Anda di halaman 1dari 236

AIRISH SEA ALDRICH RAVANDRA

WILSON KEENAN WILSON HARVEY

ALVAN M. GAVIN M SAMUDRA REGAN


ATHALA DIRGA BARATA MAHESA

ROSEANNA ASKAR BARA


GIRDAVANI SINATRA
PART 1

“Ayah kok gelap semua yah, Airish takut”

Gadis kecil yang berumur 10 tahun itu kini terisak saat matanya tak

mampu menangkap bayangan apapun. Bahkan wajah ayahnya yang sedang

memeluknya saja tak dapat dia lihat. Gadis kecil yang terbangun dari komanya

selama satu minggu itu kini menangis ketakutan karena matanya tak mampu

melihat apapun gelap dan hanya seberkas cahaya redup saja yang dapat dia

lihat.

“Maafkan ayah, Airish” ayahnya ikut menitihkan air matanya melihat

anaknya kini tengah merintih karena kehilangan pandangannya. Hati Edgar

benar-benar hancur melihat putrinya yang harus melihat kegelapan setiap

harinya.

Setelah kecelakaan yang merenggut nyawa istrinya, Edgar tidak ingin

lagi kehilangan putri kecilnya. Putri kecilnya yang kini mengalami kebutaan

akibat kecelakaan itu, kini di dalam hidupnya hanya memiliki anak sulungnya

Aldrich dan si bungsu Airish. Ya, hanya mereka satu-satunya harapan Edgar

untuk terus menjalani hidup.

“Ayah, mata Irish kenapa gak bisa liat apa-apa”


“Mata kamu masih sakit Airish, jadi nanti kalau sembuh pasti bisa lihat

Kak Al sama Ayah” ucap sang kakak yang berumur 15 tahun itu sambil

memeluk erat adiknya.

“Bi, Rani mana?” seru gadis cantik yang kini berumur 18 tahun itu

sambil memegang tongkatnya menyapu jalanan di depannya, memastikan

tidak ada benda yang menghalangi jalannya.

“Bentar ya non, enon duduk dulu sini biar bibi panggilin” tuntunnya

menuju kursi ruang tengah di rumah megahnya.

Tak lama menunggu akhirnya orang yang

bernama Rani itu datang, dan langsung

menggenggam tangan gadis yang sedang duduk itu.

“Kak Airi, kenapa kak?” ucap gadis polos itu

sambil tersenyum

“Kita keluar yuk jalan-jalan” ajak gadis itu

“Bentar Rani ijin sama ibuk dulu”

Setelah mendapat izin dari sang ibu, Rani segera menuntun gadis cantik

itu keluar rumah besarnya. Melangkahkan kaki perlahan menikmati udara di

taman yang cukup luas di rumah besar milik keluarga Edgar itu.

Airish Sea Wilson adalah anak kedua dari Edgar Wilson dan putra

pertamanya yang kini sudah menjadi penerus salah satu cabang perusahaan

Wilson Group itu bernama Aldrich Keenan Wilson. Lalu Rani merupakan anak

dari Bi Ayas yang sudah membantu merawat Airish sejak bayi, Keluarga Airish
sudah menganggap Rani dan Ibunya seperti bagian dari mereka karena berkat

Bi Ayas lah Airish bisa tumbuh dengan baik meskipun tanpa seorang ibu.

“Ran, kita keluar rumah ayo. Aku pengen beli es krim”

“Oke kak”

Rani menggandeng tangan mulus Airish, sebenarnya Airish tidak terlalu

membutuhkan bantuan saat berjalan karena dia sudah hafal betul dengan

aroma dan medan yang sering dilalui Airish. Airish melatih Indra penciuman

dan pendengarannya sejak kecil agar lebih tajam jadi dia bisa mengandalkan

kedua indranya sebagai pemandunya saat berjalan.

Setelah sampai tepat di trotoar Airish menunggu lampu jalan berubah

merah, dia pun sudah hafal berapa detik lampu itu menyala merah. Airish

segera mengajak Rani berjalan tepat saat lampunya sudah berubah hijau,

Rani sangat mengagumi kemampuan Airish yang bisa mengetahui keadaan

sekitarnya tanpa melihatnya, Airish yang memakai kacamata hitamnya

berjalan biasa seolah matanya sehat. Airish tidak pernah memakai tongkatnya

jika jalannya sedang di temani, kecuali jika Airish berjalan-jalan sendiri.

“Jalannya sepi ya, Ran?”

“Iya kak, kaya hatiku”

“Hati kamu rame tuh, isinya personil BTS”

“Kak Air emang yang paling pengertian sama aku”

Rani tertawa mendengar jawaban Airish, Rani memang sangat menyukai

hal-hal yang berbau BTS atau K-POP. Dan Airish sangat memaklumi tingkah
Rani yang kadang sering bercerita siapa Suga, Jin, dan nama lain yang Airish

tidak tahu. Tetapi Airish sering kali meminta Aldrich kakaknya untuk

membelikan Rani hadiah merchandise K-POP saat ulang tahun Rani.

Seorang laki-laki yang membawa gadis berparas menor di belakang jok

motornya sambil melaju kencang. Ravandra Harvey mengendarai motornya

cepat ingin segera sampai di tempat yang biasa dia sebut sebagai markas,

dengan gadis seumurannya yang membonceng dan melingkarkan tangannya

erat di pinggang Rava.

“Yang, habis ini aku pengen beli tas deh” ucap manja gadis yang

berstatus pacar atau lebih tepat tempat bermain Rava. Karena Rava tidak

pernah benar-benar menganggapnya pacar.

“As you wish, dear”

Rava segera mengegas kencang motornya terlebih jalanan sangat sepi ini

menjadi kesempatan bagi Rava untuk bebas ngegas.

“Kita ke markas dulu” ucap Rava pada Gadis di belakangnya

“Rava! Awas di depan ada orang jalan!” gadis itu menjerit saat setelah

melihat ada dua orang melewati zebra cross.

Rava langsung menekan remnya dalam, hingga motornya berdecit. Dua

gadis itu terlonjak kaget pasalnya mereka merasa berjalan tepat di zebra cross

saat lampu menyala merah. Airish sedikit terlonjak saat mendengar suara
motor mendekatinya bahkan jarak roda dan tubuhnya hanya 30 cm saja

sedang Rani sudah menutup mata takut, Airish juga merasakan tangan Rani

bergetar ketakutan.

“Lo kalo jalan pake mata!” ucap sinis gadis yang tadi duduk di jok

belakang Rava

“Eh kok marah ke kita kan situ yang salah!” geram Rani

Airish tak bergeming di tempat, dia masih merasakan keadaan

sekitarnya. Airish mencium aroma maskulin seperti daun mint tea tercampur

bau rokok yang menempel di sana Airish segera tahu kalau dia adalah laki-

laki, ada juga aroma bubble gum yang sedikit menyengat di hidung Airish, dan

ada aroma lipstick sedikit ketara jelas saja pemakai benda ini ini pasti

perempuan.

“Lo buta hah kalo mau cari mati jangan di jalan!” suara berat itu berkata

sambil menunjuk Airish

“Eh, gak sopa..” Airish menahan tangan Rani menandakan agar dia

berhenti berucap

“Aku emang buta, kenapa?” ucap Airish santai sambil melepas

kacamatanya menampilkan mata hazel cantik yang kini tidak bisa lagi dia

gunakan untuk melihat.


Rava dan gadis yang bernama Gissel itu sedikit tersentak

mengetahuinya, kenapa bisa gadis yang mengaku buta itu berjalan seperti

orang normal padahal dia sendiri tidak melihat apapun di depannya.

“Lagian aku udah jalan di tempat dan waktu yang tepat” ucap Airish

sambil menunjuk ke arah traffic light yang masih menyala merah, meskipun

arah tunjuknya tidak tepat pada lampu lalu lintas itu.

“Tau tuh! Kalian tuh yang gak pake mat…”

“Sstt udah Rani, ayo”

Airish mendengar laki-laki itu mendecih kasar lalu sang pemilik motor

itu langsung menancapkan gasnya keras. Rani sangat kesal dengan orang-

orang yang selalu bertingkah seenaknya apalagi jika sudah menghina Airish,

Rani tahu jika anak majikannya itu memang buta tetapi mereka yang di luar

sana tidak pantas melayangkan hinaan pada gadis cantik itu.

Airish hanya terkekeh pelan mendengar gerutuan Rani, Airish sama

sekali tidak terganggu dengan sifat Rani yang sedikit galak dan bawel, bahkan

hanya dia yang berani memarahi Airish jika dia tidak mau makan karena

Airish tahu jika Rani dan ibunya sangat menyayanginya.

Brakkk

Suara tendangan pintu membuat orang-orang di dalam ruang itu terejut

lalu melirik pada pelakunya.

“Setan! bikin kaget aja”

“Brisik!”
“Lah kenapa sih masuk-masuk pake emosi kesambet apa tuh bocah”

Orang yang ada ruangan itu Gavin, Samudra, dan Alvan melirik tajam

pada dua orang yang memasuki ruangan dengan tidak santainya. Rava yang

ditatap tajam langsung mendudukan tubuhnya kasar di sofa markasnya lalu

mengehla nafas beratnya.

“Dia kenapa sel?” tanya Samudra pada Gissel

“Gara-gara orang gak punya mata”

“Maksud lo?”

“Buta goblok!”

“Santai aja beb, lagi PMS lo hah?” ucap Gavin dengan nada menggoda

“Ihhh bab beb bab beb, gue bilangin Rava mampus lo”

“Silahkan” kata Gavin enteng

Teman-teman Rava sudah memahami kelakuannya yang senang main-

main dengan banyak wanita saat Rava bosan saja. Lelaki itu tidak pernah

serius menganggap hubungannya dengan setiap wanita yang menawarkan diri

menjadi pacarnya, ingat! Rava tidak pernah nembak cewek manapun karena

semua perempuan yang melemparkan dirinya suka-suka pada Rava.

Rava menghempaskan dirinya di sofa empuk markasnya, tempat yang

mereka sebut markas adalah rumah satu lantai yang sengaja di beli oleh

keluarga Rava, rumah itu memiliki ukuran cukup besar di banding rumah

biasa.
Rava dan teman-temannya merupakan gerombolan anak keturunan

sultan. Dimulai dari Gavin Malean Dirga merupakan anak dari pemilik

Dirgantara Corporation perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan itu

memiliki 2 rumah sakit besar di dalam negeri, Kedua Samudra Barata

merupakan anak dari CEO berkelas yang memiliki banyak jaringan kerja

hampir di 3 negara yaitu Australia, Jerman, dan Inggris. Sedangkan Alvan

Moey Athala adalah anak seorang ketua aparat hukum negara, dunia menjadi

bebas bagi Alvan karena hukum tak berlaku di dalam hidupnya kecuali azab

tuhan.

Sedangkan Ravandra Harvey anak pertama dari seorang pebisnis ulung

yang memiliki perusahaan di Amerika Serikat dan Singapura. Semua itu

membuat mereka terlihat sangat bersinar di tambah dengan visual mereka

yang seringkali membuat para wanita rela meninggalkan kekasihnya.

“Rav, main ngapa? Tuh muka udah kaya tisu bekas” seruan Gavin

sukses membuat Rava mendelik kesal pada Gavin yang asik memainkan PSP.

“Males, gue keluar dulu nemenin Gissel”

Rava menarik Gissel keluar, pikirannya sejak tadi selalu kembali pada

kejadian sebelum sampai markasnya. Jujur saja Rava sedikit terkesima

melihat gadis itu melepas kacamatanya lalu menampilkan wajah cantik tanpa

polesan make up tebal, mata berwarna hazel yang indah, tetapi dia buta. Dia

sedikit merasa bersalah karena sudah menghinanya, perasaan itu benar-benar

bergelayut di otak Rava.

„Dimana gue bisa ketemu dia?‟ pikirnya


Gissel masih menggandeng Rava manja saat keluar dari mall membawa

setumpuk belanjaan berbagai merek brand terkenal mulai dari tas channel,

Calvin Klein, dan Celine tentu saja Rava yang membelikan semua itu cuma-

cuma. Bagi Rava membelikan barang seperti itu seperti membeli nasi

bungkus, terlalu murah.

“Yang, dari tadi diem aja sih?” tanya Gissel

Rava melepas gandengan tangan Gissel lalu menjauhkan diri dari gadis

berparas menor itu.

“Lo balik sendiri”

Perintah Rava langsung melenggang pergi tanpa melihat raut kesal

Gissel yang melebarkan matanya. Tapi pada akhirnya dia pasrah untuk

menuruti Rava.

“Yaudahlah gapapa, yang penting udah shopping”


PART 2

Airish berjalan pelan menuruni tangga di rumahnya sambil sesekali

meraba tembok di sebelahnya untuk memastikan bahwa dia tidak menabrak

sesuatu. Aroma masakan menguar kuat di hidung Airish, bibinya pasti

memasak banyak makanan pagi ini. Perlahan Airish mendekati dapurnya dan

mendengar bunyi piring dan suara kompor yang masih menyala.

“Bi, lagi masak banyak ya?”

“Eh Non Air, iyaa nih non”

“Ada acara apa emangnya?”

“Itu Den Ald…”

“Airish” panggil suara berat dari sisi kanannya.

Airish tersenyum lalu menggerakan tongkatnya untuk berjalan

mendekati sumber suara itu. Tanpa menunggu lama orang itu sudah memeluk

Airish dan mengusap kepala Airish pelan sambil tersenyum.

“Kak Al pulangnya kenapa gak ngabarin Airish sih”

Airish mengerucutkan bibirnya kesal, karena Airish tidak mendapat

kabar jika kakaknya baru saja pulang dari London, Aldrich dan Edgar pergi ke

London sudah hampir dua minggu untuk mengurusi masalah pekerjaan di

sana tetapi Aldrich sengaja pulang terlebih dahulu sedangkan ayahnya masih

berada di sana.
“Kakak kangen banget sama adek kakak satu ini, hmmmm” Aldrich

mencubit hidung mancung Airish gemas, memang Airish adalah alasan Aldrich

pulang cepat. Dia sangat tidak tenang meninggalkan adiknya di rumah,

meskipun Edgar memiliki banyak orang suruhan atau lebih tepatnya penjaga

di rumah besar miliknya terlebih di rumah Airish memiliki Bi Ayas dan Rani.

Acara sarapan pagi ke dua anggota keluarga Wilson itu berjalan

khidmat.

“Dek, hari ini kamu gak ada jadwal sekolah kan?”

“Gak ada kak”

“Kalau gitu, kita ke rumah sakit hari ini”

Airish mengangguk pelan, sekolah yang di maksud Aldrich adalah home

schooling yang di jalani Airish selama hari 7 tahun ini. Tentunya dia sangat

pandai membaca huruf braile karena Airish merupakan siswa yang cerdas jadi

segala pelajaran apapun dapat dia terima dengan baik.

“AIR! AIR! IRISH! MAIN YUK”

Seru seseorang yang memasuki rumah besar Airish dengan santainya

seolah rumahnya itu sudah seperti miliknya.

“Bener-bener nih bocah gak ada akhlak emang” ucapan Aldrich

mengagetkan orang yang sedari tadi memanggil Airish.

“EH, Kak ganteng udah balik aja, Airish mana kak?”


Orang itu adalah Roseanna Girdavani biasa di sapa Anna dia teman

Airis sejak TK hingga saat ini, Anna sudah menemani Airish sejak dia TK

bahkan dia adalah anak yang menangis paling keras saat melihat Airish

kehilangan pandangannya, hingga berguling di lantai kamar Airish.

“Di ruang tengah” tunjuk Aldrich

“Okayyy!”

“Tunggu! Anna, kamu bolos ya?”

“Hehe enggak bolos kak cuma ambil cuti sehari, lagian hari ini hari

bebas jugaa” balas Anna sambil menggaruk pipi yang tidak gatal

“Dasar bocah, Jangan racunin Airish loh”

Airish yang mendengar percakapan dari ruang tamu menyunggingkan

senyumnya, dia tahu kalau Anna akan datang ke sini niatnya menemani

Airish di rumah, Anna sudah bilang bahwa hari ini sekolahannya bebas jadi

dia memilih menemani Airish.

“Irishhh ku, I miss you tomatt” serunga sambil memeluk Airish

“Baru aja dua hari kemarin temu” Anna tertawa pelan mendapat balasan

dari Airish

“Hari ini aku mau ke rumah sakit sama Kak Al”

“IKUT!”
֎

Rava dan ketiga temannya saat ini mendapatkan memar di beberapa

bagian wajahnya. Ada darah segar juga yang masih menempel di sudut bibir

Rava, sedangkan Gavin masih memegangi pundaknya yang dihantam balok

kayu. Nasib Alvan dan Sam juga sama, mereka masih mengatur nafas setelah

berkelahi dengan 10 orang anak dari SMA SATYA, mereka berempat tentunya

tidak akan mau membuang tenaga untuk memulai baku hantam. Hanya saja

anak-anak dari SMA itu yang memulai perseteruan dengan geng Rava.

“Oh sialan!” kaget Gavin saat dering HP miliknya berbunyi keras

“Halo Gavin”

“Iya ma, kenapa?”

“Dateng ke rumah sakit sekarang, mama minta bantuannya sama temen

temen-temen kamu juga suruh sini”

“Hmm, oke okee”

“Anak mamaa, dicariin mama yaaa uwuwu” ledek Sam

“Diem lo anjir! Kita di suruh ke rumah sakit sama nyokap gue”

“Kita?” Rava menaikkan alisnya bingung

“Yoi, nyokap minta bantuan gatau di suruh ngapain”

Setelahnya mereka bergegas ke rumah sakit dengan wajah dan baju

yang sedikit lusuh, tetapi tidak mengurangi kadar ketampanan ke empat

orang itu. Mereka menjadi pusat perhatian karena style mereka yang cukup

menggoda. Rava yang memakai tindik di telinga kirinya dengan jaket bomber
Navy yang menutupi seragamnya, Gavin memakai jaket kulit hitam tetapi

tetap menampilkan kerah bajunya yang terbuka hingga kancing kedua, Alvan

berjalan dengan masukkan tangannya ke dalam sakunya menambah kesan

cool, sedangkan Sam menyampirkan jaket di bahunya sambil tersenyum manis

pada perawat yang berlalu lalang di rumah sakit itu.

„Ya ampun aku meleleh‟

„Gila sih cakep-cakep banget!‟

„Kyaaa bisa cuci mata di rumah sakit‟

Begitulah cuitan yang terdengar di telinga ke empat orang itu, mereka

sudah terbiasa dengan teriakan memuja dari para kaum hawa yang ada di

sekeliling mereka. Tentu saja, sudah tampan ditambah anak sultan siapa yang

tidak mau bersanding dengan mereka.

Saat memasuki ruangan bertuliskan nama “dr. Aninda Fasya Dirga

Sp.B” adalah salah satu dokter bedah di rumah sakitnya sendiri, ke empat

orang itu melihat kaget karena ibu Gavin itu sudah berdiri di depan tumpukan

box besar di ruangannya. Aninda mengerutkan dahinya kesal melihat anak-

anaknya sudah berubah bentuk seperti itu.

“YA AMPUN! INI KENAPA MUKANYA! GAVIN, RAVA, SAM, ALVAN”

“Hehe biasa ma, main-main tadi”

“Iya tante anak muda biasa lah” sahut Rava enteng


Aninda memutar bola matanya malas, dia lupa bahwa anak-anaknya itu

memang sedikit nakal. Padahal sudah diwanti-wanti agar wajah tampan

mereka jangan sampai terluka, tetapi tetap saja mereka senang menambah

koleksi memar di wajah putih mereka.

“Yaudah kalian obati dulu lukanya, mama panggilin suster bentar”

Setelah memanggil dua suster yang akan mengobati luka mereka,

Aninda melirik ke arah dua suster muda yang kini berdiri di hadapan anak-

anaknya dengan salah tingkah dan pipi yang merona.

“Ekheem, professional” seru Aninda pada kedua suster itu membuat

mereka tersentak kaget dan memulai pekerjaan mereka.

Kedua suster itu membersihkan luka lalu mengobatinya satu persatu,

terlihat jelas ada raut malu di wajah suster muda itu ketika berhadapan

dengan Rava cs, melihat dan menyentuh secara langsung wajah-wajah tampan

di depannya membuat kedua suster itu tidak berhenti menahan nafasnya.

“Terima kasih ya” Sam tersenyum manis sambil mengedipkan sebelah

matanya setelah lukanya selesai diobati, tindakannya itu berhasil membuat

sang suster menunduk menahan rona pipinya.

“Samudra jangan ganjen” tukas Aninda

“Hehehe iyaa tantee”


Aninda sudah menganggap ke empat teman Gavin ini seperti anaknya

sendiri, mereka menjadi dekat dengan Aninda yang sangat terbuka menjadi

sosok teman dan juga sosok ibu yang sering memarahi mereka saat mereka

melakukan hal yang salah. Aninda juga tidak pernah merasa terganggu

dengan sifat ketiga teman Gavin itu, Aninda sudah hafal betul bagaimana

kelakuan mereka itu justru dengan adanya mereka Aninda tidak pernah

merasa kesepian saat.

“Nah, udah selesai kan. Sekarang bantuin tante angkat box ini ke

gudang”

“Yahh ma, kan ada OB kenapa pake nyuruh kita sih” kesal Gavin sambil

melirik tumpukan box di ruangan ibunya itu.

“Brisik lo, tinggal angkat aja kan” sela Alvan yang ditimpali tawa Aninda

Saat semua box karton itu sudah berpindah ke gudang, ke empat orang

itu kini berjalan menuju ruangan Aninda. Ditengah lorong mata Rava

menemukan sesuatu yang tidak asing baginya, seseorang yang pernah

mengganggu pikirannya, dia sedang berjalan bersama teman sekelasnya,

Roseanna.

RUMAH SAKIT ASIA DIRGANTARA

.
“Turun yuk, udah sampe” ajak Anna sambil menuntun Airish keluar

mobil

“Kamu itu gak sekolah main ikut-ikut aja sih” ucap Aldrich melihat

teman adiknya yang saat ini masih memakai seragam sekolah.

“Udah kak gak papa, lagian kalo di hukum Anna yang tanggung kok”

sahut Airish

Aldrich hanya tertawa melihat adiknya sangat dekat temannya ini, ada

rasa senang melihat adiknya terlihat sangat bahagia meskipun dia tidak

pernah melihat seperti apa dunia yang dia pijaki saat ini.

“Anna, tolong bawa Airish ke ruang tunggu dokter mata ya, Kak Al mau

ke bagian resepsionis dulu bentar” Anna mengangguk lalu menggandeng

Airish.

Anna sudah hafal dimana letak ruangan dokter mata di rumah sakit itu,

karena Anna sering mengantar Airish untuk mengecek kesehatan matanya.

Saat Anna mengedarkan pandangannya di lorong rumah sakit matanya

menemukan gerombolan laki-laki yang sangat Anna kenali, ke empat orang itu

semakin mendekati Anna dan Airish.

“OY! ANNA SAYANG!” seru Gavin berjalan menghampiri Anna dan Airish

Anna hanya menunduk menutup mukanya malu, karena Anna adalah

teman sekelas dari Gavin, Alvan, dan Samudra termasuk Rava. Anna

membulatkan matanya lebar saat namanya dipanggil dengan tambahan kata

„sayang‟.
„MAMPUS! Kenapa ketemu para demit itu di sini sih‟ gerutu Anna dalam

hati

Anna sangat malas bertemu para pengusik ketenangan di kelasnya,

karena Anna adalah salah satu siswi yang seringkali dijahili oleh Gavin dan

Samudra. Bagi Gavin dan Sam menjahili Anna hingga dia kesal merupakan

kebahagiaan terbesarnya, pasalnya Anna akan mengoceh dan mengutuk

mereka dengan ekspresi lucu tak jarang Anna juga latah.

“Anna, ada siapa? Pacar kamu ya?” tanya Airish dengan polosnya

“DIH GAK! Amit-amit”

“Eh sama temennya Anna yaa, kenalin gue Gavin temen sekelasnya

Anna” ucap Gavin tersenyum sambil menyodorkan tangannya tanpa

mengetahui bahwa Airish buta.

Gavin melihat ekspresi Anna yang membulatkan matanya dan

menampol tangannya lalu memberi isyarat pada Gavin jika mata Airish tidak

bisa melihat. Gavin dan kedua temannya kaget kecuali Rava, yah Rava sedari

tadi diam di belakang Gavin mengamati gadis tuna netra di depannya itu

dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.

“A-ah namaku Airish” jawab Airish sambil mengangkat tangan mengajak

Gavin bersalaman

“Ooh iya, salam kenal. Ini temen-temen gue” Gavin membalas jabatan

tangan Airish disusul teman-temannya yang menajabat tangan Airish


“Gue Alvan”

“Gue Samudra, panggil aja Sam, atau sayang juga boleh” ucapan Sam

sukses membuat Airish tersenyum manis dan disusul tatapan tajam dari Anna

pada Sam

Lalu, sepersekian detik Rava tidak menjabat tangan Airish sampai saat

dia melangkah maju mendekati Airish. Air muka Airish sedikit berubah.

“Gue Rava”

Airish sedikit mengenali suara ini dan aroma

tubuh ini, persis sekali dengan orang yang hampir

menabraknya dan Rani waktu itu. Airish yakin sekali

suara ini sama dengan orang itu.

“Oh, kayanya kamu yang naik motor gak pake

aturan itu ya” ucapan itu lolos begitu saja dari bibir tipis

Airish

Rava melebarkan matanya mendengar jawaban Airish, Anna

mengernyitkan dahi bingung. Teman-teman Rava pun memandangnya dengan

tatapan menuntut sebuah penjelasan, tentang maksud gadis cantik itu. Rava

sendiri tidak tahu kalau gadis itu mengingatnya dengan baik, dan bagaimana

bisa.

“Maaf, waktu itu” ucap Rava


“Ah gak masalah, lain kali kalau mau naik motor mending belajar

rambu-rambu lalu lintas dulu” kata Airish dengan nada datarnya

Ke empat orang yang mendengar ucapan Airish kini menahan tawanya

agar tidak membahana di lorong rumah sakit ini. Jelas saja Alvan, Gavin,

Sam, dan Anna menahan tawanya karena ini pertama kalinya mereka melihat

sang raja ngebut di jalanan sedang dinasehati.


PART 3

Setelah pertemuannya dengan Anna dan Airish di rumah sakit, Rava

semakin tidak bisa melupakan gadis itu. Rava menghela nafasnya sambil

mengingat ucapan Airish yang menyuruhnya untuk belajar tentang rambu-

rambu lalu lintas, senyum Rava mengembang saat mengingat wajah Airish.

Gadis itu benar-benar tidak tahu siapa Rava, penguasa jalanan, si ghost rider,

dan masih banyak sebutan lagi bagi Rava yang gemar sekali ngebut dan

balapan motor.

“Aduh anak bunda, senyam-senyum sendiri. Mikirin cewek nih pasti”

ucapan sang bunda membuyarkan lamunan Rava.

“Gak kok bun, cewek di hati Rava kan cuma bunda” ucap Rava sambil

berdiri memeluk sang ibu dari belakang

“Aduh manis banget kata-katanya, bikin diabetes” balas bundanya

sambil terkekeh

Dayra Ayana Harvey biasa dipanggil Bunda Rara adalah ibu Rava,

wanita paruhbaya itu masih terlihat sangat cantik di umurnya yang kini

menginjak 43 tahun.

“Bundaa, susu coklat Rana mana?” seru gadis berumur 12 tahun itu

menghampiri bundanya di meja makan.

“Eh-ehh itu malah di minum Kak Rava” melihat susu coklat anak

gadisnya sudah berpindah ke perut Rava


“HIH KAK RAVA NGESELIN!”

Rava hanya menjulurkan lidahnya, memang salah satu hobinya di

rumah adalah berbuat usil pada adik perempuannya Ranandya Harvey. Saat

berada di rumah Rava menjadi anak penurut dan patuh terhadap segala

aturan yang dibuat ayah dan bundanya, ini semua dia lakukan untuk

memberi contoh kepada adik semata wayangnya itu. Senakal-nakalnya Rava,

dia akan menjadi sosok anak patuh dan kakak yang memberi contoh baik

pada adiknya saat di rumah, ingat! Hanya di rumah. Setelah di luar rumah

kebebasan menjadi milik Rava.

“Roseanna!” panggil Rava

Sang pemilik nama hanya melirik Rava malas sambil terus berjalan ke

dalam kelas.

“Eh, budek ya lo” tukas Rava yang mengejar langkah Anna

Anna mendelik kesal pada Rava yang sudah melangkah di sebelahnya,

sepagi ini kenapa Anna harus bertemu manusia setengah gas itu.

“Apa sih, pasti mau nanya tentang Airish kan?”

BINGO!

Tepat sekali jawaban Anna membuat Rava terdiam, gadis ini memang

sedikit cepat tanggap. Diamnya Rava berarti iya, pikir Anna yang melihat Rava

terdiam, otaknya memang cerdas memahami situasi seperti ini Anna

membatin bangga.
“Gak gratis tapi”

“As you want, Anna” ucap Rava mantap

Setelah mengucapkan permintaannya pada Rava, Anna bercerita sedikit

tentang Airish. Entah kenapa Anna merasa kalau Rava sedikit tertarik pada

sahabat cantiknya itu, sebenarnya memang pantas jika Airish memiliki banyak

penggemar kaum adam hanya saja kekurangannya membuat dia sering

mendapat cemoohan. Setelah mengetahui bahwa Airish penyandang tuna

netra mereka akan menghindar langsung bahkan tak jarang yang membuat

Anna geram adalah mereka mengejek dan menghina Airish.

“Awas lo sampe ngapa-ngapain Irish aku!” ancam Anna pada Rava

“Don‟t worry, gak bakal gue apa-apain. Kalo gak lupa”

Anna yang mendengar jawaban itu langsung menarik rambut Rava, ke

belakang. Membuat sang pemilik rambut mengerang kesakitan, Rava benar-

benar salut pada gadis ini ternyata dia punya nyali juga menjambak rambut

Rava sang cowok yang tingkat kenakalannya sudah kelas kakap.

“Sialan lo, iya-iya gak gue apa-apain janji. Sekarang lepas”

“Makanya jangan macem-macem sama sahabat gue”

Rava merapikan kembali rambutnya yang tadi ditarik kuat oleh Anna.

Untung saja tidak ada yang melihat kejadian itu, jika ada yang melihat

kejadian itu bisa dipastikan yang akan menderita adalah Anna, karena Anna

pasti akan diburu para fans ganas seorang Ravandra.

֎
Hari ini Rani tidak bisa menemani Airish jalan-jalan sore karena anak

itu sedang disibukkan kegiatan extra di sekolahnya, jalan-jalan sore sudah

menjadi kebiasaan bagi Airish hanya untuk melatih kepekaannya terhadap

lingkungan sekitarnya. Aldrich sudah menawarkan diri untuk menemani

adiknya itu, tetapi Airish menolaknya karena dia tahu pasti Aldrich sedang

mengerjakan urusan kantornya.

Airish mendudukan dirinya di kursi taman komplek perumahan Airish,

di sana Airish mendengar suara derap langkah dari anak-anak dan tawa yang

mengiringi langkah mereka. Anak-anak yang sedang bermain bola dan main

kejar-kejaran terdengar sangat menyenangkan bagi Airish. Sesekali Airish

tersenyum mendengar anak-anak itu berbicara.

“KAK AIRISH!” seru seorang anak saat melihat Airish sudah duduk di

bangku taman disusul 2 teman laki-laki kecilnya.

“Hai, Fania” sapa Airish sambil tersenyum ke sumber suara

“Ada Zidan sama Aksel juga kak” ucap anak bernama Zidan itu

“A-aah kalian lagi main apa, kayanya asik banget tadi?”

“Main petak umpet kak, masa Aksel yang jaga tapi dia ikut ngumpet”

serunya Fania sambil menunjuk Aksel

Airish tertawa mendengar cerita anak-anak itu, mendengar cuitan dan

tawa mereka saja sudah membuat Airish bahagia. Karena bagi Airish tidak

bisa melihat apapun bukan berarti dunia sepenuhnya tertutup untuknya,

meskipun terkadang Airish ingin sekali melihat wajah-wajah bahagia yang ada

di sekelilingnya tetapi segala pemikiran itu dia singkirkan karena dengan


menyentuh wajah mereka saja Airish sudah bisa membayangkan seperti apa

cantik dan tampannya mereka.

“Aksel kamu tahu sekarang jam berapa?” tanya Airish

“Udah mau jam setengah 5 kak, teman-teman kita pulang yuk” jawab

Fania mendahului Aksel

“Ayo, tapi nganter Kak Airish pulang dulu yukk teman-teman” balas

Aksel disusul anggukan teman-temannya

“Eeh gak usah, kalian pulang aja. Kak Airish bisa pulang sendiri kok”

sambil mengangkat jempolnya.

Setelah menuruti kata-kata Airish teman kecilnya itu kembali pulang,

Airish mulai melangkahkan kakinya pelan sambil meraba tanah dengan

tongkatnya. Airish mencium aroma mint tea yang sedikit Airish kenali dari

belakang tubuhnya, jaraknya tidak terlalu dekat tetapi suara langkah pelan

seolah sedang mengendap bisa Airish dengar.

“Kamu gak perlu sembunyi-sembunyi gitu, udah ketahuan” ucap Airish

sedikit kesal karena aroma itu masih terus tercium sepanjang jalannya. Itu

berarti orang yang ada di belakangnya memang mengikutinya.

Pulang sekolah ini Rava segera bergegas pergi dari kelasnya, tatapan

bingung dari teman-temannya tak dia pedulikan lagi. Bahkan Gissel yang

sudah berdiri di depan pintu kelasnya dia abaikan begitu saja, berbda dengan

Anna hanya mengendikkan bahu melihat tingkah Rava itu, dia tahu pasti Rava

akan menghampiri teman cantiknya itu. Anna hanya berharap Rava tidak

melakukan hal bodoh pada Airish.


Rava melajukan motornya memasuki komplek perumahan elit seperti

yang Anna katakan, entah sepertinya keberuntungan masih berpihak padanya

karena matanya menangkap sosok yang sedang dia cari berada di taman

bersama anak-anak yang tengah asik bercerita, sesekali gadis cantik itu

tertawa manis mendengarkan cerita mereka.

„Cantik‟

Rava memarkirkan motornya di dekat taman lalu

mengikuti Airish pelan dari belakangnya saat Airish

berjalan meninggalkan taman. Langkahnya dibuat

sepelan mungkin agar tidak terdengar Airish, jaket

hoodie abu-abunya ditambah topi hitam yang dia

kenakan membuatnya terkesan seperti seorang

penguntit, tetapi dia tidak peduli sama sekali yang penting tujuannya adalah

gadis itu.

“Kamu gak perlu sembunyi-sembunyi gitu, udah ketahuan”

Rava tersentak kaget mendengar ucapan Airish, bagaimana gadis itu

bisa tahu jika dia sedang diikuti padahal jaraknya tidak terlalu dekat tetapi

gadis itu bisa merasakan kehadirannya, bahkan tepat.

“Kamu si anak motor itu kan?” sahut Airish membuyarkan lamunan

Rava
“Iya” jawab Rava sambil berjalan ke depan Airish

Rava melihat lekat wajah Airish, gadis itu memang memiliki mata yang

indah, bibir tipis, dan wajahnya juga tidak memakai make up menor seperti

wanita yang sering mendekati Rava. Gadis tuna netra itu benar-benar cantik

pikirnya, Rava juga sedikit kagum dengan kemampuan Airish yang sangat

peka dengan aroma dan suara.

“Kamu ngapain ngikutin aku, kamu mau njambret aku kan? Aku gak

bawa apa-apa!”

Perkataan Airish sukses membuat Rava tertawa, bagaimana gadis itu

bisa berpikir jika Rava akan menjambretnya. Wajah gadis itu mengernyit

bingung mendengar Rava tertawa, wajahnya semakin membuat Rava tertawa.

“Kenapa ketawa?” kesal Airish membuat wajahnya menjadi semakin

menggemaskan bagi Rava

“Gue gak hobi njambret orang, gue udah kaya”

“Terus?”

“Pengen kenalan lagi sama lo” sambil meraih tangan kanan Airish lalu

menautkan jabatan tangannya

“Udah pernah” sambil menarik tangannya


Airish mendengus kesal dengan perlakuan Rava, sebenarnya apa mau

anak ini. Sudah naik motor tidak tahu aturan dan sekarang dia mengikuti

Airish juga.

“Kenalan lagi, nama gue Ravandra Harvey gue juga temen kelas

Roseanna temen lo itu, dan gue suka sama lo”

Airish melebarkan kelopak matanya mendengar ucapan Rava, apa anak

di depannya itu sedang kerasukan atau apa? Baru saja kenalan, baru

beberapa kali bertemu, tiba-tiba bilang suka apa dia waras? Pikir Airish.

“Hah?”

“Gue suka sama lo”

Airish menggeleng kepalanya heran lalu menggerakan tongkatnya untuk

menuntun jalannya, tetapi Rava menghalangi jalan Airish dan berdiri semakin

mendekati Airish. Airish hanya mendengar suara nafas Rava di depan

wajahnya, itu tandanya wajah Rava memang berada tepat di depan wajahnya.

Tinggi Airish yang sebatas bahu Rava, membuat laki-laki itu harus

menundukan badannya untuk menatap wajah Airish lebih dekat. Wajah Airish

sedikit memerah saat nafas Rava semakin dekat, meskipun Airish tidak

melihat Rava tetapi tetap saja tindakan Rava itu bisa dia rasakan.

“Minggir atau aku teriak nih”


“T-tolo…” Teriakan Airish sukses membuat membuat Rava kaget dan

menyela

“Iya-iya gue minggir, jangan teriak nanti gue disangka mau nyulik lagi”

“Emang”

Rava meminggirkan badanya membuka jalan bagi gadis cantik itu, dia

terkekeh mendengar jawaban gadis itu lalu mengikuti Airish lagi, kini Rava

berjalan di sebelah Airish.

“Kamu itu maunya apa sih?”

“Maunya lo”

“Sinting”

Setelah sampai di depan rumah Airish, Rava menghentikan langkahnya

melihat ada seseorang laki-laki berbadan kekar yang menunggu kepulangan

Airish di pos penjaga dekat gerbang rumah. Rava berpikir pasti dia salah satu

bodyguard di kediaman Airish, saat Airish melangkah memasuki rumahnya

tangannya ditahan oleh Rava.

