan rakyatnya.

Anda mungkin juga menyukai