Anda di halaman 1dari 14

Mempromosikan Bahasa dan Aksara Daerah

Melalui Media Sosial: Proses Kreatif Bersama


Wikimedia Indonesia
Adien Gunarta
Wikimedia Indonesia

Subtema
Revitalisasi Bahasa dan Sastra Daerah
Makalah Kongres Bahasa Indonesia XII

MEMPROMOSIKAN BAHASA DAN AKSARA DAERAH MELALUI


MEDIA SOSIAL: PROSES KREATIF BERSAMA WIKIMEDIA INDONESIA
Promoting Regional Languages and Scripts through Social Media:
Wikimedia Indonesia’s Creative Process

Adien Gunarta
Wikimedia Indonesia
adien.gunarta@wikimedia.or.id

Abstrak
Media sosial merupakan salah satu media komunikasi yang paling ramai digunakan
oleh masyarakat. Sarana ini memiliki potensi jangkauan yang luas, efesien, dan
akses yang relatif mudah. Dengan potensi yang demikian, media sosial menjadi
penting untuk dimanfaatkan sebagai wahana mempromosikan kebudayaan Indone-
sia, khususnya dalam hal ini, bahasa dan aksara daerah yang makin tersisihkan ke-
beradaannya. Banyak akun yang bermunculan di media sosial dikelola untuk mem-
promosikan bahasa daerah, seperti akun yang dikelola pemerintah atau akun yang
dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Akan tetapi, terdapat tantangan bagaima-
na cara konten kreatif bertema bahasa dan aksara daerah bisa menarik perhatian di
tengah ramainya konten lain yang beredar bebas di jagat media sosial. Makalah ini
berusaha menguraikan proses kreatif pembuatan konten media sosial dengan tujuan
mempromosikan dan mengenalkan bahasa dan aksara daerah di Indonesia. Pros-
es kreatif dan pengalaman itu diharapkan dapat menjadi pemelajaran bersama dan
menjadi inspirasi dalam mempromosikan bahasa dan aksara daerah di Indonesia
oleh pihak-pihak lain.

Kata kunci: media sosial, proses kreatif, pelestarian bahasa, aksara terancam

Abstract
Social media is one of the most widely used media platforms for communication
in society. This platform has the potential to reach a broader audience, work ef-
ficiently, and have relatively easy access. With such potential, it is important to
use social media as a mode for promoting Indonesian culture, particularly in this
case, regional languages and endangered scripts of Indonesia that are increas-
ingly marginalized. There are many handles on social media aimed at promoting
regional languages, such as handles managed by the government or those man-
aged independently by the community. Nevertheless, how regional languages and
scripts themed creative content can attract attention amid the crowds of other con-
tent circulating freely on social media remains a challenge. This paper describes
the creative process of creating social media content with the aim of promoting and
introducing regional languages and scripts in Indonesia. It is hoped that the cre-
ative process and experience can become shared learning and inspiration by other
parties in promoting regional languages and scripts in Indonesia.

Keywords: social media, creative process, language preservation, endangered scripts

Adien Gunarta.indd 1 23/10/2023 07:42:07


Makalah Kongres Bahasa Indonesia XII

PENDAHULUAN
Media sosial merupakan hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan ma­
syarakat masa kini. Selain untuk membagikan cerita atau momen pribadi kepada
teman, pengguna media sosial juga memanfaatkan media sosial untuk mendapatkan
informasi menarik, seperti berita terbaru, hiburan, kiat-kiat melakukan sesuatu, atau
konten-konten yang bersifat edukasi. Banyaknya hal yang dapat dilakukan dengan
media sosial mampu menarik minat lebih banyak orang untuk turut serta menggu-
nakannya.
Pada permulaan tahun 2023, DataReportal (Kemp, 2023) mencatatkan ada­
nya 212,9 juta pengguna internet di Indonesia dengan 167 juta di antaranya me­
rupakan pengguna media sosial. Hal ini berarti sekitar 77% masyarakat Indonesia
telah menggunakan internet dan 60% telah menggunakan media sosial dalam ke­
sehariannya. Dalam Status Literasi Digital di Indonesia 2022 melalui Kompas.com
(Saptoyo, 2023), 72,6% dari 10.000 responden dari seluruh Indonesia mengaku
mengandalkan media sosial untuk mendapatkan informasi. Hal tersebut mengalah-
kan penggunaan televisi sebanyak 60% dan media daring berbentuk situs web se-
banyak 27,5% saja.
Potensi media sosial yang sedemikian besar membuat media sosial dimanfaat-
kan oleh berbagai pihak untuk mempromosikan produk atau mengomunikasikan
gagasan, mulai dari yang bersifat hiburan hingga yang bersifat pendidikan, baik un-
tuk keperluan berorientasi laba maupun nirlaba. Salah satu hal yang banyak ditemu-
kan di ranah media sosial Indonesia adalah pembuatan konten kreatif mengenai
kebudayaan Indonesia. Hal ini banyak dilakukan, baik oleh akun yang terafiliasi
pemerintah maupun oleh akun yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat atau
swasta. Sebagai contohnya, Ditjen Kebudayaan RI mengelola akun @budayasaya
dan PT Garuda Nyala Fajar Indonesia mengelola akun @gnfi. Keduanya banyak
mengenalkan keindahan dan kekayaan budaya Indonesia kepada khalayak ramai
dengan format konten kreatif yang edukatif, mudah dicerna, dan menyenangkan
untuk dilihat.
Bahasa dan aksara sebagai salah satu bagian besar dari kebudayaan juga tidak
luput untuk diangkat menjadi konten media sosial kreatif oleh banyak akun di me-
dia sosial. Media sosial dimanfaatkan untuk memperkenalkan dan mempromosikan
kembali bahasa dan aksara daerah kepada masyarakat luas, khususnya untuk peng-
guna yang dianggap sebagai generasi yang lebih muda. Hal ini menimbang bahasa
dan manuskrip merupakan dua dari sepuluh objek pemajuan kebudayaan, yang ter-
maktub dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan,
yang perlu dilindungi, dimanfaatkan, dan dikembangkan. Upaya pelestarian aksara
daerah Indonesia juga disebut terkendala karena penggunaannya yang masih san-
gat terbatas, kurangnya kepedulian pemerintah daerah, sedikitnya masyarakat yang
masih mampu berbahasa dan melek aksara daerah, serta tidak adanya media yang
sesuai untuk menuangkan tulisan beraksara daerah (Gandhawangi, 2021). Mau-
lana (2020: 180—181) mengungkapkan pelestarian aksara daerah sejatinya harus
sejalan dengan pelestarian bahasa daerah. Ia juga menjelaskan beberapa cara yang
bisa ditempuh untuk turut melestarikan aksara daerah, yaitu (1) menggunakan ba-
hasa dan aksara daerah di perangkat digital, (2) mengembangkan karya seni/sastra