“Sampai ketemu lagi, jangan lupa kangenin aku” ucap Rava sambil

mengacak ramut Airish pelan sambil tersenyum lalu pergi meninggalkan Airish

di depan gerbang rumahnya.

“Om Alex, tolong tutupin gerbangnya ya” panggil Airis pada orang yang

berbadan kekar itu


“Iya non, tadi itu pacar non Airish ya?”

“Gaklah om, aku gak kenal” ucap Airish ogah-ogahan

Orang yang dipanggil Om Alex itu menutup pintu gerbangnya dan

mengantar Airish masuk ke dalam rumah. Saat di dalam rumah Aldrich sudah

berdiri di dekat tangga sambil menyilangkan kedua tangannya.

“Udah jalan-jalannya? Kenapa mukanya kesel gitu?”

“Udah, tadi habis ketemu orang gila” ucap Airish menghentikan

langkahnya sebelum menaiki tangga. Aldrich menaikkan sebelah alisnya

bingung menebak maksud perkataan adiknya itu.

“Kamu kok tau dia gila? Kamu gak diapa-apain kan?” tanya Aldrich

dengan nada khawatir jika memang yang Airish temui adalah orang gila yang

bisa mengejar bahkan menggigit orang.

“Enggak papa, cuma perasaan aja kalo orang yang aku temui tadi gila”

“Hm? Cowok ya?” tebak Aldrich yang berjalan menuntun Airish ke

kamarnya

“Tauk ahh”

Aldrich tertawa melihat tingkah adiknya, sebenarnya Aldrich sedikit

memahami situasinya. Karena Anna sering mengatakan jika banyak laki-laki

yang terpesona pada Airish tetapi tidak pernah Airish pedulikan, dan saat ini

adiknya terlihat sedang kesal karena seseorang, tumben sekali.


Kakak Airish itu menjadi sangat sensitif jika menyangkut adik

kesayangannya, bahkan saat SMA dia pernah mengamuk pada temannya

hingga masuk UGD karena mengejek Airish. Dia tidak pernah rela jika adiknya

itu menderita lagi, sudah cukup dia menderita karena matanya yang tidak

dapat melihat.
PART 4

Hari ini Aldrich pergi ke kantornya dan Airish kembali memulai aktivitas

belajarnya dengan tutor yang sudah mengajari Airish sejak 3 tahun terakhir

ini. Jika Airish bersekolah normal, dia sudah kelas 12 sama seperti Anna

hanya saja pelajarannya berbeda dari orang normal kalau kata Aldrich dia

lebih „istimewa‟.

Setelah sesi belajarnya selesai, Airish duduk menikmati waktu santainya

sambil menunggu Rani pulang sekolah. Rani berumur lebih muda dari Airish

karena saat ini Rani masih kelas 1 SMA, jadi anak itu masih sedikit

disibukkan kegiatan barunya di sekolah.

“Kak Airi” panggil Rani pada gadis yang tersenyum saat namanya di

panggil

“Kak lama ya nungguin aku?”

“Enggak kok, aku juga baru selesai”

Setelah mengobrol dengan Rani tiba-tiba bel di rumah Airi berbunyi

beberapa kali.

“Bentar ya kak, Rani liat dulu” lalu di jawab anggukan Rani

.
Rava memasuki rumah besar Airish dan laju motornya di hentikan oleh

Alex.

“Kamu yang waktu itu nganter pulang non Airish kan?”

“Iya om, aku pacarnya Airish” jawab Rava mantap sambil menunjuk

pada sebuket mawar putih yang dia bawa

“Katanya Non Airish gak kenal kok”

“Biasalah om malu-malu, namanya juga cewek”

Akhirnya Alex mengizinkan Rava masuk ke dalam, dan Rava langsung

menancapkan gasnya menuju ke depan rumah Airish. Setelahnya dia

memencet bel menunggu siapapun membuka pintunya, sebenarnya dia

berharap gadis cantik itu yang langsung dia lihat, tetapi kenyataannya tidak.

“Siapa ya?” ucap Rani saat menemukan seorang laki-laki berdiri di

depan rumah besar itu

Rava terkejut melihat Rani yang membuka pintunya, Rani masih

terdiam mencoba mengingat wajah Rava. Sepertinya Rani memang pernah

melihatnya tetapi dia lupa. Wajahnya sangat tidak asing apalagi motornya.
“OH! SI MOTOR SETAN?!” teriak Rani kencang dan sedikit membuat

Rava mengernyitkan dahinya

“Siapa Ran?” sahut Airish yang berjalan mendekati pintu membuat Rava

tersenyum

“Ini kak orang yang wakt…” ucapan Rani terpotong oleh Rava, wajahnya

jalas kesal dengan orang yang baru datang itu

“Gue, Rava”

“Ngapain kamu ke sini?” tanya Airish bingung karena Rava sudah ada di

depan pintunya.

“Kangen sama kamu”

Rani membulatkan matanya lebar bagaimana bisa orang itu datang ke

rumah Airish setelah pertemuan pertamanya dengan Airish dan Rani sangat

tidak menyenangkan.

“Rani kamu masuk dulu ya” pinta Airish

“Tapi kak dia kan …”

“Iya gak papa, nanti kalau aku diapa-apain aku teriak kok. Okay” ucap

Airish sambil tersenyum lalu Rani menuruti keinginan Airish


Rava memutar bola matanya malas, memangnya dia akan melakukan

apa pada gadis itu. Tentunya dia tidak akan menculiknya lalu menyiksanya

seperti yang ada di film kan, batin Rava.

“Aku gak di suruh masuk?” kata Rava percaya diri

“Kamu tuh ngapain ke sini sih?”

“Kan udah bilang aku kangen, nih” Rava meraih tangan Airish lalu

menyerahkan buket bunga yang dia bawa itu

Airish tersentak saat menerima buket itu, hidungnya mencium aroma

mawar tetapi dia tidak tahu mawar apa itu. Airish mengerutkan dahinya

semakin bingung.

“Gue kasih mawar putih”

“Gak minta”

“Gak nanya juga lo minta apa gak, gue cuma mau kasih. Kalo di buang

dosa” ucap Rava yang masih berdiri di depan pintu.

Airish mendengus mendengar jawaban Rava, sebal dengan yang

dilakukan laki-laki itu. Ini baru pertama kalinya Airish mendapat hal

semacam ini dari laki-laki selain ayah dan kakaknya, dan baru pertama kali

juga dia di datangi oleh laki-laki ke rumah besarnya.

“Kenapa gue kasih bunga mawar putih, karena bunganya mirip sama lo

terus tangkainya itu gue”


“Gak tanya” jawab Airish kesal

Rava hanya terkekeh mendengar jawaban Airish, wajahnya sangat

menggemaskan saat kesal batin Rava. Rava terdiam melihat mata indah

Airish, sayang sekali mata itu tidak mampu menampakkan bayangan apapun

pada Airish. Perasaannya kembali tidak enak saat mengingat pertama kalinya

dia menghina Airish meskipun dia memang tidak tahu jika Airish tidak dapat

melihat.

“Kalau gitu Aku pulang dulu, sayang”

“Kamu tuh gila ya”

“Iya, gara-gara kamu. Yaudah aku pergi dulu” pamit Rava sambil

menepuk pelan pucuk kepala Airish. Sambil tersenyum, lalu pergi

meninggalkan Airish yang sudah mendengar suara motor dinyalakan dan

menjauh dari rumahnya.

Airish merebahkan badannya di kasur sambil memijit pelipisnya yang

tidak sakit, dia hanya bingung dengan teman kelas Anna itu. Segala

perlakuannya selalu membuatnya terkejut, jujur saja ada sedikit perasaan

senang di hatinya, hanya sedikit tidak banyak. Airish beranjak ke meja yang

ada di dekat kasurnya dan mengambil mawar pemberian Rava, dia tersenyum

sangat tipis mengingat semua pertemuannya dengan Rava.

“Bunga dari siapa dek? Hmm?” Aldrich bersuara dari pintu kamar Airish
Airish langsung menghempaskan bunga itu ke meja karena kaget,

Aldrich terkekeh melihat adiknya yang salah tingkah sejak masuk dan

membuka pintu kamar Airish dia melihatnya sedang berdiri memegang mawar

putih sambil tersenyum tipis, meskipun tipis tapi Aldrich sangat tau jika saat

ini adiknya sedang senang.

“A-aah i-itu salah kirim kayanya kak” jawab Airish terbata

“Masa? Salah kirim tapi pas ngena di hati kamu?” Aldrich mendekati

adiknya yang semakin gugup

“Hih apaan sih Kak Al, sana keluar ahhhh. Bau tau belum mandi juga”

Adiknya memang memliki indra penciuman yang sangat peka, dia

memang baru saja pulang dari kantornya dan saat akan ke kamarnya untuk

mandi dan berganti pakaian dia melihat kamar Airish terbuka sedikit lalu

langsung saja dia hampiri adiknya mengesampingkan niatnya untuk mandi.

“Minta Rani bawa pot kaca diisi air biar mawarnya gak cepet layu” saran

Aldrich

“Gak perlu, mau kubuang” jawab Airish asal

“Yaudah sini biar Kak Al yang buang” tangan Aldrich sudah mengangkat

bunga itu

“Eh jangan!”

Aldrich tersenyum melihat adiknya yang salah tingkah, melihat wajah

adiknya yang sedikit takut jika bunganya dibuang. Aldrich mengangguk

mengiyakan Airish lalu mengelus pelan kepala adiknya itu sebelum dia

kembali ke kamarnya.
֎

Anna melangkahkan kakinya memasuki kamar Airish dan menemukan

sang pemilik kamar sedang tertidur pulas. Ya ampun hari ini minggu dan

Anna ingin mengajak sahabatnya jalan pagi tetapi yang dia temukan malah

sang putri sedang pulas lengkap dengan piyamanya.

“IRISH, IRISH…BANGUN TUAN PUTRI!”

Airish hanya mengubah posisi tidurnya, sebenarnya hari ini dia ingin

tidur hingga siang tetapi kesalnya kenapa Anna harus datang pagi. Airish

mulai menaikkan selimut sampai leher dan ingin menutup wajahnya dengan

selimut kesayangannya hingga gerakannya terhenti.

“Wah, bunga mawar dari siapa nih? Bagus banget”

Airish terlonjak dan langsung mendudukan dirinya saat Anna

mengatakan soal bunga mawar pemberian Rava itu. Bunga cantik itu kini

sudah masuk di dalam pot kaca yang berisi air, semalam Airish meminta

bantuan Bi Ayas untuk membawakan pot itu ke kamarnya dan menatanya.

Anna yang melihat reaksi Airish langsung mengernyitkan dahinya. Sepertinya

dia tahu siapa yang membawa bunga itu, karena beberapa hari ini Rava

sangat gencar menanyakan banyak hal tentang Airish pada dirinya.

“AYO JALAN-JALAN!” seru Airish mengalihkan pembicaraan

Anna hanya mengangguk membantu sahabatnya bangkit dan menunggu

Airish hingga selesai berganti pakaian. Anna menuntun Airish ke taman

komplek seperti biasa, hari ini taman sedikit ramai dipenuhi pasangan tua
hingga remaja, banyak juga anak-anak yang berlarian. Anna dan Airish

memilih duduk setelah berjalan mengitari taman.

“Itu bunga dari siapa sih?” tanya Anna penasaran

“Kepo banget” ucap Airish lalu menenggak minuman yang dia bawa

“Irissshh jahat banget sih gak ngasih tau gue, pasti dari Rava ya?”

“Uhuukkk..uhk..uhukk”

Ucapan Anna sukses membuat Airish tersedak, Anna menepuk

punggung Airish untuk meredakan batuknya. Tebakan Anna benar, jika Airish

sampai salah tingkah seperti ini itu tandanya memang benar kalau Rava yang

datang memberi Airish bunga. Anak itu memang bergerak cepat pikir Anna.

Setelah batuknya reda, Airish terdiam mengatur nafas jujur saja dia kaget

dengan ucapan Anna sahabatnya itu memang paling tidak bisa dia bohongi.

“Kamu tuh yang ngasih tau alamat rumah ke dia kan?”

“Hah dia? siapa? Aku?”

“Rava”

“Oh ituuu hehe, iya maap. Habis dia mau beliin aku merchandisenya

Blackpink keluaran terbaru sih”

Airish memutar bola matanya sebal, bagaimana sahabatnya itu bisa

memberikan alamat rumahnya pada Rava. Yang jelas dia saja tidak mengenal

orang itu, ditambah saat pertama kali bertemu dia hampir saja membuat

Airish dirawat di rumah sakit. Hanya dengan sogokan merchandise, kalau

mau saja Airish bisa memborongkannya untuk Anna.

“Tapi seneng kan ketemu Rava?” goda Anna


“H-hahh enggakkk tuh”

“Tenang aja, kalau Rava macem-macem sama kamu bilang aku aja”

“Siapa juga yang mau berurusan sama dia, aneh” ucap Airish

“Eh Rava itu ganteng tau loh, kapan-kapan kamu harus nyentuh

wajahnya jadi kamu tahu seberapa ganteng dia”

“Gak mau!”geleng Airish cepat

Sahabatnya itu memang unik, andai saja dia bisa melihat mungkin

lengkaplah sudah kesempurnaannya. Wajah cantik, hatinya baik, kaya, dan

banyak disukai laki-laki sayang memang Tuhan sudah menggariskan

takdirnya seperti ini.

Airish sangat pandai mensyukuri nikmat yang masih Tuhan berikan

pada gadis cantik itu dan ketabahan hati Airish lah yang membuat Anna iri,

Airish selalu berusaha berbahagia meskipun hidupnya dipenuhi kegelapan

dan trauma yang dulu sering Airish alami hingga dia bisa bangkit menjadi

gadis kuat yang mampu berjalan sendiri di tengah kegelapan yang

menderanya.

Hari ini Rava sudah berpakaian rapih setelah ritual mandinya yang

cukup lama. Rara sang ibu meminta Rava untuk menemaninya berbelanja di

swalayan, dengan sigap Rava segera menuruti permintaan ibunya. Bagi Rava

perintah yang paling tidak bisa dia bantah adalah permintaan dan perintah
ibunya, kalau perintah ayahnya sih hanya ketika ayahnya sudah marah saja,

kata Rava.

“Bang Rana mau ikut!”

“Anak kecil gaboleh ikut-ikutan!”

“MAAA! RANA GABOLEH IKUT SAMA BANG

RAVA!!!”

“Sssssttt, iya-iyaa ikut”

Rava mendengus kesal jika Rana sudah

berteriak mengadu pada mamanya Rava tidak bisa berkutik. Adiknya satu ini

mamang sedikit bawel dan galak sifatnya memang menurun dari mamanya,

dan sifat Rava menurun dari ayahnya yang santai. Itulah kenapa Rava tidak

mampu membantah perintah mamanya.

Setelah menyetir mobil sekitar 15 menit ke swalayan Rava membantu

mamanya mendorong troli. Sedangkan adiknya sudah berjalan cepat

mengelilingi swalayan yang cukup besar itu.

“Rana, jangan muter jauh-jauh” pesan mama pada Rana

“Enggak ma”

“Dengerin tuh, jangan jadi anak durhaka yang gak dengerin omongan

mama nanti jadi pohon bonsai” sahut Rava manakut-nakuti adiknya


“IH KOK BONSAI SIH”

“Kan kamu pendek”

“Abang aja yang ketinggian dasar tower!”

“Bonsai”

“Tower”

Begitulah keributan kecil yang terjadi jika Rava dan Rana bersama,

mamanya hanya menggeleng kepalanya pasrah melihat keduanya yang saling

melempar sebutan. Meskipun begitu Rara tahu kalau anak sulungnya sangat

menyayangi adiknya, terbukti saat Rana sedang sakit tifus Rava lah yang setia

menemani adiknya di ranjang rumah sakit.

Rana yang kesal dengan kakaknya kini sudah lari meninggalkan Rava

yang tertawa karena adiknya sudah terlihat sangat kesal. Rava yang melihat

Rna berlari mengikuti kemana anak itu pergi hingga Rana berlari sambil

melihat ke belakang kini menabrak seseorang.

Brukkkkk

“Aduhhhh, sakit” ucap Rana meringis kesakitan dengan wajahnya yang

hampir menangis karena jatuh terjungkal saat dirinya menabrak seseorang

“Eh, adek. Ya ampun maafin kakak ya, kakak nabrak kamu ya?” tanya

orang itu sambil berjongkok merasakan anak itu meringis di bawahnya


Rana masih merasa sakit di bagian pantatnya, dia tidak melihat jika

yang dia tabrak adalah seorang tuna netra. Rana melihat tongkat jalan itu

tergeletak di samping tubuh orang itu, tiba-tiba saja Rana menangis.

“Adek, maafin kakak ya, cup cup jangan nangis. Sakit ya?” ucap Airish

Orang yang Rana tabrak adalah Airsih, Airish ikut berbelanja Bi Ayas

diantar Aldrich. Karena hari ini libur, Aldrich ingin keluar sekedar berbelanja

bersama Bi Ayas dan Airish. Tetapi Airish memilih memisahkan diri dari kedua

orang itu, dan berakhir bertemu Rana.

“Enggak papa, kak” ucap Rana lalu memeluk Airish tiba-tiba dan

membuat gadis cantik itu tersentak kaget

“Kak, maafin Rana ya. Rana yang salah tadi gak lihat kakak tadi”

ucapnya sambil menangis

“Rana kenapa nangis?” balas Airish sambil mengelus punggng gadis

kecil itu.

“Rana kasian sama kakak, kakak pasti susah kalo jalan ya kak”

“Ssssttt, udah jangan nangis ya. Kak Airish enggak papa kok, kakak

masih bisa jalan, denger, dan masih bisa makan tau”

Airish melepas pelukannya lalu meraba wajah Rana mengusap wajahnya

yang basah karena air mata. Airish tersenyum manis pada anak yang baru
saja dia temui itu, Rana lalu kembali memeluk Airish dengan erat. Hingga

suara seseorang dari belakang Rana memanggilnya nama Airish.

“Airish?” panggil Rava membuat Airish sedikit terkejut

“Loh dek lagi ngapain sihh?” ucapnya sambil mendekati Rana yang

sedang memeluk Airish

“Tadi Rana nabrak Kak Airish bang, Rana kasian sama Kak Airish gak

bisa liat” ucap Rana yang masih sesenggukan sambil mengadu pada Rava,

segera saja Rava menggendong adiknya itu lalu menepuk pelan punggungnya

agar tangisnya mereda. Sedangkan Airish masih sedikit bingung dengan

situasi ini, Airish mengambil tongkatnya lalu berdiri.

“Ini Rana, dia adek gue. Rana tadi udah minta maaf sama Kak Airish?”

tanyanya pada Rana, sedangkan Airish membalasnya dengan senyuman

“Udah bang. Kak Airish, Rana minta maaf tadi ya”

“Iya, enggak papa kok. Rana tadi kan jatuh jadi maafin Kak Airish”

“Kak Airish kapan-kapan main ya sama Rana?” ajak Rana dengan

polosnya

“TBoleh-boleh” balas Airish semangat

Rava terpaku melihat senyum Airish, hal itu membuat Rava ikut

tersenyum dan ingin sekali dia merengkuh wajah gadis itu sayangnya dia

harus menahannya kuat-kuat karena tentu saja perannya saat ini masi
menjadi seorang kakak yang baik. Setelah lama mengobrol Rara datang

menghampiri kedua anaknya yang sejak tadi tidak mengikuti langkahnya.

“Bang, Adek? Kok main ngilang aja kan mama belanjanya susah” ucap

Ibunda Rava masih belum menyadari kehadiran Airish karena tertutup badan

tinggi Rava

“Eh ada siapa ini? Cantik bangett” Rara menghampiri Airish yang

beridiri di depan Rava, Rara sedikit membuka mulut kaget saat mengetahui

jika gadis yang bersama Rava tadi seorang tuna netra.

“Nama saya Airish tante” ucap Airish

Rara masih terdiam ditempat membuat Airish dan Rava bingung,

pasalnya ekpresi Rara tidak bisa ditebak saat ini. Setelah terdiam singkat tiba-

tiba Rara langsung memeluk Airish. Tentu saja Airish tersentak kaget karena

saat berkenalan tadi Airish tidak mendapat respon apapun dan saat ini dia

langsung memeluk Airish seperti ini.

“Sayang, tante mamanya Rava. Panggil aja Tante Rara, kamu kok cantik

banget sih” ucap Rara tulus sambil menyentuh wajah Airish sambil tersenyum

“Makasih tante, tapi pastinya tante lebih cantik” balas Airish membuat

Rara memandang gadis itu sedikit sedih

“Masih cantikan kamu lah, oh iya kamu temennya Rava ya?”

“Pacar Rava, bun” sela Rava


“Oh kamu pacarnya Rava?”

“E-ehh enggak, bukan gitu tante. Ih Rava!”

Rava terkekeh melihat ekspresi Airish sedangkan Rana juga ikut

tertawa.

“Belum sih bun, tapi bentar lagi jadi kok. Tenang aja” sahut Rava santai,

Airish yang mendengarnya langsung membulatkan mata dan Rara hanya

terkekeh melihat sifat anaknya yang mirip sekali dengan ayahnya.

“Airish?” panggil Aldrich

“Ahh Kak Al, maafin Airish tadi keliling sebentar”

Aldrich memandang orang-orang yang ada di depannya dengan tatapan

bingung. Terlebih tatapan laki-laki yang tengah menggendong gadis kecil itu,

rasanya tatapannya tidak bisa diartikan saat melihatnya.

“A-aah tante, kenalin ini kakak Airish. Namanya Kak Aldrich”

Aldrich memberi salam kepada kedua orang itu, Rava dan mamanya.

Lalu setelah beramah tamah Aldrich berpamitan untuk mengajak Airish

pulang terlebih dahulu. Setelah Rava berkenalan dengan Aldrich perasaannya

sedikt lega karena mengetahui jika dia adalah kakak kandung Airish, bukan

gebetannya.

.
“Tadi itu siapa dek?” tanya Aldrich

“Temen”

“Temen cowok kamu?”

“Iya” kali ini Airish menganggap

“Kamu udah kenal sama mama dan adeknya?”

“Iya, udah tadi”

“Temen apa pacar?”

“TUH KAN MULAI LAGI, KAK AL”

Aldrich tertawa melihat adiknya yang bersungut-sungut menanggapi

pertanyaan Aldrich. Aldrich berpikir jika keluarga Rava adalah keluarga yang

akan memperlakukan adiknya dengan baik, apapun hubungannya yang

terpenting bagi Aldrich adalah adiknya selalu bisa dikelilingi orang menghargai

kondisinya.
PART 5

Siang ini Rava sudah berada di markas dengan ketiga temannya. Malam

nanti ketua geng Triton dari SMA SATYA yang mengajak ribut Rava kemarin,

mengajaknya balapan. Sebenarnya Rava sedikit malas menanggapi segala

tawaran itu karena beberapa kali mereka menantangnya balapan selalu

berakhir Rava yang menang dan bodohnya mereka tidak menerima kekalahan

itu dengan memulai perkelahian dengan geng Rava.

“Askar kayanya gada matinya ngajak lo balapan” ucap Gavin

“Dia nawarin berapa?” tanya Alvan menanyakan nominal taruhan yang

biasanya di pasang oleh pihak penantang

Rava hanya mengendikkan bahunya tidak tahu, seberapapun

nominalnya Rava selalu siap membawanya uangnya. Tetapi nyatanya uang

selalu kembali ke tangan Rava dengan jumlah berkali-kali lipat, sombong?

Tentu saja karena ada yang bisa Rava banggakan yaitu kemampuannya di

lintasan balap sudah tidak diragukan lagi.

“Rav, gissel tuh nyariin lo” seru Sam yang datang dari luar

Rava memutar bola matanya malas, Rava sudah tidak berseler lagi

dengan perempuan itu. Tentu saja kini Rava sudah memiliki gadis yang lebih

menarik daripada Gissel.

“Rava, kamu itu kemana aja sih kenapa susah banget dihubungin?”

ucapnya yang langsung bergelayut manja di lengan Rava


“Heh lampir! ngapain si lo main nempel aja kek ulet bulu” tukas Gavin

yang mulai jijik melihat tingkah Gissel, bukannya cemburu hanya saja Gavin

mulai malas menanggapi Gissel yang selalu manja berlebihan pada Rava

padahal jelas dia tidak ada harganya di mata Rava. Poor girl.

“Ih kurang ajar lo pala sekop, inget gue pacar Rava ketua geng kalian!”

“Emang Rava ngakuin lo sebagai pacarnya? Ngaca lo medusa!” kata

Gavin ngegas yang langsung di lempar tatapn dongkol Gissel

“Mending lo sama gue sel, gini-gini gue lebih enak dibanding Rava kok”

Balas Sam sambil mengedipkan sebelah matanya

“Gak sudi gue sama upil naga”

“Kaya situ ok aja” sahut Alvan

“Woy Rav, kerasukan jin tomang lo? Diem aja dari tadi” Sam menyikut

Rava sejak tadi diam

Pikiran Rava entah melanglang pada Gadis yang hari ini tidak dia temui,

Airish. Dia hanya mengabaikan keberadaan Gissel yang masih saja menggamit

lengannya, Rava memutar bola matanya malas melirik Gissel yang semakin

merapat duduknya pada Rava. Seperti inilah model-model wanita yang

mendekatinya, mereka tanpa risihnya mendekati Rava bahkan sengaja

mengumpankan dirinya agar Rava tergoda. Tetapi meskipun Rava banyak

bermain-main dengan perempuan tetapi dia sama sekali tidak pernah

mencium mereka, karena memang mereka bukanlah selera Rava.


“Mending lo balik sekolah” perintah Rava pada Gissel

“Ih kok malah disuruh balik sih? Aku tuh pengen di sini bareng sama

kamu” Tawa Gavin dan Samudra pecah saat Gissel hanya disuruh pulang ke

sekolah.

“Udah gue bilang kan lo tuh mending sama gue aja” tawar Samudra

“Dih jijay!” ucap Gissel dengan ekspresi jijik

“Pergi sana, atau kita yang pergi?” ujar Rava malas sambil melepaskan

tangan Gissel yang masih menempel pada lengannya.

Gissel bangkit dengan kesal lalu berjalan menghentakkan kakinya kasar

keluar dari ruangan itu. Sungguh gadis merasa dongkol dengan sikap Rava,

padahal dia ingin berbelanja keluar tetapi orang diakuinya sebagai pacar itu

malah mengusirnya.

Suara knalpot motor saling beradu di arena balap, saling mengegas

keras, membuat suaranya memekakkan telinga bagi orang normal pada

umumnya. Berbeda dengan rombongan laki-laki yang kini sedang duduk

menunggu giliran, sudah hampir jam 12 dan suasana semakin ramai.

“Rav, Askar noh” ucap Sam seraya menunjuk Askar yang menyambangi

Rava dan teman-temannya.

“Hallo brother, gimana sudah siap nangis?” ucap Rava santai sambil

menyesap rokoknya
“Cih! Kali ini lo yang bakal bertekuk

lutut Rav” kilatan marah di mata Askar sangat

terlihat

“Aww gue takut banget” ujar Rava

dengan nada mengejek lalu memasang wajah

seolah sedang ketakutan

“Berani pasang berapa lo?” tanya Alvan

Askar menyeringai lalu memanggil dua gadis dengan pakaian yang

cukup seksi. Dengan wajah yang sedikit malu-malu gadis itu mendekati Askar,

lalu dia melingkarkan tangan kanan kirinya pada kedua gadis itu. Rava hanya

menaikkan alisnya, apa maksud Askar akan menjadikan dua gadis itu sebagai

bahan taruhan?

“Gue pasang mereka, mereka masih orisinil” ucap Askar

“GILA LU NDRO!” seru Gavin menatap kedua gadis itu lekat-lekat

“Gue gak minat pasang cewek, biar Gavin sama Sam yang ambil” tukas

Rava

“Gue pasang 20 juta” lanjut Rava sambil menunjukkan amplop coklat

tebal berisi uang.

“Lo takut pasang cewek hah?” Askar mengejek

“Sorry, I‟m a bad boy not a bastard”

Ya, Rava memang tidak pernah takut jika harus mempertaruhkan uang

berpuluh-puluh juta, tetapi dia tidak suka menggunakan wanita sebagai

bahan taruhan karena baginya itu tindakan seorang bajingan. Biar


bagaimanapun Rava masih menghargai wanita terlebih ibu dan adiknya

adalah seorang wanita, Rava tidak sebrengsek itu.

Rava dan Askar sudah bersiap di atas motornya lengkap dengan helm

fullface yang menutupi wajah tampan mereka. Saat gadis berpakaian seksi

sudah bersiap mengangkat bendera Rava dan Askar sudah membunyikan gas

motor mereka hingga sang gadis mengangkat benderanya tanda dimulainya

balapan.

“AYO RAV!” teriak Samudra kencang

“GO RAVA GO RAVA” timpal Gavin tak kalah kencang

Alvan hanya memperhatikan dengan wajah datarnya, diantara keempat

orang itu Alvan sudah bersama Rava sejak SMP, dia termasuk orang yang

paling tenang dan tidak banyak bicara, tetapi jangan sekali-kali mengusik

ketenangannya karena Alvan akan menjadi anggota yang paling susah

mengontrol emosi jika sudah terlanjur berkelahi.

Bahkan dia sudah pernah membuat seseorang hampir meninggal saat

awal kelas 8 SMP karena anak itu membully Alvan yang terkesan pendiam

untung saja Rava menghentikannya, anak itu tidak tahu jika dia sudah

membangunkan singa tidur.

Ckiiitttttttt

“Gue menang, sekarang lo harus bertekuk lutut dong di depan gue”

ucap Rava enteng lalu menyeringai pada Askar

“Bangsat lo!” Askar langsung pergi dengan membanting helmnya keras

ke tanah.
“Wuihh berarti bisa nih kita ambil ceweknya” ucap Gavin bersemangat

“Balikin, anter mereka ke rumah. Jangan sampe ada yang mainin

mereka” titah Rava sambil melirik Sam dan Gavin tegas menyuruh mereka

mengantar kedua gadis yang dijadikan sebagai taruhan itu.

“Yaaah” seru Sam dengan nada yang dibuat sedih

“Siapp Roger!” ucap Gavin sambil mengangkat tangannya seraya hormat

Rava merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur besarnya, untung saja

dia mempunyai kunci cadangan jadi dia bisa masuk rumah dengan leluasa.

Matanya mulai terpejam setelah seharian ini melewati hari yang sedikit

melelahkan, rasanya sejak tadi pagi pikirannya selalu saja bersama Airish.

Pagi ini Airish bersiap pergi ke rumah sakit untuk berkonsultasi ke

dokter mata. Karena sejak dua hari yang lalu dia merasa matanya perih dan

membuat kepalanya menjadi sangat pusing.

“Kepalanya masih sering pusing?” tanya Aldrich sambil menyetir

“Udah gak pusing lagi kak”

“Yaudah syukur deh, tapi kita tetep harus periksa yah” ucap Aldrich

sambil mengelus pelan rambut Airish.

“Kak Al jangan bilang sama ayah ya soal ini?”

“Hm? Kenapa?”

“Airish takut ayah khawatir dan malah ganggu kerjaan ayah nanti”
Aldrich mengangguk sambil tersenyum memahami permintaan adiknya

itu, Airish sangat peduli dengan orang lain meskipun dirinya sendiri

mengalami kesulitan. Dia tidak mau membuat ayahnya khawatir danlangsung

pulang dari London, seperti dulu saat Airish mengalami demam karena hujan-

hujanan dan Bi Ayas menelpon ayah Airish langsung saat itu juga ayahnya

mengambil jadwal penerbangan dari Australia ke Indonesia demi anak

gadisnya yang tengah sakit, meskipun tidak parah tetapi disitulah Edgar

selalu mengutamakan anak-anaknya.

Setelah sampai di rumah sakit, Airish dan Aldrich segera menemui

dokter kenalan mereka. Saat memasuki ruangan Aldrich sedikit bingung

karena biasanya dokter yang bersama Airish adalah Dokter Surya yang

umurnya sama dengan ayah Aldrich dan Airish, kini yang berdiri di sana

seseorang yang terlihat lebih muda dari Aldrich

mengenakan jas dokter.

“Selamat siang dok?” seru Aldrich

“A-aa selamat siang, silahkan duduk” dokter

muda itu menyilahkan Aldrich dan Airish duduk

“Dokter Suryanya?”

“Ah iya, sebelumnya perkenalkan saya Regan Mahesa salah satu dokter

baru di sini. Dan Ayah saya.. ah maksud saya Dokter Surya sedang ada

keperluan dinas di Australia selama 3 bulan kedepan jadi sesi konsultasi dan

pemeriksaan akan saya gantikan” jelas Regan


“Ahh, begitu. Jadi Anda anaknya Dokter Surya?”

“Iya, kalau boleh tahu dengan siapa ya?” balas Regan ramah

“Aah saya Airish dok, dan ini Kakak saya Aldrich” ucap Airish sambil

tersenyum menyapa diikuti Aldrich

“Ohhh, jadi kamu Airish” ucapan Regan membuat Aldrich mengangkat

satu alisnya

“Ayah sering bercerita tentang Airish ini, salah satu pasien ayah yang

tidak pernah mengeluh dan selalu memiliki semangat besar bahkan menjadi

pasien yang paling dekat dengan ayah” cerita Regan dengan wajah semangat.

Airish dan Aldrich tersenyum mendengar penuturan sang dokter muda itu,

Regan sedikit terdiam melihat wajah manis Airish

tersenyum.

„Cantik‟ batin Regan

“Kalau begitu, mari kita mulai pemeriksaannya”

Setelah memulai perkenalannya dengan Regan,

Airish merasa memiliki teman baru karena Regan

sangat ramah dan cenderung menghibur menurut

Airish. Sebelumnya ayah Regan, Surya Ady Mahesa

adalah dokter Airish yang selalu memberi semangat sejak Airish kecil hingga

dewasa ini. Dokter Surya juga yang sering membantu Airish mencari pendonor

mata, meskipun hingga saat ini Dokter Surya belum menemukannya.


PART 6

Airish kini memiliki teman barunya, yaitu Regan. Semenjak pertemuan

pertamanya dengan Regan, mereka menjadi saling bersikap layaknya teman

biasa bukan sebagai dokter dan pasien. Airish juga merasa nyaman konsultasi

yang dia lakukan, terlebih sekarang Airish dan Regan sudah menjadi teman

baik.

Anna dan Airish sekarang sudah memasuki ruangan Regan, untuk

kesekian kalinya Airish bertemu teman dokternya itu. Tetapi berbeda dengan

sahabatnya Anna, ini pertama kalinya bagi Anna bertemu dengan Regan sang

dokter muda yang terbilang tampan.

“Airish, maaf. Udah nunggu lama ya?” ucap Regan sambil memasuki

ruangan

“Enggak kak, baru aja kok kita duduk” jawan Airish tanpa tahu jika

sahabatnya itu tengah melihat takjub pada pemandangan segar yang masuk

ke ruangan itu. Mata Anna sempat membelalak saat melihat Regan yang

menghampiri Airish.

„Anjir, rasanyanya seperti menjadi ironman‟ batin Anna yang terpana

“Maaf, temannya Airish ya?” tanya Regan sambil tersenyum

Anna masih terdiam sambil memiringkan kepalanya senyum di

wajahnya masih mengembang, Anna terpesona. Dahi Regan berkerut bingung

dengan respon Anna yang melihatnya lekat tanpa berkedip.


“Anna?” senggol Airish membuyarkan lamunan Anna

“A-aahh itu, I-iyaa saya temannya Airish. Nama saya Roseanna” seru

Anna gugup sambil mengangkat tangan untuk menjabat Regan.

“Saya Regan Mahesa, dokter Airish. Tapi panggil aja Regan kita cuma

beda 3 tahun kok. Kita bicara santai aja” balas Regan dengan menjabat tangan

Anna yang mulai dingin.

“Kalo panggilnya sayang boleh gak?” ucap Anna sambil tertawa malu-

malu

Airish langsung mencubit pelan Anna, sedangkan Regan hanya tertawa

melihat tingkah sahabat Airish itu. Sahabatnya memang sering lupa diri jika

sudah berhadapan dengan orang-orang tampan terlebih sikap Regan yang baik

sudah dokter di usia muda, tampan, jenius, kaya, ramah, suka menolong

kurang sempurna apa lagi? jawabannya hanya satu, Regan tidak memiliki

kekasih. Regan tidak memiliki pacar hingga saat ini, karena selama ini dia

berfokus pada pendidikannya hingga dia bisa meraih gelar dokter di usia

muda. Jangan di tanya lagi, kalau yang mendekati Regan sudah banyak tetapi

entah mengapa Regan merasa belum ada yang menarik baginya.

“Airish, kamu tahu kan masalahnya ada di dalam diri kamu sendiri.

Sakit yang sering terjadi itu disebabkan karena trauma yang menyerang. Jadi

mari kita mencoba pelan-pelan untuk mengatasinya” ucap Regan lembut saat

sedang melakukan konsultasi dengan Airish.


“Aku akan mencobanya kak”

Airish memang sangat takut saat ada suara pecahan kaca atau suara

hantaman benda keras, itu disebabkan trauma masa kecilnya saat mobil yang

dia naiki bersama sang ibu menabrak truk besar dan menimbulkan suara

keras yang selalu Airish ingat hingga saat ini. Matanya kembali merasa sakit

semenjak dia mendengar Bi Ayas yang tidak sengaja menyenggol gelas hingga

pecah saat ada di dapur. Meskipun Airish tidak menjerit ketakutan tetapi

didalam hatinya menajadi was-was dibarengi dengan keringat dingin, seolah

menggambarkan ketakutan yang ditahan.

“Kalau gitu aku pulang dulu ya kak, terima kasih hari ini” pamit Airish

“Anna juga pamit dulu kak dokter”

“Iyaa, kalian hati-hati di jalan” sahut Regan yang mengantar Airish dan

Anna sampai ke parkiran.

Rava berkali-kali menghela nafasnya kasar, rasanya ketenangannya

terusik dengan para Gadis yang sedari tadi menggodanya di kelab malam.

