Anda di halaman 1dari 2

1.

Sejarah awal perkembangan ilmu kedokteran di Indonesia


Sebelum ilmu kedokteran modern berkembang di indonesia, orang-orang pribumi sudah
mengenal lebih dulu cara pengobatan tradisional. Contohnya seperti teknik kerok yang
sudah diperkenalkan oleh para pendatang dari China di Pulau Jawa dan teknik jamu yang
merupakan tradisi masyarakat Jawa. Dahulu, pengobatan tersebut biasanya dikaitkan
dengan unsur-unsur spiritual. Mereka yang dianggap memiliki pengetahuan dan ilmu
kesehatan sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat untuk menyelesaikan masalah
penyakit yang terjadi di masyarakat. Selain karena dianggap memiliki ilmu kesehatan,
mereka juga dianggap memiliki kekuatan spiritual yang digunakan dalam membantu
penyembuhan penyakit, sehingga orang yang memiliki hal tersebut diatas menjadi
tokoh masyarakat.
Kemudian pada masa awal penjajahan, Ketika belanda menguasai Indonesia, Belanda
mengembangkan ilmu kedokteran di Indonesia dengan membentuk Jawatan Kesehatan
Tentara (Militair Geneeskundige Dienst) dengan tujuan membantu pemeliharaan
kesehatan para tentara, tetapi jawatan tersebut hanya melayani para tentara yang terlibat
dalam pembangunan Jalan Raya Pos (Anyer – Panarukan) dan didirikan di tiga kota
besar, yakni Batavia (Jakarta), Semarang, dan Surabaya. Terlebih lagi, banyak tentara
yang saat itu menderita beragam penyakit “tropik” dan diperlukan lebih banyak tenaga
kesehatan, khususnya kaum pribumi untuk membantu pemeliharaan kesehatan tentara
kolonial.
Atas prakarsa Kepala Jawatan Kesehatan (tentara dan sipil) yang pada waktu itu dijabat
oleh Dr Willem Bosch, pada tanggal 1 Januari 1851 didirikan sebuah sekolah untuk
mendidik pemuda-pemuda Jawa menjadi “Dokter Jawa”, yang lamanya pendidikan 2
tahun, yang nantinya setelah lulus dipekerjakan sebagai dokter pembantu dan bertugas
memberi pengobatan dan vaksinasi cacar. Sekolah tersebut didirikan di Weltevreden
(sekarang Jakarta-Pusat). Sekolah itu berhasil didirikan atas dasar usulan Bosch pada
tanggal 9-11 Oktober 1847 karena melihat menyebarnya berbagai penyakit yang muncul
di Banyumas dan daerah lainnya.
Mulai tahun 1890 para calon murid harus sudah lulus Sekolah Dasar Belanda
(Europeesche Lagere School). Ditahun 1902 bagian kedokteran dari yang semula 5
tahun, menjadi 6 tahun, hingga seluruh pendidikan lamanya 9 (Sembilan) tahun.
Dan nama sekolahnya pun diganti dengan “School tot Opleiding van Inlandsche
Artsen” disingkat menjadi STOVIA. Lulusan dari STOVIA ini nantinya bergelar
“Inlandsch Arts” atau dapat disebut dengan “Dokter Bumiputera”.
Selain STOVIA yang ada di Batavia sebagai sekolah kedokteran, maka berdiri juga
sekolah dokter kedua di Surabaya dengan diberi nama “Nederlandsch Indische Artsen
School” disingkat NIAS. Sekaligus lamanya pendidikan dokter seluruhnya menjadi 10
tahun sesudah Sekolah Dasar Belanda dan menerima murid dari bangsa Barat maupun
pribumi. Dengan begitu, para pemuda pribumi selain mendapatkan pengetahuan
tentang kedokteran, mereka juga mempunyai teman orang Eropa yang dapat dijadikan
alat tukar pikiran demi memajukan wawasan tentang nasionalisme, dokter-dokter
pribumi lulusan STOVIA pada saat itu seperti misalnya, Dr Soetomo, Dr Wahidin
Soedirohoesodo, Dr Ciptomangoenkoesoemo, dan dokter lain yang menjadi pelopor
gerakan nasionalisme demi mencapai kemerdekaan
Pada tanggal 20 Mei 1908 Soetomo dan para mahasiswa STOVIA di Jakarta membentuk
sebuah organisasi yang diberi nama organisasi Budi Utomo (BU). Organisasi yang
didirikan oleh para dokter ini bergerak dalam bidang social serta organisasi yang bercorak
pergerakan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Meskipun Boedi Oetomo menganut ideologi netralitas terhadap agama, namun pada
kenyataannya ia telah turut memainkan peranan dan memberikan sumbangsihnya bagi
perkembangan Islam Indonesia. Peranannya sebagian bersifat langsung atau aktif dan
sebagian lagi bersifat tidak langsung atau pasif Peranannya yang bersifat langsung dalam
perkembangan Islam di Indonesia adalah: ( 1) memperlancar pelaksanaan gerakan
pengajaran islam di kalangan anggotanya maupun di sekolah-sekolah pemerintah pada
zaman kolonial. Sedangkan peranannya yang bersifat tidak langsung adalah: (1)
memberikan motivasi dan kondisi bagi kelahiran organisasi pergerakan Sarekat Islam,
dan (2) turut bersama-sama dengan organisasi-organisa,si pergerakan Islam, karena
kesamaan kepentingan, dalam mematahkan pembatasan-pembatasan yang dilakukan
pemerintah kolonial Belanda terhadap perkembangan gerakan pengajaran agam Islam

Anda mungkin juga menyukai