Adien Gunarta.indd 2 23/10/2023 07:42:10


Makalah Kongres Bahasa Indonesia XII

dengan kandungan aksara daerah, (3) mengampanyekan penggunaan aksara daerah


secara terbuka, (4) menjadi peduli dengan aksara daerah sendiri, utamanya jika
aksara tersebut belum banyak diteliti, dan (5) membuat karya yang bermanfaat un-
tuk aksara daerah, seperti makalah, fon komputer, aplikasi, dsb.
Media sosial di Indonesia mulai memperlihatkan geliat akun-akun yang ge-
mar berbagi pengetahuan edukatif dan menarik terkait bahasa dan aksara daerah.
Akun @aksara.dinusantara, sebagai contoh, mempromosikan aksara-aksara Nusan-
tara dengan mengepos berbagai konten menarik terkait aksara dan bahasa di Nu-
santara, mulai dari sejarah perkembangan hingga bagaimana cara menuliskannya.
Jejaring akun balai bahasa di provinsi di Indonesia juga sering mempromosikan
konten bahasa Indonesia dan daerah, seperti peribahasa, permasalahan ejaan, hing-
ga kata-kata menarik yang ditemukan dalam perbendaharaan bahasa daerah. Akan
tetapi, konten-konten bermuatan edukasi terkait bahasa dan aksara daerah tidak se-
lalu mendapatkan perhatian khalayak umum. Konten edukatif bertema bahasa dan
aksara ini harus bersaing dengan jutaan konten lain di jagat media sosial. Terlebih,
banyak konten media sosial yang mengedepankan sensasi dan hiburan belaka ma-
kin mendapatkan panggung di ranah media sosial nasional. Hal ini menjadi tan-
tangan bagi pihak mana pun yang berusaha mengangkat konten kreatif bertema
edukasi agar tidak tenggelam di antara konten-konten lainnya.
Wikimedia Indonesia selaku lembaga nirlaba yang mendukung pemajuan ba-
hasa-bahasa daerah Indonesia di internet, khususnya melalui situs web Wikipedia
dan proyek-proyek saudarinya, juga turut berupaya mengenalkan dan mempro-
mosikan bahasa dan aksara daerah Indonesia melalui berbagai lini media sosial,
khususnya yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu Instagram. Instagram diuta-
makan, dalam hal ini, karena memiliki tampilan yang paling mengedepankan ma-
teri visual jika dibandingkan dengan Facebook dan Twitter. Wikimedia Indonesia
telah bereksperimen dan mencoba beragam hal dalam tiga tahun terakhir (Januari
2020–April 2023) untuk menciptakan konten kreatif bertema bahasa dan aksara
daerah Indonesia atau pengetahuan kebahasaan secara umum. Makalah ini bertu-
juan untuk menguraikan wawasan dan pengalaman proses kreatif Wikimedia Indo-
nesia dalam meramu konten media sosial bertema bahasa dan aksara daerah. Uraian
proses kreatif ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pengelola akun sejenis dari
lembaga kebudayaan atau pihak lainnya dalam mempromosikan bahasa dan aksara
daerah Indonesia secara kreatif, edukatif, menarik, dan bisa dinikmati oleh para
pengguna media sosial secara umum.

LANDASAN TEORI
Konten kreatif adalah pesan yang dibagikan di media sosial dalam bentuk
visual, audio, atau audio-visual, yang dikerjakan dan disusun melalui proses krea­
tif sehingga memiliki keunikan dan estetika tertentu. Pesan yang diangkat dalam
konten kreatif bisa berwujud banyak hal, mulai dari kegiatan promosi bisnis, pendi-
dikan, motivasi, hingga kegiatan sosial (Indraswari, 2021). Konten kreatif ini dibe-
dakan dengan konten media sosial yang bersifat personal, yang umumnya tentang