Rava menyesap rokoknya lalu menghembuskan asapnya asal melihat ke dua

sahabatnya Gavin dan Samudra yang sedang asik ditemani para gadis seksi di

kursinya. Sudah hampir satu minggu Rava tidak melihat Airish, saat Rava

ingin datang menemui gadis itu banyak hal yang membuatnya menunda

keinginannya. Salah satunya berurusan dengan Askar.


“Woy, Rav! Diem mulu kek gak dapet jatah istri” seloroh Gavin sambil

tertawa diikuti gadis di sampingnya

“Diem lo, bacot”

“Alvan mana?” tanya Sam pada Rava

“Kawin” ucap Rava asal

“Hebat banget, diem-diem agresif juga tuh anak” ujar Gavin

“Bilang aje lo ngiri bambang” tukas Sam

“Dih gue mah biasa” jawab Gavin

“Biasa ditinggal pas belum selesai ya?” ledek Sam yang mendapat

deathglare dari Gavin

“Brisik lo pada, kalo mau kawin sonoh sama kucing” sahut Rava malas

“Dih ada yang lagi PMS nih, sewot mulu”

Rava hanya memutar bola matanya malas, sunggu saat ini selera

bercandanya sama sekali tidak ada. Sepertinya besok Rava berencana akan

menghadang Anna.

“Anna!” seru Rava menarik kuncir rambut Anna membuat sang

empunya memekik

“Aww! Eh dasar tokek racun, apaan sih pagi-pagi udah ngerusuhin

hidup gue aja lo”

“Pagi-pagi jutek amat sih, jangan gitu donk nanti cantiknya ilang” ucap

Rava santai
“Lo mau gue tampol garpu tanah? Cepet ngomong mau tanya Airish

kan?”

“Anak pinterrrr!” ujar Rava sambil menepuk pelan kepala Anna

“Jadi?” tanya Anna malas

“Pinjem HP lo”

“Ngapain?”

“Banyak tanyak, lo mau gue beliin hoodie keluaran terbarunya

Blackpink gak?” ucap Rava yang sudah paham kelemahan gadis itu

“Oke. Mau!” sahut Anna sambil merogoh HP di sakunya lalu

menyerahkannya pada Rava

“Buka sandinya”

Setelah membuka sandinya Rava melihat kontak Anna, menscrollnya

hingga Rava menemukan satu nama yang sejak tadi Rava cari. Ya, Airish.

Meskipun Airish tuna netra tetapi dia memiliki ponsel pintar seperti orang

lain. Tetapi ponsel Airish jelas berbeda dengan yang orang normal umumnya,

semua sudah dirancang khusus untuk pengguna tuna netra.

“Ngapain lo?” tanya Anna saat Rava tersenyum menatap layar HPnya

“Gue salin nomer Airish” ucap Rava mengembalikkan HP Anna lalu

bergegas meninggalkan Anna

“E-ehhh, dasar brandalan. Terima kasih gak?” serunya pada Rava

Rava memutar tubuhnya lalu kembali pada Anna sembari mengatakan

terima kasih. Tanpa Anna sadari Gissel yang sejak tadi melihat Anna dan Rava

mengobrol asik merasa kesal lalu menghampiri Anna.


“Eh kerupuk warteg ngapain lo deket-deket pacar gue?” seru Gissel

mencekal tangan Anna

“Ha? Pacar? Maksud lo?” tanya Anna bingung

“IYA, RAVA ITU PACAR GUE”

“Pfffttttt” Anna menahan tawanya agar tidak meledak, Anna tahu betul

kalau Rava teman sekelasnya itu tidak memiliki pacar. Karena sebelum

bertanya lebih jauh tentang Airish, Anna sudah memastikan bahwa Rava tidak

mempermainkan sahabat cantiknya itu.

“Apa lo ketawa!” Gissel mulai kesal melihat Anna yang tergelak

“Rava pacar lo? Emang Rava mau sama lintah sawah kek lo?” ledek

Anna

“Eh jaga mulut lo ya” Gissel semakin kesal karena Anna terus saja

membuatnya naik darah. Tangan Gissel sudah bersiap menampar Anna tetapi

tangannya tertahan saat seseorang menahan agar tangan Gissel tidak

menyentuh wajah Anna bahkan dia sudah memejamkan matanya.

“Apa sih lo Vin gausah ikut-ikutan lo!”

“Kalau Rava sampai tahu kelakuan lo ini, gue pastiin lo gak bakal bisa

deket-deket Rava” ucap Gavin dengan tatapan tajamnya pada Gissel, Gissel

melepaskan tangannya kuat dari cengkeraman Gavin lalu pergi meninggalkan

Anna dan Gavin.

“Gimana yang gak papa kan? Hm?” tanya Gavin dengan nada berubah

santai pada Anna


“Yang yang matamu!” balas Anna melirik Gavin kesal

“Yaelah, sabar ngapa yang. Jutek amat sih nanti cepet rindu lo sama

gue”

“Haluuuuu ye!”

“Iya, haluku halumu haluvyuu donk” ujar Gavin sambil berjalan

merangkul Anna

“Ih berat pundak gue, sana lo” sehut Anna seraya melepas rangkulan

Gavin tapi Gavn malah merapkan rangkulannya

“Sensian amat sama gue, cinta kan sama gue?”

“Ya ampun Gavin geblek”

Inilah hal yang Anna kesal saat dengan Gavin selalu saja

menganggunya, meskipun Gavin seringkali menolongnya tetapi lebih sering

menjahilinya. Bagi Anna masih mending Sam dan Alvan tentunya yang sering

diam tetapi sekali ngomong pedasnya kaya geprek level 20.

“Tadi ngomongin apa sama Rava?”

“Kepo aja lo, kek wartawan”

“Yelah nanyaa doang pelit amat sih, amat aja gak pelit”

“Bodoamat” ucap Anna sambil meletakkan tasnya di atas meja dan

duduk di bangkunya.

Belum berhenti sampai di situ Gavin masih mengikuti Anna lalu duduk

di bangku sebelahnya, Anna tersentak kaget saat Gavin duduk dengan tidak

santainya.

“Apa lagi sih Gavinnn?” tanya Anna


“Tadi lo sama Rava ngomongin apaa?”

“Astagaa, masih aja tanya. Rava nanya

soal Airish. Puas?”

“Lagian kenapa gak tanya temen lo sendiri sih,

kalo kepo urusan temen lo tuh” lanjut Anna

yang tidak mengerti dengan Gavin. Jelas saja

kenapa Gavin tidak menanyakannya pada Rava

langsung, kalau memang ingin tahu urusan Rava.

“Bagus deh kalo gitu”

“Apa?”

“Gak papa, kalo gitu semangat belajar sayang” ucap Gavin sambil

tersenyum manis pada Anna, sedangkan Anna terpaku melihat senyuman itu

dengan pipinya yang sedikit merona

“Ishh, dasar siluman buaya” gerutu Anna lirih

18.30

Airish sedang duduk di kamarnya sambil menikmati musik dari radio

yang selalu dia putar saat dirinya tengah bosan. HP yang sejak tadi tergeletak

di kasur kini berdering tanda seseorang tengah memanggil Airish meraba-raba

kasurnya lalu mengambil HP miliknya, mengangkat panggilan itu.

“Halo”

“Airish?”

“Iya, siapa?”
“Pacar lo, Rava”

“Salah sambung ya?” balas Airish sambil mendengus

“Gak, gue pengen ajak lo pergi. Beli es krim”

“Wahh! iya ma.. ehmm ngapain sih” ucap Airish girang tetapi setelahnya

dia menepuk pelan mulutnya, sampai terdengar tawa dari seberang telponnya

“Yaudah siap-siap, 15 menit lagi gue sampe”

“Hah? Sekarang ….”

Tut. Sambungan telepon itu mati secara sepihak Airish merutuki

kepolosannya yang sangat mudah disogok hanya dengan es krim. Terpaksa

Airish harus bersiap-siap mengganti pakaiannya, lalu melapisinya dengan

jaket karena malam ini sedikit dingin. Rava dengan cerdasnya mencari tahu

tentang Airish dari Anna termasuk kesukaan Airish.

“Airish tuh paling lemah sama yang namanya es krim, ajak aja dia jajan

es krim dia pasti gak akan nolak” ucap Anna pada Rava

Setelah bersiap Airish menuruni tangga dengan seulas senyum terpatr di

wajah cantiknya. Namun saat Airish mencium aroma parfum Aldrich, dia

langsung menormalkan wajahnya.

“Mau kemana rapi gitu?” tanya Aldrich penasaran dari ruang tengah,

tumben sekali mala mini adiknya terlihat rapih dan terkesan cantik dengan

riasan tipis dan liptint berwarna soft cocok dengan wajahnya

“A-aa i-itu mau jalan beli es krim kak”

“Sama siapa?”

“Temen”
Aldrich menatap Airish bingung, lalu tersenyum pasti adiknya sedang

menyembunyikan sesuatu darinya. Jelas saja saat ditanya bersama siapa

wajah Airish sedikit merona menahan malu.

“Temen cowok ya?”

Airish hanya meringis sambil meraba lantai rumahnya dengan tongkat,

lalu Aldrich membantu Airish berjalan. Menuntun adiknya keluar rumah dan

tepat sekali di luar rumah besar Airish sudah terparkir mobil hitam milik

Rava. Rava menghampiri Airish dan Aldrich lalu menyapanya ramah.

“Temen apa pacar?” tanya Aldrich

“IH KAK AL APAAN SIH” kesalnya Airish saat kakaknya mulai

meledeknya

“On the way pacar kak” ucap Rava sambil tertawa diikuti Aldrich yang

juga tertawa sedangkan Airish hanya bersungut-sungut sebal

“Yaudah kalau gitu, titip Airish. Hati-hati di jalan”

Rava menuntun tangan Airish memasuki mobil hitamnya, kalau saja

malam ini Airish tidak diserang kebosanan dia bisa saja menolak itu yang dia

pikirkan. Ini pertama kalinya Airish pergi dengan laki-laki selain orang dia

kenal dekat, Airish sedikit malu karena tidak tahu harus berkata apa. Kedua

orang itu terdiam sesaat di dalam mobil, lalu Airish mulai membuka suara

memecah keheningan.

“Kamu minta nomorku ke Anna?”

“Gak kok”

“Terus?”
“Inisiatif aja, ngambil nomornya sendiri dari HP Anna”

“Ih itu namanya nyuri tau”

“Gaklah, Anna sedniri yang kasih HP nya ke gue. Yaudah sekalian gue

salin nomornya”

“Sama ajaa”

“Beda Airish. Kalo nyuri itu gue diem-diem ambil HP Anna terus nyalin

nomor lo” jelas Rava. Airish mendengus pelan mendengar balasan Rava,

sepertinya laki-laki di sampingnya itu memang pandai membuat alasan.

“Lo mau tau gak di depan ada apa?”

“Jalan, lampu, pohon?” sebut Airish

“Salah, di depan ada banyak cewek yang mandangin gue” ucapnya

percaya diri sambil terus menyetir

“Bukannya gak keliatan di dalam mobil? apalagi mobilnya jalan” tanya

Airish

“Iya emang, ceweknya aja gak keliatan kok”

“RAVA IH!! Setan tuh” seru Airish kesal dan disambut gelak tawa Rava

yang membuat Airish ikut tertawa pelan

“Nah gitu dong ketawa, kan aku jadi suka” sahut Rava sambil mengacak

pelan rambut Airish

Saat sampai di tempat yang yang bernuansa warm dan terkesan

aesthetic itu indra penciuman Airish benar-benar terbuai, berbagai aroma

manis dan segar menguar dari dalamnya membuat senyum Airish

mengembang sempurna. Rava menuntun Airish memasuki tempat itu, gadis


cantik itu tidak lagi mengenakan tongkatnya dan hal itu membuat Rava

semakin kagum dengan Airish.

“Tongkatnya, gak di pake?” tanya Rava bingung saat dia menuntun Airish

“Nih kan ada kamu yang nunjukkin jalannya” ucap Airish sambil

mengangkat tangannya yang di genggam Rava, jelas ucapan Airish membuat

Rava tertawa pelan

Rava menuntunnya untuk memilih varian es krimnya, Rava

membacakannya satu-persatu jelas saja tindakannya membuat semua orang

meilirik ke arahnya. Tetapi Rava tidak peduli, karena saat ini gadis cantik itu

sedang tersenyum seraya berpikir varian apa yang akan dia makan. Setelah

memesan es krimnya Rava dan Airish duduk saling berhadapan.

“Di samping kamu ada bunga ya?” Rava sedikit kaget saat Airish

mengatakan hal itu.

“Kok lo bisa tahu?” tanya Rava

Airish mengetuk pelan hidungnya dengan tulunjuk, Rava benar-benar

tidak percaya dengan kemampuan Airish itu. Bagaimana bisa dia mencium

aroma bunga yang Rava sendiri tidak mencium aromanya sedangkan Rava

duduk di sebelah bunga itu.


“Kalo gitu coba nih, aku bawa coklat.

Coba kamu tebak di sebelah mana?” ujar

Rava seraya mengambil coklat milik Rana

yang tidak sengaja dia bawa, lalu

meletakannya di tangan kiri.

“Hmm, ini” tebak Airish sambil

menyentuh tangan Rava yang memegang

coklat

“Pacar Rava emang hebat yaaa” seru Rava bangga seraya melebarkan

senyumnya

“Dih siapa yang mau jadi pacar kamu sih”

“Airish lah”

“Gak”

“Iya”

Airish bungkam menanggapi Rava sama saja tidak akan menemukan

titik akhir dari perdebatan, sejujurnya Airish cukup senang bisa berjalan-jalan

keluar terlebih Rava mengajaknya membeli es krim tentu saja kebahagiaannya

makin berlipat. Saat es krimnya datang Airish memilih menikmatinya dalam

diam, menyendokkan esnya ke dalam mulut tanpa bersuara.


“Duh, kalo makan yang bener dong” ucap Rava sambil menyeka es krim

yang menempel di sudut bibir Airish

Airish terdiam mematung merasakan jari Rava yang mendarat di sudut

bibirnya. Rasa hangat menjalar di pipi gadis cantik itu, Rava tersenyum

melihat perubahan wajah Airish yang tertunduk malu.

“Habis ini kita jal..” ucapan Rava terpotong oleh seseorang yang

memanggil Airish dari arah belakang Rava

“Airish” ucap orang itu sambil menghampiri

Airish, senyum di wajahnya terpatri begitu manis

“Kak Regan” balasnya seraya bangkit dari

duduknya

Tangan Regan menggenggam tangan Airish

dan dibalas senyuman manis gadis itu. Mereka berdua sedikit melupakan

Rava yang kini sudah mengernyitkan dahinya bingung, terlebih kini dia

merasa sangat kesal saat orang yang dipanggil Regan itu menggenggam tangan

Airish.

“Kamu sama siapa?” tanya Regan

“Ah..ini kak, sama teme..”

“Pacar Airish” tukas Rava menyela Airish membuat gadis itu melebarkan

matanya
“Ih Rava, bukan. Dia temen aku kak” jelas Airish mantap dan membuat

Regan tertawa

“Kenalin gue Regan, Dokter Airish” ujar Regan sambil mengajak Rava

bersalaman

“Rava” ucap Rava singkat membalas uluran tangan Regan

Rava melayangkan tatapan kesalnya saat Airish dengan senangnya

mendengar suara Regan datang, berbeda saat bersa manya. Jujur saja itu

sangat menyebalkan bagi Rava, bahkan Regan dengan santainya memegang

lalu mengacak pelan rambut Airish saat dia berpamitan dan jelas saja Rava

merasa menjadi obat nyamuk.

“Rava” panggil Airish

“Apa?” jawab Rava ketus

“Kamu kenapa?”

“Gak papa”

Airish semakin bingung karena sejak tadi Rava diam, sama sekali tidak

bertanya apapun. Airish semakin kesal dengan situasi seperti ini, lalu dia

bangkit dan mengangkat tangan kirinya di depan Rava. Rava mengernyitkan

dahinya bingung.

“Apa?” tanya Rava


“Apanya?”

“Lo mau apa?”

“Ya ngapain di sini, kamu aja keliatan gak seneng gitu. Kamu yang

ngajak aku keluar tiba-tiba kamunya gitu” seloroh Airish sambil merengut

kesal

Rava menghela nafas panjangnya, benar juga dia yang mengajak Airish

keluar dan sekarang dia hanya diam. Sedangkan Airish sedniri bingung, dia

hanya mendengar suara hiruk pikuk di dalam restoran itu tanpa mendengar

kata-kata Rava.

“Maaf ya” sahut Rava lembut sambil menggenggam tangan Airish

berjalan keluar.

“Kita jalan-jalan keliling sebentar yaa” pinta Rava

Airish hanya terdiam mengikuti langkah Rava, tangan Rava masih

menggenggam tangan Airish erat.

“Pemandangannya pasti bagus ya?” tanya Airish sambil tersenyum

“Hn?”

“Kata Anna saat pemandangan langit atau di sekeliling kita sedang

bagus orang-orang akan senang berjalan-jalan” kata Airish membuat Rava

menatapnya lekat, senyum gadis itu masih terpajang di wajah cantiknya.


“Indah” satu kata itu lolos begitu saja dari mulut Rava saat mendengar

Rasanya segala kesalnya luntur saat melihat Airish tersenyum bahagia

seperti itu, matanya tidak mampu melihat apa yang ada di depannya tetapi

Airish selalu menikmati semuanya seperti orang normal. Seperti saat ini Airish

melepas genggaman Rava lalu berjalan

mendahului Rava tanpa menggunakan tongkat, dia

berjalan selayaknya melihat apa yang ada di

depannya. Rava sedikit takut Airish tersandung

atau menabrak sesuatu nyatanya gadis itu

berbalik sambil tertawa manis membuat Rava

terpaku melihat tawa.

Rava berjalan menyusul Airish lalu memeluk gadis itu tiba-tiba,

membuat Airish tersentak kaget. Matanya membulat sempurna tetapi mulut

Airish tak lagi bersuara, tubuhnya memaku seketika.

“Pemandangannya indah banget sampe gak kuat liatnya” ucap Rava

dalam pelukannya

“Seindah itu? Andai aku bisa melihatnya” sahut Airish lirih membuat

tubuh Rava menegang mendengar penuturan Airish.

“Lo tahu? Pemandangan paling indah adalah apa yang ada di dalam

pikiran kita. Semua tercipta dengan sempurna, dan belum tentu apa yang lo

lihat dengan mata akan seindah yang lo bayangkan” kata Rava


Airish terdiam, lalu setelahnya mengangguk dalam posisi mereka yang

masih berpelukan. Rava sedikit terlarut saat memeluk Airish, entah rasa

nyaman dan juga sedih yang Airish rasakan dapat tersalur pada Rava saat

memeluk gadis itu.

“Gue janji akan selalu jadi mata buat lo” ucap Rava sambil melepas

pelukannya beralih menggenggam tangan gadis cantik itu

Airish merasakan hangat menjalari hatinya hingga pipinya kini bersemu

merah, entah kenapa perkataan Rava membuatnya tenang dan juga senang.

Meskipun selama ini Airish mencoba menutupi segala ketakutannya jika dia

tidak dapat melihat dunia yang dia tinggali ini tetapi tetap saja Airish hanya

seorang manusia, dan entah bagaimana sekarang segala ketakutan itu

perlahan memudar dengan seulas perkataan dari Rava.


PART 7

Hari ini sekolah Rava sedang bebas karena sedang diadakanya

perlombaan antar kelas, seperti biasa bukan genng Rava namanya kalau

mereka berangkat pagi. Gavin, Sam, dan Alvan sudah berada di markas

seperti biasa, mereka tidak langsung pergi ke ke sekolah karena tahu jika saat

giliran kelas mereka sekitar ja 10 sedangkan saat ini masih jam 8.

“Van, Rava mana?” tanya Sam pada Alvan

Alvan tidak menjawab tetapi langsung membuka ponselnya lalu

menekan nama Rava lalu memanggilnya.

“Lo dimana?” tanya Alvan tanpa basa-basi

“Gue kira yang telpon pacar gue, ternyata es batu warung”

“Dimana?” tanya Alvan sekali lagi

“Gue lagi mau nyamperin cememew gue, kalian ke sekolah duluan aja gue

nyusul”

Tut. Alvan langsung mematikan panggilannya lalu menatap Samudra

dan Gavin.

“Dia jemput ceweknya, kita ke sekolah”

“Cewek baru?” tanya Sam bingung dan hanya mendapat balasan dari

Alvan yang mengendikkan bahu


Sedangkan Gavin hanya menebak jika yang Rava ajak adalah orang

yang dia ajak berkenalan waktu di rumah sakit, Airish.

Suara mobil berhenti tepat di halaman rumah keluarga Wilson, sang

pengemudi sudah keluar dengan seragam SMA lengkap dengan tas punggung

yang sudah dia gendong di bahu kirinya.

“Halo”

“Iya, halo”

“Gue ajak jalan-jalan sekarang, cepetan ganti pakaian gue udah di

depan”

“Hah? Halo Rava. Kemana?”

“Hurry up, Airish”

Rava mematikan sambungannya lalu menunggu Airish keluar,

kebetulan hari ini Aldrich sedang pergi ke kantornya, Rani tentu saja

berangkat sekolah dan hanya ada Airish dan Bi ayas.

“Bi, Airish pergi jalan-jalan dulu ya” pamit Airish

“Sama siapa non?”

“Uhmm.. Temen bi” jawab Airish sedikit gugup


Bi Ayas mengantar Airish sampai ke depan rumah dan melihat anak

laki-laki tampan yang sedang menyender di mobil hitamnya. Bi Ayas langsung

paham dengan teman yang dimaksud Airish.

“Ganteeng banget non pacarnya, duh bibi jadi pengen” goda Bi Ayas

“Hushhh…bi jangan donk”

“Gak boleh tuh bi sama Airish, soalnya kan saya punya Airish” sahut

Rava

“Dih enggak gitu bi, tuh kalo mau kantongin aja” tawa Bi Ayas pecah

saat Airish mulai salah tingkah

Setelah berpamitan dengan Bi Ayas, Rava melajukan mobilnya dengan

kecepatan sedang. Tatapannya beralih ke arah gadis yang sedang menatap

keluar jendela, ya meskipun tatapannya kosong tetapi Rava yakin bahwa ada

hal indah yang selalu Airish lihat dibalik kebutaannya.

“Oh iya kita mau kemana? Bukannya kamu harus sekolah”

“Iya, nih kita mau pergi ke sekolah” jawab Rava santai

“Maksudnya?” tanya Airish bingung

“Kita sekolah, gue ada lomba, gue mau lo nyemangatin gue”

Airish membulatkan matanya saat mendengar jawaban Rava, apa

jadinya jika dia pergi ke sekolah di saat ramai seperti itu. Apa yang akan
siswa-siswa katakan jika melihat Airish yang buta itu menginjakkan kakinya

ke sekolah, terlebih dia belum menghubungi Anna.

“Gak mau! Aku mau pulang”

“Kenapa?”

“Rava, please. Sekolah itu bukan tempatku Rav, apa kata orang-orang

nanti kalau kamu bawa aku masuk sekolah. Aku itu bu..” ucapan Airish

terpotong

“Sssstttt, lo itu istimewa Airish. Lagian gak akan gue biarin orang lain

sampe nyentuh lo. Seluruh dunia tahu juga konsekuensinya berurusan

dengan Ravandra” ucap Rava meyakinkan Airish, tangan kirinya kini beralih

memegang erat tangan kecil Airish berusaha memberi keyakinan pada gadis

cantik itu.

“Seluruh dunia, sok terkenal kamu” tawa Airish pelan

“Emang terkenal”

Saat sampai di sekolah Rava membantu Airish keluar dari mobil, gadis

itu kini menggunakan tongkatnya untuk meraba jalanan nanti pasalnya ini di

sekolahan yang banyak dilalui orang dan Airish tidak mau menabrak mereka

nantinya. Sayangnya Airish masih terdiam di samping mobil Rava, dia ragu
untuk memasuki sekolahan di jam sekolah seperti ini terlebih diadakannya

acara yang artinya semua anak akan berhamburan di luar kelas. Saat ini di

parkiran saja Airish mendengar banyak suara anak-anak yang mungkin juga

baru datang.

“Ayo, jalan. Jangan diem terus ntar disangka patung monumen” ucap

Rava sambil menarik Airish pelan

“Hi apa sih, patung monumen mana ada yang secantik aku” balas Airish

“Iya-iya tahu lo cantik, makanya gue suka”

Airish terdiam, sungguh saat ini pipinya sudah merona kenapa Rava

pandai sekali membuat Airish tersipu. Tanpa mereka sadari Gissel dan

temannya Fanya sedang melihat pemandangan yang membuat Gissel geram,

ya Gissel melihat Rava bergandengan tangan dengan seseorang yang

berpakaian bebas? Terlebih gadis itu, gadis yang pernah hampir Rava tabrak

saat membocengi Gissel.

“Rava punya gandengan baru Sel?” ucap Fanya

“Sialan tuh cewek! Gue harus kasih pelajaran sama dia” Gissel berdecak

sebal

“Roseanna!” panggil Gavin dari kejauhan saat Anna akan memasuki

kelasnya, sontak Anna langsung menutup mukanya tidak ingin memandang

Gavin.
“Oy, pendek!” seru Gavin

“…” Anna diam

“Bol, Cebol!”

“…” Anna masih berusaha menahan umpatan kasarnya pada Gavin

“Sayang!” kesekian kalinya Gavin memanggil Anna dengan sebutan yang

lebih kurang ajar menurut Anna. Membuat Anna yang tadi dipanggil

menghampiri Gavin dan kedua temannya dengan wajah kesal.

“Nah gitu, maunya dipanggil sayang ternyata” ucap Gavin tergelak

“Kayanya bakal ada perang besar sih, gue sama Alvan cabut kelas dulu”

ucap Sam yang melihat raut kesal Anna

“Mati lo” sahut Alvan saat meninggalkan Gavin

“Eh Anna” panggil Gavin sambil meringis

“Ngomong apa tadi lu, dasar siluman buaya!”

“Apa? Sayang?” ucap Gavin menggoda

“Gavin, sini gue bisikin sesuatu deh” ujar Anna sambil tersenyum

mengarahkan telunjuknya maju mundur

“Apa sayang? Gausah bisik-bisik dong”

“Sini Gavin”

Gavin pun akhirnya mendekat dan menunduk tepan di depan wajah

Anna, tinggi Anna hanya sebatas dada Gavin jadi mau tidak mau Gavin harus

menunduk agar menyamai tinggi gadis itu. Sepersekian detik wajah Anna
sedikit merona berhadapan dengan Gavin, tetapi setelahnya Anna langsung

menyentil dahi Gavin keras hingga berbunyi „Ctakkk‟.

“ Anjir! Gue malah di sentil!” Gavin mengaduh merasakan dahinya perih

bukan main

“Wleekkkk, SUKURIN!” seru Anna sambil menjulurkan lidahnya lalu

meninggalkan Gavin

Gavin langsung mengejar langkah Anna, tetapi langkah Anna dan Gavin

terhenti saat melihat kedatangan Rava dan Airish. Anna membulatkan

matanya lebar karena beraninya Rava membawa Airish ke sekolah saat ramai

begini.

“Airish!!” panggil Anna langsung berlari menghampiri Airish

“Woy Rav!” celetuk Gavin

“Habis pacaran lo berdua hah? Barengan gitu” ucap Rava

“Iyaa nih” jawab Gavin yang di balas tatapan tajam dari Anna

“Rava. Gue minta penjelasan dari lo? Kenapa ajak Airish gak ngomong

gue sih?”

“Emang lo siapa?”

“Gue emaknya!” sahut Anna kesal membuat Airish tertawa

“Dih emaknya udah kaya pokemon gitu anaknya cantik gini, it‟s

impossible!”

“Ravaaa!” satu bukulan mendarat tepat di bahu Rava dan sang pemilik

bahu hanya mengaduh sambil tertawa

“Irish, kenapa gak bilang mau ke sekolah?” tanya Anna lembut


“Tadi juga mendadak, Rava aja yang tiba-tiba udah di rumah”

“Yaudah lah gak papa, awas aja kalo Rava sampe ngapa-ngapain lo ntar

gue cekek dia” seru Anna sambil menggenggam tangan Airish

Airish mengangguk lalu memberikan senyum terbaiknya pada Anna lalu

Anna segera menggandeng Airish melenggang pergi meninggalkan Rava dan

Gavin yang masih mematung.

“Gila tuh cewek, ngeri banget” ucap Rava bergidik ngeri

“Emang, bikin gue tertantang” balas Gavin

“Dih, gue mah gak sanggup. Lambaikan tangan”

“Gak papa Airish diajak ke sekolah?”

“Sampe ada yang berani nyentuh punya Rava, saat itu dia mati” ucap

Rava serius

Gavin hanya mengangguk mengiyakan, dia sudah sangat hafal

bagaimana sifat Rava. Sebenarnya sifatnya tidak jauh berbeda dengan Alvan

tetapi Rava lebih pandai mengontrol emosinya dengan baik, meskipun

terkadang Rava lebih sering lepas kendali jika sudah menyangkut segala

sesuatu miliknya diusik.

Banyak pasang mata yang kini menatap Airish dan Anna, sedangkan

Gavin dan Rava berjalan tepat di belakang mereka berdua. Setelahnya mereka

lewat barulah anak-anak mulai berkomentar di belakang Rava dan Gavin.

Anak-anak mulai berbisik-bisik melihat Airish yang memakai tongkat untuk


menyentuh lantai sekolah, sedangkan Anna tidak pernah peduli dengan

bisikan ataupun omongan orang.

“Pasti banyak yang bisik-bisik ya?” tanya Airish pada Anna

“Masih bisa denger?” Airish mengangguk

Rava yang mendengar perkataan Airis langsung merangkul gadis itu,

lalu berjalan di sampingnya.

“Gak papa, mereka sirik ada orang cantik lewat”

Gavin masih tidak percaya dengan yang Airish katakan, bahkan Gavin

tidak tahu ada yang berbisik. Berulang kali dia menengok dan ternyata benar

ada yang sedang membicarakan kedatangan Airish ke sekolah, Gavin berdecak

kagum pada kemampuan Airish yang memiliki indra pendengaran yang tajam.

“Ih apa sih lo buaya rawa, jangan rangkul Irish gue. Najis tahu!” tukas

Anna sebal saat tangan Rava merangkul Airish

“Dih sewot, cembukur lo?” ledek Rava

“Wleekkk, gak sudi” balas Anna sambil berakting seolah ingin muntah

“Anna kan sukanya sama gue Rav” sahut Gavin dari belakang

“Oh iya tuh, selamat berjuang naklukin macan betina!” balas Rava

sambil menengok kea rah Anna

“Awas aja kalian berdua, tunggu aja bakal gue sunat sampe habis

kalian!”

“Jangan dong, kasian istri gue ntar! Eh tapi emang lo berani buka?”

ucap Gavin menggoda


Anna bergidik ngeri melihat Gavin yang

berbicara menggodanya, bisa-bisanya dia

berbicara seperti itu. Sedangkan Airish sejak tadi

hanya tertawa melihat teman-temannya beradu

mulut, rasanya Airish seperti menjadi bagian dari

mereka. Bercanda, memiliki teman, berjalan

bersama di sekolah semuanya membuat Airish

bahagia. Karena sekolahnya yang mengharuskan

Airish berada di rumah dan tidak bertemu

banyak teman hal seperti sangat mebuat Airish senang, walaupun dia tidak

melihat apapun di matanya.

Setelah sampai di lapangan Anna mengajak Airish duduk di kursi

penonton, saat ini Rava dan teman-temannya sedang bertanding basket jadi

setidaknya berada di sekitar Rava membuat akan Airish sedikit aman pikir

Anna. Dari kejauhan Rava tampak berjalan mendekati Anna dan Airish, Airish

mendengar banyak teriakan yang memuja Rava.

„Dia pasti populer sekali di sekolah‟ batin Airish

“Semangatin donk” Rava seraya menunduk lalu mengacak pelan rambut

Airish

“Dasar fakir semangat lu” ledek Anna

“Dari pada ngerusuhin gue sama Airish mending tuh semangatin Gavin”

ucapanan Rava sukses membuat Anna terdiam dan mengernyit heran dia

kenapa harus menyemangati Gavin.


“Semangat buat temen-temenya Rava yang mau tanding” kata Airish

“Masa temen-temen gue sih, gue ngajak lo kesini kan biar nyemangatin

gue” sahut Rava kesal

Airish tertawa

“Iya iya, semangat Rava”

“Kok Rava sih”

“Lah terus apa?” tanya Airish bingung

“Semangat sayang gitu dong”

“Dih ngarep banget lu dasar kadal sawah! Sana deh buruan ke

lapangan” ucap Anna sambil mendorong Rava

Setelah Rava berlari ke lapangan Airish kembali mendengar bisikan yang

jelas mengomentari dirinya dan Rava tadi.

„Siapa sih? Pacar Rava ya?‟

„Cantik sih, eh tapi buta ya‟

„Eh iya dia buta, ngapain ya nonton‟

Sudah ke sekian kali Airish mendengar ucapan seperti itu dia tidak mau

ambil pusing, karena memang faktanya dia memang buta jadi tidak masalah

jika mereka mengatainya seperti itu. Sekarang pertandingan sudah dimulai

jadi Airish tidak lagi mendengar omongan tentang dirinya, mereka berpusat

pada permainan Rava dan teman-temannya.

“RAVA! SEMANGAT JANGAN KASIH KENDOR!!”

“ALVAN MY ICE PRINCE!!”

“GAVIN, I LOVE YOU!”


“SAM, KYAAAA DIA SENYUM KE GUE!”

Airish terkekeh geli mendengar seruan dari kursi penonton, sepertinya

mereka memang terlalu populer hingga memiliki banyak fans. Airish hanya

mendengar host pertandingan menjelaskan jalannya permainan, gadis itu

sedikit paham kalau memang team Rava memasukkan poin lebih banyak.

“Irish, tunggu sini bentar ya, gue mau beli minum. Toh bentar lagi

pertandingan selesai nanti Rava pasti ke sini. Pokoknya tunggu gue di sini

okay” pesan Anna seraya bangkit dari kursinya dan di jawab anggukan

mantap

Saat Anna pergi, Airish merasakan seseorang duduk di sampingnya dia

seperti pernah mengenal aroma bubblegum yang menyengat di hidung

mancungnya itu.

“Lo yang waktu itu mau keabrak motor Rava kan?” tanya gadis di

sebelah Airish dengan nada sopan

“Aaa, iya”

“Bisa gak lo ikut gue, gue mau bilang sesuatu di sini terlalu rame”

Airish sedikit bingung apa dia harus mengikuti Gissel atau menunggu

Anna datang, tetapi akhirnya Airish mengangguk dan ditarik oleh Gissel

keluar dari kursi penonton. Airish sama sekali tidak tahu mau di bawa

kemana, tetapi dia merasa kalau cengkeraman tangan Gissel semakin kuat

dan jalannya makin cepat membuat Airish yang sejak tadi digandeng tertatih

mengikutinya.

“Kita mau kemana ya?” tanya Airish pelan


Gissel hanya membawa Airish ke kamar mandi wanita, yang lokasinya

sangat sepi dan Gissel berpikir Rava tidak akan mengetahui keberadaannya

karena cukup jauh dari lapangan.

Brukkkkkk

Gissel menghempaskan tubuh Airish hingga gadis itu jatuh di dekat

wastafel, bahunya sedikit nyeri karena menabrak dinding. Airish mencium bau

pembersih lantai dan bau air dari kamar mandi, pasti saat ini dia ada di

kamar mandi.

“Lo pikir gue mau ngomong apa hah?”

“Maksudnya apa kenapa kamu bawa aku ke sini?”

“Lo tahu, Rava itu pacar gue! Rava punya gue jadi jangan berani berani

lo deketin Rava” seru Gissel sambil menekan dahi Airish berkali-kali

“Aku gak deketin Rava” balas Airish

“Maksud lo, Rava yang ngedeketin cewek buta kek lo! Ngaca lo itu gak

pantes bersanding sama Rava!” ucap Gissel dengan nada yang meninggi

“Dia kan buta Sel gabisa ngaca dong” ucap Fanya mengejek

Airish tersentak mendengar ucapan mereka, Airish sama sekali tidak

tahu kalau Rava punya pacar dan Airish memang bukan pihak yang endekati

Rava dahulu, jadi kenapa mereka harus menghujat Airish bahkan melakukan

hal seperti ini.

“Lo itu bakal nyusahin Rava, gak cuman Rava hidup lo tuh bisanya

nyusahin semua orang sadar gak lo cuma jadi beban!” ucap Gissel
Air mata Airish perlahan mulai menggenang, apa benar selama ini

dirinya hanya menjadi beban bagi semua orang. Airish sudah berusaha agar

tidak merepotkan orang lain dengan belajar menajamkan indra penciuman

dan pendengarannya, mengahafal jalan, bahkan membaca layaknya seperti

orang normal. Semua itu dia lakukan agar dia tetap bisa berguna dalam

kondisinya yang memiliki kekurangan.

“Harusnya lo tuh sadar diri. Jauhin Rava!” sahut Gissel yang makin

marah seraya menjambak rambut Airish

Airish merasakan sakit di kepalanya karena rambutnya ditarik kuat oleh

Gissel, gadis cantik itu sedikit mengerang saat rambutnya semakin kuat

dijambak. Gissel hanya tertawa puas melihat Airish yang kesakitan tetapi

tetapi tidak melepaskan rambut Airish.

Saat Anna kembali membawa minuman di kedua tangannya, dia

menengok kanan kiri mencari sosok sahabatnya yang sudah tidak ada di

posisinya. Anna melihat Rava baru saja selesai dari lapangan bersama Alvan,

Gavin, dan Sam dia tidak menemukan Airish bersama mereka.

“Airish mana?” tanya Rava yang mendekat bersama ke tiga temannya

“Loh aku tadi beli minum buat dia, terus aku nyuruh Irish duduk di sini

nuggu sebentar” ucap Anna semakin gusar

“Coba tanya anak-anak di sini”

.
.

Gissel bangkit mengambil ember berisi air kotor di pojok kamar mandi,

dia berniat menyiramkannya pada Airish. Tetapi gerakannya terhenti saat

ember air yang dia bawa menabrak kaca kamar mandi, dan menimbulkan

suara kaca dan ember itu jatuh cukup keras. Airish langsung menegang saat

mendengar suara itu, perlahan keringat dingin mulai membasahi pelipisnya,

tanganyya mulai bergetar, tangannya menutup kedua telinganya sambil

menahan tangis, matanya kembali berdenyut nyeri Airish membeci suara itu,

sangat benci.

“Eh Sel ngapa tuh anak” tanya Fanya sambil menunjuk Airish yang

terlihat aneh

“Eh dengerin gue bego! Jauhin Rava! Buka telinga lo”

“Enggak, gak mau” isak Airish

“Heh lo diem!”

Brakkkk

Suara pintu di dobrak keras membuat Gissel dan Fanya terkejut

“LO YANG DIEM BANGSAT!” seru Rava mendorong tubuh Gissel hingga

dia turjungkal ke lantai

Rava tidak tahu kalau Airish semakin terisak sangat pintunya di dobrak

keras membuat suara yang cukup keras. Rava menatap gadis yang dia ajak

tadi pagi kini sudah duduk terisak dengan roknya yang sudah kotor,

rambutnya berantakan seperti habis dijambak. Terlebih Rava semakin marah

saat melihat Gissel mencengkeram kedua pipi gadi itu hingga menimbulkan
ruam merah. Anna yang melihat itu langsung menghampiri Airish lalu

memeluknya, menenagkan sahabatnya.

Rava hampir saja memukul Gissel kalau saja Sam tidak menahannya,

Sam menyuruh Rava membawa Airish pergi dari tempat kotor itu. Dengan

cekatan Rava segera mengangkat Airish ala bridal style.

“Biar Gissel kita yang urus lo bawa Airish pergi”

Airish segera melingkarkan tangannya di leher Rava, diikuti Anna yang

berjalan membawa tongkat Airish. Airish kini membenamkan kepalanya di

pundak Rava, gadis itu masih terisak menahan matanya yang nyeri. Dia tidak

peduli lagi dengan kondisinya sekarang, dia hanya merasa kepalanya sangat

pening.

“Airish?” panggil Rava khawatir

“Rav, bawa ke umah sakit aja sekarang plis” pinta Anna

“Lo liat cewek yang tadi duduk di sini?” tanya Gavin pada anak yang tadi

duduk di belakang Airish

“Tadi kayanya dia pergi sama Gissel”

“Gissel?” dahi Rava mengernyit tidak suka

“Iya, tadi dia ditarik Gissel keluar kok” ucap anak itu

Rava mencarinya ke setiap kelas, hingga belakang sekolah tetapi tidak

menemukan gadis itu. Dia ingat jika satu tempat yang belum dia kunjungi yaitu

kamar mandi wanita, Rava berlari segera menuju kamar mandi disusul teman-
temannya dan tepat dugaannya dia melihat kondisi Airish yang sangat

menyedihkan dengan Gissel yang memegang pipinya keras.

“LO YANG DIEM BANGSAT!” Rava tidak pedul lagi Gissel itu wanita atau

laki-laki bagi Rava siapapun yang membuatnya marah maka dia pantas

mendapatkan hukuman

Emosinya sudah semakin tersulut oleh gadis yang mengaku sebagai

pacarnya itu, hampir saja dia memukul Gissel sampai tangan Sam

mencekalnya.

Rava dan Anna duduk di luar ruang pemeriksaan menunggu Airish di

dalam. Rava berulang kali menjambak rambutnya kesal, bisa-bisanya gadis itu

berani menyentuh milik Rava, dia merasa bersalah karena membawa Airish ke

sekolah hingga membuat Airish tak sadarkan diri seperti sekarang ini.

“Udahlah, mau lo jambak rambut sampe botak juga semua udah terjadi”

tukas Anna

“Ini salah gue, Airish jadi masuk rumah sakit” ucapan Rava terdengar

penuh sesal, Anna melihat wajah khawatir Rava terlihat dengan jelas

“Yaudah gak apa-apa toh Airish memang senang diajak ke sekolah. Ini

terjadi karena Airish mendengar suara kaca pecah. Airish meiliki trauma yang

membuatnya sering merasakan nyeri dibagian mata dan kepalanya pening”

Rava diam mendengarkan penjelasan Anna, mengingat memang ada

pecahan kaca di kamar mandi.


“Traumanya terjadi setelah kecelakaan yang membuat dia kehilangan

pandangannya, Airish bakal ketakutan saat denger suara kaca pecah dan

hantaman benda keras di sekelilingnya” jelas Anna

Rava semakin merasa bersalah karena ingat bahwa dia menendang

pintu kamar mandi dengan keras tadi, pasti gadis itu sangat ketakutan. Anna

menepuk pelan bahu Rava menenangkan laki-laki itu.

“Lo beneran suka sama Airish?” tanya Anna serius

Rava terdiam, lalu mengangguk

“Gue harap lo bisa jagain Airish dan jangan pernah sakitin Airish”

“I‟ll promise”

Regan keluar dari ruangan pemeriksaan lalu menatap Anna dan Rava

yang bangkit dari duduknya.

“Gimana keadaan Airish?” tanya Rava

“Dia baik-baik aja, cuma sedikit syok”

“Terima kasih ya dok” ucap Anna

“Kalau gitu saya tinggal dulu ya, nanti kalau ada apa-apa bisa panggil

saya” kata Regan dengan senyuman manis di wajahnya

“Iya dok makasih ya” ucap Anna sambil memasuki ruangan


Saat Rava akan masuk ruangan mengikuti Anna bahunya ditahan oleh

Regan, membuat Rava menoleh pada dokter muda itu.

“Saran aja, kalo lo gabisa jaga Airish mending jauhin dia” ucap Regan

dengan tatapan tajamnya

“Cih, lepas. Apa urusan lo?” Rava mengempaskan tangan Regan kasar

lalu memasuki ruangan

“Karna gue bakal rebut dia” kata Regan dengan nada dingin

Rava hanya berlalu meninggalkan Regan memasuki ruangan, melihat

Anna yang duduk di samping ranjang Airish. Mata Airish masih terpejam

mungkin sejak memasuki ruangan itu, sedangkan bajunya sudah berganti

dengan baju pasien. Rava mendekati Airish yang masih terbaring

memandangnya lekat, wajahnya terlihat damai seolah dia tidak menyimpan

beban apapun.

“Rav, gue mau ke kantin dulu ya haus banget. Lo bisa kan tunggu sini

bentar ntar sekalian gue beliin minum” pinta Anna

Rava mengangguk lalu menggantikan posisi Anna duduk di sebelah

Airish. Rava masih memandang wajah cantik di depannya itu, tangan Rava

bergerak menyentuh pipi mulus Airish melihat masih ada sedikit ruam di

sana.

“Airish” bisik Rava pelan lalu dengan gerakan singkat Rava mengecup

pelan dahi gadis itu


Airish merasakan seseorang memanggilnya lirih, matanya terbuka dan

menampakkan bola mata sewarna hazelnya.

“Airish”

“Ah, Rava” balas Airish lirih

“Gimana masih sakit?”

Airish menggelengkan kepalanya pelan, kepalanya masih sedikit berat

tetapi tidak pening seperti sebelumnya. Dia merasakan infus terpasang di

tangan kirinya, dan mencium aroma obat-obatan yang sangat kuat tentu saja

dia di rumah sakit. Ah, Airish mengingat semua kejadian sebelum dia ada di

ruangan ini.

“Airish, maaf” ucap Rava seraya menggenggam tangan Airish

Airish terdiam

“Maaf karena gue, lo jadi kaya gini. Gue gak tahu kalau Gissel bakal

nglakuin hal ini” lanjut Rava menyesal

Airish melepaskan genggaman tangan Rava tiba-tiba, sejujurnya Rava

merasa kaget saat Airish melepasnya. Wajah Airish pun berpaling dari Rava

seolah ada kekecewaan besar di sana yang Rava sendiri tahu jika itu salahnya.

“Kamu kalau udah punya pacar, jangan lagi gangguin aku” ucap Airish

sambil memalingkan muka


“Ha? Pacar? siapa? Maksudnya Gissel? Dia hanya orang yang ngaku-

ngaku jadi pacar gue Airish” tanya Rava bingung

Airish terdiam, tidak menanggapinya

“Kalau lo gak percaya tanya saja sama Anna, mungkin perkataannya

akan lebih kamu percaya”

“Yaudah” jawab Airish dengan wajah memerah

“Apanya?”

“Apa?” sahut Airish

“Apa tadi? Lo takut kalo gue ini udah punya pacar?”

“Gak”

“Iya”

“Gak”

“Gue gak punya pacar Airish, karena di sinilah pacar yang gue cari”

ucap Rava sambil menepuk pulan pipi Airish

“Apa sih, gak jelas kamu”

“Lo yang gak jelas, baru bangun pingsan udah mikir yang enggak-

enggak”
Airish sedikit malu karena memikirkan hal itu, jujur saja sejak Rava

bicara soal Gissel dia tidak tahu perasaannya aneh, dia tidak suka mendengar

Rava membahasnya. Sedangkan Gissel juga pernah mendeklarasikan bahwa

Rava itu pacarnya, ditambah dengan fakta bahwa dulu Gissel membonceng

Rava saat hampir menabrak Airish perasaannya jadi semakin kesal. Dan saat

mendengarnya langsung dari Rava perasaannya terasa lega, dan juga malu.

“Irissshhh! Udah bangun” ucap Anna sambil melemparkan minumannya

pada Rava

“Annaaaa” Airish membalas pelukan gadis itu

“Kamu gak papa? Udah mendingan? Mana yang sakit?” cerocos Anna

membuat Airish tertawa dengan tingkah sahabatnya

“Enggak papa kok, aku udah sehat nih”

“Syukur laahhhhh aku khawatir banget tadi” ucap Anna

“Maaf ya udah buat kamu khawatir”

“Ihh apa sih jangan minta maaf ah” kata Anna sambil melepas

pelukannya

“Anna tuh sahabat lo, bangun pingsan masa langsung mikir kalo Gissel

pacar gue” celetuk Rava

“Ha? Airish kamu …HAHAHA” tawa Anna pecah seketika saat melihat

Airish membulatkan matanya


“Hi pede banget sih enggak!”

“Yang bohong besok matanya kaya bakpao” ucap Rava membuat Airish

bungkam lalu tertawa

“Lah bakpao?”

“Iya, Rana selalu aja bilang gitu kalo gue bohongin dia” sahut Rava

“Oh jadi kamu suka bohong” balas Airish

“Canda sayang”

Anna masih tertawa melihat sahabatnya itu, wajahnya benar-benar

mudah ditebak. Anna tahu jika Irishnya itu pasti akan mengkhawatirkan hal

yang sama dengan Anna, yaitu status seorang Ravandra. Tetapi Anna yakin

jika memang Rava tidak memiliki pacar, meskipun dia sering memboncengi

cewek yang berbeda. Anna hafal betul kelakuan teman sekelasnya itu karena

sudah hampir 3 tahun dia satu kelas dengan Rava dan Gavin, sedangkan

Alvan dan Samudra satu kelas dengan Anna saat kelas 11 hingga kelas 12 ini.
PART 8

Sejak Airish masuk rumah sakit, sampai saat ini Aldrich tidak tahu jika

adiknya oernah dirawat karena Airish sendiri meminta Regan dan Anna untuk

merahasiakannya dari Aldrich. Dia hanya takut jika Aldrich akan melarangnya

keluar rumah dan menjadi kakak yang penuh kekhawatiran.

Dan saat ini Airish sedang duduk dengan Regan yang berpakaian santai

di ruang pemeriksaan. Tidak untuk memeriksakan mata Airish, hanya saja

Regan memang ingin mengajak Airish keluar dan ternyata dompetnya

tertinggal di kantornya yang ada di rumah sakit pastinya.

“Kak makasih ya waktu itu gak bilang sama Kak Al” ucap Airish

“Apasih yang enggak buat kamu” jawab Regan sambil tertawa

“Oh iya kak, kita mau kemana?

“Nanti kamu juga tahu kok, ayoo” ucap Regan sambil menggenggam

tangan Airish mengajaknya keluar ruangan.

Ketika sampai di perempatan ruang rumah sakit Regan bertemu dengan

dr. Aninda dan anaknya Gavin berjalan berpapasan. Dahi Gavin mengernyit

heran dengan pemandangan yang dia lihat, Airish dan Regan. Sebelumnya

Gavin memenag sudah mengenal Regan karena dia salah satu anak dari

ibunya, tetapi Gavin tidak pernah tahu kalau Regan juga kenal dekat dengan

Airish.
“Eh Regan, mau kencan yaa?” tanya Aninda melihat Regan yang

menggandeng tangan Airish lembut

“Mau jalan bentar kok tante, ya bolehlah kencan” jawab Regan sambil

tertawa disusul raut wajah malu Airish

“Airish?” panggil Gavin dari belakang Aninda

“A-ah Gavin ya?”

“Loh kamu kenal sama anak tante ini ya?” tanya Aninda yang

menyadari jika Airish seorang tuna netra, Airish hanya mengangguk ramah

“Airish temen Gavin sama Rava mah” celetuk Gavin dengan nada sedikit

sinis sambil melirik Regan

“Ah ya ampun, dunia kenapa sempit banget yaa. Ngomong-omong kamu

tuh cantik banget ya udah cocok deh sama Regan” balas Aninda sambil

menyentuh pipi Airish membuat sang pemilik pipi tersipu malu

Sedangkan Gavin melirik ibunya yang mengucapkan hal itu, Gavin lupa

jika ibunya tidak tahu apapun tentang Airish dan Rava. Pantas saja dia

berkata seenaknya di depan Gavin yang notabenenya teman Rava. Regan

tertawa pelan sambil melirik Gavin, seolah mengisyaratkan bahwa Regan

memperoleh satu poin tambahan perihal Airish.

“Dih mama, udah yukkk Gavin laperrr” ajak Gavin segera

“Yaudah iya-iya ayo, Regan Airish tante duluan ya”


“Gue duluan ya Rish, Gan” sahut Gavin yang dibalas gumaman Airish

Setelah pertemuannya dengan Gavin tadi Regan dan Airishkini

melajukan mobilnya pelan menuju sebuah pantai yang cukup tenang dan

terlihat indah.

“Ayo turun” ajak Regan saat ada di dalam mobil

“Wahhh kita di pantai ya” seru Airish dengan wajah tampak berbinar

“Kamu seneng?”

“Bangettt”

Regan terkekeh melihat ekspresi Airish yang terlihat sangat lucu, tangan

Regan bergerak mengacak pelan poni rambut Airish. Membuat sang empunya

menggembungkan pipinya kesal.

“Ih kak poniku jad berantakan dong”

“Iya-iya maaf, berantakan juga masi tetep cantik kok” balas Regan sambil

merapikan poni Arish. Sedangkan wajah Airish sudah merasa hangat karena

saat ini posisinya Regan berada dekat dengan wajahnya, bahkan nafas Regan

bisa Airish rasakan. Regan tersenyum melihat Airish yang terdiam mematung

dengan pipi yang bersemu merah, rasanya Regan ingin sekali mencium pipi

yang terlihat menggemaskan itu tapi tentu saja Regan masih belum berani.
“Sekarang apa yang kamu lihat?” tanya Regan saat

berada di tepi pantai bersama Airish

“Di depanku ombak dan pantai biru, lalu di

belakang ada pepohonan, ada juga anak-anak yang

masih bermain” jawab Airish

“Kamu benar, tapi masih ada yang kurang”

“Apa?”

“Ada kita berdua lagi berdiri di tepi pantai”

sahut Regan membuat Airish tersenyum

“Coba kamu berdiri sini aku mau foto kamu

terus aku kirimin ke kakakmu” pinta Regan

“Aah oke, gini kak?” tanyanya dengan tawa

pelan

“Ya, cantik”

“Ma, Airish itu siapanya Regan?” Tanya Gavin sambil memainkan

ponselnya
“Dia itu pasiennya ayah Regan, tetapi berhubung Pak Surya sedang

dinas ke luar negeri jadi tanggung jawabnya di serahkan sama Regan. Emang

kenapa?”

“Mama tau, Rava itu suka sama Airish ma” jelas Gavin

Aninda menganga kaget karena dia tidak tahu kalau salah satu anak

bandelnya itu menyukai gadis tuna netra yang terlihat sangat polos, tetapi

Aninda tidak menyangkalnya jika Airish memang cantik, baik, dan bisa

membawa orang masuk ke dalam dunianya meskipun dia tidak melihat

bagaimana dunia orang lain. Itu karena Aninda beberapa kali bertemu lalu

mengobrol dengan Airish, dan Aninda merasa sangat nyaman saat mengobrol

dengan Airish.

“Mama gak tahu itu, kenapa bisa Rava kenal sama Airish?”

“Ceritanya panjang, dan juga temen sekelas kita itu sahabat Airish”

“Hm? Yang namanya Roseanna itu ya?” sahut Aninda seraya mengingat-

ingat

“Loh mama juga kenal Anna?” ucap Gavin mengalihkan seluruh

perhatiannya menatap ibunya semangat

“Iya kenal kan sering anter Airish ke rumah sakit mama juga pernah

ngobrol kok sama dia. Kenapa emang? Semangat banget denger nama Anna”

ujar Aninda seraya menatap anaknya sedikit curiga

“Hehe gak papa ma, gimana menurut mama?”

“Apanya?”
“dia, ma”

“Siapa? Airish baik, ram..” ucapan Aninda terpotong

“Anna ma” dengus Gavin kesal dia tahu kalau ibunya sedang

menjahilinya, Aninda lalu tertawa melihat kekesalan anak semata wayangnya

itu

“Iya, Anna itu orangnya asik kok, baik banget, dia mungkin sahabat

yang paling Airish sayangi. Karena mama juga merasa kalau Anna itu juga

sayang sama Airish”

“Cocok gak mah?” tanya Gavin semangat

“Apa?” tanya Aninda sambil meledek anaknya

“Ah mama gak asik, tau ah Gavin pergi dulu mah”

“Yah elah anak mama ngambek” tawa Aninda hanya dibalas lirikan

malas dari Gavin

Gavin berjalan keluar dari ruanga ibunya, anak itu kini melajukan

mobilnya menuju ke markas biasa. Ternyata di sana sudah ada Alvan dan

Rava, melihat Rava dia jadi mengingat Airish tadi apa jadinya kalau Rava tahu

kalau Airish pergi dengan Regan.

“Sam mana?” tanya Gavin seraya mendudukan pantatnya di sofa

“Giliran ada gue nanyanya Sam, giliran ada Sam nanyanya gue. Plin

plan lu” tukas Rava yang masih memainkan PSPnya

“Etdah cemburu lo?”

“Najis!”

“Sam lagi kencan, lo gak ajak kencan Anna?” celetuk Alvan


“Berat Van, masih belum takluk”

“Cupu lo, bukan pria perkasa emang” balas Rava mengejek

“Eh sialan lo, gue suntik baygon mampus lo”

Gavin masih menatap Rava bingung apa dia harus mengatakan yang dia

lihat atau diam saja. Dia tidak tahu apa akan Rava lakukan nantinya.

“Ngapa lo liat-liat gue, jatuh cinta lo sama gue?” ucap Rava yang melirik

Gavin

“Gak sudi bangke!” balas Gavin

“Urusan Gissel udah kalian beresin?” tanya Rava

“Udah kelar, gue udah minta mereka keluarin Gissel sama Fanya”

“Bagus. Gue gak suka liat sampah di sekolah” Rava mengendikkan bahu

lega

Asal kalian tahu ayah Samudra dan Alvan merupakan donatur terbesar

di sekolah, selain itu ayah Alvan juga menjadi ketua yayasan di sekolah

mereka. Tentu saja hidup mereka sudah paket lengkap, jika ada yang berani

mengusik kehidupan mereka tentu saja ancamannya tidak akan pernah kata

main-main.

“Rav?” panggil Gavin

“Apa sayang?”

“JIJIK GUE!”

“Apasih baperan lu, ngomong pake basa basi kek cewek aja lo” sahut

Rava yang mulai kesal

“Gue tadi lihat Airish diajak pergi sama Regan, dokternya Airish”
Akhirnya kalimat itu Gavin katakan, dia tidak bisa menyembunyikan

apapun pada Rava terlebih sekarang Rava terlihat sangat serius menyukai

Airish. Sedangkan Rava terdiam seketika, PSP yang sedari tadi dia mainkan

kini hanya menjadi sasaran kekesalan Rava. Tangan laki-laki itu mengepal

keras, moodnya berubah menjadi sangat buruk saat mendengar Airish

bersama laki-laki lain.

“Kemana?” tanya Rava datar

“Gue gak tahu”

“Cih, sialan” Rava melemparkan PSPnya asal lalu meraih jaketnya

dengan kasar, dia pergi menjalankan mobilnya dengan wajah kesal.

“Kayanya gue salah ngomong deh” sesal Gavin pada Alvan

“Mati lo” ucap Alvan menakut-nakuti

“Kira-kira Rava bakal ngapain ya?” tanya Gavin ragu

Alvan hanya mengendikkan bahu lalu menyeringai hal itu semakin

membuat Gavin gusar, takut-takut kalau Rava mencari Regan dan Airish lalu

memukuli dokter muda itu di depan Airish. Semoga saja tidak terjadi hal

buruk apapun pada mereka.

“RANA! TEMENIN ABANG BELI ES KRIM YUK!” Seru Rava dari luar

kamar Rana

“Beneran kita mau beli es krim?” ucap Rana dengan wajah antusias

“Iya, kamu boleh borong semuanya kalau mau” kata Rava

“OKE AYO BERANGKAT BANG!”


Setelah pergi dari markasnya Rava tidak tahu harus kemana persaanya

sangat marah saat itu, dia sudah menarik rokoknya lalu dia gamit di ujung

bibirnya namun dia urungkan niatnya lalu memasukkan rokoknya lagi ke

dalam bungkus. Dia memilih pulang dan memperbaiki moodnya bersama

Rana, sedangkan Rava tidak mungkin menemui adiknya dengan kondisi habis

merokok jelas adiknya sangat membenci bau itu.

“Kak Airish kok gak pernah diajak ke rumah sih bang?” seloroh Rana

pada Rava yang sedang menyetir

“Rana mau Kak Airish main ke rumah?” tanya Rava

“MAU BANGET!”

“Oke besok. Abang bakal culik Kak Airish”

“Kok diculik bang? Kasihan dong. Nanti abang masuk penjara kalo

nyulik orang nanti abang jadi penjahat bang” ucap Rana polos membuat Rava

tertawa, dia lupa jika adiknya masih kecil dan belum tahu yang namanya

dagelan.

“Bercanda adek” balas Rava sambil mengacak rambut Rana

Bersama gadis kecil itu selalu bisa membuat perasaan Rava menjadi

lebih baik memang, entah mengapa kehadiran Rana membuat keluarganya

semakin hidup dan lebih berwarna itulah alasan kenapa Rava sangat

menyayangi adik kecilnya itu. Gadis manis yang memang mirip sekali dengan

mamanya, bahkan ukuran cerewetnya pun sama seperti mama Rava.


17.00

Setelah puas bersama Rana seharian kini Rava mulai merasa kelelahan

mengikuti kemauan Rana yang ingin pergi kesana-kemari. Rasanya

punggungnya sangat nyaman saat direbahkan di kasur besarnya, helaan

nafasnya serasa mengurangi beban lelah yang tadi menjalari tubuhnya. Rava

merogoh ponselnya lalu segera menelpon seseorang, pikirannya masih saja

terusik jika dia belum tahu apakah Airish sudah pulang atau belum.

“Halo”

“Halo Rava, gimana?” terdengar suara lembut dari seberang sana,

sejujurnya suara Airish membuat hati Rava berdesir pelan

“Pergi kemana tadi?” ucap Rava tanpa basa-basi

“Tadi aku dari pantai, Kak Regan yang ngajak” ucap Airish polos

“Pulang jam berapa?” tanya Rava lagi

“Sekitar jam 2”

Rasanya Rava ingin sekali marah karena Airish terlalu polos

mengatakan semuanya secara blak-blakan. Tetapi jelas saja dia tidak mungkin

langsung memarahi gadis itu, Rava harus bersyukur karena bertemu dengan

Airish yang jujur, meskipun hubungannya dengan Airish masih saja belum

jelas tetapi Rava tidak suka jika Airish pergi dengan laki-laki lain.

“Rana minta lo main ke rumah besok. Besok gue jemput”

“Ehm boleh, tapi paginya aku ada kelas. Kamu juga harus sekolah dulu

kan?” jelas Airish tanpa mendapat jawaban

“Selesai kelas jam berapa?”


“Jam 10 selesai”

“Okay, tunggu gue jam 10”

Airish sudah menduga jika Rava pasti akan tahu dirinya pergi dengan

Regan, karena Gavin pasti memberitahu Rava. Entah rasanya Airish mulai

terbiasa dengan tingkah Rava yang sering mendadak begitu saja, tapi Airish

masih belum tahu bagaimana perasaannya, apa Rava memang benar-benar

menyukai dirinya atau hanya main-main saja dia tidak tahu. Yang terpenting

saat ini Airish hanya ingin menikmatinya seperti biasa, meskipun semenjak

pertemuannya dengan Rava kehidupannya mulai berubah.

“Kamu kenapa gak sekolah?” tanya Airish saat Rava sudah

menunggunya di depan rumah

“Sekolah kok, tapi udah pulang” jawab Rava enteng

“Kok bisa?”

“Hari bebas mau ngapain kalo gak pulang?”

Airish hanya membulatkan mulutnya sambil mengangguk, benar saja

Anna sering malas pergi ke sekolah saat hari bebas setelah ujian kenaikan

kelas. Setelah berpamitan dengan Aldrich Rava membawa Airish pulang ke

rumahnya, sebenarnya sejak pagi Rana sudah menagih janjinya pada sang

kakak tetapi Rava pura-pura lupa dan mengatakan bahwa Airish tidak bisa

datang hari ini.

“Siang everybodyyy! Abang Rava yang paling ganteng sedunia pulang”

seru Rava sambil menggandeng Airish masuk


“Ih kamu masuk bukannya salam yang bener juga” celetuk Airish

“Gak papa sayang, kan di rumah sendiri” ucap Rava diselingi tawa

“Bang? Kok udah pulang? Loh ada Airish” seru ibu Rava dari arah dapur

sambil menghampiri Airish lalu memeluk erat gadis itu

“Iya, Selamat siang tante” balas Airish lembut

“Duh pasti Rava yang culik kamu ke sini yaaa?”

“Airisnya yang minta diculik ma” ujar Rava membuat Airish

membulatkan mata hazelnya

“Hahaha, yaudah sini Airish masuk dulu ke ruang tengah” ajak Rara

sambil menggandeng Airish

Airish benar-benar merasa beruntung karena selalu dipertemukan

dengan orang-orang yang masih peduli dan baik dengannya. Meskipun

beberapa dari mereka pada akhirnya memanfaatkan Airish, itu alasan Aldrich

dan Edgar ayahnya selalu memperhatikan siapa saja yang berteman dengan

Airish, bukan untuk tujuan lain hanya saja mereka tidak mau Airish

mendapat kesulitan dari orang-orang yang tidak memiliki hati seperti itu.

“Ma, Rana mana?” tanya Rava

“Adekmu itu lagi ngambek dari tadi pagi, mama juga gak tau tuh” jawab

mama sambil mengendikkan bahu tidak tahu

Rava tidak tahu kalau adiknya masih kesal dengan Rava yang pura-pura

lupa perihal Airish, adiknya memang sedikit keras kepala sama seperti Rava.

Rava mengetuk beberapa kali kamar gadis kecil itu tetapi dia tidak mendapat
jawaban, justru Rava mendengar adiknya seperti sedang menggerutu kesal

pada kakaknya.

“Dek, ayo turun dong. Abang kasih sesuatu deh” bujuk Rava

“Abang tukang bohong, pasti sekarang juga bohongin Rana lagi” kesal

Rana

“Enggak, makanya kamu turun. Buruan”

Bujukan Rava akhirnya membuahkan hasil, Rana terlihat lucu saat

membuka pintu kamarnya dengan wajah tertekuk karena marah pada

kakaknya. Rava tersenyum melihat betapa adiknya sangat menggemaskan,

laki-laki itu kini berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Rana.

“Maafin abang ya, ayo turun” ucap Rava sambil mengelus pelan pipi

Rana

“Gendong” balas Rana dengan nada ketus

Setelah menuruni tangga, mata Rana menangkap seseorang yang tengah

duduk di ruang tengah bersama mamanya. Ekspresinya langsung berubah

saat melihat tamu yang datang ke rumahnya, Rana langsung memeluk girang

kakaknya dari belakang gendongannya.

“Gimana udah gak marah sama abang?”

“Enggak! Eh masih marah” seru Rana

“Loh kenapa?” tanya Rava bingung

“Abang sih bohong” Rava tertawa mendengar jawaban polos adiknya

“Iya iya abang minta maaf yaaa sayang” balas Rava dan dijawab

anggukan oleh Rana


“KAK AIRISHH” pekik Rana seraya bergerak menurunkan diri dari

gendongan Rava. Gadis itu langsung berlari memeluk Airish

“Ranaaa, gimana kabarnyaa?” jawab Airish seraya memeluk Rana

“Rana baik kak. Rana kangen sama Kak Airish”

Airish tertawa mendengar ungkapan Rana, entah kenapa Airish sangat

mudah bergaul dengan anak-anak. Seolah membuat mereka merasa nyaman

adalah keahlian Airish, mama Rana pun hanya menggeleng kepala pasrah.

Saat hari sudah mulai sore Airish meminta Rava mengantarnya pulang,

setelah cukup lama menemani Rana bermain rasanya puas sekali bisa

bercerita banyak dengan Rana mengenai banyak hal termasuk Rava, Airish

tertawa lucu saat mendengarkan Rana bersemangat sekali saat bercerita

tentang tingkah konyol kakaknya.

“Tadi Rana bilang apa aja pasti ngomongin gue?” tanya Rava

“Mau tau banget sih” tawa Airish pelan

“Iyalah, nih kuping panas diomongin kalian berdua”

“Itu mah emang banyak yang gosipin kamu aja”

“Dih namanya juga orang ganteng pasti banyak yang ngomongin”

“Ganteng se kebun binatang ya?” jawab Airish sambil tertawa

Entah kenapa Rava merasa hari ini Airish lebih sering tersenyum dan

tertawa membuat Rava selalu ikut tersenyum lega. Dan gadis yang kini duduk

jok sebelah Rava terlihat sangat cantik, matanya yang menatap lurus ke depan

meskipun tak terlihat apaun di matanya, senyum tipis masih terukir di bibir
gadis itu, tanpa sadar tangan Rava bergerak menyentuh pipi Airish membuat

gadis itu sedikit tersentak membuat Rava sadar lalu mencubit pipi Airish.

“Awww Rava ih sakit” seru Airish kesal

“Nih hukumannya karena ngomong sembarangan” ucap Rava sambil

masih mencubit gemas pipi Airish, membuat sang pemilik pipi kini tertawa

diikuti tawa Rava.


PART 9

Beberapa minggu setelah Airish pergi ke rumah Rava, Rava menjadi

lebih sering menghubunginya. Bahkan seringkali menawarkan diri mengantar

Airish ke rumah sakit dengan banyak alasan, tetap Airish tahu jika Rava

harus sekolah dan dia tidak ingin membuat Rava membolos hanya karena

mengantarnya ke rumah sakit.

“Gue mau nganter lo ke rumah sakit” ucap Rava saat datang ke rumah

Airish

“Kan udah aku bilang kamu itu harusnya sekolah, Rava”

“Gue gak terima penolakan lagi” ucap Rava tegas

Akhirnya Airish mendengus pasrah, toh Aldrich memang tidak bisa

mengantarnya hari ini. Hening tercipta di mobil Rava, aroma tubuh Rava

tercium jelas di hidung mancung Airish.

„Wangi‟ pikir Airish sambil tersenyum

“Kenapa senyum-senyum sendiri?

Seneng kan gue anter?”

“Gak tuh”

“Oh gak suka gue anter?” tanya Rava

“Bukannya gak suka juga Rava”


“Berarti suka kan, yaudah sakarang lo pacar gue” ucapan Rava

membuat Airish memukul lengan laki-laki itu pelan

Rava hanya tertawa melihat gadis itu, sebenarnya dia tidak tahu pasti

bagaimana perasaan Airish padanya dia hanya merasa bahwa gadis itu

mungkin belum percaya sepenuhnya dengan dirinya tetapi Rava masih terus

berusaha agar gadis cantik itu bisa percaya dengannya.

“Gue suka sama lo, itu serius Airish” ucap Rava serius

Airish menundukkan kepalanya terdiam, dia bahkan mendengar degup

jantungnya sendiri saat ini, wajahnya sedikit merona mendengar ucapan Rava

yang kesekian kalinya.

“Lo tahu? rasanya gue marah kalau lo lagi sama cowok lain Airish, gue

gak suka” celetuk Rava dengan raut kesalnya

Mendengarnya membuat Airish tertawa, jujur saja saat ini dia tidak bisa

mengendalikan perasaannya lagi, Rava benar-benar mengatakan

kekesalannya. Rasanya Airish ingin melihat wajah kesal Rava saat ini lalu

mencubit pipi laki-laki itu.

“Kenapa ketawa?” tanya Rava

“Aku kan gak ada apa-apa sama mereka, aku juga gak suka sama

mereka” balasan Airish membuat Rava menaikkan sebelah alisnya, dia tidak

menyangka jika Airish akan memberikan penjelasan padanya jelas saat ini

senyumnya mengembang sempurna.


“Termasuk Regan?” tanya Rava memastikan

“Ha? Ya ampun, Kak Regan itu kan dokter aku Rava”

“Berarti gak suka sama Regan kan?”

“Enggak Rava” jawab Airish mantap

“Berarti suka gue?” ucap Rava sambil

melihat gadis di sebelahnya

Airish terdiam tak mampu mengatakan

apapun, wajahnya menunduk menahan rona

merah yang menyerang pipinya. Senyum tipis di

wajah gadis membuat Rava ikut tersenyum, dia

tahu bahwa gadis itu sedang malu-malu.

Tangannya bergerak mengelus pipi Airish pelan dengan punggung tangannya,

Airish tidak lagi kaget dengan perlakuan Rava karena yang dia rasa sekarang

hanya nyaman bersama Rava.

Setelah mobil Rava sudah sampai di parkiran rumah sakit, dia menatap

Airish. Airish terdiam menunggu Rava keluar dari mobil tetapi dai masih

merasa bahwa Rava masih duduk di sampingnya.

“Kamu lagi liatin aku ya?” tanya Airish sambil menggaruk pipi yang

tidak gatal
“Liatin pacar sendiri emang gak boleh?” jawab Rava masih dengan

senyum di wajahnya

“Ravaaaa, jangan dilihatin aku malu” ucap Airish sambil menutup

wajahnya dengan kedua tangannya.

Rava tertawa melihat Airish salah tingkah seperti itu, Rava menggerakan

tangannya menyingkirkan tangan Airish dari wajah cantiknya. Dengan gerak

cepat Rava mengecup pipi Airish, membuat gadis itu sedikit menahan nafas

karena kaget. Ya, kini Airish benar-benar kaget dan gadis itu yakin sekali jika

wajahnya pasti sudah merah padam.

“Ravaaaa” ucap Airish malu

“Tanda aja kalo Airisih itu milik Rava” jawab Rava lalu segera keluar dari

mobil dan belari membukakan pintu untuk Airish

Dengan cepat Rava menggenggam tangan Airish menuntun gadis itu

berjalan masuk ke rumah sakit. Rasanya berjalan di rumah sakitpun terasa

berjalan di taman penuh bunga, mungkin itulah perumpamaan bagi Rava dan

Airish saat ini.

“Airish wajah kamu merah, kamu sakit?” tanya Regan saat di

ruangannya

“E-enggak kak”
“Terus kenapa? Iya kok gak panas” tangan Regan menyentuh dahi Airish

membuat gadis itu berjengat kaget

“Tadi kegerahan aja kak dari luar, makanya gini deh” jawab Airish asal

Regan mengangguk lalu mengantar Airish keluar dari ruangannya, mata

Regan bersikuku dengan seseorang yang menunggu Airish di luar ruangannya.

Pandangannya berubah tidak suka dengan laki-laki yang kini berdiri di

depannya dan Airish.

“Kamu bareng Rava?” tanya Regan

“Iya kak, aku ke sini bareng Rava tadi. Kalau gitu aku sama Rava pulang

dulu ya” pamit Airish

Rava menatap Regan lalu meleparkan seringai kemenangan di wajahnya

saat dia menggenggam tangan Airish menjauh dari Regan, tangan laki-laki itu

terlihat mengepal kuat melihat Airish dengan Rava rasanya Regan ingin

membuang Rava hingga ke bulan tetapi dia tahu bahwa saat ini dia sedang

bekerja di rumah sakit dan dia masih harus dituntut professional.

“Habis ini mau kemana?”

“Enggak tau mau kemana, lagian kamu kan bolos nanti ketahuan

temen-temen kamu” jawab Airish

“Enggak aka nada yang berani sama Ravandra, Airish”


“Rava!” panggil seseorang dari belakang Rava dan Airish membuat laki-

laki menengok ke belakang dan mendapati Aninda yang memanggilnya

“Tante Nindaa”

Aninda menghampiri keduanya lau tersenyum, sepertinya yang

dikatakan Gavin anaknya memang benar kalau Rava menyukai Airish. Melihat

Rava dan Airish entah kenapa dia merasa senang, salah satu anak laki-laki

bandelnya yang biasa mengajak banyak cewek random kini menemukan

seseorang yang benar-benar dia suka.

“Halo cantikkk, ketemu lagi” ucap Aninda sambil menyentuh pipi Airish,

gadis itu mengangguk dengan senyum manis yang mengembang di wajahnya.

“Tante udah kenal Airish?” tanya Rava

“Kamu kalah start, tante udah kenal Airish duluan hmm” jawab Aninda

“Airish ini pacar aku tan, gimana tante cocok kan sama Rava?” tanya

Rava

Aninda tertawa pelan melihat ekspresi gadis di sebelah Rava yang

terlihat tersipu malu

“Kalian cocok ganteng sama cantik, udah pas kok. Tante seneng lihat

kalian berdua” ucap Aninda seraya mengelus pipi Rava dan Airish bersamaan

“Tuh kan Tante Ninda aja bilang gue ganteng percaya deh” ujarnya pada

Airish
“Mulai lagi deh ini anak, kalau Rava bandel di jewer aja telinganya atau

nanti bilang sama mamanya Rava atau sama Tante Ninda ya Airish” kata

Aninda

“Iya, tante nanti Airish cubit aja kalau dia bandel” ucap Airish sambil

tertawa

“Kalian sungguh terlaluuu” ucap Rava dengan nada dibuat sedih


PART 10

Di sekolahan yang sudah terlihat sepi 3 siswa laki-laki dengan

perawakan tinggi dan tegap masih saja duduk di memandangi murid yang

berlalu lalang keluar dari sekolah.