Adien Gunarta.indd 3 23/10/2023 07:42:10


Makalah Kongres Bahasa Indonesia XII

kehidupan pribadi dan hanya ditujukan untuk teman-teman atau kerabat dekat yang
saling mengikuti di media sosial, bukan untuk konsumsi khalayak umum.
Proses kreatif (Botella et al., 2018: 1) dapat dipahami sebagai urutan pemikiran
dan tindakan yang ditempuh untuk membuat sesuatu yang dianggap orisinil dan se-
suai untuk kebutuhan tertentu. Terdapat banyak model proses kreatif yang dapat di-
gunakan seseorang untuk menghasilkan sebuah desain atau karya. Model-model ini
tidaklah seragam dalam menjabarkan berapa banyak tahapan yang harus dilalui da-
lam sebuah proses kreatif. Tahapan tersebut berbeda-beda, tergantung pada bidang
apa proses kreatif tersebut diterapkan atau bisa juga tergantung pada pilihan dan
kebiasaan pribadi (Botella et al., 2018: 11). Oleh karena itu, pembagian tahap-tahap
proses kreatif yang digunakan dalam makalah ini akan berpatokan pada pengala-
man empiris Tim Komunikasi Wikimedia Indonesia selama melakukan pembuatan
konten media sosial bertopik bahasa dan aksara Indonesia.
Konten kreatif yang disebarkan melalui lini masa media sosial biasanya
dibagi menjadi sejumlah kategori atau lebih dikenal dengan sebutan pilar konten.
Barnhart dalam Atherton (2019: 87) mendefinisikan pilar konten sebagai cara untuk
menyusun berbagai tema atau topik konten yang berbeda-beda ke dalam kelom-
pok-kelompok kategori yang bertujuan untuk menarik minat golongan audiens ter-
tentu. Kontennya bisa berbentuk apa saja, mulai dari poster, korsel (carousel), vid-
eo, meme, dan banyak lainnya. Fungsi pilar konten adalah mengelompokkan aneka
konten tersebut ke dalam fokus tujuan atau tema tertentu yang hendak dicapai. Ter-
dapat aneka ragam cara untuk menentukan pilar konten, tergantung pada kebutuhan
dan tujuan masing-masing pengelola media sosial. Martin (2023) membagi pilar
konten menjadi empat, yaitu (1) konten promosi, (2) konten hiburan, (3) konten
edukasi, dan (4) konten percakapan (berhubungan dengan berkomunikasi dengan
pelanggan/audiens). Sementara itu, Huie (2021) membagi pilar konten menjadi 10,
yakni (1) konten edukasi, (2) konten personal (ketokohan dari sebuah merek atau
perusahaan), (3) konten promosi, (4) konten percakapan, (5) konten hiburan, (6)
konten yang dikutip dari audiens (seperti komentar dan ulasan), (7) konten produk,
(8) konten kiat-kiat atau pendaftaran sesuatu, (9) konten cerita sukses, dan (10)
konten yang dibuat untuk SEO (search engine optimization).
Untuk menentukan apakah konten kreatif yang dipos di media sosial telah
mencapai target, diperlukan pengukuran tertentu. Dalam hal ini, pengukuran yang
demikian sering disebut sebagai key performance indicator (KPI) atau indikator
kinerja utama (IKU). Indikator performa sebuah konten media sosial bisa ditinjau
dari perkembangan jumlah pengikut, impresi (banyaknya konten dilihat), jangkau-
an (banyaknya orang yang melihat konten), jumlah suka, jumlah komentar, dan lain
sebagainya (Latifatunnisa, 2022). Karena ukuran-ukuran ini bisa berlainan dari satu
media sosial ke media sosial lain, dalam makalah ini digunakanlah ukuran suka
(like) saja, menimbang ketersediaan fiturnya cukup seragam di berbagai sarana
media sosial dan menimbang kemudahan dan penyederhanaan perhitungan, yang
menurut Chandler dan Munday (2016) dianggap memiliki sinyal sosial yang mem-
perlihatkan ukuran interaksi yang minimal (jika dibandingkan dengan jangkauan
dan impresi yang tidak memiliki nilai interaksi sama sekali).

Adien Gunarta.indd 4 23/10/2023 07:42:10


Makalah Kongres Bahasa Indonesia XII

METODE PENELITIAN
Makalah ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif.
Metode deskriptif berusaha mendiskripsikan kejadian apa adanya sesuai dengan
yang teramati pada objek penelitian. Penelitian ini akan menjabarkan proses kreat-
if selama tiga tahun, yakni Januari 2020–April 2023, yang dikerjakan oleh Tim
Komunikasi Wikimedia Indonesia, secara khusus pada konten-konten media so-
sial Instagram yang mengenalkan dan mempromosikan bahasa dan aksara daerah
di Indonesia. Garis besar proses kreatif ini meliputi tahapan-tahapan pembuatan
konten kreatif dan eksplorasi konten kreatif berdasarkan pilar atau pengelompokan-
nya. Konten-konten ini kemudian dinilai dan dievaluasi untuk mengetahui konten
kreatif yang bagaimana yang paling disukai oleh warganet pengguna media sosial
Instagram di Indonesia.