“Bosen banget gak ada Rava, gue kangen Rava njir” ucap gavin yang

mendesah malas

“Vin, mangsa lo tuh” ucap Sam saat menunjuk Anna yang berjalan

sendirian sambil menatap layar ponselnya

Gavin menyeringai senang, tetapi ada yang aneh dari raut wajah Anna

saat menatap ponsel miliknya sambil mengetik pesan. Gavin menghampiri

gadis itu lalu merebut HP yang sedari tadi Anna pegang, gadis itu

membulatkan matanya kesal melihat siapa yang menganggunya.

“Ih Gavin balikinnnn” ucap Anna sambil berjinjit mencoba meraih ponsel

di tangan Gavin

“Ngapain sih jalan pake liat HP terus?” Gavin mencoba melihat layar

ponsel Anna dan matanya memicing kesal melihat pesan yang ada di

dalamnya

“Ih Gavin balikin, gue lagi kesel jangan bikin tambah kesel deh”

“Ini siapa?” nada bicara Gavin berubah seketika menjadi datar dan

dingin
“Tau tuh, orang gila” jawab Anna malas

Jelas saja Gavin merasa kesal melihat pesan sejak tadi di balas Anna, isi

pesan itu adalah seseorang yang mengajak Anna bertemu di depan

sekolahnya, sedangkan balasan Anna adalah sebuah penolakan. Saat Gavin

mencoba menscroll pesannya dapat di simpulkan bahwa orang itu menyukai

Anna tetapi Anna dengan jelas menolaknya. Hanya saja orang itu masih

bersikeras mendekati Anna, bahkan saat ini orang itu sedang menunggu Anna

di depan sekolah.

“Gavin, sini deh balikin. Gak sopan baca pesan orang lain” ronta Anna

semakin kesal

“Kata siapa lo orang lain, Lo pacar gue

sekarang. Sekarang kita beresin orang ini” ucap

Gavin lalu menarik Anna pergi ke depan

sekolahan. Anna melebarkan matanya lalu

menggerutu di belakang Gavin, perasaannya

sudah sangat kesal kini Gavin selalu dengan

seenaknya bertindak.

Alvan dan Samudra mengikuti Gavin dan Anna dari belakang, lalu

memperhatikan apa yang akan Gavin lakukan. Gavin melihat profil orang yang

mengajak Anna ketemuan, lalu mengedarkan pandangannya sambil masih

menggenggam tangan Anna. Saat dia menemukan orang itu, Gavin segera

menghampirinya lalu menatap orang iu tajam.

“Lo yang ngirim chat ini ke Anna?” tanya Gavin pada laki-laki itu
“Siapa lo?” tanya laki-laki itu

“Gue, pacar Anna. Tadinya gue masih sabar liat lo chat pacar gue, tapi

kalo gini kayanya gue gak bakal tinggal diem” ucapan Gavin terkesan dingin

Anna hanya terdiam mendengar Gavin, begitu juga Sam dan Alvan yang

bediri di belakang mereka berdua. Laki-laki itu melirik ke arah Alvin dan

Samudra yang bersedekap tangan di belakang Anna dengan pandangan tajam

laki-laki itu segera mendecih kasar lalu pergi mengendarai motor sport

hitamnya. Anna mengehela nafas lega melihat orang itu pergi, Gavin melirik

Anna bingung.

“Siapa itu?” tanya Gavin dengan tatapan seolah menuntut jawaban

“Dia satu SMP sama gue, dari dulu ngejar-ngejar gue gak jelas gitu” jelas

Anna pada Gavin

“Tunggu! Ngapain gue cerita sama elo sih apa urusannya coba” rutuk

Anna

“Sekarang kan lo jadi pacar gue”

“OGAH” pekik Anna

Alvan dan Samudra hanya melihat keduanya berdebat, mereka sedikit

menyesal mengikuti Gavin karena mereka pikir Gavin akan memukuli orang

dilihat dari ekspresi Gavin yang sudah memasang wajah dinginnya. Ekspresi

itu selalu Gavin tunjukkan jika sedang marah atau saat akan berkelahi, maka

dari itu Alvan dan Samudra mengikuti Gavin dan di sinilah keduanya

terdampar melihat pasangan yang sedang beradu mulut.

“Gue cuma bantuin lo lepas dari orang kaya gitu” sergah Gavin
Anna terdiam mengingat kejadian tadi memang ada baiknya juga jika

Gavin tetap berlaku seperti pacarnya. Mungkin itu bukan hal buruk, hanya

sebagai alasan keamanan.

“Bisa gasih urusan rumah tangga diselesaikan di rumah?” sela Sam

yang melihat Gavin dan Anna

Anna melempar tatapan tajamnya ke arah Sam dan membuat sang

empunya meringis sambil menggaruk belakang kepala yang tidak gatal.

Sedangkan Alvan hanya menatap Anna ngeri, bagaimanapun Anna adalah

salah satu gadis yang sangat mengerikan saat marah.

Akhirnya Anna bisa merebahkan tubuhnya dengan tenang, rasanya dia

ingin sekali menemui sahabatnya cantiknya. Setelah mandi dan berganti

pakaian Anna merogoh tasnya mencari ponsel pintarnya, sayangnya dia tidak

menemukan benda itu di dalam tas. Anna menepuk dahinya lalu merutuki

kebodohannya yang lupa mengambil kembali HPnya dari Gavin sedangkan

sekarang hari sudah mulai petang. Akhirnya Anna pergi ke rumah Airish dan

kebetulan sekali Rava masih ada di sana, sepertinya keberuntungan masih

menyertainya.

“IRISH! Help me” pekik Anna sambil memeluk Airish manja

“Eh-Eh gak sopan main peluk pacar orang lo” celetuk Rava

“Hah pacar? Airish bisa jelaskan apa yang nggak gue tahu di sini”

“Yang gak lo tahu cuma Airish sekarang pacar gue, paham?” balas Rava
“Gue nanya Airish, dasar centong nasi” kata Anna kesal

Airish hanya tertawa

“Kamu kenapa?” tanya Airish pada sahabatnya itu

“HP gue kebawa Gavin” kata Anna sambil memasang wajah sedih

“Eh Rav, cepet telpon Gavin suruh ngembaliin HP gue donk” kata Anna

memaksa

“Lo minta tolong apa malak sih? Gak ada anggun anggunnya” cela Rava

“Aku minta tolong ya Rava yang paling ganteng sedunia … setan” ucap

Anna sambil tertawa, tetapi Rava masih belum mau menelpon Gavin

“Udah dong Rav, telponin Gavin coba kasian Anna” pinta Airish

“Oke oke”

Setelah menelpon Gavin, Gavin justru menyuruh Anna untuk

mendatangi rumahnya. Anna semakin kesal mendengarnya, bagaimana bisa

ada laki-laki semenyebalkan mereka. Entah kenapa Anna bisa satu kelas

dengan empat setan itu batin Anna. Rava memberi tahu alamat rumah Gavin

pada Anna, dia terpaksa harus pergi ke rumah Gavin karena Rava tidak mau

mengantarnya.

“Bentar, kok HP lo bisa ke bawa Gavin?” tanya Rava bingung

“Kepo aja lo urusan orang” gerutu Anna

“Hmm, kayanya mereka pacaran deh” bisik Rava pada Airish namun

masih terdengar Anna

“Gue denger anjir, lo gausah ngeracunin Irish gue”


“Kamu katanya mau ambil HP ntar keburu malem loh” ucap Airish

seraya melerai kedua orang itu

Akhirnya Anna pamit pada Airish dan pergi menggunakan ojek online

yang dipesankan oleh Rava. Dengan langkah ragu Anna mendekati rumah

besar Gavin, dia sedikit takjub melihat betapa megahnya rumah Gavin hampir

mirip dengan rumah Airish.

Anna memencet bel yang ada di

sebelah pintu dengan ragu, saat pintunya

terbuka di sana tampak seorang wanita

paruhbaya yang menyilahkannya masuk. Dia

adalah pembantu di rumah Gavin, bahkan

untuk ukuran pembantu bajunya cukup bagus pikir Anna.

“Bentar ya non duduk sini dulu, saya panggilin tuan” ucap wanita itu

“Iya bu, makasih ya”

Saat Gavin turun menuju ruang tamu dia

melihat Anna sedang melihat foto keluarga yang

terpampang di dinding sambil tersenyum geli.

Gavin mengamati gadis itu dengan seksama.

„Manis‟ pikir Gavin

“Woy, terpesona lo sama gue?” seru Gavin

membuat Anna terkejut

“Males banget, mana HP gue buruan”


“Buru-buru amat, lagi main di rumah pacar sendiri juga”

“Minta gue lempar kulkas lo? Ngeselin” Gavin tertawa mendengar

balasan Anna, dia benar-benar heran dengan gadis ini saat gadis lain memuja

dan meneriakkan kekagumannya pada Gavin berbeda dengan teman Airish ini

justru sering melempar umpatan pada Gavin, dan anehnya Gavin suka itu.

Setelah melakukan transaksi dengan HP milik Anna, kini Gavin

mengantar Anna pulang karena hari memang sudah malam. Meskipun Anna

menolak tetapi Gavin jelas tidak mau lagi dibantah, ucapan tegas Gavin

membuat Anna terdiam dan menurut. Dalam hati Gavin tersenyum bangga

bahwa dia menemukan cara menaklukan gadis ini.

“Bol, cebol nglamunin gue ya?” ucap Gavin membuyarkan lamunan

Anna

Anna langsung mencubit lengan Gavin keras jelas membuat laki-laki itu

meringis, lalu tertawa melihat wajah Anna yang terlihat lucu kesal. Tanpa

sadar Anna memandang Gavin yang tertawa, sejujurnya Anna seringkali

merasa aneh pada dirinya saat Gavin tersenyum atau tertawa Anna ingin

mengakui bahwa lelaki itu memang, hm tampan. Dan Anna akan merasa sepi

saat sehari saja Gavin tidak menganggunya, sekarang wajah Anna sedikit

memerah saat melihat tawa Gavin.

“Inget sekarang lo pacar gue, Roseanna” ucap Gavin

“Cuma buat nolongin gue”

“Terserah”
PART 11

Airish memasang wajah bosannya saat pelajarannya sudah selesai 2 jam

yang lalu, berulang kali dia mendesah malas menunggu Rani yang belum

pulang sekolah dan Aldrich yang pergi ke kantor. Rava bilang dia akan

menemui Airish nanti sore jadi masih ada banyak waktu kosong bagi Airish.

Akhirnya Airish memutuskan berjalan-jalan keluar, suasana sedikit

mendung dan angin lebih lembut menyapa Airish. Gadis itu mengembang saat

Alex sang penjaga rumah membukakan pintu gerbang untuknya, pria yang

sudah bekerja dengan ayahnya sejak Airish kecil itu sudah Airish anggap

seperti keluarganya sendiri.

“Perlu saya antar tidak non?” tanya orang yang kerap di sapa Om Alex

itu

“Gak usah om, kaya gak tahu Airish aja”

“Kalau gitu hati-hati ya non” pesan Alex pada anak majikannya itu

Airish berjalan pergi ke toko es krim tempat biasa dia pergi dengan Rani,

bahkan sang penjaga toko swalayan sudah hafal betul dengan Airish.

“Eh non Airish, mau beli es krim kan?” tanya si penjual

“Iya Bu Ema, yang kaya biasa ya 1 aja dulu”

Setelah menerima es krim dan membayarnya Airish duduk di kursi yang

ada di depan toko, di depan toko swalaya itu memang tersedia beberapa kursi
dan meja sebagai fasilitas swalayan itu. Saat Airish

memakan es krimnya dengan tenang, indra

pendengaran Airish menangkap suara seseorang yang

tengah mengerang kesakitan, gadis itu bangkit sambil

mengarahkan tongkatnya lalu mencari sumber

suaranya dia mengikuti indra pendengarannya dengan

baik hingga sampai di gang sempit sebelah toko.

Airish mendekat, kini dia mencium aroma parfum Burberry Brit Men Woody

yang tercampur dengan aroma rokok, dan ada sedikit bau darah membuat

Airish semakin mendekati orang itu.

“Kamu gak papa??” tanya Airish seraya berjongkok di depan orang itu

“Arghhh, s-siapa lo? Pergi!” bentak laki-laki itu seraya memegangi

bahunya yang terluka dan mengeluarkan darah, membuat Airish sedikit kaget

namun dia tahu bahwa suara itu jelas nada kesakitan. Tanpa membalas

perkataan orang itu Airish bangkit lalu meninggalkan orang itu sendirian,

Airish kembali masuk ke dalam toko dan membeli obat merah, perban, dan

plester.

“Buat apa non beli ginian?” tanya Bu Ema

“A-ah, ada perlu bentar bu. Hehe makasih ya” balas Airish

.
Askar sudah kabur dari kejaran para preman yang memukulinya tadi dan

berhasil membuat bahunya tergores pisau milik preman-preman itu. Kini

berakhirlah dirinya di sebuah gang sempit yang cukup menyembunyikan

dirinya, beberapa kali dia mengerang kesakitan menahan nyeri di bagian perut

karena tendangan kuat preman itu. Askar duduk lemas sambil mengatur

nafasnya, namun rasa nyeri kembali menyerang laki-laki itu saat bahunya

menggesek tembok.

“Kamu gak papa??” tanya seorang gadis seraya berjongkok di depan

orang itu

“Arghhh, s-siapa lo? Pergi!” bentak Askar

Saat Askar membentaknya dia baru sadah bahwa gadis di depannya itu

buta, lalu bagaimana dia bisa menemukan Askar di sini? Batin Askar.Askar

melihat gadis itu pergi tanpa menjawab apapun, meninggalkan dirinya yang

tengah terkapar penuh luka.

“Nih, diobatin” ucap Airish seraya menyerahkan bungkusan obat itu

para Askar

“Gue gak butuh!” ucap Askar keras, jujur saja Airish sangat benci jika

ada orang yang berbicara dengan nada tinggi padanya. Itu karena dia masih

memiliki pendengaran yang sangat tajam, jadi saat orang berteriak rasanya

suaranya menjadi berkali-kali lipat lebih keras didengar.


“Kamu itu lagi sekarat aja masih nolak bantuan orang, gimana sehatnya

pasti bikin kesel orang” celetuk Airish tanpa sadar

“Apa lo bilang?”

“Udah nih, diobatin daripada bentak-bentak terus”

Askar masih belum menerima obat itu dari tangan Airish, membuat

gadis itu ikut berjongkok lalu mencari tangan Askar. Gadis itu meraih tangan

Askar lalu meletakkan obat ditangannya, Askar bisa melihat dengan jelas

wajah cantik Airish dari jarak dekat.

“Kamu bisa kan pake obatnya sendiri? Maaf aku gak bisa bantuin

kamu” ucap Airish sambil tersenyum pada Askar

Deg. Askar tertegun saat melihat seyuman gadis tuna netra itu, matanya

menelisik wajah gadis itu. Askar menyadarinya jika gadis di depannya itu

memang cantik, sepertinya Askar sedikit tertarik dengan pemandangan di

depannya.

“Yaudah aku pergi dulu” Airish segera bangkit dari tempatnya

“Tunggu!” tangan Askar menahan Airish cepat, membuat darah yang

ada di tangannya menempel sedikit di lengan kardigan Airish

“Kenapa lagi?”

“Bisa bantuin gue pegangin obatnya, ntar gue yang pasang perbannya,

tangan kanan gue luka” ucap Askar pada Airish


“Yaudah ayo kita duduk di depan toko aja” ajak Airish

Airish berjalan di depan Askar menggandeng laki-laki itu untuk duduk

di depan toko. Askar mulai membersihkan lukanya sendiri, di sebelahnya

Airish menunggu laki-laki itu.

“Bisa peganingin ini bentar?” tangan Askar menyerahkan perbannya

pada Airish

“Kamu bisa pasangnya kan?” tanya Airish

“Hn, bisa”

“Oh iya sekarang jam berapa?”

“Jam 4” ucap Askar, lalu Airish segera bangkit dari duduknya lalu

meraba tongkatnya untuk pulang, tetapi lagi-lagi tangannya dicekal Askar.

“Apa lagi?”

“Nama?” tanya Askar singkat

“Ha siapa?”

“Siapa nama lo?”

“O-oh Airish. Udah kan aku mau pulang”

“Gue Askar, makasih ya” balas Askar sambil tersenyum pada Airish
Airish mengangguk lalu pergi dari toko itu, setelah berjalan cukup jauh

Askar mengikuti gadis itu dari belakang. Airish pernah mengalami hal ini dulu

saat bertemu dengan Rava, dan sekarang Askar juga melakukan hal yang

sama, mereka mengira Airish tidak tahu. Airish menghentikan langkahnya lalu

menghadap ke belakang pada Askar.

“Gak perlu ngikutin aku, kamu mending pulang sana” ucap Airish

“Kok lo bisa tahu?”

“Aku cuma buta, enggak tuli dan masih bisa kecium bau tubuh kamu”

jelas Airish sambil mendengus kesal

Askar mendecak kagum dengan gadis itu, entah kenapa seluruh

atensinya kini ada pada gadis yang baru saja dia temui. Sepertinya dia

memang tertarik dengan gadis itu, dan dia memutuskan untuk mengantar

Airish sampai ke depan rumahnya. Sepertinya memang Askar akan

berhadapan dengan seseorang yang selalu menjadi rivalnya sejak dulu.

“Kak Airish, ada mas motor setan tuh di depan” ucap Rani

Airish hanya tertawa mendengar penuturan Rani, ya Rani memang

selalu menyebut Rava dengan Mas Motor Setan. Setelah tadi Askar

mengikutinya sampai depan gerbang rumahnya laki-laki itu langsung pergi,

entah bagaimana ceritanya dia bisa sampai terluka seperti itu Airish tidak

tahu dan memang tidak mau tahu.


“Kita keluar yuk” ajak Rava

“Mau kemana?”

“Rahasia”

Rava menarik tangan Airish untuk

masuk ke dalam mobil sport hitam miliknya.

Rava menatap lekat wajah gadis itu, rasanya

dunia hanya berporos pada gadis tuna netra

itu, senyum Rava lagi-lagi mengembang

melihat Airish.

“Rav?”

“Iya sayang” balas Rava lembut

“Kamu gak lagi natap aku kan?” tanyanya membuat Rava terkekeh

“Kamu emang selalu tahu yaa” ucap Rava sambil mencubit pelan pipi

Airish

Airish menyadari bahwa panggilan lo gue dari mulut Rava kini tidak

terdengar lagi dari mulut Rava. Airish tidak merasa terganggu dengan hal itu

karena baginya aku dan kamu terkesan lebih sopan dan lebih dekat.

“Kenapa?”

“Apa?”

“Huh, kenapa kamu harus suka sama aku? Aku yakin yang ngejar kamu

banyak yang cantik dan pastinya mereka sempurna Rava” ucap Airish seraya

menyenderkan kepalanya di kursi mobil Rava.


“Emang banyak kok yang ngejar aku, aku ganteng sih” ucap Rava

enteng lalu mendapat pukulan ringan di lengannya

“Apa masih perlu ku jawab?” tanya Rava balik

“Ya masa aku yang harus jawab” dengus Airish kesal

Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit Rava dan Airish kini

sudah sampai di depan Panti Asuhan Kasih Bunda. Airish masih menunggu

jawaban Rava, tetapi laki-laki itu sepertinya sedang berfokus pada setir

kemudinya. Lalu mobil mereka kini sudah berhenti dan mesinnya pun sudah

padam.

“Masih nunggu jawabanku?” tanya Rava

“Ya ampun, dari tadi aku nungguin kamu ngomong Rava”

“Cieee yang lagi nungguin aku” ledek Rava sambil mencolek dagu Airish

“Ish gatau ah, yaudah ayo turun” Airish sudah mengerucutkan bibirnya

kesal

“Karena aku sayang sama kamu, Airish. Aku gak peduli dengan mereka

yang kamu anggap sempurna. Karena buat aku kamu lebih istimewa” ucap

Rava dengan nada terdengar serius

Airish terdiam mendapat jawaban seperti itu, perasaannya dibuat

terbang saat mendengar nada keseriusan dari Rava. Airish tidak bisa lagi

mengendalikan perasaannya, rasanya banyak sekali kupu-kupu terbang di

dalam hatinya.

“Yaudah kalo gitu ayo kita turun, kita udah ditunggu” ucap Rava sambil

mengajak Airish
.

“Kak Rava!” panggil anak-anak dari halaman panti

“Halo semuaaa, Kak Rava dateng sama kakak cantik nih. Pada mau

kenalan gak?” seru Rava

Anak-anak yang sedari tadi bermain kini berhamburan menghampiri

Rava dan Airish. Wajah polos mereka menatap Airish yang sedari tadi

menggandeng Rava, Airish lalu tersenyum manis pada anak-anak itu.

“H-halo nama kakak Airish” ucap Airish malu-malu

“Kak Airish pacarnya Kak Rava ya?” celetuk salah satu dari anak-anak

itu

“Iya dong, gimana cantik kan?” balas Rava sambil terkekeh

“CANTIK, CANTIK BANGET!” seru anak-anak itu

“Bun, bundaaa ada Kak Rava sama pacarnyaaa!” seru salah satu anak

itu memanggil bunda, bunda adalah salah satu pengurus panti asuhan ini.

dan menjadi satu-satunya ibu tertua di tempat ini.

"Eh Rava, sama?”

“Kenalin bun, namanya Airish” ucap Rava seraya mengarahkan tangan

Airish untuk menjabat tangan bunda panti itu. Seketika Fatma, nama bunda

panti itu menganggukkan kepalanya paham mengenai kondisi Airish yang

tidak dapat melihat. Fatma mengelus pelan pipi gadis itu membuat senyum

Airish merekah manis.

“Rava memang gak salah pilih ya, cantik”


“Tuh kan denger sendiri, aku tuh gak salah pilih Airish” ucap Rava pada

Airish

“Loh kenapa emang?” tanya Fatma sambil tertawa

“Airish masih gak percaya sama Rava tuh bun” adu Rava pada Fatma

Wanita yang berusia 45 tahun itu hanya tertawa mendengar ucapan

Rava, lalu Fatma segera menggenggam tangan Airish lalu berbisik di telinga

gadis itu.

“Rava itu baik, percaya sama bunda. Kalau nakal banyak yang bakal

hukum Rava kok” bisikan Fatma membuat Airish tertawa pelan

“Iya bun, makasih ya” balas seraya memeluk Airish

“Ngomongnya pake bisik-bisik segala sih” sungut Rava dengan nada

kesal

“Anaknya Bunda Rara ngambekan nih”

Setelah cukup lama berbincang Fatma mengajak Airish dan Rava masuk

ke dalam, Airish bahkan sudah diajak bermain dengan anak-anak panti

terlihat sekali bahwa Airish pandai bergaul dengan anak-anak kecil. Rava

melihat Airish yang tertawa lepas membuat hatinya ikut bahagia, rasanya

sesederhana ini membuat Airish bahagia. Tidak perlu membelikannya tas

mahal, sepatu, dan barang mewah seperti banyak gadis yang mendekati Rava

lakukan. Semuanya hanya melihat wajah Rava yang tampan membuat

eksistensi mereka meningkat dan juga tidak jarang mereka mendekati Rava

karena hartanya yang berlimpah.


“Airish juga tidak punya mama sama seperti anak-anak di sini bun, tapi

Rava harap bunda bisa menjadi ibu untuk Airish juga” ucap Rava pada Fatma

“Kamu sayang banget sama Airish ya?” tanya Fatma

Rava mengangguk sambil terus menatap Airish yang masih bercerita

dengan anak-anak panti.

“Bunda harap kamu tidak mengecewakan dia Rava, selagi ada masalah

maka selesaikan dengan baik ya nak” pesan Fatma seraya merangkul tubuh

Rava.

Sedikit cerita, jadi Fatma ini sudah Rava anggap seperti ibunya sendiri

itu terjadi saat Rava kecil yang pernah tersesat dari ayah dan ibunya ketika

baru saja pindah ke kota ini hingga berakhirlah Rava dibawa pada Bunda

Fatma, selama 3 hari dia hidup di panti asuhan sampai akhirnya ayah dan

bunda Rava menjemputnya. Rara, ibu Rava sangat berterima kasih pada

Fatma karena sudah merawat Rava dengan baik. Dan hubungan ini berlanjut

hingga Rava beranjak dewasa seperti sekarang, bahkan selama ini ayah Rava

lah yang menjadi donatur terbesar panti asuhan tersebut.

“Gimana udah puas mainnya hari ini?” tanya Rava saat di mobil

“Iya, makasih ya” balas Airish sambil mengangguk

Rava tersenyum simpul lalu tangan kirinya menggenggam tangan kanan

Airish mengangkatnya lalu mencium punggung tangan Airish. Perlakuannya

sukses membuat Airish menahan rasa malunya, bahkan jantungnya tidak


berhenti menimbulkan suara keras. Rava melirik ada yang aneh tepat di

lengan cardigan Airish.

“Lengan kamu kenapa?” tanya Rava menyentuh lengan gadis itu

“Ah, memangnya kenapa? Gak papa kok” jawab Airish

“Ada noda darah di sini, kamu beneran gak luka apa-apa?”

“Oh ini, mungkin karena tadi siang aku habis nolongin orang terus gak

sengaja darahnya kena sini” ucap Airish seraya menyentuh lengan yang

terkena bekas darah

“Emang orangnya kenapa?” tanya Rava

“Aku gak tahu, lagian cuma bantuin aja” ucap Airish seraya

mengendikkan bahunya

“Hm, kalau gitu lain kali kamu juga harus hati-hati ya” ujar Rava seraya

menyentuh ujung kepala Airish pelan

Rava tidak tahu jika orang yang Airish tolong adalah orang yang

mungkin saja menjadi sumber masalah baginya kelak. Askar Bara Sinatra

merupakan rival Rava sejak dirinya memasuki sekolah SMP, entah mengapa

ada banyak hal yang Askar tidak suka dari Rava sehingga membuat hubungan

mereka seperti harimau dan singa yang berkelahi satu sama lain.
PART 12

Sudah 3 hari ini Edgar ayah Airish kembali dari London setelah sekian

lama meninggalkan kedua anaknya demi mengurus pekerjaan yang menyita

seluruh waktu kebersamaan bersama keluarga. Sekembalinya Edgar dari

London ayah 2 orang anak itu merasa heran dengan anak gadisnya yang

sekarang.

Wajah Airish terlihat lebih bahagia, meskipun dia tahu jika beberapa

minggu lalu Aldrich sering mengantarnya untuk memeriksakan mata Airish

dan Edgar tahu jika ada sedikit masalah dengan mata Airish tetapi pria

paruhbaya itu tidak lagi mendengar laporan mengenai keluhan Airish, anak

gadisnya memang tidak pernah memberitahunya tetapi bukan Edgar namanya

jika kesulitan mendapatkan informasi.

“Anak ayah lagi kenapa sih? Bawaanya seneng mulu”

“Iya seneng, soalnya kan ayah pulang” ujar Airish sekenanya

“Airish punya pacar yah” sahut Aldrich dari arah tangga

“Anak ayah, udah punya pacar kenapa diem-diem aja sih gak kasih tahu

ayah hm?”

“Apaan si Kak Al, enggak gitu yah” kata Airish tergagap

Edgar dan Aldrich hanya tertawa melihat keluguan Airish, satu-satunya

putri keluarga Wilson itu memang sangat polos seberapapun kecilnya


kebohongan yang Airish tutupi pasti akan selalu terlihat di paras cantik itu.

Gadis itu memang tidak pandai berbohong.

Kepulangan ayah Airish memang belum diketahui oleh Rava, laki-laki

hanya sering menelpon Airish saat senggangnya. Bukan apa-apa hampir

seminggu ini dia memang sedang dikejar waktu untuk berlatih basket setiap

sore karena akan diadakannya pertandingan final bola basket nasional dan

Rafa adalah salah satu pemain handal milik sekolahnya. Sejujurnya Airish

merindukan Rava, tetapi tidak ada yang bisa dia lakukan jika memang

keadaannya seperti ini.

18.30

“Non ada temennya di luar” ucap Bi Ayas

Airish tersenyum lalu mengangguk menghampiri seseorang yang Airish

pikir itu adalah Rava. Rasanya laki-laki itu kini sudah membuat Airish

memikirkannya setiap hari, dengan langkah sedikit cepat dia membuka

pintunya seraya tersenyum.

“Airish” panggil orang itu membuat kedua alis Airish menukik ke bawah,

Airish kira yang datang adalah Rava.

“Kamu, Askar?” tanya Airish bingung dengan kehadiran laki-laki itu di

rumahnya
“Eh ada temennya Airish ya, diajak masuk dong” sahut Edgar dari

belakang Airish

“Eh, gausah yah” ujar Airish

“Nama saya Askar temen Airish om, gausah masuk om saya cuma mau

izin ngajak Airish keluar sebentar boleh om?” ucap Askar seraya menunduk

sopan pada Edgar

Airish membulatkan matanya lebar lalu menggeleng cepat, berharap

ayahnya akan menolak Askar. Karena Airish saja baru mengenal Askar saat

dia menolong laki-laki itu, tidak. Bahkan Airish tidak mengenalnya ya Airish

hanya tahu namanya tanpa mengenal orang itu.

“Oh yaudah, tapi om pesen jangan malem-malem ya pulangnya”

“Ayaahhh” rajuk Airish tidak habis pikir dengan ayahnya

Airish menghela nafas kasar saat di dalam mobil Askar, kenapa ayahnya

bisa semurah hati memepersilahkan oranglain membawa anaknya.

“Kamu tuh ngapan sih?” ujar Airish

“Nyetir lah” balas Askar tanpa dosa

“Maksud aku, kamu ngapainke rumah, terus ngajak aku pergi gini? Aku

aja gak kenal sama kamu”

“Ya karena gue suka sama lo” balas Askar


Airish menaikkan sebelah alisnya jengah,

lalu membuang nafasnya asal sepertinya laki-

laki ini benar-benar sudah tidak waras lebih

parahnya sekarang Airish bersama dengannya.

“Gila” gerutu Airish sambil menggeleng

kepala lalu membuang muka

“Memang kenapa? Lo udah punya pacar?” tanya Askar seraya menatap

gadis di sampingnya

“Kalau iya kenapa? Mending sekarang pulang aja”

“Kalau iya yaudah, tinggal rebut aja apa susahnya”

Setelah sampai di tempat yang Askar tuju, laki-laki itu membantu Airish

turun dari mobilnya. Namun tangannya ditepis oleh Airish, Askar hanya

terkekeh pelan melihat wajah jutek Airish yang. Askar membawa Airish pergi

ke kafe yang berada di tengah kota, suasananya cukup ramai dan hidungnya

menangkap bau yang tidak asing meski samar tapi gadis itu yakin jika itu

aroma minuman beralkohol.

“Duduk dulu, mau minum apa?” titah Askar menuntun Airish duduk

“Terserah, aku gatau menunya apa” jawab Airish malas, jelas saja Airish

malas bayangkan saja bagaimana gadis itu bisa tahu menu apa saja yang ada

di dalam draft jika Askar tidak membacakannya. Dulu Rava pernah juga

melakukannya denngan membacakan menunya tanpa Airish pinta.


Saat mengingat nama Rava dia baru sadar jika dirinya belum

memberitahu Rava jika dia pergi dengan Askar. Mungkin nanti jika Rava

menelpon dia akan memberitahu laki-laki yang sudah menyandang status

sebagai kekasih Airish itu. Tetapi sampai Airish pulang, Rava bahkan tidak

mengirimi Airish pesan satupun sedangkan hari sudah larut seharusnya laki-

laki itu sudah memberinya kabar.

„Mungkin ketiduran‟ tenang Airish pada dirinya

Setelah berlatih Rava meletakkan punggungnya pada sandaran kursi

seraya meneguk mineral yang dia bawa sendiri tentu dia membawa sendiri

meskipun banyak yang memberi Rava mineral bahkan minuman berasa dengan

cuma-cuma. Saat tangannya bergerak ingin menghubungi Airish tiba-tiba

panggilan lain masuk.

Drrrttttt

“Halo”

“Rava” panggil suara lembut dari arah

Rava menaikkan sebelah alisnya menunggu seseorang di seberang telpon

membuka suara selanjutnya.

“Aku keluar, kamu bisa jemput aku sekarang?” tanya penuh harap

“Hn ya, aku jalan” balas Rava


Rava melajukan motornya pergi dari sekolahan menuju ke tempat

seseorang itu meminta Rava untuk menjemputnya. Rava membatalkan niatnya

mengubungi Airish, tanpa berpikir panjang laki-laki itu langsung pergi.

Rumah sakit Nasional

Rava segera menuruni motornya dan melangkah menuju seorang gadis

yang tengah menunggunya di lobby depan. Rava memberi senyum tipis pada

gadis yang sudah menatap kedatangannya.

“Ravaaa” seru gadis itu seraya memeluk Rava sedang yang dipeluk

hanya terkekeh lalu membalas pelukan gadis itu

“Aku kangen sama kamu”

“Iya, aku tahu” ucap Rava

“Kita mampir ke tempat favorit kita dulu yaaa” pinta gadis itu

“Langsung pulang aja”

“Ravaaa aku bosen di rumah sakit gak pernah keluar, please” rengek

gadis itu

“Luna, kita pulang. Ayah kamu pasti udah nunggu”

“Rava pliss”

Rava mendengus pasrah, dia merasa jika meminta gadis itu menurut

akan sulit. Akhirnya Rava dan gadis yang bernama Luna itu pergi menuju ke

sebuah taman yang dipenuhi lampu hias membuat taman itu lebih indah dan

terlihat sisi aesthetic, taman ini berada di dekat area rumah sakit milik keluarga
Gavin. Rava berjalan sambil merangkul gadis di sampingnya, sambil

mendengarkan keluh kesah Luna selama di rumah sakit.

“Rava, Airish woy!” panggil suara dari jarak 10 langkah di sebelah kiri

Rava

Gavin berjalan mendekati pasangan itu lalu mengangkat sebelah alisnya

bingung dengan gadis yang sedang dirangkul Rava, dia pikir gadis di

sebelahnya itu adalah Airish tapi ternyata pandangannya salah. Gavin tidak

pernah melihat gadis itu sebelumnya, mungkin dia saudara Rava. Tapi setahu

Gavin, Rava tidak memiliki saudara perempuan lain kecuali Rana yang mana

masih sangat kecil.

“Eh maaf gue kira Airish” ucap Gavin sambil meringis

“Lo ngapain di sini?” tanya Rava

“Ah elah, kan emang biasanya gue jemput bokap Rav. Harusnya gue

yang nanya ngapain lo di sini?” tanya Gavin selidik

“Ah, gue Gavin temen Rava” ucap Gavin seraya menatap kea rah Luna

“Aku Luna, Pacar…”

“LUNA” panggil Rava memotong ucapan Luna, disambut tatapan bingung

dari Luna dan Gavin

“Kita pulang, Rana minta ditemenin soalnya bunda pergi” sanggah Rava

membuat Luna mengangguk, tidak dengan Gavin yang masih menatap laki-laki

itu bingung. Tidak biasanya Rava seperti ini, Gavin jelas tahu bahwa Rava

sedang mencari alasan untuk pergi dari hadapannya.


֎

Gavin meneguk soda dari kulkas di dalam markasnya, kini dia hanya

berdua dengan Alvan sedangkan Samudra sedang mengantar kecengannya

pulang dan Rava tentu saja sudah kembali ke lapangan basket.

“Van, kemarin gue liat Rava bareng cewek. Gue kira sih Airish eh

ternyata bukan. Udah pede gue panggil Airish lagi” cerocos Gavin

“Siapa?”

“Gue juga gak tahu, tapi dia bilang sih namanya Luna” ucap Gavin

Alvan mendelik tanpa Gavin sadari, raut wajah Alvan berubah kaget

tetapi segera dia kondisikan kembali. Sepertinya Alvan mengetahui siapa gadis

yang bersama Rava, tetapi dia tidak ada niatan untuk memberi tahu teman-

temannya sekarang. Dan Gavin pun tidak ingin membahasnya dulu dengan

Rava, seperti saat di sekolah ke empat anak itu menjalani kehidupan seperti

biasanya tetapi Gavin tahu jika Rava menyembunyikan sesuatu darinya

ataupun teman-teman lainnya.

“Van, gue mau ketemu cem-ceman gue dulu. Gue tinggal jangan rindu

ya” ucap Gavin enteng

Alvan hanya melayangkan tatapan tajamnya pada Gavin membuat Gavin

tertawa lalu segera pergi meninggalkan Alvan sendirian, nasib cowok single

memang.
Gavin menghampiri Anna yang sedang menunggu bus arah pulang,

Gavin tahu jika hari ini Anna pulang terlambat maka dari itu Gavin

menunggu gadis itu di markas dan tepat sekali Anna sudah duduk di halte.

“Yang, pulang bareng yuk” ajak Gavin saat motornya sampai tepat di

depan Anna

“Maap yee, gak kenal anda” balasan Anna membuat Gavin terkekeh

“Udah ayo, mau disamperin cowok waktu itu lagi?”

Anna terdiam, memang ada benarnya jika dia nebeng Gavin pulang.

Keadaan juga sudah mulai sepi jadi bisa saja ada yang berniat buruk pada

gadis SMA yang msih menunggu kedatangan bus, Anna bergidik ngeri lalu

mendekati motor Gavin. Gavin turun dari motornya lalu memasangkan helm

di kepala Anna.

“Gue bisa pake sendiri kali” ucap Anna

“Ntar lama. Lama-lama makin gemesin” ucap Gavin sambil mencubit

pipi Anna sambil tersenyum.

“Apa sih, udah ah ayo” kata Anna dengan pipi merona karena salah

tingkah

“Ciee salting, yang” ledek Gavin lagi dan mendapat cubitan di

punggungnya.
“Lo ngapain si pegangan jok? Kampungan amat, please Roseanna

gunanya gue di depan lo itu buat lo peluk” celetuk Gavin sambil meraih kedua

tangan Anna lalu melingkarkannya di perut Gavin, membuat gadis itu

mendelik namun tidak Gavin pedulikan.