PEMBAHASAN
Untuk menjelaskan makalah ini dengan lebih baik, pembahasan akan dibagi
berdasarkan tiga subtopik, yaitu (1) tahapan pembuatan konten kreatif (sebagai se-
bentuk proses kreatif dengan tujuan yang spesifik), (2) pilar konten bertema bahasa
dan aksara daerah, dan (3) pemaparan kinerja konten kreatif.
1. Tahapan Pembuatan Konten Kreatif
Dalam pembuatan konten kreatif media sosial, Wikimedia Indonesia memba-
gi tahapannya menjadi tujuh tahap, yakni sebagai berikut.
1. Pengumpulan bahan
2. Penjadwalan pos
3. Penulisan wara (copy-writing)
4. Perancangan visual
5. Uji baca
6. Pengunggahan
7. Umpan balik
Tahap pengumpulan bahan adalah tahap persiapan sebelum membuat konten
kreatif. Tim Komunikasi melakukan proses mengumpulkan pengetahuan yang ber-
hubungan dengan bahasa dan aksara daerah melalui pembacaan buku dan kamus
atau sumber-sumber lainnya seperti situs web. Kepekaan seseorang dalam memb-
aca tren yang sedang naik daun dan menemukan keunikan informasi juga menjadi
penting pada tahapan ini. Biasanya, ide-ide atau hal-hal menarik apa saja akan di-
catat secara kasar terlebih dahulu pada buku catatan atau dokumen daring. Catatan
ini mirip coret-coretan yang tidak memiliki struktur yang jelas, hanya sekadar wa-
dah untuk mencatat kilatan-kilatan ide beserta asal sumbernya supaya tetap bisa
diingat dan ditelusuri.
Penentuan jadwal konten kreatif bisa berdasarkan bulanan atau dwiminggu-
an, tergantung keperluan dan kenyamanan masing-masing pihak pengelola media
sosial. Tim Komunikasi Wikimedia Indonesia umumnya melakukannya setiap satu
bulan sekali. Hal ini dilakukan dengan berdiskusi bersama sambil membuka kalen-
der dan catatan kasar bahan-bahan yang sudah terkumpul. Dengan demikian, pen-
jadwalan konten kreatif akan lebih jelas kapan dan apa saja konten yang akan dike-

Adien Gunarta.indd 5 23/10/2023 07:42:10


Makalah Kongres Bahasa Indonesia XII

luarkan selama satu bulan ke depan. Hal-hal yang perlu diantisipasi adalah hari-hari
besar keagamaan (Waisak, Natal, Idulfitri, dsb.), hari-hari penting dan hari peringa-
tan nasional (Sumpah Pemuda, Hari Batik, Hari Kartini, dsb.), dan hari-hari populer
internasional (Hari Kasih Sayang, Hari Bahasa Ibu Internasional, Hari Perempuan
Internasional, dsb.). Hal tersebut dapat dijadikan inspirasi konten kreatif karena bisa
diprediksi dan berulang setiap tahunnya sehingga tim bisa memiliki banyak waktu
untuk menyelesaikan sebuah konten kreatif yang relevan dengan suatu perayaan.
Sementara itu, terdapat pula kejadian-kejadian tidak terprediksi yang menuntut ke-
pekaan terhadap apa yang sedang ramai diperbincangkan warganet atau dengan
kata lain sesuatu yang sedang viral. Konten kreatif jenis ini menuntut kegesitan
dalam merancang dan mengeksekusi konten. Proses penulisan wara dan perancan-
gan visual bisa saja dituntut untuk selesai dalam satu hari. Misalnya, ketika war-
ganet ramai membincangkan film seri populer tentang catur The Queen’s Gambit,
Wikimedia Indonesia mengeluarkan konten kreatif tentang nama-nama buah catur
dan mendapatkan respons yang luar biasa karena ketepatan waktu dan relevansi
dengan apa yang tengah digandrungi masyarakat. Dalam hal keberagaman bahasa,
konten-konten yang akan dibuat dengan menyorot suatu bahasa sebagai tema utama
digilir sesuai urutan kawasan yang sudah disepakati tim, yakni bahasa Indonesia,
kawasan Jawa-Bali-Madura, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi-Nusa Tenggara, dan
Maluku-Papua. Hal tersebut dilakukan agar aneka konten kreatif yang diproduksi
mengangkat kekayaan bahasa di Indonesia secara lebih merata.
Pada tahap penulisan wara, gagasan-gagasan yang terpencar-pencar mulai
disusun dalam bahasa yang lebih terstruktur. Tahap ini membuat kilatan-kilatan
ide yang pada mulanya sangat abstrak mulai memperlihatkan titik terang dan arah
tujuan. Penting bagi seseorang untuk membayangkan konten secara visual ketika
merumuskan tulisan wara agar penggarapannya nanti tidak memiliki kendala teknis
ketika didesain, seperti terlalu banyak tulisan atau kesulitan mendapatkan sum-
ber gambar pendukung. Ada baiknya pula, seseorang yang membuat tulisan wara
memberikan daftar pustaka atau rujukan dari informasi yang akan diangkat menjadi
konten kreatif, apakah dari buku, kamus, atau situs web. Jika memiliki preferen-
si tertentu, mereka juga bisa menyertakan gambar acuan atau bahan gambar yang
sekiranya ingin dimuat pada konten kreatif. Hal itu akan membantu pekerjaan de-
sainer grafis ketika menggarap rancangan konten kreatif tersebut. Setelah menyele-
saikan tulisan wara yang akan dimuat pada materi visual, ada baiknya seseorang
juga langsung membuat tulisan wara untuk bagian takarir atau caption yang akan
menyertai konten kreatif tersebut.
Tahap perancangan visual dilakukan oleh seorang desainer grafis dengan me-
nata tulisan wara yang sudah disediakan ke dalam bentuk visual. Desainer bisa
menafsirkan sekreatif mungkin bagaimana sebaiknya konten tersebut ditampilkan
dalam bentuk visual. Yang perlu digarisbawahi adalah desainer harus menciptakan
sendiri elemen-elemen visual pendukung atau memanfaatkan sumber-sumber legal
(seperti gambar berlisensi Creative Commons) dan menghindari perilaku “asal co-
mot” ketika merancang konten kreatif. Selain itu, salah satu kendala umum dalam
proses membuat konten kreatif bertema bahasa dan aksara daerah Indonesia ialah
kurangnya ketersediaan fon komputer yang mendukung bahasa dan aksara daerah.

Adien Gunarta.indd 6 23/10/2023 07:42:10


Makalah Kongres Bahasa Indonesia XII

Misalnya, tidak banyak pilihan fon aksara Latin yang mendukung diakritik baha-
sa Nias Ö (huruf o titik dua atas) dan Ŵ (huruf w dengan caping). Keadaan yang
lebih buruk dialami aksara daerah Indonesia. Aksara-aksara ini memiliki jauh lebih
sedikit pilihan fon, bahkan beberapa di antaranya hanya memiliki satu atau dua
pilihan fon saja yang beredar bebas di internet. Terlebih, beberapa di antara fon-
fon tersebut tidak bekerja sebagaimana semestinya sehingga desainer grafis harus
memahami pedoman dasar aturan tata tulis aksara daerah dan mampu membetulkan
kesalahan tersebut secara manual.
Setelah konten kreatif diwujudkan dalam bentuk visual oleh desainer gra­
fis, konten ini harus diuji baca (proofreading) terlebih dahulu sebelum siap dipub-
likasikan. Proses uji baca harus dilakukan oleh pihak selain tim desainer grafis yang
memiliki kemampuan dan ketajaman dalam hal memeriksa kesalahan berbahasa.
Proses uji baca bisa melewati beberapa orang, khususnya jika konten kreatif terse-
but memuat lebih dari satu bahasa. Misalnya, sebuah konten kreatif yang memuat
bahasa Indonesia dan bahasa Jawa sebaiknya diuji baca oleh satu orang yang memi-
liki kemahiran menulis dalam bahasa Indonesia dan satu orang lagi yang memili-
ki kemahiran menulis dalam bahasa dan aksara Jawa. Dalam konteks Wikimedia
Indonesia, proses uji baca bahasa Indonesia dilakukan secara internal oleh Tim
Komunikasi selain desainer, sedangkan proses uji baca bahasa dan aksara daerah
dikonsultasikan dengan sukarelawan Wikipedia bahasa daerah yang juga memiliki
pengalaman dalam mengelola media sosial berbahasa daerah. Internal Tim Komu-
nikasi biasanya juga memberikan masukan-masukan terkait desain, seperti pengu-
bahan ukuran tulisan dan warna tema desain. Dengan demikian, konten kreatif telah
dianggap layak dari segi kebahasaan dan desain untuk dipublikasikan ke khalayak
umum.
Waktu pengunggahan konten kreatif media sosial bisa dilakukan secara
langsung (real time) atau dengan fitur pos terjadwal. Fitur pos terjadwal umumnya
dilakukan ketika suatu konten harus dipublikasikan di luar jam kerja, contohnya
ucapan Paskah yang jatuh pada hari Minggu. Untuk jam-jam efektifnya, tim harus
mempertimbangkan demografi pengikut, misalnya Wikimedia Indonesia memili-
ki pengikut mayoritas dari wilayah Indonesia Barat, sehingga menggunakan pa-
tokan Waktu Indonesia Barat. Waktu publikasi paling diutamakan adalah pada
pukul 18.30–19.00 WIB (waktu orang bersantai di rumah sepulang bekerja), waktu
kedua yang dianggap paling efektif adalah pukul 12.00–13.00 WIB (waktu istirahat
siang). Meskipun demikian, waktu-waktu ini tidak bersifat mutlak karena tergan-
tung pada banyak faktor, seperti kebiasaan pengikut, variasi harian pengguna media
sosial, hingga pengalaman kolektif pengguna saat menggunakan suatu sarana me-
dia sosial. Pada kasus tertentu, misalnya ketika ingin mengepos konten berbahasa
Bugis/Makassar atau bahasa Sasak, orientasi waktunya bisa digeser menjadi Waktu
Indonesia Tengah, dengan catatan mungkin hal ini menjadi kurang efektif meng-
ingat mayoritas demografi pengikut merupakan mereka yang tinggal di wilayah
Indonesia Barat.
Pada proses terakhir pembuatan konten kreatif, Tim Komunikasi akan meng-
umpulkan umpan balik (feedback) yang diberikan pengikut atau warganet secara
umum di media sosial. Umpan balik yang paling sering diutarakan adalah kekeli-

Adien Gunarta.indd 7 23/10/2023 07:42:10


Makalah Kongres Bahasa Indonesia XII

ruan yang tertera pada konten kreatif dan permintaan untuk membuat versi dalam
bahasa atau aksara daerah lainnya. Keduanya sangat bermanfaat demi memperbaiki
dan mengembangkan konten kreatif agar menjadi lebih baik lagi ke depannya. Tak
jarang, pengikut juga memberikan terjemahan langsung ke bahasa daerahnya untuk
sebuah konten kreatif sehingga bisa dimanfaatkan untuk konten sejenis pada kemu-
dian hari.