“Nah, gini kan enak sih” tawa Gavin pelan

Gavin mulai menancapkan gasnya sedang, tidak jarang laki-laki itu

menaikkan kecepatannya membuat Anna mengeratkan pegangan di perut

Gavin sambil komat-kamit tidak jelas karena ketakutan. Sedang Gavin jangan

ditanya laki-laki itu sangat bahagia. Setelah sampai di rumah Anna, Gavin

sukses mendapat jitakan di kepalanya dari Anna, wajah gadis itu masih

sedikit syok dengan gaya naik motor ala Gavin yang hampir saja membuat

jantungnya berhenti.

“Gila lo, mau buat jantung gue offline ya!” Anna mendengus marah

“Enggak lah, cuma ngasih gambaran hidup gue tanpa lo” balas Gavin

sambil mengedipkan sebelah matanya

“Dasar buaya rawa”


PART 13

Rava memencet bel rumah besar Airish menunggu orang yang ada di

dalam rumah. Beberapa menit menunggu akhirya pintu besar itu terbuka dan

menampilkan wajah tersenyum Airish dan seseorang di sampingnya.

“Ravaa, masuk dulu. Oh iya ini ayahku”

“Oh ayah kira yang kemarin datang” ucap Edgar sambil terkekeh

“Siang om, nama saya Ravandra Harvey om” perkenalan Rava di sambut

hangat oleh Edgar, Edgar melihat ke arah Rava lekat-lekat seraya mengingat

wajah seseorang yang hampir mirip dengan Rava. Rava sedikit menundukkan

pandangannya takut jika ayah Airish akan memarahinya

“Kamu anaknya Ady William Harvey?” tanya Edgar

“Iya om, om kok kenal ayah saya?” tanya Rava dengan wajah kikuk

“Astaga kamu sudah besar ya, om ini teman ayah kamu. om pernah

ketemu kamu dulu waktu umur kamu masih 5 tahun lo” kata Edgar sambil

merangkul Rava membuat Rava ikut tersenyum tidak percaya dengan

kebetulan semacam ini. Dia pikir kebetulan seperti ini hanya ada di dalam

cerita karangan penulis saja ternyata dia mengalami kejadian ini.

“Yaudah sini masuk dulu, siapa tahu mau ngobrol sama Airish”

“Iya om, makasih om” ucap Rava sopan


Rava dan Airish kini berada di dalam kamar gadis itu, Rava melihat

sekeliling ruangan yang berwarna pastel itu rapih dan barangnya terorganisir

dengan baik membuat Rava tersenyum. Matanya menangkap bunga mawar

yang terlihat hampir layu di meja Airish, bunga mawar putih yang Rava

berikan dulu sampai saat ini masih Airish simpan dengan baik.

“Kamu masih nyimpen bunganya?” tanya Rava

“A-aah iya” ujar Airish gugup karena malu jika ternyata sejak dulu gadis

itu masih menyimpan bunga pemberian Rava

“Makasih ya” kata Rava seraya mendekati Airish yang duduk di kursi

kamarnya

Rava ikut mendudukan dirinya di sebelah Airish, lalu menggenggam

tangan lembut itu. Rava menatap wajah gadis itu betapa dia sangat jatuh hati

padanya.

“Kamu pasti pulang latihan capek ya?” kata Airish

Rava membulatkan matanya kaget saat tiba-tiba Airish menanyakan hal

itu, pasalnya setelah latihan Rava selalu menemui Luna. Dan terkadang lupa

memberi kabar pada Airish membuat laki-laki diliputi rasa bersalah setelah

mengingatnya.

“Iya, maaf ya kadang aku langsung tidur” dusta Rava

“Sini tangan tangan kamu” ucap Airish lalu meraih tangan kekar Rava
Dengan gerakan pelan Airish memijat tangan Rava, membuat Rava

terkekeh dengan tindakan Airish. Senyum di wajah Airish masih saja terukir

manis, sambil mengurut pelan tangan Rava bergantian berharap gadis itu

dapat mengurangi letih yang Rava rasakan.

“Udah, biar capeknya cepet ilang ya” ucap Airish sambil tersenyum puas

“Wahh, dapet asupan energi banyak nih bisalah angkat beras 10 ton

langsung”

“Ya gak gitu juga kali”

“Oh iya, tadi waktu di depan ayah kamu bilang „ayah kira yang kemarin

datang‟ memang siapa yang datang ke sini?”

“Ah iya jadi kemarin orang yang aku tolongin nyamperin aku ke rumah”

Alis Rava menukikkan alisnya bingung dengan siapa yang Airish tolong,

kenapa orang itu bisa menghampiri Airish ke rumahnya Rava yakin Airish

bukan orang yang muah menerima orang lain kecuali orang itu memang nekat

seperti Rava.

“Siapa?” tanya Rava ragu

“Hmm, namanya Askar” ucap Airish dengan polosnya

Raut wajah Rava berubah datar, namun Airish tidak menyadari

perubahan sikap Rava saat ini. Bagaimana bisa Askar? Orang yang selalu

menjadi musuh Rava dan kini orang itu sedang berusaha mendekati gadisnya?
Meskipun Rava tidak tahu maksud Askar tetapi tetap saja bahwa yang ada di

dalam otak Rava Askar bukanlah orang yang baik.

“Jauhi dia” ucap Rava dingin

Airish bingung dengan nada bicara Rava yang berubah cepat, apa dia

salah bicara tadi? Kenapa nada bicara Rava menjadi sangat tidak

menyenangkan bagi Airish.

“Aku kenal dia, dia buka orang baik Airish.Aku gak mau kamu kenapa-

napa. Trust me” nada Rava berubah lembut setelah menyadari ekspresi Airish

yang berubah sayu, tangannya menyentuh pipi Airish lembut sambil

tersenyum Rava tahu jika ini bukanlah kesalahan Airish yang menolong

Askar. Airish mengangguk pelan menjawabi Rava, gadis yang kini menyandang

status sebagai pacar Rava itu benar-benar bisa membuat siapapun jatuh hati

dengan keluguan dan kebaikan hatinya.

“Mau aku kenalin sama temen aku? Dia asik kok, pasti kamu suka”

tawar Rava

“Siapa?” tanya Airish bingung

“Kalau gitu ayo ikut” ajak Rava sambil menggandeng Airish keluar dari

kamar Airish.

Setelah Rava berpamitan dengan Edgar dia mengajakAirish untuk

keluar menghirup udara segar. Wajah penasaran Airish masih terlihat jelas
membuat Rava terkekeh pelan, wajah Airish benar-benar menggemaskan

pikirnya.

“Kenalin nih namanya, Jaguar” ucap Rava di depan motor sport

hitamnya

Airish memandang kosong ke depan, rasanya dia tidak mencium aroma

seseorang di sekitanya, dia hanya mencium aroma bensin samar-amar. Rava

menuntun tangan Airish menyentuh temannya, Airish tertaw seketika saat

tangannya menyentuh badan besi teman Rava itu, astaga itu motor.

“Jagu, kenalin nih Airish pacar aku. Jadi mari kita bawa tuan putri

berkeliling dunia” ucap Rava seolah sedang berbicara dengan manusia.

“Ayo naik” ajak Rava

“Naik? Kemana?”

“Aku dan Jaguar mau kasih special service untuk tuan putri”

“Waaahhhhh” teriak Airish senang

“Di sebelah kiri ada danau warnanya hijau sedikit bersinar karena

mataharinya masuk ke dalam air, terus sebelah kanan kamu tama nada

banyak bunga krisan putih dan aster yang mekar, terus di hatiku ada kamu”

seru Rava dari balik helmnya


Airish menikmati angina yang menerpa wajah lembutnya, tangannya

masih setia melingkari perut Rava untuk keperluan keamanan karena

terkadang Rava mengebut membuat Airish berteriak sesekali. Meskipun dia

tidak melihat keadaan sekeliling tetapi dengan semua penjelasan Rava

membuat Airish bisa membuat bayangannya sendiri di dalam otaknya, Rava

menceritkana apa yang dia lihat pada Airish bahkan orang gila yang

bertelanjang dada saja dia ceritakan membuat gadis itu malu.

“Makasih Rava” ucap Airish saat sampai di depan rumahnya

“Seneng gak?”

“Banget” ucap Airish sambil mengangguk tak lepas senyumnya

“Aku kan udah janji bakal jadi mata buat ka..”

Drrrttt Drrrttt Drtttt

Dering dari HP Rava membuat ucapannya terpotong, Rava meraih HP

dari sakunya lalu melihat nama „Jingga♥‟, Rava melangkah menjauhi Airish

tetapi Airish masih mendengar percakapan Rava dengan seseorang itu.

“Halo”

“Rava, kamu dimana? Papa pergi, aku sendirian Rav, takut” suara gadis

dari seberang telpon terdengar sesenggukan


“Kamu tenang ya, nanti aku ke rumah. Udah ya jangan nangis” ucap

Rava menenangkan, suaranya memang lirih tetapi dia berada di jarak yang

masih dekat dengan Airish.

Tanpa Rava sadari Airish sedikit mendengarkan percakapan Rava tadi,

kamu? Nangis? Siapa yang menangis dan kenapa suara Rava terdengar sangat

khawatir. Apa mungkin itu Rana? Segala pemikiran itu bergejolak di dalam

kepala Airish.

“Rava? Gak terjadi apa-apa kan?” tanya Airish khawatir

“Iya, kamu tenang aja. Tadi Alvan cuma minta bantuan” kilah Rava

“Beneran itu Alvan?” tanya Airish semakin penasaran

“Airish, trust me” ucap Rava sambil menepuk pelan pucuk kepala gadis

itu, dengan gerakan cepat Rava mengecup pipi Airish lalu pamit

Airish mengangguk pelan sambil memaksakan senyumnya, setelah

menerima panggilan itu Rava langsung pergi meninggalkan Airish yang masih

berdiri mematung di depan pintunya. Senyum gadis itu memudar saat suara

motor Rava tak lagi dia dengar, entah kenapa saat ini Rava sedang berbohong

dengannya hatinya terlalu gelisah menerima jawaban dari Rava.


PART 14

“Luna, sssttt tenang ya ada aku di sini”

“Hiks..hiks..Rava, ayah pergi lagi” ucap Luna sambil menangis di

pelukan Rava

“Aku takut Rav, aku takut papa ninggalin aku kaya mama pergi

ninggalin aku”

“Sssshh, tidak Luna papa kamu hanya sedang pergi kerja itu tidak akan

lama dan di sini ada aku”

“Temenin aku Rav, jangan tinggalin aku” tangis Luna mulai mereda,

namun suaranya masih terdengar pilu

Rava mengangguk lalu mengelus pelan kepala Luna, memberikan gadis

itu ketenangan hingga kini Luna tertidur di dalam pelukan Rava. Dengkuran

halus dari bibir Luna terdengar oleh Rava, saat ini Rava memang sedang

berada di ranjang kamar Luna. Karena saat Rava datang gadis itu tengah

meringkuk dengan air mata yang masih mengalir, Rava benar-benar tidak tega

membiarkan seorang gadis menangis bukannya ingin modus hanya saja

perasaan Rava sangat lemah terhadap tangisan wanita.

Rava membaringkan gadis itu lalu menaikkan selimutnya hingga leher,

Rava kembali duduk di tepi kasur untuk merogoh sakunya dia ingin melihat

apakah ada pesan di sana dan tepat dugaannya, pesan dari bundanya yang

menyuruhnya segera pulang.


֎

Rava menggerakkan tubuhnya saat alarma di kamarnya berbunyi keras,

wajahnya terlihat lelah karena menemani Luna hingga larut. Dia melihat

ponselnya lalu tersenyum lebar saat membaca pesan dari gadis cantiknya,

Airish.

AIRISH
Rava aku punya kabar gembira! Kata
Kak Regan kemungkinan aku bisa
dapat pendonor mata yang cocok

Dengan gerakan cepat Rava langsung menekan tombol panggil untuk

memastikan kebenaran berita yang dia dapat. Kebahagiaan ikut menyerbu

hatinya seperti kebahagiaan Airish juga menjadi miliknya kini, gadisnya akan

bisa melihat dirinya, teman-temannya, dan dunia.

“Halo Airish”

“Ya halo” jawab lembut Airish di seberang sana

“Aku senang dengernya, akhirnya kamu mendapatkan pendonor yang

cocok”

“Iya, aku kira aku akan buta selamanya. Ternyata Tuhan masih

memberiku kesempatan” ujar Airish bahagia

“Semoga kamu selalu bisa melihat kebahagiaan Airish, I Love you”

“He‟em, Love you too”


Airish melangkahkan kakinya di rumah sakit di temani Edgar dan

Aldrich yang setia menggandeng tangan Airish. Hati gadis itu sudah tidak

sabar ingin bertemu Regan untuk menanyak kepastian operasinya. Rasanya

dia mendapat harapan setelah sekian lama hidup di balik kegelapan, meraba

entah jalan yang nantinya harus dia lewati atau benda yang akan dia pegang,

berusaha keras agar bisa berjalan tanpa tongkat, tetapi Airish tetaplah gadis

tuna netra yang memiliki kekurangan.

“Nak Regan bagaimana kira-kira?” tanya Edgar dengan raut penuh

harap

“Airish bisa di operasi sekitar bulan depan om, dan dari pihak keluarga

pendonor pun sudah menyetujui syarat dan ketentuannya. Jadi paling cepat

Airish bisa melakukan operasi bulan depan. Untuk masalah tanggal kami

usahakan di awal bulan” jelas Regan

“Syukurlah, Airish sabar ya bulan depan tinggal meghitung hari” kata

Edgar sambil menggenggam tangan putri tercintanya

“Apa kamu sudah siap Airish?” tanya Regan sambil menatap lembut

Airish

“Iya, aku sangat menantikannya kak” balas Airish dengan senyum

bahagia di wajahnya, Aldrich pun ikut tersenyum lega mendengar kabar dari

dokter muda itu.


“Kalau begitu, jaga kondisi badan kamu, jangan terlalu lelah agar pasca

operasi badan kamu masih tetap fit, jangan lupa untuk memakan makanan

bergizi” pesan Regan panjang lebar

“Siap dokter!”

Rava berjalan santai dengan Luna yang tak melepas gandengan tangan

Rava, gadis itu terlihat sangat bahagia saat bersama Rava. Sedangkan Rava

hanya tersenyum simpul. Rava dan Luna duduk di salah satu bangku restoran

pilihan Luna, ya tentu saja ini semua keinginan Luna melihat bagaimana gadis

itu memohon pada Rava untuk makan di luar membuat Rava mengalah pada

gadis itu, lagi.

“Rava, kamu di sekolah ngapain aja sih pulang sore terus?” tanya Luna

“Aku latihan basket dulu, ada pertandingan nasional soalnya”

“Aku mau nonton! Pokoknya aku harus nonton kamu, aku mau kasih

semangat” ucap Luna semangat

Rava tersenyum sambil mengiyakan perkataan Luna, tangannya meraih

tangan Luna lalu mengenggamnya erat. Membuat gadis itu semakin terlihat

bahagia, dan kini hati Rava entah bagaimana memikirkan Airish yang sejak

pagi setelah menelponnya tidak lagi memberi kabar pada Rava. Biasanya

memang Airish menunggu kabar dari Rava, namun seperti biasa setelah

pulang sekolah Rava menghampiri Luna dan tidak mengatakannya pada

Airish.
Setelah pulang dari rumah sakit, Airish sudah berada di rumah dengan

Aldrich berkali-kali dia mengambil ponselnya lalu meletakannya kembali.

Seolah mengerti keresahan adiknya, Aldrich menatap Airish bingung lalu

menghampiri Airish lalu duduk di sampingnya.

“Kamu kenapa sih? Rava belum telpon ya?” ucap Aldrich

“A-ah enggak kok, siapa yang nunggu telpon Rava”

Drtttt Drtttt

“Nah telpon tuh!” seru Aldrich

Airish tersenyum saat mengangat telponnya tetapi senyum lebar itu

sedikit mengerut saat mendengar suara orang yang menelponnya. Dia Anna,

padahal Airish sangat berharap jika Rava menghubunginya, karena beberapa

hari ini Rava memang mulai jarang menghubunginya terkadang sering

membalas pesan Airish saat sudah larut malam dengan alasan ketiduran.

“Irish, jalan yok sama aku! Aku gamau berduaan aja sama Gavin nih”

ucap suara cempreng Anna dari telpon

“Loh kenapa? Bukannya kalian mau kencan kan”

“Kencan dari Hongkong, ini Gavin juga ngajak kamu kok atau udah ada

acara sama Rava ya?”

“Enggak kok, yaudah aku ikut nanti kamu tunggu aja di depan ya”

“Oke, ini kita udah mau sampe”

“Oke”
Tut. Sambungan telpon itu terputus lalu Airish segera bersiap-siap dia

hanya perlu mengambil tas dan tongkatnya tak perlu lagi memoles wajahnya

dengan make up karena liptint saja sudah cukup menghiasi wajah ayu Airish.

“Mau keluar sama Anna?” tanya Aldrich

“Iya kak, nanti kalo ayah pulang dari kantor kasih tahu ya kak” pinta

Airish

“Iyaa adek kakak yang paling imut”

Aldrich dan Airish sudah menunggu kedatangan Anna, hingga mobil

Gavin memasuki halaman luas rumah keluarga Wilson itu. Anna dan Gavin

segera keluar dari mobil untuk berpamitan dengan Aldrich.

“Ehemm, sama siapa Ann?” ledek Aldrich

“Supir kak biasa” ucap Anna sambil

tertawa lepas dan dibalas tatapan malas Gavin

“Aldrich, kakak Airish” tangan Aldrich

menjabat tangan Gavin

“Gavin kak, pacar Anna” ucap Gavin

sambil mengedipkan mata pada Anna

“Punya pacar gak diakui ilang sukurin,

jangan nangis-nangis sama Airish” ancam

Aldrich

“Ih apa sih Kak Al, jahat emang gak punya

hati pantes jomblo”


“Gausah bawa-bawa status kali bocah, yaudah kalian hati hati ya. Titip

Airish, nitip anak TK satu ini juga ya vin” ucap Alrich seraya mengacak

rambut Anna

“Siap kak” balas Gavin seraya engangkat tangannya untuk hormat

sambil tersenyum lebar.

“Lo udah makan rish?” tanya Gavin pada Airish yang duduk di jok

belakang bersama dengan Anna

“Aku sih belum”

“ehemm, aku gak ditanya nih?” Anna menyeletuk percakapan Gavin dan

Airish

“Ciee, tuh Rish temen lo cemburu” ledek Gavin diikuti tawa Airish

“Dih ngimpi aja lo”

“Yaudah lo belum makan kan? Kalau gitu kita pergi makan ke tempat

rekomendasi gue” seloroh Gavin tanpa menungu jawaban Anna, membuat

Anna mendengus kesal. Gavin melirik gadis itu dari kaca tengah mobilnya,

lalu tertawa pelan Anna kini sedang mengerucutkan bibirnya seperti anak

kecil, astaga gadis itu sangat imut batin Gavin berucap.

.
Setelah memasuki restoran yang tidak terlalu ramai tetapi tidak terlalu

sepi juga, mereka bertiga duduk di sebelah jendela restoran pemandangan di

uar adalah taman yang indah. Anna menatap kagum ke arah taman itu, lalu

gadis itu juga menjelaskan pemandangan sekitarnya pada Airish. Beban

pikiran Airish sedikit berkurang saat mendengar penjelasan Anna tentang

keadaan sekitarnya. Namun ucapan Anna berhenti, dia melihat lekat wajah

seseorang yang duduk cukup jauh dari kursinya. Posisi Anna dan Airish

sedikit tidak terjangkau tetapi Anna masih bisa melihat sekelilingnya dengan

jelas.

“Lo kenapa si? Kaya lagi mau nembak orang” ujar Gavin

“Anna, kamu ngapain?” tanya Airish

Anna memberi isyarat pada Gavin untuk diam, lalu menunjuk kea rah

seseorang yang sangat Anna dan Gavin kenali bahkan Airish juga mengenal

itu, ya orang yang kini sedang duduk mengenggegam tangan cewek di

depannya sambil tersenyum. Rava? Dia bersama cewek? Ini tidak beres pikir

Anna, bahkan Gavin juga bingung Rava kembali dengan gadis yang dia thu

namanya Luna itu lagi.

“Aku gak papa, biasa lah liat cogan Irish, kan lumayan seger” ucapnya

berbohong sambil tertawa membuat Airish memutar bola matanya jengah

dengan kelakuaan sahabatnya itu

“Kebiasaan tuh, padahal ada pacarnya sendiri” balas Airish


“Iya kan Rish tuh Anna jahat banget sama gue, ada pacar aja jelalatan

huhu sakit Rish” kata Gavin mencairkan suasana agar Airish tidak curiga

“Hilih gue timpuk semen pingsan lo, Oh iya Irishku sayang coba telpon

Rava donk suruh ke sini coba biar rame” pinta Anna namun ekspresi Airish

sedikit berubah bingung, bagaimana dia menghubungi Rava takutnya jika

laki-laki itu sedang beristirahat Airish malah menganggu Rava, pikir polos

Airish. Tetapi dengan ragu Airish mengambil HP nya lalu mengucapkan

perintah di ponsel pintarnya untuk memangil Rava.

“Halo” sapa Airish, lalu Anna menyahut ponsel Airish menekan tombol

loudspeaker di layarnya

“Halo Airish ada apa?” jawab Rava

Anna dan Gavin melihat Rava yang pamit dari depan Luna untuk

mengangkat telponnya.

“Kamu lagi apa Rav? Sibuk enggak?”

“Aku lagi nemenin Rana di rumah dia lagi gak enak badan, maaf gak

ngabarin kamu. Nanti aku hubungi lagi ya, bye sayang” balas Rava

Anna mulai melebarkan matanya mendengar jawaban Rava, apa

maksudnya menemani Rana adiknya di rumah? Sedangkan laki-laki itu

sedang ada di restoran bersama dengan perempuan lain. Anna sudah tidak

bisa lagi menahan emosinya, gadis itu bangkit dari kursinya namun

tangannya di tahan oleh Gavin, Gavin mengisyaratkan Anna untuk duduk


sambil melirik ke arah Airish, setelah Rava mematikan sambungannya Airish

terlihat membuang nafasnya keras.

“Anna, kamu kenapa?” tanya Airish bingung saat merasa Anna bangkit

dari duduknya

“Itu, aku tadi mau ke kamar mandi, tapi takut ninggalin kamu sama

buaya ini hehe” dusta Anna

“Bilang aja gak rela gue berduaan sama Airish kali, ya kan Rish ngapa

sih temen lo sukanya malu-malu kucing?”

“Tau tuh Gavin sukanya sama kamu Ann, udah sana gapapa”

Anna melotot tajam pada Gavin meskipun itu hanya sandiwara hanya

saja Anna kesal dengan ucapannya, jelas saja Anna tidak mungkin cemburu

pada Airish kecuali jika Gavin dengan perempuan lain. Oke, kembali pada

masalah Rava, Anna melihat geram pada pasangan yang kini tengah melempar

canda dan senyum jauh di sana. Kesabaran Anna benar-benar habis dia

sudah tidak bisa di tahan Gavin, gadis itu berjalan menuju meja Rava.

“Rava” panggil Anna dari belakang Rava disusul kedatangan Gavin di

belakangnya. Tentu saja Anna beralasan ke kamar mandi dan Gavin beralasan

mengambil HP yang tertinggal di mobil. Dia tidak mau memberi tahu

sahabatnya soal Rava yang berbohong padanya.

Rava terlihat kaget, saat mendapati Anna dan Gavin sedang berdiri di

belakangnya. Anna jelas menatapnya tidak suka, Gavin juga memberikan


tatapan bingung dengan sahabat laki-lakinya itu. Sebenarnya ada hubungan

apa antara Rava dan Luna.

“Ngapain lo di sini?” tanya Anna sinis

“Siapa Rav?” sahut Luna membuat Anna menaikkan sebelah alisnya

“Mereka temen-temen kelas aku”

“Hebat banget, ngapain lo di sini?” ucap Anna yang menaikkan nada

bicaranya, Rava hanya terdiam menatap Anna sedangkan Gavin sudah

menahan Anna agar tidak meledak di restoran ini. Namun tangan Anna

bergerak mengambil mengambil air putih di depan Rava lalu dengan cepat

menyiramkannya pada laki-laki itu.

“Eh, jaga kelakuan kamu ya. Main nyiram-nyiram aja”

“Gue berhak nyiram dia, emang lo siapa?” seru Anna pada gadis yang

kini sudah bangkit menghampiri Rava lalu mengelap wajah basah pria itu.

“Aku pacar Rava! Jadi tolong jangan berlaku gak sopan gitu dong”

ucapan Luna membuat Rava kaget, buka hanya Rava, Anna dan Gavin juga

terkejut dengan ucapan gadis itu.

“Luna cuku..” ujar Rava namun perkataannya terpotong saat seseorang

memanggil namanya

“Rava?” Airish berdiri mematung di belakang Gavin


Airish yang mendengar keributan dan suara cempreng sahabatnya

merasa terusik, lalu gadis itu meraba langkahnya dengan tongkat mendekati

Anna. Setelah di rasa menemukan suara Anna dan juga aroma parfum Gavin

yang sangat khas membuatnya berdiri beberpa langkah di belakang Gavin. Di

depan sana jelas Anna sedang memaki seseorang dan itu Rava? Airish masih

belum mengerti tapi setelah mendengar suara gadis selain Anna yang bahkan

menyebut dirinya adalah pacar Rava membuat tubuh Airish terdiam kaku,

hingga hanya satu kata yang mampu menggambarkannya saat ini.

Kecewa.

“Airish” ucap Rava yang kaget karena kehadiran Airish di belakang

Gavin

“Ayo kita pulang, menjauh dari orang-orang menyedihkan ini” ajak Anna

sambil menarik Airish keluar

Namun saat dirasa tepat di depan Rava, Airish menghentikan

langkahnya. Matanya tak mampu melihat apapun tetapi dia jelas sekali

mencium aroma tubuh Rava dan seorang gadis yang ada di sebelahnya. Air

mata Airish menggenang namun dia tahan agar tidak jatuh di depan Rava.

“Semoga Rana cepat sembuh ya” ucap Airish sambil memaksakan

senyum pilunya lalu pergi mengikuti Anna


“Rava, dia siapa?” tanya Luna namun Rava masih terdiam membisu dia

benar-benar merasa bodoh saat ini. Dia menjadi manusia paling bodoh karena

menyakiti Airish, dan membuatnya terluka seperti saat ini.

“Kita pulang Luna” Rava menarik Luna pergi kemudian bahunya di

tepuk oleh Gavin yang ikut berlalu.

Setelah kejadian malam itu Airish lebih banyak diam, sedang saat

pulang dengan Anna dan Gavin Airish mencoba untuk tetap biasa saja.

Menutupi semua kekecewaan yang Rava buat agar ayah dan kakaknya tidak

khawatir, meskipun hatinya mencelos sesak air matanya selalu jatuh jika

mengingat bagaimana Rava membohonginya. Airish tidak akan marah jika dari

awal Rava jujur, Airish benar-benar merasa dibodohi.

“Dek? Kamu kenapa?” tanya Aldrich membuat Airish terkejut

“Enggak papa kak” senyum Airish lirih

Airish sudah hidup dengan Aldrich selama ini jadi tidak mungkin jika

kakak laki-lakinya itu tidak mengerti masa-masa sulit yang menimpa Airish.

terlihat jelas, di mata Airish guratan kekecewaan tergambar nyata. Entah

kecewa yang Airish rasakan kepada siapa Aldrich belum tahu, tetapi jelas saja

Aldrich merasakan perubahan sikap adiknya yang terlihat murung.

“Kamu mau bohongin kakak?” ucap Aldrich yang duduk di samping

adiknya itu, laki-laki itu menarik adiknya ke dalam pelukan lalu mengelus

pelan rambut Airish


“Kak Al, hikss..hikss” pelukan Aldrich sukses membuat Airish menangis

lirih

“Sssshhh, bilang sama kakak siapa yang nyakitin kamu? Rava? Iya?”

anya Aldrich namun adiknya itu hanya menggeleng lemah

“Lalu siapa?” tanya Aldrich lagi

“Airish cuma kangen sama mama kak, ini gak ada hubungannya dengan

Rava” kilah Airish

“Kamu serius gak ada yang nyakitin kamu kan?”

“Iya kak, Airish cuma kangen sama mama” balas Airish

“Yaudah nanti sore kita ke makam mama ya”

Airish sangat paham jika kakaknya tahu dia terluka karena orang lain

Aldrich pasti tidak akan tinggal diam, entah apa yang akan Aldrich lakukan

jika tahu bahwa Rava yang menjadi sebab adiknya menangis dan murung.

Airish saja tidak bisa menghentikan kakaknya itu, meskipun Aldrich orang

yang dikenal ramah, penyanyang, baik hati tetapi jika menyangkut adiknya dia

bisa jadi seorang penjahat yang tidak kenal ampun.

.
Aldrich dan Airish berdiri di depan pusara sang

ibu, setelah meletakkan bunga Aster kesukaan sang

ibu. Airish berjongkok lalu mengusap pelan batu nisan

di depannya.

“Ma, Airish kangen sama mama? Mama pasti

lihat Airish kan dari surga? Sebentar lagi Airish mau

operasi mah, kata dokter Airish sudah dapat pendonor yang cocok” air mata

Airish lolos begitu saja

“Ma, doakan Airish ya semoga semuanya berjalan lancar. Airish, Kak Al,

dan papa sangat bahagia di sini jadi mama tidak perlu khawatir” lanjut Airish

Aldrich ikut berjongkok di samping Airish lalu merangkul bahu adiknya,

menepuknya pelan sambil tersenyum menghapus jejak air mata Airish. Hati

laki-laki itu benar-benar tidak tahan melihat adiknya menangis, rasanya lebih

parah daripada dia harus menerima luka karena dipukuli orang lain. Adiknya,

Airish adalah titipan mamanya yang memang sejak dalam kandunganpun

sudah Aldrich harapkan kehadirannya dan dia sudah berjanji pada mamanya

untuk menjaga Airish, Aldrich sangat menyayangi Airish melebihi nyawanya

sendiri.

Hujan mengguyur jalanan yang di lewati Airissh dan Aldrich sesudah

dari makam keduanya memutuskan untuk mampir di salah satu kedai

makanan yang biasanya mereka kunjungi. Airish masih menatap keluar

jendela, rintik hujan sore itu menciptakan suasana tenang untuk gadis itu
seolah Tuhan sedang menyampaikan banyak pesan melalui setiap rintiknya,

dan seolah pesan dari mamanya juga tersampaikan lewat hujan.

“Airish” panggil Aldrich

“A-ahh iya Kak Al? kenapa?”

“Apa yang kamu sembunyiin dari kakak?

Kamu bisa bohongi ayah, tapi kamu gak bisa

bohongin kakak. Kamu kasih tahu atau kakak cari

tahu sendiri” ucapan Aldrich sedikit memberi

ketegasan pada adiknya untuk berbicara jujur

Airish terdiam sambil menunduk, hatinya juga tidak mampu untuk

mengungkapkan semuanya. Rasanya hidupnya berwaran kemarin, entah

bagaimana semuanya kembali gelap bahkan lebih gelap dari sebelumnnya.

“Hey, Airish maafin kakak ya. Kakak pasti terlalu memaksa kamu ya?”

kata Aldrich seraya menepuk pelan pipi Airish

“Enggak kak, makasih udah selalu perhatian sama Airish tapi kali ini

biar Airish hadapi masalahnya sendiri, nanti kalau Airish butuh bantuan pasti

Airish bilang sama Kak Al kok” ucap gadis itu seraya mengakat kepalanya

“Janji ya, jangan buat ayah dan kakak sedih Airish. Kakak tidak bisa

melihat adik kesayangan kakak ini terluka”


“Iya kak, Airish janji” jawab Airish lalu mengangkat jari kelingkingnya

lalu mendapat sahutan dari Aldrich yang melingkarkan kelingkingnya sambil

tersenyum.

Aldrich hanya menatap senyum lirih Airish, gadis kecilnya itu benar-

benar sudah dewasa. Tidak lagi ada tangis ketakutan atau kesakitan yang

dulu sering membuat Aldrich ikut bersedih, kini adiknya telah tumbuh

menjadi gadis tangguh yang menjalani masa sulitnya dengan berjuang sendiri.

Setelah selesai makan Airish dan Aldrich kembali ke rumah, kedatangan

mereka di sambut oleh tamu Airish.

“Airish” panggil orang itu

“Ah Askar”
PART 15

Jingga Laluna Kaisar, gadis yang menjadi teman Rava dan Alvan sejak

SMP. Gadis itu memiliki kepribadian yang hangat, ceria, namun memang

sangat manja dan keinginannya sulit di tentang. Bagi Rava dan Alvan, Luna

adalah satu-satunya wanita yang dapat mengikuti dunia mereka, dunia yang

terkesan penuh kekerasan dan gelap. Meskipun masih SMP namun Rava dan

Alvan memang memiliki hobi berkelahi, untung saja mereka berdua selalu

selamat berkat ayah Alvan.

Di balik persahabatan mereka, Luna menjatuhkan hatinya pada Rava

sedang Alvan? Laki-laki itu sudah lama menyukai Luna tetapi dia tidak

mampu mengungkapkannya karena alasan ikatan persahabatan. Seiring

berjalannya waktu Alvan tahu jika Rava tidak pernah menyukai Luna sebagai

seorang wanita, Rava hanya menganggap Luna sebagai sahabatnya. Tetapi ada

satu kejadian yang membat Rava merasa bersalah pada Luna, dan Alvan tahu

jika Luna memanfaatkan kesempatan itu untuk memuat Rava menjadi

miliknya.

2 tahun lalu

“Luna, kecelakaan Rav. Dia ditabrak lari, dan dari hasil penyelidikan

anak-anak Vikings yang nglakuin ini” ucap Alvan dari sambungan telponnya

Rava menggeram marah, dia langsung membanting laptop yang sejak tadi

diam tidak berdosa hingga bentuknya tak lagi beraturan. Dia sangat marah
karena ini semua urusan Rava dan Alvan tetapi mereka justru mencelakai Luna.

Ya, selain geng Askar mereka anak-anak Vikings adalah orang yang sering

menganggu Rava dan Alvan. Dan kini berimbas pada sahabat cantiknya yang

tergeletak lemah dengan bantuan selang oksigen dan peralatan kesehatan

lainnya.

Saat Luna tersadar dari komanya dia baru mengetahui bahwa mamanya

meninggalkan Luna dan ayahnya. Kedua orang tua Luna bercerai dan ibunya

memilih pergi meninggalkan gadis itu. Kemalangan yang menimpa Luna

membuat gadis itu hidup dalam kesendirian dan hanya Rava dan Alvan yang

menjadi temannya saat ini. Luna seringkali di tinggal ayahnya pergi dinas ke

luar kota karena ayahnya memang orang yang sibuk, sedangkan dia harus

melanjutkan check upnya ke rumahnya sakit saat masa penyembuhan.

Di situlah Rava yang selalu setia menemani Luna, semakin lama Luna

semakin merasa jika Rava memang sangat peduli dengannya.

“Rav, jangan tinggalin aku. Aku takut” ucap Luna lirih

“Aku gak akan ninggalin kamu”

“Rav, aku mau kamu jadi pacar aku, aku mau kamu melindungi aku

dengan tulus Rav” ucap Luna


Rava terdiam tak menanggapi ucapan gadis itu, bagaimana bisa Rava

menjadikan gadis itu sebagai pacarnya jika dia bahkan tak menyukainya

sebagi seorang wanita. Kasih sayang Rava murni hanya sebagai seorang

sahabat tidak lebih.

“Iya” ucap Rava sambil mengangguk membuat gadis itu memeluk Rava

girang, Luna merasa jika seperti ini maka Rava akan mencintainya juga,

minimal jika hubungan mereka sudaah pacaran Rava akan selalu ada di

sisinya.

“Ah Askar”

“Gue mau ajak lo cari udara segar tadi, tapi kayanya lo baru aja pulang”

kata Askar sambil mengendikkan bahunya

Airish terdiam sejenak, mungkin jika dia di rumah ingatannya akan

kembali pada Rava jadi ada baiknya dia ikut Askar pergi keluar saja.

“Mau kemana?” tanya Airish

“Terserah lo mau minta kemana” balas Askar

“Kalau gitu kita ke tempat yang aku pilih”

Setelah mendapat izin dari Aldrich, Airish dan Askar pergi ke kedai es

krim yang biasanya Airish datangi bersama Aldrich. Kafe yang menyediakan

tempat luas dengan berbagai macam rasa es krim tersedia di sana, senyum

tipis Airish terukir saat mencium aroma es krim kesukaannya. Dengan


berbagai macam aroma manis ini, pikirannya sedikit lebih rileks dan tidak

terlalu sedih lagi.

“Lo suka banget sama es krim?” sergah

Askar yang melihat senyum tipis di wajah Airih

“Iya, manis soalnya” ucap Airish memberi

penjelasan tanpa Askar minta

“Sama berarti” jawab Askar

“Apa?”

“Gue juga manis kok” balas Askar sambil

terkekeh melihat Airish memutar bola matanya

jengah

Setelah mendapat pesanannya, Askar dan

Airish memakan es krimnya sambil bercerita

banyak hal. Satu hal yang tidak Askar tahu di sini

adalah Airish kekasih Rava, mungkin itu yang

Airish pikirkan tetapi entah bagaimana dengan

Rava. Askar masih saja menikmati es krimnya hingga tandas bahkan laki-laki

itu ketagihan lalu memesan untuk cup yang kedua.

“Gila sih, enak juga ternyata es krim” celetuk Askar kagum

“Kaya gak pernah makan es krim aja” Airish tertawa

“Baru kali ini gue suka es krim, berkat makan sama lo sih. Sebelumnya

gue gak pernah makan es krim apalagi rasa mint kaya gini” ujar Askar sambil

menikmati es krimnya
Dari kejauhan Rava dan Luna melangkah memasuki kedai es krim yang

sama dengan Airish. Sebelum memasuki tempat itu Rava mengingat kembali

gadisnya iya Airish yang sangat sulit dia hubungi ataupun temui, gadis itu

sangat gemar makan es krim. Rasa bersalah kembali merayapi hatinya, dia

ingin sekali bertemu dengan Airish tetapi sulit untuknya karena Luna selalu

bersamanya. Mata Rava menangkap sosok Akar yang kini berdiri dengan

seorang gadis, mata Rava melebar saat melihat siapa gadis yang bersama

Askar tadi.

Setelah puas bercerita, Airish mengajak untuk Askar pulang namun

saat tubuhnya bangkit dari tempat duduknya kerah cardigan Airish tersangkat

di anting yang Airish kenakan. Membuat gadis itu mengaduh merasakan

perih.

“Kenapa?” tanya Askar menatap Airish

“Bisa tolong lepasin ini, antingku nyangkut” pinta Airish

“Kardigan aja kecantol sama kamu, apalagi cowok” ucap Askar sambil

tertawa

“Udah lepasin, jangan modus mulu”

Askar menunduk lalu memiringkan kepalanya untuk melepas benang

yang tersangkut itu, dangan sedikit sulit Askar berusaha agar Airish tidak

kesakitan. Senyumnya tersungging saat benang itu sudah terlepas dari anting

Airish.
“Terima ka…”

BUGHHH BUGHHH BRAKKK

“Brengsek lo! lo ngapain cewek gue!”

Pukulan itu dilayangkan pada wajah Askar berkali-kali hingga tubuhnya

jatuh tersungkur ke lantai. Pemandangan sekitar menjadi gaduh, Airish hanya

mendengarnya bingung dia tahu jika itu suara Rava. Tetapi apa yang Rava

lakukan pada Askar sekarang, laki-laki itu memukul Askar tanpa alasan yang

jelas.

“Apa maksud lo bangsat! Airish cewek lo?”

“Airish cewek gue!”

“Rava, ya ampun kamu ngapain? Kamu gak papa?” tanya Luna saat

dirinya baru saja kembali dari kamar mandi sebelum memesan es krim dan

melihat Rava tengah memukuli seseorang, Luna segera merangkul Rava, dan

membantu Rava menjauhi Askar

“Haah? Jadi siapa cewek ini?” seloroh Askar sinis

“Askar, udah. Kamu gak papa? Mending kita pulang aja” ucap Airish

melerai Askar lalu menarik tangannya keluar, tanpa sepatah katapun

diucapkan gadis itu pada Rava.


“Airish, kamu gak jawab telpon aku. Dan sekarang kamu pergi sama

dia?” ucap Rava yang mengejar Airish dengan satu gerakan Rava meraih

sebelah tangan Airish

“Kamu gak lupa kan kalau kamu masih sama pacar kamu?” Airish

menghempas tanga Rava kasar lalu mengajak Askar pergi

Askar hanya menyeringai saat matanya bersikuku dengan Rava,

sepertinya kali ini Askar menang darinya. Rava menjambak rambutnya kasar,

rasa marah meguasai dirinya, dia tidak mau melihat Airishnya bersama orang

lain, terlebih orang itu adalah Askar.

“Rava?” panggil Luna pelan

Rava diam, lalu mengatur nafasnya agar kemarahannya tidak dia

lampiaskan pada gadis itu.

“Kita pulang Luna” ajak Rava

“Rava, kamu pacar aku kan?” tanya Luna saat berjalan di belakang Rava

Mata Rava memejam sungguh hatinya ingin berkata bahwa dia tidak

pernah sekalipun mencintai Luna, hati laki-laki itu hanya ada Airish iya Airish

yang mengisi hatinya. Tetapi lidahnya kelu tak mampu mengucapkan kata itu

seolah rasa bersalahnya dulu lebih besar.

“Iya, aku minta maaf” ucap Rava sambil mengelus puncak kepala Luna

pelan. Luna hanya mengangguk pelan dengan tatapan sulit diartikan


֎

“Anna!” panggil Rava

Anna diam bahkan tidak menghiraukan kehadiran Rava, sejak kejadian

itu Anna menjadi sangat dingin padanya. Bahkan Gavin juga ikut menjadi

sasaran kemarahan Anna, karena sahabatnya itu. Di sekolah Anna selalu

menghindari gerombolan Rava termasuk Gavin, padahal Gavin sendiri tidak

salah apapun tetapi Anna berfikir jika Gavin akan sama memperlakukannya

seperti yang Rava lakukan pada Airish.

Rava mencekal tangan Anna, lalu dengan sekali hentakan tangan Rava

terlepas. Tatapan dingin Anna menghujani Rava, gadis itu benar-benar marah

pada Rava rasanya Anna tidak mau mendengar Alasan apapun dari laki-laki

itu.

“Dengerin penjelasan gue bentar Ann”

“Lo tuh mikir apa sih? Gue udah bilang jangan bikin Airish kecewa! Lo

emang laki-laki brengsek Rav. Gue nyesel kenalin Airish, sebenernya salah gue

juga sih biarin lo deketin Airish”

“Tapi itu semua gak seperti yang lo bayangin”

“Emang lo tahu? Yang Airish bayangin emang lo tahu? Airish mikir lo

punya pacar selain dia, Airish mikir lo udah bohongin dia, Airish mikir bahwa

lo udah buat dia kecewa. Terus mana yang gak sesuai hah?” ucap Anna tanpa

jeda emosinya benar-benar tidak dapat ditahan sekarang

Rava terdiam tak mampu menyakal apapun, karena pada faktanya

memang Luna adalah pacarnya meskipun bukan Rava yang menginginkannya,


lalu dia yang membohongi Airish dan tentu membuat gadis cantik itu kecewa

itu semua memang faktanya. Tangan laki-laki itu mengepal keras hingga otot

tangannya bermunculan, kenapa harus serumit ini.

Rava bersama ketiga temannya sedang berada di dalam markas dan di

sini Rava terus memukul samsak hingga tangannya terlihat lecet. Alvan

menyadari kegelisahan yang Rava alami, melihat Rava sampai frustasi seperti

ini benar-benar menunjukkan bahwa Rava memang sangat mencintai Airish.

“Rav, lo mau bunuh diri pelan-pelan?” tanya Gavin saat menatap tangan

Rava yang mulai mengeluarkan darah

Rava hanya melirik Gavin, laki-laki tidak menghiraukan perkataan

sahabatnya dan masih melanjutkan kegiatannya. Namun setelahnya Rava

berlalu pergi tanpa pamit, pandangan ketiga temannya bingung mau

bagaimana lagi jika Rava sedang dalam zona mera yang artinya tidak boleh

disinggung siapapun jadilah seperti ini.

“Kemana lo?” tanya Gavin

“Ke bar” jawab Rava singkat

Meskipun Gavin mengalami hal yang sama dengan Rava yaitu sedang

tidak baik dengan Anna, tetapi Gavin selalu berusaha meyakinkan gadis itu

untuk percaya dengannya dan berakhirlah sekarang Anna sudah mulai

berbaikan dengan Gavin. Sedangkan Alvan yang melihat kepergian Rava mulai

bangkit dan menyusul Rava, Alvan menyuruh Sam dan Gavin untuk menjaga
markasnya hanya sebagai alibi agar dia bisa berbicara empat mata dengan

sahabatnya itu.

Rava meneguk minuman alkoholnya berkali-

kali namun matanya tetap masih saja kuat tidak

terpengaruh efek dari alkoholnya. Dia tidak peduli

jika besok harus sekolah dia ingin melepas semua

stresnya di kelab malam, melihat banyak gadis yang

mendekatinya tak menggoyahkan imannya sungguh

dia tidak memiliki selera pada gadis-gadis kelab.

“Rav, mau sampe kapan lo gini?” tanya Alvan yang menyusul Rava

duduk di kursi sebelah Rava

“Gue gak tahu” satu tegukan mendarat di tenggorokan Rava, laki-laki itu

kini mulai merasa kesadarannya semakin tak beraturan. Rava

menenggelamkan wajahnya di meja dengan tumpuan tangannya, Alvan hanya

melihat Rava dengan tatapan sedih bagaimanapun laki-laki itu sahabat

baiknya.

“Gue cinta A-airish Van” racau Rava lirih namun masih bisa didengar

Alvan

“Gue benci liat Airish sama cowok, tapi kok gue sama Luna ya hahaha.

Tapi gue gak cinta kok sama Luna” tawa pilu Rava di sela-sela ucapannya.

Alvan masih mengamati sahabatnya itu, lalu memutuskan untuk

membantunya berdiri dan segera pergi dari bar sebelum bertambah parah.

Saat ini Rava sudah dibaringkan di apartemen milik Alvan, karena tidak
mungkin Alvan membawa pulang Rava dalam keadaan mabuk yang ada

Bunda Rara akan mengusir Rava dari rumah, oh poor Rava.

Saat Rava membuka matanya dia melihat ke sekeliling ruangan

kepalanya benar-benar pening entah berapa gelas yang semalam Rava minum

entah dia tidak ingat.

“Bangun lo” suara Alvan membuat Rava tersadar jika dia tidak berada di

kamarnya

“Ngapain lo?” tanya Rava curiga

“Ini apartemen gue, lo mabuk, dan kalo gue bawa lo pulang Tante Rara

bakal coret lo dari KK” jelas Alvan dan hanya dibalas helaan nafas berat Rava

“Kapan lo selesain masalah ini? Lo harus bisa tegas Rav, memilih

mengasihani Luna atau cinta lo ke Airish”

Alvan tidak pernah berbicara banyak tetapi saat-saat dibutuhkan seperti

ini Alvan menjadi pihak yang paling bisa mejadi penengah dan pendengar yang

baik. Rava tahu jika Alvan sangat menyukai Luna tetapi entah kenapa Luna

sangat memaksakan perasaannya pada Rava dan tanpa Luna sadari hal ini

membuat Rava dan Luna sendiri terluka. Rava hanya terdiam tidak
mengatakan apapun dia beruntung Alvan masih menganggapnya sahabat

walaupun Luna memilih Rava. Hey, pikirian Alvan tidak sedangkal itu.

Rava memejamkan matanya lalu menjatuhkan tubuhnya kembali di

kasur, pertanyaan Alvan masih berputar di kepalanya tetapi mau bagaimana

lagi Rava saja sekarang tidak tahu apa jawabannya. Luna sangat bergantung

pada Rava, sedangkan Rava tidak bisa meninggalkan gadis itu dalam keadaan

seperti ini.

“Gue gak bisa ninggalin Luna gini Van, dia terlalu bergantung sama gue

dan gue gak tega ninggalin dia di posisi dia yang lagi terpuruk” ucap Rava

pelan

“Suatu saat lo bakal sadar kalo ini semua cuma alasan Luna agar lo

tetep mau sama dia, lo punya kehidupan sendiri Rav jangan terpaku hanya

pada kesedihan Luna. Gue ngomong sebagai sahabat lo, bukan sebagai orang

yang pernah suka sama Luna” ujar Alvan


PART 16

Rava mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang menuju rumah

Airish, setelah memikirkan perkataan Alvan dia ingin berusaha untuk

meyakinkan Airish. Beberapa pesan dari Luna terlihat menganggur tak

terbalas bahkan tidak tersentuh oleh Rava, laki-laki itu masih fokus pada setir

kemudinya dan jelas bayangannya hanya pada Airish.

Mobilnya kini sudah memasuki halaman rumah Airish, Rava

menekankan keberaniannya untuk memencet bel rumah Airish. Saat pintu

terbuka wajah Airish terlihat menyembul dari balik pintu.

“Airish” panggil Rava membuat Airish tersentak dan hampir menutup

pintunya kembali

“Aku mohon dengerin aku dulu, aku mau jelasin sesuatu” ucap Rava

memohon

“Kayanya gak ada yang perlu dijelasin, mending kamu pergi!” seru Airish

dengan suara bergetar

“Gue mohon” pinta Rava

“Pergi”

Satu kata itu akhirnya membuat Rava memundurkan langkahnya lalu

pergi, sedangkan Airish sudah menutup pinta rapat tubuhnya sudah

bersandar pada pintu air matanya sudah tidak bisa dia tahan. Tubuhnya pun
sudah merosot, perasaannya pada Rava sudah terlalu besar tetapi saat itu

juga Rava membuatnya hancur. Airish pikir Rava benar-benar menyayanginya,

tapi entah bagaimana laki-laki itu bisa melakukan hal menyakitkan pada

Airish.

Hampir setiap hari Rava mendatangi rumah Airish dengan berbagai

usaha tetapi Airish tetap tidak memberikan Rava waktu untuk

menjelaskannya. Airish tiak ingin mendengar penjelasan yang pada akhirnya

akan membuat hatinya semakin terluka, egois memang tetapi bukankah yang

Rava lakukan pada Airish sama.

“Dek kamu yakin gak mau nemuin Rava?” tanya Aldrich khawatir

“Enggak”

“Kakak nggak tahu ada masalah apa, tapi ada baiknya kamu dengerin

dia dulu. Dia udah dateng tiap hari, tapi kamu gak mau nemuin dia. Kasihan

dek”

“Yaudah kalo kak Al kasihan, temuin aja sendiri” ucap Airish yang

berdiri membelakangi Aldrich

Aldrich sebenarnya tidak tega melihat Rava yang selalu menunggu

Adiknya hingga berjam-jam namun tidak Airish hiraukan. Aldrich juga tidak

bisa berbuat apa-apa karena Airish sudah bilang mau menyelesaikan

masalahnya sendiri, itu berarti Airish sudah memahami segala konsekuensi

yang akan dia ambil.


Hari ini pun Rava masih datang menemui Airish, dengan keadaannya

yang basah kuyup karena sejak pulang sekolah hujan sudah mengguyur

kotanya. Dan Rava sudah berdiri di depan pintu rumah Airish selama 4 jam,

Airish juga tahu jika Rava menunggunya hatinya juga sedih melihat Rava

seperti ini.

“Dek, kamu bilang mau menyelesaikan masalah kamu sendiri? Apa gini

caranya? Kasihan Rava, lebih baik kamu temui dia sekali-kali. Dia sudah

setiap hari ke sini dan kamu melarang orang rumah mempersilahkan Rava

masuk. Dek mama juga gak akan suka sama sikap kamu yang kaya gini, jadi

temuin dia ya” saran Aldrich akhirnya membuat Airish mengangguk

“Maafin Airish ya kak” ucap Airish lirih

“Kakak cuma gak mau kamu jadi orang egois, ayah dan mama juga

tidak pasti tidak akan suka dek” balas Aldrich seraya memeluk Airish, gadis

canti itu pun mengangguk lemah

“Yaudah sekarang kamu temui dia ya”

Aldrich menuntun Airish menuju pintu depan lalu meninggalkan

adiknya, Airish membuka pintunya hingga membuat Rava terkejut.

“Airish, aku…”

“Kamu hujan-hujanan?” tanya Airish menyela saat mencium aroma baju

basah
“A-ah iya tadi hujan pas di tengah jalan”

“Yaudah masuk dulu” ucap Airish tanpa ekspresi

Saat masuk ke rumah Airish tidak mendengar suara langkah kaki Rava,

gadis itu berbalik dan mendapati Rava memang masih berdiri di belakangnya.

Sebenarnya saat ini Rava masih tersenyum tidak percaya dengan apa yang dia

lihat, Airish menyambutnya? Mengkhawatirkannya? Oh sungguh Rava sangat

merindukan gadisnya itu.

“Mau sampe kapan di sana? Kalau gak mau masuk yaudah” kata Airish

membuyarkan lamunan Rava

Akhirnya Rava memasuki rumah Airish dan gadis itu menyuruh Rava

untuk menunggu di ruang tamunya. Airish kembali dengan handuk di

tangannya dan beberapa potong pakaian yang Rava yakini itu pasti milik

Aldrich, meskipun langkahnya masih meraba dengan tongkat tetapi gadis itu

tampak sangat mantap berjalan.

“Nih, bersihin dulu”

Rava terdiam belum menerima handuk itu, sebenarnya tubuhnya sudah

menggigil sejak tadi. Dia merasa hidungnya benar-benar panas, seperti ingin

mengeluaran…

Hatchimmmm Hatcimmmm
“Tuh kan, nih buruan pake. Kamar mandinya ada di sebelah tangga”

ucap Airish khawatir

Akhirnya dengan senyum mengembang Rava meraih baju ganti itu

dansegera menuju kamar mandi untyk mengganti pakaiannya. Setelah selesai

dia merasa sedikit nyaman karena tidak lagi merasa menggigil tetapi

hidungnya sudah memerah dan dia merasakan kepalanya sedikit berdenyut

pening. Rava kembali dan melihat Airish duduk di ruang tamu, lalu laki-laki

itu sudah duduk di sebelahnya.

“Udah?”

“Iya udah nih, makasih ya”

“Kamu tuh ngapain sih, gak akan ada yang berubah walaupun kamu

memaksakan diri kaya gitu”

“Tapi aku cuma mau…. Hathcimmm” ucapan Rava terpotong saat

bersinnya kembali menyerang

Airish menaikkan satu alisnya lalu tangannya bergerak mencoba

menemukan wajah Rava, memastikan suhu badan laki-laki itu. Dan yah, ini

pertama kalinya Rava menyentuh wajah Rava, tepatnya kening laki-laki itu.

“Astaga badan kamu panas banget sih” seru Airish tampak sangat

khawatir saat merasakan kalau Rava demam


“Gak papa kok, kayanya sih aku cuma flu” ucap Rava menenangkan,

sejujurnya meskipun dia merasa sekarang badannya sedikit meriang tetapi

pemandangan yang ada di depannya tidak mau dia lewatkan. Wajah khawatir

Airish membuatnya merasa lega karena itu tanda bahwa gadis cantik itu

masih peduli dengannya.

“Tunggu bentar sini” perintah Airish

Airish menuju kamar kakaknya dan tidak menemukan siapapun di

sana, sepertinya kakaknya pergi tadi dan parahnya sekarang tidak ada Bi Ayas

atau Rani karena suami Bi Ayas sedang sakit di rumah. Jadi Bi Ayas dan Rani

pulang ke rumah. Setelah tidak menemukan yang Airish cari dia menghampiri

Rava, saat Airish mendekati Rava sepertinya laki-laki tidak bersuara sama

sekali.

“Rava” Airish menepuk pelan pipi Rava namun tidak mendapat balasan

apapun, Rava sudah menyandarkan kepalanya pada sofa dan nafasnya sudah

naik turun. Airish sedikit khawatir jika terjadi sesuatu pada Rava sedangkan

dia sendirian di rumah, kenapa kakaknya bisa pergi di saat seperti ini sih?

Dengan pelan Airish merebahkan Rava di sofanya, meluruskan kaki panjang

Rava agar bisa sejajar dengan badannya. Saat merasakan kaki Rava sangat

dingin Airish pergi mengambil selimut juga kompres gel penurun panas, saat

ini hanya hal seperti itu yang bisa Airish lakukan karena keterbasatasannya.

Dengan pelan Airish menutup tubuh Rava dengan selimut memastikan

selimut menutupi tubuh Rava tertutup dari ujung kaki hingga dada, lalu
Airish duduk di samping Rava menempelkan gelnya di kening putih laki-laki

itu, lalu mengusapnya pelan.

“Airish, maaf” ucap Rava lirih, bahkan sangat lirih

“Rava?” Airish mendengar Rava berbicara tetapi sepertinya laki-laki itu

mengigau, karena saat ini matanya sedanag terpejam bahkan gerakan Airish

tidak menganggunya sama sekali.

“Airish, maaf”

Hatinya sedikit menghangat menyadari bahwa sepertinya Rava benar-

benar ingin memberinya penjelasan bahkan hingga terbawa mimpi oleh Rava.

Airish menyentuh wajah Rava pelan, mengabsen satu persatu mata, alis,

hidung, hingga mulut Rava. Gadis itu tersenyum lalu senyuman itu segera

memudar dari wajah Airish, hatinya kembali nyeri saat ingatan Rava bersama

gadis yang mengaku kekasihnya itu, jika perempuan itu pacar Rava lalu siapa

Airish bagi Rava? Airish tidak mau berlarut dalam pemikiran, dia menepis

jauh semua pikiran itu. Airish membuang nafasnya panjang lalu bangkit,

namun pergerakannya terhenti.

“Airish” ucap Rava seraya memeluk pinggang Airish membuat gadis itu

tersentak

“Aku minta maaf, ini semua salahku. Aku sama sekali tidak memiliki

perasaan pada Luna, aku cuma sayang kamu” ucap Rava yang tidak

mendapat respon apapun dari Airish


“Dia bergantung sama aku karena orang tuanya berpisah, sejak dulu dia

selalu memintaku untuk jadi pacarnya. Sedangkan aku cinta sama kamu

Airish” jelas Rava lemah dengan posisi yang masih memeluk pinggang Airish

Gadis itu masih mematung di tempatnya, kenapa harus seperti ini

hubungannya dengan orang Airish yakini ahwa dia sangat menyayangi dirinya.

“Aku gak tahu harus gimana lagi Airish, I just want you to know if I love

you, only you”

“Kalau kamu bingung, aku akan menjadi orang yang paling tidak tahu

arah. Aku selalu berpikir siapa aku buat kamu? Saat kamu memikirkan dia,

apa kamu tahu gimana perasaanku?” tanya Airish seraya menunduk menatap

kosong ke bawah

“Airish aku …”

Drrrtttt Drrrrtttt Drrrrttttt

Dering ponsel Rava memotong perkataannya, ponsel itu terus saja

berdering lama, membuat Rava terpaksa harus melepas pelukannya pada

Airish.

“Halo”

“…..”

“Apa? Oke sekarang saya ke sana”


Tut. Suara Rava terdengar sangat khawatir saat menelpon namun Airish

tidak berani bertanya, dia hanya menunggu Rava mengatakannya sendiri.

Tetapi sayangnya dia tidak mengatakan apapun.

“Airish ada hal yang harus aku urus, aku pergi dulu” ucap Rava setelah

melipat selimutnya dan melepas gel penurun panasnya

“Itu Luna?” tanya Airish ragu-ragu

Cukup lama Rava tidak menjawab

“Iya, aku minta ma…”

“Gak papa, sepertinya dia memang lebih butuh kamu” ucap Airish

mencoba menguatkan perasaannya

Kata yang lolos dari mulut Rava membuat hati Airish benar-benar

kecewa, dia baru saja mengatakan bahwa dia sangat mencintai Airish dan

sekarang dia pergi menemui Luna. Apa maksud kedatangannya hanya

membuatnya kecewa seperti ini? Rasa seperti kau baru saja mendapat bunga

mawar indah, tetapi orang itu lupa bahwa mawar yang diberikan masih

memiliki banyak duri hingga melukai kita dan orang yang memberi.

Rava sudah memakirkan motornya di rumah sakit, dengan langah

terburu-buru dia segera menuju ke ruang tempat Luna di rawat. Saat sampai

di sana sudah ada Alvan yang berdiri di sebelah ranjang Luna, gadis itu
terbaring lemah dengan selang infus terpasang di tangannya. Wajahnya

terlihat sangat pucat, matanya masih terpejam saat Rava datang, saat

mendengar suara Rava mata gadis itu terbuka, namun pandangannya

langsung beralih engganmenatap Rava.

“Luna, aku minta maaf” ucap Rava

“….”

“Luna, tadi aku …”

“Kamu jahat, kamu ninggalin aku sendirian Rava. Kamu kemana saat

aku butuh kamu?” suara Luna Luna bergetar air matanya sudah mengalir

begitu saja

“Aku benar-benar minta maaf, yaah aku janji gak akan ngulangi lagi”

ujar Rava seraya menggenggam tangan lemah Luna

“Janji ya?” ucap Luna

Rava mengangguk menanggapi, rasanya dia sudah tidak bisa berpikir

jernih lagi. Sejak di jalan pikirannya bercabang, Airish dan Luna egois

memang Rava merasa tidak ingin melepas semua, tetapi kenyataannya saat ini

dia memilih menemui Luna. Dengan kondisi Rava yang memang sedang tidak

fit juga, rasa lelah yang dia rasakan menjadi bertambah dua kali lipat bahkan

pakaian Aldrich masih dia pakai hingga malam ini.


“Mending lo balik istirahat, biar gue yang jaga Luna” perintah Alvan

pada sahabatnya yang terlihat sangat kelelahan

“Gue gak papa, gue istirahat di sini aja. Biar nanti gue bilang sama

bunda tidur sini” kata Rava sambil merebahkan dirinya di sofa ruang rawat

setelah Luna tertidur. Beruntung ada Alvan yang membawa Luna ke rumah

sakit, gadis itu terkena tifus karena sejak Rava jarang membalas pesannya di

situlah dia berhenti makan. Sedangkan pesan dan panggilan terakhir Luna

saat dia meminta tolong pada Rava namun tidak Rava pedulikan dan

berakhirlah gadis itu dibawa Alvan.

Alvan menatap wajah sahabatnya melas, sepertinya Rava benar-benar

kacau sekarang. Alvan beranjak keluar, dan setelah hampir 15 menit dia

kembali dengan bungkusan makanan di tangan kanannya lalu kopi di tangan

kirinya untuk Rava. Alvan mungkin bisa menebak jika sahabatnya itu belum

makan, ya sekuat apapun seorang Rava kalau belum makan tetap saja lemah.

“Nih makanan sama kopi” ucap Rava sambil menyodorkan kopinya pada

Rava yang masih bersandar di sofa

“Thanks, tau aja gue laper” ucap Rava sambil meringis

“Gue udah ngabarin ayah Luna, dia bakal balik besok jadi lo bia

istirahat di rumah”

Rava mengangguk mengerti, setelah menyantap makanannya rasa lelah

Rava sedikit berkurang. Memang dia hanya makan saat sarapan bersama
Rana di rumah, setelahnya dia tidak makan apapun hingga mala mini,

beruntungnya sahabatnya sangat pengertian.


PART 17

Setelah kepergian Rava waktu itu menemui Luna, hingga dua minggu

berlalu Rava sama sekali tidak mendatangi Airish lagi, bahkan kabarnya saja

tidak pernah dia tahu. Selama dua minggu itu justru Askar yang sering

menghampiri Airish, kedatangan Askar sedikit membuatnya terlepas dari

kesedihan karena seringkali Askar menghibur Airish atau mengajak Airish

pergi sekedar berjalan-jalan keluar. Askar kini menjadi teman laki-laki Airish

yang setia menemani Airish, entah kerasukan setan apa tetapi sikap Askar

benar-benar berubah setelah bertemu Airish. Kini cap sebagai Askar

berandalan sudah mengikis sedikit demi sedikit, bahkan sekarang Askar

berhenti merokok saat Airish bilang jika dia benci aroma rokok.

“Operasinya kapan?” tanya Askar yang sudah tahu mengenai rencana

operasi Airish

“Minggu depan, kenapa?”

“Siapa tahu kamu mau lihat pertama kali wajahku yang manisnya kaya

es krim ini pas mata kamu udah bisa liat”

“Ya ampun pedenya level sakit jiwa” tawa Airish pecah saat mendengar

penyataan Askar

“Tapi tetep aja sih kamu masih lebih manis dari es krim manapun”

“Hm mulai lagi deh. Godain aja terus, gak akan mempan”

“Oke aku godain terus sampe dapet”

“Dapet piring pecah mau?”


“Gapapa kalau dapet piring pecah, kalau aku dapet piring pecah berati

piring kamu utuh. Jadi aku bisa sepiring berdua sama kamu” ucap Askar

seraya tertawa

Airish hanya memutar bola matanya malas, lalu setelahnya gadis itu

tertawa. Askar benar-benar bisa membantu memperbaiki mood Airish setiap

hari, tetapi terus terang Airish tidak memiliki perasaan apapun pada Askar dia

hanya nyaman saat berteman dengan Askar.

“Kalau gitu, semoga operasinya lancar ya” kata Askar sambil menepuk

pelan kepala Airish dan disahuti anggukan gadis itu.


PART 18

London 08.00

Pagi yang cerah untuk suasana London yang ramai di pagi hari, banyak

orang-orang berlalu lalang menenteng tas kerja mereka, ada yang sedang

menelpon, ada yang berbincang dengan temannya. Sungguh pemandangan ini

sudah tidak asing lagi untuk gadis yang kini menunggu lampu lalu lintas

berubah hijau.

“Askar, ayo jalaannn” ucap gadis itu sambil menarik Askar yang di

sebelahnya

“Kamu udah hafal daerah London?” tanya laki-laki itu

“Yah, tidak terlalu tetapi kalau masih daerah sini aku hafal”

Askar lalu tersenyum sambil mengangguk, sudah dua tahun gadis di

sebelahnya itu tinggal di London. Saat ini Askar memang sedang ada urusan

di London, dan kebetulan sudah satu tahun lamanya

mereka tidak bertemu meskipun sering bertukar

pesan. Saat ini mereka berdua sudah memasuki

restoran yang berada di kanan jalan.

“Airish”

“Apa?”
“Tawaranku masih berlaku loh, mau gak jadi pacarku?” ucap Askar

sambil terkekeh

Ya, gadis itu adalah Airish. Airish yang

tak lagi berjalan dengan tongkat ataupun

bantuan dari orang yang menggandenganya.

Kini matanya bisa melihat dengan sempurna,

setelah operasi Airish berjalan lancar gadis itu

memutuskan untuk mengikuti ayah dan

kakaknya untuk pergi ke London, bukan tanpa

alasan Airish pergi ke London karena dia

memang mendapat tawaran dari salah satu teman Aldrich untuk belajar

mendalami dunia fashion. Gadis itu sedang menjalani masa belajar menjadi

desainer di salah satu perusahaan teman Aldrich.

“Enggak makasih, aku lebih nyaman kita berteman” ucap Airish mantap

“Wah kamu menyia-nyiakan kesempatan terbaik di dunia tahu”

“Bodoamat, nih aku masih bisa mendapat hal baik dari hilangnya

kesempatan yang kita anggap terbaik” jawab Airish sambil terseyum

Askar memang serius pernah menyatakan perasaannya pada Airish

namun gadis itu tetap saja menganggapnya teman, kalau saja Askar yang dulu

pasti dia akan marah atau membanting sesuatu untuk melampiaskan

kemarahannya tetapi Askar berbeda sekarang. Bukan lagi anak berandalan,


sekarang dia sudah berubah menjadi laki-laki yang yah sedikit bertanggung

jawab, meskipun sifatnya yang badboy itu belum sepenuhnya menghilang.

Dua tahun lalu

“Kamu udah siap?” tanya Edgar sembari menatap anaknya yang tengah

berbaring mengenakan pakaian operasi

“Tenang aja ayah sama Kak Al jangan khawatir, okay”

Aldrich dan Edgar menatap mantap pada anak gadis itu, tidak ada raut

ketakutan di sana. Hanya ada senyum yang selalu menghiasi wajah cantik

Airish, keyakinannya sudah bulat bahkan Airish sudah menyingkirkan segala

perasaan yang menganggunya untuk sementara waktu. Kini fokusnya benar-

benar hanya untuk operasi matanya, sudah lama dia mendambakan

penglihatannya kembali jadi kebahagiaannya hanya ada di sini, pikir Airish.

“Coba kamu buka pelan-pelan ya” ucap dokter yang kini sudah

membuka perban di mata Airish

Mata Airish masih terpejam dan mencoba membukanya pelan, sangat

pelan. Pandangannya masih samar, samar, hingga dia bayangan di depannya

mulai jelas hingga terlihat sangat jelas siapa saja yang berdiri di depannya.

“A-ayahh” kata Airish dengan suara bergetar hingga tangis lirih Airish

membuat Edgar dan orang-orang di sana mendelik takut

“Kenapa sayang? Kenapa? Ada yang sakit iya??” tanya Edgar beruntun
Airish menggeleng

“Airish bisa lihat ayah, Kak Al, Bi Ayas, Rani, Anna” ucap Airish berkata

ak percaya dengan apa yang dilihatnya, mereka benar-benar nyata di

pandangan Airish bukan bayangan yang Airish gambar sendiri.

Semua orang di sana bisa bernafas lega, semuanya memeluk gadis

cantik itu bergantian. Sekarang Airish menjadi gadis yang sempurna tidak lagi

gadis yang dibayangi kegelapan, berjalan dengan tongkat, atau mengandalkan

pendengaran dan indra penciumannya. Sekarang semua berjalan dengan baik,

Airish bisa melangkah sendiri.

Lalu apa kabar dengan Rava? Jelas laki-laki itu mencoba menemui

Airish tetapi tidak dia temukan di rumahnya, karena hanya ada Om Alex yang

berjaga dan beberapa orang penjaga dan pembantu. Tetapi lagi-lagi Luna

selalu menarik Rava untuk tetapi berada di sampingnya, semakin lama gadis

itu semakin egois. Bahkan saat bersama Gavin, Sam, dan Alvan Luna selalu

meminta Rava untuk mengajaknya atau memanggil Rava untuk segera

menemaninya.

“Rav, ini udah gak bener. Lo cuma dijadiin boneka sama Luna” ucap

Samudra saat berada di markas

“Maksud lo?” tanya Rava

“Lo jangan goblok, gue tahu, kita semua tahu kalo lo cinta sama Airish

dan lo ngorbanin cewek kaya Airish cuma buat Luna. Dia cuma manfaatin lo

dengan menggunakan kesedihannya dia, hubungan lo gak baik Rav” tegas

Sam
Pandangan Rava menajam melihat Samudra, rasanya dia ingin marah

tetapi apa yang sahabatnya katakan memang benar. Dia memang

meninggalkan Airish dan memilih memilih Luna, bodohnya Rava. Sebenarnya

dia cukup sering melihat Askar dan Airish pergi bersama, tetapi dia tidak bisa

marah karena dirinya juga Airish terluka.

Airish melangkahkan kakinya menuju panti asuhan yang dulu dia

datangi bersama Rava, dia datang sendiri hari ini tentunya ditemani supir

keluarga Airish. Matanya mengedarkan pandangan ke tempat yang baru dia

lihat ini meskipun pernah dia datangi. Anak-anak menyambut Airish dengan

girang dan di sambut senyum termanis Airish. Bahagianya dia bisa melihat

anak-anak di panti ini.

“Bunda” panggil Airish pada wanita yang tengah menyiram bunga di

taman belakang

“Airish? Kamu, bisa melihat nak?” tanya Bunda Fatma sambil

menghampiri Airish

Bunda Fatma langsung memeluk Airish erat, rasa haru membuat wanita

paruhbaya itu menitihkan air mata bahagia. Kembali dia melepas pelukan

untuk menangkup wajah Airish dengan senyum dan air mata bersamaan,

Bunda Fatma kembali memeluk Airish.


“Sayang, ya ampun bunda kaget banget. Ini benar-benar kejutan

terindah buat bunda” ucap Fatma

“Hehe iya bunda, maaf ya sebelumnya Airish jarang main ke sini” balas

Airish

“Iya sayang, gak papa bunda udah seneng liat kamu kaya gini. Oh iya,

kamu gak bareng sama Rava?” tanya Fatma

“Ah, itu. Airish gak kasih tahu Rava bunda kalo Airish ke sini. Sengaja

mau buat kejutan hehe” tukas Airish sambil menggaruk pipi yang tidak gatal

“Oh gitu, kalian gak ada masalah apa-apa kan?” celetuk Fatma

membuat Airish menoleh cepat

“Ah itu, sebenarnya bun Airish sementara waktu tidak tinggal di

Indonesia, jadi Airish mau pamit dan nitip surat ini buat Rava ya”

“Lo kenapa gak ngomong langsung?” tanya Fatma heran, dia sudah

menebak dari awal jika keduanya pasti memiliki masalah karena Rava sering

datang sendirian ke panti untuk sekedar ngeteh bersama Fatma, terlihat jelas

dari raut wajah Rava yang terkesan kehilangan pancaran kebahagiaannya.

“Enggak bun, bantuin Airish ya. Kemarin Airish ketemu Rana sama

Tante Rara tapi Airish lupa”

Kemarin Airish memang sengaja mendatangi rumah Rava, dan yang

Airish temui hanya Rana adik Rava dan Bunda Rava. Saat itu Rava tidak ada
di rumah, bisa jadi saat itu laki-laki itu sedang pergi bersama Luna pikir

Airish.

“Yaudah, nanti bunda sampein ke Rava. Bunda cuma mau pesan kalau

kamu ada masalah lebih baik segera diselesaikan ya, bunda tahu kalau kalian

bahagia saat bersama. bunda yakin kalau Rava sayang banget sama kamu”

“Iya bun, semuanya sudah selesai kok” ucap Airish dengan tawa

hambarnya

Semuanya memang sudah selesai kan? Semenjak Rava meninggalkan

Airish saat itu, hingga saat ini bahkan Rava tidak lagi muncul atau sekedar

menanyakan kabar Airish. Seolah memang Rava memilih untuk bersama Luna

dan menuntaskan semuanya, menyedihkan sekali.

Sudah dua minggu sejak kedatangan Askar ke London, dan sekarang

laki-laki itu harus kembali ke Indonesia karena urusannya di London sudah

selesai. Jujur saat ini rasa sedih sudah hinggap di hati Airish karena

temannya itu akan pulang ke Indonesia.

“Kamu cepet banget si di London” celetuk Airish sambil memanyunkan

bibirnya


PART 19

Rava membuka kembali lembaran putih yang tertera tulisan tangan

sekitar 2 tahun lalu, Rava menyimpannya dengan baik bahkan kertasnya

masih tetap putih dan terlipat rapih. Hatinya kembali merasa sesak saat

mengingat bagaimana dia meninggalkan Airish dulu, ya semuanya memang

bukan kehendak Rava tetapi dia merasa tidak memiliki pegangan kala itu

sehingga hatinya memilih hal yang salah.

Hai, Rava

Apa kabar kamu? Aku harap kamu baik, itu yang ingin aku dengar. Aku

menulis surat ini karena aku sudah bisa melihat dan menulis dengan bebas.

Aku tidak lagi membutuhkan tongkat, tidak lagi membayangkan wajah orang-

orang, aku akan berdiri lebih tegap dari sebelumnya. Terima kasih karena kamu

pernah berjanji untuk menjadi mata buat aku dan bantuan kamu selama ini.

Aku anggap selama ini kamu sedang membantuku untuk siap berjalan sendiri,

aku pikir aku memang harus mencukupkan perasaan ini.

Berbahagialah dengan pilihan kamu, siapapun itu semoga bisa menjadi

tongkat yang mampu menopang kamu saat sulit, yang membantu kamu berjalan

saat kamu kehilangan arah. Terima kasih karena kamu pernah menjadi arah

mata angin yang menuntunku merasakan bahagia dan kecewa, aku tidak akan

menyalahkan pilihan kamu saat ini karena aku masih sadar dimana posisiku

seharusnya berdiri, aku tidak berada di samping kamu.