2. Pilar Konten Bertema Bahasa dan Aksara Daerah


Pilar konten yang digunakan oleh pengelola media sosial sangatlah bergan-
tung pada kebutuhan dan tujuan masing-masing. Dari pengalaman Wikimedia In-
donesia, pilar konten dibagi menjadi dua kelompok utama yang masing-masingnya
memiliki sejumlah subpilar yang lebih spesifik. Dua pilar utama ini ialah kelompok
konten primer dan kelompok konten sekunder. Kelompok konten primer bertujuan
untuk menyajikan informasi yang terkait langsung dengan promosi proyek-proyek
Wikimedia, seperti acara pelatihan penulisan Wikipedia, perlombaan, tantangan
menulis, dan kiat-kiat menyunting atau menggunakan fitur Wikipedia. Sementara
itu, kelompok konten sekunder tidak langsung berhubungan dengan proyek-proyek
Wikimedia dan berfungsi sebagai penarik perhatian. Konten kreatif ini dirancang
agar mudah dicerna dan mudah dibagikan, umumnya mengangkat tema budaya, ba-
hasa, dan aksara di Indonesia. Kebanyakan dari konten kreatif ini berbentuk gam-
bar statis, bukan video, menimbang gambar statis lebih mudah dibagikan, misalnya
bisa diunduh, dicetak, atau dijadikan bagian dari presentasi atau gambar bergerak.
Makalah ini berfokus pada kinerja konten-konten sekunder tersebut yang mengang-
kat tema bahasa dan aksara daerah Indonesia.

Gambar 1
Subpilar Kelompok Konten Sekunder

Adien Gunarta.indd 8 23/10/2023 07:42:10


Makalah Kongres Bahasa Indonesia XII

Kelompok konten sekunder memiliki beberapa subpilar, yakni (1) konten


infografis, (2) konten daftar, (3) konten perbandingan, (4) konten kuis, (5) kon­
ten peribahasa, dan (6) konten kosakata. Konten infografis ditandai dengan ada­
nya gambar utama dengan penjelasan-penjelasan yang mengelilingi gambar utama
tersebut, misalnya konten infografis bagian-bagian tanaman jagung dalam bahasa
Jawa. Konten daftar adalah konten kreatif yang menggolongkan informasi tertentu
untuk disajikan dalam satu kesatuan informasi, seperti berbagai jenis jajanan tatar
Sunda atau pelbagai alat musik dari suku Sasak Lombok. Konten perbandingan
membandingkan dua bahasa atau lebih untuk disorot keunikannya dan hubungan
satu sama lain. Konten kuis adalah konten interaktif yang mengajak pengguna me-
dia sosial untuk berinteraksi atau mengirimkan jawaban agar mendapatkan hadiah.
Konten peribahasa dapat berupa presentasi peribahasa tunggal atau perbandingan
peribahasa daerah bersama peribahasa Indonesia dan peribahasa asing. Peribahasa
yang diutamakan adalah peribahasa yang berkonotasi positif dan inspiratif. Semen-
tara itu, konten kosakata berupaya untuk mengenalkan kosakata unik dalam bahasa
daerah atau bahasa Indonesia yang mungkin belum banyak diketahui orang. Konten
ini juga dapat berupa penjabaran susur galur suatu etimologi kata. Berbagai cara
visualisasi subpilar itu masih dapat dieksplorasikan lagi dan sebaiknya dipandang
sebagai pilihan-pilihan yang dapat membantu mengarahkan konten kreatif dan bu-
kan sebagai batasannya.
Sebagai catatan, keseluruhan konten bahasa daerah, jika bahasa daerah terse-
but memiliki aksara daerah khusus, seperti bahasa-bahasa Batak dengan aksara
Batak, bahasa Banjar dengan abjad Jawi, atau bahasa Bugis dengan aksara Lontara,
aksara daerah tersebut akan diikutsertakan dalam konten kreatif. Hal ini merupa-
kan komitmen Wikimedia Indonesia untuk mendukung kelestarian bahasa daerah
beserta tradisi tulis-menulis yang dikenal dalam kebudayaan tersebut.

3. Kinerja Konten Kreatif


Kinerja konten kreatif yang akan dipaparkan pada bagian ini adalah pengala-
man yang lakukan selama kurang lebih tiga tahun terakhir, yakni Januari 2020 hing-
ga April 2023 pada media sosial Instagram. Dalam kurun waktu tersebut, tercatat
setidaknya 143 konten kreatif bertema bahasa dan aksara daerah yang telah dipub-
likasikan oleh Wikimedia Indonesia. Angka tersebut termasuk juga konten yang
mengangkat tema bahasa Indonesia sebagai pembanding kinerja konten berbahasa
daerah. Keseluruhan data diambil pada tanggal 1 Mei 2023.
Tabel 1
Kinerja Berdasarkan Subpilar Konten Sekunder
Subpilar Jumlah Publikasi Rerata Suka
Kuis 3 263
Perbandingan 12 208
Daftar 66 173
Infografis 29 158
Kosakata 11 72
Peribahasa 22 63
Sumber: Data penelitian pribadi; dilakukan pembulatan.