Sepertinya aku terlalu banyak bicara ya? Haha. Terima kasih Rava, saat

ini aku memang masih memiliki perasaan untuk kamu, entah sampai kapan aku

hanya berharap akan cepat berakhir.

Salam,

Airish 

Rava tertawa miris membacanya, hatinya benar-benar hancur tetpi dia

yakin jika Airish lebih menderita. Perasaannya masih sama seperti 2 tahun

yang lalu di hatinya nama Airish masih kokoh menetap, tetapi sayangnya Rava

tidak tahu dimana keberadaan gadis cantik itu. Karena pihak keluarga Airish

tidak memberi tahu, mereka hanya mengatakan jika Airish tinggal di luar

negeri. Sedang Rava sudah mencoba memohon pada Anna tetapi gadis itu

tetap saja tidak memberi tahunya, sama seperti keluarga Airish dia hanya

berkata bahwa Airish di luar negeri.

Rava berjalan pelan mendekati jendela apartemennya, hujan rintik

terlihat membasahi kota ini. tangan Rava meraih gitar kesayangannya yang

sejak semalam berdiri di dekat jendela. Tangannya mulai bergerak

menjetikkan jarinya di antara senar gitarnya, nada-nada dari gitar Rava kini

mulai memenuhi ruangannya, “It will rain” – Bruno Mars mengalun dari pita

suara Rava tidak ada nada sumbang dari suaranya yang berat tetapi terkesan

menyiratkan banyak kesedihan dari lagu yang Rava nyanyikan.

Cause there be no sunlight if I lose you baby


There be no clear sky if I lose you baby

Just like the clouds my eyes will do the same

If you walk away everyday it will rain

“Kamu dimana, Airish?” ucap Rava pelan sambil memijat keningnya

Sejak Rava meninggalkan Airish di rumahnya dia sama sekali tidak

menghubungi Airish, tetapi Rava seringkali mampir di depan rumah Airish

sekedar melihat sang pemilik rumah. Jika beruntung Rava akan melihat Airish

berada di luar rumah, tapi Rava lebih sering memandang kosong rumah

Airish, tidak ada siapapun keluar dari sana kecuali orang yang sering Airih

sebut Bi Ayas. Rava tidak memiliki keberanian untuk menghubungi Airish lagi

setelah membuat gadis itu terluka bahkan nomor telpon Airish saja sudah

tidak ada di dalam list kontak Rava karena seseorang telah menghapusnya.

Sebelum hari kelulusan, 2 tahun lalu

“Kamu itu kemana aja sih Rav? Aku tuh telpon kamu, kenapa gak

diangkat, kamu pasti ke rumah cewek itu lagi kan?” tanya Luna yang sudah

menunggu Rava di rumahnya

Hampir setiap hari Luna meminta Rava untuk datang setelah pulang

sekolah dengan banyak alasan, dan jika Rava tidak datang akan ada banyak

hal yang Luna lakukan mulai dari mogok makan, menangis semalaman, atau
mengurung diri di kamar. Dan hal itulah yang membuat Alvan sahabat Rava

itu marah dengan kelakuan Luna yang semakin hari hanya menjadikan Rava

bonekanya, Alvan kehilangan sikap respectnya pada Luna biar bagaimanapun

Luna sudah sangat keterlaluan pada Rava.

“Enggak Luna, aku tadi bareng sama temen-temen di markas” ucap

Rava menenangkan

“Kenapa gak ngajak aku, kamu tahu kan aku tuh gak suka kalau

ditinggal sendirian” rengek Luna yang semakin sewot

“Aku juga butuh waktu sama temen-temen aku Luna, aku punya

kehidupan pribadiku sendiri”

“Oh, sekarang kamu berubah. Sejak kamu kenal sama cewek buta itu

sikap kamu berubah!” teriak Luna

Rava menoleh cepat saat mendengar Luna menyebut „Gadis Buta‟ jelas

yang dia maksud adalah Airish. Selama ini Rava cukup sabar menghadapi

tingkah Luna yang meminta ditemani ini itu, sedangkan hidup Rava tidak

melulu harus dengan Luna dia memiliki waktu dengan keluarga, teman-

temannya, bahkan untuk mengejar mimpinya. Semuanya menjadi makin sulit

saat bersama Luna, seperti saat Rava bilang bahwa dia akan melanjukan

sekolah ke kampus impiannya di London tetapi respon Luna langsung

menolak keras dengan alasan dia tidak mau LDR. Dia sudah merelakan

cintanya, sekarang dia juga tidak mau merelakan cita-citanya.


“CUKUP LUNA! Apa kamu sadar yang kamu lakukan itu buat aku gak

nyaman? Mau nongkrong bareng harus ijin, kamu maunya harus ikutlah, dan

lagi kamu lupa kamu yang hapus nomor Airish? Aku sudah tidak

berhubungan dengan Airish lagi tapi kamu masih mengungkitnya, dia gak

salah apa-apa Luna” ucap Rava meluapkan semua kekesalan yang selalu dia

tahan selama ini, kini tumpah begitu saja saat Luna menyinggung soal Airish,

Rava bahkan tidak tahu Airish dimana setelah dia meninggalkan gadis itu dan

memilih menemui Luna.

“Lihat kan, kamu berubah setelah ketemu dia. Kamu gak cinta lagi sama

aku!” ucap Luna yang masih ngotot

“Kamu lupa? Kalau kamu yang memintaku buat jadi pacar kamu? kamu

menyia-nyiakan Alvan yang tulus sama kamu dan memilih memaksa aku

untuk selalu ada di samping kamu. Dan selama ini aku peduli karena aku

masih menghargai kamu sebagai temanku dan Alvan, sayangnya aku tidak

pernah suka sama kamu sebagai seorang wanita” emosi Rava sudah tidak bisa

terbendung

“Kamu yang jahat Rava!” maki Luna dengan telunjuk yang menuding

wajah Rava

Laki-laki itu semakin tidak habis pikir bagaimana bisa? Dia sudah

merelakan banyak waktunya demi Luna, bahkan dia sampai mengorbankan

cintanya tetapi yang Luna inginkan hanya Rava yang terus berada di sisinya
dan melayaninya tanpa ada orang yang boleh menganggu waktu berdua

mereka ini bukan lagi cinta, tapi obsesi.

“Baik, aku emang jahat Luna. Kalau gitu kita putus. Urusan kita selesai”

ucapnya santai seolah tidak ada kesedihan saat mengucapkan kata-kata

sakral bagi orang-orang yang menjalani hubungan.

“T-tapi tapi Rava..Rava!” seru Luna saat melihat Rava melenggang pergi

meninggalkan dirinya, apa yang Rava katakan masih belum sampai di ujung

hatinya karena obsesinya pada Rava yang terlalu besar, tapi saat Rava pergi

barulah dia mulai meyadari bahwa apa yang dia lakukan selama ini memang

salah tetapi saat ini sudah terlambat bagi Luna.

Rava berjalan santai menyusuri jalanan kota London setelah pulang dari

kampusnya di London School of Economics and Political Science. Rava memang

termasuk siswa cerdas di SMA meskipun hobinya tawuran bersama ketiga

temannya tetapi Rava memiliki otak yang jenius hingga dia bisa masuk di

universitas luar negeri. Sedangkan Gavin, Samudra, dan Anna berada di satu

kampus yang sama di Indonesia, sedangkan Alvan sama-sama di London

tetapi berbeda kampus dengan Rava, sepertinya dia memang sangat berjodoh

dengan Alvan karena mendapat kesempatan yang sama bersekolah di London.

Jalanan kota tidak pernah sepi karena setiap orang yang berlalu lalang

selalu berjalan kaki berbeda dengan di Indonesia yang lebih gemar

menggunakan kendaraan bermotor. Sambil menunggu lampu penyeberangan


berubah hijau Rava membuka ponsel di sakunya, melihat pesan di grup

persahabatannya yang dia buat sejak SMA hingga saat ini masih saja aktif dan

berisik tentunya. Senyumnya terulas saat membaca pesan dari Gavin dan Sam

mereka berdua tidak pernah berhenti membuat onar di grup memang.

Rava memasukkan kembali ponselnya lalu menatap jalanan di

depannya. Matanya sedikit terganggu saat melihat wajah yang menyembul di

antara kerumunan yang berada di seberang Rava, pikirannya kembali menepis

segala bayangan yang mungkin hanya halusinasi untuk Rava. Saat lampu

hijau Rava mulai tersadar namun matanya tidak lepas dari wajah yang tidak

asing bagi Rava. Wajah yang selama ini dia rindukan, wajah yang selama ini

tidak pernah dia jumpai dan kini benar dia berdiri di seberang Rava, benar-

benar nyata Rava beberapa kali menampar wajahnya takut jika pandangannya

itu salah tetapi memang yang beridir di seberang jalan adalah gadis yang Rava

cari selama ini.

“Airish” ucap Rava dalam hati

Kakinya membeku saat Airish mulai berjalan mendekat, matanya tak

berhenti menatap gadis itu dia memastikan bahwa pandangannya tidak

ngawur. Namun saat pandangan Rava bertemu dengan Airish, gadis itu tidak

merespon apapun seolah menatap orang asing sambil berlalu melewati Rava

begitu saja bahkan tidak ada senyum manis yang dulu sering Airish

lemparkan pada Rava. Ah benar, Airish belum pernah melihat wajah Rava

sama sekali setelah penglihatannya pulih, Rava kembali tertawa miris bahkan

gadis yang sangat dia cintai tidak mengetahui bagaimana wajah Rava.
Tidak menyia-nyiakan kesempatan itu Rava segera mengejar Airish,

dengan langkah cepat Rava mencoba mencari Airish, dan dapat! Gadis itu

sedang berjalan ke kedai es krim. Tanpa berpikir panjang Rava langsung

menghampiri Airish lalu meraih tangan gadis itu hingga sang pemilik tangan

terkejut, mata mereka bersikuku namun Airish merasa risih dengan orang

yang baru saja menariknya tiba-tiba.

“Hey, what are you doing?” ucap Airish

kesal sedangkan orang yang di tanya memberi

tatapan yang tidak bisa diartikan membuat

Airish semakin tidak nyaman dan berusaha

melepas tangannya hingga suara orang itu

membuat Airish melebarkan matanya

“Airish, kamu benar Airish!” ucap Rava

yang langsung menarik Airish ke dalam

pelukannya

“…”

“Airish, ini aku Rava” ucap Rava sekali lagi

Airish mematung di tempat, kakinya benar-benar lemas hatinya bedesir

pelan mendengar suara yang sangat Airish kenali. Meskipun tidak lagi

mendengarnya selama 2 tahun tetapi ingatan tentang Rava masih saja

membekas bahkan Airish tidak yakin perasaannya sudah hilang pada Rava.

Sebenarnya Airish mendapat cerita dari Anna bahwa Rava memang memohon
pada Anna untuk memberitahu keberadaannya tetapi Anna menolak, dan

masih banyak lagi cerita tentang Rava yang Airish dapat dari Anna.

“Rava?” tanya Airish pelan air matanya tidak bisa dia tahan lagi, ya

Airish merindukan Rava, sangat rindu

“Iya ini aku Rava, Ravandra” jawab Rava sambil mengangguk lalu

melepas pelukannya dan merengkuh wajah Airish

“Airish aku minta maaf, aku sudah menyia-nyiakan kamu. Aku mohon

maafin aku” ucap Rava pilu bahkan air matanya menetes perlahan melewati

rahang laki-laki itu dia tidak peduli jika ada yang melihatnya menangis karena

memang saat ini hatinya benar-benar merindukan Airish

“….” Rava tidak mendapat jawaban apapun dari Airish

“Aku rindu sama kamu, Airish. Aku mohon jangan pergi lagi”

Airish terdiam hatinya mungkin sakit tetapi saat ini dia benar-benar

bahagia bertemu Rava, seolah semua luka yang dulu pernah bersarang hilang

begitu saja.

“Aku juga” ucap Airish sambil mengangguk

Rava tersenyum lalu kembali menarik gadis itu untuk memeluknya erat,

Airish ikut membalas pelukan Rava menyalurkan rasa rindu yang selama ini

Airish pendam dan dia alihkan dengan mengerjakan aktivitas apapun selama

di London. Dan kini dia bertemu dengan Rava dengan tidak sengaja dan

mengalir begitu saja, benar-benar takdir membawanya hingga sejauh ini.

.
.

“Hari ini Airish mau pergi keluar yah beli bahan, paling pulangnya agak

sore” pamit Airish sebelum pergi meninggalkan rumahnya yang berada di

London.

“Mau kakak anter?” tawar Aldrich yang duduk di samping Airish

“Gak perlu kali, aku udah gede nih dianter mulu” tolaknya sambil

tertawa

“Hm, duh kangen Airish kecil yang masih imut-imut gemesin sekarang

katanya kok udah gede, sedih” ucap Aldrich sambil mencubit pipi Airish gemas

“Apa sih kak, mending sana deh nyari cewek. Inget umur kak, ayah juga

pengen cucu. Ya kan yah?” ucap Airish sambil mengedipkan matanya pada

sanga ayah

“Bener kata adekmu, jangan ngurusin Airish terus nanti bisa-bisa kamu

keburu tua”

“Tenang aja, yang suka sama Al tuh banyak. Al tingal milih aja sih” ucap

Aldrich sambil mengibaskan tangannya

Airish hanya memandang malas kakaknya yang kelewat PD, walaupun

Aldrich memiliki banyak penggemar wanita dimanapun tetapi tetap saja belum

ada satupun wanita yang Aldrich kenalkan pada ayahnya dan Airish. Secara

tampan, berkharisma, penyayang, ramah, cerdas, kaya sudah Aldrich


dapatkan tetapi hanya satu kekurangan lelaki itu ya wanita yang cocok

mengisi dan membuat kakak Airish itu nyaman, pasalnya Aldrich memang

sedikit keras kepala dan sulit diatur maka dari itu dia ingin mencari pasangan

sesuai dengan kriterianya sendiri.

Houghton St Holborn, London

Airish melangkahkan kakinya riang sambil sesekali bersenandung kecil,

sepertinya hari ini adalah hari yang baik batinnya. Matahari menyinari sudut

kota yang tertutup banyak gedung tinggi. Jalanan padat pejalan kaki seperti

biasa, sambil menunggu lampu jalan berubah hijau entah mengapa ingatan

gadis itu kembali pada saat dia pertama kali bertemu Rava. Pertemuan yang

sangat tidak menyenangkan memang, Airish segera menggeleng pelan

menncoba menyingkirkan ingatan itu.

Ting. Lampu sudah berwarna hijau dan

Airish melangkahkan kakinya untuk

menyeberangi jalanan yang dipadati manusia.

Saat hampir sampai di tepi mata Airish tidak

sengaja berpapasan dengan seseorang yang

sama-sama menatapnya. Airish sedikit

bingung dengan tatapan aneh itu, tatapan


yang membuat hatinya bergemuruh seolah ada banyak hal yang ingin

diluapkan, tetapi gadis berponi cantik itu memilih mengabaikannya takut-

takut jika dia bukan orang baik.

“Aku mau beli es krim dulu deh” ucap Airish bermonolog dengan dirinya

sendiri saat melihat kedai es krim di tepi jalan, namun betapa kagetnya Airish

saat merasakan seseorang menarik tangannya dari belakang

“Hey, what are you doing?”

Senyum Rava tak henti-hentinya dia sematkan di wajah tampannya,

rasanya dia tidak ingin mengalihkan pandangannya dari gadis yang sedang

memakan es krim di depannya, takut jika saat dia menoleh gadis itu akan

pergi meninggalkannya, lagi.

“Kalau kamu mandangin aku gitu, bisa-bisa es krim kamu cair” celetuk

Airish sambil menunjuk es krim Rava yang mulai menetes

“Masih nikmatin momen, aku takut kalau ternyata ini cuma mimpi”

ucap Rava

“Nih mimpi, nih” kata Airish yang gemas sambil mencubit pipi Rava

sedikit keras membuat sang empunya mengaduh kesakitan, tawa Airish

membuat Rava semakin membuat Rava sulit menghindari wajah cantik itu
Sebenarnya Airish juga masih tidak percaya bisa bertemu Rava di sini,

di tempat dimana dia menghindari segala kenangan tentang laki-laki itu. Dan

lagi hatinya masih saja menyimpan semua perasaan yang Airish simpan

hampir 2 tahun lamanya.

“Kalau gitu, aku pergi dulu” pamit Airish setelah selesai dengan es

krimnya

“Aku ikut” sergah Rava cepat sambil berjalan di sisi gadis itu

Setelah berputar mnegelilingi toko dan mendapat yang Airish butuhkan,

Airish kembali ke rumahnya tentu saja dengan Rava yang masih berjalan di

sampingnya.

“Makasih ya” ucap Airish

“Aa tu-tungguu” ucap Rava sedikit gugup meraih tangan Airish

“Kenapa?”

“Kita masih bisa bertemu lagi kan?” tanya Rava ragu

Airish tersenyum lembut lalu mengangguk pelan, perasaan Rava kini

benar-benar sempurna bahagia sekali lagi sebelum Rava pergi dia memeluk

Airish erat membuat gadis itu tertawa dengan tingkah laku Rava. Setelah

memastikan Airish masuk rumah dengan selamat Rava kini bergegas untuk

kembali ke apartemennya.
PART 20

Pagi Airish disibukkan dengan macam-macam pensil warna, buku

sketsa dan bahan-bahan yang tergantung di depan mejanya. Sudah hampir 3

jam Airish berkutat dengan banyaknya bahan tekstil yang sudah separuh jadi.

Airish memiliki mesin jahit pribadi, sejak dia belajar menjahit selama 6 bulan

lamanya Edgar langsung membelikan gadis itu mesin jahit dan jelas saja

Airish sangat senang karena walaupun baru dua tahun dia belajar tetapi dia

sudah menghasilkan banyak karya busana, meskipun kebanyakan hanya

pakaian kasual saja.

“Hahhh, capek” tukas gadis bermata coklat itu sambil meregangkan

kedua tangannya ke atas

“Dek, ada yang nyariin kamu” ucap Aldrich dari luar kamarnya

“Siapa kak?” jawab bingung Airish setelah keluar dari kamarnya

“Udah lihat aja sendiri ke bawah, kakak sama ayah ada meeting di

kantor kamu di rumah sendirian gak papa ya”

“Siap kak!”

Setelah Aldrich pergi Airish segera membereskan semua pekerjaannya

dan bergegas turun untuk menemui siapa yang mendatanginya. Senyum

orang mengembang saat melihat Airish dari balik pintu, wajahnya tampak

seperti anak kecil yang berhasil mendapatkan hadiah senang dan

menggemaskan.
“Rava” panggil Airish seraya mendekati Rava

“Kamu sibuk?” tanya Rava

“Ah, enggak udah selesai kok. Kenapa?”

“Ikut aku” ajak Rava sambil menarik tangan gadis itu

“E-ehh mau kemana?”

Tanpa menjawab pertanyaan gadis itu Rava langsung menarik Airish

keluar, gadis itu sedikit bingung namun dia hanya mengikuti kemana Rava

mengajaknya pergi. Setelah menempuh perjalanan dengan kereta Airish dan

Rava kini sudah sampai di tempat tujuannya.

“Ayo naik” ajak Rava

“Naik biang lala??” ucap Airish heran Rava menariknya hanya untuk

mengajak Airish naik biang lala, jelas saja Airish heran tetapi Rava hanya

mengangguk sambil merangkul Airish untuk segera mendekati wahana di

London Eye yang berada di sepanjang Sungai Thames itu.

Airish dengan ragu mulai melangkahkan kakinya ke dalam kurungan,

selama berada di London ini adalah yang pertama kalinya, bahkan selama dia

hidup hingga dewasa ini adalah pertama kalinya dia naik biang lala terlebih

biang lala di tempat ini memiliki ketinggian 135 meter.

Rava mengikuti Airish masuk dan berdiri di hadapan gadis itu, Rava

menangkap wajah bingung Airish karena kapsul biang lala yang bisa di isi 5
orang itu kini hanya di pakai oleh Rava dan Airish

hingga menyisakan banyak ruang bagi keduanya.

Rava memang sudah memesan satu kapsul

khusus hanya untuk di isi Rava dan Airish saja.

“Kamu takut?”

“Hehe enggak kok” kilah Airish namun saat

wahana itu mulai bergerak Airish terlihat terkejut

dan hal itu justru membuat Rava tertawa karena

melihat ekspresi Airish yang terkesan lucu, saat biang lala besar itu mulai

bergerak naik secara perlahan ketakutan Airish meluap begitu saja

“Kamu tahu kenapa di sini di sebut London Eye?” tanya Rava

“Enggak, memangnya kenapa?”

“Lihat, dari ujung sini kamu bisa melihat seluruh dunia. Itulah kenapa

tempat ini disebut London Eye atau mata London. Karena dari sinilah kita bisa

melihat banyak hal di seluruh penjuru kota” jelas Rava saat kurugan mereka

tepat berada di atas

“Waaahhhh pemandangannya indah” senyum bahagia terpatri di wajah

putih gadis itu, suasana kota memang sedikit mendung tetapi tidak

mengurangi kesan indah pemandangan kota tersebut

“Iya, memang indah” balas Rava yang tidak hentinya menatap Airish

sejak gadis itu tersenyum melihat pemandangan di luar sana


“Airish” panggil Rava membuat gadis itu segera menoleh menghadap

Rava

“Iya?” jawab Airih dengan seulas senyum di bibirnya

“Apa kamu masih punya perasaan buat aku?”

Tubuh Airish menegang saat mendengar pertanyaan Rava, senyum yang

sejak tadi terpatri kini beringsut turun perlahan. Airish ingin mengatakan jika

dia masih memiliki perasaan dengan Rava tetapi dia tidak mau jika saat ini

dirinya hanya mendapatkan kekecewaan yang sama dengan dua tahun lalu.

Airish memang belum mengetahui bagaimana hubungan Rava dan Luna saat

ini, tetapi rasa takutnya akan kecewa masih lebih besar.

“Aku enggak tahu” ucap Airish sambil tertunduk

“Kenapa?” tanya Rava

“Kamu sama Luna ..”

“Aku dan Luna sudah tidak memliki ikatan apapun, urusan kita sudah

selesai. Dan sekarang aku ingin memutuskan hidupku sendiri, perasaanku

sama kamu tidak berubah Airish. Kamu tahu aku juga tersiksa saat kamu

pergi, hidupku berantakan Airish” ucap Rava sambil merengkuh wajah gadis

itu agar wajahnya menatap Rava

Airish menatap lurus mata Rava gadis itu tidak menemukan

kebohongan apapun di mata itu suara Rava pun terlihat sangat jelas jika laki-
laki itu mengatakan yang sebenarnya. Hatinya kembali menghangat setelah

sekian lama dia biarkan tertutup untuk siapapun, dan sekarang Rava kembali

yang membuka hatinya.

“Aku juga membutuhkan waktu lama untuk menerima semuanya Rava,

menyembuhkan kekecewaan ini butuh waktu yang tidak singkat” kata Airih

yang mengalihkan pandangannya dari Rava

“Maka dari itu, izinkan aku untuk memperbaiki semuanya Airish. Aku

tidak bisa menjanjikan banyak kebahagiaan tetapi selama itu aku akan

berusaha untuk tidak membuat kamu kecewa, lagi” ujar Rava sambil

menggenggam tangan Airish erat meyakinkan gadis di depannya

Senyum simpul tertarik dari bibir Airish, sungguh hatinya tidak muluk –

muluk meminta Rava untuk melakukan hal apapun demi membuatnya

bahagia, karena saat ini bersama dengan laki-laki itu saja perasaannya sudah

benar-benar bahagia. Airish ingin percaya lagi dengan Rava, hatinya selalu

mengiyakan setiap kata yang Rava ucapkan meskipun otaknya selalu berpikir

sebaliknya. Kini Airish ingin mengikuti kata hatinya sendiri.

“Kalau gitu, jangan lagi ada yang membuat kecewa baik aku ataupun

kamu” balas Airish sambil mengangguk

“Airish” ujar Rava lirih perasaannya benar-benar terbang bersama angin

dan rintik hujan kota London saat ini


Tangan Rava bergerak meraih wajah Airish, merengkuhnya, menarik

gadis itu mendekat hingga Airish merasakan bibir Rava menyentuh bibirnya,

perlahan mata Airish terpejam mengikuti Rava dan merasakan hangat di

hatinya kini menjalari pipinya. Di bawah rintik hujan dan biang lala menjadi

bukti bahwa Airish kembali mempercayakan hatinya pada Rava, tidak ada

paksaan, ataupun kata-kata klaim yang dulu sering terlontar dari mulut Rava,

sekarang Airish benar-benar menyerahkan hatinya sesuai kehendaknya.

“Aku pulang dulu ya” ucap Rava setelah mengantar Airish pulang

namun tangan laki-laki tidak melepas genggaman tangannya pada Airish

“Iya, hati-hati” balas gadis cantik itu sambil mengangat tangannya

seolah meminta Rava melepas genggaman tangannya

“Sayangnya mana?”

“Hah? Apa?”

“Harusnya kamu bilang, hati-hati ya sayang” balas Rava dengan wajah

dibuat cemberut manja membuat Airish tertawa

“Yaudah sini nunduk aku bisikin sesuatu” pinta Airish dengan menaik

turunkan jari tangannya tanda menyuruh Rava untuk menunduk

Cup. Satu kecupan mendarat di pipi Rava membuat Rava mendelik kaget

tetapi ekspresinya langsung berubah senyumannya mengembang sempurna.

Rava sedikit kaget dengan perlakuan Airish tetapi hal itu membuat perut Rava

diserbu banyak kupu-kupu, detik dimana laki-laki itu bertemu Airish kini dia
telah kembali memancarkan kebahagiaan di matanya, tidak ada lagi mata

yang menyimpan banyak kesedihan dan penyesalan.


PART 21

Malam ini menjadi malam yang berbeda dari malam-malam sebelumnya,

setiap hari senyumnya tak lepas dari wajah manis Airish. Aldrich dan Edgar

terkadang heran dengan putri satu-satunya di keluarga Wilson itu, bukan

hanya senyuman terkadang Airish lebih sering bersenandung dan lebih

perhatian dengan kakak dan ayahnya, seperti mala mini.

“Kak mau Airish buatin teh?” tanya Airish saat masuk ruang kerja

Aldrich, kakaknya itu mengangkat sebelah alisnya bingung dengan tingkah

adiknya yang lebih perhatian dari sebelumnya

“Kamu baik-baik aja kan?” tanya Aldrich

“Of course, I‟m really fine!” jawab Airish mantap

“Yaudah satu deh, gausah pake gula ya” tukas Aldrich sambil

menggeleng pasrah dan di jawab anggukan Airish

Setelah membuatkan kudapan untuk ayah dan kakaknya kini Airish

merebahkan diri di kasur empuknya, matanya masih belum mengantuk sama

sekali pikirannya entah masih melalang pada kejadian biang lala bersama

Rava. Airish melirik ke arah mesin jahitnya kemudian terbesit satu ide dalam

otaknya, kakinya melangkah menuju ke deretan bahan yang masih utuh.

Dengan cekatan dia mengambil salah satunya, menggelarnya lalu dengan

cekatan meteran dan pensil ditangan Airish berjalan sesuai perintah Airish.
Setelah berkutat selama 4 jam Airish melihat puas hasil kerjanya,

kemeja untuk Rava sudah selesai terjahit dengan sangat rapih, tangan gadis u

benar-benar terampil. Saatnya gadis itu mengistirahatkan diri menunggu pagi

tiba, melirik kembali kemeja yang sudah terbungkus bersih di dalam paper

bagnya membuatnya senyumnya puas.

„Semoga Rava suka‟ harap Airish

“Adek kakak, lagi dapet pacar baru ya” tanya Aldrich saat ada di meja

makan

“Enggak! Kepo banget sih” seloroh Airish seraya melirik kakaknya yang

sedang menlahap roti selainya

“Tuh yah, eh dek kakak sama ayah tuh udah tahu kamu pasti balik lagi

sama Rava. Duh Askar kasian yaaa” ledek Aldrich

“Askar cuma temenku kak, udah deh gausah ngada-ngada cepet habisin

rotinya terus nyusul ayah ke kantor”

“Hm, kalau Askar cuma temen, berarti bener kamu balik sama Rava

lagi” ucap Aldrich sambil merasa bangga jika jawabannya pasti benar karena

saat ini wajah Airish sudah memerah

“Rava juga kuliah di sini kan dek?” tanya Aldrich dan di jawab deheman

Airish
“Dimana?”

“LSE kak” jawab Airish

Mulut Aldrich membulat sambil menganggukan kepalanya, sarapannya

sudah selesai saatnya dia menyusul ayahnya ke kantor untuk membawakan

bekal sarapan miliki ayahnya, yah karena ada meeting di pagi hari Edgar

hanya sempat meminum kopinya tanpa menyantap sarapan beruntungnya

anak perempuannya sangat pengertian mau membuatkan bekal.

“Kakak berangkat dulu, kakak pulang larut kalau ayah gak tahu. Kamu

gausah nungguin kakak, kakak bawa kunci jangan lupa hati-hati di rumah”

cecar Aldrich saat akan berangkat seolah adiknya itu masih berusia 15 tahun.

“Iya iya bawel banget ah, udah kakak berangkat hati-hati kak” kata

Airish sambil mendorong kakaknya masuk ke dalam mobil, rasanya Aldrich

memang sudah kehilangan adik kecilnya karena saat ini gadis itu sudah

berubah menjadi gadis dewasa yang sudah mengerti banyak tentang

kehidupan

Drrrttt Drrrrtttt

Kebetulan sekali setelah menyiapkan diri untuk keluar, Rava menelpon

Airish menanyakan keberadaan gadis itu dan tanpa berpikir lagi Airish

meminta Rava untuk bertemu demi memberikan hadiah yang sudah Airish

buat semalaman.

“Kamu tunggu aku aja di situ, aku udah di jalan” ucap Airish
“Okay, I‟m here. Hati-hati sayang!” balas Rava membuat Airish

tersenyum

“Iyaa”

Rava sudah duduk di kursi yang

berada di tepi Suangai Thames tempat ini

tidak terlalu ramai saat ini jadi Rava bisa

sedikit bersantai menunggu Airish. Rava

berjengit melihat toko bunga, akhirnya dia

memutuskan untuk membeli sebuket

bunga mawar putih untuk Airish.

Drrrttt Drrrttt

“Halo”

“Halo, Rava kamu dimana?” mata Rava membulat saat mendengar suara

ini

“Di dekat Sungai Thames”

“Ah ketemu! Aku di belakang kamu!” seru suara dari telpon

Rava membalikkan badannya mendapati Luna berdiri tak jauh di

belakang Rava, hubungannya dengan Luna memang sudah berakhir lama kini

mereka menjalani hidup layaknya sahabat biasa. Luna juga datang menemui
Rava bersama Alvan, dan yang Rava tahu dari Alvan sendiri bahwa sahaat

Rava satu ini kembali mendekati Luna.

“RAVA!” teriak gadis itu yang berlari menerjang Rava lalu memeluknya

Senyum ramah laki-laki itu terulas tipis, tangannya yang masih

memegang bunga mawar putih untuk Airish turun dan membalas pelukan

gadis itu.

“Alvan mana?” tanya Rava di sela-sela pelukannya

“Alvan lagi beli minum bentar lagi ke sini kok”

Airish menatap pemandangan yang ada di depannya dengan wajah

bingung, laki-laki yang kini menjadi kekasihnya tengah memeluk seseorang

dengan senyum terulas di wajahnya. Senyum Airish memudar saat melihat

Rava membalas pelukan gadis itu, hatinya kembali dihinggapi perasaan tidak

nyaman seperti saat dulu Rava meninggalkannya. Entah kenapa rasanya dia

ingin pergi menghindari pemandangan itu, sempat terbesit dalam otak Airish

jika kembali buta memang lebih baik daripada harus melihat kejadian di

depannya.

Mata Rava menangkap wajah gadisnya yang yang sedang menatap ke

arah Rava dan Luna. Mata Rava membulat lebar saat tahu Airish langsung

berbalik meninggalkan tempatnya, Rava segera mendorong Luna dan berlari

mengejar Airish. Mungkin ini hanya sepenggal kisah cinta seperti di dalam
film, saling kejar dan kehilangan tetapi yang Airish lakukan tidaklah pergi

berlinang air mata.

“Airish, tunggu!” panggil Rava di belakang gadis itu

“….”

“Airish!” Rava menarik Airish lalu memeluknya cepat

Airish menghela nafasnya saat diperlakukan seperti itu rasanya dai

tidak lagi kaget dengan yang Rava lakukan. Airish hanya merasa kesal dengan

pemandangan di depannya, sakit hati? Untuk apa jika Airish sudah pernah

mengalami patah hati yang lebih menyedihkan daripada ini, cemburu? Wanita

mana yang tidak kesal melihat pacarnya berpelukan dengan wanita lain.

Tetapi Airish hanya ingin meredam marahnya untuk membeli es krim.

“Aku gak ada maksud apa-apa sungguh, aku mohon jangan pergi lagi”

ucap Rava dalam pelukan eratnya

Jujur saja saat ini Airish tersenyum tipis dalam pelukannya, tetapi

Airish masih memilih untuk diam mendengarkan Rava berbicara. Jahat

memang tetapi Airish ingin mendengar pengakuan Rava tentang apa yang

baru saja terjadi. Rava melepas pelukannya, menatap lekat wajah Airish

dengan perasaan bersalah karena sudah berpelukan dengan wanita lain.

“Aku minta maaf, Luna tiba-tiba datang ke sini tapi dia datang sama

Alvan, sekarang Alvan yang lagi deket sama Luna. Dan aku gak ada apa-apa
sama Luna, Airish aku mohon jangan marah, jangan pergi Airish” ucap Rava

beruntun

Airish tidak bisa lagi menahan tawanya, hingga wajahnya kini bisa

tertawa di hadapan Rava. Ekspresi Rava benar-benar bingung dengan Airish

saat ini, sepertinya gadis itu terlihat marah dan sekarang dia tertawa.

“Siapa yang mau ninggalin kamu, Rava”

“Kamu pergi tadi” ucap Rava penuh penekanan

“Aku tadi kesal” ucap Airish ketus

“Sekarang?”

“Masih” balas Airish yang mengerucutkan bibirnya, hal ini membuat

Rava memutar bola matanya gemas melihat gadis itu. Dengan satu tarikan

cepat Rava mendaratkan bibirnya pada bibir Airish, tentu saja Airish terkejut

tetapi gadis itu ikut membalas ciuman Rava pelan.

“NIH! Buat kamu” Airish memberikan paper bag miliknya pada Rava

“Apa ini?” tanya Rava bingung

“Buka aja sendiri” suruh Airish

Rava membuka paper bag itu dan sangat terkejut dengan yang Airish

berikan.

“Kamu buat sendiri?” tanya Rava yang di balas anggukan Airish


Senyumnya mengembang sempurna, betapa cintanya Rava pada

gadisnya, dan ditambah hadiah yang Airish berikan memang bukan hal

mewah tetapi bagi Rava meupakan hal terbaik dari hadiah apapun di dunia.

Rava terdiam sejenak seraya meremas pelan paper bag yang Airish berikan,

seolah sedang mengumpulkan keberanian.

“Airish” panggil Rava pelan

“Hm?”

“Menikahlah denganku”

Rava merogoh sakunya dan

mengeluarkan sebuah cincin silver dalam

sebuah kotak putih, Airish masih terkejut

dengan situasi ini mulutnya masih menganga

tidka percaya jika saat ini Rava meminta

dirinya untuk menikah, ini sebuah lamaran.

“Aku tahu ini bukan moment yang tepat

tapi yang aku tahu jika aku meminta pada orang yang tepat. Dan aku sangat

yakin dengan hal itu Airish” ucap Rava

“Jadilah tempat pulangku, jadilah orang yang akan selalu mendampingi

bahagiaku Airish. Dan izinkan aku menjadi orang yang menopang sedihmu

dan membuat kamu bahagia” lanjut Rava


“Rava” air mata Airish kini meluncur begitu saja, tidak ini bukan tangis

kesedihan Airish sangat bahagia, ya gadis itu sangat bahagia.

“Aku mau” balas Airish sambil

mengangguk sambil tersenyum

Rava tersenyum puas lalu memasangkan

cincin itu di jari manis Airish, terlihat sangat

cocok dan menambah kesan anggun di jari

Airish yang masih kosong. Rava langsung

memeluk gadis yang akan menjadi pelabuhan

terakhirnya, pelabuhan yang sempat dia tinggalkan dan tak ingin lagi

kehilngan gadisnya sampai kapanpun.

“Ehemmm” deheman seseorang menganggu aktivitas Rava dan Airish

“Selamat buat kalian berdua ya, dan Airish aku minta maaf untuk

semua yang terjadi dulu” ucap Luna seraya meraih tangan Airish

“Yang sudah berlalu biarlah berlalu, dan sekarang kamu lihat kan aku

baik-baik saja. Aku bahagia” ujar Airish dengan senyuman tulus yang tak

pernah pudar dari wajah cantiknya

“Kamu memang orang yang baik Airish, Rava sangat beruntung memiliki

kamu” balas Luna

“Van, jangan sampai kelewatan lagi! Langsung saja daripada keduluan

sama orang” ucap Rava pada sahabatnya itu


“Sudah ada di sini” jawab Alvan sambil menunjuk kepalanya

Hidup memang terlihat datar bagi sebagian orang, tetapi tergantung

bagaimana kita menyikapinya. Semua hal yang menyedihkan maupun

menyenangkan adalah sesuatu yang harus dinikmati, gelap dan terang juga

merupakan warna dari sebuah kehidupan, dan cinta yang menjadi dasar dari

semua perjalanan itu. Hidup Airish tak pernah gelap karena setiap

perjalanannya dia selalu menikmati dan mensyukuri keberadaan orang-orang

di sekelilingnya yang masih mendukung dan memberikan banyak kisah dalam

hidupnya. Kini Airish benar-benar bahagia dengan hidupnya, bukan hanya

Airish Rava juga begitu terlebih cintanya sudah berlabuh pada kebahagiaan.

TAMAT~

Anda mungkin juga menyukai