Adien Gunarta.indd 9 23/10/2023 07:42:10


Makalah Kongres Bahasa Indonesia XII

Kinerja konten dari yang paling efektif mendapatkan suka dari pengguna
media sosial Instagram secara berurutan ialah (1) konten kuis, (2) konten per-
bandingan, (3) konten daftar, (4) konten infografis, (5) konten kosakata, dan (6)
konten peribahasa. Konten kuis merupakan konten kreatif paling banyak mendapat­
kan suka, hal ini mungkin didorong oleh keinginan pengguna media sosial untuk
mendapatkan hadiah berupa bingkisan bagi mereka yang beruntung. Patut men-
jadi pertimbangan bahwasanya butuh lebih banyak jumlah publikasi konten kuis
untuk pengukuran rerata suka yang lebih baik. Konten paling banyak suka selan-
jutnya adalah konten kreatif berupa perbandingan, daftar, dan infografis. Ketiga
subpilar ini memiliki keutamaan, yaitu menghimpun kumpulan informasi (bukan
informasi yang relatif tunggal atau sedikit) yang menarik dan bermanfaat bagi au-
diens media sosial. Dua subpilar dengan rerata suka paling sedikit adalah konten
kosakata dan peribahasa. Kedua konten ini dianggap mendapatkan peringkat te­
rendah karena tidak memuat informasi yang kaya, kebanyakan hanya berupa post-
ingan dengan informasi relatif tunggal atau sedikit. Informasi tunggal yang dimak-
sud adalah informasi yang dipaparkan berupa satu kata atau satu peribahasa saja.
Tabel 2
Kinerja Berdasarkan Bahasa
Bahasa Jumlah Publikasi Rerata Suka
Bahasa Indonesia 27 271
Multibahasa 16 229
Jawa 13 180
Sunda 11 140
Bugis 9 124
Madura 8 90
Toba 7 82
Banjar 6 70
Aceh 5 90
Gorontalo 5 54
Nias 5 53
Bali 4 81
Bahasa-bahasa dengan satu/ 27 -
dua publikasi saja
Rerata suka keseluruhan
150
konten
Sumber: Data penelitian pribadi; dilakukan pembulatan.

Selama kurang lebih tiga tahun terakhir, Wikimedia Indonesia telah mengang-
kat sekurangnya 30 bahasa di Indonesia sebagai konten kreatif, yakni secara ber-
urutan dari banyaknya konten terpublikasi: bahasa Indonesia, Jawa, Sunda, Bugis,
Madura, Toba, Banjar, Aceh, Gorontalo, Nias, Bali, Lampung, Makassar, Mbojo
(Bima), Minangkabau, Muna, Pamona, bahasa-bahasa Papua, Sasak, Melayu Am-
bon, Iban, Karo, Ngaju, Osing, Pakpak, Palembang, Sumba, Talaud, Tidung, dan
Toraja. Selain itu, terdapat konten yang memuat beberapa bahasa sekaligus yang
dalam hal ini dikategorikan sebagai konten multibahasa.

10

Adien Gunarta.indd 10 23/10/2023 07:42:11


Makalah Kongres Bahasa Indonesia XII

Dari data yang diperoleh, konten yang mengangkat topik bahasa nasional,
bahasa Indonesia, memiliki performa yang paling unggul daripada bahasa-bahasa
daerah. Kemudian, hal ini disusul oleh konten multibahasa, yang memuat beragam
bahasa daerah disertai dengan bahasa Indonesia. Tiga konten kreatif bahasa dae­
rah terunggul ditempati bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa Bugis. Ketiganya
memiliki rata-rata suka di atas 100. Sementara itu, konten kreatif berbahasa daerah
yang mendapatkan rata-rata suka dari 70 hingga 100 adalah Madura, Aceh, Toba,
Bali, dan Banjar. Dua konten bahasa daerah paling sedikit mendapatkan suka ada-
lah bahasa Gorontalo dan Nias. Terdapat kecenderungan bahwa jumlah suka yang
didapat suatu konten kreatif berhubungan dengan populasi penutur bahasa yang di-
angkat menjadi konten. Hal ini tercermin dari unggulnya konten kreatif yang meng­
angkat bahasa Indonesia (bahasa nasional), bahasa Jawa, dan bahasa Sunda (dua
bahasa daerah dengan penutur terbesar di Indonesia). Konten yang mengangkat
bahasa daerah dengan penutur relatif sedikit, seperti bahasa Pamona dan bahasa
Muna, mengalami kesulitan untuk mendapatkan suka. Oleh karena itu, untuk mem-
perkenalkan bahasa-bahasa dengan penutur lebih kecil, Tim Komunikasi berinisia­
tif untuk mengikutkannya ke dalam konten multibahasa sehingga dapat menjang-
kau dan disukai lebih banyak orang.
Dari keseluruhan 143 konten kreatif yang diproduksi, 75 di antaranya atau
52% memuat materi aksara daerah dan sisanya hanya menggunakan aksara La­
tin. Rata-rata suka yang didapatkan konten beraksara daerah mencapai 137 suka,
sedangkan konten bahasa daerah tanpa penggunaan aksara daerah mendapatkan
rata-rata 95 suka saja. Hal ini dapat menandakan bahwasanya warganet pengguna
Instagram masih menaruh minat dan antusiasme pada keberadaan dan kelestarian
aksara daerah yang kian sulit ditemui penggunaannya.

SIMPULAN
Pegiat bahasa dan aksara daerah, juga pegiat bahasa Indonesia, mulai banyak
memanfaatkan media sosial sebagai sarana mempromosikan dan memperkenalkan
kembali kekayaan bahasa dan aksara di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai salah
satu upaya melindungi, memanfaatkan, dan mengembangkan kebudayaan nasio­
nal. Akan tetapi, terdapat tantangan besar ketika membuat konten kreatif bertema
bahasa dan aksara daerah Indonesia, yaitu persaingan ketat dengan jutaan konten
lainnya yang beredar di jagat media sosial, mulai dari konten dengan aneka ragam
topik hingga konten yang hanya bersifat hiburan belaka.

Gambar 2
Tahapan Pembuatan Konten Kreatif

11

Adien Gunarta.indd 11 23/10/2023 07:42:11


Makalah Kongres Bahasa Indonesia XII

Dalam menciptakan konten kreatif bertema bahasa dan aksara daerah, Wiki-
media Indonesia menggunakan tujuh tahapan proses kreatif, yakni (1) pengumpu-
lan bahan, (2) penjadwalan pos, (3) penulisan wara, (4) perancangan visual, (5) uji
baca, (6) pengunggahan, dan (7) penerimaan umpan balik. Ketujuh proses terse-
but digunakan untuk mengelola dua pilar utama konten media sosial, yakni konten
primer yang berhubungan langsung dengan kegiatan dan proyek Wikimedia Indo-
nesia dan konten sekunder yang berisikan konten-konten kreatif bermuatan bahasa
dan aksara daerah. Konten sekunder ini memiliki enam sub-pilar, secara berurutan
dari sub-pilar dengan kinerja terbaik, yaitu (1) konten kuis, (2) konten perbandin-
gan, (3) konten daftar, (4) konten infografis, (5) konten kosakata, dan (6) konten
peribahasa. Konten kuis dianggap cukup laku karena membuat orang-orang tertarik
dengan hadiah yang ditawarkan. Sementara itu, konten perbandingan, konten daft-
ar, dan konten infografis memiliki keutamaan dalam penyajian susunan informasi
yang kaya sehingga dengan sekali menyimak orang dapat memelajari banyak hal
sekaligus. Hal ini berbeda dengan dua konten dengan kinerja paling rendah, yaitu
konten kosakata dan konten peribahasa, yang hanya memuat sedikit informasi, sep-
erti penjelasan satu kata atau satu peribahasa saja.
Dari segi kebahasaan, terdapat kecenderungan bahwa konten kreatif memi-
liki kinerja yang baik apabila konten tersebut mengangkat bahasa dengan penu-
tur yang banyak, seperti bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan bahasa Sunda. Akan
tetapi, hubungan keduanya masih perlu diteliti lebih lanjut dalam penelitian yang
terpisah. Di sisi lain, terdapat pula kecenderungan bahwa konten-konten kreatif
bahasa daerah dengan muatan aksara daerah memiliki kinerja lebih baik daripada
konten-konten bahasa daerah yang tidak menampilkan aksara daerah (hanya aksara
Latin saja). Hal ini bisa menunjukkan antusiasme masyarakat dalam pelestarian
dan penggunaan aksara daerah. Walaupun demikian, diperlukan penelitian lanjutan
yang dapat menguji hubungan keduanya secara khusus.

DAFTAR PUSTAKA
Atherton, Julie. (2019). Social Media Strategy. London: Kogan Page
Botella M., Zenasni F. and Lubart T. (2018). What Are the Stages of the Creative
Process? What Visual Art Students Are Saying. Front. Psychol. 9:2266. doi:
10.3389/fpsyg.2018.02266
Chandler, Daniel dan Munday, Rod. (2016). A Dictionary of Social Media [Edisi
Pertama]. Inggris: OUP Oxford.
Gandhawangi, Sekar. (8 September 2021). Digitalisasi Aksara Nusantara Terham-
bat Keterbatasan Penggunaan Aksara [Halaman web]. Diakses dari https://
www.kompas.id/baca/dikbud/2021/09/08/digitalisasi-terkendala-penggu-
naan-yang-terbatas
Huie, Laura. (2021). 10 Examples of Content Buckets and How to Use Them [Hala-
man web]. Diakses dari https://teachable.com/blog/content-buckets
Indraswari, Debora Laksmi. (31 Maret 2021). Media Sosial Semarak, Konten
Kreatif Bertumbuh [Halaman web]. Diakses dari https://www.kompas.id/
baca/riset/2021/ 03/31/media-sosial-semarak-konten-kreatif-bertumbuh

12

Adien Gunarta.indd 12 23/10/2023 07:42:11


Makalah Kongres Bahasa Indonesia XII

Kemp, Simon. (9 Februari 2023). Digital 2023: Indonesia [Halaman web]. Diakses
dari https://datareportal.com/reports/digital-2023-indonesia
Latifatunnisa, Hasna. (29 Juni 2022). KPI Social Media [Halaman web]. Diakses
dari https://revou.co/panduan-karir/kpi-social-media
artin, Daniel. (10 Februari 2023). 4 Content Pillars for Social Media – A Complete
Guide [Halaman web]. Diakses dari https://contentmarketing.io/content-pil-
lars-for-social-media/
Maulana, Ridwan. (2020). Aksara-Aksara di Nusantara. Yogyakarta: Samudra
Biru.
Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang No 5 Tahun 2017 Tentang Pe-
majuan Kebudayaan. Diakses dari https://peraturan.bpk.go.id/Home/De-
tails/37642/uu-no-5-tahun-2017
Saptoyo, Rosy Dewi Arianti. (2 Februari 2023) Bagaimana Perilaku Masyarakat
dalam Menggunakan Media Sosial? [Halaman web]. Diakses dari https://
www. kompas.com/cekfakta/read/2023/02/02/180500482/bagaimana-per-
ilaku-masyarakat-dalam-menggunakan-media-sosial-?page=all

13

Adien Gunarta.indd 13 23/10/2023 07:42:11

Anda mungkin juga menyukai